Disusun Oleh :
Geema Swasti Az-Zahra Wibowo (G1B020021)
2020
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
B. Tujuan ..................................................................................................... 3
C. Manfaat.................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................ 5
KESIMPULAN ................................................................................................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pengukuran kadar
hemoglobin dalam sampel darah yang diberikan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan perhitungan
jumlah leukosit dalam sampel darah yang diberikan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pemeriksaan
hitung jenis leukosit dalam sampel darah yang diberikan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan pembuatan
Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT)
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan pegukura kadar
hemoglobin dalam darah
2. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan perhitungan jumlah
leukosit
3. Mahasiswa dapat menjelaskan serta melakukan pemeriksaan hitung
jenis leukosit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1) Pemeriksaan Hemoglobin
Metode Sahli ialah salah satu jenis metode dalam mengukur kadar
hemoglobin yang dilaksanakan secara visual. Pengukuran kadar
hemoglobin dengan mengencerkan darah menggunakan larutan HCL
sehingga hemoglobin dapat berubah menjadi asam hematin, selanjutnya
akan di campur dengan aquadest hingga warnya sudah sesuai dengan warna
standar. Alasan penggunaan HCl ialah karena HCl merupakan asam
monoprotik yang sulit menjalani reaksi redoks, lalu HCl juga merupakan
asam yang paling tidak berbahaya jika dibandingkan dengan asam kuat
lainnya, dan dikarenakan HCL mengandung ion klorida yang tidak beracun.
Oleh sebab itu, HCl diputuskan dapat menjadi reagen pengasam yang sangat
baik (Kusumawati, dkk, 2018).
Leukosit atau sel darah putih merupakan suatu unit yang memiliki
peran dalam sistem kekebalan tubuh. Leukosit dengan beragam jenisnya
beserta protein plasma membentuk suatu sistem imun yang merupakan
sistem pertahanan tubuh yang dapat mengenali dan menghancurkan juga
menetralkan benda luar yang asing bagi tubuh (Sherwood, 2012).
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑳𝒆𝒖𝒌𝒐𝒔𝒊𝒕 =
a. Eosinofil : 1 – 4 %.
b. Basofil : 0 – 1 %.
c. Stab : 2 – 5 %.
d. Segmen : 50 – 70 %.
e. Limfosit : 20 – 40 %.
f. Monosit : 1 – 6 %.
Oleh karena itu, perubahan jumlah persentase dari tiap jenis sel
leukosit dapat menunjukkan infeksi yang dialami oleh tubuh seseorang
(Prawesti, 2016).
a. Neutrofil
Neutrofil memiliki ciri sitoplasma yang didalamnya terdapat
granula yang berwarna pucat, dan berwarna netral, memiliki
diamater berkisar 12–15 μm. Selain itu, neutrofil memiliki inti
yang padat dan terdiri dari lobus-lobus. Neutrofil merupakan sel
darah putih yang pertama kali tiba di tempat yang terinfeksi.
Memiliki fungsi untuk melakukan fagositosis, dan juga mencerna
bakteri (Martini, et al., 2015). Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit, jika terlihat jumlah neutrofil mengalami peningkatan
hingga diatas batas normal, dapat dinyatakan bahwa pasien
mengalami infeksi jangka pendek atau infeksi akut (Prawesti,
2016).
b. Eosinofil
Eosinofil atau biasa juga disebut asidofil memiliki ciri
granula pada sitoplasmanya terwarnai oleh eosin sehingga terlihat
berarna merah. Eosinofil juga memiliki ukuran yang hampir sama
dengan neutrofil juga memiliki inti sel yang berlobus 2. Eusinofil
memiliki fungsi untuk memfagositosis zat yang diselubungi oleh
antibodi. Jumlah eosinofil akan mengalami peningkatan jika
terjadi reaksi alergi atau infeksi dari parasit. Selain itu eusinofil
juga berfungsi untuk mengurangi tingkat inflamasi (Martini, et
al., 2015).
c. Basofil
Basofil memiliki ciri memiliki granul yang dapat terwarnai
oleh pewarna dasar sehingga terlihat berwarna ungu tua atau biru.
Granula basofil mengandung histamin dan heparin. Basofil dapat
melakukan migrasi ke jaringan yang mengalami kerusakan.
Selain itu, basofil memiliki fungsi untuk menstimulasi sel mast
dan sel leukosit lainnya ke jaringan yang mengalami kerusakan
(Martini, et al., 2015). Jumlah basofil akan mengalami
peningkatan jika seseorang mengalami infeksi akut (Prawesti,
2016).
d. Limfosit
Limfosit memiliki ciri sitoplasmanya yang sangat sedikit dan
terlihat tipis, dan memiliki inti sel yang besar, bulat, dan berwarna
keunguan. Limfosit memiliki ukuran sedikit lebih besar
dibandingkan eritrosit. Limfosit berperan pada sistem imun
spesifik. Limfosit terdiri dari beberapa jenis, seperti limfosit T,
limfosit B, dan sel NK (Natural Killer), yang berperan dalam
mengawasi sistem imun, menghancurkan jaringan yang tidak
normal, dan mencegah kanker (Martini, et al., 2015). Lalu,
peningkatan jumlah limfosit menunjukkan kondisi seseorang
yang mengalami infeksi kronis (Prawesti, 2016).
e. Monosit
Ciri dari monosit adalah memiliki diameter sebesar 16–20
μm yang menandakan monosit merupakan sel leukosit yang
terbesar. Monosit juga berbentuk bulat dengan inti sel yang besar
dan berbentuk oval seperti bentuk ginjal. Monosit hanya beberapa
hari di sirkulasi tubuh hingga akhirnya memasuki jaringan dan
berdeferensiasi menjadi makrofag. Makrofag memiliki fungsi
untuk melakukan fagositosis, selain itu makrofag adalah sel yang
tiba di jaringan yang terinfeksi setelah neutrofil (Martini, et al.,
2015). Lalu, peningkatan jumlah dari monosit sendiri
menunjukkan kondisi seseorang yang mengalami infeksi kronis
(Prawesti, 2016).
D. Aplikasi Klinis
1) Anemia
Anemia dapat dijelaskan sebagai keadaan dimana kadar
hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrositnya menurun, sehingga
jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin yang beredar dalam tubuh
melalui pembuluh darah tidak mampu memenuhi fungsinya untuk
menyediakan kadar oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan pada
tubuh (Lestari, dkk, 2017). Menurut Hoffbrand dan Moss (2011),
anemia dapat didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi
hemoglobin darah, dimana kadar hemoglobinnya berada di bawah
batas normal. Kadar hemoglobin baru dapat dikatakan sebagai
anemia jika berada dibawah nilai 13,5 gr% untuk laki-laki dewasa,
dibawah 11,5 gr% untuk wanita dewasa, dibawah 11 gr% untuk usia
2 tahun hingga pubertas, dan dibawah 14 gr% untuk bayi baru lahir.
Anemia biasanya disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat,
infeksi, menstruasi, trauma yang menyebabkan hilangnya sel darah
merah, penurunan atau kelainan pembentukan sel, dan pendarahan
kronis (Lestari, dkk, 2017).
Sementara itu, menurut Sherwood (2016), anemia
berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi 6 kategori,
yaitu:
a. Nutritional Anemia
Anemia jenis ini dapat terjadi akibat kurangnya nurtisi yang
dibutuhkan untuk erythropoiesis. Nutrisi untuk erythropoiesis
sendiri bergantung pada suplai dari luar tubuh yang adekuat
karena beberapa nutrisi untuk erythropoiesis tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh.
b. Pernicious Anemia
Anemia jenis ini dapat terjadi akibat dari ketidakmampuan
tubuh dalam mengasbropsi vitamin B yang telah di cerna
sebelymnya oleh sistem digesti. Sementara itu, vitamin B
berperan penting dalam proses produksi dan maturasi RBC.
c. Aplastic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh sumsum tukang yang gagal
dalam memproduksi RBC. Hal tersebut dapat terjaid karena
senyawa kimia yang beeacun, radiasi, adanya sel kanker pada
sumsum tulang, dan lain sebagainya.
d. Renal Anemia
Renal anemi dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan
pada ginjal. Ketika terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal
akan sedikit dalam mensekresikan erythropoietin sementara
erythropoietin merupakan stimulus utama dalam proses
erythropoiesis dan kurangnya sekresi erythropoietin dari ginjal
dapat merujuk pada tidak cukup produksi dari RBC.
e. Hemorrhagic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh hilangnya darah, baik
terjadi secara akut, seperti pendarahan pada luka maupun secara
kronis, seperti menstruasi yang berlebihan atau berkepanjangab.
f. Hemolytic Anemia
Anemia jenis ini disebabkan oleh eritrosit yang beredar
banyak yang pecah. Pecahnya eritrosit dapat disebabkan karena
faktor eksternal maupun faktor internal berupa sel yang
mengalami kematian.
2) Neutrofilia
Neutrofilia merupakan gangguan pada netrofil dimana
netrofil berada diatas ambang nilai normal. Nilai normal biasanya
berada pada 1.8–7.0 × 103 /μL untuk orang dewasa dan 1.0–8.5 ×
103 /μL untuk anak-anak. Neutrofilia biasanya disebabkan oleh
keracunan logam berat dan bahan kimia, infeksi bakteri, dan
gangguan pada sistem metabolisme tubuh. Neutrofilia dapat dilihat
peningkatannya pada saat pemeriksaan hitung jenis dengan
membandingkan nutrofil mature dengan neutrofil immature
(McPherson dan Pincus, 2011).
3) Neutropenia
Neutropenia merupakan gangguan yang terjadi pada
neutrofil, dimana kadar neutrofil berada dibawah Abslotue
Neutrophil Count (ANC). Ambang untuk ANC sendiri berada di
≈1.5–2 × 109 /L untuk dewasa berjulit putih dan ≈1,2–1,3 × 109 /L
untuk dewasa berkulit hitam. Terdapat istilah Severe Chronic
Neutropenia (SCN), yaitu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan keadaan kadar ANC dibawah 0,5× 109 /L yang terjadi
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Neutropenia
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti obat-obatan, radiasi,
racun (alkohol dan lain lain), dan infeksi (McPherson dan Pincus,
2011). Menurut Karolina, dkk (2017), terdapat dua status dalam
neutropenia, yaitu neutropenia sementara dan neutropenia status
kronis. Neutropenia sementara ialah keadaan dimana neutropenia
hanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu.
Sedangkan neutropenia status kronis, ialah neutropenia yang terjadi
disebabkan oleh imun, genetik, dan kongenital dan dapat
berlangsung beberapa bulan hingga seumur hidup.
4) Leukimia
Leukemia merupakan penyakit keganasan, dimana
terjadinya proliferasi yang tidak terkontrol dari SDP. Leukemia
ditandai dengan adanya sumsum tulang normal yang tergantikan
oleh sel darah absnormal atau sel leukemik. SDP pada penderita
leukemia mencapai 500.000/mm3 sedangkan pada keadaan normal,
SDP sebesar 7000/ mm3. Leukemia dapat menyebabkan anemia, hal
tersebut disebabkan oleh eritropoiesis yang berkurang dan
terjadinya pendarahan internal akibat defisiensi trombosit.
Sementara itu, trombosit berfungsi untuk mencagah pendarahan jika
terjadi defisiensi dari trombosit maka akan mudah terjadi
pendarahan. Oleh karena itu, pendarahan merupakan penyebab
tersering kematian pada penderita leukemia (Sherwood, 2016).
5) Polisitemia
Polisitemia atau biasa disebut sebagai eritrositosis adalah
gangguan yang terjadi pada eritrosit dimana terjadi peningkatan sel
darah merah dalam sirkulasi darah. Polisitemia juga dapat diartikan
sebagai keadaan dimana kadar hemoglobin melebihi 16 gr/dl atau
hematokrit lebih dari 48% untuk wanita dewasa dan melebihi 16,5
gr/dl atau hematokrit lebih dari 49% untuk laki-laki dewasa. Bahkan
terdapat kasus dimana hematokrit melebihi 56% untuk wanita dan
melebihi 60% untuk laki-laki, kasus ini diasumsikan sebagai
polisitimia absolut (Cahyanur dan Rinaldi, 2019). Menurut
Sherwood (2016), polisitemia dibagi menjadi dua, yaitu polistiemia
primer dan polisitemia sekunder. Polisitemia primer merupakan
polisitemia yang disebabkan oleh adanya tumor pada sumsum
tulang. Sedangkan polisitemia sekunder merupakan mekanisme
erythropoietin-induced adaptive untuk meningkatkan kapasitas
darah dalam membawa oksigen sebagai respon terhadap penurunan
berkepanjangan dalam pengiriman oksigen ke jaringan. Polistemia
sekunder merupakan hal yang normal terjadi pada orang yang
tinggal di dataran tinggi, dimana lebih sedikit oksigen yang tersedia
di udara.
6) Limfositosis
Limfositosis merupakan keadaan pada saat kadar limfosit
absolut dalam darah >4x109/l. Beberapa penyebab limfositosis
adalah leukemia, waldenstrom macroglobulinaemia, limfoma
maligna, infeksi virus, stress (misalnya pada keadaan infark
miokard), trauma, penyakit rheumatoid, dan kerja berat atau
olahraga berlebihan (Firani, 2018).
7) Limfositopenia
Limfositopenia merupakan keadaan pada saat kadar limfosit
absolut dalam darah <1,5x109/l. Beberapa penyebab limfositopenia
adalah penyakit ganas (limfoma maligna, keganasan non-
haematopoietic), penyakit rheumatoid, infeksi (HIV, hepatitis,
influenza, bacterial), dan kemoterapi (Firani, 2018).
8) Basofilia
Basofilia merupakan keadaan ketika kadar basophill absolut
dalam darah >0,1x109/l. Basofilia dapat dijumpai pada kondisi
sebagai berikut, yaitu pada penyakit myeloproliferatif (leukemia
myeloid kronik, polisitemia vera, myelofibrosis, leukemia basofilik),
hypothyroidism, reaksi hipersensitifitas yang dimediasi oleh IgE,
inflamasi (penyakit rheumatoid), obat, infeksi virus, radiasi, dan
hyperlipidemia (Firani, 2018).
9) Basopenia
Basopenia merupakan keadaan ketika kadar basophil absolut
dalam darah <0,1x109/l. Basopenia dapat dijumpai pada kondisi
sebagai berikut, yaitu pada leukositosis (pada saat infeksi dan
inflamasi), tirotoksikosis, perdarahan, dan alergi (Firani, 2018).
BAB III
KESIMPULAN
Bain, B. J., Bates, I., dan Laffan, M. A. 2017. Dacie and Lewis Practical
Haematology. Twelfth Edition. Elsevier. London.
Firani, N. K. 2018. Mengenali Sel-Sel Darah dan Kelainan Darah. Tim UB Press.
Malang.
Karolina, M. E., Silaban, D. J., dan Permana, O. 2017. Gambaran Hitung Jumlah
dan Jenis Leukosit serta Pola Makan pada Komunitas Suku Anak Dalam
di Desa Bukit Suban dan Sekamis Kabupaten Sarolangun Tahun 2016.
JMJ. 5(2): 104-116.
Kusumawati, E., Lusiana, N., Mustika, I., Hidayati, S., Andyarini, E.N., 2018.
Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin (Hb) Remaja
Menggunakan Metode Sahli dan Digital (Easy Touch GCHb). Journal of
Health Science and Prevention. 2(2): 94-98.
Lestari, P. I., Lipeto, N. I., dan Almurdi. 2017. Hubungan Konsumsi Zat Besi
dengan Kejadian Anemia pada Murid Smp Negeri 27 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 6(3): 507-511.
Mardiana, & Rahayu, I. G. (2017). Pengantar Laboratorium Medik. In Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (Pp. 4–8).
Http://Library1.Nida.Ac.Th/Termpaper6/Sd/2554/19755.Pdf
Martini, F. H., et al. 2015. Human Anatomy. 8th ed. Pearson. New York. p. 542.
McPherson dan Pincus. 2011. Henry’s Clinical Diagnosis and Management 22nd
Ed. ELSEVIER SAUNDERS. Philadelphia.
Rinawati, D., & Reza, M. 2016. Gambaran Hitung Jumlah dan Jenis Leukosit pada
Eks Penderita Kusta di Rsk Sitanala Tangerang Tahun 2015. Jurnal Medikes
(Media Informasi Kesehatan). 3(1): 99–105.
Rinny Ardina, & Sherly Rosalinda. 2018. Morfologi Eosinofil pada Apusan Darah
Tepi Menggunakan Pewarnaan Giemsa, Wright, dan Kombinasi Wright-
Giemsa. Jurnal Surya Medika. 3(2): 5–12.
Sherwood, L. 2016. Human Physiology From Cells to System 9th Ed. Cengage
Learning, Inc. California.
Sherwood,L.,2017. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC
Siswandari, W., Indriani, V., Lestari, T. 2020. Buku Petunjuk Praktikum Patologi
Klinik. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. p. 64-65, 69.
Tiho, V. I. R. G., Mewo, Y. M., & Tiho, M. (2016). Gambaran Kadar Hemoglobin
Pada Pekerja Bangunan. Jurnal E-Biomedik, 4(2), 2–7.
Https://Doi.Org/10.35790/Ebm.4.2.2016.14620