Anda di halaman 1dari 4

A.

Penyebab mengapa kesehatan maternal dan neonatal sangat penting pada krisis
kesehatan

Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok rentan,
terlebih pada saat bencana.Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga diperlukan
penanganan yang tersendiri, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan gizi, pemantauan ibu
hamil risiko tinggi, pemantauan ibu pasca-persalinan, dll. Pada situasi normal, Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan jumlah
kematian akan dapat meningkat pada situasi krisis kesehatan sehingga upaya mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal harus menjadi prioritas penting.

Pada situasi krisis kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi ada kalanya tidak
tersedia bahkan justru meningkat padasituasi bencana.Ibu hamil dapat melahirkan sewaktu-
waktu dan bisa saja terjadi komplikasi, sehingga membutuhkan layanan kesehatan reproduksi
berkualitas.Penanggung jawab komponen maternal neonatal harus berkoordinasi untuk
memastikan setiap ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir mendapatkan pelayanan
yang dibutuhkan.Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan ditempatkan di dalam
satu tempat khususnya untuk ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu dekat.
Memastikan asupan gizi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil dan ibu
menyusui, dan bayi baru lahir.

Masalah yang nampak saat ini adalah masalah kesehatan ibu hamil dan anak
diantaranya adalah kekurangan, kebersihan dan rentan terkena penyakit lainnya seperti diare,
ISPA dan yang baru-baru ini adalah penyakit malaria hingga masalah komplikasi saat
persalinan seperti pendarahan dan infeksi.

Ibu hamil yang mengalami stress tinggi pasca bencana asupan energi dan protein nya
lebih rendah, beresiko mengalami kekurangan energy kronis dan melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. Gempa bumi akan membawa trauma psikologis yang parah pada
anak-anak, dengan efek buruk tidak hanya pada fungsi fisiologis

B.Tindakan Prioritas Untuk Kesehatan Maternal Dan Neonatal Sebagai Bagian
Dari PPAM

Sejak awal respon di setiap situasi bencana sektor kesehatan harus menetapkan satu
organisasi sebagai koordinator kesehatan reproduksi. Bisa berupa sebuah LSM internasional,
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau lembaga PBB, harus segera menugaskan seorang
petugas kesehatan reproduksi tetap untuk jangka waktu minimal tiga bulan guna memberi
dukungan teknis dan operasional kepada mitra kesehatan dan untuk memastikan bahwa
kesehatan reproduksi adalah prioritas serta mencapai cakupan yang baik untuk layanan
PPAM.

1. Mencegah kekerasan seksual Kekerasan seksual telah dilaporkan dari kebanyakan


situasi darurat bencana, termasuk yang disebabkan oleh bencana alam. Semua pelaku
dalam situasi kemanusiaan harus menyadari risiko kekerasan seksual dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan multisektoral untuk mencegah dan melindungi
penduduk yang terdampak, khususnya perempuan dan anak perempuan.Dalam
kolaborasi dengan mekanisme sektor/cluster kesehatan secara keseluruhan, petugas
kesehatan reproduksi dan staf program kesehatan reproduksi harus :
a. Memastikan perempuan, pria, remaja dan anak-anak memiliki akses terhadap
layanan kesehatan dasar, termasuk layanan kesehatan seksual dan kesehatan
reproduksi
b. Mendesain dan menempatkan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan
keamanan fisik, melalui konsultasi dengan masyarakat, khususnya pada
perempuan dewasa dan remaja
c. Berkonsultasi dengan penyedia layanan dan pasien tentang keamanan
difasilitas fasilitas kesehatan
d. Menempatkan toilet dan tempat mencuci laki-laki dan perempuan secara
terpisah di fasilitas kesehatan di tempat yang aman dengan penerangan jalan
yang memadai pada malam hari, dan memastikan bahwa pintu-pintu dapat
dikunci dari dalam
e. Mempekerjakan perempuan sebagai penyedia layanan, pekerja kesehatan
masyarakat, staf program dan penerjemah

2. Mengurangi penularan HIV Untuk mengurangi penularan HIV sejak permulaan respon
bencana, petugas kesehatan reproduksi harus bekerja dengan para mitra sektor kesehatan
untuk:

a. menetapkan praktik transfusi darah yang aman dan rasional

b. memastikan penerapan tindakan pencegahan standar menjamin tersedianya kondom gratis.


c. Meskipun bukan komponen dari PPAM, adalah penting untuk membuat antiretroviral
(ARV) tersedia agar dapat melanjutkan pengobatan bagi orang-orang yang masuk dalam
program ARV sebelum keadaan darurat, termasuk perempuan yang terdaftar dalam program
PMTCT.

3. Transfusi darah yang aman Penggunaan secara rasional dan aman untuk transfusi darah
sangat penting untuk mencegah penularan HIV dan infeksi-infeksi lain yang dapat menular
melalui transfusi (TTI/Transfusion-Transmissible Infection) seperti hepatitis B, hepatitis C
dan sifilis. Jika darah yang tercemar HIV ditransfusikan, maka penularan HIV kepada
penerima hampir 100%.Transfusi darah tidak boleh dilakukan jika fasilitas, perlengkapan dan
staf yang terlatih tidak ada. Transfusi darah yang rasional mencakup:

a. transfusi darah hanya dalam keadaan yang mengancam nyawa dan bila tidak ada alternatif
lain;

b. menggunakan obat-obatan untuk mencegah atau mengurangi perdarahan aktif (misalnya


oksitosin)

c. mengangu pengganti darah untuk mengganti volume yang hilang seperti cairan pengganti
berbasis kristaloid (Ringer Laktat, Normal Salin) atau substitusi berbasis koloid (haemaccell,
gelofusin) jika memungkinkan.

4. Transfusi darah aman mencakup: pengumpulan darah hanya dari donor darah sukarela
yang tidak dibayar dengan risiko rendah tertular infeksi lain melalui transfuse (TTI) dan
menetapkan kriteria seleksi donor darah yang lebih ketat melakukan skrining terhadap semua
darah untuk transfusi, minimal untuk HIV 1 dan 2, hepatitis B, hepatitis C, dan sifilis, dengan
menggunakan alat tes yang paling tepat.Satu tes skrining HIV tidak cukup untuk menentukan
status HIV. Jangan mengungkapkan hasil tes skrining yang positif kepada donor jika mereka
tidak dapat dirujuk untuk mendapat layanan konseling dan tes sukarela (VCT). Dalam hal ini
lakukan skrining terhadap darah untuk transfusi dan buang darah itu jika tidak dapat
digunakan. Hubungkan jasa transfuse darah dengan layanan VCT sesegera mungkin setelah
ditetapkan sebagai bagian dari respon yang komprehensif dan rujuklah donor ke VCT
sebelum skrining darah mereka melakukan pengelompokan ABO dan tipe Rhesus D (RHD)
dan, jika ada waktu, melakukan pemeriksaan silang hanya melakukan transfusi darah kepada
wanita usia subur dengan darah tipe RhD yang sesuai;
1) memastikan praktik transfusi yang aman di sisi tempat tidur dan pembuangan kantong
darah, alat suntik, dan jarum suntik secara aman

2) Membuat kondom gratis tersedia

3) Kondom merupakan metode perlindungan

Penting untuk mencegah penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya.
Meskipun tidak semua orang tahu tentang kondom, dalam kebanyakan populasi ada beberapa
orang yang akan menggunakan kondom. Pastikan bahwa kondom untuk lakilaki dan
perempuan tersedia sejak hari-hari permulaan respon kemanusiaan dan pesan segera
persediaan kondom untuk laki-laki dan perempuan yang berkualitas baik dalam jumlah yang
cukup Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal Kegiatan
prioritas untuk mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal :

Memastikan ketersediaan layanan kegawatdaruratan kebidanan dan perawatan neonatal


termasuk:

1.Di fasilitas kesehatan: penolong persalinan terlatih dan supply untuk pertolongan persalinan
normal dan penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir

2. Di rumah sakit rujukan: staf medis yang terampil dan supply untuk penanganan
kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir

3. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan komunikasi dari


masyarakat ke puskesmas dan antara puskesmas dan rumah sakit

4. Menyediakan kit persalinan bersih untuk ibu hamil yang terlihat dan penolong persalinan
jika terpaksa melahirkan di rumah ketika akses ke fasilitas Kesehatan tidak memungkinkan.

5. Rencanakan untuk mengintegrasikan layanan kesehatan reproduksi komprehensif ke dalam


layanan kesehatan dasar Mulailah merencanakan integrasi kegiatan kesehatan reproduksi
komprehensif ke dalam pelayanan kesehatan dasar pada fase awal respon darurat. Jika tidak
dilakukan, ini dapat menyebabkan penundaan yang tidak perlu dalam penyediaan layanan ini,
yang meningkatkan risiko terjadinya kehamilankehamilan yang tidak diinginkan, penularan
IMS (infeksi menular seksual), komplikasi dalam kekerasan berbasis gender, serta
kesakitandan kematian pada ibu dan bayi baru lahir

Anda mungkin juga menyukai