Anda di halaman 1dari 39

IV.

Transformasi Gelombang

Setelah menyelesaikan bab ini, Anda diharapkan dapat:


1. menjelaskan macam-macam proses transformasi gelombang;
2. menjelaskan pengaruh transformasi gelombang pada pantai dan bangunan
pantai;
3. menjelaskan konsep energi dan flux energi dalam transformasi gelombang;
4. menghitung koefisien refraksi, difraksi dan shoaling serta tinggi gelombang
setelah terdeformasi;
5. memodelkan pola refraksi difraksi gelombang.

4.1. Umum.
Transformasi gelombang secara umum meliputi proses shoaling, refraksi,
difraksi, gelombang pecah dan refleksi. Seringkali proses transformasi gelombang
terjadi secara bersamaan dan saling menginterferensi seperti terlihat pada Gambar
4.1. di bawah ini.

Sumber: USACE, 2000


Gambar 4.1. Ilustrasi proses refraksi difraksi, refleksi dan gelombang pecah

77
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju ke laut dangkal akan
mengalami transformasi atau perubahan karakteristik. Perubahan (deformation)
yang terjadi meliputi perubahan bentuk gelombang misalnya membesarnya tinggi
gelombang, terjadinya gelombang pecah, perubahan kecepatan gelombang dan
panjang gelombang, perubahan arah penjalaran gelombang serta perubahan energi
gelombang.

A2

A1

Pola refraksi dan


difraksi akibat adanya
Pola difraksi
pendangkalan dan
akibat adanya
cekungan
pulau

Arah gelombang

Sumber: Google Earth, 2007


Gambar 4.2. Pola refraksi – difraksi gelombang di Batu Payung
Kalimantan Barat

Pada Gambar 4.2 menunjukkan arah gelombang yang sejajar topografi


pantai dan mengalami peristiwa refraksi dan difraksi. Pola difraksi terlihat jelas
pada suatu pulau (titik A1), sedangkan peristiwa refraksi dan difraksi terlihat jelas
pada daerah atau titik B. Pada daerah A2 terlihat bangunan jetty atau groin yang

78
bertujuan melindungi daerah dibelakangnya dari serangan gelombang dan
berusaha menahan laju transport sedimen.
Difraksi secara sederhana adalah peristiwa pembelokan gelombang akibat
adanya bangunan penghalang yang disebabkan oleh transfer energi gelombang.
Gelombang yang tertahan suatu penghalang akan berhenti, sedangkan gelombang
yang tidak tertahan akan terus merambat dan mengalami transformasi bentuk
gelombang seperti penyebaran, pembelokan, dan perubahan tinggi gelombang.

Sumber: Douglass, 2004


Gambar 4.3. Pola refraksi – difraksi gelombang

4.2. Konsep Energi dan Flux Energi Gelombang


Gelombang yang merambat ke pantai akan mengalami perubahan energi
(dissipation energy) akibat gesekan dengan dasar laut dan bentuk batimetri yang
menyebabkan penyebaran energi (divergency) dan pemusatan energi
(convergency).

79
Daerah konvergen

Daerah divergen

Daerah konvergen

Gambar 4.4. Pola konvergen dan divergen energi gelombang akibat pengaruh
bentuk batimteri (Sumber gambar: Thurman, 1985)

Pemusatan gelombang akibat adanya kontur batimetri menyebabkan


membesarnya tinggi gelombang sedangkan penyebaran gelombang menyebabkan
mengecilnya tinggi gelombang. Fenomena ini dapat dipahami berdasarkan teori
konservasi energi yang menyebutkan bahwa gelombang tidak ada kehilangan
energi selama perambatan ke laut dangkal. Perhatikan Gambar 4.5. berikut ini.

F2 F4
b2 B4

b1
B3
F1
F3

Gambar 4.5. Fluks energi gelombang diantara dua kontur garis ortogonal.

80
Gambar 4.5. memperlihatkan bahwa fluks energi F1 yang masuk dengan
lebar ortogonal b1 akan sama dengan fluks energi yang keluar F2 pada lebar
ortogonal b2. Demikian pula fluks energi F3 yang masuk dengan lebar ortogonal
b3 akan sama dengan fluks energi yang keluar F4 pada lebar ortogonal b4.

F1 = F2
E1 n1 c1 = E2 n2 c2
(4.1)
E1 n1 c1 b1 = E2 n2 c2 b2

dan

F3 = F4
E3 n3 c3 = E4 n4 c4 (4.2)
E3 n3 c3 b3 = E4 n4 c4 b4

dengan:
F = energi flux

E= 1 ρgH2
8
Cg 1⎛ 2 kh ⎞
n= = ⎜⎜1 + ⎟⎟
C 2⎝ sinh 2 kh ⎠

c = kecepatan rambat gelombang


b = lebar ortogonal gelombang

4.3. Shoaling dan Refraksi Gelombang


Proses shoaling suatu gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju
laut dangkal akan menyebabkan membesarnya tinggi gelombang karena pengaruh
perubahan kedalaman. Ilustrasi proses shoaling suatu gelombang dapat dilihat
pada Gambar 4.6 di bawah ini.

81
Tinggi gelombang
Tinggi gelombang yang semakin
Terjadi shoaling semakin besar akibat membesar mulai
gelombang dari laut dalam pengaruh shoaling pecah
menuju laut dangkal

MSL
Daratan
pantai
Dasar laut

Gambar 4.6. Gelombang shoaling akibat pengaruh kedalaman

Proses refraksi gelombang lebih komplek dibanding peristiwa shoaling


karena mengalami perubahan tinggi dan arah gelombang secara bersamaan yang
disebabkan oleh perubahan dan perbedaan kedalaman dasar laut (bentuk kontur
batimetri). Perubahan dasar laut menyebabkan berubahnya kecepatan rambat
gelombang sehingga mengakibatkan berubahnya tinggi gelombang dan arah
perambatan gelombang. Ilustrasi proses refraksi gelombang dapat dilihat pada
gambar 4.7. di bawah ini.

Garis pantai

Gambar 4.7. Pola refraksi pada kontur divergen – konvergen (Tampak atas)

82
Garis pantai

Gambar 4.8. Pola refraksi pada kontur seragam dan paralel (Tampak atas)

Perbedaan yang utama dari peristiwa shoaling dan refraksi adalah


peristiwa shoaling merupakan fungsi dari kecepatan c dan n atau fungsi dari
kecepatan kelompok gelombang (wave group celerity) yaitu cg, sedangkan pada
refraksi merupakan fungsi dari sudut dan kecepatan gelombang atau lebar flux
energi antara dua jalur garis ortogonal.
Penjelasan lebih lanjut mengenai keterangan gambar di atas adalah kedua
gambar sama-sama mengalami peristiwa refraksi dan shoaling. Pada gambar 4.7
kontur batimetri membentuk pola melebar (divergen) dan menciut (convergen)
sehingga pola refraksi dan shoaling terlihat jelas, sedangkan pada gambar 4.8
yang terjadi adalah peristiwa refraksi dan shoaling juga meskipun garis batimetri
sejajar dan tegak lurus dengan arah perambatan gelombang.
Pola refraksi dan shoaling pada Gambar 4.8 akan dapat dilihat jika ditinjau
dari tampak samping (cross section). Peristiwa refraksi gelombang tetap terjadi
karena merupakan fungsi dari sudut dimana dalam kasus gambar 4.8. sudut
gelombang adalah tegak lurus garis pantai atau 00. Contoh peristiwa refraksi dan
shoaling dengan menggunakan program komputer dapat dilihat pada Sub bab 4.4.
Perubahan kedalaman menyebabkan karaktersitik gelombang seperti
kecepatan gelombang dan panjang gelombang juga mengalami perubahan.
Gelombang yang bergerak dari laut dalam menuju ke laut dangkal berdasarkan

83
konservasi energi dan substitusi parameter gelombang dapat ditulis hubungan
berikut.

H1 1 C 0 b0 n 0.L0 b0 C g 0 b0
= . . = . = . (4.3)
H0 2n C1 b1 n1 .L1 b1 C g1 b1

4.3.1. Koefisien Shoaling


n0 C 0
Ks = (4.4)
n1 C1

atau
n0 L0
(4.5)
n1 L1

atau

cg 0
(4.6)
cg1

hubungan antara arah rambat gelombang yang membentuk sudut dengan garis
pantai serta kecepatan rambat gelombang dapat diselesaikan dengan persamaan
berikut ini.
sinθ 0 C 0
= (4.7)
sinθ1 C1
Subscript atau tanda nomor 0 pada parameter gelombang artinya adalah
parameter tersebut berada pada titik perjalanan gelombang yang lebih awal
dibandingkan subscript dengan tanda nomor yang lebih tinggi. Atau dengan kata
lain, tanda 0 menandakan bahwa parameter gelombang tersebut berada pada laut
yang lebih dalam, sedangkan tanda subscript yang lebih tinggi menandakan
parameter gelombang tersebut berada pada kondisi laut yang lebih dangkal. Tanda
subscript 0 juga sering digunakan untuk menunjukkan bahwa parameter tersebut
adalah berasal dari laut dalam (deep water).

84
4.3.2. Koefisien Refraksi
b0
Kr = (4.8)
b1

atau
cosθ 0
Kr = (4.9)
cosθ1

θ0 b0

θ1 b1 kedalaman kontur

Gambar 4.9. Peristiwa refraksi gelombang

Dengan menggunakan hukum Snellius yang merupakan hukum


pembiasan, kita juga dapat memperoleh koefisien refraksi seperti Gambar 4.9
dengan rumus berikut:
sin θ1 sin θ 0 sin θ1 sin θ 0
= atau = (4.10)
c1 c0 L1 L0
dari rumus di atas, kita dapat memperoleh koefisien refraksi sebagai berikut:
1
⎛ 1 − sin 2 θ 0 ⎞ 4
K r = ⎜⎜ ⎟⎟ (4.11)
⎝ 1 − sin 2
θ 1 ⎠

sehingga tinggi gelombang pada suatu kedalaman di perairan dangkal dapat


dihitung dengan rumus berikut:

85
H ' = H 0. K s . K r (4.120

atau dapat ditulis dengan:


1
n c b c g 0 ⎛ 1 − sin 2 θ 0 ⎞ 4
H = H0 . 0 0 . 0
'
atau H = H0 .
'
.⎜ ⎟⎟ (4.13)
n1 c1 b1 c g1 ⎜⎝ 1 − sin 2 θ1 ⎠
dimana H’ merupakan tinggi gelombang ekivalen yang dicari pada
kedalaman tertentu sedangkan H0 merupakan tinggi gelombang di laut dalam.

4.4. Model Matematik Refraksi dan Shoaling Gelombang Laut


Persamaan refraksi gelombang merupakan penyederhanaan dari
persamaan mild slope equation yang menghilangkan suku difraksi. Persamaan
refraksi gelombang yang sudah disederhanakan adalah sebagai berikut
(Triatmadja, 1999):
∂ ∂
∂x
{
H 2 Cg cos α +
∂y
} {
H 2 Cg sin α = 0 } (4.14)

∂ ⎧ sin α ⎫ ∂ ⎧ cos α ⎫
⎨ ⎬− ⎨ ⎬=0 (4.15)
∂x ⎩ C ⎭ ∂y ⎩ C ⎭

dengan H adalah tinggi gelombang, c adalah kecepatan rambat gelombang, cg


adalah kecepatan kelompok gelombang, dan α sudut gelombang. Dengan
menerapkan skema eksplisit pada persamaan (1) dan (2), akan menghasilkan
persamaan refraksi yang menjadi dasar perhitungan untuk mencari tinggi
gelombang dan sudut datang gelombang (Triatmadja, 1999).

⎡⎛ ( H 2Cg cosθ )i +1, j −1 − ( H 2Cg cosθ )i , j ⎞ ⎤


1 ⎢⎜⎜ ⎟ −⎥

H i2, j +1 = ∆y ⎢ ⎝ ∆ xi ⎠ ⎥
Cg i , j sin θ i , j ( H 2Cg sin θ )i , j −1 −
j
⎢ ⎥ (4.16)
2 ⎢⎛ ( H Cg cosθ )i , j − H Cg cosθ )i −1, j −1 ⎞ ⎥
2 2
⎜ ⎟
⎢⎜ ∆xi −1 ⎟ ⎥
⎣⎝ ⎠ ⎦

86
⎡⎛ ⎛ ⎛ sin θ i +1, j −1 sin θi , j ⎞ 1 ⎞ ⎞ ⎤
⎢⎜ ⎜⎜ − ⎟ ⎟ ⎟ ⎥
⎢⎜ ∆y j ⎜ ⎜⎝ Ci +1, j −1 Ci , j ⎟⎠ ∆xi ⎟ cosθ ⎟ ⎥
= arccos⎢⎜ ⎜ ⎟+ ⎟Ci , j ⎥
i , j −1
θi, j (4.17)
⎢⎜ 2 ⎜ ⎛ sin θ i , j sin θ i −1, j −1 ⎞ 1 ⎟ Ci , j −1 ⎟ ⎥
⎢⎜⎜ ⎜ + ⎜⎜ − ⎟
⎟ ∆x ⎟⎟
⎟ ⎥
⎜ C C ⎟ ⎥
⎣⎢⎝ ⎝ ⎝ i , j i −1, j −1 ⎠ i −1 ⎠ ⎠ ⎦

4.4.1. Pembuatan Program Refraksi dan Shoaling


Pada pelaksanaan perhitungan ini, secara umum keseluruhan program
yang akan diproses terbagi menjadi lima tahap yaitu :
a. pembuatan batimetri sebagai input,
b. pembacaan batimteri,
c. penghitungan parameter gelombang untuk, mencari nilai k, L, c, n,Cg,
sudut gelombang ( θ ).
d. perhitungan shoaling dan refraksi.
e. Ploting hasil program

4.4.2. Pembuatan Batimetri


Untuk pengujian hasil perhitungan batimetri, akan digunakan software
Microsoft Visual Basic 6.0. Program refraksi sederhana ini dibuat dan
dimodifikasi berdasarkan Triatmadja (1999) dan Koutitas (1988). Untuk kasus
refraksi – shoaling dengan perhitungan berdasarkan persamaan mild slope
equation. Model batimetri ini diambil berdasarkan model batimetri Horikawa
(1988) dengan dasar kontur pararel. Kemiringan yang digunakan ( slope ) adalah
= 1/100.
Untuk lebih memahami jalannya program, akan dibuat listing program
untuk membaca data batimetri sebagai berikut :
…………………………………………….
'!COMPUTING BATHYMETRY
For i = 1 To imax
j=1
dalam(i, 1) = d0
10 j = j + 1
dalam(i, j) = dalam(i, j - 1) - dx / 100#

If (dalam(i, j) < 0#) Then GoTo 20

87
If (dalam(i, j) > 0#) Then GoTo 10

20 jmax = j - 1
dalam(i, jmax) = dalam(i, j - 1)
Next i
……………………………………………..

Penulisan input data kedalaman dilakukan dengan Microsoft Excel dan


kemudian disimpan ke dalam bentuk notepad dalam format .dat atau .txt.

4.4.3. Iterasi persamaan dispersi


Perhitungan selanjutnya adalah mencari parameter panjang gelombang L
dengan cara iterasi menggunakan rumus Hunt sebagaimana sudah diterangkan
pada Bab 2 yaitu mengenai Gelombang Linier. Untuk lebih jelasnya dapat kita
lihat dalam listing program berikut ini :
…………………………………………………………………
pi = 3.14
T = 14: Lo = 1.56 * T ^ 2: co = Lo / T

For i = 1 To imax: For j = 1 To jmax


K0 = 2 * pi / Lo
Y = K0 * dalam(i, j)
YE = 0
D(1) = 0.6666666667: D(2) = 0.3555555556: D(3) = 0.1608465608:
D(4) = 0.0632098765; D(5) = 0.0217540484: D(6) = 0.0065407983
For K = 1 To 6
YE = YE + D(K) * Y ^ K
Next K
X = Y ^ 2 + Y / (1 + YE)
If dalam(i, j) = 0 Then
EN(i, j) = 0
Else
PANJG(i, j) = 2 * pi * dalam(i, j) / Sqr(X)
…………………………………………………………………

Setelah melakukan perhitungan panjang kedalaman dilakukan


perhitungan n, c, dan cg.

4.4.4. Perhitungan Refraksi – Shoaling


Untuk perhitungan model refraksi - shoaling gelombang, yang pertama
dihitung adalah sudut datang gelombang, perhitungan ini didapatkan dari
persamaan 2.66. adapun listing programnya dapat dilihat sebagai berikut :

88
…………………………………………………………………..
'BAGIAN PENGHITUNGAN REFRAKSI DIMULAI
For j = 1 To jmax: For i = 1 To imax
HH(i, j) = HH0
TH(i, j) = THO
HH(i, j) = HH0
TH(i, j) = THO
Next i: Next j

For j = 2 To jmax
For i = 1 To imax
If dalam(i, j) = 0 Then GoTo 430
TH(0, j - 1) = TH(1, j - 1)
TH(imax + 1, j - 1) = TH(imax, j - 1)
C(0, j - 1) = C(1, j - 1)
C(imax + 1, j - 1) = C(imax, j - 1)
satu = Sin(TH(i + 1, j - 1)) / C(i + 1, j - 1) - Sin(TH(i - 1, j - 1)) / C(i - 1, j - 1)
satu = satu * dy / dx / 2
DUA = Cos(TH(i, j - 1)) / C(i, j - 1)
tiga = (satu + DUA) * C(i, j)
If satu < 0 Then tanda(i, j) = -1
If satu > 0 Then tanda(i, j) = 1
If tiga > 0 Then TH(i, j) = Atn(Sqr(1 - tiga ^ 2) / tiga)
If tiga < 0 Then TH(i, j) = Atn(Sqr(1 - tiga ^ 2) / tiga) + pi

430 Next i
Print
For i = 1 To imax
If dalam(i, j) = 0 Then GoTo 510
satu1 = 1 / (CG(i, j) * Sin(TH(i, j)))
DUA1 = HH(i, j - 1) ^ 2 * CG(i, j - 1) * Sin(TH(i, j - 1))
tiga1 = dy / 2
EMPAT = HH(i + 1, j - 1) ^ 2 * CG(i + 1, j - 1) * Cos(TH(i + 1, j - 1)) / dx
LIMA = -HH(i - 1, j - 1) ^ 2 * CG(i - 1, j - 1) * Cos(TH(i - 1, j - 1)) / dx
If i = 1 Then EMPAT = LIMA
If i = imax Then LIMA = EMPAT
HH(i, j) = Sqr(satu1 * (DUA1 - tiga1 * (EMPAT + LIMA)))
If HH(i, j) > 0.78 * dalam(i, j) Then
HH(i, j) = 0.78 * dalam(i, j)
PECAH(i, j) = j: End If
510 Next i
Next j
………………………………………………………………….

Syarat terjadinya gelombang pecah pada laut dangkal ( shallow water)


dibatasi sesuai dengan CERC,1984 ( dalam Koutitas, 1988 ) yaitu jika Hi,j > 0,78
hi,j, maka nilai Hi,j = 0,78 hi,j . Listing programnya dapat ditulis sebagai berikut :

89
……………………………………………..
If HH(i, j) > 0.78 * dalam(i, j) Then
HH(i, j) = 0.78 * dalam(i, j)
PECAH(i, j) = j: End If
510 Next i
Next j
……………………………………………...

Contoh penerapan persamaan refraksi dan shoaling pada program di atas


adalah simulasi perambatan gelombang yang dilakukan oleh Horikawa (1988)
untuk model matematik seperti pada Gambar 4.10 (a) dan (b) di bawah ini.
H=0.02 m
T= 1.2 detik
Garis pantai

d=12 m
Slope = 1/50 Dasar batimetri

(a) Tampak Samping

Breaker Garis pantai


line

(b) Tampak Atas

Gambar 4.10. Kontur batimetri untuk verifikasi refraksi dan shoaling


(Horikawa, 1998)

Hasil dari simulasi kemudian dibandingkan dengan simulasi dari


Horikawa untuk verifikasi program komputer yang dapat dilihat pada Gambar
4.11 di bawah ini.

90
Horikawa (1988) Danial (2006)

Gambar 4.11. Verifikasi program untuk refraksi dan shoaling gelombang

Gambar 4.12 merupakan verifikasi yang masih sama, namun dikonversi


satuannya dari meter (m) menjadi centimeter (cm) dan jarak grid adalah dx = dy =
8. Setelah dilakukan penyamaan satuan terlihat bahwa antara hasil Horikawa dan

91
haril running program terlihat lebih mendekati kesamaan. Sehingga pemilihan
jarak grid dan penyamaan satuan merupakan suatu hal yang penting untuk
mendapatkan akurasi yang baik.

(a) Hasil running dengan dx =dy = 8 satuan dalam cm

(b) Hasil Horikawa dengan dx =dy = 8 satuan dalam cm

Gambar 4.12. Verifikasi kontur tinggi gelombang perbandingan proses refraksi-


shoaling dari Horikawa (1988)

92
Gambar 4.13. Verifikasi perbandingan gambar refraksi dan shoaling tampak
Samping dengan Meilianda (2002)

Gambar 4.5 merupakan verifikasi proses shoaling dan refraksi dengan


membandingkan hasil dari Meilianda (2002). Input data, H= 1 m, T= 4 detik,
sudut datang gelombang = 00, slope = 1/100, dx=dy=10. Secara keseluruhan pola
hasil program cukup dapat menirukan data verifikasi dari Meilianda dimana tinggi
gelombang sedikit menurun dan kemudian sedikit naik lagi karena terjadi proses
shoaling akibat merambat di daerah yang lebih dangkal dan kemudian terjadi
gelombang pecah (breaking wave).

4.5. Refleksi Gelombang


Gelombang yang membentur suatu pulau, dinding atau pantai atau struktur
bangunan seperti pemecah gelombang akan mengalami refleksi gelombang dan
dipantulkan kembali sehingga menimbulkan interferensi antara gelambang yang
datang dengan gelombang yang memantul.
Gelombang yang dipantulkan ada yang dipantulkan seluruhnya dan ada
yang dipantulkan sebagian. Besar kemampuan suatu benda untuk memantulkan
gelombang disebut sebagai koefisien refleksi (Kf) yaitu perbandingan gelombang
yang terpantul dengan gelombang datang (Kf = Hr/Hi).

93
Gambar 4.14. Refleksi gelombang.

Gambar 4.14. adalah ilustrasi pantulan gelombang datang oleh garis pantai
membentuk sudut gelombang yang arahnya membalik. Karakteristik benda-benda
atau struktur bangunan atau pantai mempunyai koefisien refleksi yang berbeda-
beda yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini.

Tabel 4.1. Koefisien refleksi berdasarkan tipe bangunan


No. Tipe bangunan Koefisien refleksi
(Kf)
1. Dinding puncak dengan puncak di atas air 0.7-1.0
2. Dinding puncak dengan puncak terendam 0.5-0.7
3. Tumpukan batu sisi miring 0.3-0.6
4. Tumpukan blok beton 0.3-0.5
5. Bangunan vertikal berlubang 0.05-0.2

Beberapa percobaan empiris di laboratorium (CEM, 2002), mengusulkan


rumus empiris berikut:
a I r2
Kf =
b + I r2

94
dengan,
tan β
Ir adalah bilangan Irribaren =
H
L0

konstanta a dan b dapat dilihat pada Tabel 4.2. di bawah ini.

Tabel 4.2. Koefisien refleksi berdasarkan persamaan empiris

Sumber: USACE, 2000

Seelig dan Ahrens (dalam CEM, 2002) mengusulkan konstanta a dan b


untuk daerah pantai, adalah a = 0.5 dan b = 5.5.

4.5.1. Interferensi Gelombang


Interferensi gelombang menimbulkan dua pengaruh yaitu konstruktif dan
destruktif. Pada prinsipnya interferansi dapat menyebabkan gelombang semakin
besar atau semakin kecil yang berakibat pada menguatnya atau melemahnya
energi gelombang.
a. Interferensi konstruktif
Interferensi konstruktif adalah pertemuan atau superposisi dua buah
gelombang yang menyebabkan semakin besarnya tinggi gelombang yang
disebabkan oleh terjadinya persamaan fase antara dua gelombang.

95
Gambar 4.15. Interferensi konstruktif gelombang.

b. Interferensi destruktif
Interferensi destruktif adalah pertemuan atau superposisi dua buah
gelombang yang menyebabkan mengecilnya tinggi gelombang. Sebab terjadinya
yang disebabkan oleh terjadinya perbedaan fase antara dua gelombang.

Gambar 4.16. Interferensi destruktif gelombang

4.6. Difraksi Gelombang


Gelombang difraksi adalah fenomena perambatan gelombang di belakang
suatu halangan atau rintangan (bisa pulau, pemecah gelombang, jetty) yang
disebabkan oleh perambatan energi gelombang yang membelok di belakang
halangan atau rintangan.

96
Ilustrasi : Van Dorn, 1974.dalam USACE, 2000

Gambar 4.18. Pola gelombang difraksi

Gambar 4.19. Pola peristiwa difraksi gelombang (Sumber : Google, 2007)

97
puncak gelombang
Arah gelombang

Titik yang diukur


X
K’
r

θ β
L

P rintangan

Gambar 4.20. Skema hitungan pola difraksi gelombang di belakang rintangan

Tinggi gelombang yang mengalami difraksi akibat adanya suatu halangan


atau rintangan sebagaimana terlihat pada Gambar 4.20 dapat dihitung dengan
rumus berikut.
Hx = K’ . Hp
dengan
K’ = koefisien difraksi yang merupakan fungsi θ , β , r / L
Hp = tinggi gelombang di titik P.
r = jarak titik X ke titik P
L = panjang gelombang pada kedalaman yang di ukur.
β = sudut yang dibentuk oleh rintangan dengan garis r (jarak titik P ke
titik X).

98
θ = sudut yang dibentuk oleh arah jalar gelombang dengan rintangan.
Tinggi gelombang akibat difraksi gelombang di titik A dapat dihitung
dengan nilai θ , β , r / L diberikan pada Tabel 4.3. di bawah ini.

Tabel 4.3. Koefisien difraksi gelombang dengan satu rintangan


β (derajat)
r/L 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
0
θ=15
1/2 0.49 0.79 0.83 0.90 0.97 1.01 1.03 1.02 1.01 0.99 0.99 1.00 1.00
1 0.38 0.73 0.83 0.95 1.04 1.04 0.99 0.98 1.01 1.01 1.00 1.00 1.00
2 0.21 0.68 0.86 1.05 1.03 0.97 1.02 0.99 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
5 0.13 0.63 0.99 1.04 1.03 1.02 0.99 0.99 1.00 1.01 1.00 1.00 1.00
10 0.35 0.58 1.10 1.05 0.98 0.99 1.01 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0
θ=30
1/2 0.61 0.63 0.68 0.76 0.87 0.97 1.03 1.05 1.03 1.01 0.99 0.95 1.00
1 0.50 0.53 0.63 0.78 0.95 1.06 1.05 0.98 0.98 1.01 1.01 0.97 1.00
2 0.40 0.44 0.59 0.84 1.07 1.03 0.96 1.02 0.98 1.01 0.99 0.95 1.00
5 0.27 0.32 0,55 1.00 1.04 1.04 1.02 0.99 0.99 1.00 1.01 0.97 1.00
10 0.20 0.24 0.54 1.12 1.06 0.97 0.99 1.01 1.00 1.00 1.00 0.98 1.00
0
θ=45
1/2 0.49 0.50 0.55 0.63 0.73 0.85 0.96 1.04 1.06 1.04 1.00 0.99 1.00
1 0.38 0.40 0.47 0.59 0.76 0.95 1.07 1.06 0.98 0.97 1.01 1.01 1.00
2 0.29 0.31 0.39 0.56 0.83 1.08 1.04 0.96 1.03 0.98 1.01 1.00 1.00
5 0.18 0.20 0.29 0.54 1.01 1.04 1.05 1.03 1.00 0.99 1.01 1.00 1.00
10 0.13 0.15 0.22 0.53 1.13 1.07 0.96 0.98 1.02 0.99 1.00 1.00 1.00
0
θ=60
1/2 0.40 0.41 0.45 0.52 0.60 0.72 0.85 1.13 1.04 1.06 1.03 1.01 1.00
1 0.31 0.32 0.36 0.44 0.57 0.75 0.96 1.08 1.06 0.98 0.98 1.01 1.00
2 0.22 0.23 0.28 0.37 0.55 0.83 1.08 1.04 0.96 1.03 0.98 1.01 1.00
5 0.14 0.15 0.18 0.28 0.53 1.01 1.04 1.05 1.03 0.99 0.99 1.00 1.00
10 0.10 0.11 0.13 0.21 0.52 1.14 1.07 0.96 0.98 1.01 1.00 1.00 1.00
0
0 θ=75
1/2 0.34 0.35 0.38 0.42 0.50 0.59 0.71 0.85 0.97 1.04 1.05 1.02 1.00
1 0.25 0.26 0.29 0.34 0.43 0.56 0.75 0.95 1.02 1.06 0.98 0.98 1.00
2 0.18 0.19 0.22 0.26 0.36 0.54 0.83 1.09 1.04 0.96 1.03 0.99 1.00
5 0.12 0.12 0.13 0.17 0.27 0.52 1.01 1.04 1.05 1.03 0.99 0.99 1.00
10 0.08 0.08 0.10 0.13 0.20 0.52 1.14 1.07 0.96 0.98 1.01 1.00 1.00
0
θ=90
1/2 0.31 0.31 0.33 0.36 0.41 0.49 0.59 0.71 0.85 0.96 1.03 1.03 1.00
1 0.22 0.22 0.24 0.28 0.33 0.42 0.56 0.75 0.96 1.07 1.05 0.99 1.00
2 0.16 0.16 0.18 0.20 0.26 0.35 0.54 0.69 1.08 1.04 0.96 1.02 1.00
5 0.10 0.10 0.11 0.13 0.16 0.27 0.53 1.01 1.04 1.05 1.02 0.99 1.00
10 0.07 0.07 0.08 0.09 0.13 0.20 0.52 1.14 1.07 0.96 0.99 1.01 1.00

Sumber : USACE, 2000

99
β (derajat)
r/L 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
0
θ=105
1/2 0.28 0.28 0.29 0.32 0.35 0.41 0.49 0.59 0.72 0.85 0.97 1.01 1.00
1 0.20 0.20 0.24 0.23 0.27 0.33 0.42 0.56 0.75 0.95 1.06 1.04 1.00
2 0.14 0.14 0.13 0.17 0.20 0.25 0.35 0.54 0.83 1.08 1.03 0.97 1.00
5 0.09 0.09 0.10 0.11 0.13 0.17 0.27 0.52 1.02 1.04 1.04 1.02 1.00
10 0.07 0.06 0.08 0.08 0.09 0.12 0.20 0.52 1.14 1.07 0.97 0.99 1.00
0
θ=120
1/2 0.25 0.26 0.27 0.28 0.31 0.35 0.41 0.50 0.60 0.73 0.87 0.97 1.00
1 0.18 0.19 0.19 0.21 0.23 0.27 0.33 0.43 0.57 0.76 0.95 1.04 1.00
2 0.13 0.13 0.14 0.14 0.17 0.20 0.26 0.16 0.55 0.83 1.07 1.03 1.00
5 0.08 0.08 0.08 0.09 0.11 0.13 0.16 0.27 0.53 1.01 1.04 1.03 1.00
10 0.06 0.06 0.06 0.07 0.07 0.09 0.13 0.20 0.52 1.13 1.06 0.98 1.00
0
θ=135
1/2 0.24 0.24 0.25 0.25 0.26 0.28 0.32 0.36 0.42 0.52 0.63 0.76 1.00
1 0.18 0.17 0.18 0.18 0.19 0.21 0.23 0.28 0.34 0.44 0.59 0.78 1.00
2 0.12 0.12 0.13 0.13 0.14 0.14 0.17 0.20 0.26 0.37 0.56 0.84 1.00
5 0.08 0.07 0.08 0.08 0.08 0.09 0.11 0.13 0.17 0.28 0.54 1.00 1.00
10 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 0.09 0.13 0.21 0.53 1.12 1.00
0
θ=150
1/2 0.23 0.23 0.24 0.25 0.27 0.29 0.33 0.38 0.45 0.55 0.68 0.83 1.00
1 0.16 0.17 0.17 0.18 0.19 0.22 0.24 0.29 0.36 0.47 0.63 0.83 1.00
2 0.12 0.12 0.12 0.13 0.14 0.15 0.18 0.22 0.28 0.39 0.59 0.86 1.00
5 0.07 0.07 0.08 0.08 0.08 0.10 0.11 0.13 0.18 0.29 0.55 0.99 1.00
10 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.07 0.08 0.10 0.13 0.22 0.54 1.10 1.00
0
θ=165
1/2 0.23 0.23 0.23 0.24 0.26 0.28 0.31 0.35 0.41 0.50 0.63 0.79 1.00
1 0.16 0.16 0.17 0.17 0.19 0.20 0.23 0.26 0.32 0.40 0.53 0.73 1.00
2 0.11 0.11 0.12 0.12 0.13 0.14 0.16 0.19 0.23 0.31 0.44 0.68 1.00
5 0.07 0.07 0.07 0.07 0.08 0.09 0.10 0.12 0.15 0.20 0.32 0.63 1.00
10 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 0.11 0.11 0.21 0.58 1.00
0
θ=180
1/2 0.20 0.25 0.23 0.24 0.25 0.28 0.31 0.34 0.40 0.49 0.61 0.78 1.00
1 0.10 0.17 0.16 0.18 0.18 0.23 0.22 0.25 0.31 0.38 0.50 0.70 1.00
2 0.02 0.09 0.12 0.12 0.13 0.18 0.16 0.18 0.22 0.29 0.40 0.60 1.00
5 0.02 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08 0.10 0.12 0.14 0.18 0.27 0.46 1.00
10 0.01 0.05 0.05 0.04 0.06 0.07 0.07 0.08 0.10 0.13 0.20 0.36 1.00

Sumber : USACE, 2000

100
Contoh Soal.

Gelombang dengan periode T= 10 detik dan arah datang membentuk sudut


θ = 60 . kedalaman air di belakang rintangan jetty adalah h= 10 m. Hitung tinggi
0

gelombang pada suatu titik A yang berjarak 100 meter dari ujung pemecah
gelombang dan membentuk sudut β = 150 terhadap pemecah gelombang.
Diketahui tinggi gelombang di ujung rintangan sebesar 1 m.

Jawaban.

L0 = 1.56 T2 = 1.56 . (10)2 = 156 m


Untuk kedalaman h = 10 m maka panjang gelombang L yang terjadi adalah :
Dari iterasi persamaan gelombang untuk mencari panjang gelombang diperoleh

gT 2 2π h
L= tanh
2π L
L = 83.79 m. Sehingga untuk nilai r/L menjadi 100/83.79 = 1.083 ≈ 1.0, maka
dengan Tabel 4.1 di atas dapat dihitung nilai K’ yaitu:
1. r/L = 1, θ = 600, β = 150 didapatkan nilai K’ = 0.32
2. Tinggi gelombang di titik A adalah : HA = K’ . Hx = 0.32 . 1. = 0.32 m.

Teknik interpolasi harus dipakai jika ketemu r/L dan β yang nilainya
berada di antara dua nilai yang berdekatan.

4.7. Model Matematik Refraksi Difraksi (Mild Slope Equation)


Gelombang yang merambat menuju ke pantai akan mengalami perubahan
atau transformasi bentuk karena perubahan dasar pantai atau batimetri dan
kehilangan energi akan semakin membesar akibat semakin dangkalnya perairan di
dekat pantai sebelum akhirnya mengalami pecah gelombang.
Dalam Coastal Engineering Manual (2000), ada empat transformasi utama
yang dialami gelombang yang merambat menuju pantai yaitu refraksi, difraksi,
shoaling dan gelombang pecah. Refraksi adalah perubahan tinggi gelombang

101
akibat pembelokan arah gelombang yang disebabkan oleh perbedaan kedalaman
diantara 2 buah garis orthogonal. Difraksi adalah perpindahan energi gelombang
akibat adanya suatu penghalang yang menyebabkan gelombang membelok di
belakang penghalang sehingga tinggi gelombangnya menjadi lebih kecil. Shoaling
adalah peristiwa naiknya tinggi gelombang akibat memasuki perairan dangkal.
Persamaan untuk memodelkan transformasi gelombang seperti refraksi,
difraksi dan shoaling adalah bersifat linier dan pertama kali diusulkan oleh
Berkhoff (1982) yang dikenal sebagai persamaan mild slope equation. Persamaan
ini diteliti kembali oleh Balas dan Inan, 2002 untuk batimeri yang tidak teratur
(irregular) dengan tipe persamaan parabolik (parabolic mild slope equation).
Adapun persamaannya adalah seperti berikut:

∇(cc g ∇η )+ k 2 cc g η = 0 (4.18)

dengan :
∂ ∂
∇ = operator matematik ( , )
∂x ∂y
c = kecepatan gelombang (m/detik)
cg = kecepatan kelompok gelombang (m/detik)

k = angka gelombang ( 2π )
L
η = elevasi muka air laut (m)

Persamaan (4.18) mempunyai persamaan dispersi gelombang linier untuk


mencari parameter gelombang:

σ 2 = gk tanh kh (persamaan dispersi) (4.19)

⎛ 2π ⎞ 2π
2
L
⎜ ⎟ =g tanh kh , c = (4.20)
⎝ T ⎠ L T

1⎛ 2kh ⎞
n = ⎜⎜1 + ⎟ , cg = n . c (4.21)
2 ⎝ sinh 2kh ⎟⎠

102
dengan :
σ = frekuensi anguler gelombang
h = kedalaman laut (m)
T = periode gelombang (detik)
n = rasio antara kecepatan kelompok gelombang dengan kecepatan
gelombang
L = panjang gelombang (m)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)

Persamaan (4.18) dengan menggunakan metode parabolik akan menjadi


seperti persamaan (4.22) dan (4.23) di bawah ini.

∂ψ ∂ψ ∂ ⎛ ∂ψ ⎞ ∂ψ ∂ψ
+ 2ik0 .∆ψ + ⎜⎜ ⎟⎟ + + kv = 0 (4.22)
∂x ∂x ∂y ⎝ ∂y ⎠ ∂y ∂y
dan
2
∂ ⎛ ∂ 1 ⎞ ∂ ⎛ ∂ 1 ⎞
⎜⎜ (ccg ) 2 ⎟⎟ ⎜⎜ (ccg ) 2 ⎟⎟
∂y ⎝ ∂y ⎠ ∂y ∂y
kv = k 2 − k 20 + iK x − − ⎝ ⎠ (4.23)
(ccg )12 (ccg )

4.8. Pola Refraksi dan Difraksi


Model matematis diperlukan untuk simulasi pola gelombang refraksi dan
difraksi. Model ini menggunakan persamaan parabolik berdasarkan persamaan
mild slope equation. Input data program adalah H= 0.0464 m, T=1.0 detik,
slope=1:50, sudut datang gelombang (α ) = 200. Grid yang dipakai dx = 0.25 dy =
0.4, imax = 51, jmax = 71. Data verifikasi diambil dari manual user Software
CGWAVE yang merupakan program dari luar negeri untuk simulasi transformasi
perambatan gelombang linier dan nonlinier menuju ke pantai. Hasil dari

103
menjalankan program untuk pola refraksi dan difraksi dapat dilihat pada Gambar
4.21. di bawah ini

1
2
3
4
6 7 8
5 X My result
H/Ho

x (m)

Gambar 4.21. Perbandingan Pola Tinggi Gelombang Akibat Refraksi dan Difraksi
untuk Gelombang Linier dan Nonlinier (cross section 3)

Hasil program secara keseluruhan mempunyai pola yang sama dan


mendekati dengan data verifikasi, sehingga dipandang cukup dapat memodelkan
pengaruh refraksi dan difraksi gelombang pada suatu batimeri yang cukup
komplek dimana terdapat suatu daerah dangkal berbentuk bulatan elliptik.
Hasil program untuk potongan melintang (cross section 3), tinggi
gelombang di tengah-tengah daerah eliptik terlihat lebih kecil dan lebih
meruncing dibanding dari hasil teori gelombang linier CGWAVE dan dari hasil
eksperiment laboratorium, sedangkan pada daerah tepi justru terjadi kenaikan
tinggi gelombang. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan treatment
pemrograman pada kondisi batas dan metode numeriknya.
Pada Gambar 4.22 secara keseluruhan memberikan pola yang sama
dengan data verifikasi meskipun pada bagian tengahnya lebih meruncing. Pada
Gambar 4.23. merupakan perpotongan searah gelombang dimana puncak
gelombang lebih maju ke depan dibanding hasil dari data verifikasi.

104
1
2
3
X My result
4
5
6 7 8

H/Ho

Gambar 4.22. Perbandingan Pola Tinggi Gelombang Akibat Refraksi dan Difraksi
untuk Gelombang Linier dan Nonlinier (cross section 5)

1
2
3
4
5
6 78

X My result

Gambar 4.23. Perbandingan Pola Tinggi Gelombang Akibat Refraksi dan Difraksi
untuk Gelombang Linier dan Nonlinier (cross section 7)

105
Gambar 4.24.a. dan 4.24.b. merupakan gambar tampak atas 2D yaitu
suatu kontur pola refraksi dan difraksi gelombang dimana dapat dilihat bahwa
akibat pengaruh adanya batimetri dimana ada daerah berbentuk elliptik akan
menyebabkan terbentuknya fenomena transformasi gelombang yaitu refraksi dan
difraksi sehingga gelombang menjadi lebih tinggi di tengah-tengah sumbu eliptik
yang searah penjalaran gelombang dan terbentuknya lembah di sekitar daerah
eliptik.

Arah datang
gelombang Garis pantai

(a) Ploting batimetri (warna Kuning) dan Tinggi gelombang (warna Biru)

Arah datang
gelombang
Garis pantai

Elliptic shoaling area

(b) Ploting batimetri dan kontur garis tinggi gelombang

Gambar 4.24. Pola Kontur 2 Dimensi Tinggi Gelombang Akibat Refraksi dan
Difraksi untuk Gelombang Linier (Tampak Atas)

106
Gambar 4.25. merupakan gambar 3D View untuk memberikan suatu
penampakan simulasi transformasi gelombang akibat adanya batimeri yang
komplek dimana ada suatu daerah eliptik yang dangkal dan menyebakan
terjadinya suatu perubahan (transformation) tinggi dan arah gelombang di sekitar
eliptik.

Arah datang gelombang


Kontur Pola Tinggi
Gelombang (3D View)

Elliptic shoaling
(Permukaan timbul
berbentuk ellips)

Kontur dasar batimetri


(3D View)

Gambar 4.25. Pola Kontur Pandangan 3 Dimensi Tinggi Gelombang Akibat


Refraksi dan Difraksi untuk Gelombang Linier

107
4.9. Gelombang Pecah
Peristiwa gelombang pecah (breaking wave) disebabkan oleh semakin
tidak stabilnya gelombang akibat merambat pada dasar yang semakin dangkal.
Perambatan gelombang menuju perairan dangkal semakin mengurangi kecepatan
tapi energinya justru bertambah besar sehingga tinggi gelombang juga menjadi
semakin bertambah besar, sehingga menyebabkan gelombang semakin tidak stabil
dan pada suatu titik kemiringan (kecuraman ) tertentu, gelombang mengalami
pecah dan mengakibatkan peluruhan energi.

Sumber : Walker, 2000

Gambar 4.26. Gelombang pecah pada daerah surf zone

Ada tiga tipe gelombang pecah, yaitu spilling, plunging dan surging.
Adapun cara untuk menentukan apakah gelombang pecah itu spilling, plunging
dan surging adalah dengan menggunakan rumus Irribaren yaitu:

tan β
ξ0 = (4.32)
H0
L0

dengan β adalah landai pantai H0 dan L0 adalah tinggi dan panjang gelombang di
laut dalam.

108
Sumber : Douglass, 2004

Gambar 4.27. Tipe gelombang pecah

Ilustrasi pada gambar di atas dapat diperjelas dengan melihat Gambar di


bawah ini agar dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya dari jenis-jenis
gelombang pecah.

a. ξ 0 > 3.3 : Spilling breaker

Sumber : Douglass, 2004


Tipe spilling biasanya merambat pada pantai yang kemiringannya sangat
landai (mild slope). Gelombang yang terjadi berbentuk simetris.

109
b. 0.5 < ξ 0 < 3.3 : Plunging breaker

Sumber : Douglass, 2004

Tipe plunging biasanya merambat pada pantai yang kemiringannya yang


curam (steep slope). Gelombang yang terjadi berbentuk asimetris dengan
ujung pecah yang tajam dan hampir berdiri. Transformasi gelombang plunging
breaker sebelum mulai pecah lebih cepat dibandingkan transformasi
gelombang pada jenis spilling breaker.

c. ξ 0 > 3.3 : Collapsing breaker

Sumber : Douglass, 2004

110
Tipe collapsing breaker menyerupai bentuk antara tipe plunging dan tipe
surging.

d. ξ 0 < 0.5 : Surging breaker

Tipe gelombang pecah surging adalah gelombang dengan kecuraman kecil


merambar pada kemiringan dasar pantai yang curam dan membentuk
gelombang asimetri seperti plunging. Salah satu ciri penting lainnya dari
surging adalah gelombang pecah terjadi akibat adanya gelombang pantul yang
membalik dari arah pantai ke laut, sehingga muncul lagi gelombang pecah.

Sumber : Douglass, 2004

4.10. Hitungan Gelombang Pecah


Ada dua indeks gelombang pecah untuk menentukan parameter
gelombang pecah yaitu tinggi gelombang pecah (Hb) dan kedalaman dimana
gelombang pecah (db):
Hb
γb = disebut dengan indeks kedalaman pecah (breaker depth index)
db

111
Hb
Ωb = disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah (breaker height
H '0
index)
dengan H’0 adalah tinggi gelombang ekivalen (H’0 = H0 .Kr.Ks).
Menurut Miche, gelombang akan pecah jika memenuhi kriteria dalam
persamaan berikut:
HB ⎛ 2π hB ⎞
= 0.142 tanh ⎜⎜ ⎟⎟ (4.24)
LB ⎝ LB ⎠
dari persamaan di atas, perbandingan tinggi gelombang dan kedalaman air untuk
di air dangkal adalah 0.78. Persamaan tersebut belum memasukkan pengaruh
landai pantai. Karena itu Goda (1975) dalam USACE (2000) menawarkan rumus
yang memasukkan pengaruh kemiringin atau kelandaian pantai.

HB ⎡ ⎧ − 1.5 π hB ⎫⎤
= 0.17 ⎢1 − exp ⎨ (1 + 15 tan β )⎬⎥ (4.25)
L0 ⎣⎢ ⎩ L0 ⎭⎦⎥
dengan tan β adalah kelandaian pantai, Hb adalah tinggi gelombang pecah, L0,
panjang gelombang di laut dalam dan hb adalah kedalaman dimana gelombang
sudah pecah. Persamaan 4.25 biasanya dihitung dengan
Sunamura (1983) dalam Horikawa (1987) memberikan rumus yang lebih
sederhana untuk gelombang pecah yang memasukkan pengaruh kelandaian pantai
dengan γ b , sebagai indeks pecah, yaitu:

γ B = 1.09 (tan β ) 0.19 (hB / L0 ) −0.1 (4.26)

Weggel (1972) dalam USACE (2000) melakukan interpretasi ulang pada


hasil-hasil penelitian di laboratorium yang menunjukkan pengaruh kelandaian
pantai terhadap tinggi gelombang pecah, yaitu:
Hb
γb = b − a (4.27)
gT 2

dengan

112
a = 43.8(1 − e −19 tan β )
1.56 (4.28)
b=
(1 + e −19.5 tan β )

Persamaan 4.27 harus diselesaikan dengan cara iterasi karena mengandung


nilai Hb di sebelah kanan dan kiri sama dengan. Cara lain adalah dengan
menggunakan bantuan grafik sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.26 di
bawah ini.

Gambar 4.28. Indeks kedalaman pecah dari Weggel, 1972 (sumber : USACE,
2000)

Munk (1949) dalam USACE (2000) mengusulkan persamaan semi empiris


Komar dan Gaughan untuk mencari indek tinggi gelombang pecah Ω b untuk

gelombang soliter (solitary wave) yaitu.


1

⎛ H' ⎞ 3
Ω b = 0.3 ⎜⎜ 0 ⎟⎟ (4.29)
⎝ L0 ⎠

113
Komar dan Gaughan (1973) dalam USACE (2000) mengusulkan suatu
persamaan semi empiris yang mirip dengan Munk dari teori gelombang linier
untuk menentukan indek tinggi gelombang pecah Ω b .
1

⎛ H' ⎞ 5
Ω b = 0.56 ⎜⎜ 0 ⎟⎟ (4.30)
⎝ L0 ⎠
Dimana koefisien 0.56 ditentukan berdasarkan penelitian laboratorium dan
penelitian di lapangan. Untuk gelombang acak (irreguler wave) indeks gelombang
pecah dicari dengan persamaan yang berbeda dengan gelombang teratur (reguler
wave), yaitu.
Hrms,b= 0.42 d (4.31)
dengan rms, b artinya adalah root mean square breaking

Contoh soal.
Tinggi gelombang laut dalam, H0 = 2 m, periodenya T= 10 detik, diketahui
koefisien refraksi Kr = 1.05, dan kelandaian pantai (slope pantai) =1/100.
Hitunglah tinggi gelombang pecah (Hb) dan kedalaman gelombang pecah (db).
Jawaban.
Untuk menyelesaikan pertanyaan tersebut, dihitung terlebih dahulu tinggi
gelombang ekivalen H’0.
H’0 = Kr . H0 = 1.05 . 2 = 2.1 m
Lo = 1.56 T2 = 156 m (panjang gelombang di laut dalam)
Kemudian hitung indeks gelombang pecah dengan persamaan berikut.
1 1
− −
⎛ H' ⎞ 5 ⎛ 2.1 ⎞ 5
Ω b = 0.56 ⎜⎜ 0 ⎟⎟ = Ω b = 0.56 ⎜ ⎟ = 1.3
⎝ L0 ⎠ ⎝ 156 ⎠
sehingga
Ω b = 1.3

Dengan korelasi berikut


Hb
Ωb = maka Hb dapat dihitung sebagai berikut.
H '0

114
Hb = Ω b . H’0 = 1.3 . 2.1 = 2.7 m

Jadi tinggi gelombang pecah Hb adalah sebesar 2.7 m. Kemudian akan dihitung
kedalaman pecah (db), yaitu kedalaman saat tinggi gelombang mengalami pecah
(breaking wave). Kedalaman pecah dihitung dengan Pers. 4.27 -4.28.

a = 43.8(1 − e −19(1 / 100) ) = 7.58


1.56
b= −19.5(1 / 100 )
= 0.86
(1 + e )
sehingga γ b adalah

2 .7
γ b = 0.86 − 7.58 = 0.84
9.81.10 2
Hb 2.7
Jadi kedalaman pecah db = = = 3.2 m.
γb 0.84

RANGKUMAN

1. Gelombang akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk dari


laut dalam menuju laut dangkal.
2. Shoaling adalah perubahan tinggi gelombang akibat menjalar
melalui daerah yang lebih dangkal.
3. Refraksi adalah pembelokan arah gelombang akibat perubahan
kedalaman dasar laut dan berakibat pada perubahan kecepatan dan
perubahan tinggi gelombang.
4. Difraksi adalah peristiwa penjalaran dan pembelokan energi
gelombang akibat adanya penghalang.
5. Refleksi adalah pantulang gelombang akibat membentur suatu
penghalang.
6. Gelombang pecah adalah peristiwa peluruhan tinggi gelombang
akibat ketidakstabilan bentuk gelombang yang mencapai puncaknya
pada daerah yang tertentu yang dangkal.
7. Deformasi atau transformasi gelombang dapat mengakibatkan
terjadinya proses dinamika pantai seperti pembangkitan arus, erosi,
dan angkutan sedimen.
8. Pengetahuan mengenai transformasi gelombang penting untuk
perencanaan suatu infrastuktur pantai seperti pelabuhan, pemecah
gelombang, daerah wisata pantai, dan lain-lain.

115

Anda mungkin juga menyukai