Anda di halaman 1dari 57

MITOS DAN FAKTA

Pengaruh Hutan dalam Perlindungan DAS:


Implikasinya Terhadap Pengelolaan DAS

Dr. Edi Purwanto


Direktur Tropenbos Indonesia
Bogor, 16 Januari 2021
Resensi Dr. Dwi Prabowo

Meluruskan mitos tentang deforestasi

https://www.academia.edu/s/1b31e7b731
DAS ibaratnya seperti mangkok
Sungai Rongkong
Kab. Luwu Utara
Batas DAS mengontrol aliran permukaan,
bukan aliran air tanah: Kebocoran DAS
Pengertian DAS
• DAS adalah landscape dengan batas alam
• Membatasi aliran permukaan (surface runoff) dan
tidak membatasi aliran air tanah (groundwater
flow)
• Aliran air tanah dikontrol oleh struktur geologi
(Cekungan Air Tanah/CAT)
• Seluruh wilayah daratan di muka bumi (yang
bertopografi) habis terbagi oleh batas DAS
• DAS merupakan ekosistem
• Satu DAS terdiri dari banyak (puluhan) Sub-DAS
Pentingnya Batas DAS:
Menganalisa keterkaitan (interrelationship)
dan ketergantungan (interdependecies)
antara komponen ekosistem (penutupan
lahan, faktor pembentuk DAS dan
karakteristik pengaliran air), antara dampak
on-site dan off-site antara wilayah hulu dan
hilir.
Energi Tingginya intensitas
hujan
Pentingnya
Pengelolaan Resistensi Rendahnya kapasitas
DAS infiltrasi
Proteksi Rendahnya kualitas
tata-kelola sumberdaya
alam
Forest Watershed Functions (Fungsi Hutan sebagai
perlindungan Daerah Aliran Sungai/DAS)
Fungsi Hutan sbg Perlindungan DAS:
• Mengatur tata-air, kuantitas air yang
relatif stabil di musim hujan dan
kemarau.
• Mengendalikan erosi dan sedimentasi.
• Memelihara kualitas air.

Karakter Hidrologi:
• Hasil air (water yield)
• Aliran banjir (stormflow)
• Aliran dasar (baseflow)
• Erosi permukaan (surface erosion)
• Erosi bentuk (morpho-erosion)
• Hasil sedimen (sediment yield)
Aliran dasar: Bagian dari debit aliran yang
berasal dari aliran air tanah.
Mitos 1:
Penutupan hutan
sepenuhnya
mengontrol karakter
Hidrologi DAS
Fungsi hutan dalam perlindungan DAS ditentukan oleh kombinasi berbagai
faktor pembentuk DAS-nya, bukan semata pentutupan hutannya.

topografi iklim

penutupan geo-
lahan morfologi

tanah geologi
FAKTA
• Karakteristik tata air DAS ditentukan oleh biofisik
pembentuknya, seperti geologi, geomorfologi, tanah,
topografi, kondisi pengaliran.
• Kondisi biofisik DAS bervariasi yang menyebabkan
setiap DAS memiliki respon yang unik terhadap curah
hujan.
• Perubahan penutupan lahan merupakan indikator
penting perubahan hidrologi DAS memperhatikan
kondisi fisiografi DAS lainnya relatif tidak cepat
berubah secara drastis, kecuali kondisi pengaliran
sungai oleh penambangan pasir dan batu sungai.
Tiga penyebab utama banjir bandang Masamba,
Luwu Utara yaitu : Curah hujan tinggi pada
daerah dengan topografi curam , kondisi tanah,
dan perubahan hutan menjadi kelapa sawit.
Pantauan dari Satelit menunjukkan adanya
penggundulan hutan di beberapa titik yang
beralih fungsi menjadi lahan perkebunan
khsusnya Sawit (PikiranRakyat.com, 2020,
Santoso and Aranditio, 2020).
Penyebab banjir bandang di Jember, Jawa
Timur (Jatim) adalah tingginya curah hujan.
Yang terjadi perubahan fungsi hutan dari
hutan lindung dijadikan kebun kopi. "Hutan
lindung dan cagar alam di atas masih cukup
bagus. Tapi memang ada perubahan fungsi
hutan. Di atas terdapat perkebunan kopi,"
kata Ka'ban (Menteri Kehutanan)
(detikNews, 2006).
Kesalahan pembandingan karakter hidrologi DAS hanya dari penutupan lahannya, tanpa memperhatikan
secara teliti komponen pembentuk DAS dan potensi kebocoran DAS.
DAS Berpasangan
Mitos 2:
Penebangan hutan
penyebab utama
kerusakan hidrologi
DAS
Tiga sisi peran hutan dalam
Pengaturan Tata Air DAS
A. Tegakan Pohon
- ET (evapotranspirasi) Tinggi (Hutan: sekitar 1500 mm vs Tanaman
Semusim 1200 mm)
- Stratifikasi tajuk (mengendalikan laju erosi)
B. Tanah Hutan
- Serasah Tinggi = Bahan Organik Tinggi
- Kaya jaringan perakaran dalam = Kaya Biopori
- Laju INFILTRASI & PERKOLASI Tinggi
C. Landscape
- Tanpa pengolahan tanah= erosi rendah
- Tidak ada jalan/saluran irigasi = penahanan air (water retention)
tinggi
- Penyerapan air tinggi
B dan C >> A = Hutan berperan sebagai Pengatur Tata Air

Susswein et. al, 2001 (ICRAF)


Fakta
• Perubahan karakter Hidrologi DAS oleh deforestasi lebih
disebabkan oleh kerusakan landscape hutan oleh kegiatan
logging dan proses konversi hutan, maupun buruknya
pengelolaan lahan pasca logging dan konversi.
• Bukan semata oleh penebangan pohon atau pengambilan
kayunya.
• Kegiatan logging dan koversi hutan yang dilakukan dengan
hati-hati, meminimasi pembukaan lahan, memperhatikan
konservasi tanah dan air (memelihara kapasitas infiltrasi
top-soil) dan diikuti oleh pengelolaan lahan yang baik
(agroforestry) berpotensi untuk mengurangi kerusakan
Hidrologi DAS.
• Namun logging dan konversi hutan yang dilakukan dengan
meminimasi kerusakan memang jarang terjadi di negeri
kita.
Mitos 3:
Keberadaan hutan
di suatu wilayah
meningkatkan
curah hujan
Wind Shielding Effect

30 - 45 30 - 45

Hutan Penakar hujan Hutan


Fakta: Hutan dan Curah Hujan
• Sekitar 50% dari energi radiasi matahari
digunakan untuk ET
• ET yang tinggi berdampak pada pembentukan
awan dan hujan pada tempat yang sama. Namun
ini akan memberikan pengaruh yang nyata pada
hutan yang kompak (intact) dan luas (1,000 –
10,000 km2) seperti hutan di Kalimantan di masa
lalu.
• Di Kalimantan: Curah hujan tahunan turun sekitar
20% kurang dari 60 tahun (Hance, J., 2019).
• Berkurangnya ET akan membuat debit sungai
semakin besar (ET = P – Q), sehingga
meningkatkan hasil air yang apabila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan banjir.
Ekosistem Hutan
Berawan
• Cloud Forest, Montane Forest, Mossy Forest
(hutan berlumut).
• Posisi ketinggian diseliputi awan & kabut
sehingga bisa sebagai penangkap kabut
(cloud stripping) => mencairkan awan dan
kabut yang kemudian menetes sebagai
butir-butir air di lantai hutan (Intersepsi
Horisontal)
Hutan sebagai penghasil air:
Cloud forest
• Meningkatkan net-precipitation 10 – 20 % dari rata-
rata CH di musim hujan dan > 100 % rata-rata CH di
musim kemarau.
• Berada pada ketinggian > 1200 m dpl.
• Pohon kerdil (6 – 10 m), percabangan tinggi, batang
dan cabang bengkok-bengkok, daun kecil, tebal
dan keras.
• Tajuk yang kompak, stratifikasi sederhana, hampir
tidak ditemui liana.
• Banyak diselimuti oleh lumut, epifit dan paku-
pakuan.
• Lantai hutannya tergenang (water logging).
Intersepsi Horisontal pada Hutan Berawan
Bruij
Mitos 4:
DAS berhutan
selalu memiliki
Efek Karet Busa
Fakta : Hutan dan Efek Karet Busa
• Hutan memberikan peluang perbaikan karakteristik tanah dan
penyimpanan air.
• Efek karet busa hutan terjadi pada tanah berjeluk dalam (> 3 m)
yang berada di atas batuan berpemeabilitas tinggi (lapisan
Akuifer). Hutan berpengaruh sebagai penyedia air dan
pengendalian banjir.
• Hutan yang bagus yang terletak pada wilayah yang bertanah
tipis atau terletak di bantuan yang kedap air tidak meiliki efek
karet busa.
• Efek karet busa bukan hanya ditentukan oleh kualitas tegakan
hutannya tetapi juga kondisi tanah, geologi dan gemorphologi
landscape hutannya.
• https://www.youtube.com/watch?v=UnwKHNZmgOw
• https://www.youtube.com/watch?v=hJUPQWTKR8A
Mitos 5:
Hijaunya hamparan
penutupan hutan
menjamin terpeliharanya
kondisi hidrologi suatu
wilayah
Fakta: Hutan dan Erosi
Permukaan
Penutupan ganda hutan, adanya seresah dan tumbuhan
bawah berperan mengendalikan ero si permukaan.
Penutupan hutan namun miskin seresah dan tumbuhan
bawah pada lahan berlereng justru memiliki erosi
permukaan yang tinggi.
Enerji Kinetik (EK) tetesan hujan dari pohon > 7 m lebih
besar dibandingkan tetesan hujan yang jatuh bebas di
luar hutan, karena memperoleh kembali EK 90% dari EK
semula, apalagi butir-butir air tersebut terkumpul
membentuk butiran yang lebih besar,
Hutan tanpa seresah dan tumbuhan bawah pada lahan
berelereng memiliki erosi permukaan yang lebih besar
daripada lahan tidak berhutan dengan semak belukar.
Hutan yang Nampak hijau dari atas , tetapi kondisi hidrologinya buruk, karena landscapenya tidak terjaga.
Mitos 6:
Deforestasi
meningkatkan aliran
dasar di musim kemarau
Fakta: Deforestasi dan Debit
Sungai
• Penebangan hutan menurunkan konsumsi air hutan, sehingga apabila
deforestasi dilakukan dengan memelihara kualitas infiltrasi tanah,
akan berdampak pada hasil air dan peningkatan debit musim
kemarau.
• Di Indonesia hal di atas sangat jarang terjadi, karena deforestasi
dilakukan dengan merusak landscape hutannya.
• Deforestasi (Logging) di luar Jawa membuka akses jalan yang menarik
aktifitas manusia, sehingga memberi tekanan yang berat terhadap
pemulihan ekosistem hutan.
• Deforestasi memang meningkatkan hasil air, tetapi kerusakan
ekosistem hutan merusak flow regime/Koefisien Regim Aliran (KRA).
• Dampaknya secara umum adalah tingginya frekuensi banjir bandang
dan merosotnya debit musim kemarau.
Kemerosotan debit sungai di musim kemarau di DAS Kali Konto (233 km2),
Malang, Jawa Timur sebagai dampak konversi 34% hutan alam
menjadi pertanian lahan kering dan sawah (Bruijnzeel, 1990)

20
Q DAS (1915-1942)
18
Q DAS (1951-1972)

16
Debit Sungai (m3/detik)
14

12 Q DAS (1915-1942)

10
Q DAS (1951-1972)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Mitos 7:
Hutan mencegah
banjir
Fakta: Hutan dan Banjir
• Hutan hanya mampu mengendalikan banjir yang
ditimbulkan oleh hujan intensitas RENDAH & SEDANG
(< 100 mm/24 jam).
• Mengingat semakin besar intensitas hujan, semakin
melampaui kapasitas hutan menahan laju aliran
permukaan (water retention capacity), sehingga pada
titik tertenu besarnya aliran permukaan sama antara
wilayah berhutan dan tidak berhutan.
• Karena itu DAS dengan hutan yang baikpun di masa lalu
tidak luput dari banjir.
• Kerusakan hutan dan tata guna lahan yang dipicu oleh
perubahan iklim membuat DAS semakin sensitif
terhadap banjir dan bencana tanah longsor.
Penyebab utama banjir
bandang (Prabowo, D. 2019).
• Karakter hujan: Tingginya intensitas hujan, distribusi dan
lamanya.
• Hidrologi DAS: Kualitas penutupan lahan, kelerengan lahan,
kedalaman tanah, terjadinya bendungan alami (oleh
longsoran tanah, pohon tumbang, kayu lapuk) di hulu DAS.
• Hidrolika sungai: Kerapatan aliran, pola jaringan sungai,
gradien dan jarak sungai antara hulu dan hilir (menentukan
waktu konsentrasi air).
Hilangnya fungsi dataran banjir (flood-plain)
GS Garis Sempadan (GS)
DEBIT > 50 TAHUNAN BANJIR

DATARAN BANJIR
DATARAN BANJIR (“FLOOD PLAIN”)
SUNGAI

BANJIR DAN MASALAH BANJIR


TRADISIONAL“OK”
NO PROBLEM GS GS

M.A.B

M.A.N MODEREN

DATARAN BANJIR PALUNG SUNGAI DATARAN BANJIR

DEBIT/ALIRAN NORMAL KONDISI BANJIR

SISWOKO
Perumahan Padat Sekitar Sungai
Banjir bandang di tekuk lereng (break of slope)
Cicurug, 21 September 2020.
Mitos 8:
Reboisasi di wilayah hulu
DAS dalam jangka pendek (<
5 tahun) berdampak pada
pengendalian sedimentasi di
wilayah hilir
Hubungan Hulu Hilir Tidak
Linier
• Kasus di China: Mengurangi 30 % banjir dan
sedimen dari DAS seluas 100.000 Km2 diperlukan
waktu 20 tahun
• Disebabkan oleh tingginya temporary storage
sediment.
• Besarnya laju sedimen di outlet DAS tidak
berkorelasi dengan perbaikan di DAS hulu.
• Diperlukan waktu minimal 10 tahun untuk
mengevaluasi dampak restorasi hutan thd
perbaikan tata air DAS.
Kesimpulan:
1. Peran hutan terhadap perlindungan DAS tidak bisa digeneralisasi, melainkan sangat
spesifik lokasi, memperhatiakan setiap DAS adalah unik.
2. Peningkatan fungsi Hutan terhadap perlindungan DAS tidak cukup dengan pengelolaan
tegakan hutannya, melainkan perbaikan landscapenya untuk memelihara kapasitas
infiltrasi tanah.
3. Semakin seringnya kejadian ekstrim oleh perubahan iklim berdampak pada tingginya
frekuensi banjir dan longsor. Upaya perlindungan hutan yang masih ada karena itu adalah
sama pentingnya dengan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).
4. Perlunya perlindungan hutan pegunungan dari perluasan perkebunan dan kota.
5. RHL di Hulu DAS tidak secara cepat mengendalikan laju sedimentasi di wilayah hilir. Perlu
waktu minimal 10 tahun untuk mengevaluasi dampak RHL pada penurunan sedimentasi di
wilayah Hilir.
Mempertajam Pengelolaan DAS dg Prinsip Pendekatan Lanskap
1. Pengelolaan yg adaptif 7. Hak dan kewajiban
2. Isu bersama sbg ‘entry (jelas)
point’ 8. Participatory monitoring
3. Multi skala 9. Resilien/Tangguh
Sayer et al, 2013 4. Multi fungsi (mengatasi ancaman dan
5. Multiple stakeholders kerentanan)
6. Trust dan transparansi 10.Kapasitas pelaku dan
pemangku yang kuat
Hasil review penerapaan Landscape Approach di tropics (sampai dengan 2020)

• Identifikasi pemangku kepentingan/para pihak


• Menetapkan isu bersama
• Forum multi-pihak
Widayati, A. 2021
• Sistem Pemantauan dan Evaluasi
• Pengelolaan yang adaptif dan iteratif
Reed et al, 2020
Rekomendasi:
1. Pengelolaan DAS perlu mengacu pada 10 prinsip pendekatan landscape.
2. Untuk mengurangi dampak kerusakan banjir dan longsor, perlu pemetaan daerah
rawan banjir dan longsor yang dipadukan dengan informasi cuaca dari BMKG dan
disosialisasikan ke masyarakat melalui media sosial secara menerus dan real time.
3. Perlu membangun gerakan konservasi tanah dan air yang melibatkan seluruh
pihak pada setiap tahapannya (identifikasi, perumusan visi bersama, pelaksanaan
dan monitoring dan evaluasinya) yang disesuaikan dengan karakter fisik, sosial
dan ekonomi DAS.
4. Tata kelola RHL perlu terus diperbaiki, lebih inclusive dan memperkuat ownership
para-pihak, success story ditentukan berdasarkan perubahan yang dihasilkan
(harvested outcomes), bukan kegiatan yang dilakukan (inputs).
Sumber Pustaka:

• Bruijnzeel, LA, 1990. Hydrology of Moist Tropical Forest and Effects of


Conservation : A State of Knowledge Review. UNESCO International Hydrological
Programme, Paris. 224 hal.
• Bruijnzeel, L.A., 2004. Hydrological functions of tropical forests: not seeing the
soil for the trees?. Agriculture, ecosystems & environment, 104(1). 185-228 hal.
• Purwanto, E., Warsito, E., 2000. Deforestasi dan Perubahan Lingkungan Tata Air di
Indonesia, Resiko, Implikasi dan Mitos. Editor Wasi Ismoyo, Bigraft, 2000.
• Prabowo, D. 2019. Banjir Bandang, Penyebab dan Penanggulangannya,
dipublikasikan di WAG.
Edi Purwanto

E-mail:
edipurwanto@tropenbos-indonesia.org

Website: www.tropenbos-indonesia.org
Facebook: @tropenbos.indonesia.org
Twitter: @tropenbosID

Office : Taman Cimanggu,


Jl. Akasia I Blok P1 No.6, Bogor, Indonesia
Mobile Phone: +62 (0) 81 296 55 233

Anda mungkin juga menyukai