Anda di halaman 1dari 181

K A J I A N E VA LUA S I K E B I J A K A N P E N ATA A N O R G A N I S A S I K E M E N T E R I A N / L E M B A G A

LAN RI
MAKARTI BHAKTI NAGARI

Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara – Lembaga


Administrasi Negara
Jl. Veteran No.10 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3868201-05, Fax (021) 3868208

INTEGRITAS PROFESIONAL INOVATIF PEDULI


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI
KEMENTERIAN/LEMBAGA

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
2019
Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga
Jakarta: PK2AN – LAN, 2019
180 hlm.
ISBN: 978-623-92675-0-6

Penanggung Jawab
Tri Widodo Wahyu Utomo
Widhi Novianto
Abdullah Manshur

Penulis
Evy Trisulo Dianasari
Riyadi Sri Purnomo
Frenky Kristian Saragi
Dewi Oktaviani
Fahrizal
Rico Hermawan
Isni Kartika Larasati

Administrasi
Tisa Lestari
Yana Suryana
Niken Andonrani
Sri Handayani
Sri Sukarni

Kontributor
Dr. Ir. Arif Yahya, M.Sc
Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ
Lydia Silvanna Djaman, SH, LLM
Drs. Yanuar Ahmad, MPA
Prof. Dr. Syamsuddin Haris, M.Si
Bunyamin, SH, MH

Diterbitkan oleh
Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara – Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran No.10 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3868201-05, Fax (021) 3868208

ii PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


SAMBUTAN
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

D
alam beberapa kali kesempatan, Presiden Joko Widodo selalu berpesan akan
pentingnya melakukan perbaikan dalam penataan organisasi kementerian dan
lembaga melalui reformasi struktural. Reformasi struktural yang dimaksud  adalah
upaya untuk membenahi proses pelayanan organisasi pemerintah kepada publik. Masih
berbelit-belit dan panjangnya proses birokrasi menimbulkan daya saing Indonesia masih
rendah dibanding negara lainnya sehingga menghambat realisasi investasi dan peningkatan
ekspor. Kekakuan dalam organisasi pemerintahan merupakan penghambat dalam melakukan
investasi di Indonesia, sehingga hal ini harus dapat terus diperbaiki oleh organisasi pemerintah.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan menghilangkan kekakuan struktur
organisasi pemerintah, tentunya diperlukan sebuah struktur organisasi yang fleksibel
dan responsif (agile) sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan strategis yang
cenderung berubah dan dinamis. Kebutuhan organisasi yang lincah, adaptif, dan responsif
saat ini merupakan sebuah keharusan untuk dapat terus eksis dan mampu menang dalam
menghadapi persaingan global baik tingkat regional dan internasional. Apabila melihat
organisasi pemerintahan saat ini, masih cenderung belum mampu melakukan sebuah
kelincahan dalam merespon perkembangan lingkungan strategis, sehingga banyak yang
terlambat dan kehilangan momentum dalam merespon perubahan dan tuntutan pelayanan
masyarakat yang berkualitas dan cepat.
Oleh sebab itulah diperlukan sebuah penataan organisasi yang memberikan perbaikan
dalam struktur birokrasi pemerintah sehingga memberikan kemampuan organisasi untuk
dapat memberikan respon yang cepat dan adaptif dalam menyikapi perubahan lingkungan
strategis saat ini. Prinsip-prinsip penataan organisasi yang masih mengedepankan
kekakuan-kekakuan prinsip dan pakem yang sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasi
pemerintahan modern yang cepat dan lincah dalam aktivitasnya perlu dilakukan perbaikan
dan penyesuaian agar organisasi pemerintah di Indonesia tidak terus tertinggal dan gagap
menyikapi perubahan lingkungan strategis dan tuntutan pelayanan masyarakat.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 iii
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Adanya pedoman penataan organisasi kementerian dan lembaga yang telah dihasilkan
oleh Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara merupakan jawaban atas ketidakjelasan
dan panjangnya prosedur dalam menata sebuah organisasi kementerian/lembaga. Dalam
kajian evaluasi kebijakan penataan organisasi kementerian/lembaga yang telah diselesaikan
ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru bagi setiap organisasi kementerian dan
lembaga dalam melakukan penataan organisasinya kearah organisasi pemerintahan yang
berlandaskan pada prinsip agensifikasi yaitu pemberian kewenangan yang lebih luas dalam
penataan organisasinya serta agile, adaptif dan responsif yang berdasarkan strategi yang di
tetapkan dengan tujuan pencapaian kinerja organisasi.

Jakarta, Desember 2019


Kepala Lembaga Administrasi Negara,

Adi Suryanto

iv PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KATA PENGANTAR

D
inamika penataan organisasi Kementerian/Lembaga merupakan salah satu
permasalahan yang terus menjadi perbincangan publik dalam rangka memenuhi
tuntutan untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan berkelas
dunia. Permasalahan yang terjadi tidak hanya terpusat pada ukuran dan besaran organisasi,
melainkan juga bagaimana sebuah organisasi mempunyai keleluasaan untuk mendesain
dirinya sendiri dalam pencapaian kinerja, dengan mengacu pada mandat, visi misi, strategi
organisasi yang ditetapkan.
Perhatian saat ini dalam penataan organisasi kementerian/lembaga adalah keinginan
untuk mendapatkan ruang yang lebih leluasa dalam menata struktur organisasi dan
nomenklatur sebuah kementerian/lembaga. Sisi lain dari penataan organisasi adalah masih
menggunakan paradigma lama yang memerlukan penyesuaian dengan kondisi birokrasi
saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut kami mengusulkan penerapan prinsip agensifikasi
dalam penataan organisasi yang berorientasi pada tiga hal yakni (1) didasarkan pada visi misi
dan strategi untuk mencapainya (Structure Follow Strategy),dan berorientasi pada pencapaian
kinerja (Strategy Follow Performance), (2) Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan
lingkungan strategis (Agile Organization), (3) Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya
manusia, Anggaran, Sarana Prasarana (Compatible Organization).
Terlepas dari persoalan esensial tersebut di atas, penataan organisasi Kementerian/
Lembaga tetap harus terus dilakukan dan disempurnakan dengan pemahaman yang lebih
komprehensif dan dipraktikkan oleh segenap pihak yang terlibat dalam penataan organisasi
Kementerian/Lembaga. Berdasarkan masukan dan saran dari banyak instansi Kementerian/
Lembaga, dapat disimpulkan cukup banyak Kementerian/Lembaga yang membutuhkan
pedoman teknis dalam penataan organisasinya, walaupun telah ada kebijakan pemerintah
yang mengatur penataan organisasi pemerintah ditingkat pusat dan daerah, namun masih
ada beberapa hal yang perlu dilengkapi, diperjelas dan disempurnakan untuk mencapai
organisasi kementerian/lembaga yang berkinerja tinggi. Mencermati hal tersebut, maka
Pusat Kajian Kebijakan Administrasi Negara, Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara melakukan kajian evaluasi kebijakan
penataan organisasi kementerian/lembaga dengan output akhir berupa pedoman penataan
organisasi kementerian dan lembaga.
Kami berharap semoga kajian evaluasi kebijakan penataan organisasi kementerian/
lembaga dapat memberikan manfaat yang lebih luas dalam rangka memberikan kejelasan
arah dalam melakukan penataan organisasi di kementerian/lembaga. Kami menyadari
bahwa kajian ini belum sempurna, dan tentunya masih terdapat kekurangannya. Oleh sebab

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 v


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

itu, kami mengundang saran konstruktif dari para pemangku kepentingan untuk perbaikan
dan penyempurnaan kajian ini.
Kami menyampaikan terima kasih kepada tim penulis, tim editor, dan berbagai pihak
yang telah berkontribusi dalam kajian ini. Semoga amal ibadah tersebut mendapat ridho dari
Tuhan yang Maha Esa dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.

Jakarta, Desember 2019


Deputi Kajian Kebijakan dan
Inovasi Administrasi Negara

Tri Widodo Wahyu Utomo

vi PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


DAFTAR ISI

SAMBUTAN iii
KATA PENGANTAR v
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Kajian 5
D. Output/ Keluaran 5
E. Manfaat Kajian 5
F. Ruang Lingkup Kajian 5
G. Metode Penelitian 6
1. Pendekatan Kajian 6
2. Sumber dan Jenis Data 6
3. Teknik Pengumpulan Data 8
4. Instrumen Penelitian 8
5. Teknis Analisis Data 9
6. Kerangka Pikir Kajian 10
H. Sistematika Penulisan 11

BAB II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN YURIDIS 13


A. Tinjauan Konseptual Penataan Organisasi 13
1. Perkembangan Penataan Organisasi 17
a. Penataan Organisasi Klasik 20
1) Pembagian Kerja (Division of Labor) 21
2) Pengelompokkan Pekerjaan 22
3) Koordinasi 24
b. Penataan Organisasi Modern 26
1) Agile Organization 27
2) Efektivitas dan Efisiensi Organisasi 30
(a) Struktur Mengikuti Strategi
Organisasi (Structure Follow Strategy) 33
(b) Organisasi Berkinerja Tinggi 35

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 vii
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

2. Konteks Penataan Organisasi 46


a. Tahapan Penataan Organisasi 52
1) Tahap I : Persiapan 52
2) Tahap II: Perencanaan dan Penataan Struktur 59
3) Tahap III: Formalisasi, Pelaksanaan dan Pengelolaan
Perubahan 59
4) Tahap IV: Evaluasi Susunan Organisasi
dan Evaluasi Kinerja Organisasi 59
B. Aspek Yuridis Penataan Organisasi 60
C. Monitoring dan Evaluasi Kelembagaan Kementerian Keuangan 72

BAB III. DINAMIKA PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/


LEMBAGA 79
A. Kondisi Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga Saat ini 79
1. Kementerian Pertahanan 79
2. Kementerian Keuangan 82
3. Kementerian Hukum dan HAM 88
4. Kementerian Komunikasi dan Informatika 91
5. Kementerian Pariwisata 94
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 102
7. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 106
B. Analisis Penataan Organisasi Kementerian/ Lembaga 108
1. Mekanisme Penataan organisasi dengan Peraturan
Presiden (perubahan struktur Eselon I) 109
2. Mekanisme Penataan organisasi dengan Peraturan Menteri/
Kepala Lembaga (perubahan struktur Eselon II
ke bawah atau penajaman tugas/ fungsi organisasi) 113
BAB IV. PARADIGMA DAN MEKANISME PENATAAN ORGANISASI K/L 117
A. Prinsip Agensifikasi 117
B. Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga 118
1. Tahap Mekanisme Internal 119
2. Tahap Mekanisme Eksternal 122

BAB V. PENUTUP 125


A. Kesimpulan 125
B. Rekomendasi 125

DAFTAR PUSTAKA 127


LAMPIRAN 131

vvv

viii PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Susunan Organisasi Kementerian Beserta Besarannya 2


Tabel 1.2. Susunan Organisasi LPNK beserta besarannya 3
Tabel 2.1. Aspek Penataan Organisasi 21
Tabel 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rentang kendali 25
Tabel 2.3. Pergeseran Struktur dan Ukuran Organisasi 26
Tabel 2.4. Perkembangan Definisi Agilitas Organisasi 29
Tabel 2.5. Struktur Bobot Penilaian Evaluasi Kelembagaan 69
Tabel 2.6. Perhitungan Nilai Akhir (Total), Peringkat Organisasi, dan Interpretasi 70
Tabel 3.1. Kriteria Survei Evaluasi Organisasi Kementerian Pariwisata 96
Tabel 3.2. Rincian Proses pembahasan Penataan Organisasi Kementerian Pariwisata 101
Tabel 4.1. Data Jumlah Pegawai dan Anggaran Belanja Pegawai 120

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 ix


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi


Kementerian/Lembaga 11
Gambar 2.1. Area Fragmentasi dan Kinerja Organisasi 15
Gambar 2.2. Konfigurasi Lima Jenis Bagian Organisasi 23
Gambar 2.3. Hubungan Timbal Balik dari Kinerja Organisasi dan Perubahan 32
Gambar 2.4. Membangun Organisasi Unggul 34
Gambar 2.5. Strategi dalam sebuah Organisasi Modern 35
Gambar 2.6. Five Star Model 47
Gambar 2.7. Elemen Penataan Organisasi 48
Gambar 2.8. Lingkungan Ekternal Organisasi Pemerintah 49
Gambar 2.9. Lingkungan Internal dan Eksternal Organisasi Pemerintah 50
Gambar 2.10. Konsteks dan Aspek Penataan Struktur Organisasi 51
Gambar 2.11. Empat Perspektif Dalam Analisis Balace Scorecard 56
Gambar 2.12. Diagram Analisis SWOT 57
Gambar 2.13. Indikator Kesehatan Organisasi 73
Gambar 3.1. Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian Keuangan 87
Gambar 3.2. Peta Proses Bisnis Kementerian Pariwisata
dengan struktur baru 99
Gambar 3.3. Proses Internal dalam Penataan Organisasi BPPT 108
Gambar 3.4. Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga
(dengan Perpres) 112
Gambar 3.5. Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga
dengan Peraturan Menteri/ Peraturan Lembaga 115
Gambar 4.1. Tahap Mekanisme Internal 119
Gambar 4.2. Tahap Mekanisme Internal 123

vvv

x PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

P
enyelenggara negara mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan tujuan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan negara adalah untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Oleh karena itu, sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945,
Pemerintah Negara Republik Indonesia bertekad menjalankan fungsi pemerintahan
negara ke arah tujuan yang dicita-citakan.
Pasal 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Untuk mewujudkan organisasi kementerian negara yang tepat fungsi dan tepat ukuran
serta mendukung efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, berbagai peraturan
perundang-undangan dari tingkat Undang-Undang hingga Peraturan Menteri menjadi
landasan hukum.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan lingkungan strategis, maka tidak
menutup kemungkinan bahwa organisasi Kementerian/Lembaga (selanjutnya disebut
K/L) harus segera menyesuaikan diri dengan melakukan penataan ulang organisasi.
Penataan tersebut meskipun diperbolehkan namun tetap memperhatikan rambu-
rambu yang telah ditentukan. Rambu-rambu yang saat ini menjadi hukum positif untuk
menata organisasi K/L mencakup pembatasan jumlah dan nama nomenklatur dari
setiap hirarki organisasi.
Mencermati dari tingkat Undang-Undang, mengenai Kementerian Negara
diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang di dalamnya memuat

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 1


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

tentang kedudukan dan urusan pemerintahan hingga hubungan fungsional antara


kementerian dengan LPNK serta hubungan kementerian dengan pemerintah daerah.
Terkait dengan kajian ini, hal-hal yang mengatur tentang Tugas Fungsi dan Susunan
Organisasi, pembentukan dan pengubahan kementerian disebutkan diatur terperinci
dalam peraturan turunannya yang secara khusus mengenai Organisasi Kementerian
Negara saat ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 sebagaimana
telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi
Kementerian Negara.
Dalam dinamika penyusunan organisasi kementerian ini, pengaturan mengenai
unsur-unsur dalam susunan organisasi kementerian telah disebutkan secara jelas
termasuk juga jumlah dari unsur pelaksana kementerian. Berdasarkan penelusuran
melalui situs resmi kementerian, maka saat ini susunan organisasi untuk unsur Pembantu
Pemimpin, Unsur Pelaksana, Unsur Pengawas dan Unsur Pendukung di beberapa
kementerian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1.1. Susunan Organisasi Kementerian


MAPPING ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN

Sumber: diolah dari beberapa sumber, PK2AN, 2019

2 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dari tabel tersebut, dapat diperhatikan bahwa untuk jumlah unsur pelaksana pada
Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal dari tingkatan Deputi hingga pengawas
memiliki beberapa variasi jumlah yang masing-masing kementerian bervariasi. Jika
mengacu pada Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015, maka disebutkan
bahwa “Penentuan jumlah Direktorat Jenderal didasarkan pada analisis organisasi
dan beban kerja” yang besarannya sudah tertuang secara jelas dalam peraturan tersebut.
Hal tersebut diatas menginformasikan bahwa dalam Penataan organisasi K/L saat ini
masih dimungkinkan adanya perbedaan dalam jumlah nomenklatur eselon II, walaupun
sudah ada peraturan perundangan yang mengaturnya, sehingga diperlukan adanya
kejelasan kebijakan yang membolehkan hal tersebut terjadi. Hal ini menginformasikan
bahwa jumlah penamaan nomenklatur bisa saja berbeda dengan aturan yang ada,
karena melihat besaran kementerian, atau beban tugas dan fungsi atau mandat yang
diemban oleh sebuah kementerian.

Tabel 1.2. Susunan Organisasi LPNK

Sumber: diolah dari beberapa sumber, PK2AN, 2019

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 3


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dari tabel tersebut, diperhatikan bahwa untuk jumlah unsur eselon pelaksana
(Deputi) bervariasi dalam jumlah nomenklaturnya, namun variasi jumlah yang terjadi
hanya terjadi pada beberapa Lembaga saja yang melewati batas atasnya, dan jumlahnya
tidak banyak. Walaupun demikian, perlu penjelasan pula, mengapa perbedaan jumlah
struktur pada struktur organisasi di Lembaga dapat terjadi dan melebihi dari aturan
mengenai jumlah nomenklatur. Apakah hal ini memang dibolehkan dalam aturan atau
ada kebijakan khusus pula yang diberikan oleh instansi yang menfasilitasi Penataan
organisasi K/L.
Sementara itu pada Pasal 97 ayat (2) Peraturan Presiden no 7 Tahun 2015 pada
pokoknya menyebutkan bahwa susunan organisasi diusulkan masing-masing Menteri
ke Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur Negara
untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden. Sementara pada Pasal 98 disebutkan
bahwa pada pokoknya untuk organisasi kementerian eselon II perlu persetujuan
tertulis Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur
Negara.
Mengacu pada pasal-pasal yang disebutkan diatas, maka Kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Aparatur Negara memiliki peran
yang signifikan. Pemaknaan dari klausul “diusulkan ke Menteri bidang aparatur
negara” untuk Eselon I dan klausul “persetujuan tertulis Menteri bidang aparatur
negara” untuk Eselon II diperlukan kejelasan dalam mekanismenya sehingga
dapat terjabarkan kewenangan dari masing-masing pihak yakni kementerian yang
mengusulkan dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Aparatur Negara.
Dari penjabaran diatas, maka Lembaga Administrasi Negara (LAN) cq Pusat Kajian
Kebijakan Administrasi Negara (PK2AN) tahun ini melaksanakan penyusunan Kajian
Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L.

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang sebagaimana dijabarkan
diatas, maka pada Kajian ini dirumuskan masalah yakni :
Bagaimana formulasi penataan organisasi K/L yang efektif dan efisien serta
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang didasarkan
mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa, pemerintahan
desentralistik, dan peran pemerintah?

4 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

C. Tujuan Kajian
Tujuan dilakukannya kegiatan Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis mekanisme penataan
organisasi K/L saat ini;
2. Merumuskan mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif, efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang
didasarkan mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa,
pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah.

D. Output/ Keluaran
Output atau keluaran dari kajian ini adalah tersedianya 1 (satu) laporan kajian yang
didalamnya memuat:
1. Hasil Analisis mekanisme penataan organisasi K/L;
2. Rekomendasi mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif, efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja yang
didasarkan mandat konstitusi, visi, dan misi presiden, tantangan utama bangsa,
pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah;
3. Pedoman penataan organisasi K/L.

E. Manfaat Kajian
Manfaat yang ingin diperoleh dari kegiatan kajian evaluasi kebijakan penataan
organisasi K/L adalah:
1. Menyediakan data dan informasi terkait mekanisme penataan organisasi K/L saat ini;
2. Menyediakan mekanisme penataan organisasi K/L yang efektif. Efisien dan
akomodatif berdasarkan karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja;
3. Menyediakan pedoman penataan organisasi K/L.

F. Ruang Lingkup Kajian


Kajian ini difokuskan pada mekanisme pengajuan usulan penataan organisasi K/L
khususnya pada level eselon I dan II mulai dari proses analisis organisasi dan beban kerja
hingga prosedur persetujuan dari instansi yang berwenang dengan menggunakan
sampling organisasi K/L yang dikelompokkan berdasarkan:
1. Urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 5


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi


program pemerintah.

G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Kajian
Menurut Sugiyono (2014), secara umum metode penelitian diartikan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Pada Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L ini menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif dipilih
karena kajian yang dilakukan adalah berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi masa sekarang, menurut
Koentjaraningrat (1991) pengertian penelitian deskriptif yaitu:

“Suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat


mengenai sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok-kelompok tertentu, atau
dengan tujuan untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala, atau adanya
hubungan tertentu antara gejala yang satu dengan gejala yang lain dalam masyarakat.”

Penelitian deskriptif dalam kajian ini untuk menggambarkan secara sistematis


dan analitis mengenai pelaksanaan penataan organisasi K/L di Indonesia.
Kemudian pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah dengan
maksud agar memahami dasar masalah-masalah manusia dalam konteks sosial
secara menyeluruh dan kompleks, serta melaporkan pandangan secara terperinci
dari para sumber informasi tanpa adanya intervensi apa pun dari peneliti. Metode
penelitian kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (natural), dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci (key instrument), teknik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan kepada makna dari pada generalisasi (Sugiono, 2014).

2. Sumber dan Jenis Data


Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain (Moleong, 2010). Sumber data utama didapatkan dengan cara
mengumpulkan catatan tertulis atau merekam dalam bentuk audio, pengambilan
gambar maupun bentuk data/informasi lainnya. Dalam kajian ini terdapat dua
bentuk sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer ini merupakan

6 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

data/informasi yang diperoleh secara langsung dari sumber data. Pada kajian ini,
data primer didapatkan melalui Focused Group Discussion (FGD) serta wawancara
mendalam (in-depth interview) dengan narasumber terkait.
Sedangkan data sekunder adalah data-data yang telah tersedia tanpa
dilakukan penelitian secara khusus terlebih dahulu, dengan kata lain data sekunder
merupakan data yang telah terlebih dahulu ditelusuri dan dilaporkan oleh peneliti
lain diluar kajian ini. Data sekunder dapat meliputi: dokumen-dokumen, arsip-arsip,
catatan-catatan, dan laporan resmi yang berkaitan dengan kajian ini.

a. Kementerian/Lembaga Sampel
Untuk memperoleh data dan informasi yang akan digunakan sebagai bahan
analisis sebagaimana pada rumusan masalah, maka kajian melakukan in-depth
interview dengan pimpinan K/L dan FGD dengan pimpinan unit kerja yang
menangani bidang organisasi yang terdiri dari:
1) Kementerian yang masuk dalam kelompok pertama (Perpres No. 7 Tahun
2015):
a) Kementerian Pertahanan
2) Kementerian yang masuk dalam kelompok kedua (Perpres No. 7 Tahun 2015):
a) Kementerian Hukum dan HAM
b) Kementerian Keuangan
c) Kementerian Komunikasi dan Informatika
3) Kementerian yang masuk dalam kelompok ketiga (Perpres No. 7 Tahun 2015):
a) Kementerian Pariwisata
4) Lembaga
a) BPPT
b) LIPI

b. Akademisi
Untuk memperoleh informasi dan tinjauan teori konseptual mengenai
penataan organisasi yang ideal di kementerian dan lembaga yang di sesuaikan
pula dengan mekanisme yang terjadi dan telah dilakukan oleh K/L selama ini dalam
melakukan penataan organisasi lembaganya. Masukan dari akademisi ini kemudian
diformulasikan menjadi rekomendasi penataan organisasi K/L sebagaimana
rumusan masalah, maka dilakukan FGD dengan akademisi yang memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang ini untuk dapat memberikan pandangan
baru dan ideal mengenai penataan organisasi K/L kedepan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 7


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sejumlah metode.
Penggunaan beberapa metode ini dimaksudkan agar proses pengumpulan data
benar-benar dapat menghasilkan data yang reliable dan valid. Metode pengumpulan
data terutama dilakukan melalui kegiatan Focused Group Discussion (FGD) untuk
menggali gagasan, pandangan, pendapat, dan analisa ahli (akademisi dan praktisi)
terkait dengan kajian. Selain menggunakan FGD, pengumpulan data juga dilakukan
melalui wawancara (in-depth interview), Kegiatan Audiensi ke kementerian sampel
untuk memperdalam data-data dan informasi yang belum didapatkan di dalam
FGD sebelumnya, kemudian dilakukan pula studi dokumen dan studi literatur.
a. Focused Group Discussion (FGD)
Dalam melakukan FGD pada Kajian Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi
K/L ini dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan. Pertama, FGD yang ditujukan
untuk menggali informasi dan mengidentifikasi penataan organisasi pada
lingkup kementerian dari sampling yang telah ditentukan sebelumnya oleh
Tim. Kedua, pada FGD tahap ini fokus diskusi diletakan pada validasi data dan
informasi hasil FGD pertama dengan melibatkan Kementerian dari sampling
yang telah ditentukan sebelumnya oleh Tim. Ketiga, yaitu tahapan FGD yang
ditujukan untuk menggali pandangan pemangku kebijakan yang memiliki
korelasi dengan penataan organisasi K/L.
b. Kegiatan Audiensi dan Wawancara mendalam (in-depth interview) pada
Kementerian sampel.
Kegiatan ini dilakukan dengan informan kunci (key informant) atau narasumber
terpilih yang terkait dalam kajian ini. Narasumber yang dijadikan informan
utama dalam kajian ini diantaranya berasal dari berbagai instansi terkait,
akademisi dan informan kunci lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan
(snowball).
c. Exclusive Interview, dilakukan dengan pimpinan Kementerian yang terkait dalam
kajian ini, dalam hal ini Menteri Pariwisata, Menteri Komunikasi dan Informatika,
Menteri Keuangan dan Kepala BPPT.
d. Studi Literatur, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan telaah
terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kajian ini, seperti
peraturan perundang-undangan, maupun risalah hasil rapat pembahasan

4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan untuk melakukan
kajian, khususnya dalam kegiatan pengumpulan data dan informasi. Untuk

8 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

mendukung proses pengumpulan data dan informasi yang diinginkan pada Kajian
Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi K/L ini maka digunakan beberapa instrumen,
yakni:
a. Panduan Wawancara
Merupakan kerangka acuan yang berupa materi-materi atau poin-poin yang
menjadi dasar dan acuan dalam melakukan wawancara dengan narasumber.
b. Panduan Focused Group Discussion (Diskusi Terbatas)
Merupakan panduan dalam melakukan diskusi agar dalam diskusi tidak ada
pertanyaan yang tertinggal dan diskusi dapat dilakukan dengan terstruktur
dan lancar.
c. Panduan Audiensi Kementerian Sampel Terpilih
Audiensi Kementerian Sampel Terpilih dilakukan untuk memperdalam data
dan informasi kajian yang sudah diperoleh dari hasil FGD sebelumnya, namun
masih bersifat umum. Sehingga dengan Audiensi akan diperoleh data yang
lebih lengkap dan mendalam terkait penataan organisasi di Kementerian dan
Lembaga.
d. Panduan Indepth Interview
Untuk mengetahui wawasan dan visi misi menteri dan pimpinan K/L sampel
terpilih terkait desain penataan organisasi kementerian dan lembaga yang
dipimpin, harapan, dan kendala yang dihadapi dalam melakukan penataan
organisasi.
e. Pedoman Pengumpulan Data
Merupakan hasil dari penelitian yang didengar, dilihat, dan dipahami dalam
rangka pengumpulan data dan merefleksikan data dalam penelitian kualitatif.

5. Teknik Analisis Data


Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan model analisis data Miles
and Huberman (1994) dengan tahapan sebagai berikut:
a. Analisis Data hasil Desk Study:
Collecting Data g Display Data g Reduction Data g Conclusion Verification
b. Analisis Data hasil FGD, Audiensi, dan Indepth interview:
Collecting Data g Reduction Data g Display Data g Conclusion

Secara umum Miles dan Huberman membuat gambaran bahwa analisis terdiri
dan tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 9


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

a. Reduksi Data,
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-
menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung.
b. Penyajian Data,
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Miles dan
Huberman membatasi suatu penyajian data sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh.
Menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang
didapat dari penyajian daa tersebut.
c. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi,
Kegiatan ketiga yang terpenting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpulan data, peneliti atau analis kebijakan akan melakukan
analisis data kualitatif dan kemudian mencari arti dari temuan tersebut kedalam
catatan-catatan yang teratur. Dari rangkaian kesimpulan-kesimpulan yang
telah ditemukan, dirangkaikan menjadi sebuah kesimpulan yang lebih jelas,
lebih terperinci, dan mempunyai argumentasi dan bukti yang jelas dan kokoh.

6. Kerangka Pikir Kajian


Kajian evaluasi kebijakan penataan organisasi K/L dilandasi dengan melakukakan
telaahan dan analisis mengenai aspek yuridis dari peraturan dan kebijakan yang
melandasi penataan organisasi K/L, kemudian juga dibarengi dengan melakukan
telaahan empiris atau kondisi yang terjadi saat ini dalam penataan organisasi K/L
yang dilakukan oleh masing-masing K/L, dinamika apa yang terjadi, bagaimana
prosesnya, dokumen apa yang dibutuhkan dan berapa lama tahapan itu dilakukan.
Dari telaahan empiris ini dapat diketahui kelemahan-kelemahan yang terjadi
dalam pelaksanaan penataan organisasi K/L, sehingga nantinya dapat dirumuskan
proses yang lebih baik dari penataan organisasi K/L. Selanjutnya dalam kajian ini
juga dilandasi dengan telaahan tentang konsep-konsep yang ada dalam penataan
organisasi K/L. Konsep yang tepat dan ideal dengan karakteristik organisasi
pemerintahan yang akan digunakan selanjutnya dalam penataan organisasi K/L.
Dari analisis dan telaahan yang telah dilakukan, kemudian disusunlah pedoman
dalam penataan organisasi K/L, yang didalamnya memuat mekanisme penataan
organisasi K/L ideal yang sesuai dengan kebutuhan organisasi K/L terkait. Penataan

10 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 1.1.
Kerangka Pikir Kajian Evaluasi Kebijakan
Penataan Organisasi K/L

organisasi K/L ini juga harus disesuaikan dengan mandat dan visi misi Presiden, dan
analisis lingkungan strategis yang memerlukan perubahan cepat. Dari pedoman
yang disusun tersebut akan menghasilkan sebuah desain penataan organisasi K/L
yang ideal.
H. Sistematika Penulisan
1. Bab 1: Pendahuluan
Bab ini merupakan bagian Pendahuluan kajian, yang mengulas tentang latar
belakang tentang pentingnya kajian ini dilakukan. Selain itu, juga berisi tentang
rumusan masalah, tujuan, output, dan sistematika penulisan kajian.

2. Bab 2: Tinjauan Konseptual dan Yuridis


Bab ini menjelaskan tentang teori-teori dan konsep-konsep yang
melatarbelakangi perlunya penataan organisasi di K/L, kemudian juga landasan
hukum yang mendasari dari penataan organisasi K/L selama ini.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 11


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Bab 3: Dinamika Penataan Organisasi Kementerian/ Lembaga


Bab ini menjelaskan bagaimana mekanisme penataan organisasi di K/L yang
terjadi selama ini, instansi yang terlibat dalam penataan, dan dinamika yang terjadi
dari proses penataan organisasi K/L.

4. Bab 4: Paradigma dan Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian/


Lembaga
Bab ini merupakan hasil analisis dari rangkaian teori konseptual dalam penataan
organisasi K/L, analisis dari mekanisme yang ideal dalam penataan organisasi di K/L,
serta pedoman penataan organisasi di K/L pemerintah.

5. Bab 5: Penutup
Bab ini merupakan bagian penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan
rekomendasi kajian.

vvv

12 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


BAB II
TINJAUAN KONSEPTUAL DAN YURIDIS

A. Tinjauan Konseptual Penataan Organisasi

P
ada dasarnya pembentukan suatu organisasi dan kelembagaan publik ditujukan
untuk menunjang pencapaian tujuan pembangunan nasional secara efektif.
Berkenaan dengan kebutuhan tersebut maka pembentukan suatu organisasi-
kelembagaan publik dapat dipahami sebagai upaya untuk memastikan bahwa
kebijakan strategis dan program prioritas pembangunan dapat terselenggara sesuai
dengan target yang dicanangkan. Dengan kata lain, organisasi-kelembagaan publik
merupakan katalisator bagi tujuan-tujuan pembangunan yang hendak dicapai oleh
suatu pemerintahan. Dalam konteks ini, organisasi-kelembagaan publik bukanlah suatu
entitas yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tujuan
pembangunan nasional. Oleh karena itu, arsitektur dan desain organisasi-kelembagaan
publik harus mendukung kebijakan strategis dan program prioritas pemerintah.
Sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional, organisasi-
kelembagaan publik mencerminkan respon pemerintah atas perubahan lingkungan
strategis (dalam konteks sosial, politik, ekonomi) yang menentukan arah dan sasaran
pembangunan nasional. Oleh karena itu, perancangan dan pembentukan organisasi-
kelembagaan publik dapat dipandang sebagai resultante dari dinamika lingkungan
strategis dan tujuan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh suatu negara. Hal
ini senada dengan pendapat Rosenbloom dan Kravchuk (2005) dan Cunliffe (2008)
menegaskan bahwa dinamika perubahan lingkungan strategis organisasi menjadi
pemicu lahir dan berkembangnya suatu organisasi. Lingkungan strategis organisasi
publik memberikan kontribusi terhadap keragaman fungsi pemerintahan suatu negara
yang bermuara pada kinerja organisasi-kelembagaan publik. Keragaman ini dapat
dilihat dari orientasi tugas, fungsi, dan tujuan fungsi pemerintahan yang pada gilirannya
mendeterminasi karakteristik organisasi publik/pemerintahan dengan mandat fungsi-
fungsi yang dimilikinya.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 13


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Atas dasar keragaman tersebut, muncul apa yang disebut sebagai fragmentasi
organisasi. Fragmentasi merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa dielakkan sebagai
implikasi dari adanya pembagian tugas (division of tasks) mengingat begitu besarnya
urusan pemerintahan yang harus dikelola oleh negara. Dalam konteks kebijakan publik,
fragmentasi merupakan bagian dari struktur birokrasi yang menurut Edwards III (1980)
berpengaruh dalam mekanisme implementasi kebijakan. Fragmentasi merupakan
penyebaran tanggung jawab kebijakan ke dalam unit-unit organisasi. Pembagian
tanggung jawab atau kewenangan ini pada dasarnya bermakna mempermudah
pelaksanaan kebijakan karena dengan demikian proses implementasi dapat dilaksanakan
oleh unit-unit organisasi hingga yang paling kecil dengan tetap berpedoman pada
kontrol yang sama agar pelaksanaan kebijakan tidak keluar dari jalur yang ditetapkan
oleh pembuat kebijakan (decision maker).
Struktur yang terfragmentasi memang bisa dikatakan lebih banyak menimbulkan
permasalahan. Permasalahan yang sering kali muncul dalam fragmentasi ini adalah
sulitnya membuat koordinasi antar unit. Hal ini disebabkan karena sumber daya
dan kewenangan seringkali dikendalikan oleh segelintir orang atau seseorang yang
mendominasi kewenangan. Ego sektoral terlihat begitu dominan dibandingkan kerja
sama antar unit sehingga melahirkan difusi tanggung jawab yang kerap kali begitu liar.
Selain itu, fragmentasi yang melahirkan miskoordinasi juga melahirkan pekerjaan yang
dikerjakan oleh banyak unit (overlap). Potensi overlapping tanggung jawab terjadi karena
begitu banyaknya badan-badan yang dibentuk tanpa adanya evaluasi kelembagaan
terlebih dahulu. Menurut Edwards III (1980), struktur birokrasi yang terfragmentasi
(terpecah-pecah) dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk
instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalam implemetasi kebijakan,
semakin membutuhkan koordinasi yang intensif.
Selain itu, keberadaan berbagai kelompok kepentingan di sekitar struktur, seperti
Partai Politik, Organisasi Masyarakat, maupun perorangan, ikut berpengaruh terhadap
sulitnya membangun koordinasi. Seperti dikatakan Edwards III (1980), semakin
banyak aktor dan badan-badan di luar lembaga yang terlibat dalam proses kebijakan
akan menyebabkan lahirnya banyak keputusan, maka akan membuat semakin kecil
keberhasilan dalam implementasi. Bagi sebagian besar kalangan, fragmentasi dipandang
sebagai musuh organisasi. Dalam konteks kebijakan di Indonesia, fragmentasi lebih jauh
dipandang sebagai salah satu faktor timbulnya celah korupsi yang sistematis (Widoyoko,
2010). Dalam penelitiannya, Johnston (1997) berargumen bahwa bentuk umum dari
korupsi di Indonesia adalah karena pelaksanaan proses kebijakan sangat terfragmentasi,
yang ditambah dengan begitu lemahnya peran (pengawasan) dari masyarakat sipil.

14 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Fragmentasi dapat terjadi dalam enam area utama, dalam hal ini area-area yang
terfragmentasi akan mempengaruhi kinerja organisasi yang meliputi capaian profit/
kepuasan publik, efisiensi operasionalisasi kegiatan, dan pengalaman pelanggan/
pengguna layanan. Enam area yang terfragmentasi tersebut yaitu: (1) Proses bisnis;
(2) Orang/Personel dan organisasi; (3) Lokasi; (4) Aturan; (5) Infrastruktur; (6) Produk
organisasi/kebijakan.

Proses Bisnis

Profit/Kepuasan Publik
Produk organisasi/ kebijakan Personel dan Organisasi
Efisiensi
Operasional
Infrastruktur Lokasi
Pengalaman Pelanggan
(Customer)

Aturan (rules)

Gambar 2.1.
Area Fragmentasi dan Kinerja Organisasi 1

Sementara itu, Rollinson (2005) melihat fragmentasi sebagai suatu budaya dalam
organisasi yang tidak bisa dipungkiri pasti terjadi, terlebih dalam struktur birokrasi
pemerintah. Rollinson memandang fragmentasi terjadi karena tata kelola (management)
organisasi merupakan sesuatu yang kompleks. Kompleksitas ini melahirkan kekakuan
yang melingkupi dimensi-dimensi organisasi seperti personel hingga aturan-aturan
(rules). Budaya organisasi yang terfragmentasi ini ditandai dengan rendahnya solidaritas
dan socioability. Kata kuncinya berada pada komunikasi dan koordinasi. Oleh karena
itu budaya organisasi yang terfragmentasi merupakan bentuk paling dasar dari
budaya organisasi yang seharusnya dihindari dan segera dibenahi. Salah satu letak
keberhasilannya berada pada kemampuan kepemimpinan (leadership) mengorganisisir
pembentukan sistem dan budaya yang terkoordinasi dengan baik, sehingga tercipta

1
https://www.reply.com/en/content/business-fragmentation

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 15


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

organisasi yang terkonsolidasi. Konsolidasi organisasi tercipta ketika bangunan organisasi


berjalan pada pola yang terstruktur dengan pembagian tanggung jawab yang jelas
sehingga operasional organisasi berjalan secara efisien.
Dwiyanto (2014) mensinyalir bahwa dalam kurun waktu satu dekadean terakhir, tata
kelola urusan pemerintahan di Indonesia telah mengalami fragmentasi yang berlebihan.
Pengaruh birokrasi Weberian yang cenderung mendorong adanya spesialisasi dan
diferensiasi telah membuat birokrasi pemerintah menjadi terfragmentasi secara sektoral
dan spasial dalam lingkup yang sempit sehingga pengelolaan kegiatan pemerintahan
menjadi rumit. Ketika kewenangan untuk mengelola satu kegiatan pemerintahan
tertentu didistribusikan kepada banyak instansi pemerintah baik dipusat dan daerah,
maka kebutuhan koordinasi menjadi satu keniscayaan. Dengan membentuk birokrasi
K/L yang terfragmentasi maka pemerintahan secara sengaja telah memerangkap dirinya
dalam kesulitan untuk mengkoordinasikan kegiatannya. Pemerintahan secara sengaja
telah menciptakan kebutuhan koordinasi.
Kondisi ini menurut Dwiyanto menghasilkan dampak yakni sulitnya pemerintah
mengeksekusi kebijakan-kebijakan publik karena kewenangan yang terfragmentasi
membutuhkan penyamaan persepsi di antara aktor dan agen pelaksana di berbagai
instansi sehingga pelaksanaan kebijakan juga lebih sulit dikelola. Selain itu, biaya
penyelenggaraan pemerintahan yang semakin tinggi untuk memenuhi besarnya
kebutuhan koordinasi yang menciptakan besarnya biaya transaksi, seperti untuk
biaya perjalanan dinas dan biaya rapat di luar kantor (RLK). Fragmentasi cenderung
menciptakan ego sektoral atau silo-mentality dikalangan pegawai Aparatur Sipil Negara
(ASN), birokrasi di K/L/D sering kali mengembangkan budaya, mindset, dan tradisi-
tradisi tertentu berbasis kepada kepentingan sempit dari instansinya masing-masing.
Akibatnya perspektif pemerintahan yang utuh dan menyeluruh (whole of government)
sulit dilembagakan dalam birokrasi ketika fragmentasi dan ego sektoral sangat tinggi.
Secara garis besar permasalahan yang terjadi dalam organisasi-kelembagaan di
Indonesia dapat diidentifikasikan sebagai berikut. Pertama, masih terfragmentasinya
peran-peran dan fungsi-fungsi unit kerja di dalam organisasi sehingga aktivitas organisasi
tidak berujung pada kinerja organisasi. Fungsi organisasi dan target kinerja yang
dicanangkan kerap kali tidak terkoneksi mulai dari level organisasi, unit hingga individu.
Kedua, organisasi-kelembagaan publik telah menjelma menjadi hyperautomation yaitu
birokrasi publik yang bekerjanya layaknya sebuah mesin. Dalam konteks ini terjadi
kecenderungan birokrasi yang terjebak pada kegiatan rutin mengikuti standar prosedur
yang berlaku sebagai upaya untuk menghindari kesalahan. Akibatnya birokrasi tidak
memiliki kemampuan untuk merespon perubahan dinamika lingkungan dan tuntutan
publik yang bervariasi dan kompleks.

16 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Selain masalah tersebut, muncul pula tantangan dalam penataan kelembagaan.


Pertama, terkait dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, yakni pola
kekuasaan saat ini telah bergeser dari sistem yang sentralistik ke arah desentralistik.
Dengan demikian, dalam merumuskan desain kelembagaan kementerian pemerintah
pusat, perlu dipertimbangkan realitas bahwa sebagian kewenangan pemerintah
pusat telah diberikan kepada daerah. Kedua, terkait dengan pergeseran tata kelola
pemerintahan (governance issues) yakni dimasa depan terjadi pergeseran paradigma
dalam pola relasi antara negara, masyarakat dan swasta (governance) sehingga rancang
bangun kelembagaan harus memperhatikan prinsip bahwa pemerintah bukan lagi satu-
satunya aktor dalam mengatur urusan publik. Ketiga, terkait dengan perkembangan
lingkungan strategis (global challanges), yakni globalisasi saat ini telah memunculkan
kesadaran bersama untuk mengelola urusan publik yang bersifat nasional dan global.

1. Perkembangan Penataan Organisasi


Ditinjau dari sejarah perkembangannya, kelembagaan pemerintah dipengaruhi
oleh tuntutan dan kebutuhan pelayanan masyarakat atau yang dikenal dengan
rasionalitas kebutuhan (referensi). Keanekaragaman organisasi pemerintah dapat
dilihat dari baik dari sisi level (pusat, daerah), sisi/ranah kekuasaan (eksekutif, yudikatif,
bahkan campuran), bentuk struktur (birokratis, matriks bahkan adhoc), besaran unit
dibawahnya maupun nomenklatur organisasi sesuai dengan peta urusan yang
dimiliki.
Dalam perspektif manajemen, birokrasi modern yang diperlukan saat ini ialah
birokrasi yang secara fisik berukuran kecil tetapi secara kualitatif kapasitasnya besar
atau yang selama ini dikenal dengan “ramping struktur kaya fungsi” (Denhart).
Disamping itu terdapat konsep lainnya yang diperkenalkan yaitu “money follows
function” yakni anggaran yang dialokasikan dikaitkan dengan fungsi yang dimiliki
oleh lembaga tersebut. Namun demikian, selama puluhan tahun perencanaan
pembangunan di Indonesia dilakukan dengan cara money follows function yang
tidak efektif. Cara ini, pada dasarnya, memberikan keleluasaan pada K/L untuk
mengusulkan daftar program yang akan dimasukkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahunan. Dari sini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) lantas “menjahit” dan membuat pengelompokan tema program untuk
kemudian mendapatkan penganggaran dari Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) di
Kementerian Keuangan.
Sekilas tampaknya memang sebuah prosedur yang demokratis. Namun, pola
ini memiliki risiko tidak adanya prioritas atau tema besar pembangunan yang
relevan dengan tantangan-tantangan nyata yang dihadapi sebuah bangsa. Jika

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 17


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

misalnya, negara sedang membutuhkan pembangunan pertanian yang masif,


perencanaan seperti ini tidak akan cukup responsif dan integratif karena sejumlah
kementerian dan lembaga cenderung punya prioritas yang berbeda. Cara ini,
menjadikan arahan Presiden sebagai acuan untuk merumuskan program-program
prioritas. Dari sini, kemudian K/L, dengan difasilitasi oleh Bappenas, menurunkan
atau menerjemahkannya menjadi program-program kegiatan yang lebih rinci.
Pendekatan ini juga memaksa K/L yang biasa bekerja sendiri-sendiri untuk
berkoordinasi sejak awal perencanaan.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Menteri Keuangan
menjelaskan bahwa konsep money follows program merupakan pendekatan
penganggaran yang lebih fokus pada program/kegiatan yang terkait langsung
dengan prioritas nasional serta memberikan dampak langsung bagi masyarakat.
Penganggaran money follows program juga mendukung pendekatan penyusunan
RKP, yaitu perencanaan yang holistik (menyeluruh), tematik (terfokus), terintegrasi
(terpadu), dan spasial (lokasi yang jelas). Pada kondisi penurunan belanja K/L
(K/L), money follows program diimplementasikan dengan cara mengamankan
alokasi pada prioritas; realokasi dari program kegiatan yang telah cukup mendapat
penekanan pada tahun-tahun sebelumnya; dan efisiensi program/kegiatan
nonprioritas.
Kembali lagi pada pembahasan mengenai organisasi pemerintah, mengingat
pentingnya suatu organisasi pemerintah, maka pengertian organisasi itu sendiri
perlu dilihat dari perspektif yang semestinya dan kemudian untuk dipahami secara
benar. Pada umumnya berbagai pihak memandang bahwa organisasi adalah
sesuatu yang memiliki sifat statis yang berhubungan dengan kotak-kotak jabatan.
Dalam rangka melaksanakan restructuring dan repositioning organisasi pemerintah
maka berbagai pertimbangan harus dipikirkan secara matang mengacu pada
kewenangan yang ditentukan.
Organisasi adalah suatu integrasi yang saling terhubung antara sub unit kerja
dengan pembagian kerja sehingga pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah
dari atasan terhadap bawahan, mencakup seluruh unit organisasi dari atas ke bawah
untuk mencapai tujuan organisasi (Luther Gulick dalam Sutarto2, 1989; Mintzberg,
19933; Sadler 20014; Cunllife, 20085). Lebih lanjut Sutarto mengutip pendapat Louis
A. Allen bahwa Organisasi formal merupakan sistem pekerjaan yang terdefinisi

2
Sutarto, 1993, Dasar-Dasar Organisasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia
3
Mintzberg, Henry, 1993, Structure in Fives, Designing Effective Organizations, Prentice Hall International, Inc., New Jersey.
4
Sadler, Philips, 2001, The Seamless Organization, Building the Company of Tomorrow, Kogan Page Limited, London, UK
5
Cunllife, Anne L, 2008, Organization Theory, Sage Publication, London, UK

18 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dengan baik, masing-masing membawa ukuran otoritas tertentu, tanggung jawab,


dan akuntabilitas, dirancang untuk memungkinkan orang-orang untuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan mereka dengan cara yang paling efektif (Allen dalam
Sutarto, 1989) Dalam hal ini organisasi mengacu pada jaringan yang kompleks
hubungan diantara banyak orang yang beraktivitas dengan berbagai alasan bahwa
aktivitas ini memerlukan/mensyaratkan adanya pembagian tugas dan tanggung
jawab dalam pengertian untuk membuat para anggota saling ketergantungan.
Dengan mengkaitkan kompleksitas perkembangan lingkungan dewasa
ini dengan penataan organisasi, Philip Sadler (2001) menyatakan bahwa pada
kenyataannya perkembangan di era globalisasi kini meningkatkan kompetisi untuk
menguatkan posisi publik (swasta dan masyarakat) sebagai pihak yang dilayani.
Kondisi ini juga dialami oleh institusi pemerintahan. Model organisasi pemerintah
jaman dulu hanya didesain untuk memfasilitasi pelaksanaan tugas dari atas untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi yang berfokus pada dimensi vertikal,
sekarang organisasi pemerintahan didesain untuk lebih meningkatkan tujuan
utama dalam memuaskan kebutuhan masyarakat, sehingga lebih berfokus pada
dimensi horisontal.
Pendapat Sadler (2001) yang mengaitkan organisasi dengan lingkungan
eksternal organisasi sejalan dengan apa yang disampaikan Daft (2009)6 yang
menyatakan bahwa organisasi merupakan kesatuan sosial yang diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan yang didesain sebagai kegiatan yang terstruktur dan
terkoordinasi, yang terkait dengan lingkungan organisasi.
Dari berbagai pendapat tersebut, menegaskan bahwa dinamika lingkungan
organisasi menjadikan penataan organisasi pemerintah merupakan suatu
kebutuhan baik dalam rangka penyesuaian maupun sebagai antisipasi terhadap
perkiraan perubahan lingkungan. Penataan tersebut seringkali diasosiasikan
dengan perubahan strategi yang memerlukan modifikasi budaya organisasi, juga
struktur dan proses internal organisasi (Cumming and Worthley dalam Kondalkar,
2009). Aspek-aspek tersebut sangatlah luas, dan dalam organisasi pemerintahan
di Indonesia yang sedemikian banyak, tidak cukup satu atau dua buku untuk
membahas kesemuanya secara detail. Untuk itu dalam kajian ini, penataan
organisasi difokuskan pada penataan struktur organisasi. Hal didasarkan pada fakta
bahwa dalam organisasi pemerintahan, pengaturan struktur masih dijadikan dasar
untuk mencirikan tugas, fungsi, kewenangan, besaran organisasi bahkan besaran
anggaran yang dapat dialokasikan.

6
Daft, L Richard, 2009, Organization Theory and Design, Tenth Edition, Cengange Learning, Mason, USA

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 19


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Selanjutnya dengan merujuk pendapat beberapa pakar, nampak bahwa


penataan struktur tidak dapat dilakukan sendirian tanpa memperhatikan konteksnya.
Untuk itu, konteks penataan struktur organisasi yang terkait dengan perubahan
ataupun prediksi perubahan lingkungan internal dan eksternal perlu dibahas lebih
lanjut.

a. Penataan Organisasi Klasik


Penataan struktur organisasi merupakan salah satu elemen yang menentukan
efektivitas organisasi sebagaimana dinyatakan oleh Kates (2007) dan McKinsey
(dalam Have, 2003). Struktur itu sendiri menurut Philip Sadler (2001) dipandang
sebagai bagaimana organisasi dibagi ke dalam fungsi-fungsi guna mencapai
tujuan. Pembagian tersebut dapat dilakukan secara vertikal dan horisontal.
Pembagian kerja secara vertikal merupakan upaya memfasilitasi kontrol terhadap
bawahan dan pembagian organisasi. Pembagian organisasi secara horisontal
merupakan upaya pemenuhan kebutuhan publik yang beranekaragam, yang
dapat dikelompokkan secara horisontal. Pandangan Sadler tersebut tidak jauh
berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Mintzberg (1993) yang memandang
struktur sebagai division of labor dalam bagian-bagian organisasi (pembagian
kerja horisontal) dan bagaimana koordinasi dilakukan terhadap setiap bagian
tersebut. Kates (2007) berpendapat bahwa pembagian struktur secara horisontal
didasarkan pada fungsi, produk, geografi, dan pelanggan. Leavitt (2000)7 dan
Mintzberg (1993) juga menambahkan bahwa pembagian struktur secara horisontal
dapat dilakukan berdasarkan proses kerja.
Melengkapi pendapat-pendapat tersebut, Starling (2005)8 menyatakan bahwa
tindakan yang diperlukan dalam penataan organisasi yakni: (1) pembagian kerja
(division of labor); (2) mengelompokkan pekerjaan (lini and staf); (3) pengkoordinasian
tugas-tugas yang berbeda (span of control); (4) menentukan tugas dan tanggung
jawab yang melekat pada setiap pekerjaan (hierarchy); (5) menentukan pola
hubungan antar individu, unit, dan kelompok; (6) menentukan garis formal
kewenangan; (7) mengalokasikan dan penggunaan sumber daya organisasi.
Berbagai pendapat tentang aspek yang menentukan dalam penyusunan organsiasi
dapat dipetakan sebagai berikut:

7
Levitt, M. William, 2000, Manual of Organization Design, di download pada http://courses.lib.odu .edu/business/wleavitt/Org.
Design.doc. diakses pada tanggal 25 Maret 2005
8
Starling, Gorver, 2005, Managing the Public Sector, Thompson Wadsworth, Belmont, USA

20 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Tabel 2.1. Aspek Penataan Organisasi

Mintzberg
Aspek Penataan (1993) & Leavitt Sadler Starling
Kates (2007)
Organisasi Robbins (2000) (2001) (2005)
(1995)
Pembagian Kerja/
Departementasi/ Division P P P P P
of Labor
Pengelompokan
P P
Pekerjaan
Pengkoordinasian tugas-
P P P P P
tugas yang berbeda
Menentukan tugas dan
P P
tanggungjawab

Sumber: Hasil sintesa dari berbagai literatur

Dengan demikian, elemen yang perlu dilakukan dalam penataan struktur


adalah pembagian kerja, pengelompokan pekerjaan, dan pengkoordinasian tugas-
tugas yang berbeda. Adapun penentuan tugas dan tanggung jawab antar masing-
masing unit pada umumnya dijabarkan dalam analisa jabatan atau uraian tugas
yang pada praktik organisasi pemerintahan secara formal dituangkan dalam aturan
yang terpisah dengan penataan stuktur organisasi.

1) Pembagian Kerja (Division of Labor)


Pembagian pekerjaan (division of labor) pada beberapa literatur disebut juga
departementasi, dapat dilakukan berdasarkan beberapa hal tergantung dari core
bussiness atau fungsi organisasi terkait. Adapun jenis pembagian kerja yang dapat
digunakan dalam penataan organisasi adalah sebagai berikut:
(a) Pembagian kerja berdasarkan fungsi, merupakan pembagian kerja
berdasarkan keterampilan teknis yang terspesialisasi.
(b) Pembagian kerja berdasarkan produk, merupakan pembagian kerja
berdasarkan jenis produk atau hasil organisasi. Tiap unit mungkin memerlukan
kompetensi pegawai yang sama, namun karena variasi produk organisasi yang
beraneka ragam, maka pembagian kerja dilakukan berdasarkan perbedaan
jenis produknya.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 21


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(c) Pembagian kerja berdasarkan geografi/lokasi untuk mendekatkan layanan


dengan pengguna. Umumnya diaplikasikan pada level organisasi yang
merupakan ujung tombak output organisasi yang berhubungan langsung
dengan pihak yang dilayani.
(d) Pembagian kerja berdasarkan proses kerja yakni urutan pekerjaan inti
organisasi dari awal hingga akhir. Umumnya, struktur proses digunakan pada
organisasi yang bersifat regulatif, di mana setiap urutan kegiatan memerlukan
kejelian tersendiri karena adanya banyak aturan pada tiap urutan kegiatan
tersebut.
(e) Pembagian kerja berdasarkan klasifikasi pihak yang dilayani, hal ini
menandakan perlunya perlakuan khusus terhadap masing-masing klasifikasi.
(f ) Pembagian kerja Hybrid, yakni penerapan beberapa model pembagian kerja.
Pada organisasi yang memiliki beberapa tingkatan manajemen (layer/eselon)
kemungkinan pola pembagian kerja dapat saja berbeda-beda. Misalnya pada
layer pertama pembagian kerja dilakukan berdasarkan proses, dan pada
layer kedua pembagian pekerjaan didasarkan pada hasil. Namun demikian
pembagian kerja hybrid juga dapat dilakukan pada satu layer.

2) Pengelompokkan Pekerjaan
Pengelompokkan pekerjaan dapat dilakukan dengan merujuk pada pendapat
Grover Starling (2005) yang menggunakan pengelompokan lini dan staf dan Henry
Mintzberg (1993) yang menggunakan pengelompokan organisasi ke dalam lima
bagian yang saling terkait, yaitu strategic apex, supporting staff, technostructure,
middle line dan operating core. Mintzberg (1993) berdasarkan pengamatannya
terhadap berbagai organisasi, baik swasta, pemerintah hingga klub bola basket,
mengidentifikasi pengelompokan kerja dalam organisasi atau lebih dikenal fungsi
organisasi ke dalam lima kelompok.
(a) The Strategic Apex, yakni fungsi yang dilaksanakan oleh pimpinan puncak
organisasi pemerintah, yang diberi tanggung jawab mengelola organisasi itu.
(b) The Operating Core, yakni bagian organisasi yang berfungsi melaksanakan
secara langsung tugas pokok organisasi. Karakteristik utama fungsi ini adalah
bahwa operating core adalah ujung tombak output organisasi yang berhadapan
langsung dengan ihak-pihak yang dilayani.
(c) The Middle Line, yakni bagian organisasi yang berfungsi menghubungkan the
strategic apex dengan the operating core melalui kewenangan formal.

22 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(d) The Technostructure, yakni bagian organisasi yang berfungsi untuk


merumuskan, membuat standarisasi atau kebijakan-kebijakan tertentu yang
harus dilaksanakan oleh setiap unit organisasi.
(e) The Support Staff, yakni fungsi yang sifatnya memberikan dukungan kepada
pimpinan organisasi dan unit-unit organisasi lainnya dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi.

Selain kelima bagian tersebut, pada artikel terpisah Mintzberg (1981)


menambahkan satu bagian organisasi lagi yakni ideologi (diadopsi dari LANRI, 2004).
Tidak berbeda dengan pengelompokan organisasi lini dan staf, konsentrasi
terhadap salah satu dari ke lima bagian tersebut akan membentuk struktur dengan
karakteristik yang khusus, yakni bagian yang dominan tersebut akan mewarnai
karakteristik organisasi, baik karakter pelaksanaan tugas dan fungsinya maupun
mekanisme koordinasi. Secara singkat Have (2007) mencoba menggambarkan
akibat dari konsentrasi salah satu bagian organisasi sebagaimana dapat dilihat pada
berikut.

Gambar 2.2.
Konfigurasi Lima Jenis Bagian Organisasi
Sumber : Henry Mintzberg dalam Have et. al. 2007

Pemberian peran atau konsentrasi pada strategic apex menghasilkan struktur


sederhana, konsentrasi pada middle management dan technostructure menghasikan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 23


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

struktur divisional, dan birokrasi mesin, konsentrasi pada support staff menghasilkan
struktur adhocracy, dan konsentrasi pada operating core menghasilkan struktur
birokrasi profesional. Masing-masing jenis struktur tersebut dijelaskan pada sub bab
“Jenis Struktur Organisasi”.

3) Koordinasi
Koordinasi atau beberapa pakar menyebutnya dengan integrasi merupakan
salah satu elemen penting dalam struktur organisasi yang diperlukan untuk
mensinkronkan pekerjaan yang telah terbagi-bagi menjadi satu kesatuan utuh yang
berkontribusi pencapaian tujuan organisasi. Fungsi pengkoordinasian ini biasanya
melekat dengan kewenangan dan tanggung jawab untuk mengendalikan dan
mengarahkan kinerja unit atau jabatan yang berada dibawahnya (merujuk pada
hirarki atau diferensiasi vertikal); rentang kendali (span of control) yang dapat
menentukan kualitas dan kuantitas pengendalian dan pengarahan itu sendiri; serta
mekanisme komunikasi yang sesuai untuk melakukannya.
(a) Hirarki, merupakan kewenangan dan tanggung jawab yang mengalir secara
vertikal dari level paling atas hingga paling bawah dari struktur yang biasa
dikenal dengan istilah rantai komando. Tingkatan hirarki terbentuk dari
pengelompokan pekerjaan yang didasarkan rentang kendali. Pada struktur
organisasi, hirarki biasanya ditunjukkan dengan garis vertikal yang menunjukkan
hubungan atasan-bawahan. Pada organisasi yang kompleks, hirarki organisasi
dapat sangat tinggi, banyak terdapat pimpinan tingkat menengah, yang
semakin memperbesar jarak antara pimpinan puncak organisasi dengan
pelaksana langsung. Untuk itu semakin tinggi hirarki organisasi, koordinasi
menjadi semakin kompleks.
(b) Rentang Kendali, merupakan jumlah bawahan langsung yang secara efektif
dapat diarahkan dan dikendalikan oleh seorang atasan. Semakin besar rentang
kendali berarti semakin banyak unit yang dikendalikan dan diarahkan, sehingga
akan semakin sulit koordinasi dilaksanakan. Tidak ada rumusan baku untuk
besarnya rentang kendali yang ideal, karena rentang kendali dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menentukan. Pada unit-unit yang memiliki kesamaan
fungsi dan tidak memiliki ketergantungan antar satu dengan lainnya,
kemungkinan koordinasi menjadi mudah, dan memungkinkan rentang yang
lebar. Namun demikian bagi unit-unit yang memiliki fungsi yang berbeda-beda
tetapi memiliki tingkat interdependensi yang tinggi antar unit, melibatkan
koordinasi yang lebih kompleks, sehingga lebih cenderung menggunakan
rentang yang relatif kecil.

24 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Tabel 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rentang kendali

Faktor Deskripsi Rentang kendali


Kesamaan fungsi- unit-unit memiliki kesamaan fungsi semakin tinggi
fungsi (misalnya lini), dan masing-masing unit kesamaan fungsi,
tidak memiliki ketergantungan dengan rentang semakin
unit lainnya, tetapi sama-sama memiliki lebar
kontribusi pada kinerja organisasi secara
keseluruhan. Pada kasus ini koordinasi
antar unit lebih mudah
Kedekatan geografis semakin dekat jarak geografis, semakin semakin dekat
memudahkan koordinasi jarak, rentang
semakin lebar
Pengawasan semakin rendah pengawasan langsung semakin tinggi
langsung yang dibutuhkan, semakin intensif pengawasan
pengkoordinasian diperlukan langsung, rentang
semakin sempit
Interdependensi semakin tinggi interdependensi semakin semakin tinggi
diperlukan koordinasi yang intensif interdependensi,
rentang semakin
sempit
Bantuan bantuan organisasional untuk semakin tinggi
organisasional pengendalian dan pengarahan seperti bantuan
bantuan organisasi bidang perencanaan, organisasional,
evaluasi, standardisasi, pelatihan; rentang semakin
semakin banyak bantuan organisasional lebar
mengurangi beban kerja atasan,

Sumber : T. Hani Handoko (1994)

(c) Mekanisme komunikasi, merupakan salah satu elemen penting yang


menyatukan bagian-bagian organisasi dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Intisari dari pengorganisasian adalah hubungan antar individu,
kelompok dan unit dalam organisasi yang hanya dapat dilakukan dengan
penggunaan metode atau mekanisme yang sesuai dengan kebutuhan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 25


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Adapun metode yang dapat digunakan dalam melakukan koordinasi antara


lain:
(1) Membentuk pola hubungan pelaporan pekerjaan, tanggungjawab dan
kewenangan setiap hirarki
(2) Menetapkan tujuan, aturan, uraian pekerjaan dan prosedur kerja (prosedur
operasi standar) setiap unit atau jabatan
(3) Menetapkan peran-peran fungsi staf (supporting) untuk menjembatani
koordinasi dengan organisasi lain
(4) Membentuk tim yang berisikan orang dari berbagai unit untuk pekerjaan
yang bersifat lintas fungsi/unit
(5) Mendorong terjadi komunikasi langsung antar pegawai di satu unit
dengan pegawai di unit lainnya

b. Penataan Organisasi Modern


Perkembangan globalisasi memberikan warna baru dalam dinamika
lingkungan global organisasi pemerintahan. Hal inipun berdampak pada desain
struktur organisasi yang tidak hanya dapat dilakukan dengan sekedar pembagian
tugas, tetapi juga lebih menekankan pada mekanisme kerja profesi yang ada dalam
suatu organisasi tertentu. Marquardt (1996) mencatat, setidaknya terdapat empat
alasan perubahan global yang menuntut perubahan karakter organisasi klasik. Empat
perubahan global tersebut saling terkait satu sama lain, terdiri dari: (1) perubahan
lingkungan ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan; (2) perubahan dunia kerja; (3)
perubahan harapan masyarakat; dan (4) perubahan harapan terhadap organisasi.
Perubahan tersebut menuntut perubahan karateristik struktur dan ukuran organisasi
pemerintah sebagaimana digambarkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 2.3. Pergeseran Struktur dan Ukuran Organisasi

Dimensi Birokratik Network


Peran Penting Fisik Mental
Pola hubungan Hirarkis Peer to peer
Tingkatan Banyak Sedikit
Struktur Fungsional Tim yang bersifat
multidisiplin

26 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dimensi Birokratik Network


Batasan Pasti Dapat merembes/
menembus batas
Pendorong daya saing Integrasi Vertikal Outsourcing dan Aliansi
Gaya manajemen Autokrasi Partisipatif
Kultur Keseragaman dan kebiasaan Komitmen dan hasil
Sumber daya aparatur Homogen Beragam
Fokus strategis Efisiensi Inovasi
Sumber : Marquardt, 1995

Dengan tantangan tersebut, desain organisasi pemerintahanpun mengalami


perubahan tren, yakni untuk permasalahan-permasalahan yang relatif baru,
simptomatis namun mendesak untuk dilaksanakan segera, maka terbentuklah
organisasi-organisasi yang bersifat fleksibel, dan salah satu yang sedang mengemuka
adalah tren lembaga non struktural seperti komisi pemilihan umum dan komisi
pemberantasan korupsi yang memiliki desain struktur adhocracy yang efektif untuk
lingkungan yang dinamis dan penuh dengan ketidakpastian.

1) Agile Organization
Salah satu ciri organisasi yang modern adalah yang gesit, lincah, dan dinamis,
yang dalam terminologi kekinian disebut “agile organization”. Perkembangan definisi
agilitas organisasi terus berkembang. Berawal dari kecepatan dalam pengambilan
keputusan berubah menjadi fleksibilitas, lalu berubah lagi menjadi fleksibiltas
strategis, dan akhirnya agilitas organisasi (Schnackenberg et al, 2011). Perkembangan
definisi agilitas organisasi seiring dengan perkembangan dimensi agilitas organisasi.
Penjelasan agilitas organisasi menurut Iacocca Institute of Lehigh University (Iacocca,
1991, dalam Dove, 1992) adalah sebagai berikut: A manufacturing system with
capabilities (hard and soft technologies, human resources, educated management, and
information) to meet the rapidly changing needs of the market place (speed, flexibility,
customers, competitors, suppliers, infrastructure, and responsiveness). In the other words,
a system which faces rapidly to change and reaction to these changes is through
variety in product models or midline change (flexibility) and ideally, immediate response
to customer demands.
Penjelasan Iacocca Institute tersebut selanjutnya menjadi rujukan para ahli
dalam mendalami agilitas organisasi. Salah satu dimensi awal agilitas organisasi
ditemukan dalam disiplin ilmu manajemen strategis yang dikemukakan oleh Judge

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 27


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

& Miller (1991) yaitu kecepatan pengambilan keputusan. Dimensi ini berdasarkan
pada konsep pengambilan keputusan strategis dalam lingkungan yang sangat
cepat berubah dari Eisenhardt (1989).
Dimensi lain yang muncul setelah itu adalah fleksibilitas. Bahrami (1992)
mendefinisikan fleksibilitas sebagai berikut: “the ability to change rapidly to take
advantage of emergent opportunities and/or sidestep threats”. Selanjutnya Bahrami
(1992) menyarankan bahwa fleksibilitas memiliki karakteristik offensive dari agilitas
dan versatilitas sebagai karateristik defensif dari kekuatan dan kekenyalan. Hayes
& Pisano (1994) memperluas konsep ini dalam disiplin ilmu manajemen operasi
dengan sebutan fleksibilitas strategis. Hayes & Pisano (1994) mendefinisikan
fleksibilitas strategis adalah “the ability to switch gears from rapid product development
to low cost production relatively quickly and with minimal resources”. Hayes & Pisano
(1994) berargumen bahwa ketika organisasi bergerak dari lingkungan organisasi
yang stabil menuju lingkungan yang turbulen maka tujuan-tujuan organisasi
berubah dari strategi kompetitif menjadi fleksibilitas strategis. Karena itu, walaupun
konstruk fleksibilitas dan fleksibilitas strategis secara implisit melekat elemen
kecepatan di dalamnya namum fokusnya cenderung pada kemudahan untuk
berubah dan kecepatan berubah. Kemudahan organisasi untuk berubah dan
kecepatan organisasi berubah akhir-akhir ini menunjukkan adanya pergeseran dari
fleksibilitas strategis ke agilitas.
Definisi agilitas umumnya dikarakteristikkan dengan dimensi ketanggapan
pada lingkungan dan perubahan yang adaptif. Salah satu peneliti yang
mengawali untuk melakukan transisi dari fleksibilitas strategis menjadi agilitas adalah
Sambamurthy et al (2003). Definisi agilitas menurut Sambamurthy et al (2003)
adalah “the ability to detect opportunities for innovation and seize those competitive
market opportunities by assembling requisite assets, knowledge, and relationships with
speed and surprise”. Berdasarkan definisi tersebut, menurut Sambamurthy et al (2003)
ada tiga dimensi yang terlibat dalam konstruksi agilitas, yaitu agilitas pelanggan
(customer agility), agilitas kemitraan (partnering agility), dan agilitas opersional
(operational agility). Selanjutnya Sull (2009) mendefinisikan agilitas secara praktis
yaitu “the capacity to identify, capture, and exploit opportunities more quickly than rivals
do”.
Berbeda dengan definisi yang dikemukakan Sambamurthy et al. (2003)
yang memandang agilitas sebagai kapabilitas organisasi, definisi Sull (2009) lebih
menjelaskan agilitas sebagai kapasitas organisasi. Hal ini berimplikasi pada dimensi
yang terlibat didalammnya, yaitu jangkauan untuk merasakan (range of sense) dan
jangkauan untuk merespon (range of response), bukan skala untuk merasakan

28 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dan merespon seperti pada definisi awal. Berkenaan dengan konstruk agilitas
sebagai mekanisme yang berfokus pada aspek merasakan dan merespon, Tallon
& Pinsonneault (2011) menekankan pentingnya kemudahan dalam merasakan dan
kemudahan dalam merespon.
Kemampuan keduanya diperlukan untuk menyeimbangkan aspek eksploitasi
dan eksplorasi. Karena itu, Tallon & Pinsonneault (2011) mendefinisikan agilitas
adalah “the ability to detect and respond to opportunities and threats in the environment
with ease, speed and dexterity”. Definisi ini serupa dengan definisi yang disampaikan
oleh Overby et al (2006) yang menekankan pada dimensi kelayakan merespon
(appropriateness of the response), yaitu selarasnya respon dengan tujuan organisasi.
Walaupun definisi agilitas organisasi terus berkembang, namun bukan berarti tanpa
kritik. Salah satu kritisi dikemukakan oleh Overby et al (2006) yang menyatakan
bahwa: “…an analogy is the squirrel in the road. The pending environmental change
that the squirrel senses is that there’s a car coming down the road. The squirrel responds
by running back and forth, but its response is not appropriate because it gets run over.”
Berdasarkan berbagai pandangan di atas, maka definisi Tallon & Pinsonneault
(2011) dipandang sebagai definisi yang dapat menggambarkan konstruksi agilitas
organisasi. Definisi Tallon & Pissonneault (2011) tidak hanya menekankan pada
tiga karakteristik (speed of change, ease of change and sensing/responding) tetapi
juga melibatkan dimensi ketangkasan (dexterity). Dimensi ini diperlukan organisasi
dalam rangka meraih keseimbangan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.
Perkembangan definisi agilitas organisasi yang dikemukakan oleh para ahli dalam
selang waktu 10 tahun terakhir.
Tabel 2.4. Perkembangan Definisi Agilitas Organisasi

No. Definisi Agilitas Penulis


1. organizational capability of rapid response in order to meet diverse Prince & Kay
clients’ needs, in some instances, such as price, quantity, quality, (2003)
and delivery time
2. The continual readiness of an entity to rapidly or inherently, Conboy &
proactively or reactively, embrace change, through high quality, Fitzgerald
simplistic, economical components and relationships with its (2004)
environment.
3. the response to imposed challenges by business environment Zain et al (2005)
which is surrounded by uncertainty.
4. an organization’ s capability to cope with external and internal van Oosterhout et al
changes that are unpredictable and uncertain (2006)

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 29


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

No. Definisi Agilitas Penulis


5. the capacity to identify, capture, and exploit Sull (2009)
opportunities more quickly than rivals do
6. the dynamics capability of organization designing which can Worley & Lawler
diagnose needs to change from internal and external sources, (2010)
do them and control performance stable
7. a response to the challenges posed by a business environment Yaghoubi &
dominated by change and uncertainty Dahmardeh (2010)
8. the ability to detect and respond to opportunities and threats in Tallon &
the environment with ease, speed and dexterity Pinsonneault
(2011)
9. an organization’s ability to sense/detect (alertness) and act/ Chen (2012)
respond (responsiveness) to changes with speed.
10. The ability to respond quickly to market changes Landaran et al
(2014)
Sumber : Margo, 2014

2) Efektivitas dan Efisiensi Organisasi


Kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya dikenal dengan efektivitas
organisasi. Efisiensi dan efektivitas dalam organisasi/ kelembagaan pemerintah
diartikan sebagai upaya untuk menciptakan organisasi yang tepat fungsi dan tepat
ukuran (rightsizing), dengan tidak adanya lagi tumpang tindih dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi antar kelembagaan pemerintah. Bahkan, efisiensi dan efektivitas
kelembagaan pemerintah pun dapat diartikan sebagai metode untuk menentukan
ukuran kelembagaan pemerintah yang proporsional (right sizing, right behaviour,
dan right function).
Dalam konsep efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli organisasi dan
manajemen memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung pada kerangka
acuan yang dipergunakan. Steers (1985) mengemukakan ada lima kriteria dalam
pengukuran efektivitas organisasi yaitu produktivitas, kemampuan adaptasi atau
fleksibilitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya.
Sementara menurut Gibson mengatakan bahwa efektivitas organisasi dapat pula
diukur dari: 9

9
Kajian Efektifitas dan Efisiensi Kelembagaan: Pemetaan Tugas dan Fungsi serta Penyusunan Instrumen Rightsizing. Pusat Kajian
KInerja Kelembagaan, LAN Jakarta 2012. Hlm. 33

30 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(a) Kejelasan tujuan yang hendak dicapai


(b) Kejelasan strategi pencapaian tujuan
(c) Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
(d) Perencanaan yang matang
(e) Penyusunan program yang tepat
(f ) Tersedianya sarana dan prasarana
(g) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (dalam Siagian,
Sondang. P, 1998).

Pemahaman mengenai efisiensi organisasi merupakan sebuah konsep


yang bersifat lebih terbatas dan menyangkut proses internal yang terjadi dalam
organisasi. Efisiensi didefinisikan sebagai rasio outcomes atau outputs terhadap
inputs (O/I). Sebagai variabel terakhir dalam penataan organisasi, maka dalam
upayanya dilakukan untuk menghindari adanya duplikasi dan tumpang tindih
tugas dan fungsi organisasi, sehingga memerlukan kejelasan kedudukan, tugas,
dan kewenangan organisasi. Efisiensi menunjukkan banyaknya input atau sumber
yang diperlukan oleh organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Organisasi
dapat dikatakan efisien, jika organisasi tersebut mampu menghasilkan satu satuan
output dengan menggunakan sumber yang jumlahnya sedikit dari yang digunakan
oleh organisasi lainnya.
Untuk itu, jika menyoroti antara efisiensi dan efektivitas organisasi pemerintah,
maka Ziblat dan O’Dwyer (2003) dalam konsep keduanya merangkum dan
menyebutnya “the quality of governance”. Konsep efisiensi pemerintah yang
dieksplorasi, merujuk pada konsep yang digunakan oleh para ekonom sektor publik
--yang membedakan antara kinerja sektor publik (public sector performance) dan
efisiensi sektor publik (public sector efficiency). Merujuk dari pendapat Stiglitz, dimana
kinerja sektor publik mengacu pada hasil (outcome) dari kegiatan sektor publik, dan
efisiensi mengacu pada hasil (outcome) dalam kaitannya dengan sumber daya
yang digunakan. Selain itu, jika merujuk pendapat Wilensky, yang mendefinisikan
efisiensi pemerintah sebagai “how many it takes to deliver a given value of service and
cash”. Dari pendapat tersebut, Ziblat dan O’Dwyer (2003) mengukur konsep efisiensi
dengan cara “dividing the broadest comparable measure of social spending –social
security plus education— by the number of government civilian employees”. Dengan
demikian memang pada beberapa organisasi, efektivitas dan efisiensi bisa saja
tidak berhubungan sama sekali. Suatu organisasi bisa sangat efisien tetapi tidak
mampu mencapai tujuan yang dikehendakinya. Sebaliknya, suatu organisasi bisa

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 31


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

mempunyai efektivitas yang tinggi (mampu mencapai sasarannya) tetapi tidak


efisien.
Struktur organisasi merupakan perangkat manajemen yang penting dalam
menghasilkan penciptaan nilai tambah di dalam suatu organisasi. Dengan struktur
organisasi yang jelas dan tepat, maka semua anggota organisasi akan mampu
bekerja sama secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kinerja organisasi
secara keseluruhan. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial mengakibatkan
manusia selalu berorientasi untuk bersekutu dan membentuk kelompok.
Organisasi merupakan alat yang dipakai manusia untuk mengkoordinasikan
berbagai kegiatan mereka dalam rangka mencapai sesuatu yang bernilai dan
untuk mencapai tujuan bersama (Jones: 2013). Organisasi merupakan suatu entitas
sosial yang terdiri dari kelompok orang yang saling bekerja sama sesuai peran yang
telah diatur dalam suatu norma untuk mencapai cita-cita bersama. Banyak teori
mengatakan bahwa kinerja organisasi merupakan akumulasi dari kumpulan kinerja
individu-individu anggotanya. Jadi kinerja organisasi adalah dampak dari individu
anggota dari organisasi yang mampu saling bekerja sama dan bersinergi dalam
suatu proses untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Burke dan Litwin, bahwa struktur organisasi merupakan salah satu
variabel yang akan mempengaruhi kinerja organisasi;

Gambar 2.3.
Hubungan Timbal Balik dari Kinerja Organisasi dan Perubahan
Sumber : Burke & Litwin

32 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Menyusun struktur organisasi dalam praktiknya merupakan perkara yang


gampang-gampang sulit. Kita pernah mendengar bahwa menyusun struktur
organisasi harus steril dari kepentingan siapa yang akan menjabat dalam kotak
struktur yang akan dirancang. Hal ini ternyata tidak sepenuhnya tepat. Argumentasi
umum bahwa jika struktur organisasi yang disusun dalam rentang waktu yang
panjang tidak terisi oleh pejabat yang ideal (vacant), maka struktur tersebut akan
menjadi struktur yang tidak efektif. Dalam hal ini Alfred Chandler mengatakan
kecuali struktur disusun berdasarkan strategi, hasilnya adalah inefisien. Jadi dalam
menyusun struktur organsasi, rujukan utama yang kita pegang adalah strategi yang
telah ditetapkan oleh pimpinan puncak organisasi.

(a) Struktur Mengikuti Strategi Organisasi (Structure Follows Strategy)


Menurut Michael Porter strategi adalah sekumpulan aktivitas yang dipilih oleh
suatu organisasi dalam rangka menghasilkan nilai-nilai yang spesifik serta berbeda
atau lebih baik dibandingkan dengan pesaing (It is a deliberate process of choosing
a set of activities differently from competitors, in order to deliver a unique mix of value)
(Porter:1998). Porter berpendapat bahwa strategi adalah cara untuk memberikan
nilai tambah (unix mix of values) kepada pelanggan. Ada dua hal pokok yang bisa
kita tangkap dari definisi strategi yang dikemukan oleh Porter, yaitu pertama bahwa
strategi adalah sebuah pilihan dari berbagai alternatif yang bisa dipilih dan yang
kedua adalah bahwa strategi merupakan sarana (cara) untuk memberikan nilai
tambah. Strategi diarahkan untuk menghasilkan nilai tambah kepada pelanggan
yang merupakan kunci dalam menjaga eksistensi organisasi dalam jangka panjang.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa memformulasikan strategi adalah
kegiatan mengharmonisasikan peluang yang ada di pasar (faktor eksternal) dengan
kemampuan organisasi yang ada (internal faktor). Tidak ada strategi yang benar atau
strategi yang salah. Yang ada adalah apakah strategi yang diformulasikan tepat atau
tidak tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang mampu menyelaraskan antara
kekuatan organisasi dan peluang yang ada, sehingga mendatangkan manfaat yang
maksimal dengan menggunakan pengorbanan yang minimal bagi organisasi.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 33


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 2.4.
Membangun Organisasi Unggul,
Sumber : Martinus Tukiran, 2016.

Dari model teoritik diatas, strategi merupakan suatu keputusan untuk


memilih oleh pimpinan organisasi dari berbagai alternatif pilihan yang ada setelah
mempertimbangkan dan menyelaraskan faktor peluang ekternal dan dan fakor
kemampuan internal organisasi. Dari sisi faktor internal organisasi, salah satu
yang dianalisis adalah terkait dengan sumberdaya manusia. Terkait analisa faktor
sumberdaya manusia dalam menyusun strategi, maka struktur organisasi yang
disusun berdasarkan strategi merupakan struktur yang mempertimbangkan
kemampuan sumberdaya manusia yang ada di dalam organisasi yang akan
melaksanakan tugas dan fungsi dalam tahapan eksekusi strategi.
Selanjutnya strategi yang telah dirancang perlu dieksekusi dalam tataran teknis
operasional. Mengeksekusi strategi inilah memerlukan pengaturan di dalam struktur
yang jelas dan tepat. Wheelen dan Hunger (2008) menyatakan bahwa implementasi
strategi adalah proses mewujudkan strategi yang telah diformulasikan ke dalam
aksi melalui serangkaian program dan prosedur serta perencanaan anggaran.
Serangkaian program dan prosedur serta perencanaan anggaran tersebut harus
dilakukan secara komprehensif di setiap divisi organisasi dengan mengarah kepada
visi dan misi organisasi. Kaplan dan Norton (2004) menyebutkan bahwa strategi
dari suatu organisasi perlu menjelaskan bagaimana organisasi akan menciptakan
nilai bagi pemegang saham, konsumen, dan penduduk setempat. Nilai yang harus
diciptakan itulah yang menjadi satu titik tujuan dari implementasi strategi yang
dilakukan tiap bagian dalam organisasi.

34 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Mission Environment
Obiective Scan
Strategy Execution
Strategy Formulation Strategy Implementation Control and Evaluation
Strategy
Formulation Strategy Strategy
Strategic Planning Description Reporting
& Modeling

Initiative Initiative
Operational Planning Management
Rationalization
Strategy
Financial Reporting
Financial Planning Planning &
Reporting
Talent
Incentive Planning Management

Execute in Organizational Structure

Gambar 2.5.
Strategi dalam sebuah Organisasi Modern
Sumber: Membangun Organisasi Unggul, Martinus Tukiran, 2016

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa menyusun struktur


organisasi dilakukan dengan merujuk kepada strategi yang telah dipilih oleh
pimpinan organisasi. Eksekusi strategi memerlukan wadah atau kendaraan organisasi
dalam bentuk struktur organisasi. Merupakan suatu yang fatal jika strategi organisasi
menjadi terbatas atau dibatasi oleh struktur organisasi yang ada, jika demikian maka
substansi strategi yang dirancang akan menjadi terbatas dan hasil eksekusi strategi
akan mendatangkan kinerja yang tidak efisien.

(b) Organisasi Berkinerja Tinggi


Penataan organisasi bertujuan untuk mewujudkan organisasi pemerintah
yang tepat fungsi, tepat proses, dan tepat ukuran yang akan mendukung efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan. Paradigma penataan organisasi kini mengarah

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 35


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

pada pembentukan organisasi berbasis kinerja. Dengan berbasis kinerja, harapannya


akan terbentuk organisasi berkinerja tinggi.
Menurut Sondang P Siagian, pada dasarnya organisasi dapat ditinjau dari 2
sisi, yaitu: (1) Organisasi sebagai wadah dimana kegiatan administrasi dijalankan;
(2) Organisasi sebagai rangkaian interaksi antara orang-orang dalam suatu ikatan
formal. Organisasi sebagai wadah relatif bersifat statis, sedangkan sebagai suatu
rangkaian interaksi, organisasi merupakan suatu proses yang bersifat dinamis.
Organisasi berkinerja tinggi merupakan organisasi yang ditinjau dari sisi proses,
menurut Mark G. Popovich dalam bukunya High Performance organizations, dapat
didefinisikan sebagai:

… are groups of employees who produce desired goods or services at higher quality with
the same or fewer resources. Their productivity and quality improve continuously, from
day to day, week to week, and year to year, leading to the achievement of their mission.10

(Organisasi berkinerja tinggi adalah organisasi dimana para anggotanya/para


pegawai selalu berusaha menghasilkan sesuatu atau memberikan pelayanan yang
lebih baik walaupun sumber daya yang dimilikinya kurang memadai. Mereka selalu
berusaha meningkatkan produktivitas dan kualitas yang dihasilkan secara terus
menerus untuk menuju pencapaian misi organisasi).

Berdasarkan definisi tersebut terdapat beberapa hal penting yang dapat


diuraikan sebagai berikut:
(1) Dalam organisasi yang berkinerja tinggi, proses transformasi dan melestarikan
perubahan sangat bergantung kepada individu-individu yang ada dalam
organisasi tersebut dan orang-orang di luar organisasi yang terkait dengan
kinerja organisasi tersebut.
(2) Untuk menjadi organisasi yang berkinerja tinggi harus melibatkan seluruh
komponen yang ada dalam organisasi. Inisiatif untuk menjadikan organisasi
berkinerja tinggi tidaklah selalu harus datang dari pimpinan tertinggi, namun
arahan, bimbingan, dorongan, ataupun motivasi dari jajaran pimpinan sangat
diperlukan dalam upaya mewujudkan organisasi yang berkinerja tinggi.
(3) Dalam upaya mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, fokus perhatian
individu-individu dalam organisasi haruslah ditujukan pada pencapaian hasil

10
Organisasi Berkinerja Tinggi. Pusat Kajian KInerja Kelembagaan, LAN. Jakarta, 2004. Hlm. 7.

36 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

yang telah ditetapkan. Oleh karena itu batasan-batasan tingkatan hirarki yang
selama ini dilaksanakan secara kaku harus ditinggalkan.
(4) Organisasi yang berkinerja tinggi selalu terfokus pada pencapaian misinya.
(5) Individu-individu dalam organisasi yang berkinerja tinggi memanfaatkan
sarana-sarana yang terbatas dalam organisasi untuk selalu bekerja lebih efisien
dan menghasilkan yang lebih baik.
(6) Organisasi berkinerja tinggi selalu dinamis dan berkembang untuk merespon
kebutuhan-kebutuhan organisasi dan lingkungannya yang selalu berubah

Selain itu, Mark G Popovich (1998) telah mengemukakan karakteristik organisasi


berkinerja tinggi, yaitu:
(1) Mempunyai misi yang jelas.
(2) Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada pencapaian
keberhasilan tersebut.
(3) Memberdayakan para pegawainya.
(4) Memotivasi individu-individu dalam organisasi untuk meraih sukses.
(5) Bersifat fleksibel dan selalu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru.
(6) Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja.
(7) Selalu menyempurnakan prosedur kerja demi untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan atau masyarakat.
(8) Selalu berkomuniksi dengan stakeholders (pihak terkait dengan kinerja
organisasi)

Dari karakteristik tersebut, terdapat beberapa prinsip dasar harus dipegang


teguh dan diimplementasikan secara efektif sebagai persyaratan untuk menjadikan
organisasi pemerintah berkinerja tinggi, sebagaimana dikemukakan oleh Mark G.
Popovich (1998). Adapun prinsip tersebut adalah:11
(1) Consistent and Sustained Leadership
Prasyarat yang perlu dikondisikan untuk menuju ke arah organisasi yang
berkinerja tinggi adalah adanya kepemimpinan yang selalu bertindak konsisten
dan secara terus menerus memfokuskan diri pada peningkatan kinerja. Para
pemimpin organisasi harus mempunyai visi tentang bagaimana masa depan
organisasi dan selalu mengkomunikasikan visi tersebut dengan seluruh
anggota organisasi secra efektif. Para pemimpin organisasi juga harus bertekad
melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi, baik budaya maupin

11
Ibid.,Hlm. 13-16.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 37


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

proses pekerjaaan dalam organisasi yang selama ini sudah dianggap out-of
date dan yang paling penting adalah pimpinan harus konsisten melaksanakan
perubahan-perubahan tersebut. Oleh karena itu para pemimpin organisasi
harus dapat memotivasi atau meyakinkan para anggota organisasi (pegawai)
bahwa dengan mengarah kepada organisasi yang berkinerja tinggi, banyak
manfaat yang akan diperoleh baik oleh para anggota organisasi maupun oleh
masyarakat.

(2) Willingness to Develop Performance Measures


Pengukuran kinerja merupakan conditio sine qua non untuk mewujudkan
organisasi yang berkinerja tinggi. Para pimpinan organisasi harus memiliki
tekad atau kemauan untuk mengembangkan pengukuran kinerja yang dapat
diaplikasikan dengan praktis dan mudah serta dapat mengukur secara obyektif
siapa saja pegawai yang bekerja baik dan siapa saja pegawai yang berprestasi
buruk. Dengan kata lain bahwa penilaian pegawai yang bersifat “pukul rata”
atau menilai “sama seperti tahun lalu“ sudah tidak dapat lagi untuk digunakan.

(3) Willingness to Change Whole Organizations


Untuk mencapai kinerja yang tinggi, seluruh aspek dalam organisasi yang tidak
kondusif seperti prosedur kerja yang sudah tidak cocok lagi, budaya organisasi
yang bersifat menghambat, sumber daya manusia organisasi yang kurang
produktif dan aspek lainnya yang tidak cocok lagi dengan perkembangan
keadaan, secara terbuka harus dilakukan perubahan-perubahan sehingga
dapat mendukung terciptanya organisasi yang berkinerja tinggi. Kemauan
atau tekad untuk merubah seluruh aspek organisasi ini dimaksudkan untuk
dapat lebih memberikan pelayanan yang berkualitas dan tepat sasaran yang
pada gilirannya akan meningkatkan kinerja organisasi.

(4) Willingness to Allocate Resources to Continous Learning


Pemikiran-pemikiran baru bagaimana caranya melaksanakan hubungan antara
para anggota organisasi dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan
dengan para pelanggan dan dengan lingkungan eksternal organisasi,
menuntut suatu iklim belajar yang terus menerus bagi setiap individu anggota
organisasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap individu dapat mengembangkan
seluruh potensinya seirama dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk
itulah, dalam rangka menjadikan suatu organisasi berkinerja tinggi, pimpinan
organisasi harus mempunyai kemauan atau tekad untuk mengalokasikan

38 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

berbagai sumber daya yang diperlukan guna dapat menciptakan iklim belajar
yang kondusif dalam organisasi. Soedarsono (1998) mengatakan bahwa
keinginan belajar dan kebiasaan belajar setiap individu dalam organisasi akan
menjadi basis timbulnya organisasi yang terus belajar atau kalau boleh disebut
dengan istilah organisasi pembelajar (learning organizations).

Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk


organisasi berkinerja tinggi dapat ditinjau dari sisi wadah dan dari sisi prosesnya.
Dari sisi wadah organisasi dapat dilihat dengan pembentukan struktur organisasi,
sedangkan jika dilihat organisasi sebagai proses dapat dilihat dari bagaimana
organisasi menetapkan misi dan bagaimana organisasi menyusun program-
program kegiatan untuk pencapaian misi organisasi tersebut.
Seperti disebutkan diatas, pengukuran kinerja merupakan conditio sine qua
non untuk mewujudkan organisasi yang berkinerja tinggi. Pengukuran kinerja
digunakan oleh suatu organisasi untuk memastikan bahwa mereka bergerak ke
arah yang benar dalam pencapaian target dalam hal ini adalah tujuan organisasi.
Pengukuran kinerja digunakan untuk mengevaluasi dan mengendalikan proses
bisnis secara keseluruhan.
Dalam menentukan kinerja organisasi, diperlukan satu faktor yakni Ukuran,
yang digunakan dalam menentukan indikator kinerja (Browne et al. 1997; Gosselin
2005; Heckl dan Moormann 2010). Indikator kinerja dapat didefinisikan sebagai nilai
fisik yang digunakan untuk mengukur, membandingkan dan mengelola kinerja
organisasi secara keseluruhan (Gosselin 2005). Dari berbagai referensi, secara umum
indikator kinerja dapat mencakup:
(1) kualitas (De Toni dan Tonchia 2001; Gosselin 2005; Heckl dan Moormann 2010;
Badri et al. 1994; Neely dan Platts 2005),
(2) biaya (De Toni dan Tonchia 2001; Neely dan Platts 2005; White 1996),
(3) finansial (Parmenter 2009; White 1996),
(4) fleksibilitas (De Toni dan Tonchia 2001; dan White 1996),
(5) keandalan pengiriman (Heckl dan Moormann 2010; White 1996),
(6) kepuasan karyawan (Leong et al. 1990; Mapes dan Szwejczewski 1997;
Parmenter 2009),
(7) kepuasan pelanggan (Ittner 1998 dan Neely and Platts 2005; Parmenter 2009),
(8) keselamatan (Flin dan O’Connor 2000; Mearns et al. 2003; Parmenter 2009),
(9) lingkungan / komunitas (Neely dan Platts 2005; Parmenter 2009; White 1996),
dan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 39


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(10) pembelajaran dan pertumbuhan (Parmenter 2009; Sadler-Smith dan Chaston


2001; Utterback 1975).

Untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal, setiap organisasi harus


menentukan indikator kinerja dan kemudian menentukan ukuran kinerja dan angka
kinerja yang relevan secara strategis sesuai dengan kemampuan organisasinya
masing-masing (Leong et al. 1990; Mapes dan Szwejczewski 1997). Browne et al.
(1997) juga telah mengidentifikasi bahwa masing-masing organisasi menggunakan
ukuran yang berbeda untuk menentukan kinerja mereka. Rolstadås (1998) telah
mengidentifikasi pengukuran kinerja dari suatu organisasi yakni dengan adanya
saling keterkaitan antara efektivitas, efisiensi, kualitas, produktivitas, kualitas
kehidupan kerja, inovasi, dan profitabilitas. Disarikan dari berbagai referensi, berikut
dimensi-dimensi yang dapat menjadi indikator kinerja suatu organisasi,
(1) Kualitas
Kualitas dapat dilihat pada tiga tahapan yakni tahap input, output dan proses.
Sebagian besar organisasi fokus pada kualitas karena organisasi tersebut telah
membuat janji/komitmen kepada pelanggan/stakeholder mereka tentang
kualitas layanan dan produk mereka (Heckl dan Moormann 2010; Badri et al.
1994). Menurut White (1996), terdapat 8 (delapan) dimensi kualitas yaitu: fitur,
keandalan, kesesuaian, daya tahan, kemudahan layanan, estetika, dan kualitas
yang dirasakan. Diantara dimensi-dimensi ini, dimensi kesesuaian memiliki
bukti empiris dengan dimensi kualitas. Gosselin (2005) telah membahas
mengenai kepuasan pelanggan, kualitas input, kualitas output, kualitas biaya
dan jumlah keluhan pelanggan sebagai ukuran kualitas.

(2) Fleksibilitas
Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk melakukan
banyak tugas saat diberikan tingkat sumber daya yang meliputi tenaga kerja,
mesin dan lain sebagainya (Zhang et al. 2003). Neely and Platts (2005) juga
membahas bahwa kualitas bahan, kualitas keluaran, produk baru, produk yang
dimodifikasi, kemampuan pengiriman, gabungan antara volume dan sumber
daya adalah ukuran fleksibilitas yang paling tepat.

(3) Waktu
Waktu adalah penentu yang sangat penting dari kinerja suatu organisasi.
Penyusunan indikator kinerja berdasarkan waktu merupakan masalah penting
terutama bagi organisasi manufaktur dalam rangka mencapai keunggulan

40 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kompetitif atas pesaing mereka (Koufteros et al.1998). Menurut White (1996),


waktu tunggu, waktu siklus, waktu pengiriman, waktu pemrosesan pesanan,
waktu respon, persentase ketepatan waktu, waktu pemrosesan dokumen,
waktu pemrosesan material merupakan ukuran strategi terkait waktu. White
menamakan indikator waktu sebagai kecepatan.

(4) Keamanan
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perkembangan bahwa keandalan
sistem kerja yang kompleks dalam mencapai tujuan organisasi dengan
aman tergantung pada struktur kerja dan teknis pengaturan (Mearns et al.
2003). Menurut Parmenter (2009), telah diidentifikasi bahwa tingkat risiko
dan keselamatan, tingkat kecelakaan, tingkat kerja sama karyawan, sikap
keselamatan manajer dan karyawan, tingkat risiko fisik karyawan di tempat
kerja dan tingkat informasi keselamatan sebagai langkah utama keselamatan.

(5) Keuangan
Secara historis, ukuran finansial adalah ukuran terbaik untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan, seperti nilai fisik penjualan dan laba atau persentase
pengembalian atas ekuitas dan aset. Banyak peneliti dan organisasi
menggunakannya untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja keuangan
mereka. Pada konteks ini, organisasi dapat mengadopsi langkah-langkah
keuangan yang disarankan oleh Parmenter (2009) dalam bukunya “Key
Performance Indicator (KPI)”. Parmenter menyarankan bahwa harga pokok
penjualan, perputaran piutang, arus kas, hari dalam persediaan, hari penjualan
dalam piutang, pendapatan bersih, penjualan, jumlah pelanggan yang
menguntungkan, laba atas ekuitas, penjualan berdasarkan produk, penjualan
tingkat pertumbuhan, pengembalian aset dan laba atas modal yang digunakan
sebagai ukuran kinerja keuangan suatu organisasi.

(6) Biaya
Para pemangku kepentingan eksternal lebih memperhatikan langkah-langkah
berbasis biaya dari kinerja, jadi itu sebabnya organisasi menggunakan sistem
akuntansi biaya yang mencakup langkah-langkah efisiensi dan efektivitas,
merupakan upaya untuk menghubungkan ukuran kinerja internal dengan
yang eksternal (White 1996). Neely dan Platts (2005) telah mengidentifikasi
biaya produksi, nilai tambah biaya, harga jual, biaya operasional dan biaya
layanan sebagai ukuran biaya kinerja. White (1996) telah mengidentifikasi

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 41


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

biaya relatif terhadap pesaing, persepsi biaya relatif kinerja, biaya produksi,
produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja, produktivitas mesin, total faktor
produktivitas, total biaya produk sebagai fungsi dari lead time, tenaga kerja
langsung biaya, biaya tenaga kerja tidak langsung, peningkatan persentase
tenaga kerja, biaya tenaga kerja relatif, tenaga kerja produktivitas, efisiensi
tenaga kerja, biaya bahan, biaya persediaan, biaya memo, biaya perbaikan,
biaya kualitas, biaya desain, biaya R&D relatif, biaya distribusi, overhead dan
transaksi perproduk sebagai ukuran terkait strategi biaya. De Toni dan Tonchia
(2001) telah mengidentifikasi biaya bahan, biaya tenaga kerja, biaya energi
mesin, biaya konsumsi bahan mesin, biaya persediaan, saturasi mesin, total
produktivitas, produktivitas modal kerja, nilai menambah produktivitas dan nilai
tambah produktivitas / biaya karyawan sebagai ukuran biaya kinerja organisasi.

(7) Kepuasan pegawai


Kepuasan pegawai adalah kunci kesuksesan bagi setiap organisasi. Jika pegawai
puas, maka akan ada pelanggan yang puas dan kinerja organisasi secara
keseluruhan akan meningkat (Leong et al. 1990; Mapes dan Szwejczewski
1997). Menurut Parmenter (2009) bahwa analisis absensi, jam kerja yang
fleksibel, kepuasan karyawan per survei, efektivitas media pengaduan,
indeks pemberdayaan adalah langkah-langkah yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan karyawan di organisasi.

(8) Pembelajaran dan pertumbuhan


Dimensi Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth) ini akan
mampu memberi keunggulan kompetitif bagi suatu organisasi. Hal ini dapat
terjadi dengan terus melatih karyawan mereka sesuai kemajuan teknologi
baru (Sadler-Smith dan Chaston 2001). Menurut Parmenter (2009) disebutkan
bahwa usia manajer yang melek IT, karyawan yang memerlukan diperlukan
pendidikan, karyawan yang diberhentikan dikarenakan masalah terkait dengan
kinerja, investasi untuk pelatihan, jumlah promosi internal, manajer yang
memiliki pelatihan manajemen kinerja, jumlah staf baru, dan jumlah makalah
penelitian yang dihasilkan merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan
untuk memeriksa tingkat kinerja organisasi pada dimensi pembelajaran dan
pertumbuhan. Semakin banyak organisasi yang berinovasi, semakin mereka
mengembangkan proyek pengembangan produk baru (Utterback 1975;
Sadler-Smith dan Chaston 2001).

42 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(9) Kinerja lingkungan/sosial


Organisasi harus memiliki tanggung jawab secara sosial untuk kesejahteraan
masyarakat di wilayah tempat mereka melakukan aktivitas. Parmenter (2009)
menyebutkan bahwa pembuangan dari produksi ke lingkungan, limbah, dana
sumbangan ke masyarakat, persentase tempat tinggal lokal dalam jumlah
tenaga kerja, jumlah liputan media, jumlah foto di surat kabar, jumlah sponsor
yang dilakukan oleh organisasi, jumlah pengaduan lingkungan yang diterima
dalam setahun, usia proyek saat ini yang ramah lingkungan dan penghargaan
keselamatan lingkungan adalah ukuran dari kinerja lingkungan / sosial
organisasi.

(10) Kepuasan pelanggan


Kepuasan pelanggan yang tinggi dapat meningkatkan loyalitas pelanggan.
Menurut Parmenter (2009), pendapatan yang diperoleh, jumlah keluhan,
indeks loyalitas pelanggan, pelanggan yang hilang, pelanggan baru, jumlah
referensi pelanggan, pangsa pasar dalam hal pelanggan, ketepatan waktu
pengiriman, kualitas produk, jumlah jaminan kualitas layanan yang dikeluarkan
dan frekuensi pemesanan adalah ukuran kepuasan pelanggan.

Dalam perkembangannya, terdapat banyak indikator yang disebutkan dalam


berbagai referensi sebagai hasil dari penelitian yang dapat diterapkan untuk
pengukuran kinerja organisasi. Pada akhir abad ke-20, sebagian besar organisasi
lebih fokus pada efisiensi, dibandingkan pada efektivitas. Untuk menghindari
kesalahan manajemen, organisasi harus fokus pada Indikator kinerja utama (IKU).
Indikator Kinerja harus dihubungkan dengan visi, misi, dan tujuan organisasi. Ini
akan menghasilkan indikator kinerja strategis yang mendukung manajemen dalam
mengindikasikan menuju arah strategis yang diinginkan. Oleh karena itu, indikator
kinerja organisasi harus sangat dinamis, dan pemilihan indikator kinerja sangat
penting terkait dengan “Faktor penentu keberhasilan”. Agar sukses, setiap organisasi
harus menentukan kinerja indikator dan ukuran kinerja yang secara strategis relevan
dengan khususnya situasi (Heckl dan Moormann 2010).
Membicarakan mengenai teori yang terkait dengan konsep Indikator Kinerja
Utama (Key Performance Indicators) tidak dapat dipisahkan dengan teori-teori lainnya
antara lain Manajemen Strategis, Manajemen Operasi, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Perilaku Organisasi, Sistem Informasi, Pemasaran, Manajemen Akuntansi
dan Kontrol yang kesemuanya memiliki kontribusi pada bidang pengukuran kinerja.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 43


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Pertama, secara makro, yakni menggunakan pendekatan sistemik berkaitan


manajemen organisasi. Pendekatan ini mengacu pada beberapa teori yakni :
(1) Teori Organisasi (Jones, 1995),
(2) Teori sistem (von Bertalanffy, 1973)
(3) Teori kontingensi (Donaldson, 2001) sebagai teori terkait yang mencakup aspek
struktural
(4) Teori penetapan tujuan (Locke, 2004), yang mendukung aspek kinerja
organisasi.
Kedua, secara mikro, yang menyoroti pada metode yang berkenaan dengan
perilaku dan individu. Dua teori utama untuk pandangan mikro ini adalah :
(1) Teori penetapan tujuan dan
(2) Teori agen utama (Laffont & Martimort, 2002).

Untuk menerapkan pengukuran Kinerja, beberapa prinsip harus dipenuhi agar


terjadi proses pengembangan, implementasi, dan pengoperasian sistem yang baik.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1) Harus mendukung misi organisasi dan tujuannya.
(2) Pengukuran kinerja harus ditetapkan untuk memimpin pengembangan dan
implementasi sistem di seluruh lini organisasi.
(3) Pengembangan, implementasi dan integrasi sistem membutuhkan waktu,
upaya, keterampilan / keahlian dan mungkin yang paling penting, dukungan
aktif seluruh komponen manajemen.
(4) Pengukuran kinerja dirancang untuk menyoroti pencapaian dan mengungkap
masalah strategis dan operasional yang menghambat kemajuan menuju
pencapaian misi organisasi.
(5) Ukuran kinerja harus diatur di sekitar siklus perencanaan dan penganggaran
organisasi. Pengukuran kinerja harus merupakan fungsi yang berkelanjutan,
memberikan informasi yang bermakna setiap saat selama tahun berjalan.
(6) Satu paket ukuran kinerja yang seimbang harus dikembangkan yang akan
memberikan pandangan tidak hanya kinerja keuangan, tetapi juga hasil bisnis,
klien dan karyawan.
(7) Serangkaian peran dan tanggung jawab yang jelas harus ditetapkan untuk
perencanaan, penerapan, dan pemeliharaan operasi sistem yang berkelanjutan.
(8) Proses implementasi bertahap harus digunakan untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan sistem, yakni satu tahapan harus diselesaikan dan
disetujui sebelum memulai tahap berikutnya.

44 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(9) Harus ada pendekatan kooperatif dan bersama untuk pengembangan dan
implementasi sistem di seluruh lini organisasi yang menetapkan serangkaian
tujuan umum, ukuran kinerja, dan rencana proyek yang disepakati. Pendekatan
ini juga harus menetapkan metode untuk mengumpulkan, menganalisis,
menafsirkan, dan melaporkan informasi pengukuran kinerja.
(10) Proses pengukuran kinerja harus disesuaikan atau dibuat untuk mengumpulkan,
menganalisis, menafsirkan, dan melaporkan informasi pengukuran kinerja
untuk kinerja keuangan, hasil bisnis, fokus klien dan karyawan. Proses
pengukuran kinerja ini harus menjadi bagian rutin dari operasi organisasi yang
sedang berlangsung.
(11) Penggunaan sumber-sumber informasi yang ada, menghindari pengembangan
sistem informasi yang mahal dan menerapkan strategi penyelesaian ketika
terjadi keterlambatan dalam pengembangan dan implementasi sistem
(12) Kejelasan tujuan: penting untuk mengetahui siapa yang akan menggunakan
informasi, dan bagaimana dan mengapa informasi itu akan digunakan.
(13) Fokus: informasi kinerja harus difokuskan pada tingkat pertama pada prioritas
organisasi - tujuan intinya dan bidang yang perlu diperbaiki. Ini harus dilengkapi
dengan informasi tentang operasi sehari-hari.
(14) Keseluruhan rangkaian indikator harus memberikan gambaran yang seimbang
tentang kinerja organisasi, yang mencerminkan aspek-aspek utama, termasuk
hasil dan perspektif pengguna. Perangkat tersebut juga harus mencerminkan
keseimbangan antara biaya pengumpulan indikator, dan nilai informasi yang
diberikan.
(15) Indikator kinerja harus selalu diperbarui untuk memenuhi keadaan yang
berubah.
(16) Indikator yang digunakan harus cukup kuat dan dapat dipahami untuk tujuan
penggunaannya. Pengawasan independen, baik internal maupun eksternal
membantu memastikan bahwa sistem untuk menghasilkan informasi masuk
akal.

Semua IKU didasarkan pada pengukuran. Indikator kinerja dapat bersifat


kualitatif atau kuantitatif. IKU dapat berupa:
(1) Biner atau absolut, yang dalam hal ini berarti KPI ini berlaku ‘ya’ atau ‘tidak’,
(2) Komparatif: ini mengambil situasi apa adanya dan mengukurnya terhadap
keadaan yang relevan dan diantisipasi. Misalnya perbandingan biaya,
penghematan, perolehan efisiensi, aktual dengan anggaran atau rencana,
perbandingan kemajuan pengembangan sistem dengan jadwal yang disetujui

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 45


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

sebelumnya, perbandingan dengan hasil yang diketahui untuk organisasi


untuk periode atau acara atau proyek yang serupa.
(3) Berbasis tren: langkah-langkah ini memerlukan pengumpulan dan penyajian
informasi komparatif sepanjang periode waktu. Contoh indikator berbasis tren
meliputi kinerja sistem, kinerja pengembangan perangkat lunak sesuai jadwal,
jaminan pemeliharaan perangkat lunak.
(4) Biaya: biaya tertentu per pengguna.

2. Konteks Penataan Organisasi


Dalam pencapaian efektivitas organisasi, McKinsey (Have, 2003 dalam LAN
2011) merumuskan 7s sebagai faktor-faktor atau elemen yang menentukan
efektivitas organisasi, yakni: strategy ialah tujuan organisasi dan cara-cara yang
dipilih organisasi untuk mencapainya; structure yakni struktur organisasi, hirarki dan
koordinasi, termasuk pembagian dan integrasi tugas dan kegiatan; systems proses
utama yang digunakan organisasi dalam menyelesaikan pekerjaannya, seperti sistem
anggaran, sistem pengambil-alihan tugas; shared values terkait dengan pemahaman
untuk apa dan mengapa organisasi mereka eksis atau ada. Termasuk keyakinan dan
harapan terhadap manfaat organisasi bagi mereka; style terkait dengan kebiasaan
tidak tertulis dan sulit terukur mengenai bagaimana pengaturan prioritas organisasi
dan penggunaan waktu, perilaku simbolis dan cara para atasan terlibat dengan
pegawainya; the staff terdiri dari orang-orang yang ada dalam organisasi dan pada
umumnya dan keberadaan mereka secara kolektif. Skills merupakan kapabilitas
organisasi yang tidak terkait dengan kompetensi individu. Ketujuh aspek tersebut
tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait satu sama lainnya.
Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Kates (2007) yang
memandang efektivitas organisasi dapat dicapai melalui enam pilar yang saling
berhubungan yang membentuk bintang atau disebut dengan model bintang
lima (five star model), yakni (1) Strategi yaitu cara organisasi untuk mencapai
tujuannya, yang mencakup arah yang menunjukkan visi dan misi serta program
organisasi; (2) Kapabilitas, yakni kemampuan organisasi untuk menterjemahkan
strategi dalam desain organisasi; (3) Struktur yakni penentuan kekuasaan dan
kewenangan yang dibagi secara horisontal dan vertikal. Pembagian struktur secara
horisontal berdasarkan fungsi, produk, geografi, pelanggan. Pembagian struktur
secara vertikal untuk kewenangan fungsi kontrol dan pembuatan keputusan. (4)
Sistem atau proses, yakni serangkaian kegiatan yang terhubung melalui informasi
dari atas, kebawah, dan diagonal, baik dalam proses pelaksanaan pekerjaan
ataupun proses management seperti perencanaan. (5) Reward, pengukuran

46 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kinerja dan rewards (penggajian) mensinergikan kinerja individu dengan tujuan


organisasi. Hasil penelitian menyebutkan sistem penggajian dan penskoran
pekerjaan lebih menjelaskan tujuan organisasi dari pada pernyataan tertulis
tujuan organisasi. Sistem penggajian memotivasi individu untuk memaksakan
kebiasaan yang memberikan nilai tambah kepada organisasi melalui penggajian,
bonus, prestasi, dan keuntungan lainnya. (6) People, yakni pengaturan sumber
daya manusia mulai dari seleksi hingga pengembangan pegawai guna
mendukung terlaksananya strategi dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui
kapabilitas individu diharapkan organisasi mencapai keunggulan kompetitif.12

Bagaimana
Strategy mencapai tujuan?

KAPASITAS APA YANG


Capabilities DIPERLUKAN UNTUK
• KETERAMPILAN/ MELAKSANAKAN STRATEGI?
PENGETAHUAN APA
YANG DIPERLUKAN? • Bagaimana pekerjaan di bagi?
• BAGAIMANA
MENGEMBANGKAN People Structure • Bagian apa yang menjadi peran
utama
KETERAMPILAN/ • Bagaimana pekerjaan
PENGETAHUAN dikoordinasikan
• Siapa yang memiliki kekuasaan dan
kewenangan
• BAGAIMANAKAH
TUJUAN MEMBENTUK
PERILAKU?BAGAIMANA Rewards Processes • Bagaimana keputusan dibuat?
• Bagian aliran pekerjaan antar
MENILAI PROGRESS fungsi?
• Mekanisme apa yang digunakan
untuk kolaborasi

Gambar 2.6.
Five Star Model
Sumber : Kates et.al (2007)

12
Ibid.,Hlm. 34.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 47


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dalam dua pendapat tentang organisasi tersebut, masing-masing pakar


membagi pilar-pilar tersebut dalam pilar hardware dan software organisasi, di mana
hardware merupakan pilar yang dapat dengan mudah dilihat dan dinilai karena
bentuknya nyata serta biasanya tertuang dalam aturan tertulis. Sementara software
merupakan suatu hal yang sulit untuk dinilai, diukur, serta distandardisasikan. Pada 7s
pilar organisasi, Shared Values, System, Skills dan Staff teridentifikasi sebagai software,
sedangkan Strategy, Structure dan System dipandang sebagai hardware. Pada
Model Bintang Lima, Capabilities, People dan Rewards, dipandang sebagai software,
dan hardware berada pada Strategy, Structure, dan System. Oleh Sadler (2001), pilar
penataan organisasi tersebut kemudian disederhanakan dengan menyatukan
semua aspek software sebagai dimensi culture dalam organisasi.
Dengan demikian secara lebih sederhana terdapat empat pilar penataan
organisasi, yakni strategi, struktur, kultur dan sistem. Pendapat senada juga
disampaikan oleh Gareth R. Jones (1994) yang menyatakan bahwa terdapat tiga
dimensi utama dalam organisasi, yakni struktur, kultur dan desain, yakni kultur
juga mencakup visi, misi dan strategi, yang menentukan desain organisasi, apakah
mekanistik ataukah organik. Perumusan Sadler tersebut dapat diilustrasikan melalui
Gambar berikut.

Struktur

Strategi

Kultur Sistem

Gambar 2.7.
Elemen Penataan Organisasi
Sumber : Sadler, 2001

Hingga disini paparan mengenai organisasi masih pada lingkup mikro


organisasi, yakni pertimbangan lingkungan strategis masih belum secara eksplisit
dikemukakan. Untuk itu, perlu disampaikan pandangan sistem tentang organisasi
yang dipandang sebagai organisme hidup, yang memiliki hubungan saling

48 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

mempengaruhi sebagai organisme ia tidak dapat hidup sendiri, ia harus berinteraksi


dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan dapat pula menjadi agen
pada perubahan lingkungan. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan,
meskipun disinggung bahwa eksistensi sebuah kelembagaan pemerintahan secara
pasti didasari oleh peraturan perundang-undangan, namun perlu disadari bahwa
sebuah kebijakan (dalam bentuk peraturan perundang-undangan) dapat saja
dihapus ataupun diubah sesuai dengan keputusan politis dari pembuat keputusan
/ kebijakan tersebut. Sesuai dengan teori kebijakan publik, maka kebijakan selalu
dilandaskan pada upaya pemenuhan kepentingan publik, yang merupakan
pengaruh dari lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian kondisi
lingkungan strategis juga merupakan satu aspek yang perlu dicermati dalam
penataan kelembagaan pemerintah.
Secara sederhana lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi beberapa
bagian besar, yakni lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal adalah
elemen yang terkandung dalam organisasi sebagaimana telah disampaikan secara
ringkas, bahwa elemen internal organisasi terdiri dari strategi, struktur, kultur dan
sistem yang diilustrasikan pada Gambar 4. Lingkungan eksternal adalah elemen
yang terkandung di luar organisasi yang mempengaruhi organisasi. Dalam buku ini
faktor-faktor lingkungan eksternal organsasi pemerintah sebagaimana disampaikan
pada Bagian 1 buku ini, terdiri dari aturan hukum, politik/kelompok kepentingan,
sosial, ekonomi, budaya dan teknologi, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar
berikut.

Gambar 2.8.
Lingkungan Ekternal Organisasi Pemerintah
(hasil sintesa dari berbagai sumber)

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 49


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Kedua lingkup tersebut dapat dipandang secara tergabung (terintegrasi) yang


menghasilkan pandangan yang komprehensif dalam proses penataan organisasi
pemerintah. Penggabungan kedua elemen tersebut kemudian dijadikan landasan
pandangan dalam penataan organisasi pemerintah dalam buku ini. Gabungan
pandangan tersebut dapat dilihat pada Gambar.
Berlandaskan pemahaman bahwa organisasi dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal dan internalnya, maka pembahasan penataan (struktur) organisasi
dalam buku ini diarahkan untuk memperhitungkan faktor eksternal dan internal
yang berpengaruh terhadap organisasi. Dengan melakukan identifikasi terhadap
kebutuhan lingkungan eksternal dipadukan dengan kompetensi organisasi
(lingkungan internal) yang teramu dalam suatu strategi (tujuan) organisasi, yang
terdiri dari rumusan visi, misi, dan program organisasi, maka langkah selanjutnya
adalah membentuk struktur dan sistem (prosedur kerja) dan kultur organisasi yang
mampu memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Namun demikian, karena
lingkup penataan organisasi pada buku ini difokuskan hanya pada penyusunan
struktur, maka pembahasan secara detail hanya dilakukan terhadap penataan
struktur organisasi.

Gambar 2.9.
Lingkungan Internal dan Eksternal
Organisasi Pemerintah (hasil sintesa)

50 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dengan demikian gambaran besar dari penataan struktur organisasi dengan


memperhatikan aspek lingkungan, strategi, kultur, sumber daya manusia dan
sistem rewards, maka penataan struktur harus mengindahkan berbagai aspek,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 2.10.
Konteks dan Aspek Penataan Struktur Organisasi
(hasil sintesa)

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 51


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

a. Tahapan Penataan Organisasi


Pada tahun 2013, LAN menyusun tahapan penataan organisasi antara tahapan yang
dikemukakan oleh Naomi Standford (2005) dan praktik empiris pelaksanaan beberapa
best practice penataan organisasi pemerintah di Indonesia, dengan hasil sebagai berikut:

1) Tahap I : Persiapan
Tahap Persiapan dilakukan terkait dengan pentingnya konteks dalam penataan
struktur organisasi. Konteks tersebut terkait dengan lingkungan internal yang terkait
dengan strategi, proses, skill, people dan rewards dan eksternal organisasi yang terkait
dengan ipoleksosbud di lingkungan lokal, nasional dan internasional; dan teknologi.
Singkatnya pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan dari kondisi organisasi
saat ini yang terkait dengan struktur yang ada dan kesesuaiannya dengan kebutuhan
organisasi dan kebutuhan lingkungan.
Lima agenda penting yang dilaksanakan dalam tahap persiapan ini13 adalah:
a) Pembentukan tim penataan organisasi
Anggota tim dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni Tim Pengarah
(Eksekutif ) yang terdiri dari pimpinan dan/atau pejabat-pejabat senior yang
berperan memberikan arahan dan kebijakan penataan organisasi, dan Tim Teknis
yang berisi orang-orang dari lintas unit kerja dan mempunyai kompetensi dalam
penataan organisasi.
b) Identifikasi kondisi saat ini
Kegiatan utama dalam agenda ini adalah untuk mendeskripsikan situasi yang
dihadapi oleh organisasi saat ini, seperti masalah yang ada, aspek-aspek penataan
yang harus diperhatikan, kemungkinan solusi dari masalah yang harus dihadapi,
kemungkinan tantangan dalam implementasi penataan, dan ide-ide baru yang
dapat diambil dalam upaya penataan.
c) Aligning dengan strategi organisasi
Aligning dalam hal ini adalah usaha untuk menyelaraskan usaha penataan
organisasi dengan upaya pencapaian strategi organisasi. Untuk melakukan aligning
ini, salah satu tools yang dapat digunakan adalah Balance scorecard.
Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu balanced (berimbang) dan
kartu nilai (scorecard). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan
antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek
dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan
performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu

13
LAN, Buku II Pedoman Praktis Penataan Organisasi Pemerintah. 2013

52 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di
masa depan (Mulyadi, 2001). Maksud dari kartu nilai untuk mengukur kinerja personil
yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan
sebagai evaluasi. Maksud dari berimbang (balanced) adalah kinerja personil diukur
secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil
tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja
keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta
antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal.
Definisi Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) adalah suatu
kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan
dari strategi perusahaan. Balanced Scorecard tidak hanya menggunakan ukuran
kinerja keuangan masa lalu, tetapi juga memperkenalkan pendorong kinerja
masa depan. Pendorong kinerja yang dimaksud adalah prespektif pelanggan,
proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan yang diturunkan
dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit
dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata. Balanced Scorecard
memberi para eksekutif perusahaan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk
menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja
yang terpadu.
Balanced Scorecard, merupakan metode penilaian yang dianggap sangat
mutahir saat ini dan mampu diterapkan pada lembaga publik maupun lembaga
privat. Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan
empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan
strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka
panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan (Mahsun,
2006). Balanced Scorecard merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang
dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School)
dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan
dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya.
Balanced Scorecard menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah
perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan.
Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran financial dan nonfinansial
harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat
perusahaan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 53


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Balanced Scorecard pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas area


pengukuran kinerja organisasi swasta yang berorientasi pada profit. Pendekatan ini
mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial yang dibagi dalam
empat perspektif, yaitu:
(1) Perspektif Keuangan, yang dapat dilihat dari bagaimana organisasi secara
efisien memberikan pelayanan kepada publik sesuai kebutuhan publik.
(2) Perspektif Pelanggan, yakni terkait dengan kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan yang diberikan oleh organisasi pemerintah. Dengan demikian,
perspektif ini menunjukkan bahwa pimpinan organisasi harus mengetahui
apakah dalam memberikan pelayanan publik telah memenuhi kebutuhan
masyarakat.
(3) Perspektif Proses Internal yang mengidentifikasi faktor penting dalam proses
internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang
menjadi kebutuhan pelanggan. Dalam organisasi pemerintahan, pimpinan
harus dapat berfokus pada kegiatan penting dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.
(4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan dengan cara mengembangkan
tujuan dan ukuran yang mendorong adanya proses pembelajaran dan
pertumbuhan dalam organisasi. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan ini adalah organisasi dapat menyediakan
infrastruktur atau fasilitas yang memungkinkan tujuan organisasi dapat tercapai
selain dari ketiga perspektif lainnya.

Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan


yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator
pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan
sebab akibat. Dalam aplikasinya, Balanced Scorecard sebagai mekanisme dalam
mewujudkan visi dan misi lembaga/organisasi untuk mencapai tujuan masa depan
yang tergambar dalam tindakan nyata setiap individu organisasi. Balanced Scorecard
merupakan konsep manajemen, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran
kinerja (performance measurement) yang mengukur kinerja perusahaan. Keberhasilan
ukuran-ukuran dengan menggunakan Balanced Scorecard harus dikaitkan dengan
strategi lembaga.

54 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Balanced Scorecard mempunyai keunggulan dibanding manajemen tradisional.


Keunggulan itu karena pendekatan yang digunakan dalam Balanced Scorecard
mampu menghasilkan rencana strategi dengan karakteristik sebagai berikut ini.
(a) komprehensif, Balanced Scorecard memberikan tambahan cakupan perspektif
yang digunakan dalam perencanaan strategi.
(b) koheren, dalam menjalankan manajemen strategi, Balanced Scorecard
mengharuskan personil membangun hubungan sebab akibat diantara
berbagai sasaran strategi yang dihasilkan dari perencanaan strategi. Dengan
adanya kekoherenan ini akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan
dalam jangka panjang.
(c) berimbang, Balanced Scorecard mampu memberikan keseimbangan dalam
sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi. Hal ini sangat
penting dalam pencapaian kinerja keuangan yang berkesinambungan.
(d) terukur, perspektif nonkeuangan merupakan perspektif yang sulit
diukur. Namun dengan pendekatan Balanced Scorecard ketiga perspektif
nonkeuangan tersebut dapat ditentukan ukurannya sehingga memudahkan
dalam pengelolaannya.

Dalam konsepnya Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke


dalam berbagai tujuan dan ukuran.Berbagai tujuan dan ukuran tersebut tersusun ke
dalam empat presfektif. Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard memberikan
kerangka kerja, bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi. Selain itu
Balanced Scorecard juga menggunakan penilaian untuk memberi informasi kepada
para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan
datang. Keempat perspektif ini memberi keseimbangan antara tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor
pendorongnya, dan antara ukuran objektif dan subjektif, dan Balanced Scorecard
tidak hanya penilaian taktis yang operasional tetapi juga merupakan sebuah sistem
manajemen strategis. Balanced Scorecard dapat digunakan untuk menghasilkan
berbagai proses manajemen yang penting seperti gambar berikut ini.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 55


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 2.11.
Empat Perspektif Dalam Analisis Balace Scorecard
Sumber : (Kaplan & Norton, 1996)

d) Telaah peraturan perundang-undangan


e) Analisis lingkungan strategis
Instrumen yang umum digunakan dalam agenda ini adalah analisis SWOT.
Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan internal
dan eksternal organisasi yang dikenal luas. Analisis SWOT menurut Philip Kotler
diartikan sebagai evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman.14 Sedangkan Menurut Freddy Rangkuti, analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi
yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats)”.15
(1) Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah berbagai kelebihan yang bersifat khas yang dimiliki oleh
suatu organisasi, yang apabila dapat dimanfaatkan akan berperan besar, tidak
hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimilliki oleh organisasi.
Kekuatan yang dimaksud adalah kelebihan organisasi dalam mengelola kinerja
di dalamnya.

14
Philip Kotler, dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran (Jakarta:Indeks, 2009), hal.63
15
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hal.19

56 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(2) Kelemahan (Weakness)


Kelemahan adalah berbagai kekurangan yang bersifat khas yang dimiliki oleh
suatu organisasi yang apabila berhasil diatasi akan berperanan besar, tidak
hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimililiki oleh organisasi.
Kelemahan juga dapat berupa keterbatasan atau kekurangan dalam
sumberdaya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat
kinerja efektif perusahaan atau organisasi.
(3) Peluang (Opportunity)
Peluang adalah situasi penting yang bersifat positif yang menguntungkan dalam
lingkungan perusahaan atau organisasi, yang apabila dapat dimanfaatkan akan
besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi. Opportunity merupakan
peluang organisasi untuk meningkatkan kualitasnya.
(4) Ancaman/Hambatan (Threat)
Hambatan adalah situasi penting yang tidak menguntungkan atau kendala
yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila
berhasil di atasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Threat merupakan ancaman bagi organisasi baik itu dari luar maupun dari
dalam. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang yang
diinginkan organisasi.

Hasil analisis SWOT dapat digambarkan dalam suatu diagram yakni sebagai
berikut:

Gambar 2.12.
Diagram Analisis SWOT

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 57


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

KUADRAN I:
Merupakan situasi yang sangat menguntungkan sehingga organisasi memiliki
peluang dan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang
harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif. (Growth oriented strategy)
KUADRAN II:
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi (produk/jasa/pelayanan)
KUADRAN III:
Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus organisasi adalah
meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang
yang lebih baik.
KUADRAN IV:
Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, organisasi menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internal

Dengan demikian, analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk


menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep
yang berdasarkan faktor eksternal dan faktor internal. Analisis SWOT bisa dianggap
sebagai metode yang paling dasar, yang berguna untuk melihat permasalahan dari
empat sisi yang berbeda. Hasil analisis biasanya adalah arahan/rekomendasi untuk
mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari peluang yang ada,
sambil mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman. Benchmarking, yang
dapat dilakukan untuk mengetahui berbagai strategi yang telah ditempuh oleh
organisasi lain dalam mengidentifikasi lingkungan strategis dan menjawabnya
melalui penataan organisasi.
Hasil dari tahap persiapan adalah proposal penataan organisasi yang berisikan
latar belakang perlu dilakukannya penataan struktur organisasi, tujuan, metode yang
dilakukan, siapa yang akan melakukan, siapa saja yang terlibat, tahapan kegiatan
serta sumber daya yang diperlukan, dan berapa sumber daya yang diperlukan.
Meskipun terdapat perbedaan antara konsep dengan prakteknya, dimana tahap
persiapan seharusnya menghasilkan proposal perubahan struktur, namun pada
prakteknya proposal tersebut tidak ada. Namun dalam buku ini tetap menyarankan

58 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

untuk membuat proposal tersebut, karena nantinya akan memudahkan dalam


proses pembuatan naskah akademik pada tahap III.

2) Tahap II : Perencanaan dan Penataan Struktur


Beranjak dari paparan data dan informasi permasalahan organisasi yang telah
teridentifikasi, tim perubahan harus menentukan penataan organisasi yang kiranya
mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Pada tahap ini dilakukan perencanaan dan desain struktur sesuai dengan konteks
struktur yang teridentifikasi pada tahap I, sehingga tahap II lebih terkonsentrasi pada
aspek struktur organisasi sendiri, yaitu Pembagian Kerja, Pengelompokan Kerja dan
Mekanisme Koordinasi yang diperlukan. Untuk menentukan model pembagian
kerja, pengelompokan kerja dan mekanisme koordinasi, dapat merujuk pada Buku I
Bab 2. Hasil dari tahapan ini adalah dokumen dalam rangka penyesuaian terhadap
lingkungan atau penyelesaian masalah, berupa naskah akademik.

3) Tahap III : Formalisasi, Pelaksanaan dan Pengelolaan Perubahan


Fase ini memasuki proses legalisasi perubahan struktur organisasi yang
berhubungan dengan lembaga yang berwenang. Pada organisasi Pemerintah Pusat
berhadapan dengan Kementerian yang membidangi urusan Aparatur negara; dan
pada organisasi Pemerintah Daerah berhubungan dengan Lembaga Legislatif.
Fase pengelolaan perubahan merupakan proses transformasi dari kondisi awal
ke kondisi yang diinginkan. Pada fase ini diperlukan skenario komunikasi antara
level pimpinan dan bawahan terutama pada unit yang mengalami perubahan.
Fase ini juga memerlukan jalur perkonsultasian dan dialog mengenai bagaimana
menerapkan perubahan, permasalahan, dan kemungkinan solusi berupa
klarifikasi dan pemecahan masalah oleh tim perubahan atau bila diperlukan dapat
menghadirkan pihak ketiga sebagai profesional yang dapat memberikan petunjuk
melaksanakan perubahan (misalnya penggunaan teknologi baru) dan antisipasi bila
terjadi permasalahan.

4) Tahap IV: Evaluasi Susunan Organisasi dan Evaluasi Kinerja Organisasi


Fase ini dilakukan dengan mengenali keuntungan dan dampak yang timbul
dari perubahan, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mensukseskan
perubahan. Informasi tersebut kemudian dikomunikasikan kepada seluruh anggota
organisasi.
Fase ini menghasilkan penilaian terhadap tujuan perubahan struktur dengan
performa struktur yang ada saat ini. Penilaian juga dapat dilakukan dengan mengukur

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 59


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kinerja organsiasi dan sejauh mana struktur dapat memfasilitasi pencapaian tujuan
organisasi. Hasil akhir penilaian ini dapat menjadikan bahan pertimbangan untuk
perbaikan organisasi di masa yang akan datang.

B. Aspek Yuridis Penataan Organisasi


Dinamika organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh aspek yuridis yang
berupa dasar hukum (Jones, 1994). Penyelenggara negara mempunyai peran penting
dalam mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 4 UUD
1945 disebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan untuk
menjalankan kekuasaan pemerintahan tersebut, Presiden dibantu oleh menteri-menteri
negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Menteri-menteri negara tersebut
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan yang pembentukan, pengubahan,
dan pembubaran kementeriannya diatur dalam undang-undang. Undang-undang
ini dimaksudkan untuk mengatur secara jelas dan tegas mengenai kedudukan, tugas,
fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara.
Kebijakan yang mengatur tentang struktur kementerian saat ini adalah Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Substansi dari undang-
undang ini dijabarkan dengan pendekatan urusan-urusan pemerintahan yang harus
dijalankan Presiden secara menyeluruh dalam rangka pencapaian tujuan Negara, yang
terdiri dari urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas
disebutkan dalam UUD 1945, urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan
dalam UUD 1945, dan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan
sinkronisasi program pemerintah. Kebijakan ini disusun dalam rangka membangun
sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang menitikberatkan pada
peningkatan pelayanan publik yang prima.
Beberapa hal terkait penataan organisasi Kementerian telah disinggung dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 sehingga kebijakan ini dapat dijadikan pijakan
dalam menelusuri kebijakan-kebijakan lainnya yang mengatur tentang penataan
organisasi K/L. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 secara tegas membatasi jumlah
kementerian yang ada paling banyak 34 (tiga puluh empat), artinya, jumlah kementerian
tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan bahkan diharapkan akan terjadi
pengurangan. Undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa Kementerian dapat
diubah oleh Presiden dan pengubahan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan:
(a) efisiensi dan efektivitas; (b) perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; (c)
cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; (d) kesinambungan, keserasian, dan
keterpaduan pelaksanaan tugas; (e) peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah; (f )

60 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau


(g) kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Berdasarkan analisis terhadap substansi dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tersebut, kebijakan ini masih bersifat parsial yakni masih sebatas mengurusi
tentang organisasi Kementerian, belum menyentuh organisasi Lembaga Pemerintah
Non Kementerian (LPNK). Hanya saja mengenai LPNK disinggung dalam Pasal 25 ayat (3)
yang disebutkan bahwa hubungan fungsional antara kementerian dengan LPNK diatur
dengan Peraturan Presiden. Selain itu, kebijakan ini masih berkutat pada kondisi apa yang
harus dicapai, belum memberikan gambaran yang lebih operasional tentang bagaimana
proses penataan organisasi atau mekanisme penataan organisasi yang ideal yang harus
dilakukan oleh Kementerian untuk mencapai kondisi tersebut. Oleh karenanya perlu
ditinjau pula peraturan pada tataran yang lebih operasional, yakni Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden
Nomor 145 Tahun 2015 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Substansi dari Perpres Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian
Negara adalah mengatur tentang nomenklatur Kementerian sesuai dengan tugas dan
fungsi yang dijalankan, hingga mengatur tentang susunan dan jumlah dari setiap hirarki
organisasi Kementerian. Namun secara empiris, terdapat variasi yang cukup beragam
mengenai jumlah hirarki organisasi di kementerian di Indonesia. Jumlah hirarki organisasi
di beberapa kementerian saat ini tidaklah mengacu kepada Perpres Nomor 7 Tahun 2015.
Misalnya saja untuk unsur pembantu pemimpin dalam kementerian Kelompok I (yang
menangani urusan pemerintahan yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam
UUD 1945) dan kementerian Kelompok II (yang menangani urusan pemerintahan yang
ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945). Dalam Pasal 12 disebutkan bahwa unsur
pembantu pemimpin yaitu Sekretariat Jenderal terdiri atas paling banyak 5 (lima) Biro
namun pada kenyataannya, Kementerian Kelompok I memiliki jumlah Biro di Sekretariat
Jenderal melebihi ketentuan dan hanya tiga saja Kementerian di Kelompok II yang
memiliki jumlah Biro di Sekretariat Jenderal sesuai dengan ketentuan, yakni Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sedangkan yang lainnya
juga melebihi ketentuan. Bila ditelusuri lebih jauh kedalam unsur hirarki organisasi di
bawahnya, dapat dipastikan bahwa jumlahnya tidak sesuai dengan ketentuan dalam
Perpres Nomor 7 Tahun 2015. Untuk unsur pelaksana yakni Direktorat Jenderal, dalam
Pasal 16 disebutkan bahwa penentuan jumlahnya didasarkan pada analisis organisasi dan
beban kerja. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab keberagaman jumlah hirarki
organisasi di kementerian. Adapun untuk kementerian Kelompok III (yang menangani

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 61


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program


pemerintah), dalam Pasal 38 disebutkan bahwa unsur pembantu pemimpin yang dalam
hal ini adalah Sekretariat Kementerian terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Biro. Berdasarkan
hasil telaah terhadap masing-masing organisasi Kementerian, hanya 2 (dua) kementerian
yang melebihi ketentuan, yakni Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional yang
memiliki 5 Biro pada Sekretariat Kementeriannya dan Kementerian Sekretariat Negara
yang memiliki 6 Biro pada Sekretariat Kementeriannya.
Adapun mengenai penataan organisasi, disinggung dalam Pasal 91 ayat (1)
disebutkan bahwa penataan organisasi pemerintahan dilakukan berdasarkan evaluasi
kelembagaan dan analisis kebutuhan organisasi, yang dilakukan paling kurang 3 (tiga)
tahun sekali. Dalam Pasal 91 ayat (3) disebutkan bahwa Kementerian PAN dan RB
menerima mandat untuk mengeluarkan kebijakan mengenai evaluasi kelembagaan,
yang telah dituangkan menjadi PermenPANRB Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman
Evaluasi Kelembagaan Instansi Pemerintah. Selain kewenangan ini, ada beberapa peran
KemenPANRB dalam proses penataan organisasi yang secara eksplisit disebutkan dan
dapat diidentifikasi dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2015, yakni sebagai berikut.
1. Dalam Pasal 29 disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang mengeluarkan
persetujuan tertulis untuk Peraturan Menteri tentang penetapan unsur pelaksana
tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (instansi vertikal).
2. Dalam Pasal 67 (1) disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan persetujuan tertulis kepada Menteri yang menetapkan Unit
Pelaksana Teknis Kementeriannya.
3. Dalam Pasal 67 (2) disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan Peraturan Menteri terhadap pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian.
4. Dalam Pasal 91 disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang mengeluarkan
Peraturan Menteri tentang Evaluasi Kelembagaan.
5. Dalam Pasal 96 huruf a disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan pertimbangan tertulis atas usul Menteri atau Menteri Koordinator
sebagai dasar Peraturan Presiden tentang penataan organisasi Kementerian dan
Kementerian Koordinator untuk jabatan struktural Eselon I.
6. Dalam Pasal 96 huruf b disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan persetujuan tertulis atas Peraturan Menteri atau Peraturan
Menteri Koordinator tentang penataan organisasi Kementerian dan Kementerian
Koordinator untuk jabatan struktural Eselon II ke bawah.
7. Dalam Pasal 97 ayat (2) disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang

62 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

menyampaikan kepada Presiden mengenai penataan kedudukan, tugas, dan fungsi


Kementerian serta susunan organisasi, tugas, dan fungsi eselon I yang diusulkan
oleh masing-masing Menteri atau Menteri Koordinator sebagai dasar pembuatan
Peraturan Presiden.
8. Dalam Pasal 98 disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang mengeluarkan
persetujuan tertulis terhadap usulan Menteri atau Menteri Koordinator tentang
penataan organisasi Kementerian eselon II ke bawah di Kementeriannya masing-
masing.

Senada dengan Perpres Nomor 7 Tahun 2015, Perpres Nomor 145 Tahun 2015
juga mengatur tentang nomenklatur LPNK, kewenangan, uraian tugas dan fungsi yang
dijalankan, hingga mengatur tentang susunan dan jumlah dari setiap hirarki organisasi
LPNK tersebut. Perpres ini merupakan perubahan kedelapan atas Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang kini disebut
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Terkait dengan penataan organisasi
pemerintahan, dalam Kepres Nomor 103 Tahun 2001 Pasal 102 disebutkan bahwa jumlah
unit organisasi di lingkungan LPNK disusun berdasarkan analisis organisasi dan beban
kerja. Dalam penyusunan organisasi ini, berdasarkan Kepres Nomor 103 Tahun 2001,
KemenPANRB juga memiliki beberapa peran yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1. Dalam Pasal 98, disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang menetapkan
Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis sebagai pelaksana tugas teknis
penunjang di lingkungan LPNK.
2. Dalam Pasal 103 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan pertimbangan tertulis atas usul Kepala LPNK sebagai dasar
penetapan Peraturan Presiden tentang penataan organisasi LPNK untuk jabatan
struktural Eselon I.
3. Dalam Pasal 103 ayat (2), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan persetujuan tertulis atas Peraturan Kepala LPNK tentang penataan
organisasi LPNK untuk jabatan struktural Eselon II ke bawah.
4. Dalam Pasal 104 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB memiliki wewenang
mengeluarkan pertimbangan dan persetujuan tertulis sebagai dasar penetapan
peraturan Kepala LPNK tentang rincian tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata
kerja LPNK.
5. Dalam Pasal 104 ayat (1), disebutkan bahwa KemenPANRB bersama dengan
Presiden menerima tembusan Keputusan Kepala LPNK tentang Organisasi dan Tata
Kerja LPNK.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 63


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Berdasarkan kedua kebijakan tersebut, jelas bahwa peranan KemenPANRB adalah


memberikan pertimbangan tertulis atas usul Menteri/Kepala LPNK sebagai dasar
penetapan peraturan tentang penataan organisasi untuk jabatan struktural Eselon I dan
memberikan persetujuan tertulis atas Peraturan Menteri/Kepala LPNK tentang penataan
organisasi untuk jabatan struktural Eselon II ke bawah. Namun demikian, dalam penataan
organisasi ini tidak hanya melibatkan KemenPANRB tetapi juga instansi lainnya, antara
lain Kementerian Sekretariat Negara yang berperan dalam proses terkait dengan izin
prakarsa dan penetapan peraturan penataan organisasi. Proses harmonisasi yang dikawal
oleh Kementerian Hukum dan HAM juga harus menjadi perhatian untuk menghindari
tugas dan fungsi K/L yang saling tumpang tindih. Selain itu, Kementerian Keuangan
juga berperan karena penataan organisasi pasti akan berdampak pada penganggaran,
Badan Kepegawaian Negara juga berperan terkait dengan SDM dan juga Lembaga
Administrasi Negara terkait dengan pengorganisasian. Namun hingga saat ini, belum
ada kebijakan yang mengatur mekanisme dan kewenangan yang jelas dalam rangka
penataan organisasi K/L.
Sebenarnya peraturan perundangan yang memayungi pembentukan dan penataan
organisasi merupakan suatu kebijakan yang lumrah, persoalan terletak ketika sifat dari
peraturan perundangan tersebut tidak memperhatikan atau memberikan keleluasaan
dalam perancangan organisasi publik. Pendapat Robert menekankan bahwa keterkaitan
antara organisasi-kelembagaan publik dan lingkungan strategisnya mengandung makna
bahwa perubahan dan dinamika lingkungan strategis tersebut menentukan fungsi dan
strategi serta struktur dari organisasi-kelembagaan publik.
Kembali kepada pembahasan tentang evaluasi kelembagaan yang secara khusus
disebutkan dalam Pasal 91 Perpres Nomor 7 Tahun 2015, Kementerian PAN dan RB
telah mengeluarkan PermenPAN&RB Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Evaluasi
Kelembagaan Instansi Pemerintah yang merupakan acuan bagi instansi pemerintah
dalam melaksanakan evaluasi kelembagaan pemerintah secara efektif dan efisien.
Instansi Pemerintah disini didefinisikan sebagai Instansi Pemerintah Pusat dan Instansi
Pemerintah Daerah. Pasal Pasal 3 ayat (1) PermenPAN&RB tersebut menginstruksikan
bahwa setiap lembaga instansi pemerintah pusat wajib melaksanakan evaluasi
kelembagaan instansi pemerintah berdasarkan peraturan ini, paling singkat 3 (tiga)
tahun sekali. Dalam pedoman evaluasi kelembagaan instansi pemerintah yang terbaru
ini, struktur dan proses organisasi dipandang sebagai dua aspek pokok organisasi yang
perlu mendapat perhatian utama dan menjadi prioritas di dalam pelaksanaan evaluasi
dan penataan organisasi instansi pemerintah, tanpa mengecilkan peranan beberapa
elemen organisasi lainnya.

64 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Pedoman evaluasi kelembagaan instansi pemerintah dimaksudkan untuk


dijadikan landasan bagi instansi pemerintah dalam memperbaiki, menyesuaikan, dan
menyempurnakan struktur dan proses organisasi yang sesuai dengan lingkungan
strategisnya. Pedoman evaluasi kelembagaan instansi pemerintah ini mencakup dua
dimensi pokok organisasi, yakni struktur dan proses organisasi, yang masing-masing
secara konseptual dijabarkan sebagai berikut.
1. Dimensi struktur mencakup tiga subdimensi yakni kompleksitas, formalisasi, dan
sentralisasi, dengan uraian sebagai berikut.
a. Subdimensi Kompleksitas
Kompleksitas adalah banyaknya tingkat diferensiasi yang dilakukan dalam
pembagian kerja. Pada umumnya organisasi pemerintah memiliki kompleksitas
yang tinggi karena beragamnya tugas dan fungsi yang dijalankan. Semakin
kompleks organisasi, semakin dibutuhkan koordinasi, kontrol, dan komunikasi yang
efektif bagi unit-unit yang ada sehingga para pimpinan bisa memastikan bahwa
setiap unit bekerja dengan baik. Diferensiasi atau pemisahan tugas-tugas merujuk
pada tiga hal, yaitu:
1) Diferensiasi Horisontal
Diferensiasi horisontal merupakan pemisahan tugas-tugas dalam struktur
horizontal antar unit-unit organisasi berdasarkan perbedaan orientasi unit
organisasi, tugas, fungsi, pendidikan, keahlian dan sebagainya. Pada organisasi
pemerintah, diferensiasi horisontal dipisahkan diantaranya berdasarkan:
(a) visi dan misi pemerintah pusat atau daerah;
(b) urusan pemerintahan yang diselenggarakan;
(c) kewenangan yang dimiliki; dan
(d) pengelompokkan bidang tugas organisasi.
2) Diferensiasi Vertikal
Diferensiasi vertikal merujuk pada tingkat hierarki organisasi. Semakin tinggi
tingkat hierarki didalam struktur organisasi, maka kompleksitasnya akan
semakin tinggi. Satu hal yang perlu diperhatikan dari diferensiasi ini adalah
rentang kendali, yaitu seberapa banyak unit organisasi yang dapat dibentuk
secara efektif oleh unit organisasi yang diatasnya. Semakin kompleks pekerjaan
semakin kecil rentang kendali yang diperlukan dalam pengawasan.
3) Diferensiasi Spasial
Diferensiasi spasial merujuk pada tempat kedudukan, fasilitas, dan penyebaran
unit organisasi secara geografis. Semakin jauh dan semakin banyak tempat
kedudukan, fasilitas, dan penyebaran unit organisasi secara geografis, maka
akan semakin tinggi kompleksitas organisasi tersebut.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 65


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Subdimensi kompleksitas diukur dengan indikator sebagai berikut:


1) Kompleksitas struktur organisasi.
2) Tingkat spesialisasi atau jabatan.
3) Tata hubungan antar spesialis atau pejabat.
4) Tingkat pembagian pelayanan berdasarkan tempat (daerah/wilayah).

b. Subdimensi Formalisasi
Formalisasi merupakan suatu kondisi dimana aturan-aturan, prosedur,
instruksi, dan komunikasi dibakukan. Formalisasi yang tinggi akan meningkatkan
kompleksitas. Formalisasi mendorong terciptanya konsistensi serta mengurangi
kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Formalisasi di dalam restrukturisasi organisasi
merupakan suatu proses penyeragaman melalui aturan-aturan, prosedur, instruksi
dan komunikasi yang telah dibakukan. Subdimensi formalisasi diukur dengan
indikator sebagai berikut:
1) Tingkat kejelasan dan ketegasan “peraturan” mengenai pelaksanaan tugas
masing-masing unit kerja dan bagaimana cara kerja samanya.
2) Tingkat kejelasan “prosedur kerja” secara praktis (langkah kerja yang berurutan
secara logis dan terkait dalam pelaksanaan tugas masing-masing unit kerja).
3) Tingkat kejelasan “kebijakan kerja” sehingga pejabat atau pegawai memperoleh
kebebasan memutuskan menurut pendapat sendiri tanpa melanggar prinsip
peraturan atau hukum yang berlaku dalam pelaksanaan tugas masing-masing
unit kerja.
4) Tingkat pembakuan proses kerja.
5) Tingkat pembakuan dimensi-dimensi produk (pelayanan) yang harus
dihasilkan.
6) Tingkat pembakuan keterampilan kerja.

c. Subdimensi Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana kewenangan (authority) dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi berada pada manajemen tingkat tinggi. Sentralisasi
dapat menurunkan tingkat kompleksitas dan menyederhanakan struktur
organisasi. Semakin sederhana struktur organisasi akan semakin gesit gerak dan
perkembangannya. Sedangkan bagi organisasi yang strukturnya besar, sentralisasi
dapat mengakibatkan organisasi tersebut bergerak lamban. Subdimensi sentralisasi
diukur dengan indikator tingkat keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi
atau tingkat kejelasan “kebijakan kerja” sehingga pejabat atau pegawai memperoleh

66 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kebebasan memutuskan menurut pendapat sendiri tanpa melanggar prinsip


peraturan atau hukum yang berlaku dalam pelaksanaan tugas masing-masing unit
kerja.

2. Dimensi proses organisasi mencakup 5 (lima) subdimensi, yang diuraikan sebagai


berikut.
a. Subdimensi Keselarasan (Alignment)
Keselarasan yang dimaksud disini adalah antara strategi organisasi dengan visi,
tujuan, dan misi organisasi. Strategi organisasi pada dasarnya merupakan pedoman
di dalam mengimplementasikan proses organisasi, yang didalamnya dirumuskan
berbagai sasaran strategis organisasi untuk mencapai berbagai sasaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan visi dan tujuan pokok organisasi.
Subdimensi keselarasan (alignment) diukur dengan indikator:
1) Keterkaitan sasaran strategis organisasi dengan visi, tujuan dan misi organisasi.
2) Keterkaitan proses kerja dengan sasaran strategis organisasi.
3) Keterkaitan proses kerja dengan struktur organisasi.
4) Harmonisasi proses kerja secara vertikal dan horizontal.
5) Pendokumentasian proses kerja.

b. Subdimensi Tata Kelola (Governance) dan Kepatuhan (Compliance)


Tata kelola (governance) dan kepatuhan (compliance) yang dimaksudkan disini
adalah untuk memastikan apakah seluruh elemen pokok di dalam organisasi telah
menempati kedudukan dan menjalankan peran sesuai dengan struktur yang
disepakati dan berlaku di organisasi. Dalam perspektif ini seluruh pengambilan
dan pelaksanaan keputusan organisasi telah berjalan sesuai dengan prinsip tata
kelola (governance) yang mencakup transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi (kemandirian), dan kewajaran (fairness). Di dalam penerapannya, aspek
tata kelola organisasi tidak dapat dipisahkan dengan aspek kepatuhan (compliance),
yakni sejauh mana seluruh elemen organisasi bersinergi di dalam melaksanakan
proses organisasi sesuai dengan dan patuh terhadap berbagai ketentuan dan
regulasi yang berlaku, baik secara internal maupun eksternal. Subdimensi tata kelola
(governance) dan kepatuhan (compliance) diukur dengan indikator:
1) Kesesuaian struktur organisasi dan tata kerja dengan ketentuan yang berlaku.
2) Kejelasan pemetaan kepentingan dari para pemangku kepentingan yang
terdapat di dalam struktur organisasi.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 67


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3) Transparansi informasi di dalam pengambilan keputusan kepada pihak-pihak


yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
4) Akuntabilitas di dalam wujud kejelasan struktur, fungsi dan peran/tanggung
jawab.
5) Responsibilitas mekanisme pertanggungjawaban dan pelaporan.
6) Independensi setiap fungsi di dalam struktur sesuai dengan kewenangannya.
7) Perlakuan yang proporsional sesuai dengan kedudukan, fungsi, dan peran
setiap elemen di dalam struktur organisasi.

c. Subdimensi Perbaikan dan Peningkatan Proses


Dimensi proses harus menyesuaikan terhadap tuntutan perubahan lingkungan.
Dalam perspektif ini proses organisasi umumnya berlaku efektif hanya dalam kurun
waktu tertentu. Akibat perubahan, setiap organisasi dituntut untuk melakukan
evaluasi dan inovasi secara berkelanjutan terhadap proses yang diterapkan. Melalui
evaluasi dan inovasi metode kerja diharapkan proses organisasi dapat tetap
relevan dan optimal untuk menciptakan rangkaian nilai (value chain) dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Subdimensi perbaikan dan peningkatan proses diukur
dengan indikator:
1) Evaluasi metode kerja.
2) Pembaharuan metode kerja.

d. Subdimensi Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah upaya untuk melakukan identifikasi, penilaian,
dan penentuan prioritas risiko dan diikuti oleh penerapan sumber daya yang
terkoordinasi serta ekonomis untuk meminimalkan, memantau, dan mengendalikan
probabilitas atau dampak kejadian yang tidak menguntungkan. Tujuan manajemen
risiko adalah untuk memastikan ketidakpastian agar tidak menghalangi pencapaian
tujuan organisasi. Subdimensi manajemen risiko diukur dengan indikator:
1) Budaya risiko.
2) Kematangan penerapan manajemen risiko.

e. Subdimensi Teknologi Informasi


Organisasi yang gagal maju secara teknologi berpotensi mengalami risiko
tertinggal dari organisasi lain dalam hal persaingan dan produktivitas. Oleh karena
itu, saat ini seluruh organisasi pemerintah telah berupaya untuk mengadopsi
teknologi di dalam membantu pelaksanaan tugas dan fungsinya, khususnya
teknologi informasi. Subdimensi teknologi informasi diukur dengan indikator:

68 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

1) Kecukupan kebijakan teknologi informasi.


2) Rancangan arsitektur teknologi informasi.
3) Pemanfaatan teknologi informasi.

Adapun metode yang digunakan dalam evaluasi kelembagaan adalah survei


menggunakan instrumen berupa kuesioner terstruktur yang disusun berdasarkan
indikator dimensi-dimensi struktur dan proses organisasi, yang berisi 66 pernyataan
dan dilengkapi dengan beberapa pertanyaan terbuka. Proses pengumpulan data
dilakukan dengan pendekatan multilevel, yakni dua level (tingkatan) organisasi,
yaitu pada tingkatan organisasi tertinggi (organization wide level), dan pada
tingkatan satu tingkat di bawahnya (suborganization wide level). Responden diminta
untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan dalam kuesioner berdasarkan
skala Likert dengan nilai (skor) dari 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai 4 (Sangat Setuju).
Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan menghitung nilai dari
jawaban responden berdasarkan pembobotan untuk masing-masing dimensi
sebagai berikut.

Tabel 2.5. Struktur Bobot Penilaian Evaluasi Kelembagaan

Dimensi Bobot dari Nilai Dimensi Bobot dari Nilai Total Keseluruhan
Kompleksitas Struktur (50%) Kompleksitas Struktur (25%)
Struktur
Formalisasi Struktur (25%) Formalisasi Struktur (12.5%)
Organisasi (50%)
Sentralisasi Struktur (25%) Sentralisasi Struktur (12.5%)
Keselarasan (Alignment) (20%) Keselarasan (Alignment) (10%)
Tata Kelola (Governance)
Tata Kelola (Governance) dan
dan Kepatuhan (Compliance
Kepatuhan (Compliance) (10%)
Proses (20%)
Organisasi (50%) Perbaikan dan Peningkatan Perbaikan dan Peningkatan Proses
Proses (20%) (10%)
Manajemen Risiko (20%) Manajemen Risiko (10%)
Teknologi Informasi (20%) Teknologi Informasi (10%)
Total 100%

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 69


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Hasil perhitungan kuesioner dapat disajikan secara menyeluruh dalam bentuk


peringkat komposit, dan secara spesifik untuk masing-masing subdimensi. Peringkat
komposit menyajikan interpretasi terhadap hasil total skor dalam 5 (lima) kategori
sebagaimana dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.6. Perhitungan Nilai Akhir (Total), Peringkat Organisasi, dan Interpretasi

PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
5 (P-5) dinilai tergolong sangat efektif. Struktur dan proses organisasi
yang ada dinilai mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk
Skor 81-100 mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan sangat mampu
beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal
organisasi.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
4 (P-4) dinilai tergolong efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
dinilai mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan
Skor 61-80 mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan
eksternal organisasi. Namun struktur dan proses organisasi masih
memiliki beberapa kelemahan minor yang dapat segera diatasi
segera apabila diadakan perbaikan melalui tindakan rutin yang
bersifat marjinal.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
3 (P-3) dinilai tergolong cukup efektif. Struktur dan proses organisasi yang
ada dinilai cukup mampu mengakomodir kebutuhan internal
Skor 41-60 organisasi dan cukup mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Namun struktur
dan proses organisasi memiliki berbagai kelemahan yang dapat
menyebabkan peringkatnya menurun apabila organisasi tidak
segera melakukan tindakan korektif secara sistematik.

70 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
2 (P-2) dinilai tergolong kurang baik. Struktur dan proses organisasi yang
ada dinilai kurang mampu mengakomodir kebutuhan internal
Skor 21-40 organisasi dan kurang mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur
dan proses organisasi dinilai memiliki berberapa faktor kelemahan
serius, baik faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri
sendiri maupun yang bersifat terkait satu sama lain dan pengaruh
negatifnya bersifat simultan. Berbagai kelemahan ini apabila tidak
dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi memperburuk
peringkat organisasi sampai ke kondisi terburuk.
Peringkat Komposit Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi
1 (P-1) dinilai tergolong tidak baik. Struktur dan proses organisasi yang ada
dinilai tidak efektif dan tidak mampu mengakomodir kebutuhan
Skor 0-20 internal organisasi serta tidak mampu beradaptasi terhadap
dinamika perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping
itu, struktur dan proses organisasi dinilai memiliki banyak faktor
kelemahan yang sangat serius, baik faktor kelemahan yang bersifat
parsial dan berdiri sendiri maupun faktor kelemahan yang bersifat
terkait satu sama lain dan pengaruh negatifnya bersifat simultan.
Berbagai kelemahan ini apabila tidak dilakukan tindakan korektif
yang bersifat total (perombakan total struktur organisasi dan proses
organisasi) berpotensi membahayakan kelangsungan organisasi.

Kesemua proses ini kemudian dituangkan dalam laporan evaluasi kelembagaan


yang menjadi dokumen konkrit yang secara potensial dapat dimanfaatkan bagi
pengembangan organisasi pemerintah pada masa-masa berikutnya. Laporan
evaluasi kelembagaan instansi pemerintah ini dimaksudkan sebagai salah satu
media atau alat untuk meningkatkan kinerja kelembagaan instansi pemerintah
secara bertahap, konsisten, dan berkesinambungan berdasarkan informasi yang
dimiliki.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 71


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dengan memperhatikan instrumen sebagaimana tertuang dalam peraturan


tentang pedoman evaluasi kelembagaan instansi pemerintah diatas, maka terdapat
catatan dalam implementasinya antara lain :
1. bahwa pedoman dimaksud belum dapat digunakan bagi instansi yang baru
dibentuk, dengan kata lain bahwa instrumen yang digunakan hanya dapat
digunakan bagi instansi yang sudah ada yang akan melakukan restrukturisasi
2. hal lain yang menjadi catatan atas instrumen yang digunakan dalam pedoman
evaluasi dimaksud adalah bahwa sifat evaluasi yang masih umum (general)
sehingga belum dapat menterjemahkan kebutuhan spesifik dari K/L.

C. Monitoring dan Evaluasi Kelembagaan Kementerian Keuangan (Sebuah


Pembelajaran)
Dalam proses penataan organisasi Kemenkeu, terdapat suatu kebijakan yang
dijadikan sebagai bahan pemantauan (monitoring) dan evaluasi kinerja organisasi.
Kebijakan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 523/KMK.01/2014
tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan. Pengukuran
Indeks Kesehatan Organisasi merupakan bagian dari upaya transformasi kelembagaan
Kemenkeu untuk meningkatkan kinerja organisasinya. Hasil dari indeks ini dijadikan
sebagai bahan masukan kebijakan Kemenkeu di bidang organisasi.
Penyusunan Indeks Kesehatan Organisasi (IKO) didasarkan pada teori dari
Scott Keller dan Collin Price (2011) dalam karyanya Beyond Performance: How Great
Organizations Build Ultimate Competitive Advantage. Dalam KMK ini, kesehatan organisasi
didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk menyelaraskan, mengeksekusi, dan
memperbaharui dirinya lebih cepat dan organisasi lain di bidangnya sehingga dapat
mempertahankan kinerja yang tinggi dalam jangka panjang.
Dalam pengukuran kesehatan organisasi, Kemenkeu menggunakan metode Keller
dan Price (2011) dengan mengelompokkan kesehatan organisasi ke dalam 3 klaster,
9 dimensi, dan 37 indikator praktik kesehatan organisasi. Setiap tiga klaster memuat
beberapa dimensi yang relevan yang saling terkait, dan setiap dimensi memuat indikator-
indikator.

72 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 2.13.
Indikator Kesehatan Organisasi
Sumber: Keller dan Price (2011) dalam KMK Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan

Menurut Keller dan Price (2011)16, ketiga klaster tersebut yaitu:


a. Klaster 1: Keselarasan Internal
Pada klaster ini, organisasi yang sehat diantaranya memiliki tujuan bersama
yang didukung oleh budaya dan iklim kerjanya serta memiliki arti yang mendalam
bagi pegawainya. Dimensi dan indikator dari klaster ini yaitu:
1. Arahan (Direction)
Arahan yaitu terkait dengan kejelasan arah organisasi, bagaimana organisasi
tersebut mencapai dan bagaimana arah organisasi memiliki makna bagi
pegawainya. Indikator dari dimensi ini antara lain:
a) Visi bersama, yaitu penentuan arah atau visi yang jelas melalui penyusunan
dan pengkomunikasian tentang gambaran masa depan organisasi yang
menantang dan jelas.
b) Kejelasan strategi, yaitu artikulasi arahan dan strategi yang jelas untuk
tercapainya visi dan tujuan organisasi, dan diterjemahkan menjadi tujuan
atau target tertentu, dan

16
KMK Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian Keuangan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 73


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

c) Keterlibatan pegawai, yaitu terlibatnya pegawai di dalam dialog


mengenai arah organisasi dan diskusi mengenai peran pegawai dalam
mencapainya.

2. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan adalah sejauh mana pimpinan organisasi menginspirasi
aktivitas pegawai. indikator-indikator dimensi kepemimpinan yaitu:
a) Kepemimpinan yang otoritatif, yaitu kepemimpinan yang menekankan
pada hierarki dan tekanan manajerial untuk memastikan terselesaikannya
pekerjaan.
b) Kepemimpinan yang konsultatif, yaitu kepemimpinan yang melibatkan
dan memberdayakan pegawai melalui komunikasi, konsultansi, serta
pendelegasiaan pekerjaan.
c) Kepemimpinan yang mendukung, yaitu kepemimpinan yang dapat
membangun lingkungan yang positif dengan ciri-ciri tim yang harmonis,
saling mendukung, serta memberikan perhatian pada kesejahteraan
pegawai,
d) Kepemimpinan yang menantang, yaitu kepemimpinan yang dapat
mendorong pegawai untuk berani menerima tugas atau target yang
menantang, atau berani melakukan sesuatu “yang lebih”.

3. Budaya dan Iklim Kerja (Culture & Climate)


Budaya dan iklim kerja terkait dengan keyakinan bersama dan kualitas interaksi
di dalam dan lintas unit organisasi. Indikator dari budaya dan iklim kerja yaitu:
a) Keterbukaan dan kepercayaan, yaitu budaya dan iklim kerja yang
mendorong kejujuran, transparansi, dan dialog terbuka.
b) Kompetisi internal, yaitu budaya dan iklim kerja yang menekankan pada
hasil dan capaian, diwarnai dengan iklim kompetisi internal yang sehat.
c) Disiplin operasional, yaitu budaya dan iklim kerja yang mengutamakan
standar perilaku dan kinerja yang jelas, didukung dengan pengawasan
yang melekat, dan
d) Kreativitas dan kewirausahaan, yaitu budaya dan iklim kerja yang
mendukung inovasi, kreativitas dan pengambilan inisiatif.

b. Klaster 2: Kualitas Pelaksanaan


Sehatnya sebuah organisasi dapat dilihat dari kemampuan, manajemen proses,
dan motivasi yang baik untuk kesempurnaan pelaksanaan programnya. Beberapa

74 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dimensi yang termasuk ke dalam klaster ini diantaranya:


1. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah sejauh mana individu memahami apa yang diharapkan
darinya, memiliki kewenangan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, dan
mengambil tanggung jawab untuk memberikan hasil terbaik. Indikator dari
dimensi akuntabilitas antara lain:
a) Kejelasan peran, yaitu akuntabilitas yang dilandasi pada struktur, peran,
dan tanggung jawab yang jelas.
b) Kontrak kinerja, yaitu akuntabilitas yang dilandasi pada tujuan yang jelas
serta target kinerja yang diformalkan dan eksplisit.
c) Manajemen konsekuensi, yaitu akuntabilitas yang dilandasi pada
hubungan imbalan dan konsekuensi dari kinerja individu; dan
d) Kepemilikan personal, yaitu akuntabilitas yang dilandasi dengan kuatnya
rasa kepemilikan perorangan dan tanggung jawab pribadi.

2. Koordinasi dan Pengendalian (Coordination & Control)


Koordinasi dan pengendalian adalah kemampuan untuk mengevaluasi kinerja
dan resiko organisasi, dan untuk mengatasi isu dan peluang saat keduanya
muncul. Indikator dimensi ini yaitu:
a) Kajian kinerja pegawai, yaitu pemanfaatan penilaian, umpan balik,
dan pengawasan kinerja pegawai yang telah diformalkan untuk
mengoordinasikan dan mengendalikan perpindahan talenta.
b) Manajemen operasional, yaitu koordinasi dan pengendalian yang
memfokuskan pada indikator kinerja utama dan target operasional untuk
memonitor dan mengelola kinerja organisasi.
c) Manajemen keuangan, yaitu koordinasi dan pengendalian yang
memfokuskan pada efektivitas alokasi dan pengendalian sumber daya
keuangan dalam rangka pengawasan dan pengelolaan kinerja.
d) Standar profesional, yaitu penggunaan standar, kebijakan, dan aturan
yang jelas untuk memastikan kepatuhan; dan
e) Manajemen risiko, yaitu identifikasi dan mitigasi risiko, serta tindakan cepat
terhadap permasalahan yang muncul.

3. Kapabilitas (Capabilities)
Kapablitas yaitu terkait dengan keahlian dan kemampuan institusi yang
dibutuhkan untuk menjalankan strategi serta menciptakan keunggulan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 75


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

kompetitif. Indikator-indikator dari kapabilitas diantaranya:


a) Perolehan talenta, yaitu keberadaan talenta pada posisi jabatan yang
tepat.
b) Pengembangan talenta, yaitu pengembangan kompetensi, pengetahuan
dan keahlian pegawai.
c) Keahlian berbasis proses bisnis, yaitu penyatuan kapasitas dan
pengetahuan melalui kodifikasi metode dan prosedur; dan
d) Penggunaan keahlian dari pihak luar, yaitu pemanfaatan sumber daya
dari pihak luar (mitra kerja, konsultan, vendor) untuk mengisi kekosongan
kemampuan yang dimiliki organisasi.

4. Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah adanya antusiasme yang mendorong pegawai untuk
memberikan usaha lebih untuk memberikan hasil terbaik. Indikator-indikator
dalam dimensi ini adalah:
a) Nilai-nilai yang bermakna, yaitu nilai-nilai yang menarik dan memiliki
makna serta dapat memotivasi pegawai;
b) Pimpinan yang inspiratif, yaitu jajaran pimpinan yang dapat menginspirasi
pegawai melalui dorongan, bimbingan, dan pengakuan;
c) Kesempatan karir, yaitu pengembangan karir yang memberikan motivasi
kepada pegawai;
d) Insentif keuangan, yaitu penggunaan insentif keuangan berdasarkan
capaian kinerja untuk memotivasi pegawai; dan
e) Penghargaan dan pengakuan, yaitu pemberian pengakuan dan
penghargaan nonfinansial untuk mendorong kinerja yang tinggi.

c. Klaster 3: Kapasitas Pembaruan


Organisasi yang sehat memiliki cara yang efektif untuk memahami, berinteraksi
dengan, membentuk, dan beradaptasi dengan situasi dan lingkungan eksternalnya.
Indikator dari klaster ini yaitu:
1. Orientasi Eksternal (external condition)
Orientasi eksternal adalah kualitas kedekatan dengan pengguna layanan,
pemasok, mitra kerja, dan stakeholders eksternal. Indikator dari dimensi ini yaitu:
a) Fokus pada pengguna layanan, yaitu usaha untuk memahami dan
merespon kebutuhan pengguna layanan;
b) Wawasan kompetitif, yaitu usaha untuk memperoleh dan menggunakan

76 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

informasi mengenai institusi atau lembaga lain yang berpotensi


menghambat kinerja organisasi untuk mendukung pengambilan
keputusan;
c) Kemitraan kerja, yaitu usaha untuk membangun dan menjaga jejaring
kemitraan dengan institusi atau lembaga lain; dan
d) Hubungan kelembagaan dan masyarakat, yaitu usaha untuk
membangun hubungan yang kuat dengan publik, masyarakat setempat,
serta lembaga pemerintah lain.

2. Inovasi dan Pembelajaran (innovation and learning)


Inovasi dan pembelajaran adalah kualitas dan arus ide-ide baru dan kemampuan
organisasi untuk beradaptasi dan membetuk dirinya sendiri saat dibutuhkan.
Indikator-indikator di dalam dimensi ini adalah:
a) Inovasi top-down, yaitu dorongan inovasi dan pembelajaran melalui
inisiatif pimpinan tingkat tinggi;
b) Inovasi bottom-up, yaitu dorongan dan penghargaan atas partisipasi
pegawai di dalam memberikan pengembangan ide dan inisiatif perbaikan
yang baru;
c) Berbagi pengetahuan, yaitu adanya kerjasama antarunit untuk saling
berbagai pengetahuan; dan
d) Menangkap ide-ide dari luar organisasi, yaitu usaha untuk mengambil
ide-ide dan praktek terbaik dari luar organisasi.

Untuk mendapatkan hasil dari evaluasi kinerja dalam konteks kesehatan organisasi
ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan
metode survei. Menurut Keller dan Price (2011), pengukuran kesehatan organisasi
dilakukan dalam rangka untuk mencari gambaran dari kinerja organisasi selama ini
dan kemudian menjadi bahan evaluasi untuk memperbaharui bentuk organisasi yang
diinginkan ke depan, yang disesuaikan dengan tujuan strategis organisasi. Menurut
mereka, terdapat 4 (empat) tipe organisasi yang dapat dipilih untuk menyesuaikan
dengan tujuan strategis organisasi:
1. Organisasi yang didorong oleh kepemimpinan (leadership-driven), yaitu organisasi
dimana pemimpin adalah katalisator untuk kinerja, menetapkan harapan tinggi,
dan mendukung organisasi dalam mencapai tujuan strategis.
2. Organisasi eksekusi, yaitu organisasi yang menekankan pada eksekusi yang baik,
disiplin, dan peningkatan yang berkelanjutan sebagai fondasi untuk mencapai
kinerja terbaik.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 77


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Organisasi yang berfokus pada pasar, membentuk tren pasar dan membangun
portofolio merk yang kuat dan inovatif yang membuat organisasi selalu kompetitif.
4. Organisasi pengetahuan, yaitu organisasi yang memberlakukan kumpulan talenta
dan pengetahuannya sebagai aset terpenting dan mengembangkannya secara
efektif.

Kemenkeu memberlakukan kegiatan pengukuran kesehatan organisasi sebagai


bagian dari cara mereka memantau kinerja organisasi yang kemudian dijadikan sebagai
dasar untuk penyusunan program transformasi kelembagaan. Program transformasi
kelembagaan sendiri salah satunya memuat komponen dalam praktik penataan
organisasi Kemenkeu dan perbaikan proses bisnis yang bersifat berkelanjutan.

vvv

78 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


BAB III
DINAMIKA PENATAAN ORGANISASI
KEMENTERIAN/LEMBAGA

A. KONDISI PENATAAN ORGANISASI K/L SAAT INI

1. Kementerian Pertahanan

B
erdasarkan hasil evaluasi kelembagaan terkini setelah berjalan kurang lebih dua
tahun sejak disahkannya Permenhan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan, diidentifikasi berbagai kendala yang
dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, sehingga tujuan dan sasaran
organisasi belum tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini terkait dengan adanya
kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang mengharuskan Kementerian
Pertahanan menggunakan DIPA sebagai pelaksana anggaran pendapatan belanja Negara
(penghapusan otorisasi) sehingga organisasi dan tata kerja Kemhan perlu ditata kembali.
Struktur organisasi Kemhan kondisi sebelumnya bila ditinjau dari rumusan tugas dan
fungsi serta kewenangannya masih terdapat tumpang tindih dengan beban kerja yang
kurang berimbang serta adanya fungsi yang belum terakomodasi. Penataan organisasi
secara parsial yang dilakukan oleh Kemhan ini tercermin dalam struktur organisasi
Kemhan yang lama yang jika dibandingkan dengan struktur yang baru (Permenhan
Nomor 14 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertahanan) tidak
terlalu banyak mengalami perubahan.
Restrukturisasi terjadi pada unsur pembantu pemimpin (Sekretariat Jenderal) yakni
penggabungan antara Biro Perencanaan dan Biro Keuangan serta penambahan Biro
Organisasi dan Tata Laksana dan Biro Peraturan Perundang-Undangan. Diangkatnya
urusan keuangan menjadi Biro dengan digabung dengan urusan perencanaan ini terkait
dengan penghapusan otorisasi seperti yang disebutkan di awal. Sedangkan urusan
keuangan yang dikelola oleh Kemhan ini terkait dengan institusi-institusi besar yakni TNI
AL, AD, AU, Mabes, sehingga membutuhkan kewenangan yang lebih tinggi dari hanya
sekedar bagian (Eselon III). Selain itu, penambahan juga terjadi pada unsur pengawas
(Inspektorat Jenderal) dimana sebelumnya terdapat 4 inspektorat, sekarang bertambah

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 79


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

menjadi 5 inspektorat dan nomenklaturnya juga berubah. Nomenklatur inspektorat yang


ada sekarang tidak menggambarkan bidang yang diawasi, hanya berupa penomoran saja
(Inspektorat I s/d V) dan untuk hal ini tidak terungkap alasan penggunaan nomenklatur
yang demikian. Adapun di unsur eselon pendukung, dibentuk pusat baru yakni Pusat
Pelaporan dan Pembinaan Keuangan Pertahanan, yang sebelumnya urusan ini dilakukan
oleh pusat lainnya.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Pertahanan:
a. Tahap Persiapan
Setelah melalui kajian yang komprehensif, Kemhan merasa perlu dilakukan
penataan organisasi yang meliputi pergeseran dan penajaman fungsi,
penambahan fungsi, serta perubahan nomenklatur untuk lebih mengarahkan
tanggung jawab Satker/Subsatker dalam pelaksanaan tugas dan fungsi.
Harapannya, organisasi dan tata kerja Kemhan dapat tepat fungsi, tepat ukuran,
dan tepat proses. Penataan organisasi Kemhan secara internal telah diatur dalam
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penataan
Organisasi Kementerian Pertahanan dimana dalam Pasal 35 disebutkan bahwa
penataan organisasi dilaksanakan melalui empat tahap, yakni (a) pengusulan;
(b) pembahasan interkementerian; (c) pembahasan antarkementerian; dan (d)
penetapan. Tahap pengusulan dimulai ketika Kepala Satker/Kepala Subsatker
mengidentifikasi adanya permasalahan dalam organisasi antara lain mengenai
tugas pokok dan fungsi, rencana kerja, program kerja, beban kerja, dan/atau hasil
kerja organisasi. Permasalahan tersebut kemudian dibahas, lalu dievaluasi dan
dianalisis, serta dirumuskan pemecahannya, yang hasilnya berupa rancangan
awal naskah akademik Peraturan Menteri tentang OTK sebagai bahan usulan
penataan organisasi. Selanjutnya, kepala satker/kepala subsatker mengusulkan
penataan organisasi kepada kepala biro perencanaan sekretariat jenderal Kemhan
untuk diajukan kepada Menteri. Tahap selanjutnya adalah pembahasan internal
kementerian yang dimulai ketika Menteri memberikan arahan kepada Setjen dan
pejabat eselon I Kemhan terkait dengan usulan penataan organisasi dari satker/
subsatker pengusul; yang kemudian diteruskan kepada pejabat yang bertanggung
jawab di bidang pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana untuk
mengkaji usulan tersebut. Kemudian dibentuk tim kelompok kerja guna membahas
usulan membentuk penataan organisasi, menginventarisasi permasalahan, mencari
solusi dari permasalahan, dan selanjutnya menyusun Rapermen tentang OTK. Hasil
pembahasan ini kemudian dirapatkan dengan Direktorat Peraturan Perundang-
undangan melalui proses rapat harmonisasi dan kemudian hasilnya akan dimintakan
persetujuan kepada kepala satker/kepala subsatker. Setelah mendapat persetujuan,

80 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

naskah akademik dan Rapermen tentang OTK akan disampaikan secara berjenjang
kepada Sekjen, lalu kepada Menteri untuk kemudian diusulkan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur Negara.
Hal yang melatarbelakangi penataan organisasi Kemhan terangkum dalam
dokumen pokok-pokok pikiran penataan organisasi dan tata kerja Kementerian
Pertahanan yang diajukan ke KemenPANRB untuk dijadikan pertimbangan. Dalam
dokumen tersebut, secara rinci dijelaskan permasalahan yang terjadi pada setiap
struktur yang mengalami perubahan saja, bukan mengenai kondisi organisasi
secara menyeluruh. Dalam penataan organisasi ini, Kemhan tidak menyusun
naskah akademik dengan pertimbangan bahwa penataan hanya dilakukan pada
sebagian organisasi, bukan keseluruhan organisasi. Padahal, dalam pedoman
penataan organisasi Kemhan pada Pasal 37 huruf a disebutkan dengan jelas
bahwa Menteri Pertahanan menyampaikan usulan penataan organisasi kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara,
dengan melampirkan naskah akademik dan Rancangan Peraturan Menteri tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kemhan. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi
kebijakan yang mengatur pedoman penataan organisasi Kemhan secara internal
tidak berjalan dengan baik. Padahal pedoman ini mengatur secara jelas tentang
mekanisme internal penataan organisasi Kemhan dimana penataan organisasi ini
dapat diinisiasi baik oleh satker maupun berdasarkan hasil evaluasi kelembagaan.

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Dalam pedoman penataan organisasi Kemhan, tahap ini merupakan tahap
pembahasan antarkementerian yang dilakukan oleh Kemhan dengan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan
K/L terkait, dengan tujuan untuk mendalami penataan organisasi yang diusulkan.
Kemhan termasuk ke dalam kementerian yang membidangi urusan pemerintahan
yang absolut sehingga memiliki Perpres tersendiri yang mengatur tentang struktur
organisasi dan tata kerjanya, sehingga jumlah struktur organisasinya tidak mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2015. Dengan alasan demikian,
perubahan yang menyangkut struktur organisasi hendaknya dapat berjalan dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Proses eksternal ini dilakukan dengan melibatkan
kementerian terkait, yakni KemenPAN&RB dan terutama Kemenkeu karena
menyangkut penghapusan otorisasi pengelolaan keuangan seperti alasan yang
mendasari penataan organisasi yang telah disebutkan di atas. Proses pembahasan
dilaksanakan sebanyak kebutuhan hingga struktur organisasi yang baru selesai
dirumuskan dan mendapatkan persetujuan. Secara tersirat, dirasakan bahwa aspek

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 81


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

non teknis turut mendominasi jalannya proses pembahasan ini hingga persetujuan
perubahan organisasi. Aspek non teknis ini memberikan warna tersendiri dalam
proses pembahasan sehingga persetujuan dapat diperoleh dalam waktu yang
relatif singkat. Namun demikian, menurut penuturan narasumber, hal yang
dirasakan menjadi kendala adalah ketersediaan SDM di KemenPAN&RB sehingga
sulitnya menemukan waktu yang tepat untuk melakukan pembahasan. Hal inilah
yang kemudian dinilai sebagai penyebab proses pembahasan di KemenPAN&RB
membutuhkan waktu yang lebih lama.

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Proses harmonisasi dengan melibatkan KemenkumHAM seperti yang
disebutkan diatas, telah dilaksanakan sejak awal yakni pada tahap pembahasan
interkementerian. Oleh karena itu, pada tahap ini hanya akan dilakukan penetapan
Rapermen tentang OTK dengan mengikuti alur penetapan pengundangan di
KemenkumHAM. Rapermen tentang OTK setelah mendapat persetujuan tertulis dari
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur Negara
akan ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya diajukan kepada KemenkumHAM untuk
diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan kemudian didistribusikan
oleh Biro Perencanaan Setjen Kemhan kepada Kepala Satker/Kepala Subsatker di
lingkungan Kemhan untuk dilaksanakan. Kesemua tahap penataan organisasi ini
telah diatur dalam pedoman penataan organisasi Kemhan.

2. Kementerian Keuangan
Dalam kurun waktu 2006-2018, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terhitung
melakukan penataan organisasinnya terbilang cukup sering. Tercatat sebanyak 7 kali
Kemenkeu melakukan penataan organisasi, dalam bentuk pembentukan, perubahan,
dan/atau pembubaran organisasi. Tahun 2005 menjadi titik awal dari upaya penataan
organisasi yang diarahkan sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi dan reformasi
kelembagaan Kemenkeu. Penataan organisasi yang dimulai pada masa kepemimpinan
Menteri Sri Mulyani Indrawati diarahkan sebagai upaya transformasi kelembagaan
Kemenkeu menjadi organisasi berkinerja dan meningkatkan tata kelola dan transparansi
pada organisasi-organisasi yang berfokus pada pendapatan, misalnya Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Beberapa tindakan yang diambil
antara lain reorganisasi kementerian seperti pemisahan Direktorat Jenderal Anggaran
(DJA)/Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan modernisasi kantor-kantor pajak,

82 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

perbaikan bisnis proses (SOP), peningkatan disiplin SDM, peralihan sistem pengelolaan
keuangan dan perbendaharaan yang modern, implementasi balance score card, dan
implementasi skema remunerasi yang baru.1 Dampak nyata dari reformasi gelombang
pertama ini terlihat dari peningkatan pendapatan pajak sebesar 16 (enam belas) persen
per tahun dan peningkatan penyerapan anggaran hingga 94 persen.2
Sementara itu, langkah transformasi kelembagaan tahap kedua dimulai pada tahun
2010 pada masa kepemimpinan Menteri Agus Martowardojo yang berfokus pada
penyempurnaan visi/misi dan serangkaian nilai-nilai untuk Kemenkeu, di saat bersamaan
beralih pada integrasi dan otomatisasi sebagai“satu kemenkeu”.3 Kebijakan serta arah baru
dalam transformasi kelembagaan ditetapkan dengan dilakukannya sejumlah kegiatan
diantaranya, perampingan proses verifikasi pajak, meningkatkan dasar pengenaan pajak,
dan meningkatkan PTKP. Kegiatan ini membawa dampak cukup signifikan dengan
peningkatan pajak hingga 20 persen per tahun dan rasio pajak hingga 12,3 persen.4
Penataan organisasi menjadi salah satu bagian dari kegiatan reformasi kelembagaan
Kemenkeu yang menghasilkan sejumlah capaian positif. Secara keseluruhan, penataan
organisasi yang dilakukan oleh Kemenkeu berada pada koridor untuk pencapaian
tujuan strategis organisasi. Dalam kurun waktu penataan organisasi antara 2006-2018,
sebagian besar unit Eselon I di Kemenkeu tidak banyak mengalami perubahan yang
signifikan. Secara garis besar, peningkaatan pendapatan negara, pengelolaan keuangan
yang akuntabilitas, serta inklusifitas perekonomian negara menjadi orientasi strategis
Kemenkeu.
Dalam melakukan penataan organisasi, Kemenkeu mengeluarkan peraturan yang
mengatur tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Kementerian Keuangan
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.01/2018). Peraturan ini mengatur
beberapa bentuk penataan yang dilakukan diantaranya: (a) pembentukan organisasi, (b)
perubahan nomenklatur, (c) perubahan tugas dan/atau fungsi, (d) perubahan struktur
organisasi, (e) perubahan kedudukan dan lokasi, (f ) perubahan organisasi pembina
teknis dan/atau pembina administratif, (g) perubahan wilayah kerja, (h) perubahan kelas
dan/atau eselonisasi; dan (i) pembubaran organisasi.

1
Kementerian Keuangan, 2014. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi
Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025, hal. 3
2
Ibid.,
3
Ibid., hal. 4.
4
Ibid.,

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 83


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Berdasarkan pedoman tersebut, terdapat beberapa prinsip5 yang dianut dalam


proses penataan organisasi, yaitu:
a. Diferensiasi horizontal, yaitu pemisahan tugas dalam struktur horizontal antar unit
organisasi berdasarkan perbedaan orientasi unit organisasi, tugas, fungsi, dan
kompetensi.
b. Diferensiasi vertikal, yaitu merujuk pada tingkat hirarki organisasi dan rentang
kendali.
c. Diferensiasi spasial, merujuk pada tempat kedudukan, fasilitas, dan penyebaran unit
organisasi secara geografis.
d. Formalisasi, yaitu suatu kondisi dimana aturan, prosedur instruksi, dan komunikasi
dibakukan.
e. Sentralisasi, merupakan tingkat dimana kewenangan dalam pengambilan
keputusan organisasi berada pada manajemen tingkat tinggi (pengkonsentrasian
kekuasaan secara formal).
f. Keselarasan, yaitu tingkat keselarasan antara strategi organisasi dengan visi, tujuan,
dan misi organisasi.
g. Tata kelola (governance), yaitu kepastian seluruh elemen organisasi telah menempati
kedudukan dan menjalankan peran sesuai dengan struktur organisasi.
h. Kepatuhan (compliance), yaitu tingkat sinergitas elemen organisasi dalam
melaksanakan proses organisasi dengan ketentuan baik secara internal maupun
eksternal.
i. Perbaikan dan peningkatan proses, merupakan penyempunaan metode kerja
sehingga proses organisasi dengan kondisi lingkungan dapat tetap relevan dan
optimal untuk menciptakan rangkaian kegiatan (value chain) untuk mencapai
tujuan organisasi.
j. Manajemen risiko, adalah upaya identifikasi, penilaian, dan penentuan prioritas
risiko yang diikuti oleh penerapan sumber daya yang terkoordinasi dan ekonomis
untuk meminimalisasi, memantau, dan mengendalikan probabilitas atau dampak
kejadian yang tidak menguntungkan.
k. Teknologi informasi dan komunikasi, merupakan identifikasi pembangunan,
pengembangan, implementasi, serta adopsi teknologi informasi dan komunikasi
pada organisasi dalam membantu pelaksanaan tugas.

5
Lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.01/2018 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Kementerian
Keuangan, Pasal 3.

84 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Selain mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam penataan organisasi, terdapat


pula beberapa pertimbangan dalam penataan organisasi. Pertimbangan-pertimbangan
ini terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal organisasi dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor-faktor yang meliputi (a) perubahan visi, misi, strategi; (b) perubahan
bisnis proses; (c) perubahan beban kerja. Sementara faktor eksternal terdiri dari, (a)
kebijakan pemerintah; (b) tuntutan pemangku kepentingan; dan (c) perkembangan
teknologi informasi.
Dalam proses mekanisme penataan kelembagaan Kemenkeu, terbilang bahwa
Setjen c.q. Biro Organisasi dan Tata Laksana (Organta) selaku pelaksana tugas proses
penataan kelembagaan Kemenkeu tidak menemukan kesulitan berarti. Hal ini
dikarenakan rencana kelembagaan baru yang disusun oleh Kemenkeu sudah jelas
secara substansi kebutuhan organisasi yang telah direncanakan dan disesuaikan dengan
rencana strategis jangka panjang Kemenkeu. Seperti diakui oleh Kepala Biro Organta:

“Menurut Kami proses pembahasan kelembagaan baru di Kemenpan cepat. Pengalaman


kami sih cepat. Hal ini mungkin dikarenakan struktur baru kami sudah firm sejak awal
sehingga ketika pembahasan Kelembagaan Kemenpan sudah oke dengan struktur baru
kami. Kalau di Biro Organta, kebetulan kami sudah mensertifikasi staf-staf di sini dengan
sertifikasi OD (organization development). Jadi mereka sudah tahu benar rencana struktur
baru yang kemudian dituangkan dalam naskah akademik”. (FGD dengan Biro Organta
Kemenkeu, 28 Agustus 2019 di Kantor Kementerian Keuangan).

Satu pelajaran yang dapat dipetik dari proses mekanisme penataan kelembagaan di
Kementerian Keuangan adalah kepastian organisasi baru yang disusun oleh Kemenkeu
sebelum proses penataan berlanjut ke tahap eksternal. Di internal Kemenkeu, seluruh
proses penataan organisasi disesuaikan dengan PMK No. 36/PMK.01/2014 tentang
Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan tahun 2014-
2025, sebagai acuan atau cetak biru transformasi kelembagaan Kemenkeu.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Keuangan:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penataan organisasi, Sekretariat Jenderal, sebagai
unit kerja yang diberi kewenangan oleh Menteri, melakukan analisis penataan
organisasi, dimana kebutuhan penataan didapatkan melalui usulan pimpinan unit
Eselon I dan/atau pimpinan unit non-eselon yang bertanggung jawab langsung
kepada Menteri. Penyampaian hasil usulan dari masing-masing pimpinan tersebut
kemudian disampaikan kepada Menteri dilengkapi dengan beberapa dokumen
antara lain:

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 85


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

1) Naskah akademik
Sebagai dokumen yang dilampirkan, maka Naskah Akademiki seharusnya
sudah terlebih dahulu disusun dari awal. Naskah akademik berperan sebagai
dasar alasan mengapa diperlukan penataan organisasi Kemenkeu.
2) Rancangan Peraturan Menteri mengenai Organisasi dan Tata Kerja
3) Data dukung lain sesuai permintaan Kementerian yang menyelenggarakan
bidang urusan pendayagunaan aparatur negara.

Ketiga dokumen tersebut disampaikan kepada Menteri untuk persetujuan


pelaksanaan penataan organisasi.

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Setelah mendapat persetujuan Menteri, Sekretariat Jenderal c.q. Pejabat
Pimpinan Tinggi Pratama (Biro Organisasi dan Tata Laksana) menyiapkan naskah
dinas yang bersifat rahasia untuk mengusulkan penataan organisasi Kemenkeu
kepada Kemenpan RB yang dilengkapi dengan 3 (tiga) dokumen terkait, yaitu
naskah akademik; Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Organisasi dan
Tata Kerja; serta data dukung lainnya.
Tahap berikutnya adalah tahap pembahasan bersama dengan Kemenpan
RB. Di tahap ini, unit yang diberikan kewenangan untuk menindaklanjuti usulan
rancangan penataan organisasi, Sekretariat Jenderal (c.q. Biro Organisasi dan
Tata Laksana) melakukan pembahasan usulan organisasi bersama dengan
Kemenpan RB. Dalam proses pembahasan ini, disepakati rancangan penataan
organisasi. Dalam proses tersebut ada dua kemungkinan terjadi, pertama, apakah
pembahasan penataan organisasi tidak mengakibatkan perubahan Perpres
(tentang Kementerian Keuangan) dan Kedua, pembahasan penataan organisasi
yang mengakibatkan perubahan Perpres. Apabila rancangan penataan organisasi
mengakibatkan perubahan Perpres, maka persetujuan perubahan organisasi dan
tata kerja ditetapkan dengan Peraturan Presiden terlebih dahulu yang kemudian
menjadi dasar acuan penyusunan PMK tentang organisasi dan tata kerja yang baru.

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Tahap berikutnya adalah proses harmonisasi dan pengundangan. Pada proses
harmonisasi, Kemenkeu sebagai instansi pengusul, melalui Sekretariat Jenderal
(c.q. Biro Organisasi dan Tata Laksana) mengajukan surat permohonan harmonisasi
kepada Kementerian Hukum dan HAM. Proses harmonisasi ini dilakukan dalam

86 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

rangka menyelaraskan antar peraturan perundang-undangan yang mengacu pada


nilai-nilai filosofis, sosiologis, ekonomis dan yuridis. Setelah proses harmonisasi,
rancangan peraturan tentang organisasi dan tata kerja diserahkan oleh Kemenkum
HAM kepada Presiden, c.q. Menteri Sekretaris Negara, apabila peraturan baru
mengubah Perpres. Jika tidak megakibatkan perubahan Perpres, Kemenkum HAM
menyerahkan rancangan peraturan kepada Kemenkeu.

Gambar 3.1.
Mekanisme Penataan Organisasi Kementerian Keuangan
(Sumber: Sekretariat Jenderal Kemenkeu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/
PMK.01/2018)

Setelah proses harmonisasi selesai, apabila dalam bentuk Peraturan Presiden,


maka Presiden menandatangani/menetapkan rancangan menjadi Perpres. Setelah
itu, Menteri Sekretaris Negara menyerahkan Perpres yang telah ditetapkan kepada
Kemenkum HAM untuk diundangkan. Sementara apabila berbentuk Peraturan
Menteri, setelah proses harmonisasi, Menteri menetapkan rancangan peratauran
menteri tentang organisasi dan tata kerja dan kemudian melalui Sekretaris Jenderal,
menyerahkan PMK kepada Kemenkum HAM untuk diundangkan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 87


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Kementerian Hukum dan HAM


Penataan organisasi Kementerian Hukum dan HAM dilakukan saat akan berakhirnya
periode jabatan pemerintahan/Presiden. Perubahan kabinet ini akan disertai dengan
adanya perubahan perpres baru tentang Kementerian dan Lembaga. Dalam melakukan
penataan Kelembagaannya, Kemenkumham menyiasatinya dengan melakukan
penataan organisasi setahun sebelum Perpres baru akan di susun untuk penataan
kelembagaan.
Penataan organisasi di Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan pada adanya
perubahan Pemerintahan baru, yang ditandai dengan Presiden yang mempunyai visi
dan misi pemerintahan baru, dan kemudian diturunkan ke masing-masing kementerian
dan lembaga pemerintah untuk dilaksanakan. Disamping itu dasar dari Penataan
organisasi Kementerian Hukum dan HAM lainnya adalah adanya perubahan peraturan
perundang-undangan yang baru, perkembangan organisasi, perkembangan teknologi,
penyesuaian dengan renstra dan iku dari Kementerian Hukum dan HAM. Penataan
organisasi di Kementerian hukum dan HAM disesuaikan dengan dokumen rencana
strategis dan sasaran utama Kemenkumham dan sesuai dengan hasil analisis jabatan
dan beban kerja yang sudah dilakukan sebelumnya.
Kementerian Hukum dan HAM dalam melakukan penataan organisasi menginginkan
sebuah organisasi yang sederhana (proporsional, datar/flat, transparan, hierarki yang
pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Disamping itu penataan organisasi di
Kementerian Hukum dan HAM ingin membentuk postur organisasi yang proporsional
agar menjadi organisasi yang efektif dan efisien serta mempunyai SDM yang berkualitas.
Penataan organisasi Kementerian Hukum dan HAM disusun sesuai dengan kebutuhan
dan strategi organisasi (structure follow strategy).
Masalah dan kendala yang dihadapi oleh Kemenkumham dalam melakukan
penataan Organisasi adalah apabila adanya penambahan jumlah struktural yang
dianggap kurang masuk akal dan kurang jelas tugas dan fungsinya akan diminta klarifikasi
oleh Kemenpan RB, namun penambahan jumlah struktural sepanjang memang
merupakan kebutuhan organisasi dan dasar hukumnya jelas, biasanya Kemenpan RB
tidak mempermasalahkannya. Dalam hal ini, analisis kelembagaan yang dilakukan oleh
Kemenpan RB cukup kuat untuk memberikan rekomendasi penataan organisasi.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Hukum dan HAM:
a. Tahap Persiapan
Langkah penataan organisasi yang dilakukan diawali dengan melakukan
evaluasi organisasi di masing-masing unit Eselon 1 yang berjumlah 11 unit.
Sebagai informasi awal bahwa Kemenkumham merupakan sebuah kementerian

88 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

yang digolongkan kedalam Kementerian yang besar dengan jumlah eselon satu
sebanyak sebelas dan mempunyai instansi vertikal di wilayah Provinsi.
Kemenkumham saat ini telah mengawali proses penataan kelembagaan,
yaitu telah melakukan rapat kelembagaan yang dilakukan pada tahap persiapan
dengan membentuk tim, menyurati seluruh unit eselon satu terkait yang ada di
Kemenkumham dari Setjen untuk melakukan evaluasi organisasi, dan juga dengan
melakukan evaluasi kelembagaan. Penataan kelembagaan di Kemenkumham saat
ini dilakukan dengan penyusunan ABK yang dilakukan di biro kepegawaian dan juga
dibiro kelembagaan yang dilakukan dengan studi tiru ke Kementerian Keuangan.
Biro Kepegawaian sudah melakukan analisis beban kerja untuk analisis kebutuhan
pegawai, Sedangkan pada Biro kelembagaan melakukan Analisis Beban Kerja untuk
kebutuhan penataan kelembagaan, promosi pegawai.
Unit eselon I melakukan evaluasi kelembagaan, dan sudah menyampaikan
masing-masing usulannya. Evaluasi organisasi dan kelembagaan Kementerian
Hukum dan HAM dilakukan tahun 2014 dengan pihak ketiga PT Daya Dimensi
Indonesia, hasilnya ada unit eselon 1 yang ada terjadi duplikasi tusi, misalnya
ditjen PP dengan GPHN, karena mereka melakukan penelitian juga, sama dengan
balitbang, dari hasil evaluasi perlu ada penggabungan, akhirnya dilakukan audiensi
lagi dengan Kemenpan RB, sehingga dari penjelasan dan saran Kemenpan RB maka
ada tugas-tugas yang diintegrasikan antar unit eselon-1 nya. Dalam proses penataan
organisasi, pada tahap internal Kemenkumham juga melakukan evaluasi organisasi
sesuai dengan Permenpan No. 20 Tahun 2018.
Hasil analisis kebutuhan organisasinya yang disampaikan oleh unit eselon
I, biasanya adalah pengusulan penambahan jumlah struktural. Tetapi bagian
kelembagaan tetap taat dan patuh pada pakem aturan yang ada di Kemenpan
RB mana yang boleh dan mana yang tidak, walaupun saat ini Kemenpan sudah
tidak melarang melakukan penambahan struktur organisasi namun tetap dalam
penataan organisasi di Kemenkumham tetap berlandaskan pada mandat yang
jelas dan sesuai kebutuhan organisasinya.
Dalam penataan Organisasi di Kemenkumham, memang terjadi penambahan
struktur eselon IV dan III namun jumlahnya tidak banyak, karena kebutuhan
organisasi dan beban kerja. Karena Kemenkumham merupakan kementerian yang
besar maka membutuhkan Perpres khusus sebagai dasar hukum dalam penataan
Organisasi, yaitu Perpres No. 44 tahun 2015 khusus untuk Kemenkumham.
Terdapat pula Perpres Khusus dalam Penataan Organisasi Kementerian untuk
empat kementerian lainnya, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama,

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 89


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan. Alasan adanya Perpres


khusus ini adalah untuk Kementerian besar dan adanya instansi vertikal di daerah.
Usulan-usulan yang disampaikan dari unit eselon I kemudian ditindaklanjuti
dengan dilakukannya pembahasan, dianalisa, diteliti, baru diundang masing-
masing unit eselon 1 yang mengusulkan oleh Setjen Kemenkumham, tidak secara
bersamaan namun sendiri-sendiri, walaupun pada pertemuan pertama atau tahap
awal Setjen Kementerian Hukum dan HAM melalui biro organisasi mengundang
seluruh unit eselon I yang dipimping oleh setjen untuk menyampaikan rencana
penataan organisasi dan koordinasi di Kemenkumham ini.
Narasumber dari Kemenpan RB akan diundang dalam rapat persiapan ini
untuk melakukan koordinasi tentang kebijakan-kebijakan apa yang boleh dan tidak
boleh terkait penataan kelembagaan di Kemenkumham, rapat audiensi dihadari
oleh sekretraris di Eselon 1, Setjen, dan Kemenpan RB, lalu dibahas perunit eselon
satu yang mengusulkan, ketika ada hal yang krusial, lalu mengundang kemenpan
RB, misalnya usulan penambahan struktur atau sdm, karena ada strutur yang belum
mengakomodir dari kebutuhan organisasi dari struktur yang ada sebelumnya.
Apabila ada hal atau aspek yang belum dipahami, maka Biro Organisasi
Kemenkumham akan mengundang NS dari Kemenpan untuk mencari informasi
dan menanyakan hal-hal apa saja yang diperbolehkan dan hal mana saja yang
tidak diperbolehkan, setelah selesai dibahas usulan dari seluruh unit eselon 1, baru
kemudian bersurat untuk perihal pengusulan penataan organisasi ke Kemenpan RB
dan untuk dilakukan pembahasan di Kemenpan RB.
Setelah itu baru menyusun Perpres untuk Kementerian Hukum dan HAM,
Perpres tersendiri yang dibuat dengan mengundang unit eselon I, untuk
merumuskan tugas dan fungsi unit eselon I nya.

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Sebelum dilakukan pembahasan OTK bersama Kemenpan RB, Kemenkumham
sudah melakukan rapat internal, Dokumen usulan OTK sudah dimatangkan terlebih
dahulu di Kemenkumham, dengan keterlibatan Kemenpan pula, sehingga ketika
disampaikan di Kemenpan RB tidak terjadi banyak perubahan, Kemenkumham
dalam pengusulan OTK di Kemenpan RB tidak menyertakan naskah akademik
Pada saat pengajuan ke Kemenpan RB, dilakukan pembahasan mengenai
penentuan nomenklatur, ada pandangan-padangan yang berbeda antara
Kemenpan RB dan Kemenkumham, ada beberapa usulan yang dianggap kurang
pas, sehingga perlu disesuaikan, sehingga juga perlu penyesuaian sedikit, namun
tidak banyak.

90 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Durasi waktu yang diperlukan dalam penataan organisasi di Kemenkumham


tidak bisa dilakukan sekali pembahasan, lebih dari sekali duakali, dan dilihat pula
ada persinggungan tidak dengan unit eselon 1 lainnya, akan dilakukan koordinasi
bersama antara unit-unit yang akan dimungkinkan adanya persingguhan di unit
eselon 1nya. Sehingga penataan di Kemenkumham kurang lebih membutuhkan
waktu selama enam bulan. Target Kemenkumham untuk tahun ini adalah target di
akhir tahun penataan organisasi di Kemenkumham harus sudah selesai.
Pada saat melakukan perubahan, Kemenkumham mendapatkan surat
persetujuan oleh Kemenpan di Permennya. Eselon 1 melakukan penataan organisasi
atas persetujuan di Kemenpan, dengan adanya lampiran Matrik Eselonisasi mulai
dari eselon 1 sampai eselon 4. Pembahasan perpres dilakukan di Menpan pula
dengan mengundang dari Kemensetneg pula. Kumham hanya menulis draft
rancangan Perpresnya.
Pembahasan eselon 1 untuk membuat Perpres dilakukan secara tersendiri,
setelah Perpres turun baru dibuat permennya, dibahas lagi di Kemenpan RB.
Justru dibahas untuk eselon II ke bawah yang agak rumit dengan Kemenpan RB.
Terkait evaluasi berdasarkan Permenpan RB no. 20 tahun 2019 sudah dilakukan
oleh Kemenpan RB namun masih bersifat global. Pembahasan yang dilakukan
bersama Kementerian PAN dan RB dihadiri oleh Kepala Biro Perencanaan, Kepala
Bagian Kelembagaan dan para Kasubbag organisasi dan instansi terkait seperti
Kementerian Keuangan.

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Hasil Draft Perpres OTK Kementerian Hukum dan HAM yang sudah disetujui oleh
Kemenpan RB, kemudian diteruskan oleh Kemenpan RB ke Kemensetneg, untuk
ditandatangani Presiden. Kementerian Hukum dan HAM hanya menyampaikan draft,
dibahas di Kemenpan RB, Kemudian Kemenpan RB lah yang menyampaikannya ke
Kemensetneg selanjutnya ditandatangani Presiden. Setelah terbit Perpres tersebut
kemudian disampaikan kembali ke Kementerian Hukum dan HAM oleh Kemenpan
RB.

4. Kementerian Komunikasi dan Informatika


Untuk mempercepat tercapainya sasaran strategis Pemerintah khususnya bidang
komunikasi dan informatika diperlukan struktur organisasi yang dinamis sebagai
konsekuensi dari adaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Dalam perspektif ini struktur organisasi yang baik adalah yang mampu beradaptasi secara
responsif maupun antisipatif terhadap tuntutan perubahan lingkungan. Tidak hanya

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 91


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

struktur organisasi, namun proses yang terjadi di dalam organisasi juga merupakan
aspek yang sangat penting dan merupakan gambaran berlangsungnya seluruh aktivitas
organisasi untuk menciptakan dan memelihara rantai nilai (value chain) dalam rangka
mencapai tujuan utama secara dinamis. Dengan demikian, di dalam proses organisasi
seluruh aktivitas dan interaksi elemen - elemen organisasi harus memiliki keselarasan
(alignment) satu sama lain. Di samping itu agar kedudukan, peran, dan fungsi masing
- masing elemen sesuai dengan yang diharapkan maka aspek tata kelola yang baik
(good governance) dan kesesuaian atau kepatuhan (compliance) terhadap aturan yang
disepakati harus diperhatikan. Sebagai suatu rangkaian penciptaan nilai (value chain),
proses organisasi harus efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme dalam
penyesuaian antara strategi, struktur dan proses dalam pencapaian tujuan organisasi
salah satunya dengan melakukan evaluasi organisasi secara berkala.
Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam kurun waktu tahun 2015 – 2018
telah melakukan 2 (dua) kali penataan organisasi, yaitu pertama, Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Penataan organisasi berdasarkan Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika dilakukan dengan latar belakang
perubahan Peraturan Presiden terkait Organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika,
dan penetapan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun
2015-2019. Revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, khususnya
pada bagian Kelembagaan Informasi dan Komunikasi Publik dilakukan dengan tujuan
untuk mempertajam tugas dan fungsi lembaga agar sesuai untuk mewujudkan tujuan
Agenda Nawacita Presiden dan Wakil Presiden RI serta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional yang menjadi wilayah kewenangan Kementerian Komunikasi dan
Informatika khususnya Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik. Selain itu,
upaya mempertajam tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik agar lebih fokus, cepat, dan kolaboratif dalam memberikan layanan informasi
dan komunikasi publik kepada warga negara khususnya pelaksanaan program prioritas
pemerintah dan selaras dengan mandat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Komunikasi Publik.
Layanan informasi dan komunikasi publik yang efektif akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Tidak hanya sekedar ‘berbicara’
kepada publik, pemerintah harus membangun kapasitas masyarakat untuk memiliki
modal informasi sebagai rujukan untuk berpartisipasi. Oleh karena itu layanan informasi
dan komunikasi publik bagi warga Negara merupakan sebuah keniscayaan agar terjadi

92 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dialog antara pemerintah dan masyarakat sehingga tepat menyelesaikan masalah.


Apalagi saat ini pemerintah tidak dapat lagi mengontrol media, namun pemerintah
bertanggungjawab terhadap komunikasi yang berasal dari lembaga dan menjamin
bahwa tindakan komunikasi yang dilakukannya mendukung terwujudnya ruang
publik yang berkualitas dan kondusif bagi terciptanya pemerintahan yang baik dalam
mewujudkan tujuan negara.
Adanya revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016
diharapkan dapat membangun kerangka hukum penyelenggaraan bidang informasi dan
komuniksi publik yang menyeluruh, visioner, dan efektif merespons berbagai masalah
yang sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang di dalam penyelenggaraan pe
merintahan di Indonesia.
Kedua, penataan organisasi berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 6 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Komunikasi dan Informatika yang diundangkan pada tanggal 2 Agustus 2018 dilakukan
dengan latar belakang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan
Informatika 2015 - 2019 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 21 Tahun 2016 dan terbentuknya Badan Siber dan Sandi Negara
(BSSN) dimana terdapat beberapa fungsi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
yang beralih ke Badan tersebut. Penataan organisasi yang dilakukan pada tahun 2018
berdasarkan kepada evaluasi terhadap dimensi struktur dan sebagian besar dimensi
proses, yaitu proses bisnis, kinerja setiap jenjang jabatan, dan teknologi informasi.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Komunikasi dan
Informatika:
a. Tahap Persiapan
Hal yang telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait
penataan kelembagaan yaitu:
1) Penetapan rencana strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika.
2) Telah disusun matriks mandat/pemetaan mandat bidang komunikasi dan
informatika yang dituangkan ke dalam tugas dan fungsi Kementerian
Komunikasi dan Informatika.
3) Penataan organisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika baik lingkungan
pusat maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT) serta Badan Layanan Umum (BLU)
tahun 2018.
4) Pelaksanaan monitoring organisasi kementerian untuk menilai pelaksanaan
tugas dan fungsi, serta hasil kerja (output).
5) Penyusunan Informasi Jabatan (Analisa Jabatan) dengan memperhatikan
kewenangan dan tanggung jawab, syarat jabatan, dan hasil kerja.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 93


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

6) Pelaksanaan evaluasi Standar Operasional Prosedur (SOP).


7) Penetapan Proses Bisnis Kementerian Komunikasi dan Informatika.
8) Sosialisasi dan implementasi manajemen risiko.
9) Penetapan rencana induk teknologi informasi dan tata kelola Teknologi
Informasi di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
10) Penetapan pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telekomunikasi dan
informatika (pelayanan terpadu satu pintu).

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Naskah Akademik yang diajukan ke Menpan tidak memiliki format khusus.
Kemenpan tidak mempermasalahkan format Naskah Akademik yang di buat. Pada
pengajuan 2018, rapat penataan organisasi hanya dengan kemenpan saja, tapi untuk
kelas jabatan fungsional, BKN dilibatkan. Kemenkominfo pernah mengundang
instansi terkait (seperti direktur BLU) untuk meyakinkan kemenpan.
Pada saat pmbahasan, terkadang Kemenpan RB tidak konsisten dalam
menyetujui atau tidak menyetujui usulan OTK, karena terkadang K/L lain
diperbolehkan, namun Kemenkominfo tidak, padahal yang lebih mengetahui
kebutuhan organisasi di Kemenkominfo adalah Kemenkominfo sendiri. Keaktifitan
Kemenkominfo sangat berpengaruh terhadap lamanya waktu pembahasan. Waktu
yang dibutuhkan untuk penataan organisasi Kemenkominfo kurang lebih 1 (satu)
tahun).

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Proses harmonisasi di Kemenkumham tidak mengalami kendala yang signifikan
dalam pelaksanaannya, waktu yang dibutuhkan juga relatif singkat. Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 tahun 2018 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informasi ditetapkan tanggal 19 Juli 2018
dan diundangkan pada tanggal 2 Agustus 2018 oleh Dirjen Perundang-undangan
Kemenkumham, dan diundangkan melalui Berita Negara RI Tahun 2018 No. 1019.

5. Kementerian Pariwisata
Kementerian Pariwisata termasuk dalam kelompok kementerian yang kerap
mengalami perubahan bentuk dan nomenklatur. Pada era pemerintahan sebelumnya
lebih dikenal dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf ) dan
pada tahun 2014 di era presiden Joko Widodo berubah menjadi Kementerian Pariwisata.
Perubahan nomenklatur ini memiliki nilai yang sangat strategis karena untuk pertama
kalinya fungsi pariwisata berdiri sendiri. Sebelumnya, urusan pariwisata selalu digabung

94 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dengan urusan lain misalnya dengan pos dan telekomunikasi, seni, kebudayaan, hingga
terakhir ekonomi kreatif. Perubahan nomenklatur tersebut menunjukkan komitmen
Pemerintahan untuk mengembangkan seKtor pariwisata sebagai salah satu seKtor
unggulan.Hal ini tertuang dalam 9 agenda prioritas pemerintahan yang dikenal dengan
Nawa Cita.
Kementerian Pariwisata mengemban misi untuk menyukseskan agenda prioritas
keenam yaitu “peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”.
Maka untuk memenuhi agenda tersebut, Kementerian Pariwisata telah menyusun
sasaran strategis sebagai berikut:
1. Pada tataran Mega
Kementerian Pariwisata memiliki target menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama
wisata dunia atau Indonesia WoW – Indonesia Wonderful World melalui e-tourism.
2. Pada tataran Makro (economic value)
Sektor Pariwisata ditargetkan memberikan kontribusi sebesar 8% PDB Nasional dan
mampu menyerap 13 juta tenaga kerja di industry pariwisata.
3. Pada tataran Mikro (stakeholders value)
a. Travel & Tourism Competitiveness Index naik dari 70 ke 30.
b. Jumlah kunjungan wisatawan dari 9.5 juta wisatawan menjadi 20 juta
wisatawan di tahun 2019.
c. Pertumbuhan kunjungan wisatawan dari 8% menjadi 12% per tahun.

Guna mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan struktur organisasi Kementerian


Pariwisata yang mampu mendukung pencapaian target. Struktur organisasi yang disusun
harus mencerminkan langkah-langkah strategis yang hendak diimplementasikan oleh
organisasi.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pariwisata pasal 2 Kementerian Pariwisata memiliki tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepariwisataan. Tugas dan fungsi diatas kemudian dituangkan
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 6 Tahun 2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata. Di dalam peraturan tersebut struktur
organisasi Kementerian Pariwisata saat ini memiliki 4 fungsi utama yang meliputi bidang
pengembangan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata nusantara dan mancanegara,
serta kelembagaan kepariwisataan dengan didukung fungsi pendukung yaitu Sekretariat
Kementerian dan Inspektorat.Fungsi-fungsi ini sesuai dengan yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 95


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Kementerian Pariwisata:


a. Tahap Persiapan
Guna mencapai target organisasi dengan optimal, Kementerian Pariwisata perlu
melakukan evaluasi secara berkala terhadap struktur organisasi. Hal ini bertujuan
untuk menilai relevansi dan tingkat efektivitas struktur organisasi dalam mendukung
kinerja Kementerian Pariwisata mencapai visi, misi dan target yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah ditetapkan, Kementerian Pariwisata memiliki target pencapaian
20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 250 juta kunjungan wisatawan
nusantara pada tahun 2019. Dengan demikian, organisasi Kementerian Pariwisata
harus disusun secara ideal guna mendukung pencapaian target tersebut.
Aspek-aspek yang dievaluasi dalam kegiatan evaluasi organisasi Kementerian
Pariwisata meliputi indikator-indikator yang terkandung dalam masing-masing
dimensi seperti tercantum pada PermenPAN-RB No 67 Tahun 2011 tentang
Pedoman Evaluasi Kelembagaan Pemerintah, yaitu: (1) Dimensi Kompleksitas, (2)
Dimensi Formalisasi, (3) Dimensi Sentralisasi.
Kementerian Pariwisata telah melakukan evaluasi organisasi secara mandiri
pada Desember 2016 – Januari 2017 dengan metode survei internal. PIhak yang
disurvei dari unsur pimpinan tinggi dan unsur pelaksana yang mewakili seluruh unit
eselon I di Kementerian Pariwisata.
Hasil penghitungan dari scoring kuesioner kemudian dijumlahkan dan
dilakukan interpretasi data sesuai kategori sebagai berikut:

Tabel 3.1. Kriteria Survei Evaluasi Organisasi Kementerian Pariwisata

Kategori Keterangan
Kategori I Organisasi Kurang Efisien sehingga secara struktural
(Nilai 25-49,99) membutuhkan perbaikan secara intensif
Kategori II Organisasi Cukup Efisien, secara struktural membutuhkan
(Nilai 50-74,99) penyesuaian secara bertahap.
Kategori III Organisasi Sudah Efisien, tetapi secara struktural membutuhkan
(Nilai 75-100) penyempurnaan updating dengan lingkungan eksternal.

Hasil survei evaluasi organisasi Kementerian Pariwisata dan perhitungan


kuesioner diperoleh nilai 71,34. Dengan demikian, sesuai PermenPAN-RB 67 Tahun
2011 tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Pemerintah, organisasi Kementerian

96 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Pariwisata berada di kategori 2 (nilai 50 – 74,99) dengan penjelasan Organisasi


cukup efisien, secara struktural membutuhkan penyesuaian bertahap. Oleh
karena itu, bila saat ini organisasi Kementerian Pariwisata dirasa belum cukup ideal
maka dapat dilakukan perubahan organisasi demi tercapainya target tersebut. Hal-
hal yang ditemukan dalam evaluasi organisasi Kementerian Pariwisata misalnya,
Nomenklatur unit yang sudah ditentukan memiliki indikasi tumpang tindih atau
duplikasi tugas dan fungsi antara satu unit dengan unit organisasi lain.
Sejak tahun 2015, organisasi Kementerian Pariwisata diproyeksikan menjadi
organisasi berbasis pelanggan (customer-centric organization) bukan sekadar
organisasi birokrasi biasa.Pelanggan dalam hal ini adalah wisatawan itu sendiri.
Pada hakikatnya, Kementerian Pariwisata adalah ‘kementerian pemasaran’
karena memiliki tugas yang jelas yakni memasarkan destinasi pariwisata di
Indonesia untuk mendatangkan target 20 juta wisatawan mancanegara pada tahun
2019, bukan sekedar melaksanakan tugas-tugas rutin administrasi pemerintahan.
Dari pendekatan ini dapat dipahami bahwa Kementerian Pariwisata ini hampir
menyerupai karakter perusahaan yakni memiliki target tahunan dan target omzet
tahunan.
Mengacu pada teori yang dikemukakan Profesor Alfred Candler, pakar
organisasi dari Harvard yakni ‘structure follows strategy’ maka konsekuensi yang
muncul adalah perubahan struktur organisasi mengikuti strategi organisasi yang
diterapkan. Struktur organisasi berfungsi sebagai sarana penunjang terlaksananya
strategi organisasi dalam upaya mencapai target-target organisasi. Desain struktur
organisasi haruslah menjadi wadah bagi strategi yang tengah dibangun organisasi.
Sehingga untuk mencapai target pemasaran yang telah ditetapkan Presiden Joko
Wiodo, maka struktur organisasi Kemenpar harus disesuaikan dengan visi yang
ditetapkan tersebut.
Perubahan paradigma tersebut memunculkan konsekuensi terjadinya
perubahan struktur organisasi Kementerian Pariwisata menjadi organisasi berbasis
pelanggan. Dalam konteks aktual, upaya mewujudkan target kunjungan 20 juta
wisatawan mancanegara di tahun 2019 dan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai
daerah tujuan wisata kelas dunia maka di dalam implementasi strategi diperlukan
perumusan formula baru terkait hal berikut:
a. Proses bisnis yang fokus pada penciptaan deliverable yang konkrit dengan
ukuran-ukuran/indeks berstandar global;
b. Merepresentasikan simplifikasi proses dalam pencapaian kinerja secara
progresif sehingga bidang pariwisata cepat menjadi trending topic;

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 97


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

c. Start from the end, yang berarti bahwa upaya mewujudkan strategi yang dimulai
dari gambaran hasil akhir yang diinginkan.

Perubahan tuntutan dan strategi ini menyebabkan perlu dipertimbagkan


penciptaan kelembagaan yang lebih kreatif, variatif, dan inovatif sehingga dinamika
perubahan yang terjadi di masyarakat dapat ditangani dan diakomodir oleh
kelembagaan yang ada. Hal ini sejalan dengan karakteristik kelembagaan modern
yaitu Kecepatan, Fleksibilitas, Integrasi, dan Inovasi (Ron Ashkenas dkk, 2002: 5-7
Dalam melakukan penataan organisasinya, kementerian pariwisata juga
melakukan Benchmark ke negara lain untuk melihat dan mempelajari struktur
organisasi Kementerian pariwisata di beberapa negara pembanding tersebut.
Tujuan dari benchmark ini adalah untuk mendesign struktur ideal dalam
kementerian pariwisata di Indonesia agar dapat digunakan sebagai wadah strategi
dalam mencapai target wisatawan yang telah ditetapkan. Negara-negara tersebut
yaitu Singapura, Malaysia, Korea selatan, dan Jepang.
Ada tiga strategi yang ditetapkan dalam struktur organisasi di kementerian
pariwisata, hal ini ditetapkan guna mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi.
Strategi Kementerian Pariwisata mengacu pada konsep strategi yang disampaikan
Dr. Ir. Arief Yahya dalam bukunya Great Spirit, Grand Strategy Terdapat 3 (tiga) level
strategi Kementerian Pariwisata yang diterapkan dalam organisasi:
1. Corporate-Level Strategy
2. Business-Level Strategy
3. Functional Level Strategy

Dari tiga strategi yang telah ditetapkan oleh Kementerian pariwisata maka
dibentuklah proses bisnis baru di kementerian pariwata. Proses bisnis tersebut
digambarkan dalam bagan berikut ini:

98 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 3.2.
Peta Proses Bisnis Kementerian Pariwisata dengan struktur baru
Sumber : Naskah Akademik, Kemenpar, 2017

Dengan mengacu pada perubahan strategi Kementerian Pariwisata menjadi


berbasis pelanggan/wisatawan. Maka struktur organisasi Kementerian Pariwisata
mengalami perubahan menjadi customer-centric organization. Perubahan
paradigma ini menuntut organisasi Kementerian Pariwisata lebih tanggap dan
inovatif terhadap kebutuhan-kebutuhan wisatawan guna mencapai target
pencapaian 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara.
Proses internal dalam penataan organisasi di Kementerian Pariwisata sangat
dinamis, dimulai dengan melakukan beberapa kali diskusi internal, meminta
masukan dari masing-masing unit eselon 1secara top down dan botton up.
Penataan organisasi di Kementerian Pariwisata dilakukan mulai dari eselon I sampai
dengan eselon IV. Dalam penataan tersebut ada beberapa unit eselon 2 yang
dirubah menjadi unit eselon 4, misalnya Asdep transformasi diturunkan menjadi
eselon IV, Unit eselon II litbang yang dahulunya eselon 2 dijadikan menjadi eselon 4.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 99


KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Sebenarnya hal ini ditujukan untuk memotivasi masing-masing unit dan pegawai di
Kementerian Pariwisata agar terus bekerja dengan baik agar dapat terlihat capaian
kinerja unitnya dan kebermanfaatannya bagi organisasi.

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Pada Tahap pengajuan dan pembahasan penataan organisasi dan
kelembagaan Kementerian Pariwisata, melampirkan dokumen Naskah Akademik.
Di dalam Naskah Akademik juga tercantum hasil evaluasi organisasi mandiri yang
dilakukan oleh Kementerian Pariwisata sebagai salah satu bahan acuan melaksanan
reorganisasi.
Pengajuan pertama rencana reorganisasi dilakukan pada Maret 2017, kemudian
dilakukan beberapa kali rapat pembahasan dengan pihak Kementerian PAN-RB
terkait penyusunan struktur organisasi. Hasil final pembahasan ditandai dengan
terbitnya Perpres 93/2017 tanggal 2 Oktober 2017. Sehingga secara keseluruhan
proses reorganisasi membutuhkan waktu kurang lebih 7 bulan.
Pada saat pembahasan, terjadi diskursus hebat antara Kementerian Pariwisata
dengan Kemenpan RB terkait dengan perspektif strategi manajemen bisnis dan
perspektif enterpreuner yang dipahami Kementerian Pariwisata dengan Konsep
Administrasi Negara yang dipahami oleh Kemenpan RB. Kemenpan RB masih
terpaku dengan teori-teori kelembagaan publik yang agak kaku dan statis, sehingga
kurang mengakomodasi kebutuhan Kementerian Pariwisata sesuai Visi Misi Presiden
terkait Kepariwisataan di Indonesia.
Wawancara eksklusif Tim Kajian PK2AN LAN dengan Menteri Pariwisata, Arief
Yahya, memperoleh suatu statement kunci bahwa sesuai dengan Perpres 93/2017,
diatur secara khusus bahwa Menteri Pariwisata dapat melakukan perubahan
terhadap pembagian regional pada fungsi Deputi Bidang Pengembangan
Pemasaran I dan II secara langsung, tanpa harus menunggu persetujuan Menpan-
RB (pelaporan ke Menpan-RB dilakukan setelah terjadinya perubahan). Hal ini
dilakukan untuk memberikan keleluasaan bagi Menteri Pariwisata dalam melakukan
penataan organisasi di Kementerian Pariwisata sebagai “Kementerian Pemasaran”
sesuai dengan strategi yang sedang diterapkan.
Pembahasan dilakukan oleh kedua Kementerian dari tingkat Pimpinan
(Menteri), antara pejabat eselon 1 dan pejabat eselon 2. Berikut disampaikan
perincian proses pembahasan yang dilakukan Kementerian Pariwisata bersama
KemenpanRB dalam penataan organisasi di Kementerian Pariwisata.

100 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Tabel 3.2. Rincian Proses pembahasan Penataan Organisasi Kementerian Pariwisata

TGL.
NO PERIHAL DARI TUJUAN NO. SURAT
SURAT
1. Penyampaian Perubahan Menteri Menteri UM.001/9/19/ 3 Maret
Struktur Organisasi Pariwisata PAN & RB MP/ 2017
Kementerian Pariwisata Kempar/2017

2. Perubahan Atas Perpres Nomor 2 Oktober


Peraturan Presiden 93 Tahun 2017 2017
Nomor 19 Tahun 2015
Tentang Kementerian
Pariwisata
3. Penyampaian Menteri Menteri UM.001/38/II/ 18
Rancangan Permen Pariwisata PAN & RB MP/2017 Oktober
Pariwisata tentang 2017
Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian
Pariwisata
4. Penataan Organisasi dan Menteri Menteri B/526/M. 19
Tata Kerja Kementerian PAN & RB Pariwisata KT.01/2017 Oktober
Pariwisata 2017
5. Organisasi dan Tata Kerja Permen 19
Kementerian Pariwisata Pariwisata Oktober
Nomor 11 2017
Tahun 2017

Sumber : Paparan FGD Kementerian Pariwisata, April 2019

Proses Eksternal yang terjadi dalam pembahasan penataan organisasi


Kementerian Pariwisata dilakukan bergantian tempatnya, bisa dilakukan di
Kementerian PAN dan RB, dan juga di Kementerian Pariwisata. Pembahasan struktur
organisasi baru Kementerian Pariwisata oleh Kementerian PAN & RB dengan
melibatkan pihak lain seperti Bappenas dan Kementerian keuangan, Kemensetneg
juga diundang dalam rapat tersebut, kemudian Kementerian Hukum dan HAM
diundang juga, namun disayangkan tidak dapat hadir saat melakukan pembahasan.
Setelah proses pembahasan selesai dan telah disetujui oleh Kemenpan RB, barulah

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 101
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

berlanjut ke proses harmonisasi Perpres OTK Kementerian Pariwisata yang dilakukan


oleh Kementerian Hukum dan HAM.

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Tahap selanjutnya yaitu tahapan harmonisasi Perpres baru tentang Kementerian
Pariwisata yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Proses harmonisasi
ini tidak mengalami kendala yang signifikan dalam pelaksanaannya, waktu yang
dibutuhkan relatif singkat, kurang lebih 2- 3 minggu.
Sama halnya dengan tahapan Harmonisasi Perpres OTK di Kementerian
Hukum dan HAM, tahap Penetapan Perpres oleh Kementerian Sekretariat Negara
juga tidak mengalami kendala yang signifikan dalam pelaksanaannya, dan waktu
yang dibutuhkan juga relatif singkat.

6. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Hal yang melatarbelakangi penataan organisasi di LIPI adalah karena struktur
organisasi LIPI sudah sangat lama dan butuh penyesuaian dengan perkembangan
lingkungan strategis, sehingga LIPI merasa perlu melakukan pembaharuandan
peninjauan kembali terhadap tugas dan fungsi serta susunan organisasi LIPI, termasuk
UPT. Adapun penataan organisasi LIPI yang terakhir dilaksanakan dengan Keppres N0.
103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali
di ubah, terakhir dengan Perpres RI No.3 tahun 2013. Penataan ini juga dimaksudkan
untuk memperkuat status hukum LIPI yang selama ini masih Keppres agar dapat berubah
menjadi Perpres tersendiri.
Kemudian dari Perpres tersebut disusun Peraturan LIPI Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yang merupakan
Struktur Organisasi LIPI yang terakhir yang dianggap sudah tidak sesuai lagi, dimana
struktur kelembagaan LIPI terlalu besar dengan 355 jabatan struktural.
Agar tercipta efisiensi struktur kelembagaan LIPI, perlu adanya penataan organisasi.
Penataan kembali organisasi LIPI untuk mengakomodir norma/ nilai baru agar terbentuk
keserasian dalam tubuh organisasi LIPI. Sebagai lembaga riset, organisasi LIPI terus
mengalami penyesuaian dengan perubahan lingkungan baik dari internal maupun
eksternal organisasi. Berdasarkan hasil yang telah dicapai LIPI, serta memperhatikan
tantangan dan perkembangan lingkungan strategis dalam bidang riset ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka perlu dirumuskan kembali fungsi dan susunan organisasi LIPI.
Dengan adanya penataan organisasi di LIPI, harapannya bagaimana badan litbang
bisa menjadi modern, dengan mengacu kepada lembaga-lembaga riset di luar negeri.

102 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Nantinya organisasi akan lebih dinamis dimana dinamika internal cukup ditentukan oleh
Kepala, bisnis proses juga akan terus berubah.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia:
a. Tahap Persiapan
Untuk menjawab tantangan ke depan dan adaptasi terhadap perubahan
lingkungan strategis, perlu dipetakan permasalahan berdasarkan hasil evaluasi
yang terjadi di dalam organisasi yang dapat menghambat pencapaian tujuan LIPI
ke depannya. Evaluasi terhadap beberapa unsur, yaitu pertama tugas, fungsi dan
ukuran organisasi. LIPI melakukan perubahan terhadap fungsi Eselon II di lingkungan
LIPI dalam upaya memperkuat fungsi riset yang dijalankan dan membuat organisasi
lebih bersifat adaptif dan fleksibel terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan tidak menyebutkan secara spesifik bidang riset apa saja yang ada
pada setiap Deputi. Evaluasi tugas fungsi organisasi serta ukuran organisasi yang
lainnya dilakukan dengan merubah Nomenklatur unit kerja untuk mempertajam
dan memperkuat kompetensi yang dimiliki oleh satuan kerja seperti Pusbindiklat,
Pusat Pemanfaatan dan Komersialisasi Iptek, serta Pusat Riset Teknologi Pengujian
dan Industri. Penguatan fungsi juga dilakukan dengan membentuk Pusat Data
dan Informasi, dengan menarik seluruh fungsi dokumentasi/data dan informasi di
seluruh satuan kerja di lingkungan LIPI. Demikian halnya dengan fungsi diseminasi
hasil penelitian yang ada di seluruh satuan kerja penelitian, disentralisasi menjadi
berada di bawah Pusat Pemanfaatan dan Komersialisasi Iptek.
Kedua, jenjang organisasi, restrukturisasi LIPI pada tahun 2014 dengan
menghilangkan beberapa Eselon IV pada Biro di Sekretariat Utama, ternyata
membawa beberapa persoalan. Penghilangan beberapa eselon IV tersebut
dimaksudkan untuk lebih memberdayakan fungsional dan memberlakukan sistem
kerja yang bersifat matriks. Namun kenyataannya sistem tersebut tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karenanya penghilangan struktur Eselon IV
pada Biro di lingkungan Sekretariat Utama perlu ditinjau kembali.
Ketiga adalah pengelompokan organisasi. Penempatan satuan kerja
ditinjau kembali apakah telah sesuai dengan rumpun Deputinya. Perubahan
pengelompokan organisasi ada pada Pusat Riset Metalurgi Material yang berubah
kedudukan dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian menjadi di bawah
deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik. Pusat Riset Teknologi Tepat Guna berubah
kedudukan dari Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik menjadi di bawah Deputi
Bidang Jasa Ilmiah. Serta perubahan kedudukan Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Pusat Riset Manajemen Kebijakan Ilmu Pengetahuan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 103
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dan Inovasi) dari Kepala LIPI menjadi di bawah Deputi Bidang Jasa Ilmiah.
Keempat, kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang dihasilkan. Pusat
Penelitian memiliki struktur organisasi pendukung yakni Bagian Tata Usaha yang
terdiri dari beberapa Subbagian. Namun struktur tersebut dinilai tidak memiliki
beban kerja yang terlalu besar. Oleh karenanya dilakukan penyederhanaan struktur
dan memperkaya fungsi tata usaha/administrasi di pusat penelitian, dengan
merubah Bagian Tata Usaha menjadi Subbagian Administrasi yang menjalankan
fungsi-fungsi administrasi pendukung. Kelima, kesesuaian struktur organisasi
sesuai dengan mandat, beberapa unit kerja di lingkungan LIPI juga mendapatkan
mandat lain baik itu yang berasal dari Peraturan Presiden, maupun peraturan lainnya
yang dapat berimplikasi tehadap perubahan struktur organisasi. Perubahan yang
dilakukan adalah dengan memperkuat fungsi repositori dan depositori dengan
merubah Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah menjadi Pusat Repositori dan
Depositori. Keenam adalah tumpang tindih dengan instansi lain, berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2018 tentang Badan Standarisasi Nasional (BSN),
BSN memiliki Deputi Bidang Standar Nasional Satuan Ukuran tersebut ternyata
memiliki tugas dan fungsi yang sama seperti yang ada pada Pusat Penelitian
Metrologi LIPI, untuk itu perlu menghapus Pusat Penelitian Metrologi LIPI.
LIPI mulai melaksanakan proses awal penataan organisasi pada Februari 2018
dengan dikelurkannya Keputusan Kepala LIPI Nomor 209/Kep/M/2018 tentang
Pembentukan Tim Reorganisasi LIPI. Secara parallel, LIPI mulai melibatkan Menpan
pada bulan Maret 2018 dengan melaksanakan FGD Mekanisme Transformasi
Kelembagaan Litbang Kementerian bersama Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata
Laksana, Kementerian PAN dan RB.
LIPI tidak melakukan evaluasi kelembagaan secara menyeluruh, namun ada
satker yang melakukan evaluasi tapi dengan menggunakan indikator dalam 8 area
RB. Dalam proses penataan organisasi, pimpinan LIPI terus mengejar tim internal
untuk aktif bekerja dan merumuskan Naskah Akademik. Format Naskah Akademik
juga tidak ada dari Menpan RB, sehingga LIPI hanya menyusun Naskah Akademik
berpatokan dari Naskah Akademi yang sebelumnya.
Penataan SDM berpengaruh positif, dimana pada pusat penelitian bisa
mendapatkan guideline yang lebih jelas untuk melakukan penelitian. Penataan
ini juga berpengaruh kepada rentang kendali yang menjadi lebih luas dimana-
mana tapi tanggung jawabnya ada di pusat, namun rentang kendali tersebut telah
diperhitungkan oleh LIPI
Penyusunan Business Process setelah penataan organisasi juga dilaksanakan
untuk mempermudah supporting unit melaksanakan tugas dan fungsinya. SOP

104 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

pada setiap layanan juga sudah selesai disusun. Kontrak Kinerja, kepala LIPI tidak
memiliki kontrak kinerja dengan Presiden, LIPI sendiri yang menerjemahkan visi misi
pemerintah pada program dan kegiatan yang diselenggarakan.

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Pada bulan juli 2018, LIPI mengeluarkan Surat Kepala LIPI Nomor B-6831/K/
OT/VIII/2018 ke Menpan RB tanggal 18 Juli 2018 perihal Usulan Peraturan Presiden
tentang LIPI. Rancangan perubahan secara menyeluruh ditolak oleh Menpan,
hanya disetujui untuk penataan organisasi terbatas (pada struktur organik Eselon
II ke bawah). Menindaklanjuti rekomendasi Menpan tersebut, LIPI memperbaiki
usulan penataan organisasi di internal, dan pada bulan Agustus 2018 mengeluarkan
Surat Kepala LIPI Nomor B-8472/K/OT.01/VIII/2018 perihal Usulan Penataan
Organisasi LIPI ke Menpan RB. Secara paralel LIPI juga melaksanakan rapat internal
pembahasan struktur organisasi mulai juli s.d. oktober 2018. Akhir Oktober 2018,
mulai dilaksanakan rapat Pembahasan Antara LIPI dan Menpan RB. Secara parallel
LIPI juga melaksanakan koordinasi penyusunan dan penghitungan kebutuhan
formasi jabatan LIPI dan koordinasi pembahasan pilihan redistribusi SDM LIPI. LIPI
juga secara parallel melaksanakan pembahasan draft PerKa OTK.
Pada 19 Desember 2018, LIPI menyampaikan Rancangan akhir Peraturan LIPI
tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI ke Menpan. Proses pembahasan struktur
organisasi LIPI tidak melibatkan instansi lain (termasuk Kementerian Keuangan,
Kementerian Kumham, dan BKN), hanya Menpan RB dan LIPI. Pada saat penajaman
tugas dan fungsi terkait penelitian, ada keterlibatan dari Kemenristekdikti untuk
klarifikasi tugas dan fungsi, supaya jangan sampai ada yang tumpang tindih pada
nantinya.
Setelah rancangan struktur baru disetujui Menpan, baru dimintakan ANJAB
ABK. Namun dokumen ini tidak dipersiapkan secara komprehensif, hanya sampling
dari beberapa JFT saja. Selain itu juga hanya beberapa satker yang menyusun
ABK, secara komprehensif satu organisasi LIPI belum ada. Kemudian setelah ada
persetujuan dari Menpan, barulah LIPI dimintai evaluasi dengan menggunakan
Permenpan No.20 tahun 2018.
Kesulitannya yang LIPI hadapi salah satunya adalah penentuan waktu
pembahasan yang sering kali tidak ketemu dan persepsi antara Menpan dengan
LIPI. Perbedaan persepsi antara LIPI dengan Menpan misalnya tentang kebun raya
Bogor, dimana disitu ada kegiatan konservasi, edukasi, layanan wisata sehingga
tidak bisa disamakan dengan satker, namun pandangan Menpan, kebun raya harus
bisa menjadi satker.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 105
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Harmonisasi dilakukan oleh Biro Hukum, bukan lagi menjadi ranah Biro
Organisasi dan SDM. Setelah pengecekan Rancangan akhir Peraturan LIPI
tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI oleh Menpan, pada 28 Desember 2018 LIPI
menyerahkan Surat Kepala LIPI Nomor B-14045/HK/XII/2018 perihal Penyampaian
Pengharmonisasian Rancangan Peraturan LIPI ke Dirjen PP Kementerian Hukum dan
HAM. Untuk klarifikasi beberapa hal terkait penajaman tugas dan fungsi tersebut,
Kemenkumham memanggil LIPI dan Menpan RB. Saat proses harmonisasi, tidak
ada perubahan atau catatan dari KemenkumHAM. Pada tanggal 4 Januari 2019,
Kepala LIPI menerima Surat Dirjen PP Kumham Nomor PPE.PP.01.03-28 perihal
Penyampaian Hasil Pengharmonisasian Rancangan Peraturan LIPI. Kemudian
rancangan tersebut ditetapkan oleh Kepala LIPI menjadi Peraturan LIPI Nomor 1
Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI.

7. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi


Penataan organisasi perlu dipahami sebagai upaya optimalisasi dan efisiensi
yang berorientasi pada kinerja. Penataan organisasi secara menyeluruh sebagai salah
satu upaya untuk mencegah tumpang tindih pengkajian dan penerapan teknologi di
lingkungan BPPT. Proses Penataan organisasi di BPPT didasarkan pula pada visi dan misi
Presiden Joko Widodo dengan program yang disebut nawacita. Perubahan lingkungan
eskternal dan lingkungan strategis yang berpengaruh pada proses bisnis BPPT juga
menjadi faktor utama pula mengapa Penataan organisasi di BPPT dilakukan.
Tujuan dilaksanakannya penataan organisasi BPPT untuk mewujudkan organisasi
BPPT yang ramping, lebih tepat ukuran dan tepat fungsi sehingga mampu meningkatkan
efisiensi, efektifitas, produktivitas, transparansi, akuntabilitas, disiplin dan etos kerja, serta
menjaga harmonisasi kerja dengan kementerian dan lembaga lain dalam melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Pengertian
penataan organisasi adalah proses penetapan organisasi baru, penyempurnaan
nomenklatur, kedudukan, tugas, fungsi, struktur organisasi, peningkatan dan penurunan
kelas, eselon, perubahan lokasi dan wilayah kerja, serta penghapusan organisasi. Oleh
karena itu, ruang lingkup penataan organisasi BPPT adalah penetapan organisasi
baru eselon, penghapusan organisasi eselon, penyempurnaan nomenklatur eselon,
penyempurnaan tugas dan fungsi eselon, dan peningkatan dan penurunan eselon.
Dengan usulan organisasi baru, struktur organisasi BPPT menambah satu eselon II,
tetapi jumlah eselon III berkurang 43 unit, eselon IV berkurang 21 unit. Struktur organisasi
BPPT diharapkan lebih tepat fungsi dengan mengacu pada visi dan misi Presiden dan
positioning berbeda dengan K/L, lebih tepat ukuran dengan beban kerja yang lebih

106 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

seimbang pada setiap unit kerja, dan dapat melakukan harmonisasi kerja dengan K/L lain.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi:
BPPT mempunyai tugas melakukan pengembangan dan perekayasaan 12 fokus
bidang teknologi yang dimandatkan kepada lima kedeputian teknis. Dari pembagian
tugas tersebut tampak bahwa besarnya tanggung fokus bidang teknologi tidak merata
untuk seluruh kedeputian. Ada deputi yang bertanggung jawab empat bidang teknologi,
ada yang tiga, ada yang dua, dan ada yang hanya satu bidang teknologi yang menjadi
tanggung jawabnya. Ketidakmerataan tanggung jawab fokus teknologi ini berimplikasi
kepada anggaran dan SDM yang juga menjadi tidak merata. Dalam organisasi yang baik,
beban tugas dan tanggung jawab, anggaran serta SDM seharusnya merata untuk unit
organisasi dengan level yang sama. Meskipun tidak harus benar-benar merata, karena
memang sulit untuk sama, tetapi mestinya antar satu unit (deputi) dengan unit yang
lainnya tidak berbeda terlalu besar. Ketidakmerataan ini menjadikan organisasi menjadi
pincang, sehingga perlu dilakukan perubahan. Perubahan tersebut harus mendorong
setiap unit (kedeputian) memiliki beban, tanggung jawab dan sumberdaya yang tidak
berbeda secara signifikan dengan deputi lainnya.
Perubahan Nomenklatur pada Kementerian Ristek menjadi Kementerian Ristekdikti
pada pemerintahan Presiden Jokowidodo berpengaruh juga kepada Lembaga-lembaga
yang dikoordinasikan oleh kementerian Ristekdikti, tidak terkecuali di BPPT yang juga
harus melakukan penyesuaian nomenklatur akibat adanya perubahan nomenklatur di
Kementerian yang mengkoordinasi BPPT.
Berikut tahapan pelaksanaan penataan organisasi di BPPT:
a. Tahap Persiapan
Proses internal Penataan organisasi BPPT diawali dengan Penyusunan naskah
akademis yang dilakukan dengan pemahaman terhadap permasalahan yang
dihadapi oleh BPPT dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pemahaman juga
dilakukan terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) organisasi yang ada di eselon I
dan II. Selanjutnya juga dilakukan pemahaman terhadap maksud, tujuan penataan
organisasi. Selanjutnya dilakukan analisis atas data-data yang dikumpulkan tersebut.
Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan visi, misi dan strategi BPPT.
Rumusan visi, misi dan strategi tersebut kemudian dipaparkan melalui focus group
discussion (FGD) kepada para stakeholder yang memiliki kepentingan langsung
dengan organisasi di BPPT, Focus group discussion (FGD) juga dilakukan dengan
para pengambil kebijakan dalam lingkungan BPPT, seperti dengan Board Of
Executive (BOE), Kepala Biro SDM dan Organisasi, dan para kepala Unit Organisasi
untuk mendapatkan masukan atas kebutuhan penyusunan struktur organisasi

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 107
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

antara lain terkait proses bisnis, peraturan, dan kebijakan arahan Kepala BPPT. Untuk
memperjelas alur proses internal dalam melakukan Penataan organisasi di BPPT
disajikan dalam diagram proses berikut:

Gambar 3.3.
Proses Internal dalam Penataan Organisasi BPPT
Sumber: Naskah Akademik Penataan Organisasi BPPT, 2015

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


Diskusi dan pembahasan penataan organisasi BPPT dilakukan bersama
Kemenpan RB dan Kemenkeu. Dilakukan pembahasan tentang usulan Penataan
organisasi BPPT di Kemenpan RB beberapa kali kegiatan untuk mencapai atau
mendapatkan persetujuan Kemenpan RB.

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


Setelah mendapat persetujuan Kemenpan RB, dilaksanakan proses harmonisasi
di Kementerian Hukum dan HAM dengan tetap melibatkan Kemenpan RB.

B. ANALISIS PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/ LEMBAGA


Temuan dari masing-masing lokus kementerian/ lembaga menunjukkan
bahwa proses penataan organisasi di masing-masing kementerian/ lembaga sangat
bervariasi, baik mulai dari proses persiapan penataan organisasi, proses pengusulan dan
pembahasan, serta proses harmonisasi, penetapan dan pengundangan.

108 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dari berbagai praktek penataan organisasi di K/L, dapat digambarkan secara umum
mekanisme penataan organisasi di kementerian/ lembaga saat ini. Mekanisme penataan
organisasi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: (1) penataan organisasi
dengan Peraturan Presiden (perubahan struktur Eselon I) dan (2) penataan organisasi
dengan Peraturan Menteri/ Kepala Lembaga (perubahan struktur Eselon II ke bawah
atau penajaman tugas/ fungsi organisasi). Secara rinci, mekanisme penataan tersebut
diuaraikan di bawah ini:
1. Mekanisme Penataan organisasi dengan Peraturan Presiden (perubahan
struktur Eselon I)
a. Tahap Persiapan
1) K/L Pengusul melakukan Evaluasi Kelembagaan dan Analisis Kebutuhan
Organisasi (Output: Dokumen Kebutuhan pengembangan/ penataan
organisasi) g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
2) K/L Pengusul menyusun Naskah Akademik Penataan Organisasi (Output:
Naskah Akademik) g (Mekanisme/ SOP tersendiri)

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan


1) K/L Pengusul mengajukan Surat permohonan penataan organisasi dan
dokumen usulan penataan organisasi ke Kementerian PAN dan RB (dilengkapi
Dokumen Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Presiden)
2) K/L Pengusul mengajukan Surat permohonan izin prakarsa kepada Presiden
Melalui Kementerian yang mengkoordinasikannya
3) Kementerian PAN dan RB melakukan verifikasi terhadap usulan penataan
organisasi K/L Pengusul. Jika lengkap dan sesuai, lanjut ke tahap berikutnya,
Jika tidak Kementerian PAN dan RB mengembalikan Dokumen Usulan ke K/L
Pengusul untuk diperbaiki
4) Kementerian PAN dan RB mengajukan Izin Prakarsa untuk menyusun
Rancangan Perpres Penataan Organisasi ke Presiden c.q Menteri Sekretaris
Negara (dilengkapi Dokumen Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan
Presiden)
5) Presiden c.q Menteri Sekretaris Negara melakukan verifikasi Pengajuan Izin
Prakarsa untuk menyusun Rancangan Perpres Penataan Organisasi. Jika lengkap
dan sesuai, lanjut ke tahap berikutnya, Jika tidak Presiden c.q Menteri Sekretaris
Negara mengembalikan Dokumen Usulan kepada instansi pemrakarsa yaitu
Kementerian PAN dan RB untuk diperbaiki

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 109
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

6) Presiden c.q Menteri Sekretaris Negara memberikan Izin Prakarsa untuk


menyusun Rancangan Perpres Penataan Organisasi. (Surat dikirimkan kepada
Instansi Pemrakarsa, instansi pengusul hanya menerima tembusan)
7) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan usulan penataan organisasi
dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, LAN dan BKN, ditambah instansi
lain yang terlibat dan berhubungan secara koordinasi maupun substansi dari
organisasi instansi pengusul) (output: Surat Persetujuan MenpanRB berisi
Hasil Pembahasan Bagan Struktur Organisasi). Pada kegiatan ini membahas
gambaran umum organisasi baru, struktur organisasi sebelum dan sesudah
penataan organisasi, apakah ada penambahan eselon.
8) K/L Pengusul melakukan pembahasan secara internal di lingkungan
organisasinya terkait masukan dari insatansi-instansi terkait pada saat
pembahasan yang dilakukan pada nomor
9) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan Rancangan Perpres
penataan organisasi dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian Hukum
dan HAM, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, LAN dan
BKN. (output: Surat Persetujuan MenpanRB berisi Rancangan Perpres hasil
pembahasan). (pembahasan dilakukan secara pararel dan intens)

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan


1) Presiden c.q Menteri Sekretaris Negara melakukan verifikasi terhadap dokumen
Rancangan Perpres hasil Harmonisasi. Jika lengkap dan sesuai, lanjut ke No
18, Jika tidak Kementerian PAN dan RB mengembalikan Dokumen Usulan ke
Kementerian Hukum dan HAM untuk diperbaiki
2) Presiden c.q Menteri Sekretaris Negara melakukan konfirmasi terhadap
dokumen Rancangan Perpres hasil Harmonisasi ke K/L Pengusul, Kementerian
PAN dan RB dan Kementerian Hukum dan HAM.
3) Presiden c.q Menteri Sekretaris Negara meminta paraf Rancangan Perpres
hasil Harmonisasi ke Menteri/ Kepala Lembaga Pengusul, Menteri PAN dan RB,
Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Keuangan. (Output: Rancangan Perpres
berparaf ).
4) Menteri Sekretaris Negara menyerahkan Rancangan Perpres berparaf ke
Presiden untuk ditandatangani.
5) Presiden menandatangani/menetapkan Rancangan Perpres menjadi Perpres
(Output: Perpres ditetapkan).

110 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

6) Menteri Sekretaris Negara menyerahkan Perpres yang sudah ditetapkan ke


Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.
7) Kementerian Hukum dan HAM mengundangkan Perpres (Output: Perpres
diundangkan).
8) K/L Pengusul menerima Perpres tentang Kementerian/ Lembaga yang sudah
diundangkan.

Setelah K/L pengusul menerima Perpres tentang Kementerian/ Lembaga


yang sudah diundangkan, maka proses berikutnya adalah menyusun Rancangan
Peraturan tentang OTK K/L yang baru dengan proses internal dan eksternal sebagai
berikut:
d. Tahap Persiapan (2):
1) K/L pengusul menyusun Rancangan Peraturan tentang OTK K/L yang baru
(Output: Rancangan Peraturan & Bagan Struktur Organisasi)  (Mekanisme/
SOP tersendiri)
2) K/L pengusul menyerahkan Rancangan Peraturan tentang OTK K/L yang baru
ke Kementerian PAN dan RB

e. Tahap Pengusulan dan Pembahasan (2):


1) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan Rancangan Peraturan
tentang OTK K/L yang baru dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, LAN dan BKN. (output: Surat
Persetujuan MenpanRB berisi Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil
pembahasan).

f. Tahap Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan (2)


1) K/L Pengusul mengajukan Surat permohonan harmonisasi ke Kementerian
Hukum dan HAM.
2) K/L Pengusul melaksanakan rapat Pra Harmonisasi dengan mengundang
Kementerian Hukum dan HAM dan instansi terkait (Kementerian PAN dan RB,
Kementerian Keuangan, LAN dan BKN).
3) Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan proses harmonisasi. Jika
diperlukan Kementerian Hukum dan HAM dapat mengundang instansi lain
yang terkait. (Output: Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil harmonisasi)
4) Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan Rancangan Peraturan tentang
OTK K/L hasil harmonisasi ke K/L pengusul untuk ditetapkan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 111
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

5) K/L pengusul menetapkan Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil


harmonisasi menjadi Peraturan Menteri atau Peraturan Lembaga.
6) K/L pengusul menyerahkan Peratutan Menteri atau Peraturan Lembaga yang
sudah ditetapkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.
7) Kementerian Hukum dan HAM mengundangkan Peratutan Menteri atau
Peraturan Lembaga (Output: Peraturan Menteri atau Peraturan Lembaga
diundangkan).
8) Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan Peraturan Menteri atau Peraturan
Lembaga yang sudah di undangkan ke K/L Pengusul dan instansi terkait.
9) K/L Pengusul menyusun Rancangan Peraturan tentang Kelas Jabatan sesuai
OTK baru g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
10) K/L Pengusul melakukan koordinasi penganggaran sesuai dengan Kelas
Jabatan yang baru g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
11) K/L Pengusul melakukan penataan SDM sesuai OTK baru (Mekanisme/ SOP
tersendiri). g (Mekanisme/ SOP tersendiri)

Mekanisme penataan organisasi kementerian/ lembaga dengan Peraturan Presiden


(perubahan struktur Eselon I) tersebut, jika digambarkan secara siklus dapat dilihat dalam
bagan sebagai berikut:

MEKANISME PENATAAN ORGANISASI K/L (DENGAN PERPRES)

Gambar 3.4.
Mekanisme Penataan Organisasi K/L (dengan Perpres)

112 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 3.4. (lanjutan)


Mekanisme Penataan Organisasi K/L (dengan Perpres)

2. Mekanisme Penataan organisasi dengan Peraturan Menteri/ Kepala Lembaga


(perubahan struktur Eselon II ke bawah atau penajaman tugas/ fungsi
organisasi)
a. Tahap Persiapan:
1) K/L Pengusul melakukan Evaluasi Kelembagaan dan Analisis Kebutuhan
Organisasi (Output: Dokumen Kebutuhan pengembangan/ penataan
organisasi) g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
2) K/L Pengusul menyusun Naskah Akademik Penataan Organisasi (Output:
Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan OTK baru) g (Mekanisme/ SOP
tersendiri)

b. Tahap Pengusulan dan Pembahasan:


1) K/L Pengusul mengajukan Dokumen usulan penataan organisasi ke
Kementerian PAN dan RB (dilengkapi Dokumen Naskah Akademik dan
Rancangan Peraturan OTK baru)
2) Kementerian PAN dan RB melakukan verifikasi terhadap usulan penataan
organisasi K/L Pengusul. Jika lengkap dan sesuai, lanjut ke No 5, Jika tidak
Kementerian PAN dan RB mengembalikan Dokumen Usulan ke K/L Pengusul
untuk diperbaiki
3) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan usulan penataan organisasi
dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 113
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Keuangan, LAN dan BKN. (output: Surat Persetujuan MenpanRB berisi Hasil
Pembahasan Bagan Struktur Organisasi)
4) K/L pengusul menyusun Rancangan Peraturan tentang OTK K/L yang baru dari
Bagan Struktur Organisasi Hasil Pembahasan dan menyerahkan ke Kementerian
PAN dan RB
5) Kementerian PAN dan RB melakukan pembahasan Rancangan Peraturan
tentang OTK K/L yang baru dengan melibatkan: K/L Pengusul, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, LAN dan BKN. (output: Surat
Persetujuan MenpanRB berisi Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil
pembahasan)

c. Tahap Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan:


1) K/L Pengusul mengajukan Surat permohonan harmonisasi ke Kementerian
Hukum dan HAM.
2) K/L Pengusul melaksanakan rapat Pra Harmonisasi dengan mengundang
Kementerian Hukum dan HAM dan instansi terkait (Kementerian PAN dan RB,
Kementerian Keuangan, LAN dan BKN).
3) Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan proses harmonisasi. Jika
diperlukan Kementerian Hukum dan HAM dapat mengundang instansi lain
yang terkait. (Output: Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil harmonisasi)
4) Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan Rancangan Peraturan tentang
OTK K/L hasil harmonisasi ke K/L pengusul untuk ditetapkan.
5) K/L pengusul menetapkan Rancangan Peraturan tentang OTK K/L hasil
harmonisasi menjadi Peratutan Menteri atau Peraturan Lembaga.
6) K/L pengusul menyerahkan Peratutan Menteri atau Peraturan Lembaga yang
sudah ditetapkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.
7) Kementerian Hukum dan HAM mengundangkan Peratutan Menteri atau
Peraturan Lembaga (Output: Peratutan Menteri atau Peraturan Lembaga
diundangkan).
8) Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan Peratutan Menteri atau Peraturan
Lembaga yang sudah di undangkan ke K/L Pengusul dan instansi terkait.
9) K/L Pengusul menyusun Rancangan Peraturan tentang Kelas Jabatan sesuai
OTK baru g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
10) K/L Pengusul melakukan koordinasi penganggaran sesuai dengan Kelas
Jabatan yang baru g (Mekanisme/ SOP tersendiri)
11) K/L Pengusul melakukan penataan SDM sesuai OTK baru g (Mekanisme/ SOP
tersendiri).

114 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

MEKANISME PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/ LEMBAGA


DENGAN PERATURAN MENTERI/ KEPALA LEMBAGA
(perubahan struktur Eselon II ke bawah atau penajaman tugas/ fungsi organisasi)

Gambar 3.5.
Mekanisme Penataan Organisasi K/L dengan Peraturan Menteri/ Peraturan Lembaga

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 115
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

116 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB IV
PARADIGMA DAN MEKANISME PENATAAN
ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

A. PRINSIP AGENSIFIKASI

D
engan memperhatikan praktik di beberapa K/L dalam proses penataan organisasi
sebagaimana dijabarkan di bab sebelumnya, maka pada kajian ini disusun suatu
mekanisme penataan organisasi yang secara umum akan memberikan otonomi
bagi K/L dalam menyusun struktur organisasinya dengan menerapkan prinsip-prinsip
Agensifikasi.
Agensifikasi bukanlah fenomena baru di sektor publik. Secara historis, ada beberapa
alasan munculnya organisasi sektor publik yang otonom di berbagai negara dalam
kurun waktu yang berbeda. Selain disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk
mempromosikan layanan sosial dan kesejahteraan, proses agensifikasi yang dilakukan
khususnya setelah tahun 1980 merupakan cikal bakal reformasi sektor publik. Sama seperti
reformasi manajemen publik modern lainnya yaitu berkenaan dengan desentralisasi,
pengaturan kontrak, dan hasil manajemen yang bertumpu pada perbedaan klasik antara
pembentukan kebijakan dan implementasi kebijakan.1
Jika diambil garis besarnya dari berbagai referensi, Agensifikasi adalah penciptaan
organisasi untuk menjalankan program pemerintah sebagai pengganti struktur birokrasi
tradisional (departementalisasi) yang menggabungkan sebagian besar atau semua
fungsi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemerintah2. Agensifikasi
merupakan inti dari konsep New Public Management. Dalam konteks kajian ini, maka
secara umum prinsip-prinsip dari Agensifikasi yang dijadikan acuan dalam menerapkan
penataan organisasi K/L adalah dalam hal memberikan layanan publik yang lebih

1
Rizwan, A and Jadoon, M.Z. 2010. Agencification in Pakistan: A Comparative Study of Regulatory and
Service Delivery Agencies. Paper for the EGPA Conference, 7-10 September 2010, Toulouse, France
SG6: Governance of Public Sector Organizations
2
Talbot, C., Pollitt, C., Bathgate, K., Caulfield, J., Reilly, A., and Smullen, A. 2000, The Idea of Agency: Researching
the agencification of the (public service) world, paper for the American Political Studies Association
Conference, Washington DC, August.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 117
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

fleksibel, berorientasi pada kinerja, dan responsif. Menurut OECD, Agensifikasi memiliki
beberapa tujuan, yaitu: meningkatkan efisiensi, memperkuat dan memperjelas garis
tanggung jawab dan pertanggungjawaban, administrasi yang lebih profesional, dan
administrasi yang lebih berorientasi pada layanan yang ditempatkan lebih dekat dengan
masyarakat.
Otonomi dalam penataan organisasi K/L dengan menerapkan prinsip agensifikasi
dalam kajian ini dimaknai bahwa K/L memiliki penguasaan pengetahuan yang
komprehensif terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasinya dalam rangka
mencapai visi dan misi Presiden yang dibangun yang kemudian akan dijabarkan pada
suatu struktur organisasi. Komponen-komponen dalam suatu organisasi yang dimiliki
oleh suatu K/L antara lain sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana sangat
mempengaruhi strategi dalam pencapaian visi misi. Namun demikian, deskripsi otonomi
dalam penataan organisasi ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari norma-norma yang
berlaku dalam sistem pemerintahan saat ini.
Dengan menerapkan keotonomian yang mengacu pada prinsip teori agensifikasi,
penataan organisasi K/L harus tetap berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni :
1. Didasarkan pada visi misi, strategi dan pencapaian kinerja untuk mencapainya
(Structure Follows Strategy, Strategy Follows Performance)
2. Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan lingkungan strategis (Agile Organization)
3. Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya manusia, Anggaran, Sarana
Prasarana (Compatible Organization)

B. MEKANISME PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA


Dalam tataran peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, mengenai
wewenang kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur
negara telah tegas disebutkan perannya dalam penataan organisasi K/L. Pada penataan
organisasi setingkat eselon I, kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang
aparatur negara memiliki peran sebagai “jembatan” sebelum ditetapkan oleh Presiden.
Sedangkan untuk penataan organisasi setingkat eselon II ke bawah, kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara memiliki peran untuk
menyetujui. Meskipun telah tegas disebutkan wewenang dari kementerian yang
menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara, namun dalam praktiknya
masih terjadi mispersepsi mengenai makna dan bentuk persetujuan yang dimaksud.
Hal ini disebabkan belum ada deskripsi yang menyebutkan mengenai kewenangan dari
K/L pengusul terhadap proses penataan organisasi di K/L yang bersangkutan. Kondisi ini
menjadi titik pangkal diformulasikannya mekanisme penataan organisasi dalam kajian
ini.

118 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Hasil analisis dari beberapa K/L yang


diperoleh dari focused group discussion dan
wawancara mendalam yang kemudian
dianalisis dengan menerapkan keotonomian
yang berprinsip pada teori agensifikasi, maka
formulasi mekanisme penataan organisasi
K/L terdiri atas 2 tahap yakni:
1. Tahap Mekanisme Internal
Penggunaan istilah Mekanisme
Internal bukan dimaknai bahwa pada
Mekanisme Internal tidak boleh melibatkan
pihak lain misalnya konsultan, namun
untuk menegaskan bahwa inisiasi untuk
pengusulan penataan organisasi harus dari
K/L itu sendiri.
Pada mekanisme ini merupakan
proses yang dilakukan sepenuhnya oleh
K/L pengusul dalam menyusun rencana
penataan organisasi dengan urutan proses
sebagai berikut:
a. Menyusun Dokumen Evaluasi
Kelembagaan
Pada proses ini, K/L dapat
menggunakan pedoman evaluasi
kelembagaan instansi pemerintah,
ataupun dengan metode lain yang
hasilnya dapat digunakan sebagai
bahan organization development (OD).
Pada proses ini evaluasi dilakukan
terhadap desain organisasi K/L saat ini
yang mencakup mengenai Keselarasan
Internal, Kualitas Pelaksanaan dan
Kapasitas untuk Pembaharuan. Pada
dasarnya dalam proses ini dokumen
evaluasi kelembagaan harus sudah
tersusun terlebih dahulu sebagai bagian Gambar 4.1.
dari evidence based. Tahap Mekanisme Internal

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 119
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Hasil dari evaluasi kelembagaan ini berupa dokumen yang memuat informasi
yang rinci dan lengkap berkenaan dengan unsur-unsur kelembagaan di K/L. Pada
dasarnya dalam proses ini dokumen evaluasi kelembagaan harus sudah tersusun
terlebih dahulu sebagai bagian dari evidence based;

b. Menyusun Dokumen Analisis Kebutuhan Organisasi


Proses ini merupakan implementasi keotonomian K/L yang berprinsip pada
teori agensifikasi dengan menggunakan 3 (tiga) orientasi yakni:
1) Structure Follows Strategy, Strategy Follows Performance yakni didasarkan pada
visi misi, strategi dan pencapaian kinerja
2) Agile Organization, yakni adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan
strategis
3) Compatible Organization, yakni besaran organisasi didasarkan pada SDM,
anggaran dan sarana prasarana
(Contoh dokumen untuk 3 orientasi ini tercantum dalam lampiran laporan ini);

Dalam kajian ini, disampaikan data mengenai jumlah PNS dan data anggaran
belanja pegawai pada sejumlah K/L untuk dapat dijadikan referensi penataan
organisasi K/L. Sumber data tabel dibawah ini adalah :
1. Jumlah PNS : berdasarkan data BKN 2019
2. Belanja Pegawai dan Jumlah Anggaran adalah berdasarkan Laporan Realisasi
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja Tahun Anggaran
2018 (Audited), Mei 2019
Dengan adanya data berikut ini, diharapkan K/L dalam menata organisasinya
memperhatikan komponen-komponen yaang mempengaruhi besarnya organisasi.

Tabel 4.1. Data Jumlah PNS dan Anggaran Belanja Pegawai

prosentase
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian/Lembaga Jumlah PNS Pegawai
(Rp) (Rp)
terhadap total
anggaran
Kementerian Agama 237.718 35.772.161.121.423 59.380.999.210.267 60%
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 112.478 13.280.875.215.715 43.237.988.215.900 31%
Kementerian Keuangan 80.137 20.361.276.169.469 39.900.468.088.665 51%
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 61.101 6.306.574.297.290 12.641.689.503.527 50%
Kementerian Pertahanan 52.940 45.402.355.204.242 106.680.427.243.545 43%
Kementerian Kesehatan 49.044 5.016.492.763.916 57.348.657.406.677 9%
Mahkamah Agung RI 31.233 6.494.938.953.632 8.423.418.714.626 77%
Kementerian Perhubungan 31.058 3.535.208.820.295 45.075.741.354.758 8%
Kepolisian Negara 23.683 46.662.847.953.298 98.124.005.476.323 48%
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 22.583 2.631.721.467.832 102.483.648.452.279 3%
Kejaksaan Agung 22.300 3.214.731.010.681 6.118.788.586.384 53%
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 19.296 2.042.764.441.246 7.886.533.063.340 26%
Kementerian Pertanian 18.165 2.430.897.301.335 21.836.602.837.694 11% 2019
120 PUSAT
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI
17.429
NEGARA LEMBAGA
2.094.883.187.414
ADMINISTRASI
4.298.731.927.178
NEGARA
49%
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 16.419 1.917.981.838.419 7.180.934.725.456 27%
Badan Pusat Statistik 16.050 1.995.459.018.043 4.354.881.837.486 46%
prosentase
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian/Lembaga Jumlah PNS Pegawai
(Rp) (Rp)
terhadap total
KAJIAN EVALUASI
anggaran
Kementerian Agama KEBIJAKAN PENATAAN
237.718 ORGANISASI
35.772.161.121.423 KEMENTERIAN/LEMBAGA
59.380.999.210.267 60%
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 112.478 13.280.875.215.715 43.237.988.215.900 31%
Kementerian Keuangan 80.137 20.361.276.169.469 39.900.468.088.665 51%
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 61.101 6.306.574.297.290 12.641.689.503.527 50%
Kementerian Pertahanan 52.940 45.402.355.204.242 106.680.427.243.545 prosentase
43%
Kementerian Kesehatan 49.044 5.016.492.763.916 57.348.657.406.677 9%
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Mahkamah Agung RI Kementerian/Lembaga 31.233
Jumlah PNS 6.494.938.953.632 8.423.418.714.626 77%
Pegawai
(Rp) (Rp)
Kementerian Perhubungan 31.058 3.535.208.820.295 45.075.741.354.758 terhadap
8% total
Kepolisian Negara 23.683 46.662.847.953.298 98.124.005.476.323 48%
anggaran
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Agama 22.583
237.718 2.631.721.467.832 102.483.648.452.279
35.772.161.121.423 59.380.999.210.267 3%
60%
Kejaksaan Agung
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 22.300
112.478 3.214.731.010.681 43.237.988.215.900
13.280.875.215.715 6.118.788.586.384 53%
31%
Kementerian Agraria
Keuangan dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 19.296
80.137 2.042.764.441.246 39.900.468.088.665
20.361.276.169.469 7.886.533.063.340 26%
51%
Kementerian Pertanian
Hukum dan Hak Asasi Manusia 18.165
61.101 2.430.897.301.335
6.306.574.297.290 21.836.602.837.694
12.641.689.503.527 11%
50%
Badan Kependudukan
Kementerian Pertahanandan Keluarga Berencana Nasional 17.429
52.940 2.094.883.187.414 106.680.427.243.545
45.402.355.204.242 4.298.731.927.178 49%
43%
Kementerian Lingkungan
Kesehatan Hidup dan Kehutanan 16.419
49.044 1.917.981.838.419 57.348.657.406.677
5.016.492.763.916 7.180.934.725.456 27%
9%
Badan PusatAgung
Mahkamah Statistik
RI 16.050
31.233 1.995.459.018.043
6.494.938.953.632 4.354.881.837.486
8.423.418.714.626 46%
77%
Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Perhubungan 15.689
31.058 8.345.622.015.736 45.075.741.354.758
3.535.208.820.295 39.432.435.630.896 21%
8%
Kementerian
Kepolisian Kelautan dan Perikanan
Negara 13.465
23.683 1.842.935.277.585 98.124.005.476.323
46.662.847.953.298 6.097.370.854.297 30%
48%
KomunikasiUmum
Kementerian Pekerjaan dan Informatika
dan Perumahan Rakyat 8.881
22.583 400.706.908.212 102.483.648.452.279
2.631.721.467.832 4.896.423.011.011 8%
3%
Kementerian
Kejaksaan Dalam Negeri
Agung 7.435
22.300 747.258.581.185
3.214.731.010.681 3.075.274.973.631
6.118.788.586.384 24%
53%
Badan Pemeriksa
Kementerian Keuangan
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 6.934
19.296 1.935.394.391.927
2.042.764.441.246 3.543.596.769.013
7.886.533.063.340 55%
26%
Setjen KomisiPertanian
Kementerian Pemilihan Umum 6.630
18.165 1.216.398.024.288 21.836.602.837.694
2.430.897.301.335 20.863.508.822.050 6%
11%
Pengawasan Keuangan
Badan Kependudukan dan Pembangunan
dan Keluarga Berencana Nasional 6.170
17.429 951.831.224.384
2.094.883.187.414 1.555.660.994.182
4.298.731.927.178 61%
49%
Energi dan Sumber
Kementerian Lingkungan Daya
Hidup dan Mineral
Kehutanan 6.033
16.419 885.922.266.994
1.917.981.838.419 5.910.847.241.624
7.180.934.725.456 15%
27%
Kementerian
Badan Perindustrian
Pusat Statistik 4.996
16.050 683.586.736.719
1.995.459.018.043 2.628.110.102.894
4.354.881.837.486 26%
46%
Badan Pengawas
Kementerian Obat dandan
Pendidikan Makanan
Kebudayaan 4.717
15.689 475.778.964.428 39.432.435.630.896
8.345.622.015.736 1.915.261.699.349 25%
21%
Badan Meteorologi,
Kementerian KelautanKlimatologi dan Geofisika
dan Perikanan 4.658
13.465 525.403.077.382
1.842.935.277.585 1.732.200.292.273
6.097.370.854.297 30%
Lembaga IlmuKomunikasi
Kementerian Pengetahuan danIndonesia
Informatika 4.102
8.881 565.048.392.044
400.706.908.212 1.319.724.679.108
4.896.423.011.011 43%
8%
Sosial Negeri
Kementerian Dalam 3.913
7.435 471.787.790.216 41.234.142.871.044
747.258.581.185 3.075.274.973.631 1%
24%
Narkotika Nasional
Badan Pemeriksa Keuangan 3.450
6.934 476.917.743.154
1.935.394.391.927 1.687.699.739.723
3.543.596.769.013 28%
55%
Kementerian
Setjen KomisiLuar NegeriUmum
Pemilihan 3.424
6.630 3.373.674.823.399 20.863.508.822.050
1.216.398.024.288 7.543.768.275.922 45%
6%
Nasional Pencarian
Badan Pengawasan Keuangan dandan
Pertolongan
Pembangunan 3.421
6.170 347.514.628.106
951.831.224.384 2.181.517.621.809
1.555.660.994.182 16%
61%
Ketenagakerjaan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 3.395
6.033 402.989.197.496
885.922.266.994 3.754.418.642.841
5.910.847.241.624 11%
15%
Badan Pengkajian
Kementerian dan Penerapan Teknologi
Perindustrian 2.974
4.996 433.364.546.467
683.586.736.719 1.184.589.203.654
2.628.110.102.894 37%
26%
Kementerian
Badan PengawasPerdagangan
Obat dan Makanan 2.680
4.717 460.861.789.263
475.778.964.428 3.701.829.263.271
1.915.261.699.349 12%
25%
Kepegawaian Klimatologi
Badan Meteorologi, Negara dan Geofisika 2.566
4.658 329.074.850.118
525.403.077.382 977.287.729.279
1.732.200.292.273 34%
30%
Badan Tenaga
Lembaga Ilmu Nuklir Nasional
Pengetahuan Indonesia 2.369
4.102 355.040.869.883
565.048.392.044 818.425.109.478
1.319.724.679.108 43%
Sekretariat Negara
Kementerian Sosial 2.293
3.913 463.202.827.345 41.234.142.871.044
471.787.790.216 2.330.331.276.993 20%
1%
Kementerian
Badan NarkotikaDesa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 2.137
Nasional 3.450 214.433.233.366
476.917.743.154 5.460.676.358.438
1.687.699.739.723 4%
28%
Kementerian Pariwisata
Luar Negeri 1.856
3.424 261.305.732.625
3.373.674.823.399 3.532.973.240.084
7.543.768.275.922 7%
45%
Sekretariat Jenderal
Badan Nasional DPR RIdan Pertolongan
Pencarian 1.336
3.421 1.016.368.546.497
347.514.628.106 4.603.672.520.480
2.181.517.621.809 22%
16%
Lembaga Penerbangan
Kementerian dan Antariksa Nasional
Ketenagakerjaan 1.289
3.395 148.180.497.320
402.989.197.496 805.120.455.620
3.754.418.642.841 18%
11%
Kementerian Pemuda
Badan Pengkajian dan Olahraga
dan Penerapan Teknologi 1.147
2.974 87.726.417.414
433.364.546.467 8.698.786.394.521
1.184.589.203.654 1%
37%
Badan Siber dan
Kementerian Sandi Negara
Perdagangan 1.142
2.680 120.526.940.891
460.861.789.263 942.397.195.416
3.701.829.263.271 13%
12%
Lembaga Administrasi
Badan Kepegawaian Negara
Negara 1.060
2.566 143.220.123.815
329.074.850.118 320.823.395.798
977.287.729.279 45%
34%
Perpustakaan
Badan Tenaga Nasional RI
Nuklir Nasional 1.009
2.369 84.674.548.185
355.040.869.883 550.562.138.142
818.425.109.478 15%
43%
Badan Nasional
Kementerian Penempatan
Sekretariat Perlindungan TKI
Negara 915
2.293 109.433.463.778
463.202.827.345 372.838.639.289
2.330.331.276.993 29%
20%
Perencanaan
Kementerian Desa, Pembangunan
Pembangunan Daerah Nasional/Bappenas 826
Tertinggal dan Transmigrasi 2.137 155.691.045.921
214.433.233.366 2.521.328.065.990
5.460.676.358.438 6%
4%
Kementerian Koperasi
Pariwisatadan Usaha Kecil dan Menengah 806
1.856 102.839.304.644
261.305.732.625 858.493.948.940
3.532.973.240.084 12%
7%
Badan Informasi
Sekretariat Geospasial
Jenderal DPR RI 699
1.336 75.374.738.737
1.016.368.546.497 696.482.054.399
4.603.672.520.480 11%
22%
Badan Koordinasi
Lembaga Penanaman
Penerbangan Modal Nasional
dan Antariksa 676
1.289 124.417.949.241
148.180.497.320 480.686.624.859
805.120.455.620 26%
18%
Arsip NasionalPemuda
Kementerian Republik danIndonesia
Olahraga 640
1.147 84.018.523.695
87.726.417.414 189.857.701.021
8.698.786.394.521 44%
1%
Nasional
Badan Siber danPenanggulangan
Sandi Negara Bencana 592
1.142 54.597.022.631
120.526.940.891 7.104.710.113.723
942.397.195.416 1%
13%
Badan Keamanan
Lembaga Laut RI
Administrasi Negara 584
1.060 44.718.264.750
143.220.123.815 542.685.320.533
320.823.395.798 8%
45%
Badan Standardisasi
Perpustakaan Nasional
Nasional RI 573
1.009 44.452.555.128
84.674.548.185 177.860.815.080
550.562.138.142 25%
15%
Badan Intelijen
Nasional Negara
Penempatan Perlindungan TKI 567
915 277.795.577.797
109.433.463.778 5.628.574.279.113
372.838.639.289 5%
29%
Badan Pengawas
Kementerian PemilihanPembangunan
Perencanaan Umum Nasional/Bappenas 564
826 72.208.953.199
155.691.045.921 7.748.883.559.091
2.521.328.065.990 1%
6%
Kementerian Koordinator
Koperasi danBidang
Usaha Perekonomian
Kecil dan Menengah 558
806 90.734.621.345
102.839.304.644 438.909.045.673
858.493.948.940 21%
12%
Setjen Dewan Perwakilan
Badan Informasi Geospasial Daerah 521
699 312.527.851.130
75.374.738.737 1.028.746.974.417
696.482.054.399 30%
11%
Kementerian Pendayagunaan
Badan Koordinasi Penanaman Aparatur
Modal Negara dan Reformasi Birokrasi 477 676 71.852.712.173
124.417.949.241 303.962.692.520
480.686.624.859 24%
26%
Badan Pengusahaan
Arsip Nasional Kawasan
Republik Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Indonesia 429
640 data84.018.523.695
tdk tersedia data tdk tersedia
189.857.701.021 -
44%
Kementerian
Badan Nasional Koordinator BidangBencana
Penanggulangan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 402
592 54.982.570.007
54.597.022.631 269.028.176.044
7.104.710.113.723 20%
1%
Pengawas Tenaga
Badan Keamanan Laut RI Nuklir 399
584 55.696.579.799
44.718.264.750 166.120.887.327
542.685.320.533 34%
8%
Kementerian
Badan Badan Usaha
Standardisasi NasionalMilik Negara 372
573 48.701.098.828
44.452.555.128 227.448.357.037
177.860.815.080 21%
25%
Lembaga
Badan Ketahanan
Intelijen NegaraNasional RI 362
567 73.231.063.843
277.795.577.797 284.906.927.351
5.628.574.279.113 26%
5%
Kementerian
Badan PengawasPemberdayaan
Pemilihan Umum Perempuan dan Perlindungan Anak 342
564 39.627.029.366
72.208.953.199 516.882.550.241
7.748.883.559.091 8%
1%
PUSAT KAJIANKoordinator
Pusat Pelaporan
Kementerian KEBIJAKAN
dan AnalisisADMINISTRASI
Transaksi
Bidang NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI
Keuangan
Perekonomian 339 NEGARA 2019
558 69.628.280.061
90.734.621.345 137.888.656.568
438.909.045.673 50% 121
21%
Kementerian
Setjen DewanKoordinator
Perwakilan Bidang
Daerah Kemaritiman 336
521 34.838.040.911
312.527.851.130 273.877.085.415
1.028.746.974.417 13%
30%
Sekretariat Jenderal
Kementerian MPR
Pendayagunaan 331
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 477 86.170.975.942
71.852.712.173 899.004.298.328
303.962.692.520 10%
24%
Setjen Pengusahaan
Badan KOMNAS HAMKawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 303
429 data28.014.240.738
tdk tersedia data84.556.513.044
tdk tersedia 33%
-
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 806 102.839.304.644 858.493.948.940 12%
Badan Informasi Geospasial 699 75.374.738.737 696.482.054.399 11%
Badan Koordinasi Penanaman Modal 676 124.417.949.241 480.686.624.859 26%
Arsip Nasional Republik Indonesia 640 84.018.523.695 189.857.701.021 44%
KAJIAN
BadanEVALUASI
Nasional Penanggulangan Bencana 592 54.597.022.631 7.104.710.113.723 1%
KEBIJAKAN PENATAAN
Badan Keamanan Laut RI ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA 584 44.718.264.750 542.685.320.533 8%
Badan Standardisasi Nasional 573 44.452.555.128 177.860.815.080 25%
Badan Intelijen Negara 567 277.795.577.797 5.628.574.279.113 5%
Badan Pengawas Pemilihan Umum 564 72.208.953.199 7.748.883.559.091 1%
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 558 90.734.621.345 438.909.045.673 prosentase
21%
Setjen Dewan Perwakilan Daerah 521 312.527.851.130 1.028.746.974.417 30%
Belanja
Belanja Pegawai Total Anggaran
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga 477PNS
Jumlah 71.852.712.173 303.962.692.520 24%
Pegawai
(Rp) (Rp)
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 429 data tdk tersedia data tdk tersedia terhadap- total
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 402 54.982.570.007 269.028.176.044 20%
anggaran
Badan Pengawas
Kementerian AgamaTenaga Nuklir 399
237.718 55.696.579.799 59.380.999.210.267
35.772.161.121.423 166.120.887.327 34%
60%
Kementerian Badan Usaha Milikdan
Riset, Teknologi, Negara
Pendidikan Tinggi 372
112.478 48.701.098.828 43.237.988.215.900
13.280.875.215.715 227.448.357.037 21%
31%
Lembaga Ketahanan
Kementerian KeuanganNasional RI 362
80.137 73.231.063.843 39.900.468.088.665
20.361.276.169.469 284.906.927.351 26%
51%
Kementerian Pemberdayaan
Hukum dan HakPerempuan
Asasi Manusiadan Perlindungan Anak 342
61.101 39.627.029.366 12.641.689.503.527
6.306.574.297.290 516.882.550.241 8%
50%
Pusat Pelaporan
Kementerian dan Analisis Transaksi Keuangan
Pertahanan 339
52.940 69.628.280.061 106.680.427.243.545
45.402.355.204.242 137.888.656.568 50%
43%
Kementerian Koordinator
Kesehatan Bidang Kemaritiman 336
49.044 34.838.040.911 57.348.657.406.677
5.016.492.763.916 273.877.085.415 13%
9%
Sekretariat
Mahkamah Jenderal
Agung RI MPR 331
31.233 86.170.975.942
6.494.938.953.632 899.004.298.328
8.423.418.714.626 10%
77%
Setjen KOMNAS
Kementerian HAM
Perhubungan 303
31.058 28.014.240.738 45.075.741.354.758
3.535.208.820.295 84.556.513.044 33%
8%
Lembaga
KepolisianKebijakan
Negara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 293
23.683 30.227.197.503 98.124.005.476.323
46.662.847.953.298 204.834.895.617 15%
48%
Kepaniteraan dan Sekretariat
Kementerian Pekerjaan UmumJenderal Mahkamah
dan Perumahan Konstitusi RI
Rakyat 288
22.583 54.993.364.719 102.483.648.452.279
2.631.721.467.832 346.673.587.507 16%
3%
Badan Ekonomi
Kejaksaan AgungKreatif 266
22.300 19.634.556.304
3.214.731.010.681 656.123.626.899
6.118.788.586.384 3%
53%
Kementerian Koordinator Bidang
Agraria dan Tata Politik, Hukum
Ruang/Badan dan Keamanan
Pertanahan Nasional 248
19.296 57.070.605.464
2.042.764.441.246 231.677.581.328
7.886.533.063.340 25%
26%
Badan Nasional
Kementerian Penanggulangan Terorisme
Pertanian 231
18.165 22.882.584.473 21.836.602.837.694
2.430.897.301.335 536.401.055.886 4%
11%
Sekretariat Jenderal Komisi
Badan Kependudukan Yudisial Berencana Nasional
dan Keluarga 230
17.429 33.621.815.707
2.094.883.187.414 121.611.384.386
4.298.731.927.178 28%
49%
Ombudsman
Kementerian Republik
LingkunganIndonesia
Hidup dan Kehutanan 229
16.419 59.982.337.390
1.917.981.838.419 147.588.308.701
7.180.934.725.456 41%
27%
Setjen WANTANNAS
Badan Pusat Statistik 96
16.050 20.697.566.925
1.995.459.018.043 40.666.844.586
4.354.881.837.486 51%
46%
Lembaga Perlindungan
Kementerian Pendidikan Saksi
dandan Korban
Kebudayaan 74
15.689 data tdk tersedia
8.345.622.015.736 data tdk tersedia
39.432.435.630.896 -
21%
Badan Pembinaan
Kementerian Ideologi
Kelautan dan Pancasila
Perikanan 70
13.465 data tdk tersedia
1.842.935.277.585 data tdk tersedia
6.097.370.854.297 -
30%
Komisi Aparatur
Kementerian Sipil Negara
Komunikasi dan Informatika 60
8.881 data tdk tersedia
400.706.908.212 data tdk tersedia
4.896.423.011.011 -
8%
Sekretariat
Kementerian Kabinet
Dalam Negeri 51
7.435 179.679.363.692
747.258.581.185 297.801.385.134
3.075.274.973.631 60%
24%
Setjen Komisi Pemberantasan
Badan Pemeriksa Keuangan Korupsi 34
6.934 490.672.001.007
1.935.394.391.927 813.169.542.026
3.543.596.769.013 60%
55%
Badan
Setjen Nasional PengelolaUmum
Komisi Pemilihan Perbatasan 2
6.630 24.043.127.236 20.863.508.822.050
1.216.398.024.288 174.292.206.177 14%
6%
Setjen Komisi Pengawas
Badan Pengawasan Persaingan
Keuangan Usaha
dan Pembangunan 2
6.170 33.293.682.974
951.831.224.384 128.503.686.586
1.555.660.994.182 26%
61%
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 6.033 885.922.266.994 5.910.847.241.624 15%
Kementerian Perindustrian Sumber:4.996 BKN,2019 dan Dirjen 2.628.110.102.894
683.586.736.719 Anggaran, 2018,diolah.26%
Badan Pengawas Obat dan Makanan 4.717 475.778.964.428 1.915.261.699.349 25%
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika 4.658 525.403.077.382 1.732.200.292.273 30%
Lembaga Ilmuc. Menyusun
Pengetahuan Indonesia dokumen Naskah Akademik 4.102 565.048.392.044 1.319.724.679.108 43%
Kementerian Sosial 3.913 471.787.790.216 41.234.142.871.044 1%
Dokumen dari proses ini merupakan
Badan Narkotika Nasional 3.450 kompilasi dari 2 (dua)
476.917.743.154 proses sebelumnya.
1.687.699.739.723 28%
Format
Kementerian Luar Negeri penyusunan dokumen ini sesuai 3.424 dengan peraturan 7.543.768.275.922
3.373.674.823.399 perundang-undangan 45%
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan 3.421 347.514.628.106 2.181.517.621.809 16%
tentang teknik penyusunan naskah akademik;
Kementerian Ketenagakerjaan 3.395 402.989.197.496 3.754.418.642.841 11%
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 2.974 433.364.546.467 1.184.589.203.654 37%
Kementerian Perdagangan 2.680 460.861.789.263 3.701.829.263.271 12%
d. Negara
Badan Kepegawaian Menyusun rancangan peraturan 2.566organisasi
329.074.850.118 977.287.729.279 34%
Badan Tenaga Nuklir Nasional 2.369 355.040.869.883 818.425.109.478 43%
Kementerian SekretariatPadaNegaraproses ini dokumen meliputi 2.293 Rancangan
463.202.827.345Peraturan Presiden20%dan/
2.330.331.276.993
atauPembangunan
Kementerian Desa, Rancangan DaerahPeraturan
Tertinggal danKementerian/Lembaga
Transmigrasi 2.137 tentang5.460.676.358.438
214.433.233.366 OTK dan uraian4%tugas
Kementerian Pariwisata 1.856 261.305.732.625 3.532.973.240.084 7%
dilengkapi
Sekretariat Jenderal DPR RI dengan Bagan Struktur Organisasi. 1.336 1.016.368.546.497 4.603.672.520.480 22%
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 1.289 148.180.497.320 805.120.455.620 18%
Pada tahap mekanisme internal ini, seluruh kegiatan harus melibatkan
Kementerian Pemuda dan Olahraga 1.147 87.726.417.414 8.698.786.394.521 1%
Badan Siber dansemua unit lini di K/L dengan maksud
Sandi Negara 1.142 bahwa penataan organisasi
120.526.940.891 942.397.195.416merupakan
13%
Lembaga Administrasi Negara 1.060 143.220.123.815 320.823.395.798 45%
kehendak dan kepentingan bersama 1.009
Perpustakaan Nasional RI
bukan kepentingan
84.674.548.185
parsial. Pelibatan unit
550.562.138.142 15%
lini
Badan Nasional didokumentasikan
Penempatan Perlindungan dalam TKI bentuk notula. 915 109.433.463.778 372.838.639.289 29%
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas 826 155.691.045.921 2.521.328.065.990 6%
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 806 102.839.304.644 858.493.948.940 12%
2. Tahap Mekanisme Eksternal
Badan Informasi Geospasial 699 75.374.738.737 696.482.054.399 11%
Badan Koordinasi Penanaman Modal 676 124.417.949.241 480.686.624.859 26%
Arsip NasionalMekanisme
Republik Indonesiaini merupakan proses pengajuan 640 dokumen-dokumen
84.018.523.695 yang telah disusun
189.857.701.021 44%
Badan Nasional Penanggulangan Bencana 592 54.597.022.631 7.104.710.113.723 1%
pada tahap mekanisme internal. Sebagaimana
Badan Keamanan Laut RI 584
disebutkan diatas,542.685.320.533
44.718.264.750
bahwa kewenangan 8%
Badan Standardisasi Nasional 573 44.452.555.128 177.860.815.080 25%
Badan Intelijen Negara 567 277.795.577.797 5.628.574.279.113 5%
Badan Pengawas Pemilihan Umum 564 72.208.953.199 7.748.883.559.091 1%
122
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN 558ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA
90.734.621.345 ADMINISTRASI NEGARA
438.909.045.673 21% 2019
Setjen Dewan Perwakilan Daerah 521 312.527.851.130 1.028.746.974.417 30%
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 477 71.852.712.173 303.962.692.520 24%
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam 429 data tdk tersedia data tdk tersedia -
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dari kementerian yang menangani urusan


pemerintah di bidang aparatur negara telah
ditegaskan dalam suatu norma. Dengan
tetap menjunjung kewenangan yang
dimiliki, pada mekanisme ini diharapkan
lebih memperjelas kegiatan dan makna dari
kewenangan kementerian yang menangani
urusan pemerintah di bidang aparatur
negara. Demikian juga bagi K/L pengusul
harus pula telah mempersiapkan dokumen-
dokumen pada tahap mekanisme internal.
Dengan demikian proses pengajuan
hingga persetujuan dari kementerian yang
menangani urusan pemerintah di bidang
aparatur negara hingga akhirnya ditetapkan
sesuai dengan jenjang penataan organisasi
akan lebih transparan dan terukur.

Mekanisme ini terdiri atas 3 (tiga) urutan


proses yakni :
a. Verifikasi Dokumen
Proses ini merupakan
penterjemahan dari kewenangan
yang diberikan peraturan perundang-
undangan ke Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara dalam hal
penyusunan penataan organisasi oleh
K/L pengusul. Verifikasi disini dimaknai
bahwa K/L pengusul harus sudah
menyusun dokumen sebagaimana yang Gambar 4.2.
disebutkan pada Mekanisme internal Tahap Mekanisme Eksternal
dan dapat mempertanggungjawabkan
seluruh substansi yang telah disusun dan disepakati oleh seluruh lini di internalnya.
Dengan mengacu pada dokumen-dokumen yang telah disusun oleh K/L pengusul,
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara dapat
memberikan pandangan dan tanggapan terhadap dokumen-dokumen yang

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 123
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

diajukan dalam makna bersifat konsultatif. Pada proses ini penerapan otonomi
yang berprinsip teori agensifikasi harus dipahami oleh K/L pengusul dan juga oleh
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara.
Verifikasi juga dimaksudkan terhadap kesesuaikan isi dokumen yang disusun
pada mekanisme internal. Jika dokumen dan isi dokumen telah terpenuhi, maka
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara
mendistribusikan dokumen dokumen dimaksud kepada instansi terkait dengan
surat pengantar untuk dibahas di rapat konsolidasi;

b. Rapat Konsolidasi
Proses ini merupakan proses pelibatan beberapa K/L yang memiliki korelasi
dengan penataan organisasi yakni Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian
Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, LAN, BKN dan instansi lain yang memiliki
koordinasi dengan K/L pengusul dengan leading sector Kementerian yang menangani
urusan pemerintah di bidang aparatur negara. Konsolidasi disini merupakan proses
memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan sesuai dengan tugas fungsi
masing-masing dengan maksud bahwa usulan penataan organisasi suatu K/L tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah penataan organisasi. Dalam rapat konsolidasi
ini pihak-pihak yang hadir merupakan representatif dari masing-masing K/L yang
diberi kewenangan oleh pimpinan masing-masing untuk memberi keputusan dan
bukan sekedar pelengkap atau pelegitimasi dalam hal penetapan suatu keputusan.
Apabila dari pandangan, tanggapan dan pertimbangan pada rapat konsolidasi
terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh K/L pengusul yang memerlukan
koordinasi internal, maka rapat konsolidasi dapat dilakukan 1 (satu) kali lagi hingga
diperoleh paraf dari semua representatif peserta rapat di dokumen dokumen yang
diajukan oleh K/L pengusul sebagai bentuk persetujuan.

c. Harmonisasi dan Penetapan


Proses ini mengikuti prosedur sesuai dengan jenjang penataan organisasi yakni
apabila penataan organisasi pada jenjang Eselon I, maka prosedur penetapan oleh
Presiden diterapkan. Demikian juga apabila proses penataan organisasi hanya pada
jenjang eselon II ke bawah, maka prosedur penetapan oleh pimpinan K/L diterapkan.
Mekanisme Internal dan Mekanisme Eksternal ini disusun untuk lebih
memberikan kejelasan kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu
yang dibutuhkan bagi Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang
aparatur negara dan K/L pengusul penataan organisasi.

vvv

124 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

P
ada kajian ini, ditemukan kondisi penataan organisasi pada beberapa K/L yang
secara umum permasalahannya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) hal besar,
yakni ruang lingkup kewenangan dan panduan yang belum tersedia. Ruang
lingkup kewenangan meliputi kewenangan kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara dan kewenangan bagi K/L pengusul yang belum
terdefinisi dengan jelas.
Disamping dua hal besar tersebut, terjadi inkonsistensi penerapan regulasi dalam
penyusunan desain organisasi pada beberapa K/L. Inkonsistensi penerapan regulasi
ini antara lain peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini yaitu Peraturan
Presiden No. 7 tahun 2015 sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden
Nomor 68 tahun 2019 dengan Peraturan Presiden lainnya yang mengatur K/L.
Kemudian terjadi pula perbedaan perspektif dalam hal penentuan nomenklatur
antara kementerian pengusul dengan kementerian yang memfasilitasi penataan
organisasi. Walaupun tidak terjadi pada semua K/L yang menjadi sampling kajian
ini, namun ditemukan juga aspek non teknis yang mempengaruhi proses penataan
organisasi.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka diperlukan pedoman penataan
organisasi yang menerapkan prinsip-prinsip agensifikasi, dengan memberikan otonomi
kepada K/L dalam menata organisasinya.

B. REKOMENDASI
1. Penataan organisasi K/L sebaiknya mengacu pada prinsip teori agensifikasi, yang
harus tetap berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni :
a. Didasarkan pada visi misi, strategi dan pencapaian kinerja (Structure Follows
Strategy, Strategy Follows Performance)

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 125
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

b. Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan lingkungan strategis (Agile


Organization)
c. Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya manusia, Anggaran, Sarana
Prasarana (Compatible Organization)

2. Pedoman penataan organisasi kementerian/lembaga sebaiknya mengatur


mekanisme internal maupun eksternal yakni:
a. Tahap Mekanisme Internal
1) Menyusun Dokumen Evaluasi Kelembagaan
2) Menyusun Dokumen Analisis Kebutuhan Organisasi
3) Menyusun Dokumen Naskah Akademik
4) Menyusun rancangan peraturan organisasi
b. Tahap Mekanisme Eksternal
1) Verifikasi Dokumen
2) Rapat Konsolidasi
3) Harmonisasi dan Penetapan

Mekanisme Internal dan Mekanisme Eksternal ini disusun untuk lebih


memberikan kejelasan kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu
yang dibutuhkan bagi Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang
aparatur negara dan K/L pengusul penataan organisasi.

3. Seiring dengan perkembangan global, maka proses-proses sebagaimana dijabarkan


pada mekanisme internal dan mekanisme eksternal pada penataan organisasi
K/L diatas, kedepannya harus menerapkan sistem teknologi dan digitalisasi
(e-organizational structuring - eOS). Dengan penerapan teknologi dan digitalisasi,
maka transparansi proses penataan organisasi K/L dapat lebih efektif, efisien dan
terukur.

vvv

126 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
DAFTAR PUSTAKA

Bahrami, H. (1992). The Emerging Flexible Organization: Perspectives from Silicon Valley.
California Management Review, Vol. 34 No. 4, pp. 33-52
Bertalanffy, Ludwig von.1973. General System Theory: Foundation Development Applications.
Pinguin Books. Middlesex
Browne, J., Devlin, J., Rolstadas, A., Andersen, B. 1997. Performance measurement: the ENAPS
approach. Int. J. Bus. Transform. 1, 73–84.
Burke, W Warner. 2002. Organization Change, Theory & Practice. Sage Publication. London.
Cunllife, Anne L, 2008, Organization Theory, Sage Publication, London, UK
Daft, L Richard, 2009, Organization Theory and Design, Tenth Edition, Cengange Learning,
Mason, USA.
Donaldson, Lex. 2001. Structural Contingency Theory. Sage Publications.London.
Dove, R. (1996). Business Practices Critical to Early Realization of Agile Enterprise. Project Report.
Paradigm Shift International.
Dwiyanto, Agus. 2014. Administrasi Publik: Desentralisasi Kelembagaan Dan Aparatur Sipil
Negara. UGM Press. Jakarta
Edwards III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Congressional Quarterly Press.
Washington, D.C.
Gareth R. Jones. 1994. Organizational theory: text and cases. Prentice Hall. New Jersey.
Gosselin, M. 2005. An empirical study of performance measurement in manufacturing
organizations. Int. J. Prod. Perform. Manag. 54(5/6), 419–437.
Hayes, Robert H., and Pisano Gary P., 1994, Beyond World-Class: The New Manufacturing
Strategy, Harvard Business Review, JanuaryFebruary,pp. 77-86.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 127
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Heckl, D., Moormann, J. 2010. Process performance management. In: Handbook on Business
Process Management, vol. 2, pp. 115–135. Springer, Berlin.
Heckl, D., Moormann, J. and Rosemann, M. (2010), «Uptake and success factors of Six Sigma in
the financial services industry”. Business Process Management Journal, Vol. 16 No. 3, pp.
436-472.England.
Johnston Michael. 1997. The Search for Definition; the Vitality of Politics and the Issue of Corruption”.
In International Social Science Journal Vol.48.
Judge, W.Q.; dan Miller, A. (1991). Antecedents and Outcomes of Decision Speed in Different
Environmental Contexts. Academy of Management Journal.
Kaplan, Robert S dan Norton, P David. 2001. The Strategy Focused Organization, How Balanced
Score Card companies thrive in the new business environment. Harvard Business School
Press.
Leksana TH.2019. “Menuju Organisasi dan Kepemimpinan Agile di Era VUCA dan Digitalisasi”,
diakses dari www. sscleadership.com
Locke, E. A., & Latham, G. P. 2004. A theory of goal setting and task performance. Prentice Hall.
Englewood Cliffs, NJ.
Marquardt, M.J.1996. Building the Learning Organization. McGraw-Hill. New York.
Miles, M.B, Huberman, A.M, (1994). Qualitative data analysis, 2nd ed. Sage Publication. USA.
Mintzberg, Henry, 1993, Structure in Fives, Designing Effective Organizations, Prentice Hall
International, Inc., New Jersey.
Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Mustamu “Memahami Konsep VMOS, 7s Mc Kinsey, dan Personal Value”, diakses dari https://
mustamu. wordpress.com/ 2009/01 /12/memahami-vmos/
Vincent Gaspersz. 2003. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balance Scorecard Dengan Six
Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Popovich, Mark G. (editor). 1998. Creating High-Performance Government Organization. Jossey-
bass Publisher. San Francisco.
Parmenter, David. 2009. Key performance indicators: pengembangan, implementasi, dan
penggunaan KPI terpilih. alih bahasa, Sari Sutjahjani. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN. 2012. Kajian Efektifitas dan Efisiensi Kelembagaan:
Pemetaan Tugas dan Fungsi serta Penyusunan Instrumen Rightsizing. LAN Press. Jakarta.

128 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Rizwan, A and Jadoon, M.Z. 2010. Agencification in Pakistan: A Comparative Study of Regulatory
and Service Delivery Agencies. Paper for the EGPA Conference, 7-10 September 2010,
Toulouse, France SG6: Governance of Public Sector Organizations.
Richard M. Steers, Gerardo R. Ungson, Richard T. Mowday. 1985. Managing Effective
Organizations: An Introduction. Volume 1. Kent Publishing Company. 
Rosenbloom, David H. & Kravchuk, 2005. Public Administration: Understanding Management,
Politics, and Law in the Public Sector. McGraw-Hill.
Rollinson, Derek.2005. Organisational Behaviour and Analysis: An Integrated Approach.
Prentice Hall Financial Times
Sadler, Philips. 2001. The Seamless Organization, Building the Company of Tomorrow, Kogan
Page Limited, London, UK
Sambamurthy, V. (2007). Enterprise Agility & Information Technology Management. Michigan
State University available at: http://misrc.umn.edu/seminars/slides/2007/MISRC%20
Presentation%20Novem er%202007BW.pdf
Schnackenberg, A., Singh, J. & Hill, J. (2011). Theorizing capabilities of organizational agility:
A paradox framework. Paper presented at Academy of Management (AOM) Annual
Meeting. San Antonio.
Starling, Gorver, 2005, Managing the Public Sector, Thompson Wadsworth, Belmont, USA.
Stiglitz, J.E. 2000. Economics of the Public Sector, 3rd ed. Norton & Company.USA.
Siagian, Sondang P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Sull, D. (2009). How to Thrive In Turbulent Markets. Harvard Business Review, Vol 87 No. 2, pp.
78-88.
Sutarto, 1993, Dasar-Dasar Organisasi, Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung
Talbot, C., Pollitt, C., Bathgate, K., Caulfield, J., Reilly, A., and Smullen, A. 2000. The Idea of Agency:
Researching the agencification of the (public service) world. paper for the American Political
Studies Association Conference, Washington DC, August.
Tallon, PP. & Pinsonneault, A. (2011). Competing perspectives on the link between strategic
information technology alignment & organizational agility: Insights from a mediation
model. MIS Quarterly,Vol. 35 No. 2, pp: 463-486.
T Handoko, Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogyakarta.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 129
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Tukiran, Martinus. 2016. Membangun Organisasi Unggul. Leutikaprio. Jakarta.


Wheelen dan Hunger (2008) menyatakan bahwa implementasi strategi adalah proses
mewujudkan strategi yang telah diformulasikan ke dalam aksi melalui serangkaian
program
Wilensky, Robert. 1983. Planning and Understanding: A Computational Approach to Human
Reasoning. Addison-Wesley Publishing Company Advanced Book Program.
Ziblat, D. and O’Dwyer, C., (2003), Does Decentralization Make Government More Efficient and
Effective?. Paper presented at the annual meeting of the American Political Science
Association. Philadelphia Marriot Hotel, Philadelphia.
KMK Nomor 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Organisasi Kementerian
Keuangan
Levitt, M. William, 2000, Manual of Organization Design, di download pada http://courses.lib.
odu .edu/business/wleavitt/Org.Design.doc.

vvv

130 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
Pedoman Penataan Organisasi
Kementerian/Lembaga

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019 131
KAJIAN EVALUASI
KEBIJAKAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

132 PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

O
rganisasi dipahami sebagai suatu sistem yang dinamis, yang dibentuk dari
beberapa aspek antara lain sumber daya manusia, struktur, tata hubungan,
fungsi, proses atau aktivitas, tata nilai, prosedur dan tata aturan, serta tujuan yang
hendak dicapai. Secara umum, penggunaan terminologi organisasi diidentikkan dengan
terminologi lembaga. Dengan demikian, penggunaan terminologi organisasi dalam
pedoman ini dapat disamakan dengan terminologi kelembagaan, yang secara spesifik
merujuk pada organisasi atau lembaga instansi pemerintah. Secara khusus, pedoman
penataan organisasi ini ditujukan hanya untuk penataan di tingkat Kementerian/
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), tidak mencakup penataan di tingkat
pemerintah daerah.
Organisasi instansi pemerintah merupakan suatu entitas yang terikat pada rencana
pembangunan pemerintah pusat. Sebagai negara kesatuan, seluruh organisasi instansi
pemerintah diberi tugas dan fungsi untuk mewujudkan tujuan pemerintahan yang
diterjemahkan dari visi dan misi dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Dengan
demikian, pelaksanaan kegiatan organisasi merupakan penjabaran dari visi dan
misi yang dituangkan ke rencana strategis dan diturunkan ke dalam program dan
kegiatan organisasi. Strategi organisasi pada dasarnya merupakan pedoman di dalam
mengimplementasikan proses organisasi. Di dalam strategi organisasi dirumuskan
berbagai sasaran strategis dan proses organisasi dilaksanakan dan dikembangkan untuk
mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan visi dan misi serta
tujuan pokok organisasi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, organisasi dibekali
dengan sumber daya, seperti sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana,
dan kewenangan yang telah diturunkan dari peraturan perundang-undangan.
Struktur organisasi merupakan aspek pokok organisasi yang menjabarkan
keseluruhan tugas dan fungsi organisasi. Secara ideal struktur organisasi harus

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 133
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

menggambarkan proses organisasi yang dinamis sebagai konsekuensi dari adaptasi


terhadap dinamika perubahan lingkungan, baik dalam lingkup internal dan eksternal.
Proses organisasi yang efektif biasanya berlaku dalam kurun waktu tertentu. Akibat
dari perubahan lingkungan, proses organisasi dapat menjadi kurang relevan yang
membutuhkan pembaharuan proses serta struktur organisasi yang baru. Oleh karena itu
dalam membentuk struktur organisasi, yang perlu diperhatikan adalah dasar filosofis dan
urgensi dari apa yang menyebabkan suatu organisasi atau unit kerja tersebut dibutuhkan.
Perspektif dinamis menjadi orientasi dalam rangka menyusun unit kerja yang
merupakan gambaran dari penterjemahan tugas dan fungsi untuk mencapai tujuan
organisasi. Oleh sebab itu, suatu organisasi yang dinamis ialah organisasi yang adaptif
dan responsif terhadap perubahan lingkungan. Disamping itu, keseluruhan proses
organisasi yang merupakan gambaran berlangsungnya aktivitas organisasi harus
mampu menciptakan dan memelihara rantai nilai-nilai organisasi (organization value
chain) dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang dinamis. Keseluruhan interaksi
dan aktivitas organisasi harus memiliki keselarasan satu sama lain.
Penataan organisasi pada dasarnya merupakan usaha menata, membentuk,
menggabungkan, memecah atau membubarkan organisasi atau unit kerja. Penataan
organisasi dalam hal ini instansi pemerintah, memiliki banyak tujuan diantaranya
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi instansi pemerintah secara
proporsional sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas masing-masing, sehingga
organisasi instansi pemerintah menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).
Dalam melakukan penataan, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh
Kementerian/Lembaga (seterusnya akan disingkat K/L) yaitu evaluasi kelembagaan
dan analisis kebutuhan organisasi (organizational need analysis). Evaluasi kelembagaan
dilakukan dalam rangka mendapatkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan untuk
melakukan penataan organisasi ke depan. Beberapa tujuan dari melaksanakan evaluasi
kelembagaan diantaranya, untuk dijadikan landasan bagi instansi pemerintah dalam
memperbaiki, menyesuaikan, dan menyempurnakan struktur dan proses organisasi
yang sesuai dengan lingkungan strategisnya.
Dalam melakukan penataan organisasi atau struktur yang baru, diperlukan adanya
prinsip atau konsep dasar yang diatur oleh organisasi. Pada pedoman ini, prinsip penataan
organisasi yang diterapkan adalah prinsip struktur harus mengikuti strategi organisasi
(structure follows strategy). Tujuan utama dari tersusunnya struktur adalah untuk mengatur
sumber daya organisasi sedemikian rupa sehingga dapat menerjemahkan strategi
yang akan digunakan. Yang memahami dan menguasai dari tujuan organisasi adalah
organisasi itu sendiri. Oleh karenanya, organisasi harus dapat mengartikulasikan hal-hal
yang memungkinkan agar struktur yang disusun akan mampu untuk membangun

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


134 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

organisasi yang efektif. Dengan demikian struktur merupakan wadah bagi seluruh
strategi-strategi organisasi.
Dalam melakukan penataan organisasi, terdapat pengaturan bahwa penataan
organisasi pemerintahan dilakukan berdasarkan evaluasi kelembagaan dan analisis
kebutuhan organisasi. Namun demikian, dalam implementasinya, masih ditemukan
beberapa K/L yang struktur organisasinya belum sesuai dengan pengaturan dalam
Peraturan Presiden dimaksud. Sebagai contoh adalah tentang jumlah Biro pada suatu
Kementerian yang sesuai peraturan disebutkan bahwa Sekretariat Jenderal terdiri atas
paling banyak 5 (lima) Biro. Sesuai data yang tersaji dalam situs resminya, terdapat
untuk Kementerian yang memiliki jumlah Biro dibawah Sekretariat Jenderal adalah 6
(enam), bahkan pada satu kementerian lainnya jumlah Biro dibawah Sekretariat Jenderal
berjumlah 7 (tujuh). Hal-hal tersebut merupakan data akurat bahwa terdapat perbedaan
antara peraturan dan praktik yang terjadi.
Sejalan dengan program reformasi birokrasi yakni penyederhanaan proses,
pengurangan Jabatan Administrasi, maka penataan organisasi harus diarahkan
pada upaya transformasi mewujudkan organisasi yang berkinerja. Ketiadaan
pedoman penataan organisasi pemerintah yang berlaku nasional selama ini menjadi
permasalahan dalam proses penataan organisasi, seperti disebutkan di awal terkait
perbedaan struktur organisasi dengan pengaturannya, waktu penataan yang memakan
waktu lama maupun ketidakjelasan wewenang antar lembaga terkait yang terlibat
dalam pembahasan penataan organisasi. Oleh karena itu diperlukan suatu petunjuk
(guidance) yang menjadi acuan bagi penataan organisasi, sehingga hasil dari penataan
organisasi menghasilkan struktur organisasi K/L yang memenuhi asas-asas kebutuhan
organisasi serta berpegangan pada prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing).
Penataan organisasi harus dimaknai sebagai kegiatan strategis yang harus dilakukan
untuk membangun organisasi instansi pemerintah yang mampu beradaptasi dengan
dinamika lingkungan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari Pedoman penataan organisasi Kementerian/Lembaga ini
yaitu menjadi acuan bagi K/L dalam melakukan penataan organisasi yang agile untuk
mencapai visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden.

C. Ruang Lingkup
Pedoman penataan organisasi Kementerian/Lembaga ini mencakup konsep dan
mekanisme dalam penataan organisasi Kementerian/Lembaga.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 135
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Konsep penataan organisasi dalam pedoman ini mengurai mengenai :


1. Prinsip Agensifikasi,
2. Evaluasi Kelembagaan,
3. Analisis Kebutuhan Organisasi,

Sedangkan untuk mekanisme penataan organisasi terdiri atas 2 tahap yakni :


1. Mekanisme Internal
a. Menyusun Dokumen Evaluasi Kelembagaan
b. Menyusun Dokumen Analisis Kebutuhan Organisasi yang berorientasi pada:
1) Struktur mengikuti strategi organisasi (Structure Follows Strategy), Strategi
organisasi yang mengikuti capaian kinerja (Strategy Follows Performance)
2) Organisasi yang lincah (Agile Organization)
3) Kesesuaian Organisasi (Compatible Organization)
c. Menyusun Dokumen Naskah Akademik
d. Menyusun Rancangan Peraturan Organisasi

2. Mekanisme Eksternal
a. Verifikasi,
b. Rapat Konsolidasi,
c. Harmonisasi dan Penetapan

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


136 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB II
KONSEP PENATAAN ORGANISASI

P
edoman ini disusun untuk memberikan kejelasan mengenai konsep penataan
organisasi yang secara umum akan menerapkan keotonomian dengan tetap mengacu
pada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden yang berprinsip pada teori agensifikasi.
Prinsip umum yang harus dipegang oleh instansi yang mengusulkan penataan organisasi
adalah bahwa organisasi tersebut telah memahami secara komprehensif tentang prosedur
penataan organisasi pada tahap internal, yakni mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan, dokumen-dokumen yang dibutuhkan, serta kualitas dokumen itu sendiri sehingga
pada tahap selanjutnya yaitu pada tahap eksternal, instansi yang memfasilitasi kegiatan
penataan organisasi K/L akan melakukan proses verifikasi hasil dokumen penataan organisasi
K/L pengusul. Berdasarkan konsep ini, diharapkan akan lebih memberikan keleluasaan dan
kewenangan kepada instansi pengusul dalam merumuskan dan mendesain organisasi yang
dibutuhkan untuk mencapai visi dan misi serta kinerja organisasi. Disamping itu dengan
konsep agensifikasi dalam penataan organisasi K/L diharapkan akan memangkas proses yang
panjang.
Pada bab ini diuraikan konsep-konsep yang berkaitan dengan penataan organisasi agar
didapat pemahaman yang integral sebelum menerapkan mekanisme penataan organisasi
pada bab berikutnya. Dalam konteks regulasi, pedoman ini tetap memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku namun juga memberikan suatu solusi apabila dalam
peraturan perundang-undangan dimaksud belum jelas atau belum mengatur.

A. Prinsip Agensifikasi
Agensifikasi bukanlah fenomena baru di sektor publik. Secara historis, ada beberapa
alasan munculnya organisasi sektor publik yang otonom di berbagai negara dalam
kurun waktu yang berbeda. Selain disebabkan adanya intervensi pemerintah untuk
mempromosikan layanan sosial dan kesejahteraan, proses agensifikasi yang dilakukan
khususnya setelah tahun 1980 merupakan cikal bakal reformasi sektor publik. Sama
seperti reformasi manajemen publik modern lainnya, Agensifikasi juga berkenaan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 137
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dengan desentralisasi, pengaturan kontrak, dan hasil manajemen yang bertumpu pada
perbedaan klasik antara pembentukan kebijakan dan implementasi kebijakan.
Jika diambil garis besarnya dari berbagai referensi, Agensifikasi adalah penciptaan
organisasi untuk menjalankan program pemerintah sebagai pengganti struktur
birokrasi tradisional (departementalisasi) yang menggabungkan sebagian besar atau
semua fungsi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemerintah. Agensifikasi
merupakan inti dari konsep New Public Management.
Dalam pedoman ini, prinsip-prinsip dari Agensifikasi yang dijadikan acuan dalam
menerapkan penataan organisasi K/L adalah:
1. Memberikan layanan publik yang lebih fleksibel,
2. Berorientasi pada kinerja, dan
3. Responsif

Tujuan dari penerapan Prinsip Agensifikasi ini adalah :


1. Meningkatkan efisiensi,
2. Memperkuat dan memperjelas garis tanggung jawab dan pertanggungjawaban,
3. Administrasi yang lebih profesional, serta
4. Administrasi yang lebih berorientasi pada layanan yang ditempatkan lebih dekat
dengan masyarakat.

Kewenangan yang lebih luas dalam penataan organisasi K/L dengan menerapkan
prinsip agensifikasi dalam pedoman ini dimaknai bahwa K/L memiliki penguasaan
pengetahuan yang komprehensif terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasinya
dalam rangka mencapai visi dan misi yang dibangun yang kemudian akan dijabarkan
pada suatu struktur organisasi. Komponen-komponen dalam suatu organisasi yang
dimiliki oleh suatu K/L antara lain sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana
sangat mempengaruhi strategi dalam pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil
Presiden. Namun demikian, deskripsi kewenangan yang lebih luas dalam penataan
organisasi ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari norma-norma yang berlaku dalam
sistem pemerintahan saat ini.
Dengan penerapan kewenangan yang lebih luas yang mengacu pada prinsip
agensifikasi dalam penataan organisasi K/L, maka dalam prosesnya K/L juga harus tetap
berorientasi pada 3 (tiga) hal yakni:
1. Didasarkan pada visi dan misi serta strategi untuk mencapainya (Structure Follows
Strategy) dan berorientasi pada target pencapaian kinerja (Strategy Follows
Performance),

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


138 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

2. Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan lingkungan strategis (Agile Organization),


3. Besaran organisasi didasarkan pada sumber daya manusia, Anggaran, Sarana
Prasarana (Compatible Organization).

B. Evaluasi Kelembagaan
Saat ini, untuk melakukan evaluasi kelembagaan terdapat peraturan perundang-
undangan tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Instansi Pemerintah. Dalam
peraturan tersebut, evaluasi kelembagaan yang dilakukan di K/L mencakup 2 (dua)
dimensi pokok organisasi, yakni struktur dan proses organisasi.
Dimensi struktur mencakup tiga subdimensi sebagai berikut:
1. Kompleksitas
Kompleksitas adalah banyaknya tingkat diferensiasi yang dilakukan dalam
pembagian kerja (division of labor)
2. Formalisasi
Formalisasi merupakan suatu kondisi dimana aturan-aturan, prosedur, instruksi, dan
komunikasi dibakukan
3. Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana kewenangan (authority) dalam pengambilan
keputusan-keputusan organisasi berada pada manajemen tingkat tinggi.

Dimensi proses organisasi mencakup 5 (lima) subdimensi, yakni:


1. Keselarasan (alignment);
Keselarasan (alignment) antara strategi organisasi dengan visi dan misi, tujuan, dan
struktur organisasi.
2. Tata kelola (governance) dan kepatuhan (compliance);
Tata kelola (governance) dan kepatuhan (compliance) yang dimaksudkan untuk
memastikan apakah seluruh elemen pokok di dalam organisasi telah menempati
kedudukan dan menjalankan peran sesuai dengan struktur yang disepakati dan
berlaku di organisasi.
3. Perbaikan dan peningkatan proses;
Dimensi proses harus menyesuaikan terhadap tuntutan perubahan lingkungan.
Dalam perspektif ini proses organisasi umumnya berlaku efektif hanya dalam kurun
waktu tertentu.
4. Manajemen risiko;
Manajemen risiko adalah upaya untuk melakukan identifikasi, penilaian, dan
penentuan prioritas risiko dan diikuti oleh penerapan sumber daya yang terkoordinasi
serta ekonomis untuk meminimalkan, memantau, dan mengendalikan probabilitas

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 139
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

atau dampak kejadian yang tidak menguntungkan.


5. Teknologi informasi.
Kemajuan teknologi membawa peluang besar serta tantangan bagi semua bentuk
organisasi tidak terkecuali organisasi pemerintah.

Evaluasi terhadap kedua dimensi pokok organisasi dimaksud merupakan langkah


awal untuk membangun suatu sistem evaluasi lembaga instansi pemerintah yang
dapat memotret keberadaan organisasi pemerintah secara dinamis dalam konteks
meningkatkan efektivitas pencapaian kinerja organisasi. Metode evaluasi organisasi yang
dilaksanakan meliputi persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta
laporan evaluasi.
Hasil akhir evaluasi kelembagaan dengan menggunakan instrumen tersebut
menghasilkan 5 (lima) peringkat Komposit yakni :

PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 5 (P-5) tergolong sangat efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 81-100 dinilai mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakomodir
kebutuhan internal organisasi dan sangat mampu beradaptasi
terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal organisasi.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 4 (P-4) tergolong efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada dinilai
Skor 61-80 mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi dan mampu
beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal
organisasi. Namun struktur dan proses organisasi masih memiliki
beberapa kelemahan minor yang dapat segera diatasi segera apabila
diadakan perbaikan melalui tindakan rutin yang bersifat marjinal.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 3 (P-3) tergolong cukup efektif. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 41-60 dinilai cukup mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi
dan cukup mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan
lingkungan eksternal organisasi. Namun struktur dan proses organisasi
memiliki berbagai kelemahan yang dapat menyebabkan peringkatnya
menurun apabila organisasi tidak segera melakukan tindakan korektif
secara sistematik.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


140 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

PERINGKAT KETERANGAN
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 2 (P-2) tergolong kurang baik. Struktur dan proses organisasi yang ada
Skor 21-40 dinilai kurang mampu mengakomodir kebutuhan internal organisasi
dan kurang mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan
lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur dan proses
organisasi dinilai memiliki berberapa faktor kelemahan serius, baik
faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri sendiri maupun
yang bersifat terkait satu sama lain dan pengaruh negatifnya bersifat
simultan. Berbagai kelemahan ini apabila tidak dilakukan tindakan
korektif yang efektif berpotensi memperburuk peringkat organisasi
sampai ke kondisi terburuk.
Peringkat Mencerminkan bahwa dari sisi struktur dan proses, organisasi dinilai
Komposit 1 (P-1) tergolong tidak baik. Struktur dan proses organisasi yang ada dinilai
Skor 0-20 tidak efektif dan tidak mampu mengakomodir kebutuhan internal
organisasi serta tidak mampu beradaptasi terhadap dinamika
perubahan lingkungan eksternal organisasi. Di samping itu, struktur dan
proses organisasi dinilai memiliki banyak faktor kelemahan yang sangat
serius, baik faktor kelemahan yang bersifat parsial dan berdiri sendiri
maupun faktor kelemahan yang bersifat terkait satu sama lain dan
pengaruh negatifnya bersifat simultan. Berbagai kelemahan ini apabila
tidak dilakukan tindakan korektif yang bersifat total (perombakan total
struktur organisasi dan proses organisasi) berpotensi membahayakan
kelangsungan organisasi.

Dengan memperhatikan instrumen sebagaimana tertuang dalam peraturan


tentang pedoman evaluasi kelembagaan instansi pemerintah diatas, maka terdapat
catatan dalam implementasinya antara lain :
1. Bahwa pedoman dimaksud belum dapat digunakan bagi instansi yang baru
dibentuk, dengan kata lain bahwa instrumen yang digunakan hanya dapat
digunakan bagi instansi yang sudah ada yang akan melakukan restrukturisasi
2. Hal lain yang menjadi catatan atas instrumen yang digunakan dalam pedoman
evaluasi dimaksud adalah bahwa sifat evaluasi yang masih umum (general) sehingga
belum dapat menterjemahkan kebutuhan spesifik dari K/L.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 141
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Instrumen lain yang dapat digunakan dalam melakukan evaluasi organisasi antara
lain adalah instrumen yang juga digunakan sebagai penilaian kesehatan organisasi.
Metode penilaian kesehatan organisasi ini, dalam penerapannya akan menghasilkan
indeks kesehatan organisasi. Metode ini didasarkan pada teori kesehatan organisasi dari
Keller dan Price (2013) dengan penyesuaian bagi institusi sektor publik.
Kesehatan organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk
menyelaraskan, mengeksekusi, dan memperbaharui dirinya lebih cepat dari organisasi
lain di bidangnya sehingga dapat mempertahankan kinerja yang tinggi dalam jangka
panjang. Metode ini menilai kesehatan organisasi yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga)
kluster, 9 dimensi, dan 37 indikator praktik. Adapun 3 (tiga) kluster dimaksud, yaitu:
1. Keselarasan Internal (organisasi memiliki tujuan yang didukung oleh budaya dan
iklim, dan berarti bagi masing-masing individu pegawai),
2. Kualitas Eksekusi (organisasi memiiki kemampuan, proses manajemen, dan
motivasi untuk mengeksekusi dengan keuanggulan), dan
3. Kapasitas Untuk Pembaharuan (organisasi efektif pada pemahaman, berinteraksi,
membentuk, dan beradaptasi dengan situasi dan lingkungan eksetrnal).

Ketiga kluster tersebut memiliki dimensi dan indikator praktik kesehatan


organisasinya masing-masing.

C. Analisis Kebutuhan Organisasi


Analisis kebutuhan organisasi yang dimaksud dalam pedoman ini adalah proses
formal untuk menentukan jarak atau kesenjangan antara keluaran dan dampak yang
nyata dengan keluaran dan dampak yang diinginkan yang terjadi dalam organisasi.
Langkah selanjutnya dalam analisis kebutuhan organisasi adalah menempatkan deretan
kesenjangan yang sudah teridentifikasi dalam skala prioritas, dan memilih hal yang lebih
penting untuk diselesaikan dan dicari pemecahan permasalahannya, apakah melakukan
penataan organisasi K/L secara parsial, atau secara menyeluruh, ataukah hanya diperlukan
pergantian pegawai atau penajaman tugas dan fungsi pada unit-unit organisasi yang
bermasalah. Sehingga analisis kebutuhan organisasi merupakan alat atau metode untuk
mengidentifikasi masalah dalam organisasi guna menentukan tindakan atau solusi yang
tepat (Roger Kaufman & Fenwick W. English dalam Warsita, 2011).
Dalam melakukan analisis kebutuhan organisasi, K/L berfokus pada :
1. Mandat atau tugas dari amanat Undang-undang dan peraturan perundang-
undangan lainnya yang diberikan kepada K/L,
2. Visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden yang tertuang dalam dokumen RPJMN
Struktur organisasi, kedudukan, peran, tugas dan fungsi, serta tata kerja organisasi

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


142 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

menjadi aspek yang dianalisis dalam mencari bentuk ideal, sebagai konsekuensi dari
dinamisasi dan proses adaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan
eksternal.
1. Struktur Mengikuti Strategi, Strategi Mengikuti Capaian Kinerja (Structure Follows
Strategy, Strategy Follows Performance)
Structure Follows Strategy merupakan sebuah konsekuensi logis yang muncul
akibat dari perubahan struktur organisasi yang akan mengikuti arah strategi
organisasi yang diterapkan. Struktur organisasi berfungsi sebagai sarana penunjang
terlaksananya strategi organisasi dalam upaya mencapai target-target organisasi. Jika
tidak didukung oleh struktur yang baik, maka organisasi akan mengalami kelabilan
dalam pergerakannya. Apabila organisasi tidak memiliki strategi yang bagus, maka
organisasi tersebut akan mengalami inefektifitas dalam geraknya.
Dalam pedoman ini, penataan organisasi pada K/L akan lebih optimal apabila
mampu dan konsisten menggunakan konsep Structure follows strategy karena menyusun
struktur organisasi dilakukan dengan merujuk kepada strategi yang telah dipilih oleh
pimpinan organisasi.
Eksekusi strategi memerlukan wadah atau kendaraan organisasi dalam bentuk
struktur organisasi. Merupakan hal yang kurang tepat dan fatal apabila strategi organisasi
menjadi terbatas atau dibatasi oleh struktur organisasi yang ada. Jika strategi yang dibuat
melihat dari struktur organisasi yang sudah ada, maka substansi strategi yang dirancang
akan menjadi terbatas dan hasil eksekusi strategi akan mendatangkan kinerja yang tidak
efisien.
Hal-hal berikut ini, merupakan panduan bagaimana sebuah struktur organisasi
dibangun berdasarkan strategi pimpinan organisasi K/L:
a. Struktur Organisasi disusun berdasarkan pada substansi strategi pimpinan, sehingga
desain struktur organisasi dalam K/L akan tampak bervariasi dalam jumlah dan
penamaan nomenklaturnya, namun tetap selaras dengan kemampuan organisasi
K/L antara lain berkaitan dengan jumlah anggaran yang dimiliki K/L,
b. Struktur organisasi yang disusun telah mempertimbangkan dan menselaraskan
dengan kekuatan organisasi dan peluang yang ada, sehingga dapat menghasilkan
manfaat yang optimal dengan pengorbanan yang tertentu oleh organisasi,
c. Struktur organisasi yang disusun harus mempertimbangkan kemampuan sumber
daya manusia yang ada di dalam organisasi yang akan melaksanakan tugas dan
fungsi dalam tahapan eksekusi strategi,
d. Setelah struktur organisasi terbentuk, kemudian diformulasikan ke dalam aksi
melalui serangkaian program, prosedur dan perencanaan anggaran. Ketiga hal

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 143
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

tersebut dilakukan secara komprehensif pada setiap unit organisasi dengan


panduan visi dan misi organisasi,
e. Organisasi K/L yang akan menerapkan struktur organisasinya berbasis strategi harus
mempunyai kemampuan dan kebutuhan komunikasi yang memadai, kebutuhan
akan kegiatan-kegiatan yang bersifat kreativitas dan teknologi tinggi agar mampu
berkompetisi.

Dalam penataan organisasi yang perubahannya didasarkan pada structure follows


strategy, terdapat hal-hal yang menjadi landasan penataan yaitu:
a. Mandat kebijakan
Mandat kebijakan merupakan landasan awal untuk melakukan penataan organisasi.
Mandat kebijakan dapat dilakukan dengan merujuk pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, misalkan amanat Undang-Undang yang mengatur urusan
tertentu atau amanah/instruksi Presiden yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam
penataan organisasi K/L.

b. Visi dan Misi


Visi merupakan gambaran dan tujuan pemerintahan di masa depan. Visi dirumuskan
dengan menyesuaikan dari tujuan negara. Visi organisasi K/L merupakan visi dan misi
Presiden dan Wakil Presiden yang dijabarkan kedalam masing-masing organisasi K/L
untuk menggambarkan keadaan yang diinginkan.
Visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden merupakan pemandu K/L dalam
menjalankan seluruh aktivitas organisasinya untuk mencapai kinerja, sasaran strategis dan
kegiatan. Oleh karenanya struktur organisasi K/L seharusnya mampu merepresentasikan
visi dan misi dimaksud.

c. Strategi
Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk
mewujudkan Visi dan Misi. Strategi organisasi merupakan penetapan berbagai tujuan
dan sasaran jangka panjang yang bersifat mendasar bagi sebuah organisasi yang
dilanjutkan dengan penetapan rencana aktifitas dan pengalokasian sumber daya yang
diperlukan guna mencapai berbagai sasaran tersebut.
Penetapan strategi yang tepat adalah strategi yang mampu menyelaraskan antara
kekuatan organisasi dan peluang yang ada, sehingga mendatangkan manfaat yang
maksimal bagi organisasi. Tidak ada strategi yang benar atau strategi yang salah, yang
ada adalah apakah strategi yang diformulasikan sudah baik dan tepat.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


144 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Dalam pedoman penataan organisasi K/L ini, maka strategi yang telah ditetapkan
dapat dilakukan untuk:
1) Mengidentifikasi lingkungan strategis organisasi di masa depan dan menentukan
misi organisasi untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan organisasi
2) Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan
dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh organisasi
dalam menjalankan misinya
3) Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-
strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya
4) Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi
dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang
dihadapi
5) Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan
jangka panjang.

d. Struktur
Struktur organisasi secara ideal harus bersifat dinamis sebagai konsekuensi
dari adaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan internal dan eksternal
organisasi. Dalam pengelolaan struktur organisasi akan dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu:
1) Peta Proses Bisnis
Berdasarkan pada peraturan yang mengatur tentang penyusunan peta proses
bisnis instansi pemerintah, maka yang dimaksud sebagai Peta Proses Bisnis adalah
diagram yang menggambarkan hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit
organisasi untuk menghasilkan kinerja sesuai dengan tujuan pendirian organisasi agar
menghasilkan keluaran yang bernilai tambah bagi pemangku kepentingan.
Tujuan penyusunan Peta Proses Bisnis agar setiap instansi pemerintah:
a) Mampu melaksanakan tugas dan fungsi secara efektif dan efisien;
b) Mudah mengkomunikasikan baik kepada pihak internal mapupun eksternal
mengenai proses bisnis yang dilakukan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan, dan
c) Memiliki aset pengetahuan yang mengintegrasikan dan mendokumentasikan
secara rinci mengenai proses bisnis yang dilakukan untuk mencapai visi, misi dan
tujuan. Aset pengetahuan ini menjadi dasar pengambilan keputusan strategis
terkait pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta penilaian kinerja.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 145
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Adapun manfaat dari proses bisnis adalah:


a) Mudah melihat potensi masalah yang ada di dalam pelaksanaan suatu proses
sehingga solusi penyampaian proses lebih terarah, dan
b) Memiliki standar pelaksanaan pekerjaan sehingga memudahkan dalam
mengendalikan dan mempertahankan kualitas pelaksanaan pekerjaan.

2) Departementasi
Departementasi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi 4 (empat) model, yaitu:
a) Departementasi fungsional, yaitu pembagian kerja unit organisasi berdasarkan
fungsi yang menjadi tanggung jawab organisasi,
b) Departementasi teritorial, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan teritori
atau wilayah kerja,
c) Departementasi produk, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan produk
yang dihasilkan organisasi, dan
d) Departementasi campuran, yaitu pembagian unit kerja organisasi berdasarkan
fungsi dan teritorial atau produk.
Departementasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
a) Data tugas yang telah dikumpulkan dikelompok-kelompokkan.
b) Setiap kelompok berisi tugas yang sejenis dan mempunyai kaitan proses untuk
menghasilkan luaran (output).
c) Tugas yang telah dikelompokkan dirumuskan nomenklaturnya menjadi
nomenklatur jabatan yang kemudian diberi nama yaitu nama jabatan

3) Rentang Kendali (Span of control)


Rentang kendali (span of control) adalah jumlah pegawai atau bawahan yang dapat
dikendalikan secara efektif oleh seorang pimpinan organisasi pada satu waktu. Rentang
kendali sangat diperlukan dalam organisasi karena akan terkait dengan limitasi atau
adanya faktor keterbatasan faktor bagi pimpinan, yaitu keterbatasan waktu, pengetahuan,
kemampuan, dan perhatian. Terdapat rumus umum untuk dapat dijadaikan prediksi
mengenai besaran rentang kendali yakni dengan rumus Graicunas:

R = n (2 n-1 + (n-1))
R = jumlah interaksi
n =  jumlah bawahan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


146 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Rentang kendali (span of control) ditentukan oleh faktor-faktor berikut:


a) Keterbatasan waktu, artinya bahwa pada saat yang bersamaan seorang pemimpin
melakukan pekerjaan yang beraneka macam,
b) Keterbatasan pengetahuan, artinya bahwa seorang pemimpin tidak mungkin
dapat mengetahui semua pekerjaan dalam organisasinya, sehingga memerlukan
pembagian pekerjaan kepada bawahannya,
c) Keterbatasan kemampuan, artinya bahwa seorang pemimpin organisasi memiliki
kemampuan yang terbatas, sehingga memerlukan batasan akan jumlah bawahan
langsungnya,
d) Keterbatasan perhatian, artinya bahwa seorang pemimpin terbatas perhatiannya,
dimana ia tidak dapat memperhatikan semua masalah yang dilakukan bawahannya
sehingga memerlukan batasan pada jumlah bawahan langsung yang dipimpinnya.

Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan berapa


sebaiknya jumlah pejabat bawahan yang langsung dapat dipimpin dengan baik, yaitu:
a) Faktor Subyektif ialah faktor yang melekat pada pejabatnya seperti kepandaian,
pengalaman, kesehatan, umur, kejujuran, keahlian, kecakapan, dan lain-lain.
b) Faktor Objektif ialah faktor yang berada di luar pejabatnya seperti corak pekerjaan,
jarak antar para pejabat bawahan, letak para pejabat bawahan, stabil labilnya
organisasi, jumlah tugas pejabat, dan waktu penyelesain pekerjaan.

4) Analisis Jabatan, Analisis Beban Kerja, Evaluasi Jabatan


Analisis Jabatan merupakan proses pengumpulan data jabatan untuk dianalisis,
disusun, dan disajikan menjadi informasi jabatan dengan menggunakan metode
tertentu. Tujuannya adalah untuk menyediakan informasi jabatan sebagai fondasi/
dasar bagi program manajemen kepegawaian, kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
pengawasan. Langkah dimaksud bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
karakteristik pekerjaan yang ada disetiap unit kerja yang selanjutnya dirumuskan atau
diformulasikan menjadi jabatan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 147
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 2.1
Manfaat Analisis Jabatan

Beberapa Peraturan telah diterbitkan untuk mengatur tentang analisis beban kerja.
Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam
satu satuan waktu tertentu. Analisis Beban Kerja adalah suatu teknik untuk menentukan
jumlah dan jenis pekerjaan suatu unit organisasi yang dilakukan secara sistematis dengan
menggunakan teknik analisis jabatan, atau teknik manajemen lainnya. Hasil dari analisis
beban kerja, akan dilakukan penghitungan isi kerjanya dengan rumus:

ISI KERJA = BEBAN KERJA x NORMA WAKTU

Gambar 2.2
Contoh Formulir Beban Kerja

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


148 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Setelah dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja, maka dapat dilanjutkan
dengan melakukan evaluasi jabatan. Evaluasi Jabatan adalah proses yang sistematis dan
teratur untuk menentukan nilai jabatan sehubungan dengan jabatan lain. Metode dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu kuantitatif (point rating, dan factor comparison), dan non
kuantitatif (ranking or job comparison, dan grading or job classification).

5) Indikator Kinerja Utama


Dengan mengacu pada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden, maka K/L
menterjemahkan ke dalam sasaran strategis (SS) dan digambarkan ke dalam peta
strategi. Peta strategi akan membantu organisasi mengkomunikasikan keseluruhan
strateginya kepada seluruh anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Peta
strategi dapat dilakukan secara runtut dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih
rendah. Setelah peta strategi disusun, maka langkah selanjutnya adalah menentukan
indikator kinerja utama (IKU) untuk setiap sasaran strategis.
Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan ukuran keberhasilan pencapaian
sasaran strategis.  IKU dapat berperan dalam merubah sesuatu yang bersifat normatif
(sasaran strategis) menjadi definitif, terukur dan realistis. Jenis IKU dibedakan menjadi:
IKU input (mengukur program-program terkait input), IKU output (mengukur hasil atas
penggunaan input), dan IKU outcome (melihat manfaat yang diterima oleh pemangku
kepentingan). Uang kemudian akan dilakukan pembobotan atas masing-masing IKU
untuk menjaga objektivitas dan memenuhi unsur keadilan. Cara menentukan IKU akan
menjadi lebih mudah, jika tim yang melakukan penyusunan telah memahami substansi
dari sasaran strategis yang disusun.
Penentuan IKU dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip SMART-C, yaitu:
a) Specific, yaitu IKU harus mampu mempunyai sesuatu yang khas/unik dalam menilai
kinerja suatu unit kerja.
b) Measureable, yaitu IKU yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki
satuan pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya.
c) Agreeable, yaitu IKU yang dipilih harus disepakati antara bawahan dan atasan.
d) Realistic, yaitu IKU yang  dipilih harus dapat dicapai, namun menantang.
e) Time-bounded, yaitu IKU yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian

Desain struktur organisasi secara tidak langsung menentukan arah tujuan organisasi.
Organisasi akan bertumpu pada ketajaman fungsi organisasi, bisnis proses, serta kualitas
sumber daya manusia (SDM). Untuk memastikan keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi dan keberhasilan dalam pencapaiannya, diperlukan adanya sistem penilaian
kinerja sebagai bagian dari program pencapaian IKU (Prinsip SMART-C).

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 149
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Salah satu metode yang dapat dilakukan dalam sistem penilaian kinerja adalah
dengan metode balance score card (BSC). Penilaian kinerja akan meliputi seluruh
organisasi sebagai early warning system bagi pimpinan organisasi, para atasan, dan
akhirnya bagi organisasi secara keseluruhan, untuk terus mengantisipasi dan proaktif
terhadap tantangan dan kesempatan yang ada demi mencapai tujuan organisasi.
Tujuan dilakukannya penilaian kinerja bagi organisasi (structure) adalah :
(1) Membangun organisasi yang terus menerus melakukan penyempurnaan/
perbaikan (continuous improvement);
(2) Membentuk keselarasan antar unit kerja;
(3) Mengembangkan semangat kerja tim (teamwork);
(4) Menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.

2. Organisasi yang Lincah (Agile Organization)


Organisasi yang agile adalah organisasi yang mampu merubah organisasi mesin
(paradigma lama) menjadi organisasi sebagai organisme yang hidup. Hal ini dipengaruhi
dengan adanya tuntutan dan dinamika lingkungan, sebagai tantangan bagi organisasi
dengan indikator yaitu strategi, struktur, proses, sumber daya manusia, dan teknologi.

Tabel 2.1
Indikatif Organisasi yang Lincah (Agile Organization)

Indikator Tanda ke-agile-an organisasi Praktik pada Organisasi


Strategi Arah misi organisasi 1) Tujuan dan visi bersama,
diwujudkan di seluruh 2) Merasakan dan menangkap peluang,
komponen organisasi 3) Alokasi sumber daya yang fleksibel,
4) Panduan strategis yang dapat
ditindaklanjuti
Struktur Pemberdayaan Jejaring 1) Struktur yang jelas dan datar,
kerja 2) Aturan pertanggungjawaban yang
jelas,
3) Tata kelola yang baik,
4) Komunitas praktik yang kuat,
5) Kemitraan dan ekosistem yang aktif,
6) Lingkungan fisik dan virtual yang
terbuka

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


150 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Indikator Tanda ke-agile-an organisasi Praktik pada Organisasi


Proses Pengambilan keputusan 1) Literasi dan eksperimen yang cepat,
yang cepat dan proses 2) Cara kerja standar, orientasi kinerja,
pembelajaran yang 3) Transparansi informasi,
berkelanjutan 4) Pembelajaran berkelanjutan,
5) Pengambilan keputusan berorientasi
tindakan
Sumber Daya SDM yang memiliki 1) Komunitas yang kohesif,
Manusia sifat dinamis dan 2) Kepemimpinan bersama dan
bersemangat berorientasi pelayanan,
3) Dorongan kewirausahaan,
4) Mobilitas peran
Teknologi Pemanfaatan teknologi 1) Arsitektur teknologi yang berevolusi,
yang memungkinkan 2) Sistem dan alat,
bagi masa depan 3) Pengembangan teknologi bagi
generasi berikutnya dan
4) Implementatif

Sumber : Mewujudkan Kabinet Agile Pemerintah RI Tahun 2019-2024, PK2AN LAN 2019.

Gambar 2.3.
Pergeseran paradigma organisasi

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 151
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Organisasi yang mengarahkan struktur organisasi berbasis agile harus mampu


melakukan pergeseran pola pikir organisasi lama yaitu organisasi yang dianggap
sebagai mesin menjadi organisasi yang berbasis organisme hidup, dengan stabilitas
dan dinamika sebagai atribut inti mereka. Organisasi yang gesit bergerak cepat, berdaya
untuk bertindak, dan membuatnya mudah untuk bertindak. Singkatnya, organisasi
yang mampu merespons lingkungan eksternal dengan cepat seperti organisme hidup.
Organisasi yang agile hanya dapat tercapai jika pimpinan dalam organisasi tersebut
dapat menerapkan kepemimpian adaptif dan responsif.
a) Adaptif
Organisasi yang adaptif merupakan organisasi yang mampu dan berhasil dalam
menyesuaikan terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang selalu berubah dengan
cepat. Tingkat adaptif organisasi disebut sebagai salah satu syarat budaya/kultur yang
membuat organisasi akan mampu berubah dan bersaing dengan organisasi lainnya
(tetap eksis). Organisasi yang adaptif akan memiliki kinerja yang baik, karena selalu
memperbaiki performa organisasi.
Terdapat beberapa fase untuk mencapai sebuah organisasi yang adaptif, yakni:
Reactive state:
Organisasi yang memiliki keinginan atau merencanakan perubahan tetapi
eksekusinya belum terorganisir dengan baik, karena miskinnya perencanaan dan
koordinasi internal.
Managed state:
Organisasi yang masih berkonsep reactive, namun sudah mempunyai sebuah set
proses dan prosedur yang digunakan untuk bereaksi. Sistem perencanaan yang ada
akan berfokus pada bagaimana cara bertindak yang lebih baik dan mengoptimalkan
proses tersebut.
Proactive state:
Fase dimana organisasi mulai mengantisipasi kebutuhan, melakukan usaha yang
luas dan kompeks dalam melakukan perencaaan, dan hanya bertindak reaktif
sekali-kali, namun sudah cenderung melakukan proses otomasi. Organisasi seperti
ini jarang kehilangan kendali/pertahanan dikarenakan mampu menyebutkan
rencana jangka panjang, mempunyai proses dokumentasi yang baik dan koordinasi
organisasi yang ekstensif.
Adaptive state:
Organisasi yang tidak sekedar proaktif, namun juga dapat otomatis membuat
perubahan dengan usaha manual melalui sebuah proses maupun dengan
menggunakan otomasi teknologi viametric analysis. Organisasi mampu bertindak
antisipatif dalam menghadapi masalah sekaligus mencegah masalah terjadi.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


152 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Gambar 2.4.
Maturity Adaptif Organization

b) Responsif
Responsif organisasi artinya suatu organisasi yang dibangun senantiasa mengalami
pertumbuhan dan perkembangan (dinamis) sesuai dengan dinamika organisasi sendiri
(internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor),
sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi untuk mencapai tujuan organisasinya.
Responsif organisasi dapat menentukan kemampuannya dalam beradaptasi dengan
lingkungan, sesuai dengan strategi organisasi yang telah ditetapkan. Responsif akan
mematahkan adanya siloization dan silo mentality. Siloization mencerminkan renggangnya
integrasi dan koordinasi fungsi organisasi, sementara itu silo mentality menggambarkan
kecenderungan menguatnya budaya organisasi yang mengedepankan ego sektoral
dari masing-masing organisasi. Hal ini yang sering menimbulkan dampak pada proses
interaksi antara organisasi dengan stakeholders (non pemerintah) menjadi tidak efektif,
bahkan menghilangkan kepercayaan dari stakeholders.
Cara menciptakan organisasi menjadi lebih responsif, yaitu:
a) Menciptakan perencanaan secara terbuka dan kerjasama
b) Menciptakan tempat kerja yang otonom
c) Merampingkan proses kerja

3. Kesesuaian Organisasi (Compatible Organization)


Organisasi dapat dikatakan kompatibel, apabila organisasi telah berhasil menjadi
organisasi yang dinamis dan agile. Organisasi yang kompatibel dapat pula diartikan
sebagai organisasi yang selalu sesuai dengan adanya amanat kebijakan, selalu dapat
bertahan dengan adanya tuntutan lingkungan internal dan eksternal organisasi, serta

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 153
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

keberadaannya pun selalu dapat memberikan kontribusi nyata sesuai dengan tujuan
organisasinya.
Metode penganggaran yang digunakan selalu mengacu pada alokasi anggaran
berorientasi pada kinerja, sehingga fleksibilitas pengelolaan anggaran akan tetap
mengacu pada prinsip akuntabilitas. Selain itu, alokasi anggaran program atau kegiatan
akan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja organisasi yang dilekatkan pada struktur
organisasinya (money follows function).
Kriteria besaran organisasi sebuah K/L ditetapkan berdasarkan karakteristik organisasi
K/L yang mempertimbangkan faktor kualitas dan besarnya SDM Aparatur, Besaran
Anggaran K/L serta besaran beban tugas dan capaian kinerja sesuai dengan Urusan
Pemerintahan yang diserahkan kepada K/L sebagai mandat yang wajib dilaksanakan
oleh setiap K/L.
a) Aspek SDM Aparatur
Prinsip agensifikasi dalam penataan organisasi yang memberikan keleluasaan
sebuah K/L untuk mendesain struktur organisasinya sesuai dengan kebutuhan
organisasinya. Dalam melakukan penataan organisasi K/L, K/L harus telah melakukan
manajemen karier PNS sebagaimana diatur dalam Peraturan tentang Manajemen PNS.
Dalam menyelenggarakan manajemen karier PNS, K/L harus menyusun:
1) Standar kompetensi Jabatan;
Standar kompetensi Jabatan sebagaimana dimaksud berisi paling sedikit informasi
tentang:
(a) nama Jabatan;
(b) uraian Jabatan;
(c) kode Jabatan;
(d) pangkat yang sesuai;
(e) kompetensi Teknis;
(f ) kompetensi Manajerial;
(g) kompetensi Sosial Kultural; dan
(h) ukuran kinerja jabatan.
2) Profil PNS
Sedangkan profil PNS merupakan kumpulan informasi kepegawaian dari setiap PNS
yang terdiri atas: data personal;
(a) kualifikasi;
(b) rekam jejak Jabatan;
(c) kompetensi;
(d) riwayat pengembangan kompetensi;

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


154 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

(e) riwayat hasil penilaian kinerja; dan


(f ) informasi kepegawaian lainnya.

Besarnya anggaran yang diberikan nantinya juga akan sangat dipengaruhi dengan
besarnya SDM aparatur yang melakukan pencapaian mandat, target, dan visi misi
organisasi.

b) Aspek Anggaran
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi
ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan
dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata. Besarnya anggaran K/L akan
sangat ditentukan oleh program dan kegiatan yang telah dimandatkan oleh Presiden
dan dituangkan ke dalam rencana strategis K/L.
Untuk menciptakan organisasi yang sehat dan mampu menjalankan tugas dan
fungsi organisasi secara efektif dan efisien, maka besaran anggaran untuk belanja
pegawai disesuaikan dengan tugas dan fungsi pokok organisasi, dan idealnya tidak
boleh melebihi jumlah anggaran program dan kegiatan sebuah K/L.

c) Aspek sarana prasarana:


Sarana dan prasana digunakan sebagai aspek pendukung untuk menjalankan
tugas dan fungsi K/L. Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
dalam mendukung penataan organisasi K/L akan menjadi bahan pertimbangan
bagi kementerian yang memfasilitasi penataan organisasi K/L untuk memberikan
rekomendasi dukungan dalam penataan organisasi. Sarana prasarana dalam hal ini tidak
selalu berwujud fisik/properti namun juga termasuk fasilitas-fasilitas non fisik seperti
sarana teknologi informasi, komunikasi dan lainnya.

D. Kewenangan dalam penataan Organisasi Kementerian/Lembaga


1. Kewenangan Kementerian yang memfasilitasi Penataan Organisasi K/L
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, penataan organisasi (perumusan
tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja) bagi satuan organisasi Jabatan Pimpinan
Tinggi (JPT) Madya merupakan kewenangan Presiden, sedangkan untuk penataan
organisasi (perumusan tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja) bagi satuan
organisasi JPT Pratama, Jabatan Administrator, dan Jabatan Pengawas penetapannya
merupakan kewenangan pimpinan K/L, setelah mendapat persetujuan dari Kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 155
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Untuk memberikan kewenangan yang lebih luas yang terkendali dan bertanggung
jawab dalam Penataan organisasi K/L, peran Kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara lebih difokuskan untuk melakukan verifikasi
terhadap dokumen Penataan organisasi K/L. Kegiatan verifikasi ini merupakan bentuk
nyata proses konsultasi yang merupakan bagian dari tugas fungsi Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara. Dokumen-dokumen yang
diverifikasi adalah :
a. dokumen evaluasi kelembagaan
b. dokumen analisis kebutuhan organisasi
c. dokumen Naskah Akademik
d. dokumen rancangan Peraturan Organisasi yang mencakup bagan struktur organisasi
dan uraian tugas

Apabila terdapat kekurangan dan/atau ketidaksesuaian dokumen, maka


Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara akan
meminta K/L pengusul untuk memperbaiki dokumen sesuai aturan dan prinsip-prinsip
dalam Penataan organisasi K/L. Dalam penataan organisasi K/L harus tetap berpegangan
pada mandat yang diberikan, visi misi, struktur yang mengikuti strategi dan capaian
kinerja serta besaran organisasi.

2. Kewenangan K/L Pengusul Penataan Organisasi K/L


Kewenangan yang lebih luas dalam penataan organisasi K/L adalah dengan
menerapkan prinsip agensifikasi yang dimaknai bahwa K/L pengusul memiliki
kewenangan untuk menyusun desain struktur organisasi berikut nomenklatur yang
sesuai dengan tujuan organisasi K/L pengusul.
Penguasaan pengetahuan yang komprehensif terhadap kebutuhan dan
kepentingan organisasinya dalam rangka mencapai visi dan misi Presiden dan
Wakil Presiden yang dibangun kemudian dijabarkan pada suatu struktur organisasi.
Komponen-komponen dalam suatu organisasi yang dimiliki oleh suatu K/L antara lain
sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana sangat mempengaruhi strategi
dalam pencapaian visi dan misi. Namun demikian, deskripsi kewenangan yang lebih luas
dalam penataan organisasi ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari norma-norma yang
berlaku dalam sistem pemerintahan saat ini. Pelibatan semua unit lini di K/L dengan
maksud bahwa penataan organisasi merupakan kehendak dan kepentingan bersama
bukan kepentingan parsial.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


156 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Instansi terkait lainnya dalam proses Penataan Organisasi Kementerian/


Lembaga :
Proses ini merupakan proses pelibatan beberapa K/L yang memiliki korelasi dengan
penataan organisasi yakni Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Hukum dan
HAM, Sekretariat Negara, LAN, BKN dan instansi lain yang memiliki koordinasi dengan K/L
pengusul dengan leading sector Kementerian yang menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara. Konsolidasi disini merupakan proses memberikan pandangan,
tanggapan dan pertimbangan sesuai dengan tugas fungsi masing-masing dengan
maksud bahwa usulan penataan organisasi suatu K/L tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan organisasi. Dalam rapat konsolidasi ini pihak-pihak yang
hadir merupakan representatif dari masing-masing K/L yang diberi kewenangan oleh
pimpinan masing-masing untuk memberi keputusan dan bukan sekedar pelengkap
atau pelegitimasi dalam hal penetapan suatu keputusan.
a. Kementerian Keuangan
Mempunyai peran untuk memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan
dalam hal kemampuan dan ketersediaan anggaran dan belanja pegawai pada K/L
pengusul. Besaran dan desain organisasi yang diusulkan akan disesuaikan dengan
besaran anggaran yang diperoleh oleh K/L tersebut, dengan mempertimbangkan
mandat pokok yang diberikan kepada K/L oleh Presiden, Beban Kerja Organisasi,
dan Capaian Kinerja yang diperoleh K/L selama 2 tahun terakhir.
b. Kementerian Hukum dan HAM
Mempunyai peran untuk memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan
terhadap rancangan peraturan perundang-undangan penataan organisasi K/L
yang diusulkan agar menghindari terjadinya tumpah tindih tugas dan wewenang
antar kementerian, ataupun adanya tugas yang sama diantara K/L.
c. Kementerian Sekretariat Negara
Mempunyai peran memberikan dukungan teknis administrasi dalam menyiapkan
ijin dan penyelesaian rancangan peraturan perundang-undangan.
d. Lembaga Administrasi Negara
Mempunyai peran untuk memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan
dari aspek substantif dan teoritis untuk mendapatkan desain dan nomenklatur K/L
yang ideal, yaitu organisasi yang agile dan berorientasi pada pencapaian kinerja
e. Badan Kepegawaian Negara
Mempunyai peran untuk memberikan pandangan, tanggapan dan pertimbangan
dari perspektif manajemen SDM. Ketersediaan SDM yang akan menempati unit-
unit sesuai dengan desain struktur organisasi K/L pengusul wajib memperhatikan
pemenuhan syarat administratif dan syarat kompetensi yang telah ditetapkan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 157
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting agar tidak terjadi
kekosongan pada saat desain struktur organiasi telah ditetapkan.
f. Bappenas
Mempunyai peran untuk mensinkronkan perencanaan dan anggaran dalam K/L
pengusul, melakukan pengecekan dan klarifikasi terhadap program dan kegiatan
apakah sudah sesuai dengan Mandat, dan Visi Misi yang ditetapkan oleh Presiden
dalam Dokumen Rencana Pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
g. Instansi lain yang terkait
Pelibatan instansi lain dalam penataan organisasi K/L dimaksudkan adalah untuk
membantu K/L pengusul dalam memberikan penjelasan dan argumentasi secara
lebih komprehensif terkait penamaan nomenklatur, urgensi pembentukan struktur
tersebut secara substansi, dan hal-hal lain yang diperlukan.

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


158 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB III
MEKANISME PENATAAN ORGANISASI
KEMENTERIAN/LEMBAGA

D
alam tataran peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, mengenai
wewenang Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur
negara telah tegas disebutkan perannya dalam penataan organisasi K/L. Pada
penataan organisasi setingkat JPT Madya, Kementerian yang menangani urusan pemerintah
di bidang aparatur negara memiliki peran sebagai “jembatan” sebelum ditetapkan oleh
Presiden. Sedangkan untuk penataan organisasi setingkat JPT Pratama ke bawah, Kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara memiliki peran untuk
menyetujui. Meskipun telah tegas disebutkan wewenang dari Kementerian yang menangani
urusan pemerintah di bidang aparatur negara, namun dalam praktiknya masih terjadi
mispersepsi mengenai makna dan bentuk persetujuan yang dimaksud. Hal ini disebabkan
belum ada deskripsi yang menyebutkan mengenai kewenangan dari K/L pengusul terhadap
proses penataan organisasi di K/L yang bersangkutan. Kondisi ini menjadi titik pangkal
diformulasikannya mekanisme penataan organisasi dalam kajian ini.
Mekanisme penataan organisasi ini disusun untuk lebih memberikan kejelasan
kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu yang dibutuhkan bagi
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara dan K/L
pengusul penataan organisasi.

A. MEKANISME INTERNAL
Penggunaan istilah Mekanisme Internal bukan dimaknai bahwa pada Mekanisme
Internal tidak boleh melibatkan pihak lain misalnya konsultan, namun untuk menegaskan
bahwa inisiasi untuk pengusulan penataan organisasi harus dari K/L itu sendiri.
Pada mekanisme internal ini, seluruh kegiatan harus melibatkan semua unit lini di
K/L dengan maksud bahwa penataan organisasi merupakan kehendak dan kepentingan
bersama bukan kepentingan parsial. Pelibatan unit lini didokumentasikan dalam bentuk
notula. Mekanisme ini merupakan proses yang dilakukan sepenuhnya oleh K/L pengusul
dalam menyusun rencana penataan organisasi dengan urutan proses sebagai berikut:

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 159
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

1. Menyusun Dokumen
Evaluasi Kelembagaan
Pada proses ini, K/L dapat
menggunakan pedoman
evaluasi kelembagaan K/L yang
diterbitkan oleh Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara, ataupun
dengan metode lain yang hasilnya
dapat digunakan sebagai bahan
organization development (OD).
Pada dasarnya dalam proses ini
dokumen evaluasi kelembagaan
harus sudah tersusun terlebih
dahulu sebagai bagian dari
evidence based.
Hasil dari evaluasi
kelembagaan ini berupa dokumen
yang memuat informasi yang rinci
dan lengkap berkenaan dengan
unsur-unsur kelembagaan di K/L.
Pada Pedoman ini, yang dimaksud
dengan dokumen evaluasi
kelembagaan adalah dokumen
yang dihasilkan pada saat
melakukan evaluasi kelembagaan
sesuai dengan metode yang dipilih.
Kemudian untuk memberikan
keefektifan dan keefisiensian
fungsi dokumen ini bagi proses
selanjutnya, maka format dibawah
ini dapat digunakan untuk checklist.
Format ini merupakan resume
dari dokumen evaluasi yang telah
disusun.
Gambar 3.1
Tahap Mekanisme Internal

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


160 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Tabel 3.1. Checklist Dokumen Evaluasi Kelembagaan

Substansi Pernyataan (Penjelasan)


Kapan terakhir kali K/L Saudara melakukan (setidaknya disebutkan tahun dilakukan
Evaluasi Kelembagaan? evaluasi. Apabila evaluasi dilakukan terhadap
jenjang struktur yang berbeda, maka untuk
dapat dirinci waktu evaluasinya)
Metode/Instrumen apakah yang (Pedoman evaluasi kelembagaan instansi
digunakan ? pemerintah atau metode/instrumen lainnya,
atau kombinasi)
Bagaimana hasil dari evaluasi kelembagaan (rumusan hasil evaluasi mengikuti metode/
K/L saudara? instrumen yang digunakan)

2. Menyusun Dokumen Analisis Kebutuhan Organisasi


Proses ini merupakan implementasi kewenangan yang lebih luas K/L dengan
tetap mengacu pada visi misi Presiden dan Wakil Presiden yang berprinsip pada teori
agensifikasi dengan menggunakan 3 orientasi yakni:
a. Struktur Mengikuti Strategi, Strategi Mengikuti Capaian Kinerja (Structure Follows
Strategy, Strategy Follows Performance) yakni didasarkan pada visi misi dan strategi
untuk mencapainya yang berorientasi pada pencapaian kinerja. Sebagai bahan
checklist untuk orientasi ini dapat digunakan format dibawah ini. Format ini
merupakan resume dari dokumen analisis kebutuhan organisasi yang telah disusun.

Tabel 3.2. Checklist Dokumen Analisis Kebutuhan Organisasi

Substansi Pernyataan (Penjelasan)


Apa yang mendasari dilakukan (menyebutkan peraturan perundang-undangan
penataan organisasi K/L Saudara saat dan/atau amanah Presiden yang menjadi mandat
ini? Kebijakan)
Bagaimana strategi K/L Saudara untuk (menyampaikan strategi berupa program-program
mencapai visi misi Presiden dan Wakil indikatif K/L yang termuat di dalam dokumen
Presiden? renstra/renja K/L)
Apa IKU K/L Saudara? (menyebutkan IKU yang termuat di dalam
dokumen renstra/renja K/L)
Ketersediaan dokumen peta proses (disampaikan dokumen Peta proses bisnis terkini)
bisnis di K/L Saudara?
Ketersediaan hasil evaluasi peta proses (Dapat disebutkan evaluasi misalnya dari sisi
bisnis K/L Saudara? regulasi/kebijakan, model aliran proses, sistem
informasi, data base, dst)

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 161
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

b. Organisasi yang Lincah (Agile Organization), yakni adaptif dan responsif terhadap
perubahan lingkungan strategis. Yang dimaksud Adaptif dalam proses ini adalah
adanya kemampuan kelembagaan K/L untuk menyesuaikan diri terhadap dinamika
perkembangan lingkungan melalui nomenklatur rencana penataan kelembagaan.
Sedangkan responsif dalam Pedoman ini adalah kemampuan kelembagaan
K/L untuk menindaklajuti tuntutan akibat dinamika perkembangan lingkungan
dengan mengedepankan sinergi bukan silo mentality. Adaptif dan responsif dalam
pedoman ini adalah satu kesatuan.

Sebagai bahan checklist untuk orientasi ini dapat digunakan format sebagai berikut :

Tabel 3.3. Checklist Agile Organization

Substansi Pernyataan (Penjelasan)


Apa yang menjadi indikasi ke -agile (menyampaikan bagan struktur organisasi berikut
-an dari struktur organisasi? alasan penamaan nomenklatur)

c. Compatible Organization, yakni besaran organisasi didasarkan pada SDM, anggaran


dan sarana prasarana

Sebagai bahan checklist untuk orientasi ini dapat digunakan format sebagai berikut :
Tabel 3.4. Checklist Compatible Organization

Substansi Pernyataan (Penjelasan)


SDM (ketersediaan profil SDM sesuai dengan rencana penataan
kelembagaan K/L)
Anggaran (menyebutkan besaran dan prosentase angka Belanja Pegawai pada
Pagu APBN definitif sesuai dengan rencana penataan kelembagaan)
Sarana prasarana (menyebutkan kebutuhan-kebutuhan yang sudah atau akan dipenuhi
sebagai bentuk konsekuensi rencana penataan kelembagaan K/L.
Sarana prasarana dalam hal ini tidak selalu berwujud fisik/properti
namun juga termasuk fasilitas-fasilitas non fisik seperti sarana teknologi
informasi, komunikasi dll)

Analisis tersebut kemudian dijadikan bahan utama dalam menyusun dokumen


naskah akademik.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


162 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Menyusun Dokumen Naskah Akademik


Dokumen dari proses ini merupakan kompilasi dari 2 (dua) proses sebelumnya.
Format penyusunan dokumen ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan
tentang teknik penyusunan naskah akademik.
Adapun Naskah Akademik setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Latar belakang dilakukannya perubahan, yang berisikan legal basis pendirian
organisasi, tugas dan fungsinya, permasalahan (internal atau eksternal organisasi)
yang mengakibatkan perlunya perubahan, disertai data, informasi dan sumber-
sumbernya.
b. Tujuan dilakukannya perubahan, yakni dapat berupa pemenuhan kebutuhan
masyarakat, efisiensi, efektivitas, profesionalisme, penyesuaian dengan visi dan misi.
c. Deskripsi terhadap perubahan yang diusulkan termasuk nomenklatur beserta
tugas, fungsi, dan kewenangan, serta proses bisnis organisasi. Alternatif perubahan
beserta analisisnya perlu pula disampaikan untuk menunjukkan kematangan pilihan
terhadap struktur yang diusulkan.
d. Implikasi perubahan yang mungkin terjadi yakni perubahan jumlah pegawai yang
diperlukan, perubahan jumlah anggaran, perubahan jumlah unit organisasi dalam
struktur, dan lain sebagainya.
e. Pola hubungan antar organisasi terkait, untuk mencegah tumpang tindih dengan
organisasi pemerintah lainnya yang memiliki keserumpunan.

4. Menyusun Rancangan Peraturan Organisasi


Pada proses ini, jenis rancangan peraturan yang disiapkan oleh K/L pengusul dibagi
menjadi 2 bagian:
a. Penataan Struktur Organisasi JPT Madya, K/L pengusul menyusun Rancangan
Peraturan Presiden dilengkapi dengan Rancangan Peraturan K/L tentang OTK,
uraian tugas serta Bagan Struktur Organisasi.
b. Penataan Struktur Organisasi JPT Pratama ke bawah dan/atau penajaman tugas/
fungsi organisasi, K/L pengusul menyusun Rancangan Rancangan Peraturan K/L
tentang OTK dilengkapi dengan uraian tugas serta Bagan Struktur Organisasi.

B. MEKANISME EKSTERNAL
Mekanisme ini merupakan proses pengajuan dokumen-dokumen yang telah disusun
pada tahap mekanisme internal. Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa kewenangan
dari kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara
telah ditegaskan dalam suatu norma. Dengan tetap menjunjung kewenangan yang

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 163
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

dimiliki, pada mekanisme ini diharapkan


lebih memperjelas kegiatan dan makna
dari kewenangan Kementerian yang
menangani urusan pemerintah di bidang
aparatur negara. Demikian juga bagi K/L
pengusul harus pula telah mempersiapkan
dokumen-dokumen pada tahap
mekanisme internal. Dengan demikian
proses pengajuan hingga persetujuan
dari Kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara
hingga akhirnya ditetapkan sesuai dengan
jenjang penataan organisasi akan lebih
transparan dan terukur.
Mekanisme ini terdiri atas 3 (tiga)
urutan proses yakni :
1. Verifikasi Dokumen
Proses ini merupakan penterjemahan
dari kewenangan yang diberikan peraturan
perundang-undangan ke Kementerian
yang menangani urusan pemerintah
di bidang aparatur negara dalam hal
penyusunan penataan organisasi oleh K/L
pengusul. Verifikasi disini dimaknai bahwa
K/L pengusul harus sudah menyusun
dokumen sebagaimana yang disebutkan
pada Mekanisme Internal dan dapat
mempertanggungjawabkan seluruh
substansi yang telah disusun dan disepakati
oleh seluruh lini di internalnya. Dengan
mengacu pada dokumen-dokumen Gambar 3.2
yang telah disusun oleh K/L pengusul, Tahap Mekanisme Eksternal
Kementerian yang menangani urusan
pemerintah di bidang aparatur negara dapat memberikan pandangan dan tanggapan
terhadap dokumen-dokumen yang diajukan dalam makna bersifat konsultatif. Pada
proses ini penerapan otonomi dengan tetap mengacu pada visi misi Presiden dan
Wakil Presiden yang berprinsip teori agensifikasi harus dipahami oleh K/L pengusul dan

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


164 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

juga oleh Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara.
Verifikasi juga dimaksudkan terhadap kesesuaian isi dokumen yang disusun pada
mekanisme internal. Jika dokumen dan isi dokumen telah terpenuhi, maka Kementerian
yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara mendistribusikan
dokumen dokumen dimaksud kepada instansi terkait dengan surat pengantar untuk
dibahas di rapat konsolidasi.
Pada proses ini berbagai bahan checklist dapat digunakan format sebagai berikut :

Tabel 3.5. Checklist Verifikasi Dokumen Pengajuan Penataan Organisasi

Kelengkapan Kesesuaian
No Dokumen
Ya Tidak Ya Tidak
Dokumen Evaluasi
1.
Kelembagaan :
Dokumen Analisis b
2.
Kebutuhan Organisasi :
a. Dokumen Peraturan
per-uu-an dan/atau
amanat Presiden
b. Dokumen Renja/
Renstra
c. Dokumen Peta Proses
Bisnis
d. Dokumen Hasil Evaluasi
Peta Proses Bisnis
Dokumen Naskah
3.
Akademik
Dokumen Rancangan
Peraturan Organisasi yang
4. mencakup bagan struktur
organisasi dan uraian tugas

Notula pembahasan pada


5.
Mekanisme Internal

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 165
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

2. Rapat Konsolidasi
Proses ini merupakan proses pelibatan beberapa K/L yang memiliki korelasi dengan
penataan organisasi yakni Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Hukum dan
HAM, Sekretariat Negara, LAN, BKN dan instansi lain yang memiliki koordinasi dengan K/L
pengusul dengan leading sector Kementerian yang menangani urusan pemerintah di
bidang aparatur negara. Konsolidasi disini merupakan proses memberikan pandangan,
tanggapan dan pertimbangan sesuai dengan tugas fungsi masing-masing dengan
maksud bahwa usulan penataan organisasi suatu K/L tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan organisasi. Dalam rapat konsolidasi ini pihak-pihak yang
hadir merupakan representatif dari masing-masing K/L yang diberi kewenangan oleh
pimpinan masing-masing untuk memberi keputusan dan bukan sekedar pelengkap atau
pelegitimasi dalam hal penetapan suatu keputusan. Apabila dari pandangan, tanggapan
dan pertimbangan pada rapat konsolidasi terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh K/L pengusul yang memerlukan koordinasi internal, maka rapat konsolidasi dapat
dilakukan 1 (satu) kali lagi hingga diperoleh paraf dari semua representatif peserta rapat
di dokumen dokumen yang diajukan oleh K/L pengusul sebagai bentuk persetujuan.
Adapun bentuk dokumen bukti telah dilakukannya konsolidasi terhadap rencana
penataan organisasi suatu K/L antara K/L pengusul dengan para representatif K/L
sebagaimana disebutkan diatas, maka dituangkan dalam format sebagai berikut :

Berita Acara Rapat Konsolidasi Penataan Organisasi


Kementerian/Lembaga....
Pada hari ini, (hari, tanggal, bulan, tahun) bertempat di ..., telah dilakukan Rapat Konsolidasi
Penataan Organisasi (Kementerian/Lembaga) ...
Masing-masing yang bertanda tangan dibawah ini telah memberikan pandangan, pendapat
dan tanggapan mengenai rencana penataan organisasi (Kementerian/Lembaga)... untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai dokumen dasar bagi Kementerian/Lembaga pengusul
pada proses Harmonisasi, Penetapan dan Pengundangan sesuai dengan jenjang penataan
organisasi.
Yang hadir pada Rapat Konsolidasi :
Kementerian/Lembaga Pengusul : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
Kementerian PAN&RB : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
Kementerian Keuangan : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
Kementerian Hukum & HAM : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
Sekretariat Negara : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
BAPPENAS : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
LAN : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
BKN : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)
Kementerian/Lembaga terkait : (Nama, NIP, Jabatan, TTD)

Gambar 3.3.
Form Berita Acara Rapat Konsolidasi Penataan Organisasi

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


166 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

3. Harmonisasi dan Penetapan


Proses ini mengikuti prosedur sesuai dengan jenjang penataan organisasi yakni
apabila penataan organisasi pada jenjang JPT Madya, maka prosedur penetapan oleh
Presiden diterapkan. Demikian juga apabila proses penataan organisasi hanya pada
jenjang JPT Pratama ke bawah, maka prosedur penetapan oleh pimpinan K/L yang
diterapkan.

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 167
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
BAB IV
PENUTUP

P
edoman Penataan Organisasi Kementerian/Lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya
mewujudkan kelembagaan K/L yang dinamis, efektif, dan efisien. Sebagai sebuah
pedoman, dokumen ini diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada instansi
pemerintah untuk membentuk organisasi yang disesuaikan dengan tujuan organisasinya.
Keberhasilan dalam membentuk organisasi yang dinamis, efektif, dan efisien tersebut
dipengaruhi oleh komitmen pemimpin instansi pemerintah pada setiap jenjangnya.
Prinsip-prinsip agensifikasi yang memberikan kewenangan yang lebih luas bagi K/L
untuk menata organisasinya yang mengacu pada Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden,
agilitas organisasi, dan struktur organisasi yang mengikuti strategi, strategi organisasi yang
berbasis pencapaian kinerja organisasi menjadi prinsip utama yang digunakan dalam
pedoman penataan organisasi K/L.
Mekanisme penataan organisasi ini disusun untuk lebih memberikan kejelasan
kewenangan, bentuk kegiatan, bentuk dokumen dan waktu yang dibutuhkan bagi
Kementerian yang menangani urusan pemerintah di bidang aparatur negara dan K/L
pengusul penataan organisasi .
Diharapkan dengan pedoman ini, lebih memberikan keleluasaan dan kejelasan kepada
pimpinan K/L dalam merancang organisasi untuk mencapai kinerja optimal, sesuai dengan
visi dan misi Presiden dan Wakil presiden serta strategi yang dimiliki.

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


168 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
DAFTAR PUSTAKA

Chandler, A. D., Jr, 1992, Strategy and structure, In H. M. Strage (ed.), Milestones in management:
An essential reader (pp. 61-72), Oxford, UK: Basil Blackwell, Ltd.
Chandler, Alfred, 1962, Strategy and Structure: Chapters in the history of industrial enterprise,
Doubleday, New York.
David, F. R, 2005, Strategic management: Concepts & Cases, tenth edition, Upper Saddle River,
NJ: Prentice Hall.
Graicunas, V.A., “Relationship in Organization (pp. 183-187) in Papers on the Science of
Administration, edited by Luther Gulick and Lyndal F. Urwick, published by Columbia
University’s Institute of Public Adminstration in 1937.
Robbins, S. P., & N. Barnwell, 2002, Organization theory: Concepts and Cases, fourth edition.
Upper saddle River, NJ: Prentice Hall.
Teece, David J, 2011,  Alfred Chandler And “Capabilities” Theories of Strategy And
Management, Industrial and Corporate Change, Volume 19, Number 2. Oxford University
Press. Posted in Ekonomi & Manajemen http://ccg.co.id/blog/2018/04/17/structure-
follow-strategy/.
Waterman et.al. 1980. Structure is Not Organization. Business Horizons.
Mewujudkan Kabinet Agile Pemerintah RI Tahun 2019-2024, Kajian Isu-Isu Aktual. PK2AN LAN,
Jakarta, 2019.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 108/1995 tentang
Pedoman Perumusan Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural di Lingkungan Departemen.
Permenpan RB No. 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan.
Perka BKN No. 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA 169
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019
LAMPIRAN
PEDOMAN PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN/LEMBAGA

Kepmenpan No. 75 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pengisian Analisis Beban Kerja.
Perka BKN No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai
Negeri Sipil.
Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK.01/2014 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Organisasi Kementerian Keuangan.
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.
Permenpan RB No. 19 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah.
Permenpan RB No. 20 Tahun 2018 Tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Instansi
Pemerintah.
Permen PPN No. 5 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga Tahun 2020-2024.

vvv

PUSAT KAJIAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI NEGARA


170 DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI ADMINISTRASI NEGARA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2019

Anda mungkin juga menyukai