Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK

BLOK ADVANCED MEDICAL SCIENCE

Disusun Oleh :
Geema Swasti Az-Zahra Wibowo (G1B020021)

Yuliya Zalma Noor Azizah (G1B020022)


Khansa Murtaja Salsabil (G1B020023)

Nanditya Putri Maharani (G1B020024)


Fatwa Dewa Surya (G1B020025)

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PURWOKERTO

2020
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN .............................................................................................. 3

A. Latar Belakang ........................................................................................ 3

B. Tujuan ..................................................................................................... 3

C. Manfaat.................................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................ 5

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5

A. Dasar Teori .............................................................................................. 5

B. Metode Praktikum ................................................................................ 12

C. Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 16

D. Aplikasi Klinis ....................................................................................... 17

BAB III ............................................................................................................. 23

KESIMPULAN ................................................................................................ 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah merupakan pengangkut atau transportasi massal bahan-bahan antara


sel dengan lingkunan eksternal atau diantara sel itu sendiri. Darah terdiri dari
cairan kompleks plasma tempat elemen-elemen seluler yaitu eritrosit, leukosit,
dan trombosit berada (Sherwood, 2017). Sel darah merah mengandung
hemoglobin (Hb) yang dapat membawa oksigen (O2) dan karbon dioksida
(CO2) (Tiho et al., 2016).

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang yang


diperlukan untuk membantu memperkuat diagnosis. Salah satu pemeriksaan
laboratorium yang sering diakukan adalah pemeriksaan darah. Darah memiliki
peran penting dalam tubuh manusia. Pemeriksaan darah atau pemeriksaan
hematologi yang dilakukan diantaranya kadar hemoglobin (Hb), hitung jumlah
leukosit, dan hitung jenis leukosit.

Pemeriksaan hemoglobin dalam darah mempunyai peran yang sangat


penting dalam diagnosa suatu penyakit, karena hemoglobin merupakan salah
satu protein khusus yang terdapat dalam sel darah merah dengan fungsi khusus
yaitu mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke
paru-paru. Pemeriksaan hemoglobin ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan kesehatan seseorang, misalnya kekurangan hemoglobin yang biasa
disebut anemia. Hemoglobin bisa saja berada dalam keadaan terlarut langsung
dalam plasma. Akan tetapi kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen
tidak bekerja secara maksimum dan akan mempengaruhi pada faktor
lingkungan (Mardiana & Rahayu, 2017).

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pengukuran kadar
hemoglobin dalam sampel darah yang diberikan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan perhitungan
jumlah leukosit dalam sampel darah yang diberikan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pemeriksaan
hitung jenis leukosit dalam sampel darah yang diberikan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pembuatan
Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT)
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan pegukura kadar
hemoglobin dalam darah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan perhitungan jumlah
leukosit
3. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan pemeriksaan hitung
jenis leukosit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
1) Pemeriksaan Hemoglobin

Hemoglobin merupakan salah satau dari komponen protein dari sel


darah merah yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh.
Selain berfungsi dalam menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, hemoglobin
juga berfungsi sebagai media transportasi karbondioksida dari jaringan-
jaringan di tubuh menuju paru-paru. Pada hemoglobin terdapat zat besi dan
zat besi adalah bahan pembuat sel darah menjadi berwarna merah.
Hemoglobin berperan penting dalam tubuh manusia, oleh karena itu penting
untuk melakukan pemeriksaan terhadap hemoglobin dalam darah dalam
mendiagnosis suatu penyakit. Pemeriksaan kadar hemoglobin memiliki
beberapa fungsi, seperti untuk menilai tingkat anemia, respons terapi
anemia, dan mengukur perkembangan penyakit yang berhubungan dengan
anemia dan polisitemia (Kusumawati, dkk, 2018).

Menurut Bain, dkk (2017) kadar Hemoglobin normal menurut Dacie


adalah sebagai berikut:

a. Dewasa laki-laki : 12,5 – 18,0 gr%


b. Dewasa wanita : 11,5 – 16,5 gr%
c. Bayi < 3 bulan : 13,5 – 19,5 gr%
d. Bayi > 3 bulan : 9,5 – 13,5 gr%
e. Umur 1 tahun : 10,5 – 13,5 gr%
f. Umur 3 – 6 tahun : 12,0 – 14,0 gr%
g. Umur 10 – 12 tahun : 11,5 – 14,5 gr%

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan


pengukuran kadar haemoglobin. Namun, WHO menyarankan untuk
menggunakan metode cyanmeth. Metode cyanmenth memiliki prinsip
dimana derivate hemoglobin dalam darah akan diubah secara kuantitatif
mejadi hemoglobincyanide. kecuali verdoglobin, menggunakan larutan
pereaksi yang sudah siap pakai dalam kit. Metode cyanmeth ini hanya
memerlukan waktu selama 3 menit dalam menyempurnakan hasil reaksi,
lalu warna yang terbentuk pun akan sangat stabil dan dapat diukur
menggunakan fotometer. Tingkat kesalahan dari metode ini sebesar 2% dan
metode ini biasanya dilakukan di rumah sakit (Faatih, dkk, 2017).

Namun, terdapat kekurangan dari metode cyanmeth.


Kekurangannya ialah sulitnya menggunakan metode pada fasilitas
kesehatan yang lebih kecil dari rumah sakit sebab alat hemotology
analyzernya perlu untuk ditempatkan dan diperlakukan secara khusus. Oleh
karena itu, jika melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin pada fasilitas
kesehatan yang lebih kecil biasanya menggunakan metode Sahli. Karena
metode ini terbilang sederhana dan para tenaga medis pun umumnya telah
menguasai metode Sahli ini (Faatih, dkk, 2017).

Metode Sahli ialah salah satu jenis metode dalam mengukur kadar
hemoglobin yang dilaksanakan secara visual. Pengukuran kadar
hemoglobin dengan mengencerkan darah menggunakan larutan HCL
sehingga hemoglobin dapat berubah menjadi asam hematin, selanjutnya
akan di campur dengan aquadest hingga warnya sudah sesuai dengan warna
standar. Alasan penggunaan HCl ialah karena HCl merupakan asam
monoprotik yang sulit menjalani reaksi redoks, lalu HCl juga merupakan
asam yang paling tidak berbahaya jika dibandingkan dengan asam kuat
lainnya, dan dikarenakan HCL mengandung ion klorida yang tidak beracun.
Oleh sebab itu, HCl diputuskan dapat menjadi reagen pengasam yang sangat
baik (Kusumawati, dkk, 2018).

Tujuan dari metode Sahli ini ialah untuk mengukur kadar


hemoglobin dalam g/dl. Metode ini mampu dilakukan oleh petugas
puskesmas yang telah terlatih atau oleh petugas laboratorium. Walaupun
metode Sahli dianggap sebagai metode yang sederhana, tetapi metode ini
juga memiliki beberapa kekurangan., yaitu sering terjadi kesalahan dalam
dalam proses pemeriksaan sehingga akan sulit dalam memperoleh data
mengenai hemoglobin yang akurat (Faatih, dkk, 2017).
Kesalahan yang sering terjadi selama prosedur pemeriksaan
diantaranya adalah mengisi larutan HCL yang berlebihan atau kurang,
terhisapnya udara ke dalam pipet, lupa untuk membersihkan sisa darah di
ujung pipet, sebelum dimasukkan ke dalam larutan HCL pipet menyentuh
dinding tabung sehingga darah tertinggal di dalam pipet, salah dalam
mengiterpretasi warna larutan akibat kurang teliti atau karena warna standar
yang sudah pucat. Kesalahan-kesalahan tersebut sangat memungkinkan
untuk mengubah data terkait kadar hemoglobin dalam tubuh seseorang. Jika
jumlah darah yang dihisap dan dilarutkan kurang dari ketentuan yang ada
maka hasilnya dapat mengindikasikan bahwa seolah individu yang di tes
menderita anemia. Hal yang sebaliknya juga bisa saja terjadi dan
menyebabkan seorang individu seolah normal atau bahkan diatas normal
(Faatih, dkk, 2017).

2) Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit

Leukosit atau sel darah putih merupakan suatu unit yang memiliki
peran dalam sistem kekebalan tubuh. Leukosit dengan beragam jenisnya
beserta protein plasma membentuk suatu sistem imun yang merupakan
sistem pertahanan tubuh yang dapat mengenali dan menghancurkan juga
menetralkan benda luar yang asing bagi tubuh (Sherwood, 2012).

Menurut Praptomo (2018) Pemeriksaan hitung jumlah leukosit


merupakan cara yang digunakan untuk menghitung jumlah leukosit dengan
berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan adalah bilik hitung
improved neubauer/ metode bilik hitung NI.

Menurut Dacie, et al (2017) Rentang jumlah leukosit yang normal


pada seorang individu adalah sebagai berikut :

a. Bayi baru lahir : 18 ± 8 x 109/l


b. Bayi umur 3 hari : 15 ± 8 x 109/l
c. Bayi umur < 1 bulan : 14 ± 8 x 109/l
d. Bayi umur 1 bulan : 12 ± 7 x 109/l
e. Bayi umur 2 bulan : 10 ± 5 x 109/l
f. Bayi umur 3-6 bulan : 12 ± 6 x 109/l
g. Anak umur 1 tahun : 11 ± 5 x 109/l
h. Anak umur 2-6 tahun : 10 ± 5 x 109/l
i. Anak umur 6-12 tahun : 9 ± 4 x 109/l
j. Dewasa : 4–10 ×109/l atau 4-10 ribu/mm3

Menurut Dacie, et al (2017) Jumlah leukosit pada saat baru lahir


mencapai angka yang sangat tinggi. Setelah itu, jumlah leukosit terus
mengalami penurunan sampai menjadi dewasa. Pada saat seseorang telah
dewasa, jumlah leukosit yang terdapat dalam tubuh sudah konstan (tidak
mengalami penurunan kembali) pada keaadan yang normal.

Menurut Asrat (2016) Metode bilik hitung NI biasa disebut juga


dengan metode manual. Metode manual pada pemeriksaan jumlah leukosit
merupakan metode pemeriksaan jumlah leukosit yang menggunakan larutan
turk yang terdiri dari larutan asam asetat glasial 2%, larutan gentian violet
1%, dan aquades 100 ml. Fungsi dari asam asetat glasial adalah untuk
melisiskan sel lain selain leukosit dan gentian violet berfungsi untuk
memberi warna pada inti dan granula leukosit.
Menurut Asrat (2016) Pada saat ini terdapat berbagai metode yang
lebih praktis dalam menghitung jumlah leukosit, seperti metode menghitung
partikel elektronik atau dengan menggunakan prinsip pancaran cahaya
pengenceran manual. Menurut Ferdhyanti (2019) Metode manual atau
metode bilik NI ini masih dapat digunakan sebagai metode rujukan. Hal itu
disebabkan metode hitung manual dapat dilakukan pada laboratorium yang
tidak ada aliran listrik, selain itu juga karena harga alat hitung praktis cukup
mahal dan membutuhkan biaya yang besar.
Menurut Praptomo (2018) Kesalahan yang dapat terjadi ketika
melakukan metode bilik ruang NI adalah sebagai berikut :
a. Terlalu banyak cairan yang masuk, sehingga mengisi semua
kamar hitung
b. Kamar hitung tidak sepenuhnya terisi
c. Terdapat gelembung udara didalam kamar hitung
Menurut Siswandari, dkk (2020) Perhitungan leukosit menggunakan
rumus sebagai berikut :

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑳𝒆𝒖𝒌𝒐𝒔𝒊𝒕 =

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒍𝒆𝒖𝒌𝒐𝒔𝒊𝒕 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 × 𝟏𝟔 × 𝟏𝟎 (𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝒃𝒊𝒍𝒊𝒌) × 𝟏𝟎 (𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒂𝒏)


𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒐𝒕𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈

3) Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

Pemeriksaan hitung jenis leukosit merupakan pemeriksaan yang


dilakukan dengan cara mengitung jenis leukosit dengan satuan persen (%)
untuk tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit (Rinawati & Reza,
2016). Pemeriksaan ini dilakukan untuk menghitung 5 jenis leukosit, yaitu
neutrofil, eusinofil, basofil, limfosit, dan monosit (Sherwood, 2012).
Masing-masing jenis sel leukosit memiliki fungsi yang berbeda sehingga
jumlahnya pun berbeda. Jika seseorang dalam kondisi yang sehat maka
jumlah persentase leukositnya menurut Miller akan berjumlah (Siswandari,
et al., 2020) :

a. Eosinofil : 1 – 4 %.
b. Basofil : 0 – 1 %.
c. Stab : 2 – 5 %.
d. Segmen : 50 – 70 %.
e. Limfosit : 20 – 40 %.
f. Monosit : 1 – 6 %.

Oleh karena itu, perubahan jumlah persentase dari tiap jenis sel
leukosit dapat menunjukkan infeksi yang dialami oleh tubuh seseorang
(Prawesti, 2016).

Leukosit sendiri terdiri dari 2 kategori utama, yaitu granulosit (sel


yang memiliki granula pda sitoplasmanya) dan agranulosit (sel yang tidak
memiliki granula). Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil
yang juga termasuk kelompok polimorfonukleus (memiliki bentuk inti yang
bervariasi). Sedangkan, agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit yang
juga termasuk kelompok mononukleus (memiliki satu inti sel) (Sherwood,
2012).

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing jenis sel leukosit:

a. Neutrofil
Neutrofil memiliki ciri sitoplasma yang didalamnya terdapat
granula yang berwarna pucat, dan berwarna netral, memiliki
diamater berkisar 12–15 μm. Selain itu, neutrofil memiliki inti
yang padat dan terdiri dari lobus-lobus. Neutrofil merupakan sel
darah putih yang pertama kali tiba di tempat yang terinfeksi.
Memiliki fungsi untuk melakukan fagositosis, dan juga mencerna
bakteri (Martini, et al., 2015). Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit, jika terlihat jumlah neutrofil mengalami peningkatan
hingga diatas batas normal, dapat dinyatakan bahwa pasien
mengalami infeksi jangka pendek atau infeksi akut (Prawesti,
2016).
b. Eosinofil
Eosinofil atau biasa juga disebut asidofil memiliki ciri
granula pada sitoplasmanya terwarnai oleh eosin sehingga terlihat
berarna merah. Eosinofil juga memiliki ukuran yang hampir sama
dengan neutrofil juga memiliki inti sel yang berlobus 2. Eusinofil
memiliki fungsi untuk memfagositosis zat yang diselubungi oleh
antibodi. Jumlah eosinofil akan mengalami peningkatan jika
terjadi reaksi alergi atau infeksi dari parasit. Selain itu eusinofil
juga berfungsi untuk mengurangi tingkat inflamasi (Martini, et
al., 2015).
c. Basofil
Basofil memiliki ciri memiliki granul yang dapat terwarnai
oleh pewarna dasar sehingga terlihat berwarna ungu tua atau biru.
Granula basofil mengandung histamin dan heparin. Basofil dapat
melakukan migrasi ke jaringan yang mengalami kerusakan.
Selain itu, basofil memiliki fungsi untuk menstimulasi sel mast
dan sel leukosit lainnya ke jaringan yang mengalami kerusakan
(Martini, et al., 2015). Jumlah basofil akan mengalami
peningkatan jika seseorang mengalami infeksi akut (Prawesti,
2016).
d. Limfosit
Limfosit memiliki ciri sitoplasmanya yang sangat sedikit dan
terlihat tipis, dan memiliki inti sel yang besar, bulat, dan berwarna
keunguan. Limfosit memiliki ukuran sedikit lebih besar
dibandingkan eritrosit. Limfosit berperan pada sistem imun
spesifik. Limfosit terdiri dari beberapa jenis, seperti limfosit T,
limfosit B, dan sel NK (Natural Killer), yang berperan dalam
mengawasi sistem imun, menghancurkan jaringan yang tidak
normal, dan mencegah kanker (Martini, et al., 2015). Lalu,
peningkatan jumlah limfosit menunjukkan kondisi seseorang
yang mengalami infeksi kronis (Prawesti, 2016).
e. Monosit
Ciri dari monosit adalah memiliki diameter sebesar 16–20
μm yang menandakan monosit merupakan sel leukosit yang
terbesar. Monosit juga berbentuk bulat dengan inti sel yang besar
dan berbentuk oval seperti bentuk ginjal. Monosit hanya beberapa
hari di sirkulasi tubuh hingga akhirnya memasuki jaringan dan
berdeferensiasi menjadi makrofag. Makrofag memiliki fungsi
untuk melakukan fagositosis, selain itu makrofag adalah sel yang
tiba di jaringan yang terinfeksi setelah neutrofil (Martini, et al.,
2015). Lalu, peningkatan jumlah dari monosit sendiri
menunjukkan kondisi seseorang yang mengalami infeksi kronis
(Prawesti, 2016).

Gambar 1.1. Jenis-jenis leukosit


Sumber : (Martini, et al., 2015)

Pemeriksaan hitung jenis leukosit ini dapat dilakukan dengan


pemeriksaan sederhana menggunakan mikroskop. Preparat yang digunakan
untuk pemeriksaan hitung jenis leukosit berupa apusan darah tepi.
Pemeriksaan dengan preparat apusan darah tepi dapat digunakan untuk
memeriksa hal lain, seperti memeriksa morfologi sel, menentukan jumlah
leukosit, memperkirakan jumlah trombosit, dan memeriksa adanya parasit.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan dengan apusan darah tepi adalah untuk
memudahkan dalam mengamati berbagai jenis sel dan morfologi masing-
masing sel tersebut. Dalam pembuatan preparat apusan darah tepi, metode
pewarnaan yang biasanya dilakukan adalah pewarnaan Romanowsky, yaitu
pewarnaan Wright, Giemsa, Wright-Giemsa, Leishman, May-Grundwald
dan Jenner. (Rinny Ardina & Sherly Rosalinda, 2018).
B. Metode Praktikum
a. Pemeriksaan Hemoglobin
Pemeriksaan hemoglobin menggunakan prinsip pengukuran kadar
Hb dengan melihat perubahan warna pada Hb menjadi asam
hematin sesudah dilakukan penambahan HCL 0,1N.
i. Alat dan Bahan
1. Spuit
2. Hemometer Sahli
a. Tabung Pengencer panjang 12 cm dengan
dinding bergaris angka 2 (bawah) sampai 22
(atas)
b. Tabung standart Hb
c. Pipet Hb terdapat angka 20 ul
d. Pipet karet panjang 12,5
e. Pipet HCL
f. Botol aquades dan HCL 0,1N
g. Batang kaca pengaduk
3. HCL 0,1N
4. Aquades
5. Sampel darah (dalam praktikum ini, kami
menggunakan sampel darah wanita dewasa)
ii. Langkah Pemeriksaan
1. Masukkan HCL 0,1N menggunakan pipet HCL ke
dalam tabung pengencer pada hemometer sahli
hingga mencapai angka 2
2. Sampel darah, yang sudah dihomogenkan, diambil
dengan menggunakan pipet Hb yang sudah
disambungkan dengan karet panjang 12,5 dan spuit.
Ambil hingga mencapai 20 mikron
3. Bersihkan darah yang berada di ujung pipet
menggunakan tisu dan masukkan ke dalam tabung
pengencer yang sudah terdapat HCL 0,1N tadi
4. Aduk menggunakan batang kaca pengaduk hingga
darah dan HCL 0,1N tercampur
5. Diamkan hingga 1-3 menit hingga berwarna
kehitaman
6. Setelah itu, tambahkan aquades tetes demi tetes
hingga warna campuran darah dan HCL 0,1N sama
dengan warna pada tabung starndart Hb (lakukan
pengamatan warna di tempat dengan dengan
permukaan datar dan dengan pencahayaan yang
terang)
7. Setelah warnanya sama, amatilah campuran yang
berada di tabung pengenceran tadi berada di angka
berapa (dalam praktikum ini, campuran berada di
angka 12,2)

b. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit


Pemeriksaan hitung jumlah leukosit ini menggunakan prinsip
penghitungan jumlah sel leukosit dalam suatu larutan yang
merusak sel-sel lainnya menggunakan bilik hitung.
i. Alat dan Bahan
1. Bilik hitung NI
2. Cover glass
3. Mikroskop
4. Pipet leukosit (terdapat bola putih di dalam pipet,
berskala 0,5 – 1 – 11)
5. Spuit
6. Karet panjang 12,5
7. Larutan Turk
8. Sampel darah (Wanita dewasa)
ii. Langkah Pemeriksaan
1. Besihkan bilik hitung dan cover glass menggunakan
tisu
2. Tutup bilik hitung menggunakan cover glass, lalu
letakkan di bawah mikroskop
3. Carilah kotak besar pada bilik hitung menggunakan
mikroskop dengan pembesaran objektif 10x.
Fokuskan mikroskop hingga garis-garis pada bilik
hitung tampak jelas. Kemudian, tanpa menggeser
atau menggerakkan alas mirkoskop atau bilik hitung
NI, ganti pembesaran objektif 10x dengan
pembesaran objektif 40x. Ditemukan kotak-kotak
sedang berjumlah 16 kotak
4. Ambil sampel darah yang sudah dihomogenkan
menggunakan pipet leukosit yang sudah
disambungkan dengan karet panjang dan spuit.
Ambil hingga mencapai angka 1 untuk pengenceran
10x.
5. Bersihkan darah yang tersisa di ujung pipet
menggunakan tisu
6. Setelah itu, ambil larutan turk menggunakan pipet
yang sama hingga mencapai angka 11 dan bersihkan
kembali ujung pipet menggunakan tisu
7. Homogenkan darah dan larutan turk yang berada
pada pipet yang sama dengan cara mengocok pipet
dengan arah horizontal selama 15-30 detik
8. Buanglah tiga tetes pertama dari pipet tersebut
9. Masukkan campuran tadi ke bilik hitung melalui
sela-sela dari cover glass dan tunggu hingga merata
10. Amati dengan mirkoskop

c. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit / Diff. Count


i. Alat dan Bahan
1. Mikroskop
2. Sediaan Apusan Darah Tepi
ii. Langkah Pemeriksaan
1. Letakkan SADT di bawah mikroskop
2. Dengan pembesaran objektif 10x, orientasikan
seluruh lapang pandang
3. Periksa adanya sel-sel asing
4. Estimasikan jumlah leukosit
5. Dengan pembesaran objektif 40x, hitung jenis sel
darah putih
6. Amati morfologi sel darah merah
7. Dengan pembesaran 100x, dapat diamati dengan
lebih jelas sel-sel yang lebih keccil
8. Amati setiap bangunan khasi pada setiap sel
9. Estimasi Trombosit menurut Barbara Brown
10. Hitung tiap jenis leukosit yang ada pada preparat
tersebut
11. Tentukan kenormalan leukosit menggunakan nilai
normal menurut Miller

d. Pembuatan Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT)


i. Alat dan Bahan
1. Object glass bersih
2. Spreader atau penggeser
3. Pipet darah
4. Bak pengecatan dan bak pengeringan
5. Timer
6. Sampel darah ( Pada praktikum ini, kami
menggunakan darah wanita dewasa)
7. Methanol (90%)
8. Giemsa
9. Sampel darah
10. Aquades
ii. Langkah Pembuatan
1. Ambil sedikit sampel darah yang sudah
dihomogenkan menggunakan piper darah
2. Teteskan darah ke object glass yang sudah
dibersihkan pada salah satu sisi ujung
3. Sebarkan darah menggunakan spreader dengan cara
menyentuh darah dengan spreader dan
mendorongnya kearah kiri dengan suduh 45°
4. Jika terdapat lubang apusan setelah melakukan
penyebaran, preparat tersebut harus diganti dengan
yang baru atau dibuat ulang
5. Jika sebaran sudah merata, biarkan darah hingga
mengering
6. Setelah kering, teteskan methanol ke atas apusan
darah hingga menggenanginya dan diamkan hingga
10 menit atau benar-benar kering untuk memfiksasi
darah
7. Setelah itu, teteskan giemsa ke atas apusan darah
dengan perbandingan 1:8 dan diamkan selama 10
menit di atas bak pencucian
8. Sesudah itu, bilas preparat menggunakan aquades
mengalir dan keringkan di udara

C. Hasil dan Pembahasan


1) Hasil
a. Pemeriksaan Hemoglobin
i. Pasien : Nyonya A, umur 35 tahun
ii. Hasil Pemeriksaan : Kadar Hemoglobin : 12,2 gr %
b. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
i. Pasien : Nyonya A, umur 35 tahun
ii. Hasil Pemeriksaan : Jumlah leukosit pada 16 kotak
sedang adalah 60 sel.
Lalu, apabila dihitung dengan rumus perhitungan menurut Siswandari, dkk
(2020) maka didapatkan :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑥 16 𝑥 10 (𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑖𝑙𝑖𝑘 )𝑥 10 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛)
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
60 𝑥 16 𝑥 10𝑥 10
= = 6000 / 𝑚𝑚3
16

c. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit


i. Pasien : Nyonya A, umur 35 tahun
ii. Hasil Pemeriksaan :
 Eosinofil : 3 %
 Basofil : 1 %
 Stab Neutrofil : 2 %
 Segmen Neutrofil : 68 %
 Limfosit : 20 %
 Monosit : 6 %
iii. Pelaporan :
Eos/Baso/Stab Netro/Segmen Netro/Limfo/Mono :
3/1/2/68/20/6
2) Pembahasan
a. Pemeriksaan Hemoglobin
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan menggunakan
darah wanita dewasa, didapatkan kadar hemoglobinnya sebesar 12,2
gr%. Jika dirujuk pada nilai normal hemoglobin menurut Dacie,
maka kadar Hb tersebut normal. Karena menurut Daice, kadar Hb
normal untuk wanita dewasa berada pada rentang 11,5-16,5 gr%.
b. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
Pada praktikum pemeriksaan jumlah leukosit kali ini
didapatkan data, pada seorang wanita dewasa jumlah leukosit pada
16 kotak sedang pada bilik hitung NI yaitu terdapat 60 sel.

Dari perhitungan diperoleh data bahwa jumlah leukosit pada


wanita dewasa tersebut adalah 6000/mm3. Apabila data tersebut
disamakan dengan kadar leukosit menurut Dacie (2017), maka
jumlah leukosit tersebut normal. Hal itu disebabkan menurut Dacie,
kadar leukosit yang normal untuk individu dewasa berada pada
rentang 4–10 ×109/l atau 4-10 ribu/mm3.

c. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

Pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan oleh nyonya A


yang berumur 35 tahun. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan,
didapatkan hasil eosinofil sebanyak 3 %, basofil sebanyak 1 %, stab
neutrofil sebanyak 2 %, segmen neutrofil sebanyak 68 %, limfosit
sebanyak 20 %, dan monosit 6 %. Melihat acuan dari miller, jumlah
kadar normal dari tiap jenis sel yang didapatkan pada pemeriksaan
tersebut masih masuk kedalam rentang normal. Hal ini
mengindikasikan nyonya A berada dalam keadaan sehat dan tidak
sedang mengalami suatu infeksi di dalam tubuhnya.

D. Aplikasi Klinis
1) Anemia
Anemia dapat dijelaskan sebagai keadaan dimana kadar
hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrositnya menurun, sehingga
jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin yang beredar dalam tubuh
melalui pembuluh darah tidak mampu memenuhi fungsinya untuk
menyediakan kadar oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan pada
tubuh (Lestari, dkk, 2017). Menurut Hoffbrand dan Moss (2011),
anemia dapat didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi
hemoglobin darah, dimana kadar hemoglobinnya berada di bawah
batas normal. Kadar hemoglobin baru dapat dikatakan sebagai
anemia jika berada dibawah nilai 13,5 gr% untuk laki-laki dewasa,
dibawah 11,5 gr% untuk wanita dewasa, dibawah 11 gr% untuk usia
2 tahun hingga pubertas, dan dibawah 14 gr% untuk bayi baru lahir.
Anemia biasanya disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat,
infeksi, menstruasi, trauma yang menyebabkan hilangnya sel darah
merah, penurunan atau kelainan pembentukan sel, dan pendarahan
kronis (Lestari, dkk, 2017).
Sementara itu, menurut Sherwood (2016), anemia
berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi 6 kategori,
yaitu:
a. Nutritional Anemia
Anemia jenis ini dapat terjadi akibat kurangnya nurtisi yang
dibutuhkan untuk erythropoiesis. Nutrisi untuk erythropoiesis
sendiri bergantung pada suplai dari luar tubuh yang adekuat
karena beberapa nutrisi untuk erythropoiesis tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh.
b. Pernicious Anemia
Anemia jenis ini dapat terjadi akibat dari ketidakmampuan
tubuh dalam mengasbropsi vitamin B yang telah di cerna
sebelymnya oleh sistem digesti. Sementara itu, vitamin B
berperan penting dalam proses produksi dan maturasi RBC.
c. Aplastic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh sumsum tukang yang gagal
dalam memproduksi RBC. Hal tersebut dapat terjaid karena
senyawa kimia yang beeacun, radiasi, adanya sel kanker pada
sumsum tulang, dan lain sebagainya.
d. Renal Anemia
Renal anemi dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan
pada ginjal. Ketika terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal
akan sedikit dalam mensekresikan erythropoietin sementara
erythropoietin merupakan stimulus utama dalam proses
erythropoiesis dan kurangnya sekresi erythropoietin dari ginjal
dapat merujuk pada tidak cukup produksi dari RBC.
e. Hemorrhagic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh hilangnya darah, baik
terjadi secara akut, seperti pendarahan pada luka maupun secara
kronis, seperti menstruasi yang berlebihan atau berkepanjangab.
f. Hemolytic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh eritrosit yang beredar
banyak yang pecah. Pecahnya eritrosit dapat disebabkan karena
faktor eksternal maupun faktor internal berupa sel yang
mengalami kematian.
2) Neutrofilia
Neutrofilia merupakan gangguan pada netrofil dimana
netrofil berada diatas ambang nilai normal. Nilai normal biasanya
berada pada 1.8–7.0 × 103 /μL untuk orang dewasa dan 1.0–8.5 ×
103 /μL untuk anak-anak. Neutrofilia biasanya disebabkan oleh
keracunan logam berat dan bahan kimia, infeksi bakteri, dan
gangguan pada sistem metabolisme tubuh. Neutrofilia dapat dilihat
peningkatannya pada saat pemeriksaan hitung jenis dengan
membandingkan nutrofil mature dengan neutrofil immature
(McPherson dan Pincus, 2011).
3) Neutropenia
Neutropenia merupakan gangguan yang terjadi pada
neutrofil, dimana kadar neutrofil berada dibawah Abslotue
Neutrophil Count (ANC). Ambang untuk ANC sendiri berada di
≈1.5–2 × 109 /L untuk dewasa berjulit putih dan ≈1,2–1,3 × 109 /L
untuk dewasa berkulit hitam. Terdapat istilah Severe Chronic
Neutropenia (SCN), yaitu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan keadaan kadar ANC dibawah 0,5× 109 /L yang terjadi
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Neutropenia
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti obat-obatan, radiasi,
racun (alkohol dan lain lain), dan infeksi (McPherson dan Pincus,
2011). Menurut Karolina, dkk (2017), terdapat dua status dalam
neutropenia, yaitu neutropenia sementara dan neutropenia status
kronis. Neutropenia sementara ialah keadaan dimana neutropenia
hanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu.
Sedangkan neutropenia status kronis, ialah neutropenia yang terjadi
disebabkan oleh imun, genetik, dan kongenital dan dapat
berlangsung beberapa bulan hingga seumur hidup.
4) Leukimia
Leukemia merupakan penyakit keganasan, dimana
terjadinya proliferasi yang tidak terkontrol dari SDP. Leukemia
ditandai dengan adanya sumsum tulang normal yang tergantikan
oleh sel darah absnormal atau sel leukemik. SDP pada penderita
leukemia mencapai 500.000/mm3 sedangkan pada keadaan normal,
SDP sebesar 7000/ mm3. Leukemia dapat menyebabkan anemia, hal
tersebut disebabkan oleh eritropoiesis yang berkurang dan
terjadinya pendarahan internal akibat defisiensi trombosit.
Sementara itu, trombosit berfungsi untuk mencagah pendarahan jika
terjadi defisiensi dari trombosit maka akan mudah terjadi
pendarahan. Oleh karena itu, pendarahan merupakan penyebab
tersering kematian pada penderita leukemia (Sherwood, 2016).
5) Polisitemia
Polisitemia atau biasa disebut sebagai eritrositosis adalah
gangguan yang terjadi pada eritrosit dimana terjadi peningkatan sel
darah merah dalam sirkulasi darah. Polisitemia juga dapat diartikan
sebagai keadaan dimana kadar hemoglobin melebihi 16 gr/dl atau
hematokrit lebih dari 48% untuk wanita dewasa dan melebihi 16,5
gr/dl atau hematokrit lebih dari 49% untuk laki-laki dewasa. Bahkan
terdapat kasus dimana hematokrit melebihi 56% untuk wanita dan
melebihi 60% untuk laki-laki, kasus ini diasumsikan sebagai
polisitimia absolut (Cahyanur dan Rinaldi, 2019). Menurut
Sherwood (2016), polisitemia dibagi menjadi dua, yaitu polistiemia
primer dan polisitemia sekunder. Polisitemia primer merupakan
polisitemia yang disebabkan oleh adanya tumor pada sumsum
tulang. Sedangkan polisitemia sekunder merupakan mekanisme
erythropoietin-induced adaptive untuk meningkatkan kapasitas
darah dalam membawa oksigen sebagai respon terhadap penurunan
berkepanjangan dalam pengiriman oksigen ke jaringan. Polistemia
sekunder merupakan hal yang normal terjadi pada orang yang
tinggal di dataran tinggi, dimana lebih sedikit oksigen yang tersedia
di udara.
6) Limfositosis
Limfositosis merupakan keadaan pada saat kadar limfosit
absolut dalam darah >4x109/l. Beberapa penyebab limfositosis
adalah leukemia, waldenstrom macroglobulinaemia, limfoma
maligna, infeksi virus, stress (misalnya pada keadaan infark
miokard), trauma, penyakit rheumatoid, dan kerja berat atau
olahraga berlebihan (Firani, 2018).
7) Limfositopenia
Limfositopenia merupakan keadaan pada saat kadar limfosit
absolut dalam darah <1,5x109/l. Beberapa penyebab limfositopenia
adalah penyakit ganas (limfoma maligna, keganasan non-
haematopoietic), penyakit rheumatoid, infeksi (HIV, hepatitis,
influenza, bacterial), dan kemoterapi (Firani, 2018).
8) Basofilia
Basofilia merupakan keadaan ketika kadar basophill absolut
dalam darah >0,1x109/l. Basofilia dapat dijumpai pada kondisi
sebagai berikut, yaitu pada penyakit myeloproliferatif (leukemia
myeloid kronik, polisitemia vera, myelofibrosis, leukemia basofilik),
hypothyroidism, reaksi hipersensitifitas yang dimediasi oleh IgE,
inflamasi (penyakit rheumatoid), obat, infeksi virus, radiasi, dan
hyperlipidemia (Firani, 2018).
9) Basopenia
Basopenia merupakan keadaan ketika kadar basophil absolut
dalam darah <0,1x109/l. Basopenia dapat dijumpai pada kondisi
sebagai berikut, yaitu pada leukositosis (pada saat infeksi dan
inflamasi), tirotoksikosis, perdarahan, dan alergi (Firani, 2018).
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :


1. Pada pemeriksaan hemoglobin Ny. A (35 thn) didapatkan hasil 12,2 gr%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Ny. A memiliki kadar
hemoglobin yang normal karena jumlah hemoglobinnya berada di rentang
normal yaitu 11,5 – 16,5 gr%.
2. Pada pemeriksaan hitung jumlah leukosit, diperoleh hasil leukosit Ny. A
6.000/mm3. Hal ini menunjukkan bahwa Ny. A memiliki jumlah leukosit
normal dewasa menurut Dice (2017) karena berada di rentang 4–10 ×109/l
atau 4-10 ribu/mm3.
3. Pada hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit, dapat disimpulkan bahwa
presentase dari semua jenis leukosit dalam keadaan normal sesuai dengan
rujukan Miller. Ny. A memiliki presentase eusinofil 3% yang termasuk
dalam rentang normal yaitu 1-4%, lalu basophil 1% dalam rentang normal
yaitu 0-1%, stab neutrophil 2% berada dalam rentang normal yaitu 2-5%,
segmen neutrophil 68% berada dalam rentang normal yaitu 50-70%,
limfosit 20% berada dalam rentang normal yaitu 20-40%, serta monosit 6%
yang juga berada dalam rentang normal yaitu 1-6%.
DAFTAR PUSTAKA

Asrat, D. E. 2016. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit Antara


Metode Manual Improved Neubauer Dengan Metode Automatic Hematology
Analyzer Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsud Kota Kendari. Karya Ilmiah
Diploma III. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari.

Bain, B. J., Bates, I., dan Laffan, M. A. 2017. Dacie and Lewis Practical
Haematology. Twelfth Edition. Elsevier. London.

Cahyanur, R. dan Rinaldi, I. 2019. Pendekatan klinis polisitemia. Jurnal Penyakit


Dalam Indonesia. 6(3): 156-161.
Faatih, M., Sariadji, K., Susanti, I., Putri, R.R., Dany, F., dan Nikmah, U. A.
2017. Penggunaan alat pengukur hemoglobin di puskesmas polindes dan
pustu. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan. 1(1):
32-39

Ferdhyanti, A. U. 2019. Teknik Hitung Leukosit dan Eritrosit Urine. Uwais


Inspirasi Indonesia. Ponorogo.

Firani, N. K. 2018. Mengenali Sel-Sel Darah dan Kelainan Darah. Tim UB Press.
Malang.

Karolina, M. E., Silaban, D. J., dan Permana, O. 2017. Gambaran Hitung Jumlah
dan Jenis Leukosit serta Pola Makan pada Komunitas Suku Anak Dalam
di Desa Bukit Suban dan Sekamis Kabupaten Sarolangun Tahun 2016.
JMJ. 5(2): 104-116.

Kusumawati, E., Lusiana, N., Mustika, I., Hidayati, S., Andyarini, E.N., 2018.
Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin (Hb) Remaja
Menggunakan Metode Sahli dan Digital (Easy Touch GCHb). Journal of
Health Science and Prevention. 2(2): 94-98.
Lestari, P. I., Lipeto, N. I., dan Almurdi. 2017. Hubungan Konsumsi Zat Besi
dengan Kejadian Anemia pada Murid Smp Negeri 27 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 6(3): 507-511.
Mardiana, & Rahayu, I. G. (2017). Pengantar Laboratorium Medik. In Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Pp. 4–8).
Http://Library1.Nida.Ac.Th/Termpaper6/Sd/2554/19755.Pdf

Martini, F. H., et al. 2015. Human Anatomy. 8th ed. Pearson. New York. p. 542.

McPherson dan Pincus. 2011. Henry’s Clinical Diagnosis and Management 22nd
Ed. ELSEVIER SAUNDERS. Philadelphia.

Praptomo, A. J. 2018. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit


Metode Langsung (Rees Ecker),Metode Tidak Langsung (Fonio), dan Metode
Automatik (Hematologi Analyzer). Jurnal Medika. 1(1) : 1-12.

Prawesti, D. W. 2016. Pemeriksaan Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit


pada Pasien Tuberkulosis Rawat Inap di RSUD Ciamis Tahun 2016. Karya
Tulis Ilmiah. Program Studi D3 Analis Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Ciamis. Ciamis. (Dipublikasikan)

Rinawati, D., & Reza, M. 2016. Gambaran Hitung Jumlah dan Jenis Leukosit pada
Eks Penderita Kusta di Rsk Sitanala Tangerang Tahun 2015. Jurnal Medikes
(Media Informasi Kesehatan). 3(1): 99–105.

Rinny Ardina, & Sherly Rosalinda. 2018. Morfologi Eosinofil pada Apusan Darah
Tepi Menggunakan Pewarnaan Giemsa, Wright, dan Kombinasi Wright-
Giemsa. Jurnal Surya Medika. 3(2): 5–12.

Sherwood, L. 2012. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Cengange Learning,


Inc. California. p. 419.

Sherwood, L. 2016. Human Physiology From Cells to System 9th Ed. Cengage
Learning, Inc. California.
Sherwood,L.,2017. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC

Siswandari, W., Indriani, V., Lestari, T. 2020. Buku Petunjuk Praktikum Patologi
Klinik. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. p. 64-65, 69.
Tiho, V. I. R. G., Mewo, Y. M., & Tiho, M. (2016). Gambaran Kadar Hemoglobin
Pada Pekerja Bangunan. Jurnal E-Biomedik, 4(2), 2–7.
Https://Doi.Org/10.35790/Ebm.4.2.2016.14620

Anda mungkin juga menyukai