Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI PERSEDIAAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Akuntansi Pajak”

Dosen Pengampu :
Fitrawati Ilyas, S.E., M.Bus.CPA
Disusun Oleh :

Billi Pramuja C1C0180


Rizky Septiansyah Akbar C1C018059
Hafiz Ramadhan C1C018072

PROGAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., sebab karena rahmat dan nikmatNya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Akuntansi Pajak ini, yang diberikan oleh Ibu Fitrawati
Ilyas selaku Dosen Pengampu Akuntansi Pajak.
Adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari beberapa buku
yang membahas tentang materi yang berkaitan. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat
berterima kasih kepada dosen yang bersangkutan, karena mahasiswa dapat terlatih dalam
pembuatan makalah dan kepada penyedia sumber walau tidak dapat secara langsung kami
sebutkan.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu juga kami yang
masih belajar pada proses ini. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali
kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami mengucapkan mohon maaf yang sebesarnya.
Kami mengharapkan ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bengkulu, 31Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
2.1 Pengertian Persediaan........................................................................................................................2
2.2 Pengukuran Persediaan......................................................................................................................3
2.3 Pengakuan Sebagai Beban.................................................................................................................4
2.4 Pencatatan Persediaan........................................................................................................................4
2.5 Penetapan Persediaan dan Pelaporan Dalam Laporan Keuangan.......................................................5
2.6 Metode Penilaian Persediaan.............................................................................................................6
2.7 Metode Penilaian Lainnya...............................................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................17
3.2 Saran................................................................................................................................................17
Daftar Pustaka.........................................................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun-tahun terakhir ini penilaian persediaan mendapat perhatian lebih besar karena
laju inflasi yang tinggi. Pemilihan prinsip atau metode penilaian persediaan mempunyai suatu
pengaruh penting pada pendapatan yang dilaporkan dan posisi keuangan perusahaan tertentu.
Oleh karena persediaan biasanya merupakan harta lancar yang terpenting, maka metode
penilaian persediaan merupakan suatu faktor yang penting dalam menetapkan hasil operasi dan
kondisi keuangan.
Salah satu tujuan dari akuntansi persediaan, termasuk penilaian persediaan adalah untuk
menetapkan penghasilan yang wajar dengan membebankan biaya yang bersangkutan terhadap
penghasilan perusahaan. Dalam proses penjualan dan pembelian dapat dilihat bahwa persediaan
merupakan nilai yang tersisa setelah jumlah biaya telah dibebankan terhadap penjualan atau
sebagai jumlah biaya yang tersisa untuk dibebankan terhadap penjualan dimasa yang akan
datang.
Tujuan dari penilaian persediaan adalah untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan
perusahaan sebagai suatu going concern dan bukan sebagai perusahaan yang sedang menuju
pembubaran atau dalam kondisi likuidasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian persediaan ?
2. Bagaimanakah metode pencatatan persediaan?
3. Bagaimanakah penilaian persediaan itu?
4. Bagaimana cara menghitung nilai persediaan akhir dengan sistem periodik dan
perpetual?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian persediaan
2. Menjelaskan bagaimana pencatatan persediaan
3. Menjelaskan bagaimana persediaan dinilai
4. Menghitung nilai persediaan akhir sistem periodik dan sistem perpetual dengan metode
FIFO, LIFO dan rata-rata (average)

iii
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Persediaan


Untuk menetapkan persediaan perlu ditetapkan atau dirumuskan perlakuan akuntansi untuk
persediaan menurut sistem biaya historis (historical cunt) atau dinyatakan sebagai beban Pokok
Penjualan atau Perolehannya, sesuai PSAK No. 14 (Revisi 2008) Selanjutnya yang menjadi masalah dalam
persediaan adalah penetapan jumlah biaya yang harus diakui sebagai aset dan konversi sampai
pendapatan yang bersangkutan diakui

Pada umumnya persediaan mencakup harang jadi yang telah diproduksi atau barang dalam
penyelesaian, termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Dalam
perusahaan dagang, persediaan meliputi barang yang dibeli din disimpan untuk dijual kembali, sedang
dalam perusahaan jasa persediaan te biaya jata seperti upah dan biaya personalia lainnya yang
berhubungan langung d pemberian jasa .Dengan demikian, pengertian persediaan menurut PSAK No
Aan 2008) digunakan untuk menyatakan aset yang:

 Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal:


 dalam proses produksi dan/atau dalam perjalanan; atau
 dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam produksi atau
pemberian jasa.

Sedangkan Bab 11 tentang Persediaan SAK ETAP memberikan batasan peraduan adalah aset:

 untuk dijual dalam kegiatan usaha normal


 dalam proses produksi untuk kemudian dijual atau
 dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa

Batasan dimaksud diterapkan untuk semua jenis persediaan tetapi dikecualikan untuk :

 persediaan dalam proses dalam kontrak konstruksi termasuk jasa yang terkait secara langsung
 efek tertentu.

Persediaan dapat pula dikaitkan dengan hak pemilikan barang sesuai syarat penyerahan pada saul
transaksi yang meliputi:

 barang dalam perjalanan (in transit)

Pemilikan barang ini sangat bergantung pada syarat penyerahannya. Kemungkinan biaya pengangkutan
ditanggung pembeli, maka barang tersebut menjadi milik pembelian, demikian sebaliknya.

 barang titipan (hurung komis).

iv
Barang komisi yang belum terjal jelas milik pihak yang menitipkan borang. Ditinjau dari pihak yang
menitipkan, barang tersebut sering disebut barang kotsiyasi

Pembagian tersebut merupakan kebiasaan yang terjadi pada praktik akuntan komersial dan
persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi, mana yang lebih rendah (lower of cost
and net neilizabte valie), Dengan demikian. blaya persediaan haras meliputi semua biaya pembelian,
biaya konversi, dan baya lain yang timbul sampai persediaan tersebut berada dalam kondisi dan tempat
yang siap untuk dijual atau dipakai. Seperti telah dijelaskan, selain berupa barang yang dibeli oleh
pengecer untuk dijual kembali, persediaan dapat pula berupa pengadaan tanah dan properti lainnya
untuk dijual kembali.

Pernyataan Standat Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 Revisi 2008 bertujuan mengatur
perlakuan akuntansi untuk persediaan. Selanjutnya permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan ini
yaitu menentukan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi berikutnya atas aset
tersebut berkaitan dengan pendapatan yang akan diakul. Pernyataan ini tidak berlaku untuk pengukuran
persediaan bagi pialang pedagang komoditas, yang pengukuran persediaannya diakui pada nilai wajar
setelah dikurangi biaya untuk menjual yang sesuai dengan praktik yang berlaku pada industri Dalam
perubahan industri (usaha manufaktur)

2.2 Pengukuran Persediaan


Dalam pengukuran persediaan bahwa pernedinan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai
realisasi neto, mana yang lebih rendah. Blaya persediaan dimaksud dalam PSAK Na 14 meliputi semua
biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi
dan lokasi saat ini. Untuk lebih menjelaskan pengertian biaya persediaan perlu dipahami pengertian
berikut

 Biaya Pembelian

Biaya pembelian meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih
kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan biaya penanganan dan biaya lainnya
yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang Jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang.
rabat, dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

 Biaya Konversi

Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi
contoh biaya tenaga kerja langsung termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan
variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi

 Biaya-Biaya Lain

Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang timbul, agar persediaan berada
dalam kondisi dan lokasi saat ini.

v
Sedangkan nilai realisasi bersih dapat diilustrasikan bahwa biaya persediaan mungkin tidak akan
diperoleh kembali bila persediaan rusak seluruh atau sebagian persediaan telah usang, atau harga
jualnya telah menurun. Biaya persediaan juga tidak akan diperoleh kembali bila estimasi biaya
penyelesaian atau estimasi biaya untuk membuat penjualan telah meningkat. Dalam praktik penurunan
nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi bersih konsisten dengan pandangan bahwa aset
scharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan atas
penggunaannya. Khusunya dalam SAK ETAP bahwa entitas harus mengukur nilai eredian ada nilai mana
yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan
menjual Dengan demikian, biaya persediaan mencakup seluruh biaya pembelian, biaya konversi, dan
biaya lainnya yang terjadi untuk membawa jersedisan ke kondisi dan lokasi sekarang.

2.3 Pengakuan Sebagai Beban


Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban pada saat persediaan dijual dan pada
periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut, Demikian bila terjadi penurunan nilai di bawal
biaya menjadi nilai realisasi bersih, seluruh kerugian persediaan terubue diakui sebagai hewan pada
periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut Demikian pada SAK ETAP menyatakan bila
persediaan dijual, maka jumlah tercatat diakui sebagai beban periode saat pendapatan yang terkait
diakui. Untuk beberapa persediaan dapat dialokasikan ke aset lain. Sebagai contoh persediaan yang
digunakan sehagai komponen aset tetap yang dibangun sendiri. Sedangkan untuk alokasi persediaan ke
aset lain diakuinya sebagai beban selama umur manfaat aset tersebut.

2.4 Pencatatan Persediaan


Dalam akuntansi terdapat dua sistem pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut.

 Sistem Perpetual

Dalam sistem perpetual ini persediaan biasanya dapat diketahui secara terus- menerus tanpa
melakukan inventarisasi fisik (stock opname). Olelt karena itu, setiap jenis barang dibuat kartu, dan
setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu, baik harga maupun jumlah barang (kuantitas), schingsra
pengendalian pendiaan menjadi sangat mudah, yaitu dengan melakukan pencocokan antara kartu
persediaan dan hasil inventarisasi fisik. Pencatatan persediaan menggunakan sistem perpetual menjadi
rumit bila ternyata jenis barang yang dicatatnya cukup banyak, kecuali jika sistem informasi yang
memanfaatkan teknologi komputer telah diaplikasikan.

Sebagai contoh

1) Pada tanggal 2 Januari 2019, Tuan Yahya membeli 4,000 karung semen @ ftp40.000,00 per
karung dari PT Semen Cibinong.
1) Pada tanggal 5 Januari 2019. Tuan Yahya menjual 3.000 karung semen e Rp 15.000,00 kepada PT
Maju.

Ayat jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.

a. Pada saat pembelian

Tanggal Akun Debit Kredit


Persediaan Rp160.000.000,00

vi
Utang dagang Rp160.000.000,00

b. Pada saat penjualan

Tanggal Akun Debit Kredit


Piutang dagang Rp135.000.000,00
Penjualan Rp135.000.000,00

Tanggal Akun Debit Kredit


Harga pokok penjualan Rp120.000.000,00
Persediaan Rp120.000.000,00

 Sistem Periodik

Dalam sistem periodik, persediaan dihitung dengan melakukan inventarisasi pada akhir periode.
Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung Beban Pokok Penjualan. Pada sistem periodik,
setiap mutasi persediaan tidak dibuatkan pencatatan dan penghitungan persediaannya, seperti telah
disebutkan dan tetap dilakukan pengendalian persediaan, Contoh bagaimana disebutkan tersebut
selanjutnya dapat dihuat ayat jurnal sebagai berikut a Pada saat pembelian

a. Pada saat pembelian

Tanggal Akun Debit Kredit


Pembelian Rp160.000.000,00
Utang dagang Rp160.000.000,00

b. Pada saat penjualan

Tanggal Akun Debit Kredit


Piutang dagang Rp135.000.000,00
Penjualan Rp135.000.000,00
Untuk sistem periodik. ayat jurnal yang berhubungan dengan Harga Pokok tidak dibuat karena Harga
Pokok Penjualan dihitung secara periodik pada akhir periode akuntansi

2.5 Penetapan Persediaan dan Pelaporan Dalam Laporan Keuangan


Beban Pokok Penjualan terdiri atas seluruh pengeluaran, baik langsung atau tidak langsung,
untuk memperoleh persediaan tersebut, dalam hal tertentu sebagai contoh dalam perusahaan industri,
pernediaan dapat dikategorikan schagai persediaan bahan baku atau persediaan barang jadi

Selanjutnya dalam laporan keuangan, persedinan disajikan di neraca laporan posisi keuangan
atau di laporan laba rugi. Persediaan di neraca/laporan posisi keuangan menggambarkan nilai
persediaan pada tanggal penyusunan neraca/laporan posisi keuangan, sedangkan di laporan laba rugi
persediaan akan muncul dalam perhitungan Behan Pokok Penjualan. Namun pada umumnya, nilai
persediaan dinyatakan dalam neraca laporan posisi keuangan sebesar harga pokok atau harga perolehan
large peralihan meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak lang un serjad, ebagal ntoh biaya

vii
pengangkutan dan premi asuransi Nilai persediaan di netac laporan posisi keuangan dan di laporan laba
rugi tersebut saling berhubungan Hal ini dapat ditunyaklan yaitu patila persediaan dinilai terlalu rendah
pada akhir periode, maka pada akhir periode juga akan menjadi lebih rendah, denikian pula sebaliknya.
Gambaran hubungan dan pengaruh keduanya terlihat seperti perhitungan berikut.

(Dalam jutaan rupiah)


2019 2020
I Neraca/Laporan posisi keuangan
ASET
Kas…………………………………………………………………. Rp 22.000,00 25.000,00
Piutang………………………………………………………….. 30.000,00 30.000,00
Persediaan……………………………………………….……. 40.000,00 60.000,00
Aset Lainnya………………………………………………….. 290.000,00 307.000,00
Rp 382.000,00 Rp 412.000,00

2019 2020
LIABILITAS DAN EKUITAS
Liabilitas…………………………………………………………. Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
Ekuitas Saham………………………………………………… 262.000,00 262.000,00
Saldo Laba……………………………………………………… 70.000,00 105.000,00
Rp 382.000,00 Rp 412.000,00

II. Laporan Laba Rugi


2019 2020
Penjualan 30.000,00 300.000,00 300.000,00
Beban Pokok Penjualan
Persediaan Awal 30.000,00 40.000,00
Pembelian 140.000,00 + 165.000,00 +
Jumlah Barang Tersedia 170.000,00 205.000,00
Persediaan Akhir 40.000,00 - 60.000,00 -
HPP 130.000,00 - 145.000,00 -
Laba Bruto 170.000,00 155.000,00
Biaya Operasional 120.000,00 - 120.000,00 -
Laba bersih 50.000,00 35.000,00
Saldo Laba Awal 20.000,00 + 70.000,00 +
Saldo Laba Akhir 70.000,00 105.000,00

Penetapan besarnya persediaan akhir, berdasarkan pencatatan secara perpetual atau periodik,
dapat menggunakan metode FIFO, LIFO, stau Average seperti pada uraian selanjutnya.

2.6 Metode Penilaian Persediaan


Dalam kegiatan perusahaan terutama pada perusahaan dagang atau industri terdapat
pergerakan atau arus masuk keluar barang baik itu barang dan bahan baku. Untuk kepentingan analis,
pengendalian atau penilaian peraediaan, arus pergerakan tersebut harus dinilai dengan metode yang
sama.

viii
Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau Beban Pokok Penjualan dapat mengatakan uncle
berikut ini

 Berdasarkan Harga Perolehan


a) Metode Identifikasi Khusus

Metode ini berasumsi bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya,hingga setiap kelompok
barang diberi identifikasi dan dibuat kartu. Dengah demikian, Harga Pokok untuk setiap barang dapat
diketahui, sehingga Harga Pokok Penjualan terdiri atas Harga Pokok Barang yang dijual dan sisanya
sebagal persediaan akhir Metride identifikasi khusus umumnya digunakan untuk perusahaan yang
mempunyai persediaan barang relatif sedikit tetapi harga per unitnya besar Sebagai akibat persediaan
hurangnya dapat diidentifikasi secara khn perhitungan Beban Pokok Penjualan dan harga pokok per
editan menggunakan rumus harga pokok sebenarnya (actual) dari persediaan.

b) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First in First Out-FIFO)

Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa barang yang masuk pertama akan dikeluarkan
pertama. Contuh lebih rinci terlihat pada bagan berikut :
(dalam ribuan)

Pembelian Pemakaian/BPP Saldo


Tgl Uraian Kuant. HS (Rp) Kuant. HS (Rp) Jumlah Kuant. HS (Rp) Jumlah
(Unit) (Unit) (Rp) (Unit) (Rp)
2/1 Saldo - - - - - 200 10.000 2.000.000
10/ Pembelian 400 11.500 - - - 200 10.000 -
1
400 11.500 6.600.000
15/ Pemakaian - - 200 10.000
1
100 11.500 3.150.00
0
18/ Pembelian 100 12.500 - - - 300 11.500
1
100 12.500 4.700.000
24/ Pembelian 200 12.000 - - - 300 11.500
1
100 12.500
200 12.000 7.100.000
30/ Pemakaian - - 300 11.500 200 12.000 2.400.000
1
100 12.500 4.700.00
0

Berdasarkan rincian di atas dapat ditetapkun sebagai berikut.

 Total Pemakaian atau Harga Pokok Penjualan Rp7.850.000.000,00

ix
(Rp3.150.000.000,00 + Rp4.700.000.000,00)

 Persediaan Akhir (200 unit x Rp12.000.000,00) Rp2.400.000.000,00

c) Masuk Terakhir Keluar Pertama (last In First Out-LIFO)

Cara ini digunakan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa aku embanan ke Beban Pokok Penjualan
berdasarkan pada harga pembelian tevalhi Cont lebih terperinci dapat terlihat pada perhitungan berikut.

(dalam ribuan)

Pembelian Pemakaian/BPP Saldo


Tgl Uraian Kuant. HS (Rp) Kuant. HS (Rp) Jumlah Kuant. HS (Rp) Jumlah
(Unit) (Unit) (Rp) (Unit) (Rp)
2/1 Saldo - - - - - 200 10.000 2.000.000
10/ Pembelian 400 11.500 - - - 200 10.000 -
1
400 11.500 6.600.000
15/ Pemakaian - - 300 11.500 3.450.00 200 10.000
1 0
100 11.500 3.150.000
18/ Pembelian 100 12.500 - - - 200 10.000
1
100 11.500
100 12.500 4.400.000
24/ Pembelian 200 12.000 200 10.000
1
100 11.500
100 12.500
200 12.000 6.800.000
30/ Pemakaian 100 11.500 200 10.000 2.000.000
1
100 12.500
200 12.000 4.800.00
0

Dari data di atas dapat ditetapkan sebagai berikut.

 Harga Pokok Pemakaian atau Penjualan bulan Januari

Per 18 Januari Rp3.450.000.000,00

Per 24 Januari Rp4.800.000.000,00

Total Rp8 250.000.000,00

x
 Persediaan (200 unit x Rp10.000.000,00) Rp2.000.000.000,00

d) Metode Rata-Rata (Average)

Dengan metode rata-rata pembebanan ke harga pokok untuk barang yang dijual atau untuk persediaan
akhir menggunakan harga rata-rata. Metode harga rata-rata terdiri atas:

1) Rata-Rata Sederhana (Simple Average)

Harga rata-rata dihitung dengan cara menjumlahkan harga pokok per unit (tanpa mengalikan
jumlah barang) dibagi dengan banyaknya harga

Contoh

2Januari Persedian Awal 200 unit @ Rp10.000.000,00 Rp2.000.000.000,00

10 Januari pembelian 400 unit @ Rp11.500,00 Rp4.600.000.000,00

18 Januari pembelian 100 unit @ Rp12.500,00 Rp.1.250.000.000,00

24 Januari pembelian 200 unit @ Rp12.000.000,00 Rp2.400.000.000,00

Persediaan per 31 Januari diketahui sebesar 200 unit

Rata-rata persediaan :

Rp (10.000.000+11.500 .000+ 12.500.000+12.000 .000)


=
4
Rp 46.000.000
=
4

= Rp 11.500.000,00

Nilai Persediaan per 31 Januari

= 200 x Rp11.500.000,00

= Rp2.300.000.000,00

2) Rata-rata bergerak (Moving Average)

Seperti pada penghitungan rata-rata tertimbang, pembebanan ke beban pokok penjualan


dilakukan setiap terjadi pembelian. Metode ini digunakan pada perpetual. Untuk lebih jelasnya dapat
diikuti pada contoh berikut.

(dalam ribuan)

Tgl Uraian Pembelian Pemakaian/BPP Saldo

xi
Kuant Kuant
Kuant. HS
. HS (Rp) Jumlah (Rp) . HS (Rp) Jumlah (Rp)
(Unit) (Rp)
(Unit) (Unit)
2/1 Saldo 200 10.000 2.000.000
10/1 Pembelian 400 11.500 600 11.000 6.600.000
15/1 Pemakaian 300 11.000 3.300.000 300 11.000 3.300.000
18/1 Pembelian 100 12.500 400 11.375 4.550.000
24/1 Pembelian 200 12.000 600 11.583,33 6.950.000
30/1 Pemakaian 400 11.583,33 4.633.333,33 200 11.583,33 2.316.666,67

Harga Pokok Penjualan bulan Januari adalah Rp 7.933.333,33

Persediaan Akhir (200 x Rp 11.583,33) Rp 2.316.666,67

 Berdasarkan Estimasi
Penetapan besarnya nilai persediaan akhir dapat dilakukan dengan mendasarkan estimasi pada :
a) Metode Laba Kotor (Laba Bruto)
Pada metode ini nilai persediaan akhir dihitung mundur dan biasanya digunakan dalam keadaan
khusus. Sebagai contoh, perusahaan dalam kondisi terbakar, sehingga sulit menetapkan secara
fisik nilai persediaan akhir.
Contoh :
Data yang diperoleh dari buku perusahaan yang dapat diselamatkan sebagai berikut.

Total Penjualan Rp 20.000.000

Pembelian 10.000.000

Persediaan Awal Barang 16.000.000

Laba Kotor Penjualan 40% dari harga jual.

Besarnya Nilai Persediaan Akhir dihitung sebagai berikut.

Total Penjualan Rp 20.000.000

Laba Kotor (40% x Rp 20.000.000) 8.000.000 -

xii
Beban Pokok Penjualan Rp 12.000.000

Barang Tersedia untuk Dijual

(Rp 16.000.000 + Rp 10.000.000) 26.000.000

Taksiran Nilai Persdiaan Akhir Rp 14.000.000

(Rp 26.000.000 – Rp 12.000.000)

b) Metode Eceran (Ritel)


Dalam metode eceran, penetapan nilai persediaan akhir berdasarkan pada harga yang berlaku
dipasar (market value). Harga pokok persediaan diestimasi atas dasar hubungan antara beban
pokok dengan harga jual eceran untuk persediaan yang sama dengan cara mengakumulasi
semua harga eceran dari persediaan yang dijual. Dmikian halnya, persediaan pada harga eceran
diperoleh dengan menggunakan penjualan dengan harga eceran persediaan yang tersedia untuk
dijual pada periode yang sama. Metode ini pada umumnya digunakan oleh perusahaan dagang
eceran, sebagai contoh supermarket (toko serba ada), dan perusahaan harus mempunyai
catatan Harga Jual Barang.
Contoh :

Beban Penjualan Pokok Harga Jual

Persediaan Awal 30.000.000 50.000.000

Pembelian 390.000.000 + 550.000.000 +

Barang Tersedia Dijual Rp 420.000.000 Rp 600.000.000

Persentase Beban Pokok Penjualan terhadap Harga Jual (Cost to Retail Ratio):

420.000 .000
×100 %=70 %
600.000 .000

xiii
Taksiran Persediaan Barang Akhir dapat dihitung sebagai berikut.

Barang Tersedia Dijual Rp 600.000.000


Penjualan 520.000.000
Persediaan Barang Akhir (Dasra Harga Jual) 80.000.000
Taksiran Persediaan Barang Akhir
70% x Rp 80.000.000 Rp 56.000.000
Perhitungan Beban Pokok Penjualan sebagai
berikut
Persediaan Awal Rp 30.000.000
Pembelian 390.000.000 +
Barang tersedia Dijual Rp 420.000.000
Persediaan Akhir 56.000.000 -
Beban Pokok Penjualan Rp 364.000.000

Apabila dua metode tersebut dibandingkan, terlihat bahwa Metode Laba Kotor menggunakan
Current Period Ratio.

2.7 Metode Penilaian Lainnya


Sebagaimana telah dijelaskan, menetapkan nilai persediaan akhir atau harga pokok penjualan
tidak didasarkan pada harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata manfaat persediaan tidak
sepadan dengan harga pokoknya, sebagai contoh akibat kerusakan fisik barang atau sebab lainnnya.
Oleh karena itu, dalam menetapkan persediaan akhir atau harga pokok penjualan digunakan:

a. Harga terendah antara Harga Perolehan dan Harga Pasar (Lower of Cost or Market Whichever is
Lower -LOCOM)

Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa persediaan barang di gudang secara fisik mengalami
kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok atau akibat lainnya seperti
perubahan tingkat harga. Oleh karena itulah pada umumnya persediaan dinyatakan sebesar harga
terendah antara harga perolehan dan harga pasarnya. Selisihpenurunan tersebut diakui sebagai
kerugian pada saat terjadinya.

Sebagai gambaran dicontohkan pada perhitungan berikut ini.

(dalam ribuan rupiah)

Harga Total
Harga
No Jumlah Pokok LOCOM
Jenis Barang Pokok Per Harga Harga
. Unit Pasar Per (Rp)
unit (Rp) Pokok (Rp) Pasar (Rp)
Unit (Rp)
1 A 500 10.000 9.000
5.000.000 4.500.000 4.500.000
2 B 400 15.000 20.000
6.000.000 8.000.000 6.000.000
3 C 200 8.000 9.000
1.600.000 1.800.000 1.600.000
4 D 300 12.000 7.000
3.600.000 2.100.000 2.100.000
16.200.000 16.400.000 14.200.000
Besar nilai persediaan akhir dengan menggunakan LOCOM sebesar Rp 14.200.000

b. Nilai Jual

xiv
Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti, tetapi harga perolehannya sulit
ditetapkan, maka nilai persediaan ditetapkan sebesar harga jual dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan
yang dapat terjadi. Metode ini digunakan untuk menetapkan persediaan produk pertanian atau logam
mulia.

 Akuntansi Pajak

Sebagaimana telah dijelaskan, berfluktuasinya barang jadi atau bahan baku sebagai arus masuk
dan arus keluar menimbulkan fluktuasi harga, sehingga menimbulkna juga persoalan penilaian
persediaan di dalam beban pokok penjualan.

Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan prinsip dalam
metode pencatatannya, sehingga metode pencatatan yang dapat digunakan adalah sistem perpetual
dan sistem periodik. Mengacu pada batang tubuh pasal 10 ayat (6) Undang-Undang Pajak Penghasilan
tersebut bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan:

1. dilakukan secara rata-rata; atau

2. dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

Menetapkan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian persediaan menurut praktik
akuntansi pajak dengan tegas hanya dua pilihan yang diperkenankan dibandingkan dengan praktik
akuntansi komersial yang mempunyai lebih banyak pilihan. Dalam hal penggunaan metode penilaian
persediaan juga disyaratkan adanya taat asas.

Penghitungan menggunakan metode rata-rata atau FIFO dapat dipelajari pada contoh
penghitungan sebagaimana telah disampaikan pada Praktik Akuntansi Komersial. Masalah pelaporan
persediaan, sebagaimana telah diatur dalam PSAK No. 14 Tahun 2008 bahwa persediaan dalam
neraca/laporan posisi keuangan dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan (at cost) atau
dinyatakan berdasarkan:

1. harga terendah antara harga pokok dan harga pasar; atau

2. harga jual

Untuk Kepentingan Penghitungan Pajak Penghasilan, Pasal 10 ayat (6) Undang-Undang Pajak
Penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Oleh karena itu,
apabila Wajib Pajak melakukan penilaian berdasarkan metode selain harga perolehan, maka diperlukan
penyesuaian (adjustment). Dengan demikian Wajib Pajak yang melakukan penilaian berdasarkan Harga
Jual Produk tidak sesuai dengan undang-undang pajak, harus mengacu kembali pada ketentuan undang-
undang pajak, yaitu harga perolehan sebagai dasar penilai persediaan. Selanjutnya karena undang-
undang Pajak Penghasilan mengatur pula hubungan istimewa antara pihak penjual dan pihak pembeli,
sehingga apabila ternyata terdapat hubungan istimewa, maka perlu disesuaikan dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa sebagaimana yang diamanatkan dalam
pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak penghasilan.

xv
Penetapan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian menjadi sangat penting, karena
berpengaruh ke harga pokok produksi. Cara penilaian persediaan yang berbeda pada akhirnya akan
mempengaruhi besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Beberapa kebiasaan bisnis yang dapat terjadi bahwa Wajib Pajak membuat perjanjian pembelian
dengan harga tetap, walaupun kenyataanya muncul perubahan harga. Perubahan yang dapat terjadi,
berupa penurunan harga pasar, sehingga kerugian diakui pada saat terjadinya penurunan harga,
walaupun barang tersebut belum diserahkan.

Sebagai contoh, pada bulan Desember 2011 PT Baruna telah melakukan pembelian barang
dengan perjanjian seperti diatas dengan harga pembelian Rp 300.000.000. barang tersebut diterima
pada bulan Maret tahun 2012 dan pada bulan desember tahun 2011 harga turun menjadi Rp
100.000.000. sesuai praktik akuntansi komersial, kerugian sebesar Rp 200.000.000 dibebankan sebagai
kerugian tahun 2011 dengan ayat jurnal sebagai berikut.

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit(Rp)


Kerugian Perubahan Harga 200.000.000
Persediaan 200.000.000

Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar RP 200.000.000 karena pajak melihat
fakta riil (nyata-nyata) dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan mengakui sebagai kerugian
apabila barang yang dijual tersebut yang memang benar-benar mengalami kerugian.

Perbedaan harga pokok karena dasar penilaian persediaan dan pengukuran harga pokok barang
yang dijual akan mengakibatkan perbedaan nilai persediaan pada aset lancar dan harga pokok barang
yang ditetapkan sebagai pengurang penghasilan. Kedua bagian inilah, yaitu Persediaan dan Harga Pokok
Barang, menjadi penyebab terjadinya perbedaan waktu (time difference) yang memunculkan beban
dan/atau kewajiban pajak tangguhan ataupun memunculkan adanya manfaat dan/atau aset pajak
tangguhan. Kejadian yang lebih mencolok apabila harga pokok persediaan selalu mengalami perubahan.
Dari sisi undang-undang Pajak Penghasilan juga berbeda dalam metode penilaian persediaan yang
digunakan dibanding Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Perbedaan tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut.

1. Data mutasi barang dagangan PT Maju tahun 2017, 2018, 2dan 2019 secara rinci adalah sebagai
berikut.

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019


No. Keterangan Harga/Uni Harga/Unit Harga/Unit
Unit Unit Unit
t (Rp) (Rp) (Rp)
1 Persediaan Awal - - 3.000 4.000
2 Pembelian ke-1 4.000 10.000 2.000 17.000 3.500 20.000
3 Pembelian ke-2 4.000 15.000 3.000 20.000 2.000 25.000
4 Penjualan ke-1 3.000 2.000 2.500
5 Penjualan ke-2 2.000 2.000 4.000
6 Persediaan Akhir 3.000 4.000 3.000
Persediaan menggunakan metode LIFO dalam penilaian persediaan dan memilih
menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan untk kepentingan fiskal. Harga jual

xvi
setiap unit sebesar Rp 30.000 untuk tahun 2017, Rp 40.000 untuk tahun 2018, dan Rp 50.000
untuk tahun 2019.
2. Perhitungan harga pokok barang yang dijual
a. menggunakan metode LIFO
(dalam ribuan)
No. Keterangan Tahun 2017 (Rp) Tahun 2018 (Rp) Tahun 2019 (Rp)
1 Persediaan Awal - 30.000 47.000
2 Pembelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000
4 Barang Tersedia untuk Dijual 100.000 124.000 167.000
5 Persediaan Akhir (30.000) (47.000) (30.000)
6 Harga Pokok Barang Dijual 70.000 77.000 137.000
Perhitungan Persediaan Akhir:

1) Persediaan akhir tahun 2017 = 3.000 x Rp 10.000 = Rp 30.000.000

2) Persediaan akhir tahun 2018 = 3.000 x Rp 10.000 = Rp 30.000.000

1.000 x Rp 17.000 = Rp 17.000.000

= Rp 47.000.000

3) Persediaan akhir tahun 2019 = 3.000 x Rp 10.000 = Rp 30.000.000

b. menggunakan metode FIFO


(dalam ribuan)
No. Keterangan Tahun 2017 (Rp) Tahun 2018 (Rp) Tahun 2019 (Rp)
1 Persediaan Awal - 45.000 62.000
2 Pembelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000
4 Barang Tersedia untuk Dijual 100.000 139.000 182.000
5 Persediaan Akhir (45.000) (77.000) (70.000)
6 Harga Pokok Barang Dijual 55.000 62.000 112.000
Perhitungan Persediaan Akhir:

1) Persediaan akhir tahun 2017 = 3.000 x Rp 15.000 = Rp 45.000.000

2) Persediaan akhir tahun 2018 = 1.000 x Rp 17.000 = Rp 17.000.000

3.000 x Rp 20.000 = Rp 60.000.000

= Rp 77.000.000

3) Persediaan akhir tahun 2019 = 1.000 x Rp 20.000 = Rp 20.000.000

2.000 x Rp 25.000 = Rp 50.000.000

xvii
= Rp 70.000.000

c. perhitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan komersial

(dalam ribuan)

No. Keterangan Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Total (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Hasil Penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga Pokok Barang Dijual (70.000) (77.000) (137.000) (284.000)
3 Laba Kotor 80.000 83.000 188.000 351.000

d. penghitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan fiskal

(dalam ribuan)

No. Keterangan Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Total (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Hasil Penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga Pokok Barang Dijual (55.000) (62.000) (112.000) (229.000)
3 Laba Kotor 95.000 98.000 213.000 406.000

e. gambaran aset pajak tangguhannya tampak tahun 2017

(dalam ribuan rupiah)

No. Keterangan Laba Komersial Laba Fiskal Selisih


1 Laba Sebelum Pajak 80.000 95.000 (15.000)
2 Pajak Penghasilan Kini 11.750 11.750 0
3 Manfaat Pajak Tangguhan 1.500 0 1.500
4 Beban Pajak Penghasilan 10.250 11.750 (1.500)
5 Laba Bersih 69.750 83.250 (13.500)
6 PPh Terutang 11.750 11.750 0
7 Aset Pajak Tangguhan 1.500 0 1.500

Apabila diperhatikan, laba kotor sesuai laporan keuangan fiskal lebih besar dibandingkan laba
kotor sesuai laporan keuangan komersial berturut di tahun 2014, 2015, dan 2016. Beban Pajak
Penghasilan juga menjadi lebih besar. Perbedaan-perbedaan sebagai perbedaan waktu yang dapat
dikurangkan yang diakuinya sebagai aset pajak tangguhan dalam masa-masa tersebut seperti yang
digambarkan pada tahun 2014 dan tahun 2015 dan seterusnya.

Aset pajak tangguhan = 10% x Rp 15.000.000 = Rp 1.500.000 pengakuannya pada akhir tahun
2017 dengan ayat jurnal:

Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)


31 Des 2017 Beban Pajak Penghasilan 10.250.000
Aset Pajak Tangguhan 1.500.000
Pajak Penghasilan Kini 11.750.000

xviii
Uraian tersebut dalam cara yang sama pada butir “e” akan menghasilkan perhitungan untuk
tahun 2017 dan tahun 2018 sebagai berikut:

(dalam ribuan rupiah)

Tahun 2017 Tahun 2018


No. Keterangan
Akuntansi Fiskal Akuntansi Fiskal
1 Laba Sebelum Pajak 83.000 98.000 188.000 213.000
2 Pajak Penghasilan Kini 12.000 12.200 46.400 46.400
3 Manfaat Pajak Tangguhan 1.500 0 2.500 0
4 Beban Pajak Penghasilan 10.700 12.200 43.900 46.400
5 Laba Bersih 72.300 85.800 144.100
6 PPh Terutang 12.200 12.200 46.400 46.400
7 Aset Pajak Tangguhan 1.500 0 2.500 0

Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan akuntansi komersial


berlaku untuk kepentingan fiskal. Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mewajibkan menggunakan
metode fisik sebagai dasar perhitungannya, tetapi menyarankan untuk menggunakan metode perpetual.

Sebagian telah dijelaskan sebelumnnya bahwa SAK memberlakukan alternatif dasar penilaian
persediaan, yaitu metode harga perolehan (cost method) dan metode harga yang terendah antara harga
perolehan dan harga pasar. Undang-Undang Pajak Penghasilan memberlakukan satu metode, yaitu nilai
perolehan. Dasar ini menimbulkan perbedaan waktu yang memunculkan pajak tangguhan pada
neraca/laporan posisi keuangan komersial.

Dalam perusahaan industri alokasi biaya dapat digunakan metode harga pokok penuh (full
costing) atau menggunakan variable costing. Penggunaan metode harga pokok penuh dapat digunakan
biaya standar setiap terjadi penyimpangan akan teralokasi ke harga pokok penjualan. Tetapi, Undang-
Undang Pajak penghasilan ini tidak memperkenankan biaya produksi tidak langsung sebagai beban
periode. Demikian halnya menghapuskan nilai persediaan tidak diperkenankan, kecuali apabila nilai
persediaan tersebut nyata-nyata secara fisik tidak dapat dijual atau digunakan dalam kegiatan
perusahaan (defect) yang biasa dikategorikan rusak, cacat atau usang.

BAB III

PENUTUP

xix
3.1 Kesimpulan
Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat
tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Metode
yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu: Metode
Periodik dan Metode Perpetual. Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama
sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan sistem ini persediaan ditentukan dengan
melakukan menghitung fisik terhadap persediaan.

Penghitungan fisik persediaan dilakukan secara periodik. Dalam sistem ini pencatatan terhadap
mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan fisik persediaan pada
akhit periode harus dilakukan mandatory procedure untuk dapat menentukan fisik persediaan yang akan
dilaporkan dalam laporan keuangan. Hasil perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai
persediaan. Yang kedua, sistem perpetual (perpetual inventory system), pencatatan terhadap mutasi
persediaan selalu diikuti secara konsisten, dengan mencatat semua transaksi yang menyebabkan
berkurang atau bertambahnya persediaan.

3.2 Saran
Harapannya para pembaca dapat lebih memahami apa itu Akuntansi. Kami menyadari
kekurangan dari penulisan makalah ini. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai masalah
Akuntansi Persediaan. Agar makalah ini lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

xx

Anda mungkin juga menyukai