LAN RI
MAKARTI BHAKTI NAGARI
Penanggung Jawab
Tri Widodo Wahyu Utomo
Widhi Novianto
Abdullah Manshur
Penulis
Evy Trisulo Dianasari
Riyadi Sri Purnomo
Frenky Kristian Saragi
Dewi Oktaviani
Fahrizal
Rico Hermawan
Isni Kartika Larasati
Administrasi
Tisa Lestari
Yana Suryana
Niken Andonrani
Sri Handayani
Sri Sukarni
Kontributor
Dr. Ir. Arif Yahya, M.Sc
Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ
Lydia Silvanna Djaman, SH, LLM
Drs. Yanuar Ahmad, MPA
Prof. Dr. Syamsuddin Haris, M.Si
Bunyamin, SH, MH
Diterbitkan oleh
Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara – Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran No.10 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3868201-05, Fax (021) 3868208
D
alam beberapa kali kesempatan, Presiden Joko Widodo selalu berpesan akan
pentingnya melakukan perbaikan dalam penataan organisasi kementerian dan
lembaga melalui reformasi struktural. Reformasi struktural yang dimaksud adalah
upaya untuk membenahi proses pelayanan organisasi pemerintah kepada publik. Masih
berbelit-belit dan panjangnya proses birokrasi menimbulkan daya saing Indonesia masih
rendah dibanding negara lainnya sehingga menghambat realisasi investasi dan peningkatan
ekspor. Kekakuan dalam organisasi pemerintahan merupakan penghambat dalam melakukan
investasi di Indonesia, sehingga hal ini harus dapat terus diperbaiki oleh organisasi pemerintah.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan menghilangkan kekakuan struktur
organisasi pemerintah, tentunya diperlukan sebuah struktur organisasi yang fleksibel
dan responsif (agile) sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan strategis yang
cenderung berubah dan dinamis. Kebutuhan organisasi yang lincah, adaptif, dan responsif
saat ini merupakan sebuah keharusan untuk dapat terus eksis dan mampu menang dalam
menghadapi persaingan global baik tingkat regional dan internasional. Apabila melihat
organisasi pemerintahan saat ini, masih cenderung belum mampu melakukan sebuah
kelincahan dalam merespon perkembangan lingkungan strategis, sehingga banyak yang
terlambat dan kehilangan momentum dalam merespon perubahan dan tuntutan pelayanan
masyarakat yang berkualitas dan cepat.
Oleh sebab itulah diperlukan sebuah penataan organisasi yang memberikan perbaikan
dalam struktur birokrasi pemerintah sehingga memberikan kemampuan organisasi untuk
dapat memberikan respon yang cepat dan adaptif dalam menyikapi perubahan lingkungan
strategis saat ini. Prinsip-prinsip penataan organisasi yang masih mengedepankan
kekakuan-kekakuan prinsip dan pakem yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasi
pemerintahan modern yang cepat dan lincah dalam aktivitasnya perlu dilakukan perbaikan
dan penyesuaian agar organisasi pemerintah di Indonesia tidak terus tertinggal dan gagap
menyikapi perubahan lingkungan strategis dan tuntutan pelayanan masyarakat.
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 iii
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Adanya pedoman penataan organisasi kementerian dan lembaga yang telah dihasilkan
oleh Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara merupakan jawaban atas ketidakjelasan
dan panjangnya prosedur dalam menata sebuah organisasi kementerian/lembaga. Dalam
kajian evaluasi kebijakan penataan organisasi kementerian/lembaga yang telah diselesaikan
ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru bagi setiap organisasi kementerian dan
lembaga dalam melakukan penataan organisasinya kearah organisasi pemerintahan yang
berlandaskan pada prinsip agensifikasi yaitu pemberian kewenangan yang lebih luas dalam
penataan organisasinya serta agile, adaptif dan responsif yang berdasarkan strategi yang di
tetapkan dengan tujuan pencapaian kinerja organisasi.
Adi Suryanto
D
inamika penataan organisasi Kementerian/Lembaga merupakan salah satu
permasalahan yang terus menjadi perbincangan publik dalam rangka memenuhi
tuntutan untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan berkelas
dunia. Permasalahan yang terjadi tidak hanya terpusat pada ukuran dan besaran organisasi,
melainkan juga bagaimana sebuah organisasi mempunyai keleluasaan untuk mendesain
dirinya sendiri dalam pencapaian kinerja, dengan mengacu pada mandat, visi misi, strategi
organisasi yang ditetapkan.
Perhatian saat ini dalam penataan organisasi kementerian/lembaga adalah keinginan
untuk mendapatkan ruang yang lebih leluasa dalam menata struktur organisasi dan
nomenklatur sebuah kementerian/lembaga. Sisi lain dari penataan organisasi adalah masih
menggunakan paradigma lama yang memerlukan penyesuaian dengan kondisi birokrasi
saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut kami mengusulkan penerapan prinsip agensifikasi
dalam penataan organisasi yang berorientasi pada tiga hal yakni (1) didasarkan pada visi misi
dan strategi untuk mencapainya (Structure Follow Strategy),dan berorientasi pada pencapaian
kinerja (Strategy Follow Performance), (2) Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan
lingkungan strategis (Agile Organization), (3) Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya
manusia, Anggaran, Sarana Prasarana (Compatible Organization).
Terlepas dari persoalan esensial tersebut di atas, penataan organisasi Kementerian/
Lembaga tetap harus terus dilakukan dan disempurnakan dengan pemahaman yang lebih
komprehensif dan dipraktikkan oleh segenap pihak yang terlibat dalam penataan organisasi
Kementerian/Lembaga. Berdasarkan masukan dan saran dari banyak instansi Kementerian/
Lembaga, dapat disimpulkan cukup banyak Kementerian/Lembaga yang membutuhkan
pedoman teknis dalam penataan organisasinya, walaupun telah ada kebijakan pemerintah
yang mengatur penataan organisasi pemerintah ditingkat pusat dan daerah, namun masih
ada beberapa hal yang perlu dilengkapi, diperjelas dan disempurnakan untuk mencapai
organisasi kementerian/lembaga yang berkinerja tinggi. Mencermati hal tersebut, maka
Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara, Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara melakukan kajian evaluasi kebijakan
penataan organisasi kementerian/lembaga dengan output akhir berupa pedoman penataan
organisasi kementerian dan lembaga.
Kami berharap semoga kajian evaluasi kebijakan penataan organisasi kementerian/
lembaga dapat memberikan manfaat yang lebih luas dalam rangka memberikan kejelasan
arah dalam melakukan penataan organisasi di kementerian/lembaga. Kami menyadari
bahwa kajian ini belum sempurna, dan tentunya masih terdapat kekurangannya. Oleh sebab
itu, kami mengundang saran konstruktif dari para pemangku kepentingan untuk perbaikan
dan penyempurnaan kajian ini.
Kami menyampaikan terima kasih kepada tim penulis, tim editor, dan berbagai pihak
yang telah berkontribusi dalam kajian ini. Semoga amal ibadah tersebut mendapat ridho dari
Tuhan yang Maha Esa dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.
SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Kajian 5
D. Output/ Keluaran 5
E. Manfaat Kajian 5
F. Ruang Lingkup Kajian 5
G. Metode Penelitian 6
1. Pendekatan Kajian 6
2. Sumber dan Jenis Data 6
3. Teknik Pengumpulan Data 8
4. Instrumen Penelitian 8
5. Teknis Analisis Data 9
6. Kerangka Pikir Kajian 10
H. Sistematika Penulisan 11
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 vii
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
vvv
viii PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
DAFTAR TABEL
vvv
vvv
A. Latar Belakang
P
enyelenggara negara mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan tujuan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan negara adalah untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Oleh karena itu, sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,
Pemerintah Negara Republik Indonesia bertekad menjalankan fungsi pemerintahan
negara ke arah tujuan yang dicita-citakan.
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Untuk mewujudkan organisasi kementerian negara yang tepat fungsi dan tepat ukuran
serta mendukung efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, berbagai peraturan
perundang-undangan dari tingkat Undang-Undang hingga Peraturan Menteri menjadi
landasan hukum.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan lingkungan strategis, maka tidak
menutup kemungkinan bahwa organisasi Kementerian/Lembaga (selanjutnya disebut
K/L) harus segera menyesuaikan diri dengan melakukan penataan ulang organisasi.
Penataan tersebut meskipun diperbolehkan namun tetap memperhatikan rambu-
rambu yang telah ditentukan. Rambu-rambu yang saat ini menjadi hukum positif untuk
menata organisasi K/L mencakup pembatasan jumlah dan nama nomenklatur dari
setiap hirarki organisasi.
Mencermati dari tingkat Undang-Undang, mengenai Kementerian Negara
diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang di dalamnya memuat
Dari tabel tersebut, dapat diperhatikan bahwa untuk jumlah unsur pelaksana pada
Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal dari tingkatan Deputi hingga pengawas
memiliki beberapa variasi jumlah yang masing-masing kementerian bervariasi. Jika
mengacu pada Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015, maka disebutkan
bahwa “Penentuan jumlah Direktorat Jenderal didasarkan pada analisis organisasi
dan beban kerja” yang besarannya sudah tertuang secara jelas dalam peraturan tersebut.
Hal tersebut diatas menginformasikan bahwa dalam Penataan organisasi K/L saat ini
masih dimungkinkan adanya perbedaan dalam jumlah nomenklatur eselon II, walaupun
sudah ada peraturan perundangan yang mengaturnya, sehingga diperlukan adanya
kejelasan kebijakan yang membolehkan hal tersebut terjadi. Hal ini menginformasikan
bahwa jumlah penamaan nomenklatur bisa saja berbeda dengan aturan yang ada,
karena melihat besaran kementerian, atau beban tugas dan fungsi atau mandat yang
diemban oleh sebuah kementerian.
Dari tabel tersebut, diperhatikan bahwa untuk jumlah unsur eselon pelaksana
(Deputi) bervariasi dalam jumlah nomenklaturnya, namun variasi jumlah yang terjadi
hanya terjadi pada beberapa Lembaga saja yang melewati batas atasnya, dan jumlahnya
tidak banyak. Walaupun demikian, perlu penjelasan pula, mengapa perbedaan jumlah
struktur pada struktur organisasi di Lembaga dapat terjadi dan melebihi dari aturan
mengenai jumlah nomenklatur. Apakah hal ini memang dibolehkan dalam aturan atau
ada kebijakan khusus pula yang diberikan oleh instansi yang menfasilitasi Penataan
organisasi K/L.
Sementara itu pada Pasal 97 ayat (2) Peraturan Presiden no 7 Tahun 2015 pada
pokoknya menyebutkan bahwa susunan organisasi diusulkan masing-masing Menteri
ke Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur Negara
untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden. Sementara pada Pasal 98 disebutkan
bahwa pada pokoknya untuk organisasi kementerian eselon II perlu persetujuan
tertulis Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur
Negara.
Mengacu pada pasal-pasal yang disebutkan diatas, maka Kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur Negara memiliki peran
yang signifikan. Pemaknaan dari klausul “diusulkan ke Menteri bidang aparatur
negara” untuk Eselon I dan klausul “persetujuan tertulis Menteri bidang aparatur
negara” untuk Eselon II diperlukan kejelasan dalam mekanismenya sehingga
dapat terjabarkan kewenangan dari masing-masing pihak yakni kementerian yang
mengusulkan dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Aparatur Negara.
Dari penjabaran diatas, maka Lembaga Administrasi Negara (LAN) cq Pusat Kajian
Kebijakan Administrasi Negara (PK2AN) tahun ini melaksanakan penyusunan Kajian
Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang sebagaimana dijabarkan
diatas, maka pada Kajian ini dirumuskan masalah yakni :
Bagaimana formulasi penataan organisasi K/L yang efektif dan efisien serta
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang didasarkan
mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa, pemerintahan
desentralistik, dan peran pemerintah?
C. Tujuan Kajian
Tujuan dilakukannya kegiatan Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis mekanisme penataan
organisasi K/L saat ini;
2. Merumuskan mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif, efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang
didasarkan mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa,
pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah.
D. Output/ Keluaran
Output atau keluaran dari kajian ini adalah tersedianya 1 (satu) laporan kajian yang
didalamnya memuat:
1. Hasil Analisis mekanisme penataan organisasi K/L;
2. Rekomendasi mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif, efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang
didasarkan mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa,
pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah;
3. Pedoman penataan organisasi K/L.
E. Manfaat Kajian
Manfaat yang ingin diperoleh dari kegiatan kajian evaluasi kebijakan penataan
organisasi K/L adalah:
1. Menyediakan data dan informasi terkait mekanisme penataan organisasi K/L saat ini;
2. Menyediakan mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif. Efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja;
3. Menyediakan pedoman penataan organisasi K/L.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Kajian
Menurut Sugiyono (2014), secara umum metode penelitian diartikan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Pada Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L ini menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif dipilih
karena kajian yang dilakukan adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi masa sekarang, menurut
Koentjaraningrat (1991) pengertian penelitian deskriptif yaitu:
data/informasi yang diperoleh secara langsung dari sumber data. Pada kajian ini,
data primer didapatkan melalui Focused Group Discussion (FGD) serta wawancara
mendalam (in-depth interview) dengan narasumber terkait.
Sedangkan data sekunder adalah data-data yang telah tersedia tanpa
dilakukan penelitian secara khusus terlebih dahulu, dengan kata lain data sekunder
merupakan data yang telah terlebih dahulu ditelusuri dan dilaporkan oleh peneliti
lain diluar kajian ini. Data sekunder dapat meliputi: dokumen-dokumen, arsip-arsip,
catatan-catatan, dan laporan resmi yang berkaitan dengan kajian ini.
a. Kementerian/Lembaga Sampel
Untuk memperoleh data dan informasi yang akan digunakan sebagai bahan
analisis sebagaimana pada rumusan masalah, maka kajian melakukan in-depth
interview dengan pimpinan K/L dan FGD dengan pimpinan unit kerja yang
menangani bidang organisasi yang terdiri dari:
1) Kementerian yang masuk dalam kelompok pertama (Perpres No. 7 Tahun
2015):
a) Kementerian Pertahanan
2) Kementerian yang masuk dalam kelompok kedua (Perpres No. 7 Tahun 2015):
a) Kementerian Hukum dan HAM
b) Kementerian Keuangan
c) Kementerian Komunikasi dan Informatika
3) Kementerian yang masuk dalam kelompok ketiga (Perpres No. 7 Tahun 2015):
a) Kementerian Pariwisata
4) Lembaga
a) BPPT
b) LIPI
b. Akademisi
Untuk memperoleh informasi dan tinjauan teori konseptual mengenai
penataan organisasi yang ideal di kementerian dan lembaga yang di sesuaikan
pula dengan mekanisme yang terjadi dan telah dilakukan oleh K/L selama ini dalam
melakukan penataan organisasi lembaganya. Masukan dari akademisi ini kemudian
diformulasikan menjadi rekomendasi penataan organisasi K/L sebagaimana
rumusan masalah, maka dilakukan FGD dengan akademisi yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang ini untuk dapat memberikan pandangan
baru dan ideal mengenai penataan organisasi K/L kedepan.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan untuk melakukan
kajian, khususnya dalam kegiatan pengumpulan data dan informasi. Untuk
mendukung proses pengumpulan data dan informasi yang diinginkan pada Kajian
Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L ini maka digunakan beberapa instrumen,
yakni:
a. Panduan Wawancara
Merupakan kerangka acuan yang berupa materi-materi atau poin-poin yang
menjadi dasar dan acuan dalam melakukan wawancara dengan narasumber.
b. Panduan Focused Group Discussion (Diskusi Terbatas)
Merupakan panduan dalam melakukan diskusi agar dalam diskusi tidak ada
pertanyaan yang tertinggal dan diskusi dapat dilakukan dengan terstruktur
dan lancar.
c. Panduan Audiensi Kementerian Sampel Terpilih
Audiensi Kementerian Sampel Terpilih dilakukan untuk memperdalam data
dan informasi kajian yang sudah diperoleh dari hasil FGD sebelumnya, namun
masih bersifat umum. Sehingga dengan Audiensi akan diperoleh data yang
lebih lengkap dan mendalam terkait penataan organisasi di Kementerian dan
Lembaga.
d. Panduan Indepth Interview
Untuk mengetahui wawasan dan visi misi menteri dan pimpinan K/L sampel
terpilih terkait desain penataan organisasi kementerian dan lembaga yang
dipimpin, harapan, dan kendala yang dihadapi dalam melakukan penataan
organisasi.
e. Pedoman Pengumpulan Data
Merupakan hasil dari penelitian yang didengar, dilihat, dan dipahami dalam
rangka pengumpulan data dan merefleksikan data dalam penelitian kualitatif.
Secara umum Miles dan Huberman membuat gambaran bahwa analisis terdiri
dan tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
a. Reduksi Data,
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-
menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung.
b. Penyajian Data,
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Miles dan
Huberman membatasi suatu penyajian data sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh.
Menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang
didapat dari penyajian daa tersebut.
c. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi,
Kegiatan ketiga yang terpenting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpulan data, peneliti atau analis kebijakan akan melakukan
analisis data kualitatif dan kemudian mencari arti dari temuan tersebut kedalam
catatan-catatan yang teratur. Dari rangkaian kesimpulan-kesimpulan yang
telah ditemukan, dirangkaikan menjadi sebuah kesimpulan yang lebih jelas,
lebih terperinci, dan mempunyai argumentasi dan bukti yang jelas dan kokoh.
Gambar 1.1.
Kerangka Pikir Kajian Evaluasi Kebijakan
Penataan Organisasi K/L
organisasi K/L ini juga harus disesuaikan dengan mandat dan visi misi Presiden, dan
analisis lingkungan strategis yang memerlukan perubahan cepat. Dari pedoman
yang disusun tersebut akan menghasilkan sebuah desain penataan organisasi K/L
yang ideal.
H. Sistematika Penulisan
1. Bab 1: Pendahuluan
Bab ini merupakan bagian Pendahuluan kajian, yang mengulas tentang latar
belakang tentang pentingnya kajian ini dilakukan. Selain itu, juga berisi tentang
rumusan masalah, tujuan, output, dan sistematika penulisan kajian.
5. Bab 5: Penutup
Bab ini merupakan bagian penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan
rekomendasi kajian.
vvv
P
ada dasarnya pembentukan suatu organisasi dan kelembagaan publik ditujukan
untuk menunjang pencapaian tujuan pembangunan nasional secara efektif.
Berkenaan dengan kebutuhan tersebut maka pembentukan suatu organisasi-
kelembagaan publik dapat dipahami sebagai upaya untuk memastikan bahwa
kebijakan strategis dan program prioritas pembangunan dapat terselenggara sesuai
dengan target yang dicanangkan. Dengan kata lain, organisasi-kelembagaan publik
merupakan katalisator bagi tujuan-tujuan pembangunan yang hendak dicapai oleh
suatu pemerintahan. Dalam konteks ini, organisasi-kelembagaan publik bukanlah suatu
entitas yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan
pembangunan nasional. Oleh karena itu, arsitektur dan desain organisasi-kelembagaan
publik harus mendukung kebijakan strategis dan program prioritas pemerintah.
Sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional, organisasi-
kelembagaan publik mencerminkan respon pemerintah atas perubahan lingkungan
strategis (dalam konteks sosial, politik, ekonomi) yang menentukan arah dan sasaran
pembangunan nasional. Oleh karena itu, perancangan dan pembentukan organisasi-
kelembagaan publik dapat dipandang sebagai resultante dari dinamika lingkungan
strategis dan tujuan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh suatu negara. Hal
ini senada dengan pendapat Rosenbloom dan Kravchuk (2005) dan Cunliffe (2008)
menegaskan bahwa dinamika perubahan lingkungan strategis organisasi menjadi
pemicu lahir dan berkembangnya suatu organisasi. Lingkungan strategis organisasi
publik memberikan kontribusi terhadap keragaman fungsi pemerintahan suatu negara
yang bermuara pada kinerja organisasi-kelembagaan publik. Keragaman ini dapat
dilihat dari orientasi tugas, fungsi, dan tujuan fungsi pemerintahan yang pada gilirannya
mendeterminasi karakteristik organisasi publik/pemerintahan dengan mandat fungsi-
fungsi yang dimilikinya.
Atas dasar keragaman tersebut, muncul apa yang disebut sebagai fragmentasi
organisasi. Fragmentasi merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dielakkan sebagai
implikasi dari adanya pembagian tugas (division of tasks) mengingat begitu besarnya
urusan pemerintahan yang harus dikelola oleh negara. Dalam konteks kebijakan publik,
fragmentasi merupakan bagian dari struktur birokrasi yang menurut Edwards III (1980)
berpengaruh dalam mekanisme implementasi kebijakan. Fragmentasi merupakan
penyebaran tanggung jawab kebijakan ke dalam unit-unit organisasi. Pembagian
tanggung jawab atau kewenangan ini pada dasarnya bermakna mempermudah
pelaksanaan kebijakan karena dengan demikian proses implementasi dapat dilaksanakan
oleh unit-unit organisasi hingga yang paling kecil dengan tetap berpedoman pada
kontrol yang sama agar pelaksanaan kebijakan tidak keluar dari jalur yang ditetapkan
oleh pembuat kebijakan (decision maker).
Struktur yang terfragmentasi memang bisa dikatakan lebih banyak menimbulkan
permasalahan. Permasalahan yang sering kali muncul dalam fragmentasi ini adalah
sulitnya membuat koordinasi antar unit. Hal ini disebabkan karena sumber daya
dan kewenangan seringkali dikendalikan oleh segelintir orang atau seseorang yang
mendominasi kewenangan. Ego sektoral terlihat begitu dominan dibandingkan kerja
sama antar unit sehingga melahirkan difusi tanggung jawab yang kerap kali begitu liar.
Selain itu, fragmentasi yang melahirkan miskoordinasi juga melahirkan pekerjaan yang
dikerjakan oleh banyak unit (overlap). Potensi overlapping tanggung jawab terjadi karena
begitu banyaknya badan-badan yang dibentuk tanpa adanya evaluasi kelembagaan
terlebih dahulu. Menurut Edwards III (1980), struktur birokrasi yang terfragmentasi
(terpecah-pecah) dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk
instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalam implemetasi kebijakan,
semakin membutuhkan koordinasi yang intensif.
Selain itu, keberadaan berbagai kelompok kepentingan di sekitar struktur, seperti
Partai Politik, Organisasi Masyarakat, maupun perorangan, ikut berpengaruh terhadap
sulitnya membangun koordinasi. Seperti dikatakan Edwards III (1980), semakin
banyak aktor dan badan-badan di luar lembaga yang terlibat dalam proses kebijakan
akan menyebabkan lahirnya banyak keputusan, maka akan membuat semakin kecil
keberhasilan dalam implementasi. Bagi sebagian besar kalangan, fragmentasi dipandang
sebagai musuh organisasi. Dalam konteks kebijakan di Indonesia, fragmentasi lebih jauh
dipandang sebagai salah satu faktor timbulnya celah korupsi yang sistematis (Widoyoko,
2010). Dalam penelitiannya, Johnston (1997) berargumen bahwa bentuk umum dari
korupsi di Indonesia adalah karena pelaksanaan proses kebijakan sangat terfragmentasi,
yang ditambah dengan begitu lemahnya peran (pengawasan) dari masyarakat sipil.
Fragmentasi dapat terjadi dalam enam area utama, dalam hal ini area-area yang
terfragmentasi akan mempengaruhi kinerja organisasi yang meliputi capaian profit/
kepuasan publik, efisiensi operasionalisasi kegiatan, dan pengalaman pelanggan/
pengguna layanan. Enam area yang terfragmentasi tersebut yaitu: (1) Proses bisnis;
(2) Orang/Personel dan organisasi; (3) Lokasi; (4) Aturan; (5) Infrastruktur; (6) Produk
organisasi/kebijakan.
Proses Bisnis
Profit/Kepuasan Publik
Produk organisasi/ kebijakan Personel dan Organisasi
Efisiensi
Operasional
Infrastruktur Lokasi
Pengalaman Pelanggan
(Customer)
Aturan (rules)
Gambar 2.1.
Area Fragmentasi dan Kinerja Organisasi 1
Sementara itu, Rollinson (2005) melihat fragmentasi sebagai suatu budaya dalam
organisasi yang tidak bisa dipungkiri pasti terjadi, terlebih dalam struktur birokrasi
pemerintah. Rollinson memandang fragmentasi terjadi karena tata kelola (management)
organisasi merupakan sesuatu yang kompleks. Kompleksitas ini melahirkan kekakuan
yang melingkupi dimensi-dimensi organisasi seperti personel hingga aturan-aturan
(rules). Budaya organisasi yang terfragmentasi ini ditandai dengan rendahnya solidaritas
dan socioability. Kata kuncinya berada pada komunikasi dan koordinasi. Oleh karena
itu budaya organisasi yang terfragmentasi merupakan bentuk paling dasar dari
budaya organisasi yang seharusnya dihindari dan segera dibenahi. Salah satu letak
keberhasilannya berada pada kemampuan kepemimpinan (leadership) mengorganisisir
pembentukan sistem dan budaya yang terkoordinasi dengan baik, sehingga tercipta
1
https://www.reply.com/en/content/business-fragmentation
2
Sutarto, 1993, Dasar-Dasar Organisasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia
3
Mintzberg, Henry, 1993, Structure in Fives, Designing Effective Organizations, Prentice Hall International, Inc., New Jersey.
4
Sadler, Philips, 2001, The Seamless Organization, Building the Company of Tomorrow, Kogan Page Limited, London, UK
5
Cunllife, Anne L, 2008, Organization Theory, Sage Publication, London, UK
6
Daft, L Richard, 2009, Organization Theory and Design, Tenth Edition, Cengange Learning, Mason, USA
7
Levitt, M. William, 2000, Manual of Organization Design, di download pada http://courses.lib.odu .edu/business/wleavitt/Org.
Design.doc. diakses pada tanggal 25 Maret 2005
8
Starling, Gorver, 2005, Managing the Public Sector, Thompson Wadsworth, Belmont, USA
Mintzberg
Aspek Penataan (1993) & Leavitt Sadler Starling
Kates (2007)
Organisasi Robbins (2000) (2001) (2005)
(1995)
Pembagian Kerja/
Departementasi/ Division P P P P P
of Labor
Pengelompokan
P P
Pekerjaan
Pengkoordinasian tugas-
P P P P P
tugas yang berbeda
Menentukan tugas dan
P P
tanggungjawab
2) Pengelompokkan Pekerjaan
Pengelompokkan pekerjaan dapat dilakukan dengan merujuk pada pendapat
Grover Starling (2005) yang menggunakan pengelompokan lini dan staf dan Henry
Mintzberg (1993) yang menggunakan pengelompokan organisasi ke dalam lima
bagian yang saling terkait, yaitu strategic apex, supporting staff, technostructure,
middle line dan operating core. Mintzberg (1993) berdasarkan pengamatannya
terhadap berbagai organisasi, baik swasta, pemerintah hingga klub bola basket,
mengidentifikasi pengelompokan kerja dalam organisasi atau lebih dikenal fungsi
organisasi ke dalam lima kelompok.
(a) The Strategic Apex, yakni fungsi yang dilaksanakan oleh pimpinan puncak
organisasi pemerintah, yang diberi tanggung jawab mengelola organisasi itu.
(b) The Operating Core, yakni bagian organisasi yang berfungsi melaksanakan
secara langsung tugas pokok organisasi. Karakteristik utama fungsi ini adalah
bahwa operating core adalah ujung tombak output organisasi yang berhadapan
langsung dengan ihak-pihak yang dilayani.
(c) The Middle Line, yakni bagian organisasi yang berfungsi menghubungkan the
strategic apex dengan the operating core melalui kewenangan formal.
Gambar 2.2.
Konfigurasi Lima Jenis Bagian Organisasi
Sumber : Henry Mintzberg dalam Have et. al. 2007
struktur divisional, dan birokrasi mesin, konsentrasi pada support staff menghasilkan
struktur adhocracy, dan konsentrasi pada operating core menghasilkan struktur
birokrasi profesional. Masing-masing jenis struktur tersebut dijelaskan pada sub bab
“Jenis Struktur Organisasi”.
3) Koordinasi
Koordinasi atau beberapa pakar menyebutnya dengan integrasi merupakan
salah satu elemen penting dalam struktur organisasi yang diperlukan untuk
mensinkronkan pekerjaan yang telah terbagi-bagi menjadi satu kesatuan utuh yang
berkontribusi pencapaian tujuan organisasi. Fungsi pengkoordinasian ini biasanya
melekat dengan kewenangan dan tanggung jawab untuk mengendalikan dan
mengarahkan kinerja unit atau jabatan yang berada dibawahnya (merujuk pada
hirarki atau diferensiasi vertikal); rentang kendali (span of control) yang dapat
menentukan kualitas dan kuantitas pengendalian dan pengarahan itu sendiri; serta
mekanisme komunikasi yang sesuai untuk melakukannya.
(a) Hirarki, merupakan kewenangan dan tanggung jawab yang mengalir secara
vertikal dari level paling atas hingga paling bawah dari struktur yang biasa
dikenal dengan istilah rantai komando. Tingkatan hirarki terbentuk dari
pengelompokan pekerjaan yang didasarkan rentang kendali. Pada struktur
organisasi, hirarki biasanya ditunjukkan dengan garis vertikal yang menunjukkan
hubungan atasan-bawahan. Pada organisasi yang kompleks, hirarki organisasi
dapat sangat tinggi, banyak terdapat pimpinan tingkat menengah, yang
semakin memperbesar jarak antara pimpinan puncak organisasi dengan
pelaksana langsung. Untuk itu semakin tinggi hirarki organisasi, koordinasi
menjadi semakin kompleks.
(b) Rentang Kendali, merupakan jumlah bawahan langsung yang secara efektif
dapat diarahkan dan dikendalikan oleh seorang atasan. Semakin besar rentang
kendali berarti semakin banyak unit yang dikendalikan dan diarahkan, sehingga
akan semakin sulit koordinasi dilaksanakan. Tidak ada rumusan baku untuk
besarnya rentang kendali yang ideal, karena rentang kendali dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menentukan. Pada unit-unit yang memiliki kesamaan
fungsi dan tidak memiliki ketergantungan antar satu dengan lainnya,
kemungkinan koordinasi menjadi mudah, dan memungkinkan rentang yang
lebar. Namun demikian bagi unit-unit yang memiliki fungsi yang berbeda-beda
tetapi memiliki tingkat interdependensi yang tinggi antar unit, melibatkan
koordinasi yang lebih kompleks, sehingga lebih cenderung menggunakan
rentang yang relatif kecil.
1) Agile Organization
Salah satu ciri organisasi yang modern adalah yang gesit, lincah, dan dinamis,
yang dalam terminologi kekinian disebut “agile organization”. Perkembangan definisi
agilitas organisasi terus berkembang. Berawal dari kecepatan dalam pengambilan
keputusan berubah menjadi fleksibilitas, lalu berubah lagi menjadi fleksibiltas
strategis, dan akhirnya agilitas organisasi (Schnackenberg et al, 2011). Perkembangan
definisi agilitas organisasi seiring dengan perkembangan dimensi agilitas organisasi.
Penjelasan agilitas organisasi menurut Iacocca Institute of Lehigh University (Iacocca,
1991, dalam Dove, 1992) adalah sebagai berikut: A manufacturing system with
capabilities (hard and soft technologies, human resources, educated management, and
information) to meet the rapidly changing needs of the market place (speed, flexibility,
customers, competitors, suppliers, infrastructure, and responsiveness). In the other words,
a system which faces rapidly to change and reaction to these changes is through
variety in product models or midline change (flexibility) and ideally, immediate response
to customer demands.
Penjelasan Iacocca Institute tersebut selanjutnya menjadi rujukan para ahli
dalam mendalami agilitas organisasi. Salah satu dimensi awal agilitas organisasi
ditemukan dalam disiplin ilmu manajemen strategis yang dikemukakan oleh Judge
& Miller (1991) yaitu kecepatan pengambilan keputusan. Dimensi ini berdasarkan
pada konsep pengambilan keputusan strategis dalam lingkungan yang sangat
cepat berubah dari Eisenhardt (1989).
Dimensi lain yang muncul setelah itu adalah fleksibilitas. Bahrami (1992)
mendefinisikan fleksibilitas sebagai berikut: “the ability to change rapidly to take
advantage of emergent opportunities and/or sidestep threats”. Selanjutnya Bahrami
(1992) menyarankan bahwa fleksibilitas memiliki karakteristik offensive dari agilitas
dan versatilitas sebagai karateristik defensif dari kekuatan dan kekenyalan. Hayes
& Pisano (1994) memperluas konsep ini dalam disiplin ilmu manajemen operasi
dengan sebutan fleksibilitas strategis. Hayes & Pisano (1994) mendefinisikan
fleksibilitas strategis adalah “the ability to switch gears from rapid product development
to low cost production relatively quickly and with minimal resources”. Hayes & Pisano
(1994) berargumen bahwa ketika organisasi bergerak dari lingkungan organisasi
yang stabil menuju lingkungan yang turbulen maka tujuan-tujuan organisasi
berubah dari strategi kompetitif menjadi fleksibilitas strategis. Karena itu, walaupun
konstruk fleksibilitas dan fleksibilitas strategis secara implisit melekat elemen
kecepatan di dalamnya namum fokusnya cenderung pada kemudahan untuk
berubah dan kecepatan berubah. Kemudahan organisasi untuk berubah dan
kecepatan organisasi berubah akhir-akhir ini menunjukkan adanya pergeseran dari
fleksibilitas strategis ke agilitas.
Definisi agilitas umumnya dikarakteristikkan dengan dimensi ketanggapan
pada lingkungan dan perubahan yang adaptif. Salah satu peneliti yang
mengawali untuk melakukan transisi dari fleksibilitas strategis menjadi agilitas adalah
Sambamurthy et al (2003). Definisi agilitas menurut Sambamurthy et al (2003)
adalah “the ability to detect opportunities for innovation and seize those competitive
market opportunities by assembling requisite assets, knowledge, and relationships with
speed and surprise”. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Sambamurthy et al (2003)
ada tiga dimensi yang terlibat dalam konstruksi agilitas, yaitu agilitas pelanggan
(customer agility), agilitas kemitraan (partnering agility), dan agilitas opersional
(operational agility). Selanjutnya Sull (2009) mendefinisikan agilitas secara praktis
yaitu “the capacity to identify, capture, and exploit opportunities more quickly than rivals
do”.
Berbeda dengan definisi yang dikemukakan Sambamurthy et al. (2003)
yang memandang agilitas sebagai kapabilitas organisasi, definisi Sull (2009) lebih
menjelaskan agilitas sebagai kapasitas organisasi. Hal ini berimplikasi pada dimensi
yang terlibat didalammnya, yaitu jangkauan untuk merasakan (range of sense) dan
jangkauan untuk merespon (range of response), bukan skala untuk merasakan
dan merespon seperti pada definisi awal. Berkenaan dengan konstruk agilitas
sebagai mekanisme yang berfokus pada aspek merasakan dan merespon, Tallon
& Pinsonneault (2011) menekankan pentingnya kemudahan dalam merasakan dan
kemudahan dalam merespon.
Kemampuan keduanya diperlukan untuk menyeimbangkan aspek eksploitasi
dan eksplorasi. Karena itu, Tallon & Pinsonneault (2011) mendefinisikan agilitas
adalah “the ability to detect and respond to opportunities and threats in the environment
with ease, speed and dexterity”. Definisi ini serupa dengan definisi yang disampaikan
oleh Overby et al (2006) yang menekankan pada dimensi kelayakan merespon
(appropriateness of the response), yaitu selarasnya respon dengan tujuan organisasi.
Walaupun definisi agilitas organisasi terus berkembang, namun bukan berarti tanpa
kritik. Salah satu kritisi dikemukakan oleh Overby et al (2006) yang menyatakan
bahwa: “…an analogy is the squirrel in the road. The pending environmental change
that the squirrel senses is that there’s a car coming down the road. The squirrel responds
by running back and forth, but its response is not appropriate because it gets run over.”
Berdasarkan berbagai pandangan di atas, maka definisi Tallon & Pinsonneault
(2011) dipandang sebagai definisi yang dapat menggambarkan konstruksi agilitas
organisasi. Definisi Tallon & Pissonneault (2011) tidak hanya menekankan pada
tiga karakteristik (speed of change, ease of change and sensing/responding) tetapi
juga melibatkan dimensi ketangkasan (dexterity). Dimensi ini diperlukan organisasi
dalam rangka meraih keseimbangan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.
Perkembangan definisi agilitas organisasi yang dikemukakan oleh para ahli dalam
selang waktu 10 tahun terakhir.
Tabel 2.4. Perkembangan Definisi Agilitas Organisasi
9
Kajian Efektifitas dan Efisiensi Kelembagaan: Pemetaan Tugas dan Fungsi serta Penyusunan Instrumen Rightsizing. Pusat Kajian
KInerja Kelembagaan, LAN Jakarta 2012. Hlm. 33
Gambar 2.3.
Hubungan Timbal Balik dari Kinerja Organisasi dan Perubahan
Sumber : Burke & Litwin
Gambar 2.4.
Membangun Organisasi Unggul,
Sumber : Martinus Tukiran, 2016.
Mission Environment
Obiective Scan
Strategy Execution
Strategy Formulation Strategy Implementation Control and Evaluation
Strategy
Formulation Strategy Strategy
Strategic Planning Description Reporting
& Modeling
Initiative Initiative
Operational Planning Management
Rationalization
Strategy
Financial Reporting
Financial Planning Planning &
Reporting
Talent
Incentive Planning Management
Gambar 2.5.
Strategi dalam sebuah Organisasi Modern
Sumber: Membangun Organisasi Unggul, Martinus Tukiran, 2016
… are groups of employees who produce desired goods or services at higher quality with
the same or fewer resources. Their productivity and quality improve continuously, from
day to day, week to week, and year to year, leading to the achievement of their mission.10
10
Organisasi Berkinerja Tinggi. Pusat Kajian KInerja Kelembagaan, LAN. Jakarta, 2004. Hlm. 7.
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu batasan-batasan tingkatan hirarki yang
selama ini dilaksanakan secara kaku harus ditinggalkan.
(4) Organisasi yang berkinerja tinggi selalu terfokus pada pencapaian misinya.
(5) Individu-individu dalam organisasi yang berkinerja tinggi memanfaatkan
sarana-sarana yang terbatas dalam organisasi untuk selalu bekerja lebih efisien
dan menghasilkan yang lebih baik.
(6) Organisasi berkinerja tinggi selalu dinamis dan berkembang untuk merespon
kebutuhan-kebutuhan organisasi dan lingkungannya yang selalu berubah
11
Ibid.,Hlm. 13-16.
proses pekerjaaan dalam organisasi yang selama ini sudah dianggap out-of
date dan yang paling penting adalah pimpinan harus konsisten melaksanakan
perubahan-perubahan tersebut. Oleh karena itu para pemimpin organisasi
harus dapat memotivasi atau meyakinkan para anggota organisasi (pegawai)
bahwa dengan mengarah kepada organisasi yang berkinerja tinggi, banyak
manfaat yang akan diperoleh baik oleh para anggota organisasi maupun oleh
masyarakat.
berbagai sumber daya yang diperlukan guna dapat menciptakan iklim belajar
yang kondusif dalam organisasi. Soedarsono (1998) mengatakan bahwa
keinginan belajar dan kebiasaan belajar setiap individu dalam organisasi akan
menjadi basis timbulnya organisasi yang terus belajar atau kalau boleh disebut
dengan istilah organisasi pembelajar (learning organizations).
(2) Fleksibilitas
Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk melakukan
banyak tugas saat diberikan tingkat sumber daya yang meliputi tenaga kerja,
mesin dan lain sebagainya (Zhang et al. 2003). Neely and Platts (2005) juga
membahas bahwa kualitas bahan, kualitas keluaran, produk baru, produk yang
dimodifikasi, kemampuan pengiriman, gabungan antara volume dan sumber
daya adalah ukuran fleksibilitas yang paling tepat.
(3) Waktu
Waktu adalah penentu yang sangat penting dari kinerja suatu organisasi.
Penyusunan indikator kinerja berdasarkan waktu merupakan masalah penting
terutama bagi organisasi manufaktur dalam rangka mencapai keunggulan
(4) Keamanan
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perkembangan bahwa keandalan
sistem kerja yang kompleks dalam mencapai tujuan organisasi dengan
aman tergantung pada struktur kerja dan teknis pengaturan (Mearns et al.
2003). Menurut Parmenter (2009), telah diidentifikasi bahwa tingkat risiko
dan keselamatan, tingkat kecelakaan, tingkat kerja sama karyawan, sikap
keselamatan manajer dan karyawan, tingkat risiko fisik karyawan di tempat
kerja dan tingkat informasi keselamatan sebagai langkah utama keselamatan.
(5) Keuangan
Secara historis, ukuran finansial adalah ukuran terbaik untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan, seperti nilai fisik penjualan dan laba atau persentase
pengembalian atas ekuitas dan aset. Banyak peneliti dan organisasi
menggunakannya untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja keuangan
mereka. Pada konteks ini, organisasi dapat mengadopsi langkah-langkah
keuangan yang disarankan oleh Parmenter (2009) dalam bukunya “Key
Performance Indicator (KPI)”. Parmenter menyarankan bahwa harga pokok
penjualan, perputaran piutang, arus kas, hari dalam persediaan, hari penjualan
dalam piutang, pendapatan bersih, penjualan, jumlah pelanggan yang
menguntungkan, laba atas ekuitas, penjualan berdasarkan produk, penjualan
tingkat pertumbuhan, pengembalian aset dan laba atas modal yang digunakan
sebagai ukuran kinerja keuangan suatu organisasi.
(6) Biaya
Para pemangku kepentingan eksternal lebih memperhatikan langkah-langkah
berbasis biaya dari kinerja, jadi itu sebabnya organisasi menggunakan sistem
akuntansi biaya yang mencakup langkah-langkah efisiensi dan efektivitas,
merupakan upaya untuk menghubungkan ukuran kinerja internal dengan
yang eksternal (White 1996). Neely dan Platts (2005) telah mengidentifikasi
biaya produksi, nilai tambah biaya, harga jual, biaya operasional dan biaya
layanan sebagai ukuran biaya kinerja. White (1996) telah mengidentifikasi
biaya relatif terhadap pesaing, persepsi biaya relatif kinerja, biaya produksi,
produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja, produktivitas mesin, total faktor
produktivitas, total biaya produk sebagai fungsi dari lead time, tenaga kerja
langsung biaya, biaya tenaga kerja tidak langsung, peningkatan persentase
tenaga kerja, biaya tenaga kerja relatif, tenaga kerja produktivitas, efisiensi
tenaga kerja, biaya bahan, biaya persediaan, biaya memo, biaya perbaikan,
biaya kualitas, biaya desain, biaya R&D relatif, biaya distribusi, overhead dan
transaksi perproduk sebagai ukuran terkait strategi biaya. De Toni dan Tonchia
(2001) telah mengidentifikasi biaya bahan, biaya tenaga kerja, biaya energi
mesin, biaya konsumsi bahan mesin, biaya persediaan, saturasi mesin, total
produktivitas, produktivitas modal kerja, nilai menambah produktivitas dan nilai
tambah produktivitas / biaya karyawan sebagai ukuran biaya kinerja organisasi.
(9) Harus ada pendekatan kooperatif dan bersama untuk pengembangan dan
implementasi sistem di seluruh lini organisasi yang menetapkan serangkaian
tujuan umum, ukuran kinerja, dan rencana proyek yang disepakati. Pendekatan
ini juga harus menetapkan metode untuk mengumpulkan, menganalisis,
menafsirkan, dan melaporkan informasi pengukuran kinerja.
(10) Proses pengukuran kinerja harus disesuaikan atau dibuat untuk mengumpulkan,
menganalisis, menafsirkan, dan melaporkan informasi pengukuran kinerja
untuk kinerja keuangan, hasil bisnis, fokus klien dan karyawan. Proses
pengukuran kinerja ini harus menjadi bagian rutin dari operasi organisasi yang
sedang berlangsung.
(11) Penggunaan sumber-sumber informasi yang ada, menghindari pengembangan
sistem informasi yang mahal dan menerapkan strategi penyelesaian ketika
terjadi keterlambatan dalam pengembangan dan implementasi sistem
(12) Kejelasan tujuan: penting untuk mengetahui siapa yang akan menggunakan
informasi, dan bagaimana dan mengapa informasi itu akan digunakan.
(13) Fokus: informasi kinerja harus difokuskan pada tingkat pertama pada prioritas
organisasi - tujuan intinya dan bidang yang perlu diperbaiki. Ini harus dilengkapi
dengan informasi tentang operasi sehari-hari.
(14) Keseluruhan rangkaian indikator harus memberikan gambaran yang seimbang
tentang kinerja organisasi, yang mencerminkan aspek-aspek utama, termasuk
hasil dan perspektif pengguna. Perangkat tersebut juga harus mencerminkan
keseimbangan antara biaya pengumpulan indikator, dan nilai informasi yang
diberikan.
(15) Indikator kinerja harus selalu diperbarui untuk memenuhi keadaan yang
berubah.
(16) Indikator yang digunakan harus cukup kuat dan dapat dipahami untuk tujuan
penggunaannya. Pengawasan independen, baik internal maupun eksternal
membantu memastikan bahwa sistem untuk menghasilkan informasi masuk
akal.
Bagaimana
Strategy mencapai tujuan?
Gambar 2.6.
Five Star Model
Sumber : Kates et.al (2007)
12
Ibid.,Hlm. 34.
Struktur
Strategi
Kultur Sistem
Gambar 2.7.
Elemen Penataan Organisasi
Sumber : Sadler, 2001
Gambar 2.8.
Lingkungan Ekternal Organisasi Pemerintah
(hasil sintesa dari berbagai sumber)
Gambar 2.9.
Lingkungan Internal dan Eksternal
Organisasi Pemerintah (hasil sintesa)
Gambar 2.10.
Konteks dan Aspek Penataan Struktur Organisasi
(hasil sintesa)
1) Tahap I : Persiapan
Tahap Persiapan dilakukan terkait dengan pentingnya konteks dalam penataan
struktur organisasi. Konteks tersebut terkait dengan lingkungan internal yang terkait
dengan strategi, proses, skill, people dan rewards dan eksternal organisasi yang terkait
dengan ipoleksosbud di lingkungan lokal, nasional dan internasional; dan teknologi.
Singkatnya pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan dari kondisi organisasi
saat ini yang terkait dengan struktur yang ada dan kesesuaiannya dengan kebutuhan
organisasi dan kebutuhan lingkungan.
Lima agenda penting yang dilaksanakan dalam tahap persiapan ini13 adalah:
a) Pembentukan tim penataan organisasi
Anggota tim dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni Tim Pengarah
(Eksekutif ) yang terdiri dari pimpinan dan/atau pejabat-pejabat senior yang
berperan memberikan arahan dan kebijakan penataan organisasi, dan Tim Teknis
yang berisi orang-orang dari lintas unit kerja dan mempunyai kompetensi dalam
penataan organisasi.
b) Identifikasi kondisi saat ini
Kegiatan utama dalam agenda ini adalah untuk mendeskripsikan situasi yang
dihadapi oleh organisasi saat ini, seperti masalah yang ada, aspek-aspek penataan
yang harus diperhatikan, kemungkinan solusi dari masalah yang harus dihadapi,
kemungkinan tantangan dalam implementasi penataan, dan ide-ide baru yang
dapat diambil dalam upaya penataan.
c) Aligning dengan strategi organisasi
Aligning dalam hal ini adalah usaha untuk menyelaraskan usaha penataan
organisasi dengan upaya pencapaian strategi organisasi. Untuk melakukan aligning
ini, salah satu tools yang dapat digunakan adalah Balance scorecard.
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu balanced (berimbang) dan
kartu nilai (scorecard). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan
antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek
dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan
performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu
13
LAN, Buku II Pedoman Praktis Penataan Organisasi Pemerintah. 2013
yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di
masa depan (Mulyadi, 2001). Maksud dari kartu nilai untuk mengukur kinerja personil
yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan
sebagai evaluasi. Maksud dari berimbang (balanced) adalah kinerja personil diukur
secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil
tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja
keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta
antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal.
Definisi Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) adalah suatu
kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan
dari strategi perusahaan. Balanced Scorecard tidak hanya menggunakan ukuran
kinerja keuangan masa lalu, tetapi juga memperkenalkan pendorong kinerja
masa depan. Pendorong kinerja yang dimaksud adalah prespektif pelanggan,
proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan yang diturunkan
dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit
dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata. Balanced Scorecard
memberi para eksekutif perusahaan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk
menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja
yang terpadu.
Balanced Scorecard, merupakan metode penilaian yang dianggap sangat
mutahir saat ini dan mampu diterapkan pada lembaga publik maupun lembaga
privat. Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan
empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan
strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka
panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan (Mahsun,
2006). Balanced Scorecard merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang
dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School)
dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan
dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya.
Balanced Scorecard menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah
perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan.
Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran financial dan nonfinansial
harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat
perusahaan.
Gambar 2.11.
Empat Perspektif Dalam Analisis Balace Scorecard
Sumber : (Kaplan & Norton, 1996)
14
Philip Kotler, dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran (Jakarta:Indeks, 2009), hal.63
15
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hal.19
Hasil analisis SWOT dapat digambarkan dalam suatu diagram yakni sebagai
berikut:
Gambar 2.12.
Diagram Analisis SWOT
KUADRAN I:
Merupakan situasi yang sangat menguntungkan sehingga organisasi memiliki
peluang dan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang
harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif. (Growth oriented strategy)
KUADRAN II:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi (produk/jasa/pelayanan)
KUADRAN III:
Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus organisasi adalah
meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang
yang lebih baik.
KUADRAN IV:
Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internal
kinerja organsiasi dan sejauh mana struktur dapat memfasilitasi pencapaian tujuan
organisasi. Hasil akhir penilaian ini dapat menjadikan bahan pertimbangan untuk
perbaikan organisasi di masa yang akan datang.
Senada dengan Perpres Nomor 7 Tahun 2015, Perpres Nomor 145 Tahun 2015
juga mengatur tentang nomenklatur LPNK, kewenangan, uraian tugas dan fungsi yang
dijalankan, hingga mengatur tentang susunan dan jumlah dari setiap hirarki organisasi
LPNK tersebut. Perpres ini merupakan perubahan kedelapan atas Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang kini disebut
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Terkait dengan penataan organisasi
pemerintahan, dalam Kepres Nomor 103 Tahun 2001 Pasal 102 disebutkan bahwa jumlah
unit organisasi di lingkungan LPNK disusun berdasarkan analisis organisasi dan beban
kerja. Dalam penyusunan organisasi ini, berdasarkan Kepres Nomor 103 Tahun 2001,
KemenPANRB juga memiliki beberapa peran yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Dalam Pasal 98, disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang menetapkan
Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis sebagai pelaksana tugas teknis
penunjang di lingkungan LPNK.
2. Dalam Pasal 103 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan pertimbangan tertulis atas usul Kepala LPNK sebagai dasar
penetapan Peraturan Presiden tentang penataan organisasi LPNK untuk jabatan
struktural Eselon I.
3. Dalam Pasal 103 ayat (2), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan persetujuan tertulis atas Peraturan Kepala LPNK tentang penataan
organisasi LPNK untuk jabatan struktural Eselon II ke bawah.
4. Dalam Pasal 104 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan pertimbangan dan persetujuan tertulis sebagai dasar penetapan
peraturan Kepala LPNK tentang rincian tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata
kerja LPNK.
5. Dalam Pasal 104 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB bersama dengan
Presiden menerima tembusan Keputusan Kepala LPNK tentang Organisasi dan Tata
Kerja LPNK.
b. Subdimensi Formalisasi
Formalisasi merupakan suatu kondisi dimana aturan-aturan, prosedur,
instruksi, dan komunikasi dibakukan. Formalisasi yang tinggi akan meningkatkan
kompleksitas. Formalisasi mendorong terciptanya konsistensi serta mengurangi
kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Formalisasi di dalam restrukturisasi organisasi
merupakan suatu proses penyeragaman melalui aturan-aturan, prosedur, instruksi
dan komunikasi yang telah dibakukan. Subdimensi formalisasi diukur dengan
indikator sebagai berikut:
1) Tingkat kejelasan dan ketegasan “peraturan” mengenai pelaksanaan tugas
masing-masing unit kerja dan bagaimana cara kerja samanya.
2) Tingkat kejelasan “prosedur kerja” secara praktis (langkah kerja yang berurutan
secara logis dan terkait dalam pelaksanaan tugas masing-masing unit kerja).
3) Tingkat kejelasan “kebijakan kerja” sehingga pejabat atau pegawai memperoleh
kebebasan memutuskan menurut pendapat sendiri tanpa melanggar prinsip
peraturan atau hukum yang berlaku dalam pelaksanaan tugas masing-masing
unit kerja.
4) Tingkat pembakuan proses kerja.
5) Tingkat pembakuan dimensi-dimensi produk (pelayanan) yang harus
dihasilkan.
6) Tingkat pembakuan keterampilan kerja.
c. Subdimensi Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana kewenangan (authority) dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi berada pada manajemen tingkat tinggi. Sentralisasi
dapat menurunkan tingkat kompleksitas dan menyederhanakan struktur
organisasi. Semakin sederhana struktur organisasi akan semakin gesit gerak dan
perkembangannya. Sedangkan bagi organisasi yang strukturnya besar, sentralisasi
dapat mengakibatkan organisasi tersebut bergerak lamban. Subdimensi sentralisasi
diukur dengan indikator tingkat keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi
atau tingkat kejelasan “kebijakan kerja” sehingga pejabat atau pegawai memperoleh
Dimensi Bobot dari Nilai Dimensi Bobot dari Nilai Total Keseluruhan
Kompleksitas Struktur (50%) Kompleksitas Struktur (25%)
Struktur
Formalisasi Struktur (25%) Formalisasi Struktur (12.5%)
Organisasi (50%)
Sentralisasi Struktur (25%) Sentralisasi Struktur (12.5%)
Keselarasan (Alignment) (20%) Keselarasan (Alignment) (10%)
Tata Kelola (Governance)
Tata Kelola (Governance) dan
dan Kepatuhan (Compliance
Kepatuhan (Compliance) (10%)
Proses (20%)
Organisasi (50%) Perbaikan dan Peningkatan Perbaikan dan Peningkatan Proses
Proses (20%) (10%)
Manajemen Risiko (20%) Manajemen Risiko (10%)
Teknologi Informasi (20%) Teknologi Informasi (10%)
Total 100%
PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
5 (P-5) dinilai tergolong sangat efektif. Struktur dan proses organisasi
yang ada dinilai mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk
Skor 81-100 mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan sangat mampu
beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal
organisasi.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
4 (P-4) dinilai tergolong efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
dinilai mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan
Skor 61-80 mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan
eksternal organisasi. Namun struktur dan proses organisasi masih
memiliki beberapa kelemahan minor yang dapat segera diatasi
segera apabila diadakan perbaikan melalui tindakan rutin yang
bersifat marjinal.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
3 (P-3) dinilai tergolong cukup efektif. Struktur dan proses organisasi yang
ada dinilai cukup mampu mengakomodir kebutuhan internal
Skor 41-60 organisasi dan cukup mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Namun struktur
dan proses organisasi memiliki berbagai kelemahan yang dapat
menyebabkan peringkatnya menurun apabila organisasi tidak
segera melakukan tindakan korektif secara sistematik.
PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
2 (P-2) dinilai tergolong kurang baik. Struktur dan proses organisasi yang
ada dinilai kurang mampu mengakomodir kebutuhan internal
Skor 21-40 organisasi dan kurang mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur
dan proses organisasi dinilai memiliki berberapa faktor kelemahan
serius, baik faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri
sendiri maupun yang bersifat terkait satu sama lain dan pengaruh
negatifnya bersifat simultan. Berbagai kelemahan ini apabila tidak
dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi memperburuk
peringkat organisasi sampai ke kondisi terburuk.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
1 (P-1) dinilai tergolong tidak baik. Struktur dan proses organisasi yang ada
dinilai tidak efektif dan tidak mampu mengakomodir kebutuhan
Skor 0-20 internal organisasi serta tidak mampu beradaptasi terhadap
dinamika perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping
itu, struktur dan proses organisasi dinilai memiliki banyak faktor
kelemahan yang sangat serius, baik faktor kelemahan yang bersifat
parsial dan berdiri sendiri maupun faktor kelemahan yang bersifat
terkait satu sama lain dan pengaruh negatifnya bersifat simultan.
Berbagai kelemahan ini apabila tidak dilakukan tindakan korektif
yang bersifat total (perombakan total struktur organisasi dan proses
organisasi) berpotensi membahayakan kelangsungan organisasi.
Gambar 2.13.
Indikator Kesehatan Organisasi
Sumber: Keller dan Price (2011) dalam KMK Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan
16
KMK Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan
2. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan adalah sejauh mana pimpinan organisasi menginspirasi
aktivitas pegawai. indikator-indikator dimensi kepemimpinan yaitu:
a) Kepemimpinan yang otoritatif, yaitu kepemimpinan yang menekankan
pada hierarki dan tekanan manajerial untuk memastikan terselesaikannya
pekerjaan.
b) Kepemimpinan yang konsultatif, yaitu kepemimpinan yang melibatkan
dan memberdayakan pegawai melalui komunikasi, konsultansi, serta
pendelegasiaan pekerjaan.
c) Kepemimpinan yang mendukung, yaitu kepemimpinan yang dapat
membangun lingkungan yang positif dengan ciri-ciri tim yang harmonis,
saling mendukung, serta memberikan perhatian pada kesejahteraan
pegawai,
d) Kepemimpinan yang menantang, yaitu kepemimpinan yang dapat
mendorong pegawai untuk berani menerima tugas atau target yang
menantang, atau berani melakukan sesuatu “yang lebih”.
3. Kapabilitas (Capabilities)
Kapablitas yaitu terkait dengan keahlian dan kemampuan institusi yang
dibutuhkan untuk menjalankan strategi serta menciptakan keunggulan
4. Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah adanya antusiasme yang mendorong pegawai untuk
memberikan usaha lebih untuk memberikan hasil terbaik. Indikator-indikator
dalam dimensi ini adalah:
a) Nilai-nilai yang bermakna, yaitu nilai-nilai yang menarik dan memiliki
makna serta dapat memotivasi pegawai;
b) Pimpinan yang inspiratif, yaitu jajaran pimpinan yang dapat menginspirasi
pegawai melalui dorongan, bimbingan, dan pengakuan;
c) Kesempatan karir, yaitu pengembangan karir yang memberikan motivasi
kepada pegawai;
d) Insentif keuangan, yaitu penggunaan insentif keuangan berdasarkan
capaian kinerja untuk memotivasi pegawai; dan
e) Penghargaan dan pengakuan, yaitu pemberian pengakuan dan
penghargaan nonfinansial untuk mendorong kinerja yang tinggi.
Untuk mendapatkan hasil dari evaluasi kinerja dalam konteks kesehatan organisasi
ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan
metode survei. Menurut Keller dan Price (2011), pengukuran kesehatan organisasi
dilakukan dalam rangka untuk mencari gambaran dari kinerja organisasi selama ini
dan kemudian menjadi bahan evaluasi untuk memperbaharui bentuk organisasi yang
diinginkan ke depan, yang disesuaikan dengan tujuan strategis organisasi. Menurut
mereka, terdapat 4 (empat) tipe organisasi yang dapat dipilih untuk menyesuaikan
dengan tujuan strategis organisasi:
1. Organisasi yang didorong oleh kepemimpinan (leadership-driven), yaitu organisasi
dimana pemimpin adalah katalisator untuk kinerja, menetapkan harapan tinggi,
dan mendukung organisasi dalam mencapai tujuan strategis.
2. Organisasi eksekusi, yaitu organisasi yang menekankan pada eksekusi yang baik,
disiplin, dan peningkatan yang berkelanjutan sebagai fondasi untuk mencapai
kinerja terbaik.
3. Organisasi yang berfokus pada pasar, membentuk tren pasar dan membangun
portofolio merk yang kuat dan inovatif yang membuat organisasi selalu kompetitif.
4. Organisasi pengetahuan, yaitu organisasi yang memberlakukan kumpulan talenta
dan pengetahuannya sebagai aset terpenting dan mengembangkannya secara
efektif.
vvv
1. Kementerian Pertahanan
B
erdasarkan hasil evaluasi kelembagaan terkini setelah berjalan kurang lebih dua
tahun sejak disahkannya Permenhan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan, diidentifikasi berbagai kendala yang
dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, sehingga tujuan dan sasaran
organisasi belum tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini terkait dengan adanya
kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang mengharuskan Kementerian
Pertahanan menggunakan DIPA sebagai pelaksana anggaran pendapatan belanja Negara
(penghapusan otorisasi) sehingga organisasi dan tata kerja Kemhan perlu ditata kembali.
Struktur organisasi Kemhan kondisi sebelumnya bila ditinjau dari rumusan tugas dan
fungsi serta kewenangannya masih terdapat tumpang tindih dengan beban kerja yang
kurang berimbang serta adanya fungsi yang belum terakomodasi. Penataan organisasi
secara parsial yang dilakukan oleh Kemhan ini tercermin dalam struktur organisasi
Kemhan yang lama yang jika dibandingkan dengan struktur yang baru (Permenhan
Nomor 14 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan) tidak
terlalu banyak mengalami perubahan.
Restrukturisasi terjadi pada unsur pembantu pemimpin (Sekretariat Jenderal) yakni
penggabungan antara Biro Perencanaan dan Biro Keuangan serta penambahan Biro
Organisasi dan Tata Laksana dan Biro Peraturan Perundang-Undangan. Diangkatnya
urusan keuangan menjadi Biro dengan digabung dengan urusan perencanaan ini terkait
dengan penghapusan otorisasi seperti yang disebutkan di awal. Sedangkan urusan
keuangan yang dikelola oleh Kemhan ini terkait dengan institusi-institusi besar yakni TNI
AL, AD, AU, Mabes, sehingga membutuhkan kewenangan yang lebih tinggi dari hanya
sekedar bagian (Eselon III). Selain itu, penambahan juga terjadi pada unsur pengawas
(Inspektorat Jenderal) dimana sebelumnya terdapat 4 inspektorat, sekarang bertambah
naskah akademik dan Rapermen tentang OTK akan disampaikan secara berjenjang
kepada Sekjen, lalu kepada Menteri untuk kemudian diusulkan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur Negara.
Hal yang melatarbelakangi penataan organisasi Kemhan terangkum dalam
dokumen pokok-pokok pikiran penataan organisasi dan tata kerja Kementerian
Pertahanan yang diajukan ke KemenPANRB untuk dijadikan pertimbangan. Dalam
dokumen tersebut, secara rinci dijelaskan permasalahan yang terjadi pada setiap
struktur yang mengalami perubahan saja, bukan mengenai kondisi organisasi
secara menyeluruh. Dalam penataan organisasi ini, Kemhan tidak menyusun
naskah akademik dengan pertimbangan bahwa penataan hanya dilakukan pada
sebagian organisasi, bukan keseluruhan organisasi. Padahal, dalam pedoman
penataan organisasi Kemhan pada Pasal 37 huruf a disebutkan dengan jelas
bahwa Menteri Pertahanan menyampaikan usulan penataan organisasi kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara,
dengan melampirkan naskah akademik dan Rancangan Peraturan Menteri tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kemhan. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi
kebijakan yang mengatur pedoman penataan organisasi Kemhan secara internal
tidak berjalan dengan baik. Padahal pedoman ini mengatur secara jelas tentang
mekanisme internal penataan organisasi Kemhan dimana penataan organisasi ini
dapat diinisiasi baik oleh satker maupun berdasarkan hasil evaluasi kelembagaan.
non teknis turut mendominasi jalannya proses pembahasan ini hingga persetujuan
perubahan organisasi. Aspek non teknis ini memberikan warna tersendiri dalam
proses pembahasan sehingga persetujuan dapat diperoleh dalam waktu yang
relatif singkat. Namun demikian, menurut penuturan narasumber, hal yang
dirasakan menjadi kendala adalah ketersediaan SDM di KemenPAN&RB sehingga
sulitnya menemukan waktu yang tepat untuk melakukan pembahasan. Hal inilah
yang kemudian dinilai sebagai penyebab proses pembahasan di KemenPAN&RB
membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Kementerian Keuangan
Dalam kurun waktu 2006-2018, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhitung
melakukan penataan organisasinnya terbilang cukup sering. Tercatat sebanyak 7 kali
Kemenkeu melakukan penataan organisasi, dalam bentuk pembentukan, perubahan,
dan/atau pembubaran organisasi. Tahun 2005 menjadi titik awal dari upaya penataan
organisasi yang diarahkan sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi dan reformasi
kelembagaan Kemenkeu. Penataan organisasi yang dimulai pada masa kepemimpinan
Menteri Sri Mulyani Indrawati diarahkan sebagai upaya transformasi kelembagaan
Kemenkeu menjadi organisasi berkinerja dan meningkatkan tata kelola dan transparansi
pada organisasi-organisasi yang berfokus pada pendapatan, misalnya Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Beberapa tindakan yang diambil
antara lain reorganisasi kementerian seperti pemisahan Direktorat Jenderal Anggaran
(DJA)/Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan modernisasi kantor-kantor pajak,
perbaikan bisnis proses (SOP), peningkatan disiplin SDM, peralihan sistem pengelolaan
keuangan dan perbendaharaan yang modern, implementasi balance score card, dan
implementasi skema remunerasi yang baru.1 Dampak nyata dari reformasi gelombang
pertama ini terlihat dari peningkatan pendapatan pajak sebesar 16 (enam belas) persen
per tahun dan peningkatan penyerapan anggaran hingga 94 persen.2
Sementara itu, langkah transformasi kelembagaan tahap kedua dimulai pada tahun
2010 pada masa kepemimpinan Menteri Agus Martowardojo yang berfokus pada
penyempurnaan visi/misi dan serangkaian nilai-nilai untuk Kemenkeu, di saat bersamaan
beralih pada integrasi dan otomatisasi sebagai“satu kemenkeu”.3 Kebijakan serta arah baru
dalam transformasi kelembagaan ditetapkan dengan dilakukannya sejumlah kegiatan
diantaranya, perampingan proses verifikasi pajak, meningkatkan dasar pengenaan pajak,
dan meningkatkan PTKP. Kegiatan ini membawa dampak cukup signifikan dengan
peningkatan pajak hingga 20 persen per tahun dan rasio pajak hingga 12,3 persen.4
Penataan organisasi menjadi salah satu bagian dari kegiatan reformasi kelembagaan
Kemenkeu yang menghasilkan sejumlah capaian positif. Secara keseluruhan, penataan
organisasi yang dilakukan oleh Kemenkeu berada pada koridor untuk pencapaian
tujuan strategis organisasi. Dalam kurun waktu penataan organisasi antara 2006-2018,
sebagian besar unit Eselon I di Kemenkeu tidak banyak mengalami perubahan yang
signifikan. Secara garis besar, peningkaatan pendapatan negara, pengelolaan keuangan
yang akuntabilitas, serta inklusifitas perekonomian negara menjadi orientasi strategis
Kemenkeu.
Dalam melakukan penataan organisasi, Kemenkeu mengeluarkan peraturan yang
mengatur tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.01/2018). Peraturan ini mengatur
beberapa bentuk penataan yang dilakukan diantaranya: (a) pembentukan organisasi, (b)
perubahan nomenklatur, (c) perubahan tugas dan/atau fungsi, (d) perubahan struktur
organisasi, (e) perubahan kedudukan dan lokasi, (f ) perubahan organisasi pembina
teknis dan/atau pembina administratif, (g) perubahan wilayah kerja, (h) perubahan kelas
dan/atau eselonisasi; dan (i) pembubaran organisasi.
1
Kementerian Keuangan, 2014. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025, hal. 3
2
Ibid.,
3
Ibid., hal. 4.
4
Ibid.,
5
Lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.01/2018 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Kementerian
Keuangan, Pasal 3.
Satu pelajaran yang dapat dipetik dari proses mekanisme penataan kelembagaan di
Kementerian Keuangan adalah kepastian organisasi baru yang disusun oleh Kemenkeu
sebelum proses penataan berlanjut ke tahap eksternal. Di internal Kemenkeu, seluruh
proses penataan organisasi disesuaikan dengan PMK No. 36/PMK.01/2014 tentang
Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-
2025, sebagai acuan atau cetak biru transformasi kelembagaan Kemenkeu.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Keuangan:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penataan organisasi, Sekretariat Jenderal, sebagai
unit kerja yang diberi kewenangan oleh Menteri, melakukan analisis penataan
organisasi, dimana kebutuhan penataan didapatkan melalui usulan pimpinan unit
Eselon I dan/atau pimpinan unit non-eselon yang bertanggung jawab langsung
kepada Menteri. Penyampaian hasil usulan dari masing-masing pimpinan tersebut
kemudian disampaikan kepada Menteri dilengkapi dengan beberapa dokumen
antara lain:
1) Naskah akademik
Sebagai dokumen yang dilampirkan, maka Naskah Akademiki seharusnya
sudah terlebih dahulu disusun dari awal. Naskah akademik berperan sebagai
dasar alasan mengapa diperlukan penataan organisasi Kemenkeu.
2) Rancangan Peraturan Menteri mengenai Organisasi dan Tata Kerja
3) Data dukung lain sesuai permintaan Kementerian yang menyelenggarakan
bidang urusan pendayagunaan aparatur negara.
Gambar 3.1.
Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian Keuangan
(Sumber: Sekretariat Jenderal Kemenkeu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/
PMK.01/2018)
yang digolongkan kedalam Kementerian yang besar dengan jumlah eselon satu
sebanyak sebelas dan mempunyai instansi vertikal di wilayah Provinsi.
Kemenkumham saat ini telah mengawali proses penataan kelembagaan,
yaitu telah melakukan rapat kelembagaan yang dilakukan pada tahap persiapan
dengan membentuk tim, menyurati seluruh unit eselon satu terkait yang ada di
Kemenkumham dari Setjen untuk melakukan evaluasi organisasi, dan juga dengan
melakukan evaluasi kelembagaan. Penataan kelembagaan di Kemenkumham saat
ini dilakukan dengan penyusunan ABK yang dilakukan di biro kepegawaian dan juga
dibiro kelembagaan yang dilakukan dengan studi tiru ke Kementerian Keuangan.
Biro Kepegawaian sudah melakukan analisis beban kerja untuk analisis kebutuhan
pegawai, Sedangkan pada Biro kelembagaan melakukan Analisis Beban Kerja untuk
kebutuhan penataan kelembagaan, promosi pegawai.
Unit eselon I melakukan evaluasi kelembagaan, dan sudah menyampaikan
masing-masing usulannya. Evaluasi organisasi dan kelembagaan Kementerian
Hukum dan HAM dilakukan tahun 2014 dengan pihak ketiga PT Daya Dimensi
Indonesia, hasilnya ada unit eselon 1 yang ada terjadi duplikasi tusi, misalnya
ditjen PP dengan GPHN, karena mereka melakukan penelitian juga, sama dengan
balitbang, dari hasil evaluasi perlu ada penggabungan, akhirnya dilakukan audiensi
lagi dengan Kemenpan RB, sehingga dari penjelasan dan saran Kemenpan RB maka
ada tugas-tugas yang diintegrasikan antar unit eselon-1 nya. Dalam proses penataan
organisasi, pada tahap internal Kemenkumham juga melakukan evaluasi organisasi
sesuai dengan Permenpan No. 20 Tahun 2018.
Hasil analisis kebutuhan organisasinya yang disampaikan oleh unit eselon
I, biasanya adalah pengusulan penambahan jumlah struktural. Tetapi bagian
kelembagaan tetap taat dan patuh pada pakem aturan yang ada di Kemenpan
RB mana yang boleh dan mana yang tidak, walaupun saat ini Kemenpan sudah
tidak melarang melakukan penambahan struktur organisasi namun tetap dalam
penataan organisasi di Kemenkumham tetap berlandaskan pada mandat yang
jelas dan sesuai kebutuhan organisasinya.
Dalam penataan Organisasi di Kemenkumham, memang terjadi penambahan
struktur eselon IV dan III namun jumlahnya tidak banyak, karena kebutuhan
organisasi dan beban kerja. Karena Kemenkumham merupakan kementerian yang
besar maka membutuhkan Perpres khusus sebagai dasar hukum dalam penataan
Organisasi, yaitu Perpres No. 44 tahun 2015 khusus untuk Kemenkumham.
Terdapat pula Perpres Khusus dalam Penataan Organisasi Kementerian untuk
empat kementerian lainnya, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama,
struktur organisasi, namun proses yang terjadi di dalam organisasi juga merupakan
aspek yang sangat penting dan merupakan gambaran berlangsungnya seluruh aktivitas
organisasi untuk menciptakan dan memelihara rantai nilai (value chain) dalam rangka
mencapai tujuan utama secara dinamis. Dengan demikian, di dalam proses organisasi
seluruh aktivitas dan interaksi elemen - elemen organisasi harus memiliki keselarasan
(alignment) satu sama lain. Di samping itu agar kedudukan, peran, dan fungsi masing
- masing elemen sesuai dengan yang diharapkan maka aspek tata kelola yang baik
(good governance) dan kesesuaian atau kepatuhan (compliance) terhadap aturan yang
disepakati harus diperhatikan. Sebagai suatu rangkaian penciptaan nilai (value chain),
proses organisasi harus efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme dalam
penyesuaian antara strategi, struktur dan proses dalam pencapaian tujuan organisasi
salah satunya dengan melakukan evaluasi organisasi secara berkala.
Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam kurun waktu tahun 2015 – 2018
telah melakukan 2 (dua) kali penataan organisasi, yaitu pertama, Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Penataan organisasi berdasarkan Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika dilakukan dengan latar belakang
perubahan Peraturan Presiden terkait Organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika,
dan penetapan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun
2015-2019. Revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, khususnya
pada bagian Kelembagaan Informasi dan Komunikasi Publik dilakukan dengan tujuan
untuk mempertajam tugas dan fungsi lembaga agar sesuai untuk mewujudkan tujuan
Agenda Nawacita Presiden dan Wakil Presiden RI serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional yang menjadi wilayah kewenangan Kementerian Komunikasi dan
Informatika khususnya Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik. Selain itu,
upaya mempertajam tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik agar lebih fokus, cepat, dan kolaboratif dalam memberikan layanan informasi
dan komunikasi publik kepada warga negara khususnya pelaksanaan program prioritas
pemerintah dan selaras dengan mandat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Komunikasi Publik.
Layanan informasi dan komunikasi publik yang efektif akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Tidak hanya sekedar ‘berbicara’
kepada publik, pemerintah harus membangun kapasitas masyarakat untuk memiliki
modal informasi sebagai rujukan untuk berpartisipasi. Oleh karena itu layanan informasi
dan komunikasi publik bagi warga Negara merupakan sebuah keniscayaan agar terjadi
5. Kementerian Pariwisata
Kementerian Pariwisata termasuk dalam kelompok kementerian yang kerap
mengalami perubahan bentuk dan nomenklatur. Pada era pemerintahan sebelumnya
lebih dikenal dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf ) dan
pada tahun 2014 di era presiden Joko Widodo berubah menjadi Kementerian Pariwisata.
Perubahan nomenklatur ini memiliki nilai yang sangat strategis karena untuk pertama
kalinya fungsi pariwisata berdiri sendiri. Sebelumnya, urusan pariwisata selalu digabung
dengan urusan lain misalnya dengan pos dan telekomunikasi, seni, kebudayaan, hingga
terakhir ekonomi kreatif. Perubahan nomenklatur tersebut menunjukkan komitmen
Pemerintahan untuk mengembangkan seKtor pariwisata sebagai salah satu seKtor
unggulan.Hal ini tertuang dalam 9 agenda prioritas pemerintahan yang dikenal dengan
Nawa Cita.
Kementerian Pariwisata mengemban misi untuk menyukseskan agenda prioritas
keenam yaitu “peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”.
Maka untuk memenuhi agenda tersebut, Kementerian Pariwisata telah menyusun
sasaran strategis sebagai berikut:
1. Pada tataran Mega
Kementerian Pariwisata memiliki target menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama
wisata dunia atau Indonesia WoW – Indonesia Wonderful World melalui e-tourism.
2. Pada tataran Makro (economic value)
Sektor Pariwisata ditargetkan memberikan kontribusi sebesar 8% PDB Nasional dan
mampu menyerap 13 juta tenaga kerja di industry pariwisata.
3. Pada tataran Mikro (stakeholders value)
a. Travel & Tourism Competitiveness Index naik dari 70 ke 30.
b. Jumlah kunjungan wisatawan dari 9.5 juta wisatawan menjadi 20 juta
wisatawan di tahun 2019.
c. Pertumbuhan kunjungan wisatawan dari 8% menjadi 12% per tahun.
Kategori Keterangan
Kategori I Organisasi Kurang Efisien sehingga secara struktural
(Nilai 25-49,99) membutuhkan perbaikan secara intensif
Kategori II Organisasi Cukup Efisien, secara struktural membutuhkan
(Nilai 50-74,99) penyesuaian secara bertahap.
Kategori III Organisasi Sudah Efisien, tetapi secara struktural membutuhkan
(Nilai 75-100) penyempurnaan updating dengan lingkungan eksternal.
c. Start from the end, yang berarti bahwa upaya mewujudkan strategi yang dimulai
dari gambaran hasil akhir yang diinginkan.
Dari tiga strategi yang telah ditetapkan oleh Kementerian pariwisata maka
dibentuklah proses bisnis baru di kementerian pariwata. Proses bisnis tersebut
digambarkan dalam bagan berikut ini:
Gambar 3.2.
Peta Proses Bisnis Kementerian Pariwisata dengan struktur baru
Sumber : Naskah Akademik, Kemenpar, 2017
Sebenarnya hal ini ditujukan untuk memotivasi masing-masing unit dan pegawai di
Kementerian Pariwisata agar terus bekerja dengan baik agar dapat terlihat capaian
kinerja unitnya dan kebermanfaatannya bagi organisasi.
100 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
TGL.
NO PERIHAL DARI TUJUAN NO. SURAT
SURAT
1. Penyampaian Perubahan Menteri Menteri UM.001/9/19/ 3 Maret
Struktur Organisasi Pariwisata PAN & RB MP/ 2017
Kementerian Pariwisata Kempar/2017
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 101
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
102 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Nantinya organisasi akan lebih dinamis dimana dinamika internal cukup ditentukan oleh
Kepala, bisnis proses juga akan terus berubah.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia:
a. Tahap Persiapan
Untuk menjawab tantangan ke depan dan adaptasi terhadap perubahan
lingkungan strategis, perlu dipetakan permasalahan berdasarkan hasil evaluasi
yang terjadi di dalam organisasi yang dapat menghambat pencapaian tujuan LIPI
ke depannya. Evaluasi terhadap beberapa unsur, yaitu pertama tugas, fungsi dan
ukuran organisasi. LIPI melakukan perubahan terhadap fungsi Eselon II di lingkungan
LIPI dalam upaya memperkuat fungsi riset yang dijalankan dan membuat organisasi
lebih bersifat adaptif dan fleksibel terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan tidak menyebutkan secara spesifik bidang riset apa saja yang ada
pada setiap Deputi. Evaluasi tugas fungsi organisasi serta ukuran organisasi yang
lainnya dilakukan dengan merubah Nomenklatur unit kerja untuk mempertajam
dan memperkuat kompetensi yang dimiliki oleh satuan kerja seperti Pusbindiklat,
Pusat Pemanfaatan dan Komersialisasi Iptek, serta Pusat Riset Teknologi Pengujian
dan Industri. Penguatan fungsi juga dilakukan dengan membentuk Pusat Data
dan Informasi, dengan menarik seluruh fungsi dokumentasi/data dan informasi di
seluruh satuan kerja di lingkungan LIPI. Demikian halnya dengan fungsi diseminasi
hasil penelitian yang ada di seluruh satuan kerja penelitian, disentralisasi menjadi
berada di bawah Pusat Pemanfaatan dan Komersialisasi Iptek.
Kedua, jenjang organisasi, restrukturisasi LIPI pada tahun 2014 dengan
menghilangkan beberapa Eselon IV pada Biro di Sekretariat Utama, ternyata
membawa beberapa persoalan. Penghilangan beberapa eselon IV tersebut
dimaksudkan untuk lebih memberdayakan fungsional dan memberlakukan sistem
kerja yang bersifat matriks. Namun kenyataannya sistem tersebut tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karenanya penghilangan struktur Eselon IV
pada Biro di lingkungan Sekretariat Utama perlu ditinjau kembali.
Ketiga adalah pengelompokan organisasi. Penempatan satuan kerja
ditinjau kembali apakah telah sesuai dengan rumpun Deputinya. Perubahan
pengelompokan organisasi ada pada Pusat Riset Metalurgi Material yang berubah
kedudukan dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian menjadi di bawah
deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik. Pusat Riset Teknologi Tepat Guna berubah
kedudukan dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik menjadi di bawah Deputi
Bidang Jasa Ilmiah. Serta perubahan kedudukan Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Pusat Riset Manajemen Kebijakan Ilmu Pengetahuan
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 103
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
dan Inovasi) dari Kepala LIPI menjadi di bawah Deputi Bidang Jasa Ilmiah.
Keempat, kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang dihasilkan. Pusat
Penelitian memiliki struktur organisasi pendukung yakni Bagian Tata Usaha yang
terdiri dari beberapa Subbagian. Namun struktur tersebut dinilai tidak memiliki
beban kerja yang terlalu besar. Oleh karenanya dilakukan penyederhanaan struktur
dan memperkaya fungsi tata usaha/administrasi di pusat penelitian, dengan
merubah Bagian Tata Usaha menjadi Subbagian Administrasi yang menjalankan
fungsi-fungsi administrasi pendukung. Kelima, kesesuaian struktur organisasi
sesuai dengan mandat, beberapa unit kerja di lingkungan LIPI juga mendapatkan
mandat lain baik itu yang berasal dari Peraturan Presiden, maupun peraturan lainnya
yang dapat berimplikasi tehadap perubahan struktur organisasi. Perubahan yang
dilakukan adalah dengan memperkuat fungsi repositori dan depositori dengan
merubah Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah menjadi Pusat Repositori dan
Depositori. Keenam adalah tumpang tindih dengan instansi lain, berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2018 tentang Badan Standarisasi Nasional (BSN),
BSN memiliki Deputi Bidang Standar Nasional Satuan Ukuran tersebut ternyata
memiliki tugas dan fungsi yang sama seperti yang ada pada Pusat Penelitian
Metrologi LIPI, untuk itu perlu menghapus Pusat Penelitian Metrologi LIPI.
LIPI mulai melaksanakan proses awal penataan organisasi pada Februari 2018
dengan dikelurkannya Keputusan Kepala LIPI Nomor 209/Kep/M/2018 tentang
Pembentukan Tim Reorganisasi LIPI. Secara parallel, LIPI mulai melibatkan Menpan
pada bulan Maret 2018 dengan melaksanakan FGD Mekanisme Transformasi
Kelembagaan Litbang Kementerian bersama Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata
Laksana, Kementerian PAN dan RB.
LIPI tidak melakukan evaluasi kelembagaan secara menyeluruh, namun ada
satker yang melakukan evaluasi tapi dengan menggunakan indikator dalam 8 area
RB. Dalam proses penataan organisasi, pimpinan LIPI terus mengejar tim internal
untuk aktif bekerja dan merumuskan Naskah Akademik. Format Naskah Akademik
juga tidak ada dari Menpan RB, sehingga LIPI hanya menyusun Naskah Akademik
berpatokan dari Naskah Akademi yang sebelumnya.
Penataan SDM berpengaruh positif, dimana pada pusat penelitian bisa
mendapatkan guideline yang lebih jelas untuk melakukan penelitian. Penataan
ini juga berpengaruh kepada rentang kendali yang menjadi lebih luas dimana-
mana tapi tanggung jawabnya ada di pusat, namun rentang kendali tersebut telah
diperhitungkan oleh LIPI
Penyusunan Business Process setelah penataan organisasi juga dilaksanakan
untuk mempermudah supporting unit melaksanakan tugas dan fungsinya. SOP
104 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
pada setiap layanan juga sudah selesai disusun. Kontrak Kinerja, kepala LIPI tidak
memiliki kontrak kinerja dengan Presiden, LIPI sendiri yang menerjemahkan visi misi
pemerintah pada program dan kegiatan yang diselenggarakan.
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 105
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
106 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
seimbang pada setiap unit kerja, dan dapat melakukan harmonisasi kerja dengan K/L lain.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi:
BPPT mempunyai tugas melakukan pengembangan dan perekayasaan 12 fokus
bidang teknologi yang dimandatkan kepada lima kedeputian teknis. Dari pembagian
tugas tersebut tampak bahwa besarnya tanggung fokus bidang teknologi tidak merata
untuk seluruh kedeputian. Ada deputi yang bertanggung jawab empat bidang teknologi,
ada yang tiga, ada yang dua, dan ada yang hanya satu bidang teknologi yang menjadi
tanggung jawabnya. Ketidakmerataan tanggung jawab fokus teknologi ini berimplikasi
kepada anggaran dan SDM yang juga menjadi tidak merata. Dalam organisasi yang baik,
beban tugas dan tanggung jawab, anggaran serta SDM seharusnya merata untuk unit
organisasi dengan level yang sama. Meskipun tidak harus benar-benar merata, karena
memang sulit untuk sama, tetapi mestinya antar satu unit (deputi) dengan unit yang
lainnya tidak berbeda terlalu besar. Ketidakmerataan ini menjadikan organisasi menjadi
pincang, sehingga perlu dilakukan perubahan. Perubahan tersebut harus mendorong
setiap unit (kedeputian) memiliki beban, tanggung jawab dan sumberdaya yang tidak
berbeda secara signifikan dengan deputi lainnya.
Perubahan Nomenklatur pada Kementerian Ristek menjadi Kementerian Ristekdikti
pada pemerintahan Presiden Jokowidodo berpengaruh juga kepada Lembaga-lembaga
yang dikoordinasikan oleh kementerian Ristekdikti, tidak terkecuali di BPPT yang juga
harus melakukan penyesuaian nomenklatur akibat adanya perubahan nomenklatur di
Kementerian yang mengkoordinasi BPPT.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di BPPT:
a. Tahap Persiapan
Proses internal Penataan organisasi BPPT diawali dengan Penyusunan naskah
akademis yang dilakukan dengan pemahaman terhadap permasalahan yang
dihadapi oleh BPPT dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pemahaman juga
dilakukan terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) organisasi yang ada di eselon I
dan II. Selanjutnya juga dilakukan pemahaman terhadap maksud, tujuan penataan
organisasi. Selanjutnya dilakukan analisis atas data-data yang dikumpulkan tersebut.
Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan visi, misi dan strategi BPPT.
Rumusan visi, misi dan strategi tersebut kemudian dipaparkan melalui focus group
discussion (FGD) kepada para stakeholder yang memiliki kepentingan langsung
dengan organisasi di BPPT, Focus group discussion (FGD) juga dilakukan dengan
para pengambil kebijakan dalam lingkungan BPPT, seperti dengan Board Of
Executive (BOE), Kepala Biro SDM dan Organisasi, dan para kepala Unit Organisasi
untuk mendapatkan masukan atas kebutuhan penyusunan struktur organisasi
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 107
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
antara lain terkait proses bisnis, peraturan, dan kebijakan arahan Kepala BPPT. Untuk
memperjelas alur proses internal dalam melakukan Penataan organisasi di BPPT
disajikan dalam diagram proses berikut:
Gambar 3.3.
Proses Internal dalam Penataan Organisasi BPPT
Sumber: Naskah Akademik Penataan Organisasi BPPT, 2015
108 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Dari berbagai praktek penataan organisasi di K/L, dapat digambarkan secara umum
mekanisme penataan organisasi di kementerian/ lembaga saat ini. Mekanisme penataan
organisasi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: (1) penataan organisasi
dengan Peraturan Presiden (perubahan struktur Eselon I) dan (2) penataan organisasi
dengan Peraturan Menteri/ Kepala Lembaga (perubahan struktur Eselon II ke bawah
atau penajaman tugas/ fungsi organisasi). Secara rinci, mekanisme penataan tersebut
diuaraikan di bawah ini:
1. Mekanisme Penataan organisasi dengan Peraturan Presiden (perubahan
struktur Eselon I)
a. Tahap Persiapan
1) K/L Pengusul melakukan Evaluasi Kelembagaan dan Analisis Kebutuhan
Organisasi (Output: Dokumen Kebutuhan pengembangan/ penataan
organisasi) g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
2) K/L Pengusul menyusun Naskah Akademik Penataan Organisasi (Output:
Naskah Akademik) g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 109
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
110 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 111
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Gambar 3.4.
Mekanisme Penataan Organisasi K/L (dengan Perpres)
112 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 113
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Keuangan, LAN dan BKN. (output: Surat Persetujuan MenpanRB berisi Hasil
Pembahasan Bagan Struktur Organisasi)
4) K/L pengusul menyusun Rancangan Peraturan tentang OTK K/L yang baru dari
Bagan Struktur Organisasi Hasil Pembahasan dan menyerahkan ke Kementerian
PAN dan RB
5) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan Rancangan Peraturan
tentang OTK K/L yang baru dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, LAN dan BKN. (output: Surat
Persetujuan MenpanRB berisi Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil
pembahasan)
114 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Gambar 3.5.
Mekanisme Penataan Organisasi K/L dengan Peraturan Menteri/ Peraturan Lembaga
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 115
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
116 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB IV
PARADIGMA DAN MEKANISME PENATAAN
ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
A. PRINSIP AGENSIFIKASI
D
engan memperhatikan praktik di beberapa K/L dalam proses penataan organisasi
sebagaimana dijabarkan di bab sebelumnya, maka pada kajian ini disusun suatu
mekanisme penataan organisasi yang secara umum akan memberikan otonomi
bagi K/L dalam menyusun struktur organisasinya dengan menerapkan prinsip-prinsip
Agensifikasi.
Agensifikasi bukanlah fenomena baru di sektor publik. Secara historis, ada beberapa
alasan munculnya organisasi sektor publik yang otonom di berbagai negara dalam
kurun waktu yang berbeda. Selain disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk
mempromosikan layanan sosial dan kesejahteraan, proses agensifikasi yang dilakukan
khususnya setelah tahun 1980 merupakan cikal bakal reformasi sektor publik. Sama seperti
reformasi manajemen publik modern lainnya yaitu berkenaan dengan desentralisasi,
pengaturan kontrak, dan hasil manajemen yang bertumpu pada perbedaan klasik antara
pembentukan kebijakan dan implementasi kebijakan.1
Jika diambil garis besarnya dari berbagai referensi, Agensifikasi adalah penciptaan
organisasi untuk menjalankan program pemerintah sebagai pengganti struktur birokrasi
tradisional (departementalisasi) yang menggabungkan sebagian besar atau semua
fungsi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemerintah2. Agensifikasi
merupakan inti dari konsep New Public Management. Dalam konteks kajian ini, maka
secara umum prinsip-prinsip dari Agensifikasi yang dijadikan acuan dalam menerapkan
penataan organisasi K/L adalah dalam hal memberikan layanan publik yang lebih
1
Rizwan, A and Jadoon, M.Z. 2010. Agencification in Pakistan: A Comparative Study of Regulatory and
Service Delivery Agencies. Paper for the EGPA Conference, 7-10 September 2010, Toulouse, France
SG6: Governance of Public Sector Organizations
2
Talbot, C., Pollitt, C., Bathgate, K., Caulfield, J., Reilly, A., and Smullen, A. 2000, The Idea of Agency: Researching
the agencification of the (public service) world, paper for the American Political Studies Association
Conference, Washington DC, August.
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 117
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
fleksibel, berorientasi pada kinerja, dan responsif. Menurut OECD, Agensifikasi memiliki
beberapa tujuan, yaitu: meningkatkan efisiensi, memperkuat dan memperjelas garis
tanggung jawab dan pertanggungjawaban, administrasi yang lebih profesional, dan
administrasi yang lebih berorientasi pada layanan yang ditempatkan lebih dekat dengan
masyarakat.
Otonomi dalam penataan organisasi K/L dengan menerapkan prinsip agensifikasi
dalam kajian ini dimaknai bahwa K/L memiliki penguasaan pengetahuan yang
komprehensif terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasinya dalam rangka
mencapai visi dan misi Presiden yang dibangun yang kemudian akan dijabarkan pada
suatu struktur organisasi. Komponen-komponen dalam suatu organisasi yang dimiliki
oleh suatu K/L antara lain sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana sangat
mempengaruhi strategi dalam pencapaian visi misi. Namun demikian, deskripsi otonomi
dalam penataan organisasi ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari norma-norma yang
berlaku dalam sistem pemerintahan saat ini.
Dengan menerapkan keotonomian yang mengacu pada prinsip teori agensifikasi,
penataan organisasi K/L harus tetap berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni :
1. Didasarkan pada visi misi, strategi dan pencapaian kinerja untuk mencapainya
(Structure Follows Strategy, Strategy Follows Performance)
2. Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan lingkungan strategis (Agile Organization)
3. Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya manusia, Anggaran, Sarana
Prasarana (Compatible Organization)
118 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 119
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Hasil dari evaluasi kelembagaan ini berupa dokumen yang memuat informasi
yang rinci dan lengkap berkenaan dengan unsur-unsur kelembagaan di K/L. Pada
dasarnya dalam proses ini dokumen evaluasi kelembagaan harus sudah tersusun
terlebih dahulu sebagai bagian dari evidence based;
Dalam kajian ini, disampaikan data mengenai jumlah PNS dan data anggaran
belanja pegawai pada sejumlah K/L untuk dapat dijadikan referensi penataan
organisasi K/L. Sumber data tabel dibawah ini adalah :
1. Jumlah PNS : berdasarkan data BKN 2019
2. Belanja Pegawai dan Jumlah Anggaran adalah berdasarkan Laporan Realisasi
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja Tahun Anggaran
2018 (Audited), Mei 2019
Dengan adanya data berikut ini, diharapkan K/L dalam menata organisasinya
memperhatikan komponen-komponen yaang mempengaruhi besarnya organisasi.
prosentase
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian/Lembaga Jumlah PNS Pegawai
(Rp) (Rp)
terhadap total
anggaran
Kementerian Agama 237.718 35.772.161.121.423 59.380.999.210.267 60%
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 112.478 13.280.875.215.715 43.237.988.215.900 31%
Kementerian Keuangan 80.137 20.361.276.169.469 39.900.468.088.665 51%
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 61.101 6.306.574.297.290 12.641.689.503.527 50%
Kementerian Pertahanan 52.940 45.402.355.204.242 106.680.427.243.545 43%
Kementerian Kesehatan 49.044 5.016.492.763.916 57.348.657.406.677 9%
Mahkamah Agung RI 31.233 6.494.938.953.632 8.423.418.714.626 77%
Kementerian Perhubungan 31.058 3.535.208.820.295 45.075.741.354.758 8%
Kepolisian Negara 23.683 46.662.847.953.298 98.124.005.476.323 48%
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 22.583 2.631.721.467.832 102.483.648.452.279 3%
Kejaksaan Agung 22.300 3.214.731.010.681 6.118.788.586.384 53%
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 19.296 2.042.764.441.246 7.886.533.063.340 26%
Kementerian Pertanian 18.165 2.430.897.301.335 21.836.602.837.694 11% 2019
120 PUSAT
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI
17.429
NEGARA LEMBAGA
2.094.883.187.414
ADMINISTRASI
4.298.731.927.178
NEGARA
49%
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 16.419 1.917.981.838.419 7.180.934.725.456 27%
Badan Pusat Statistik 16.050 1.995.459.018.043 4.354.881.837.486 46%
prosentase
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian/Lembaga Jumlah PNS Pegawai
(Rp) (Rp)
terhadap total
KAJIAN EVALUASI
anggaran
Kementerian Agama KEBIJAKAN PENATAAN
237.718 ORGANISASI
35.772.161.121.423 KEMENTERIAN/LEMBAGA
59.380.999.210.267 60%
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 112.478 13.280.875.215.715 43.237.988.215.900 31%
Kementerian Keuangan 80.137 20.361.276.169.469 39.900.468.088.665 51%
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 61.101 6.306.574.297.290 12.641.689.503.527 50%
Kementerian Pertahanan 52.940 45.402.355.204.242 106.680.427.243.545 prosentase
43%
Kementerian Kesehatan 49.044 5.016.492.763.916 57.348.657.406.677 9%
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Mahkamah Agung RI Kementerian/Lembaga 31.233
Jumlah PNS 6.494.938.953.632 8.423.418.714.626 77%
Pegawai
(Rp) (Rp)
Kementerian Perhubungan 31.058 3.535.208.820.295 45.075.741.354.758 terhadap
8% total
Kepolisian Negara 23.683 46.662.847.953.298 98.124.005.476.323 48%
anggaran
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Agama 22.583
237.718 2.631.721.467.832 102.483.648.452.279
35.772.161.121.423 59.380.999.210.267 3%
60%
Kejaksaan Agung
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 22.300
112.478 3.214.731.010.681 43.237.988.215.900
13.280.875.215.715 6.118.788.586.384 53%
31%
Kementerian Agraria
Keuangan dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 19.296
80.137 2.042.764.441.246 39.900.468.088.665
20.361.276.169.469 7.886.533.063.340 26%
51%
Kementerian Pertanian
Hukum dan Hak Asasi Manusia 18.165
61.101 2.430.897.301.335
6.306.574.297.290 21.836.602.837.694
12.641.689.503.527 11%
50%
Badan Kependudukan
Kementerian Pertahanandan Keluarga Berencana Nasional 17.429
52.940 2.094.883.187.414 106.680.427.243.545
45.402.355.204.242 4.298.731.927.178 49%
43%
Kementerian Lingkungan
Kesehatan Hidup dan Kehutanan 16.419
49.044 1.917.981.838.419 57.348.657.406.677
5.016.492.763.916 7.180.934.725.456 27%
9%
Badan PusatAgung
Mahkamah Statistik
RI 16.050
31.233 1.995.459.018.043
6.494.938.953.632 4.354.881.837.486
8.423.418.714.626 46%
77%
Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Perhubungan 15.689
31.058 8.345.622.015.736 45.075.741.354.758
3.535.208.820.295 39.432.435.630.896 21%
8%
Kementerian
Kepolisian Kelautan dan Perikanan
Negara 13.465
23.683 1.842.935.277.585 98.124.005.476.323
46.662.847.953.298 6.097.370.854.297 30%
48%
KomunikasiUmum
Kementerian Pekerjaan dan Informatika
dan Perumahan Rakyat 8.881
22.583 400.706.908.212 102.483.648.452.279
2.631.721.467.832 4.896.423.011.011 8%
3%
Kementerian
Kejaksaan Dalam Negeri
Agung 7.435
22.300 747.258.581.185
3.214.731.010.681 3.075.274.973.631
6.118.788.586.384 24%
53%
Badan Pemeriksa
Kementerian Keuangan
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 6.934
19.296 1.935.394.391.927
2.042.764.441.246 3.543.596.769.013
7.886.533.063.340 55%
26%
Setjen KomisiPertanian
Kementerian Pemilihan Umum 6.630
18.165 1.216.398.024.288 21.836.602.837.694
2.430.897.301.335 20.863.508.822.050 6%
11%
Pengawasan Keuangan
Badan Kependudukan dan Pembangunan
dan Keluarga Berencana Nasional 6.170
17.429 951.831.224.384
2.094.883.187.414 1.555.660.994.182
4.298.731.927.178 61%
49%
Energi dan Sumber
Kementerian Lingkungan Daya
Hidup dan Mineral
Kehutanan 6.033
16.419 885.922.266.994
1.917.981.838.419 5.910.847.241.624
7.180.934.725.456 15%
27%
Kementerian
Badan Perindustrian
Pusat Statistik 4.996
16.050 683.586.736.719
1.995.459.018.043 2.628.110.102.894
4.354.881.837.486 26%
46%
Badan Pengawas
Kementerian Obat dandan
Pendidikan Makanan
Kebudayaan 4.717
15.689 475.778.964.428 39.432.435.630.896
8.345.622.015.736 1.915.261.699.349 25%
21%
Badan Meteorologi,
Kementerian KelautanKlimatologi dan Geofisika
dan Perikanan 4.658
13.465 525.403.077.382
1.842.935.277.585 1.732.200.292.273
6.097.370.854.297 30%
Lembaga IlmuKomunikasi
Kementerian Pengetahuan danIndonesia
Informatika 4.102
8.881 565.048.392.044
400.706.908.212 1.319.724.679.108
4.896.423.011.011 43%
8%
Sosial Negeri
Kementerian Dalam 3.913
7.435 471.787.790.216 41.234.142.871.044
747.258.581.185 3.075.274.973.631 1%
24%
Narkotika Nasional
Badan Pemeriksa Keuangan 3.450
6.934 476.917.743.154
1.935.394.391.927 1.687.699.739.723
3.543.596.769.013 28%
55%
Kementerian
Setjen KomisiLuar NegeriUmum
Pemilihan 3.424
6.630 3.373.674.823.399 20.863.508.822.050
1.216.398.024.288 7.543.768.275.922 45%
6%
Nasional Pencarian
Badan Pengawasan Keuangan dandan
Pertolongan
Pembangunan 3.421
6.170 347.514.628.106
951.831.224.384 2.181.517.621.809
1.555.660.994.182 16%
61%
Ketenagakerjaan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 3.395
6.033 402.989.197.496
885.922.266.994 3.754.418.642.841
5.910.847.241.624 11%
15%
Badan Pengkajian
Kementerian dan Penerapan Teknologi
Perindustrian 2.974
4.996 433.364.546.467
683.586.736.719 1.184.589.203.654
2.628.110.102.894 37%
26%
Kementerian
Badan PengawasPerdagangan
Obat dan Makanan 2.680
4.717 460.861.789.263
475.778.964.428 3.701.829.263.271
1.915.261.699.349 12%
25%
Kepegawaian Klimatologi
Badan Meteorologi, Negara dan Geofisika 2.566
4.658 329.074.850.118
525.403.077.382 977.287.729.279
1.732.200.292.273 34%
30%
Badan Tenaga
Lembaga Ilmu Nuklir Nasional
Pengetahuan Indonesia 2.369
4.102 355.040.869.883
565.048.392.044 818.425.109.478
1.319.724.679.108 43%
Sekretariat Negara
Kementerian Sosial 2.293
3.913 463.202.827.345 41.234.142.871.044
471.787.790.216 2.330.331.276.993 20%
1%
Kementerian
Badan NarkotikaDesa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 2.137
Nasional 3.450 214.433.233.366
476.917.743.154 5.460.676.358.438
1.687.699.739.723 4%
28%
Kementerian Pariwisata
Luar Negeri 1.856
3.424 261.305.732.625
3.373.674.823.399 3.532.973.240.084
7.543.768.275.922 7%
45%
Sekretariat Jenderal
Badan Nasional DPR RIdan Pertolongan
Pencarian 1.336
3.421 1.016.368.546.497
347.514.628.106 4.603.672.520.480
2.181.517.621.809 22%
16%
Lembaga Penerbangan
Kementerian dan Antariksa Nasional
Ketenagakerjaan 1.289
3.395 148.180.497.320
402.989.197.496 805.120.455.620
3.754.418.642.841 18%
11%
Kementerian Pemuda
Badan Pengkajian dan Olahraga
dan Penerapan Teknologi 1.147
2.974 87.726.417.414
433.364.546.467 8.698.786.394.521
1.184.589.203.654 1%
37%
Badan Siber dan
Kementerian Sandi Negara
Perdagangan 1.142
2.680 120.526.940.891
460.861.789.263 942.397.195.416
3.701.829.263.271 13%
12%
Lembaga Administrasi
Badan Kepegawaian Negara
Negara 1.060
2.566 143.220.123.815
329.074.850.118 320.823.395.798
977.287.729.279 45%
34%
Perpustakaan
Badan Tenaga Nasional RI
Nuklir Nasional 1.009
2.369 84.674.548.185
355.040.869.883 550.562.138.142
818.425.109.478 15%
43%
Badan Nasional
Kementerian Penempatan
Sekretariat Perlindungan TKI
Negara 915
2.293 109.433.463.778
463.202.827.345 372.838.639.289
2.330.331.276.993 29%
20%
Perencanaan
Kementerian Desa, Pembangunan
Pembangunan Daerah Nasional/Bappenas 826
Tertinggal dan Transmigrasi 2.137 155.691.045.921
214.433.233.366 2.521.328.065.990
5.460.676.358.438 6%
4%
Kementerian Koperasi
Pariwisatadan Usaha Kecil dan Menengah 806
1.856 102.839.304.644
261.305.732.625 858.493.948.940
3.532.973.240.084 12%
7%
Badan Informasi
Sekretariat Geospasial
Jenderal DPR RI 699
1.336 75.374.738.737
1.016.368.546.497 696.482.054.399
4.603.672.520.480 11%
22%
Badan Koordinasi
Lembaga Penanaman
Penerbangan Modal Nasional
dan Antariksa 676
1.289 124.417.949.241
148.180.497.320 480.686.624.859
805.120.455.620 26%
18%
Arsip NasionalPemuda
Kementerian Republik danIndonesia
Olahraga 640
1.147 84.018.523.695
87.726.417.414 189.857.701.021
8.698.786.394.521 44%
1%
Nasional
Badan Siber danPenanggulangan
Sandi Negara Bencana 592
1.142 54.597.022.631
120.526.940.891 7.104.710.113.723
942.397.195.416 1%
13%
Badan Keamanan
Lembaga Laut RI
Administrasi Negara 584
1.060 44.718.264.750
143.220.123.815 542.685.320.533
320.823.395.798 8%
45%
Badan Standardisasi
Perpustakaan Nasional
Nasional RI 573
1.009 44.452.555.128
84.674.548.185 177.860.815.080
550.562.138.142 25%
15%
Badan Intelijen
Nasional Negara
Penempatan Perlindungan TKI 567
915 277.795.577.797
109.433.463.778 5.628.574.279.113
372.838.639.289 5%
29%
Badan Pengawas
Kementerian PemilihanPembangunan
Perencanaan Umum Nasional/Bappenas 564
826 72.208.953.199
155.691.045.921 7.748.883.559.091
2.521.328.065.990 1%
6%
Kementerian Koordinator
Koperasi danBidang
Usaha Perekonomian
Kecil dan Menengah 558
806 90.734.621.345
102.839.304.644 438.909.045.673
858.493.948.940 21%
12%
Setjen Dewan Perwakilan
Badan Informasi Geospasial Daerah 521
699 312.527.851.130
75.374.738.737 1.028.746.974.417
696.482.054.399 30%
11%
Kementerian Pendayagunaan
Badan Koordinasi Penanaman Aparatur
Modal Negara dan Reformasi Birokrasi 477 676 71.852.712.173
124.417.949.241 303.962.692.520
480.686.624.859 24%
26%
Badan Pengusahaan
Arsip Nasional Kawasan
Republik Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Indonesia 429
640 data84.018.523.695
tdk tersedia data tdk tersedia
189.857.701.021 -
44%
Kementerian
Badan Nasional Koordinator BidangBencana
Penanggulangan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 402
592 54.982.570.007
54.597.022.631 269.028.176.044
7.104.710.113.723 20%
1%
Pengawas Tenaga
Badan Keamanan Laut RI Nuklir 399
584 55.696.579.799
44.718.264.750 166.120.887.327
542.685.320.533 34%
8%
Kementerian
Badan Badan Usaha
Standardisasi NasionalMilik Negara 372
573 48.701.098.828
44.452.555.128 227.448.357.037
177.860.815.080 21%
25%
Lembaga
Badan Ketahanan
Intelijen NegaraNasional RI 362
567 73.231.063.843
277.795.577.797 284.906.927.351
5.628.574.279.113 26%
5%
Kementerian
Badan PengawasPemberdayaan
Pemilihan Umum Perempuan dan Perlindungan Anak 342
564 39.627.029.366
72.208.953.199 516.882.550.241
7.748.883.559.091 8%
1%
PUSAT KAJIANKoordinator
Pusat Pelaporan
Kementerian KEBIJAKAN
dan AnalisisADMINISTRASI
Transaksi
Bidang NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI
Keuangan
Perekonomian 339 NEGARA 2019
558 69.628.280.061
90.734.621.345 137.888.656.568
438.909.045.673 50% 121
21%
Kementerian
Setjen DewanKoordinator
Perwakilan Bidang
Daerah Kemaritiman 336
521 34.838.040.911
312.527.851.130 273.877.085.415
1.028.746.974.417 13%
30%
Sekretariat Jenderal
Kementerian MPR
Pendayagunaan 331
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 477 86.170.975.942
71.852.712.173 899.004.298.328
303.962.692.520 10%
24%
Setjen Pengusahaan
Badan KOMNAS HAMKawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 303
429 data28.014.240.738
tdk tersedia data84.556.513.044
tdk tersedia 33%
-
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 806 102.839.304.644 858.493.948.940 12%
Badan Informasi Geospasial 699 75.374.738.737 696.482.054.399 11%
Badan Koordinasi Penanaman Modal 676 124.417.949.241 480.686.624.859 26%
Arsip Nasional Republik Indonesia 640 84.018.523.695 189.857.701.021 44%
KAJIAN
BadanEVALUASI
Nasional Penanggulangan Bencana 592 54.597.022.631 7.104.710.113.723 1%
KEBIJAKAN PENATAAN
Badan Keamanan Laut RI ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA 584 44.718.264.750 542.685.320.533 8%
Badan Standardisasi Nasional 573 44.452.555.128 177.860.815.080 25%
Badan Intelijen Negara 567 277.795.577.797 5.628.574.279.113 5%
Badan Pengawas Pemilihan Umum 564 72.208.953.199 7.748.883.559.091 1%
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 558 90.734.621.345 438.909.045.673 prosentase
21%
Setjen Dewan Perwakilan Daerah 521 312.527.851.130 1.028.746.974.417 30%
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga 477PNS
Jumlah 71.852.712.173 303.962.692.520 24%
Pegawai
(Rp) (Rp)
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 429 data tdk tersedia data tdk tersedia terhadap- total
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 402 54.982.570.007 269.028.176.044 20%
anggaran
Badan Pengawas
Kementerian AgamaTenaga Nuklir 399
237.718 55.696.579.799 59.380.999.210.267
35.772.161.121.423 166.120.887.327 34%
60%
Kementerian Badan Usaha Milikdan
Riset, Teknologi, Negara
Pendidikan Tinggi 372
112.478 48.701.098.828 43.237.988.215.900
13.280.875.215.715 227.448.357.037 21%
31%
Lembaga Ketahanan
Kementerian KeuanganNasional RI 362
80.137 73.231.063.843 39.900.468.088.665
20.361.276.169.469 284.906.927.351 26%
51%
Kementerian Pemberdayaan
Hukum dan HakPerempuan
Asasi Manusiadan Perlindungan Anak 342
61.101 39.627.029.366 12.641.689.503.527
6.306.574.297.290 516.882.550.241 8%
50%
Pusat Pelaporan
Kementerian dan Analisis Transaksi Keuangan
Pertahanan 339
52.940 69.628.280.061 106.680.427.243.545
45.402.355.204.242 137.888.656.568 50%
43%
Kementerian Koordinator
Kesehatan Bidang Kemaritiman 336
49.044 34.838.040.911 57.348.657.406.677
5.016.492.763.916 273.877.085.415 13%
9%
Sekretariat
Mahkamah Jenderal
Agung RI MPR 331
31.233 86.170.975.942
6.494.938.953.632 899.004.298.328
8.423.418.714.626 10%
77%
Setjen KOMNAS
Kementerian HAM
Perhubungan 303
31.058 28.014.240.738 45.075.741.354.758
3.535.208.820.295 84.556.513.044 33%
8%
Lembaga
KepolisianKebijakan
Negara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 293
23.683 30.227.197.503 98.124.005.476.323
46.662.847.953.298 204.834.895.617 15%
48%
Kepaniteraan dan Sekretariat
Kementerian Pekerjaan UmumJenderal Mahkamah
dan Perumahan Konstitusi RI
Rakyat 288
22.583 54.993.364.719 102.483.648.452.279
2.631.721.467.832 346.673.587.507 16%
3%
Badan Ekonomi
Kejaksaan AgungKreatif 266
22.300 19.634.556.304
3.214.731.010.681 656.123.626.899
6.118.788.586.384 3%
53%
Kementerian Koordinator Bidang
Agraria dan Tata Politik, Hukum
Ruang/Badan dan Keamanan
Pertanahan Nasional 248
19.296 57.070.605.464
2.042.764.441.246 231.677.581.328
7.886.533.063.340 25%
26%
Badan Nasional
Kementerian Penanggulangan Terorisme
Pertanian 231
18.165 22.882.584.473 21.836.602.837.694
2.430.897.301.335 536.401.055.886 4%
11%
Sekretariat Jenderal Komisi
Badan Kependudukan Yudisial Berencana Nasional
dan Keluarga 230
17.429 33.621.815.707
2.094.883.187.414 121.611.384.386
4.298.731.927.178 28%
49%
Ombudsman
Kementerian Republik
LingkunganIndonesia
Hidup dan Kehutanan 229
16.419 59.982.337.390
1.917.981.838.419 147.588.308.701
7.180.934.725.456 41%
27%
Setjen WANTANNAS
Badan Pusat Statistik 96
16.050 20.697.566.925
1.995.459.018.043 40.666.844.586
4.354.881.837.486 51%
46%
Lembaga Perlindungan
Kementerian Pendidikan Saksi
dandan Korban
Kebudayaan 74
15.689 data tdk tersedia
8.345.622.015.736 data tdk tersedia
39.432.435.630.896 -
21%
Badan Pembinaan
Kementerian Ideologi
Kelautan dan Pancasila
Perikanan 70
13.465 data tdk tersedia
1.842.935.277.585 data tdk tersedia
6.097.370.854.297 -
30%
Komisi Aparatur
Kementerian Sipil Negara
Komunikasi dan Informatika 60
8.881 data tdk tersedia
400.706.908.212 data tdk tersedia
4.896.423.011.011 -
8%
Sekretariat
Kementerian Kabinet
Dalam Negeri 51
7.435 179.679.363.692
747.258.581.185 297.801.385.134
3.075.274.973.631 60%
24%
Setjen Komisi Pemberantasan
Badan Pemeriksa Keuangan Korupsi 34
6.934 490.672.001.007
1.935.394.391.927 813.169.542.026
3.543.596.769.013 60%
55%
Badan
Setjen Nasional PengelolaUmum
Komisi Pemilihan Perbatasan 2
6.630 24.043.127.236 20.863.508.822.050
1.216.398.024.288 174.292.206.177 14%
6%
Setjen Komisi Pengawas
Badan Pengawasan Persaingan
Keuangan Usaha
dan Pembangunan 2
6.170 33.293.682.974
951.831.224.384 128.503.686.586
1.555.660.994.182 26%
61%
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 6.033 885.922.266.994 5.910.847.241.624 15%
Kementerian Perindustrian Sumber:4.996 BKN,2019 dan Dirjen 2.628.110.102.894
683.586.736.719 Anggaran, 2018,diolah.26%
Badan Pengawas Obat dan Makanan 4.717 475.778.964.428 1.915.261.699.349 25%
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika 4.658 525.403.077.382 1.732.200.292.273 30%
Lembaga Ilmuc. Menyusun
Pengetahuan Indonesia dokumen Naskah Akademik 4.102 565.048.392.044 1.319.724.679.108 43%
Kementerian Sosial 3.913 471.787.790.216 41.234.142.871.044 1%
Dokumen dari proses ini merupakan
Badan Narkotika Nasional 3.450 kompilasi dari 2 (dua)
476.917.743.154 proses sebelumnya.
1.687.699.739.723 28%
Format
Kementerian Luar Negeri penyusunan dokumen ini sesuai 3.424 dengan peraturan 7.543.768.275.922
3.373.674.823.399 perundang-undangan 45%
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan 3.421 347.514.628.106 2.181.517.621.809 16%
tentang teknik penyusunan naskah akademik;
Kementerian Ketenagakerjaan 3.395 402.989.197.496 3.754.418.642.841 11%
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2.974 433.364.546.467 1.184.589.203.654 37%
Kementerian Perdagangan 2.680 460.861.789.263 3.701.829.263.271 12%
d. Negara
Badan Kepegawaian Menyusun rancangan peraturan 2.566organisasi
329.074.850.118 977.287.729.279 34%
Badan Tenaga Nuklir Nasional 2.369 355.040.869.883 818.425.109.478 43%
Kementerian SekretariatPadaNegaraproses ini dokumen meliputi 2.293 Rancangan
463.202.827.345Peraturan Presiden20%dan/
2.330.331.276.993
atauPembangunan
Kementerian Desa, Rancangan DaerahPeraturan
Tertinggal danKementerian/Lembaga
Transmigrasi 2.137 tentang5.460.676.358.438
214.433.233.366 OTK dan uraian4%tugas
Kementerian Pariwisata 1.856 261.305.732.625 3.532.973.240.084 7%
dilengkapi
Sekretariat Jenderal DPR RI dengan Bagan Struktur Organisasi. 1.336 1.016.368.546.497 4.603.672.520.480 22%
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 1.289 148.180.497.320 805.120.455.620 18%
Pada tahap mekanisme internal ini, seluruh kegiatan harus melibatkan
Kementerian Pemuda dan Olahraga 1.147 87.726.417.414 8.698.786.394.521 1%
Badan Siber dansemua unit lini di K/L dengan maksud
Sandi Negara 1.142 bahwa penataan organisasi
120.526.940.891 942.397.195.416merupakan
13%
Lembaga Administrasi Negara 1.060 143.220.123.815 320.823.395.798 45%
kehendak dan kepentingan bersama 1.009
Perpustakaan Nasional RI
bukan kepentingan
84.674.548.185
parsial. Pelibatan unit
550.562.138.142 15%
lini
Badan Nasional didokumentasikan
Penempatan Perlindungan dalam TKI bentuk notula. 915 109.433.463.778 372.838.639.289 29%
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 826 155.691.045.921 2.521.328.065.990 6%
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 806 102.839.304.644 858.493.948.940 12%
2. Tahap Mekanisme Eksternal
Badan Informasi Geospasial 699 75.374.738.737 696.482.054.399 11%
Badan Koordinasi Penanaman Modal 676 124.417.949.241 480.686.624.859 26%
Arsip NasionalMekanisme
Republik Indonesiaini merupakan proses pengajuan 640 dokumen-dokumen
84.018.523.695 yang telah disusun
189.857.701.021 44%
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 592 54.597.022.631 7.104.710.113.723 1%
pada tahap mekanisme internal. Sebagaimana
Badan Keamanan Laut RI 584
disebutkan diatas,542.685.320.533
44.718.264.750
bahwa kewenangan 8%
Badan Standardisasi Nasional 573 44.452.555.128 177.860.815.080 25%
Badan Intelijen Negara 567 277.795.577.797 5.628.574.279.113 5%
Badan Pengawas Pemilihan Umum 564 72.208.953.199 7.748.883.559.091 1%
122
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN 558ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA
90.734.621.345 ADMINISTRASI NEGARA
438.909.045.673 21% 2019
Setjen Dewan Perwakilan Daerah 521 312.527.851.130 1.028.746.974.417 30%
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 477 71.852.712.173 303.962.692.520 24%
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 429 data tdk tersedia data tdk tersedia -
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 123
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
diajukan dalam makna bersifat konsultatif. Pada proses ini penerapan otonomi
yang berprinsip teori agensifikasi harus dipahami oleh K/L pengusul dan juga oleh
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara.
Verifikasi juga dimaksudkan terhadap kesesuaikan isi dokumen yang disusun
pada mekanisme internal. Jika dokumen dan isi dokumen telah terpenuhi, maka
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara
mendistribusikan dokumen dokumen dimaksud kepada instansi terkait dengan
surat pengantar untuk dibahas di rapat konsolidasi;
b. Rapat Konsolidasi
Proses ini merupakan proses pelibatan beberapa K/L yang memiliki korelasi
dengan penataan organisasi yakni Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian
Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, LAN, BKN dan instansi lain yang memiliki
koordinasi dengan K/L pengusul dengan leading sector Kementerian yang menangani
urusan pemerintah di bidang aparatur negara. Konsolidasi disini merupakan proses
memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan sesuai dengan tugas fungsi
masing-masing dengan maksud bahwa usulan penataan organisasi suatu K/L tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah penataan organisasi. Dalam rapat konsolidasi
ini pihak-pihak yang hadir merupakan representatif dari masing-masing K/L yang
diberi kewenangan oleh pimpinan masing-masing untuk memberi keputusan dan
bukan sekedar pelengkap atau pelegitimasi dalam hal penetapan suatu keputusan.
Apabila dari pandangan, tanggapan dan pertimbangan pada rapat konsolidasi
terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh K/L pengusul yang memerlukan
koordinasi internal, maka rapat konsolidasi dapat dilakukan 1 (satu) kali lagi hingga
diperoleh paraf dari semua representatif peserta rapat di dokumen dokumen yang
diajukan oleh K/L pengusul sebagai bentuk persetujuan.
vvv
124 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
P
ada kajian ini, ditemukan kondisi penataan organisasi pada beberapa K/L yang
secara umum permasalahannya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) hal besar,
yakni ruang lingkup kewenangan dan panduan yang belum tersedia. Ruang
lingkup kewenangan meliputi kewenangan kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara dan kewenangan bagi K/L pengusul yang belum
terdefinisi dengan jelas.
Disamping dua hal besar tersebut, terjadi inkonsistensi penerapan regulasi dalam
penyusunan desain organisasi pada beberapa K/L. Inkonsistensi penerapan regulasi
ini antara lain peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini yaitu Peraturan
Presiden No. 7 tahun 2015 sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden
Nomor 68 tahun 2019 dengan Peraturan Presiden lainnya yang mengatur K/L.
Kemudian terjadi pula perbedaan perspektif dalam hal penentuan nomenklatur
antara kementerian pengusul dengan kementerian yang memfasilitasi penataan
organisasi. Walaupun tidak terjadi pada semua K/L yang menjadi sampling kajian
ini, namun ditemukan juga aspek non teknis yang mempengaruhi proses penataan
organisasi.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka diperlukan pedoman penataan
organisasi yang menerapkan prinsip-prinsip agensifikasi, dengan memberikan otonomi
kepada K/L dalam menata organisasinya.
B. REKOMENDASI
1. Penataan organisasi K/L sebaiknya mengacu pada prinsip teori agensifikasi, yang
harus tetap berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni :
a. Didasarkan pada visi misi, strategi dan pencapaian kinerja (Structure Follows
Strategy, Strategy Follows Performance)
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 125
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
vvv
126 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
DAFTAR PUSTAKA
Bahrami, H. (1992). The Emerging Flexible Organization: Perspectives from Silicon Valley.
California Management Review, Vol. 34 No. 4, pp. 33-52
Bertalanffy, Ludwig von.1973. General System Theory: Foundation Development Applications.
Pinguin Books. Middlesex
Browne, J., Devlin, J., Rolstadas, A., Andersen, B. 1997. Performance measurement: the ENAPS
approach. Int. J. Bus. Transform. 1, 73–84.
Burke, W Warner. 2002. Organization Change, Theory & Practice. Sage Publication. London.
Cunllife, Anne L, 2008, Organization Theory, Sage Publication, London, UK
Daft, L Richard, 2009, Organization Theory and Design, Tenth Edition, Cengange Learning,
Mason, USA.
Donaldson, Lex. 2001. Structural Contingency Theory. Sage Publications.London.
Dove, R. (1996). Business Practices Critical to Early Realization of Agile Enterprise. Project Report.
Paradigm Shift International.
Dwiyanto, Agus. 2014. Administrasi Publik: Desentralisasi Kelembagaan Dan Aparatur Sipil
Negara. UGM Press. Jakarta
Edwards III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press.
Washington, D.C.
Gareth R. Jones. 1994. Organizational theory: text and cases. Prentice Hall. New Jersey.
Gosselin, M. 2005. An empirical study of performance measurement in manufacturing
organizations. Int. J. Prod. Perform. Manag. 54(5/6), 419–437.
Hayes, Robert H., and Pisano Gary P., 1994, Beyond World-Class: The New Manufacturing
Strategy, Harvard Business Review, JanuaryFebruary,pp. 77-86.
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 127
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Heckl, D., Moormann, J. 2010. Process performance management. In: Handbook on Business
Process Management, vol. 2, pp. 115–135. Springer, Berlin.
Heckl, D., Moormann, J. and Rosemann, M. (2010), «Uptake and success factors of Six Sigma in
the financial services industry”. Business Process Management Journal, Vol. 16 No. 3, pp.
436-472.England.
Johnston Michael. 1997. The Search for Definition; the Vitality of Politics and the Issue of Corruption”.
In International Social Science Journal Vol.48.
Judge, W.Q.; dan Miller, A. (1991). Antecedents and Outcomes of Decision Speed in Different
Environmental Contexts. Academy of Management Journal.
Kaplan, Robert S dan Norton, P David. 2001. The Strategy Focused Organization, How Balanced
Score Card companies thrive in the new business environment. Harvard Business School
Press.
Leksana TH.2019. “Menuju Organisasi dan Kepemimpinan Agile di Era VUCA dan Digitalisasi”,
diakses dari www. sscleadership.com
Locke, E. A., & Latham, G. P. 2004. A theory of goal setting and task performance. Prentice Hall.
Englewood Cliffs, NJ.
Marquardt, M.J.1996. Building the Learning Organization. McGraw-Hill. New York.
Miles, M.B, Huberman, A.M, (1994). Qualitative data analysis, 2nd ed. Sage Publication. USA.
Mintzberg, Henry, 1993, Structure in Fives, Designing Effective Organizations, Prentice Hall
International, Inc., New Jersey.
Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Mustamu “Memahami Konsep VMOS, 7s Mc Kinsey, dan Personal Value”, diakses dari https://
mustamu. wordpress.com/ 2009/01 /12/memahami-vmos/
Vincent Gaspersz. 2003. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balance Scorecard Dengan Six
Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Popovich, Mark G. (editor). 1998. Creating High-Performance Government Organization. Jossey-
bass Publisher. San Francisco.
Parmenter, David. 2009. Key performance indicators: pengembangan, implementasi, dan
penggunaan KPI terpilih. alih bahasa, Sari Sutjahjani. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN. 2012. Kajian Efektifitas dan Efisiensi Kelembagaan:
Pemetaan Tugas dan Fungsi serta Penyusunan Instrumen Rightsizing. LAN Press. Jakarta.
128 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Rizwan, A and Jadoon, M.Z. 2010. Agencification in Pakistan: A Comparative Study of Regulatory
and Service Delivery Agencies. Paper for the EGPA Conference, 7-10 September 2010,
Toulouse, France SG6: Governance of Public Sector Organizations.
Richard M. Steers, Gerardo R. Ungson, Richard T. Mowday. 1985. Managing Effective
Organizations: An Introduction. Volume 1. Kent Publishing Company.
Rosenbloom, David H. & Kravchuk, 2005. Public Administration: Understanding Management,
Politics, and Law in the Public Sector. McGraw-Hill.
Rollinson, Derek.2005. Organisational Behaviour and Analysis: An Integrated Approach.
Prentice Hall Financial Times
Sadler, Philips. 2001. The Seamless Organization, Building the Company of Tomorrow, Kogan
Page Limited, London, UK
Sambamurthy, V. (2007). Enterprise Agility & Information Technology Management. Michigan
State University available at: http://misrc.umn.edu/seminars/slides/2007/MISRC%20
Presentation%20Novem er%202007BW.pdf
Schnackenberg, A., Singh, J. & Hill, J. (2011). Theorizing capabilities of organizational agility:
A paradox framework. Paper presented at Academy of Management (AOM) Annual
Meeting. San Antonio.
Starling, Gorver, 2005, Managing the Public Sector, Thompson Wadsworth, Belmont, USA.
Stiglitz, J.E. 2000. Economics of the Public Sector, 3rd ed. Norton & Company.USA.
Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Sull, D. (2009). How to Thrive In Turbulent Markets. Harvard Business Review, Vol 87 No. 2, pp.
78-88.
Sutarto, 1993, Dasar-Dasar Organisasi, Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung
Talbot, C., Pollitt, C., Bathgate, K., Caulfield, J., Reilly, A., and Smullen, A. 2000. The Idea of Agency:
Researching the agencification of the (public service) world. paper for the American Political
Studies Association Conference, Washington DC, August.
Tallon, PP. & Pinsonneault, A. (2011). Competing perspectives on the link between strategic
information technology alignment & organizational agility: Insights from a mediation
model. MIS Quarterly,Vol. 35 No. 2, pp: 463-486.
T Handoko, Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta.
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 129
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
vvv
130 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
Pedoman Penataan Organisasi
Kementerian/Lembaga
PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 131
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA
132 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
O
rganisasi dipahami sebagai suatu sistem yang dinamis, yang dibentuk dari
beberapa aspek antara lain sumber daya manusia, struktur, tata hubungan,
fungsi, proses atau aktivitas, tata nilai, prosedur dan tata aturan, serta tujuan yang
hendak dicapai. Secara umum, penggunaan terminologi organisasi diidentikkan dengan
terminologi lembaga. Dengan demikian, penggunaan terminologi organisasi dalam
pedoman ini dapat disamakan dengan terminologi kelembagaan, yang secara spesifik
merujuk pada organisasi atau lembaga instansi pemerintah. Secara khusus, pedoman
penataan organisasi ini ditujukan hanya untuk penataan di tingkat Kementerian/
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), tidak mencakup penataan di tingkat
pemerintah daerah.
Organisasi instansi pemerintah merupakan suatu entitas yang terikat pada rencana
pembangunan pemerintah pusat. Sebagai negara kesatuan, seluruh organisasi instansi
pemerintah diberi tugas dan fungsi untuk mewujudkan tujuan pemerintahan yang
diterjemahkan dari visi dan misi dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Dengan
demikian, pelaksanaan kegiatan organisasi merupakan penjabaran dari visi dan
misi yang dituangkan ke rencana strategis dan diturunkan ke dalam program dan
kegiatan organisasi. Strategi organisasi pada dasarnya merupakan pedoman di dalam
mengimplementasikan proses organisasi. Di dalam strategi organisasi dirumuskan
berbagai sasaran strategis dan proses organisasi dilaksanakan dan dikembangkan untuk
mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan visi dan misi serta
tujuan pokok organisasi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, organisasi dibekali
dengan sumber daya, seperti sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana,
dan kewenangan yang telah diturunkan dari peraturan perundang-undangan.
Struktur organisasi merupakan aspek pokok organisasi yang menjabarkan
keseluruhan tugas dan fungsi organisasi. Secara ideal struktur organisasi harus
organisasi yang efektif. Dengan demikian struktur merupakan wadah bagi seluruh
strategi-strategi organisasi.
Dalam melakukan penataan organisasi, terdapat pengaturan bahwa penataan
organisasi pemerintahan dilakukan berdasarkan evaluasi kelembagaan dan analisis
kebutuhan organisasi. Namun demikian, dalam implementasinya, masih ditemukan
beberapa K/L yang struktur organisasinya belum sesuai dengan pengaturan dalam
Peraturan Presiden dimaksud. Sebagai contoh adalah tentang jumlah Biro pada suatu
Kementerian yang sesuai peraturan disebutkan bahwa Sekretariat Jenderal terdiri atas
paling banyak 5 (lima) Biro. Sesuai data yang tersaji dalam situs resminya, terdapat
untuk Kementerian yang memiliki jumlah Biro dibawah Sekretariat Jenderal adalah 6
(enam), bahkan pada satu kementerian lainnya jumlah Biro dibawah Sekretariat Jenderal
berjumlah 7 (tujuh). Hal-hal tersebut merupakan data akurat bahwa terdapat perbedaan
antara peraturan dan praktik yang terjadi.
Sejalan dengan program reformasi birokrasi yakni penyederhanaan proses,
pengurangan Jabatan Administrasi, maka penataan organisasi harus diarahkan
pada upaya transformasi mewujudkan organisasi yang berkinerja. Ketiadaan
pedoman penataan organisasi pemerintah yang berlaku nasional selama ini menjadi
permasalahan dalam proses penataan organisasi, seperti disebutkan di awal terkait
perbedaan struktur organisasi dengan pengaturannya, waktu penataan yang memakan
waktu lama maupun ketidakjelasan wewenang antar lembaga terkait yang terlibat
dalam pembahasan penataan organisasi. Oleh karena itu diperlukan suatu petunjuk
(guidance) yang menjadi acuan bagi penataan organisasi, sehingga hasil dari penataan
organisasi menghasilkan struktur organisasi K/L yang memenuhi asas-asas kebutuhan
organisasi serta berpegangan pada prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing).
Penataan organisasi harus dimaknai sebagai kegiatan strategis yang harus dilakukan
untuk membangun organisasi instansi pemerintah yang mampu beradaptasi dengan
dinamika lingkungan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
C. Ruang Lingkup
Pedoman penataan organisasi Kementerian/Lembaga ini mencakup konsep dan
mekanisme dalam penataan organisasi Kementerian/Lembaga.
2. Mekanisme Eksternal
a. Verifikasi,
b. Rapat Konsolidasi,
c. Harmonisasi dan Penetapan
vvv
P
edoman ini disusun untuk memberikan kejelasan mengenai konsep penataan
organisasi yang secara umum akan menerapkan keotonomian dengan tetap mengacu
pada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden yang berprinsip pada teori agensifikasi.
Prinsip umum yang harus dipegang oleh instansi yang mengusulkan penataan organisasi
adalah bahwa organisasi tersebut telah memahami secara komprehensif tentang prosedur
penataan organisasi pada tahap internal, yakni mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan, dokumen-dokumen yang dibutuhkan, serta kualitas dokumen itu sendiri sehingga
pada tahap selanjutnya yaitu pada tahap eksternal, instansi yang memfasilitasi kegiatan
penataan organisasi K/L akan melakukan proses verifikasi hasil dokumen penataan organisasi
K/L pengusul. Berdasarkan konsep ini, diharapkan akan lebih memberikan keleluasaan dan
kewenangan kepada instansi pengusul dalam merumuskan dan mendesain organisasi yang
dibutuhkan untuk mencapai visi dan misi serta kinerja organisasi. Disamping itu dengan
konsep agensifikasi dalam penataan organisasi K/L diharapkan akan memangkas proses yang
panjang.
Pada bab ini diuraikan konsep-konsep yang berkaitan dengan penataan organisasi agar
didapat pemahaman yang integral sebelum menerapkan mekanisme penataan organisasi
pada bab berikutnya. Dalam konteks regulasi, pedoman ini tetap memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku namun juga memberikan suatu solusi apabila dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud belum jelas atau belum mengatur.
A. Prinsip Agensifikasi
Agensifikasi bukanlah fenomena baru di sektor publik. Secara historis, ada beberapa
alasan munculnya organisasi sektor publik yang otonom di berbagai negara dalam
kurun waktu yang berbeda. Selain disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk
mempromosikan layanan sosial dan kesejahteraan, proses agensifikasi yang dilakukan
khususnya setelah tahun 1980 merupakan cikal bakal reformasi sektor publik. Sama
seperti reformasi manajemen publik modern lainnya, Agensifikasi juga berkenaan
dengan desentralisasi, pengaturan kontrak, dan hasil manajemen yang bertumpu pada
perbedaan klasik antara pembentukan kebijakan dan implementasi kebijakan.
Jika diambil garis besarnya dari berbagai referensi, Agensifikasi adalah penciptaan
organisasi untuk menjalankan program pemerintah sebagai pengganti struktur
birokrasi tradisional (departementalisasi) yang menggabungkan sebagian besar atau
semua fungsi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemerintah. Agensifikasi
merupakan inti dari konsep New Public Management.
Dalam pedoman ini, prinsip-prinsip dari Agensifikasi yang dijadikan acuan dalam
menerapkan penataan organisasi K/L adalah:
1. Memberikan layanan publik yang lebih fleksibel,
2. Berorientasi pada kinerja, dan
3. Responsif
Kewenangan yang lebih luas dalam penataan organisasi K/L dengan menerapkan
prinsip agensifikasi dalam pedoman ini dimaknai bahwa K/L memiliki penguasaan
pengetahuan yang komprehensif terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasinya
dalam rangka mencapai visi dan misi yang dibangun yang kemudian akan dijabarkan
pada suatu struktur organisasi. Komponen-komponen dalam suatu organisasi yang
dimiliki oleh suatu K/L antara lain sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana
sangat mempengaruhi strategi dalam pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil
Presiden. Namun demikian, deskripsi kewenangan yang lebih luas dalam penataan
organisasi ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari norma-norma yang berlaku dalam
sistem pemerintahan saat ini.
Dengan penerapan kewenangan yang lebih luas yang mengacu pada prinsip
agensifikasi dalam penataan organisasi K/L, maka dalam prosesnya K/L juga harus tetap
berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni:
1. Didasarkan pada visi dan misi serta strategi untuk mencapainya (Structure Follows
Strategy) dan berorientasi pada target pencapaian kinerja (Strategy Follows
Performance),
B. Evaluasi Kelembagaan
Saat ini, untuk melakukan evaluasi kelembagaan terdapat peraturan perundang-
undangan tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Instansi Pemerintah. Dalam
peraturan tersebut, evaluasi kelembagaan yang dilakukan di K/L mencakup 2 (dua)
dimensi pokok organisasi, yakni struktur dan proses organisasi.
Dimensi struktur mencakup tiga subdimensi sebagai berikut:
1. Kompleksitas
Kompleksitas adalah banyaknya tingkat diferensiasi yang dilakukan dalam
pembagian kerja (division of labor)
2. Formalisasi
Formalisasi merupakan suatu kondisi dimana aturan-aturan, prosedur, instruksi, dan
komunikasi dibakukan
3. Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana kewenangan (authority) dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi berada pada manajemen tingkat tinggi.
PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 5 (P-5) tergolong sangat efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 81-100 dinilai mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakomodir
kebutuhan internal organisasi dan sangat mampu beradaptasi
terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal organisasi.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 4 (P-4) tergolong efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada dinilai
Skor 61-80 mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan mampu
beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal
organisasi. Namun struktur dan proses organisasi masih memiliki
beberapa kelemahan minor yang dapat segera diatasi segera apabila
diadakan perbaikan melalui tindakan rutin yang bersifat marjinal.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 3 (P-3) tergolong cukup efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 41-60 dinilai cukup mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi
dan cukup mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan
lingkungan eksternal organisasi. Namun struktur dan proses organisasi
memiliki berbagai kelemahan yang dapat menyebabkan peringkatnya
menurun apabila organisasi tidak segera melakukan tindakan korektif
secara sistematik.
PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 2 (P-2) tergolong kurang baik. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 21-40 dinilai kurang mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi
dan kurang mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan
lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur dan proses
organisasi dinilai memiliki berberapa faktor kelemahan serius, baik
faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri sendiri maupun
yang bersifat terkait satu sama lain dan pengaruh negatifnya bersifat
simultan. Berbagai kelemahan ini apabila tidak dilakukan tindakan
korektif yang efektif berpotensi memperburuk peringkat organisasi
sampai ke kondisi terburuk.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 1 (P-1) tergolong tidak baik. Struktur dan proses organisasi yang ada dinilai
Skor 0-20 tidak efektif dan tidak mampu mengakomodir kebutuhan internal
organisasi serta tidak mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur dan
proses organisasi dinilai memiliki banyak faktor kelemahan yang sangat
serius, baik faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri sendiri
maupun faktor kelemahan yang bersifat terkait satu sama lain dan
pengaruh negatifnya bersifat simultan. Berbagai kelemahan ini apabila
tidak dilakukan tindakan korektif yang bersifat total (perombakan total
struktur organisasi dan proses organisasi) berpotensi membahayakan
kelangsungan organisasi.
Instrumen lain yang dapat digunakan dalam melakukan evaluasi organisasi antara
lain adalah instrumen yang juga digunakan sebagai penilaian kesehatan organisasi.
Metode penilaian kesehatan organisasi ini, dalam penerapannya akan menghasilkan
indeks kesehatan organisasi. Metode ini didasarkan pada teori kesehatan organisasi dari
Keller dan Price (2013) dengan penyesuaian bagi institusi sektor publik.
Kesehatan organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk
menyelaraskan, mengeksekusi, dan memperbaharui dirinya lebih cepat dari organisasi
lain di bidangnya sehingga dapat mempertahankan kinerja yang tinggi dalam jangka
panjang. Metode ini menilai kesehatan organisasi yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga)
kluster, 9 dimensi, dan 37 indikator praktik. Adapun 3 (tiga) kluster dimaksud, yaitu:
1. Keselarasan Internal (organisasi memiliki tujuan yang didukung oleh budaya dan
iklim, dan berarti bagi masing-masing individu pegawai),
2. Kualitas Eksekusi (organisasi memiiki kemampuan, proses manajemen, dan
motivasi untuk mengeksekusi dengan keuanggulan), dan
3. Kapasitas Untuk Pembaharuan (organisasi efektif pada pemahaman, berinteraksi,
membentuk, dan beradaptasi dengan situasi dan lingkungan eksetrnal).
menjadi aspek yang dianalisis dalam mencari bentuk ideal, sebagai konsekuensi dari
dinamisasi dan proses adaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan
eksternal.
1. Struktur Mengikuti Strategi, Strategi Mengikuti Capaian Kinerja (Structure Follows
Strategy, Strategy Follows Performance)
Structure Follows Strategy merupakan sebuah konsekuensi logis yang muncul
akibat dari perubahan struktur organisasi yang akan mengikuti arah strategi
organisasi yang diterapkan. Struktur organisasi berfungsi sebagai sarana penunjang
terlaksananya strategi organisasi dalam upaya mencapai target-target organisasi. Jika
tidak didukung oleh struktur yang baik, maka organisasi akan mengalami kelabilan
dalam pergerakannya. Apabila organisasi tidak memiliki strategi yang bagus, maka
organisasi tersebut akan mengalami inefektifitas dalam geraknya.
Dalam pedoman ini, penataan organisasi pada K/L akan lebih optimal apabila
mampu dan konsisten menggunakan konsep Structure follows strategy karena menyusun
struktur organisasi dilakukan dengan merujuk kepada strategi yang telah dipilih oleh
pimpinan organisasi.
Eksekusi strategi memerlukan wadah atau kendaraan organisasi dalam bentuk
struktur organisasi. Merupakan hal yang kurang tepat dan fatal apabila strategi organisasi
menjadi terbatas atau dibatasi oleh struktur organisasi yang ada. Jika strategi yang dibuat
melihat dari struktur organisasi yang sudah ada, maka substansi strategi yang dirancang
akan menjadi terbatas dan hasil eksekusi strategi akan mendatangkan kinerja yang tidak
efisien.
Hal-hal berikut ini, merupakan panduan bagaimana sebuah struktur organisasi
dibangun berdasarkan strategi pimpinan organisasi K/L:
a. Struktur Organisasi disusun berdasarkan pada substansi strategi pimpinan, sehingga
desain struktur organisasi dalam K/L akan tampak bervariasi dalam jumlah dan
penamaan nomenklaturnya, namun tetap selaras dengan kemampuan organisasi
K/L antara lain berkaitan dengan jumlah anggaran yang dimiliki K/L,
b. Struktur organisasi yang disusun telah mempertimbangkan dan menselaraskan
dengan kekuatan organisasi dan peluang yang ada, sehingga dapat menghasilkan
manfaat yang optimal dengan pengorbanan yang tertentu oleh organisasi,
c. Struktur organisasi yang disusun harus mempertimbangkan kemampuan sumber
daya manusia yang ada di dalam organisasi yang akan melaksanakan tugas dan
fungsi dalam tahapan eksekusi strategi,
d. Setelah struktur organisasi terbentuk, kemudian diformulasikan ke dalam aksi
melalui serangkaian program, prosedur dan perencanaan anggaran. Ketiga hal
c. Strategi
Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk
mewujudkan Visi dan Misi. Strategi organisasi merupakan penetapan berbagai tujuan
dan sasaran jangka panjang yang bersifat mendasar bagi sebuah organisasi yang
dilanjutkan dengan penetapan rencana aktifitas dan pengalokasian sumber daya yang
diperlukan guna mencapai berbagai sasaran tersebut.
Penetapan strategi yang tepat adalah strategi yang mampu menyelaraskan antara
kekuatan organisasi dan peluang yang ada, sehingga mendatangkan manfaat yang
maksimal bagi organisasi. Tidak ada strategi yang benar atau strategi yang salah, yang
ada adalah apakah strategi yang diformulasikan sudah baik dan tepat.
Dalam pedoman penataan organisasi K/L ini, maka strategi yang telah ditetapkan
dapat dilakukan untuk:
1) Mengidentifikasi lingkungan strategis organisasi di masa depan dan menentukan
misi organisasi untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan organisasi
2) Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan
dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh organisasi
dalam menjalankan misinya
3) Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-
strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya
4) Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi
dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang
dihadapi
5) Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan
jangka panjang.
d. Struktur
Struktur organisasi secara ideal harus bersifat dinamis sebagai konsekuensi
dari adaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal
organisasi. Dalam pengelolaan struktur organisasi akan dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu:
1) Peta Proses Bisnis
Berdasarkan pada peraturan yang mengatur tentang penyusunan peta proses
bisnis instansi pemerintah, maka yang dimaksud sebagai Peta Proses Bisnis adalah
diagram yang menggambarkan hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit
organisasi untuk menghasilkan kinerja sesuai dengan tujuan pendirian organisasi agar
menghasilkan keluaran yang bernilai tambah bagi pemangku kepentingan.
Tujuan penyusunan Peta Proses Bisnis agar setiap instansi pemerintah:
a) Mampu melaksanakan tugas dan fungsi secara efektif dan efisien;
b) Mudah mengkomunikasikan baik kepada pihak internal mapupun eksternal
mengenai proses bisnis yang dilakukan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, dan
c) Memiliki aset pengetahuan yang mengintegrasikan dan mendokumentasikan
secara rinci mengenai proses bisnis yang dilakukan untuk mencapai visi, misi dan
tujuan. Aset pengetahuan ini menjadi dasar pengambilan keputusan strategis
terkait pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta penilaian kinerja.
2) Departementasi
Departementasi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi 4 (empat) model, yaitu:
a) Departementasi fungsional, yaitu pembagian kerja unit organisasi berdasarkan
fungsi yang menjadi tanggung jawab organisasi,
b) Departementasi teritorial, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan teritori
atau wilayah kerja,
c) Departementasi produk, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan produk
yang dihasilkan organisasi, dan
d) Departementasi campuran, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan
fungsi dan teritorial atau produk.
Departementasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
a) Data tugas yang telah dikumpulkan dikelompok-kelompokkan.
b) Setiap kelompok berisi tugas yang sejenis dan mempunyai kaitan proses untuk
menghasilkan luaran (output).
c) Tugas yang telah dikelompokkan dirumuskan nomenklaturnya menjadi
nomenklatur jabatan yang kemudian diberi nama yaitu nama jabatan
R = n (2 n-1 + (n-1))
R = jumlah interaksi
n = jumlah bawahan
Gambar 2.1
Manfaat Analisis Jabatan
Beberapa Peraturan telah diterbitkan untuk mengatur tentang analisis beban kerja.
Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam
satu satuan waktu tertentu. Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik untuk menentukan
jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit organisasi yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan teknik analisis jabatan, atau teknik manajemen lainnya. Hasil dari analisis
beban kerja, akan dilakukan penghitungan isi kerjanya dengan rumus:
Gambar 2.2
Contoh Formulir Beban Kerja
Setelah dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja, maka dapat dilanjutkan
dengan melakukan evaluasi jabatan. Evaluasi Jabatan adalah proses yang sistematis dan
teratur untuk menentukan nilai jabatan sehubungan dengan jabatan lain. Metode dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu kuantitatif (point rating, dan factor comparison), dan non
kuantitatif (ranking or job comparison, dan grading or job classification).
Desain struktur organisasi secara tidak langsung menentukan arah tujuan organisasi.
Organisasi akan bertumpu pada ketajaman fungsi organisasi, bisnis proses, serta kualitas
sumber daya manusia (SDM). Untuk memastikan keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi dan keberhasilan dalam pencapaiannya, diperlukan adanya sistem penilaian
kinerja sebagai bagian dari program pencapaian IKU (Prinsip SMART-C).
Salah satu metode yang dapat dilakukan dalam sistem penilaian kinerja adalah
dengan metode balance score card (BSC). Penilaian kinerja akan meliputi seluruh
organisasi sebagai early warning system bagi pimpinan organisasi, para atasan, dan
akhirnya bagi organisasi secara keseluruhan, untuk terus mengantisipasi dan proaktif
terhadap tantangan dan kesempatan yang ada demi mencapai tujuan organisasi.
Tujuan dilakukannya penilaian kinerja bagi organisasi (structure) adalah :
(1) Membangun organisasi yang terus menerus melakukan penyempurnaan/
perbaikan (continuous improvement);
(2) Membentuk keselarasan antar unit kerja;
(3) Mengembangkan semangat kerja tim (teamwork);
(4) Menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
Tabel 2.1
Indikatif Organisasi yang Lincah (Agile Organization)
Sumber : Mewujudkan Kabinet Agile Pemerintah RI Tahun 2019-2024, PK2AN LAN 2019.
Gambar 2.3.
Pergeseran paradigma organisasi
Gambar 2.4.
Maturity Adaptif Organization
b) Responsif
Responsif organisasi artinya suatu organisasi yang dibangun senantiasa mengalami
pertumbuhan dan perkembangan (dinamis) sesuai dengan dinamika organisasi sendiri
(internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor),
sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi untuk mencapai tujuan organisasinya.
Responsif organisasi dapat menentukan kemampuannya dalam beradaptasi dengan
lingkungan, sesuai dengan strategi organisasi yang telah ditetapkan. Responsif akan
mematahkan adanya siloization dan silo mentality. Siloization mencerminkan renggangnya
integrasi dan koordinasi fungsi organisasi, sementara itu silo mentality menggambarkan
kecenderungan menguatnya budaya organisasi yang mengedepankan ego sektoral
dari masing-masing organisasi. Hal ini yang sering menimbulkan dampak pada proses
interaksi antara organisasi dengan stakeholders (non pemerintah) menjadi tidak efektif,
bahkan menghilangkan kepercayaan dari stakeholders.
Cara menciptakan organisasi menjadi lebih responsif, yaitu:
a) Menciptakan perencanaan secara terbuka dan kerjasama
b) Menciptakan tempat kerja yang otonom
c) Merampingkan proses kerja
keberadaannya pun selalu dapat memberikan kontribusi nyata sesuai dengan tujuan
organisasinya.
Metode penganggaran yang digunakan selalu mengacu pada alokasi anggaran
berorientasi pada kinerja, sehingga fleksibilitas pengelolaan anggaran akan tetap
mengacu pada prinsip akuntabilitas. Selain itu, alokasi anggaran program atau kegiatan
akan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja organisasi yang dilekatkan pada struktur
organisasinya (money follows function).
Kriteria besaran organisasi sebuah K/L ditetapkan berdasarkan karakteristik organisasi
K/L yang mempertimbangkan faktor kualitas dan besarnya SDM Aparatur, Besaran
Anggaran K/L serta besaran beban tugas dan capaian kinerja sesuai dengan Urusan
Pemerintahan yang diserahkan kepada K/L sebagai mandat yang wajib dilaksanakan
oleh setiap K/L.
a) Aspek SDM Aparatur
Prinsip agensifikasi dalam penataan organisasi yang memberikan keleluasaan
sebuah K/L untuk mendesain struktur organisasinya sesuai dengan kebutuhan
organisasinya. Dalam melakukan penataan organisasi K/L, K/L harus telah melakukan
manajemen karier PNS sebagaimana diatur dalam Peraturan tentang Manajemen PNS.
Dalam menyelenggarakan manajemen karier PNS, K/L harus menyusun:
1) Standar kompetensi Jabatan;
Standar kompetensi Jabatan sebagaimana dimaksud berisi paling sedikit informasi
tentang:
(a) nama Jabatan;
(b) uraian Jabatan;
(c) kode Jabatan;
(d) pangkat yang sesuai;
(e) kompetensi Teknis;
(f ) kompetensi Manajerial;
(g) kompetensi Sosial Kultural; dan
(h) ukuran kinerja jabatan.
2) Profil PNS
Sedangkan profil PNS merupakan kumpulan informasi kepegawaian dari setiap PNS
yang terdiri atas: data personal;
(a) kualifikasi;
(b) rekam jejak Jabatan;
(c) kompetensi;
(d) riwayat pengembangan kompetensi;
Besarnya anggaran yang diberikan nantinya juga akan sangat dipengaruhi dengan
besarnya SDM aparatur yang melakukan pencapaian mandat, target, dan visi misi
organisasi.
b) Aspek Anggaran
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi
ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan
dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata. Besarnya anggaran K/L akan
sangat ditentukan oleh program dan kegiatan yang telah dimandatkan oleh Presiden
dan dituangkan ke dalam rencana strategis K/L.
Untuk menciptakan organisasi yang sehat dan mampu menjalankan tugas dan
fungsi organisasi secara efektif dan efisien, maka besaran anggaran untuk belanja
pegawai disesuaikan dengan tugas dan fungsi pokok organisasi, dan idealnya tidak
boleh melebihi jumlah anggaran program dan kegiatan sebuah K/L.
Untuk memberikan kewenangan yang lebih luas yang terkendali dan bertanggung
jawab dalam Penataan organisasi K/L, peran Kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara lebih difokuskan untuk melakukan verifikasi
terhadap dokumen Penataan organisasi K/L. Kegiatan verifikasi ini merupakan bentuk
nyata proses konsultasi yang merupakan bagian dari tugas fungsi Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara. Dokumen-dokumen yang
diverifikasi adalah :
a. dokumen evaluasi kelembagaan
b. dokumen analisis kebutuhan organisasi
c. dokumen Naskah Akademik
d. dokumen rancangan Peraturan Organisasi yang mencakup bagan struktur organisasi
dan uraian tugas
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting agar tidak terjadi
kekosongan pada saat desain struktur organiasi telah ditetapkan.
f. Bappenas
Mempunyai peran untuk mensinkronkan perencanaan dan anggaran dalam K/L
pengusul, melakukan pengecekan dan klarifikasi terhadap program dan kegiatan
apakah sudah sesuai dengan Mandat, dan Visi Misi yang ditetapkan oleh Presiden
dalam Dokumen Rencana Pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
g. Instansi lain yang terkait
Pelibatan instansi lain dalam penataan organisasi K/L dimaksudkan adalah untuk
membantu K/L pengusul dalam memberikan penjelasan dan argumentasi secara
lebih komprehensif terkait penamaan nomenklatur, urgensi pembentukan struktur
tersebut secara substansi, dan hal-hal lain yang diperlukan.
vvv
D
alam tataran peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, mengenai
wewenang Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur
negara telah tegas disebutkan perannya dalam penataan organisasi K/L. Pada
penataan organisasi setingkat JPT Madya, Kementerian yang menangani urusan pemerintah
di bidang aparatur negara memiliki peran sebagai “jembatan” sebelum ditetapkan oleh
Presiden. Sedangkan untuk penataan organisasi setingkat JPT Pratama ke bawah, Kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara memiliki peran untuk
menyetujui. Meskipun telah tegas disebutkan wewenang dari Kementerian yang menangani
urusan pemerintah di bidang aparatur negara, namun dalam praktiknya masih terjadi
mispersepsi mengenai makna dan bentuk persetujuan yang dimaksud. Hal ini disebabkan
belum ada deskripsi yang menyebutkan mengenai kewenangan dari K/L pengusul terhadap
proses penataan organisasi di K/L yang bersangkutan. Kondisi ini menjadi titik pangkal
diformulasikannya mekanisme penataan organisasi dalam kajian ini.
Mekanisme penataan organisasi ini disusun untuk lebih memberikan kejelasan
kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu yang dibutuhkan bagi
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara dan K/L
pengusul penataan organisasi.
A. MEKANISME INTERNAL
Penggunaan istilah Mekanisme Internal bukan dimaknai bahwa pada Mekanisme
Internal tidak boleh melibatkan pihak lain misalnya konsultan, namun untuk menegaskan
bahwa inisiasi untuk pengusulan penataan organisasi harus dari K/L itu sendiri.
Pada mekanisme internal ini, seluruh kegiatan harus melibatkan semua unit lini di
K/L dengan maksud bahwa penataan organisasi merupakan kehendak dan kepentingan
bersama bukan kepentingan parsial. Pelibatan unit lini didokumentasikan dalam bentuk
notula. Mekanisme ini merupakan proses yang dilakukan sepenuhnya oleh K/L pengusul
dalam menyusun rencana penataan organisasi dengan urutan proses sebagai berikut:
1. Menyusun Dokumen
Evaluasi Kelembagaan
Pada proses ini, K/L dapat
menggunakan pedoman
evaluasi kelembagaan K/L yang
diterbitkan oleh Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara, ataupun
dengan metode lain yang hasilnya
dapat digunakan sebagai bahan
organization development (OD).
Pada dasarnya dalam proses ini
dokumen evaluasi kelembagaan
harus sudah tersusun terlebih
dahulu sebagai bagian dari
evidence based.
Hasil dari evaluasi
kelembagaan ini berupa dokumen
yang memuat informasi yang rinci
dan lengkap berkenaan dengan
unsur-unsur kelembagaan di K/L.
Pada Pedoman ini, yang dimaksud
dengan dokumen evaluasi
kelembagaan adalah dokumen
yang dihasilkan pada saat
melakukan evaluasi kelembagaan
sesuai dengan metode yang dipilih.
Kemudian untuk memberikan
keefektifan dan keefisiensian
fungsi dokumen ini bagi proses
selanjutnya, maka format dibawah
ini dapat digunakan untuk checklist.
Format ini merupakan resume
dari dokumen evaluasi yang telah
disusun.
Gambar 3.1
Tahap Mekanisme Internal
b. Organisasi yang Lincah (Agile Organization), yakni adaptif dan responsif terhadap
perubahan lingkungan strategis. Yang dimaksud Adaptif dalam proses ini adalah
adanya kemampuan kelembagaan K/L untuk menyesuaikan diri terhadap dinamika
perkembangan lingkungan melalui nomenklatur rencana penataan kelembagaan.
Sedangkan responsif dalam Pedoman ini adalah kemampuan kelembagaan
K/L untuk menindaklajuti tuntutan akibat dinamika perkembangan lingkungan
dengan mengedepankan sinergi bukan silo mentality. Adaptif dan responsif dalam
pedoman ini adalah satu kesatuan.
Sebagai bahan checklist untuk orientasi ini dapat digunakan format sebagai berikut :
Sebagai bahan checklist untuk orientasi ini dapat digunakan format sebagai berikut :
Tabel 3.4. Checklist Compatible Organization
B. MEKANISME EKSTERNAL
Mekanisme ini merupakan proses pengajuan dokumen-dokumen yang telah disusun
pada tahap mekanisme internal. Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa kewenangan
dari kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara
telah ditegaskan dalam suatu norma. Dengan tetap menjunjung kewenangan yang
juga oleh Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara.
Verifikasi juga dimaksudkan terhadap kesesuaian isi dokumen yang disusun pada
mekanisme internal. Jika dokumen dan isi dokumen telah terpenuhi, maka Kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara mendistribusikan
dokumen dokumen dimaksud kepada instansi terkait dengan surat pengantar untuk
dibahas di rapat konsolidasi.
Pada proses ini berbagai bahan checklist dapat digunakan format sebagai berikut :
Kelengkapan Kesesuaian
No Dokumen
Ya Tidak Ya Tidak
Dokumen Evaluasi
1.
Kelembagaan :
Dokumen Analisis b
2.
Kebutuhan Organisasi :
a. Dokumen Peraturan
per-uu-an dan/atau
amanat Presiden
b. Dokumen Renja/
Renstra
c. Dokumen Peta Proses
Bisnis
d. Dokumen Hasil Evaluasi
Peta Proses Bisnis
Dokumen Naskah
3.
Akademik
Dokumen Rancangan
Peraturan Organisasi yang
4. mencakup bagan struktur
organisasi dan uraian tugas
2. Rapat Konsolidasi
Proses ini merupakan proses pelibatan beberapa K/L yang memiliki korelasi dengan
penataan organisasi yakni Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Hukum dan
HAM, Sekretariat Negara, LAN, BKN dan instansi lain yang memiliki koordinasi dengan K/L
pengusul dengan leading sector Kementerian yang menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara. Konsolidasi disini merupakan proses memberikan pandangan,
tanggapan dan pertimbangan sesuai dengan tugas fungsi masing-masing dengan
maksud bahwa usulan penataan organisasi suatu K/L tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan organisasi. Dalam rapat konsolidasi ini pihak-pihak yang
hadir merupakan representatif dari masing-masing K/L yang diberi kewenangan oleh
pimpinan masing-masing untuk memberi keputusan dan bukan sekedar pelengkap atau
pelegitimasi dalam hal penetapan suatu keputusan. Apabila dari pandangan, tanggapan
dan pertimbangan pada rapat konsolidasi terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh K/L pengusul yang memerlukan koordinasi internal, maka rapat konsolidasi dapat
dilakukan 1 (satu) kali lagi hingga diperoleh paraf dari semua representatif peserta rapat
di dokumen dokumen yang diajukan oleh K/L pengusul sebagai bentuk persetujuan.
Adapun bentuk dokumen bukti telah dilakukannya konsolidasi terhadap rencana
penataan organisasi suatu K/L antara K/L pengusul dengan para representatif K/L
sebagaimana disebutkan diatas, maka dituangkan dalam format sebagai berikut :
Gambar 3.3.
Form Berita Acara Rapat Konsolidasi Penataan Organisasi
vvv
P
edoman Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya
mewujudkan kelembagaan K/L yang dinamis, efektif, dan efisien. Sebagai sebuah
pedoman, dokumen ini diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada instansi
pemerintah untuk membentuk organisasi yang disesuaikan dengan tujuan organisasinya.
Keberhasilan dalam membentuk organisasi yang dinamis, efektif, dan efisien tersebut
dipengaruhi oleh komitmen pemimpin instansi pemerintah pada setiap jenjangnya.
Prinsip-prinsip agensifikasi yang memberikan kewenangan yang lebih luas bagi K/L
untuk menata organisasinya yang mengacu pada Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden,
agilitas organisasi, dan struktur organisasi yang mengikuti strategi, strategi organisasi yang
berbasis pencapaian kinerja organisasi menjadi prinsip utama yang digunakan dalam
pedoman penataan organisasi K/L.
Mekanisme penataan organisasi ini disusun untuk lebih memberikan kejelasan
kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu yang dibutuhkan bagi
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara dan K/L
pengusul penataan organisasi .
Diharapkan dengan pedoman ini, lebih memberikan keleluasaan dan kejelasan kepada
pimpinan K/L dalam merancang organisasi untuk mencapai kinerja optimal, sesuai dengan
visi dan misi Presiden dan Wakil presiden serta strategi yang dimiliki.
vvv
Chandler, A. D., Jr, 1992, Strategy and structure, In H. M. Strage (ed.), Milestones in management:
An essential reader (pp. 61-72), Oxford, UK: Basil Blackwell, Ltd.
Chandler, Alfred, 1962, Strategy and Structure: Chapters in the history of industrial enterprise,
Doubleday, New York.
David, F. R, 2005, Strategic management: Concepts & Cases, tenth edition, Upper Saddle River,
NJ: Prentice Hall.
Graicunas, V.A., “Relationship in Organization (pp. 183-187) in Papers on the Science of
Administration, edited by Luther Gulick and Lyndal F. Urwick, published by Columbia
University’s Institute of Public Adminstration in 1937.
Robbins, S. P., & N. Barnwell, 2002, Organization theory: Concepts and Cases, fourth edition.
Upper saddle River, NJ: Prentice Hall.
Teece, David J, 2011, Alfred Chandler And “Capabilities” Theories of Strategy And
Management, Industrial and Corporate Change, Volume 19, Number 2. Oxford University
Press. Posted in Ekonomi & Manajemen http://ccg.co.id/blog/2018/04/17/structure-
follow-strategy/.
Waterman et.al. 1980. Structure is Not Organization. Business Horizons.
Mewujudkan Kabinet Agile Pemerintah RI Tahun 2019-2024, Kajian Isu-Isu Aktual. PK2AN LAN,
Jakarta, 2019.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 108/1995 tentang
Pedoman Perumusan Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural di Lingkungan Departemen.
Permenpan RB No. 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.
Perka BKN No. 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.
Kepmenpan No. 75 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pengisian Analisis Beban Kerja.
Perka BKN No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai
Negeri Sipil.
Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Organisasi Kementerian Keuangan.
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.
Permenpan RB No. 19 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah.
Permenpan RB No. 20 Tahun 2018 Tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Instansi
Pemerintah.
Permen PPN No. 5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga Tahun 2020-2024.
vvv