Oleh:
Dr. Alifiulahtin Utaminingsih, MSi.
F. PENILAIAN
1
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta, UI Press, 1984, hlm 3
penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (hasil
penelitian terdahulu).
Kedua, menentukan permasalahan penelitian dan bagaimana penyelesaiannya
dengan menemukan cara-cara penyelesaiannya, dengan kata lain ikhtiar yang tak
kenal istirahat untuk menemukan kebenaran ilmiah.
Syarat tersebut untuk dijadikan pijakan bagi seorang peneliti pemula dalam
melakukan aktivitas penelitiannya. Pemahaman yang kuat tentang literatur ilmiah,
memiliki jiwa peneliti dan mengetahui kiat-kiat atau tahapan-tahapan untuk
menyelesaikan penelitiannya secara baik merupakan modal penting bagi seorang
mahasiswa sebagai peneliti pemula.
2
Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm.13
3
Nazir, op.cit., hlm. 14
yang terandalkan kebenarannya (objektif dan sahih) mengenai ‘dunia alam’ atau
‘dunia sosial’4.
Oleh sebab itu dalam penelitian ilmiah diperlukan beberapa karakteristik,
yaitu: kehatian-hatian, kritis dalam mencari fakta, sistematis, dan bisa menemukan
pengetahuan baru sebagai hasil penelitian. Soekanto mengatakan bahwa dalam
penelitian ilmiah ada hasrat untuk menyalurkan keingintahuan sampai taraf ilmiah,
yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan
dicari hubungan sebab-akibatnya, atau kecenderungan-kecenderungan yang
timbul5.
Dalam penelitian ilmiah seorang peneliti menggunakan metode ilmiah,
sehingga kebenaran yang diperoleh disebut kebenaran ilmiah. Ada dua unsur yang
harus dipenuhi dalam penelitian kuantitatif. Pertama, unsur pengamatan yang
merupakan kerja ilmu pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu diperoleh melalui
pengamatan (observasi) dengan menggunakan kuesioner untuk persepsi responden.
Kedua, unsur penalaran adalah suatu kekuatan dimana arti fakta, hubungan dan
interaksi terhadap pengetahuan yang timbul6.
Secara dikotomis paradigma penelitian dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif menggunakan pengumpulan
data pokok wawancara kepada informan, jadi yang dianalisis adalah “kata-kata” dari
informan penelitian sebagai “bahan” analisi dan pembahasan. Sedangkan metode
peneltian kuantitatif adalah cara-cara untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan pengumpulan data pokok berupa kuesioner. Jadi yang dianalisis adalah
angka hasil dari jawaban responden melalui pengukuran dengan Skala Likert,.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis data statistik.
4
Sanapiah Faisal, Format Penelitian Sosial, Jakarta, Rajawali Press, 1995.hlm.10
5
Soerjono Soekanto, op.cit. hlm.3
6
Nazir, op.cit., hlm. hlm. 15
1.3. Tujuan Penelitian
Peneliti dalam melakukan suatu penelitian pasti memiliki tujuan penelitian.
Tujuan dari peneliti yang satu pasti berbeda dengan peneliti yang lain, sehingga ada 3
(tiga) tujuan utama dalam penelitian.
Pertama, dalam penelitian kuantitatif yang berparadigma positivistik atau
kuantitatif mempunyai tujuan eksplanatif atau menjelaskan hubungan atau pengaruh
antar variabel penelitian, sehingga dapat meramalkan atau memprediksikan dan
mengendalikan gejala, baik gejala fisik ataupun perilaku manusia7. Adapun tujuan
penelitian yang berparadigma kuantitatif adalah: (1) menjelaskan fakta, penyebab dan
efek atau dampak; (2) menekankan fakta (objek penelitian diluar peneliti); dan (3)
menekankan peramalan atau prediksi8
Kedua, dalam penelitian yang berparadigma teori kritis adalah akan
mengkritisi dan mentransformasikan struktur sosial, politik, budaya, etnis, dan gender
yang menghambat dan mengeksploitasi manusia, dengan jalan terlibat dalam
konfrontasi dan konflik.
Ketiga, dalam penelitian yang berparadigma konstruktivisme adalah akan
memahami dan membentuk ulang konstruksi-konstruksi yang saat ini dipegang oleh
peneliti. Untuk melengkapi tujuan penelitian berparadigma konstruktivisme atau
kualitatif adalah: (1) Menginterpretasi dunia atau fenomena sosial; (2) Memahami
kehidupan sosial; dan (3) Menekankan pada makna; dan (4) Menekankan
pemahaman.
Tiga tujuan penelitian di atas menunjukkan sebuah perbedaan yang sangat
mendasar. Perbedaan tersebut menjadi ‘pembatas’ yang sangat tegas antara penelitian
yang berparadigma positivistik (penelitian kuantitatif), penelitian kritis, dan
penelitian berparadigma post positivistik atau konstrutivisme (peneltian kualitatif).
Perbedaan tujuan paradigma ini agar para peneliti bisa membedakan tujuannya dalam
melakukan penelitian.
7
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Jogjakarta, Tiara Wacana, 2006. hlm.75
8
ibid., hlm. 6
1.4. Karakteristik Penelitian
Dalam melakukan penelitian, kerangka berpikir secara ilmiah senantiasa
dijunjung tinggi oleh peneliti.
Ada tiga karakteristik yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian
ilmiah. Pertama, sistematis. Artinya dilaksanakan menurut pola tertentu atau
prosedur dan cara tertentu, dari yang paling sederhana sampai kompleks sehingga
tercapai tujuan penelitian. Kedua, terencana. Artinya dilaksanakan dengan adanya
unsur dipikirkan langkah-langkah atau tahapan pelaksanaannya (menggunakan
paradigma penelitian tertentu). Ketiga, mengikuti konsep ilmiah (mempunyai dasar
teoritis maupun konseptual dari referensi yang digunakan serta hasil penelitian
terdahulu yang relevan). Artinya mulai dari awal sampai akhir kegiatan penelitian
mengikuti cara-cara yang sudah ditentukan, yaitu prinsip yang digunakan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan9.
Sistematis, terencana, dan mengikuti konsep ilmiah adalah prasyarat mutlak
dalam melakukan penelitian ilmiah. Ketepatan dan ketaatan dalam menjalankan tiga
prasyarat penelitian ini akan menambah kualitas hasil penelitian. Semakin sistematis,
terencana, dan mengikuti konsep ilmiah dalam melakukan penelitian secara otomatis
hasil akhir akan semakin baik dan berkualitas.
9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta, 2002, hlm.18
BAB II
MEMAHAMI METODE PENELITIAN
Metodologi, dari kata Metode : cara melakukan sesuatu, dan Logos : ilmu
atau pengetahuan. Berarti Metodologi : Ilmu yang mempelajari cara melakukan
sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan arti dari asal kata di atas, maka yang dimaksudkan dengan :
Metodologi Penelitian adalah ilmu yang mempelajari metode penelitian
Metode Penelitian adalah cara-cara melakukan suatu penelitian (dalam hal ini
penelitian ilmiah) untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
1. Menyandra (Deskriptif)
Menggambarkan secara rinci proses terjadinya suatu peristiwa atau fenomena
tertentu. Misalnya :
Bagaimana proses terjadinya peristiwa kecelakaan lalulintas di Jalan
Veteran, Malang.
Bagaimana proses terjadinya kemiskinan di suatu masyarakat
2. Menerangkan (Eksplanasi)
Menerangkan secara detail kondisi-kondisi atau faktor penyebab terjadinya suatu
peristiwa.
Contoh :
Kecelakaan lalulintas di jalan Veteran, Malang disebabkan oleh :
a) Tabrakan dua mobil yang sarat penumpang
b) Kedua kendaraan tersebut melaju dengan kencang
c) Jalanan licin sehabis hujan
d) Dan lain-lain
Kemiskinan di masyarakat disebabkan oleh :
a) Banyaknya pengangguran
b) Rendahnya kualitas SDM sebagian besar masyarakat
c) Budaya pasrah kepada nasib (fatalistik)
d) Dan lain-lain
Periode ini masih dalam taraf embrional. Manusia mulai dengan cara mencoba-
coba berulang kali sampai ditemukan suatu cara pemecahan masalah atau
pemahaman yang dianggap memuaskan.
Pada periode ini, manusia mulai membuat spekulasi atau andaian-andaian disertai
argumentasi untuk membenarkan suatu peristiwa. Pemahaman dan pembenaran
terhadap suatu peristiwa didasarkan atas akal sehat (common sense).
10
Singarimbun Masri dan Effendi Soflan, Metode Penelitian Sosial, jakarta : LP3ES, 1998, hlm 37.
11
Jalaluddin, Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta
tentang masalah gaya kepemimpinan, maka teori yang diambil harus yang
menjelaskan tentang gaya kepemimpinan. Begitupun jika sedang meneliti tentang
politik, maka peneliti harus menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan politik
bukan budaya dan pure science.13
13
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Alfabeta, 2014
14
Latunussa, Izaak, Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1998
15
Ibid. Hlm 34-36
peneliti berkaitan dengan data-data yang dikumpulkan, menjelaskan data dan sebagai
bahan perbandingan.
Peneliti kualitatif akan lebih profesional dalam menguasai teori sehingga
wawasannya akan menjadi lebih luas, dan dapat menjadi instrumen yang lebih baik.
Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai “guide” atau modal awal untuk
bisa memahami konteks riil di masyarakat secara lebih luas dan mendalam. Jadi
proposalnya bersifat “tentatif” sehingga bisa dilakukan perubahan sesuai dengan
kondisi riil fakta yang ada di lapangan penelitian.
16
Sahrul. 2009. Teori-teori Sosiologi. Jakarta: An-Nadwah. Vol XIV No.2
Namun peneliti harus bisa membedakan dan menempatkan teori manakah yang sesuai
dengan kepentingan penelitian. Teori itu juga harus dijelaskan secara konsepsional
dan peneliti juga harus sudah memiliki gambaran cara mengoperasikan teori tersebut.
Selain membahas teori, ada salah satu hal terkait dalam sebuah teori yaitu
fakta. Fakta merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji
secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun
juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan
secara random (acak) saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan
beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu
melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa
tanpa sebuah teori.
Menurut M. Nazir (1988) dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian”
mengemukakan beberapa peranan fakta terhadap teori, yaitu:
1). Fakta Memprakarsai Teori
Banyak fakta yang ditemui secara empiris menjurus kepada penemuan teori baru.
Kumpulan dari fakta-fakta yang dapat dibuat suatu generalisasi utama yang
berjenis-jenis jumlahnya. Dengan menghubungkan generalisasi tersebut, fakta
sangat memiliki kemungkinan untuk menciptakan suatu teori baru.
2) Fakta Memformulasikan Kembali Teori yang Ada
Fakta dari hasil pengamatan mampu mengembangkan teori lama yang sudah ada.
Fakta sangat berhubungan dengan teori, namun jika banyak fakta yang sudah
tidak sesuai atau fakta tidak mampu menggambarkan teori yang ada, maka fakta
mampu mengadakan reformulasi terhadap teori agar fakta mampu relevan
dengan teori yang ada.
3). Fakta Dapat Menolak Teori
Jika terlalu banyak fakta yang tidak dapat menggambarkan teori, maka teori tidak
dapat direformulasi untuk menyesuaikan fakta, namun teori harus mendapat
statemen “ditolak”. Banyak faktor yang menyebabkan suatu teori dapat ditolak
oleh fakta, dan penilaian penolakan tersebut harus dilakukan dengan sangat hati-
hati. Karena penolakan teori bukan hanya karena fakta tidak sesuai, namun bisa
jadi fakta yang terjadi mengalami suatu kondisi tertentu pada saat pengamatan
penelitian dilakukan, sehingga terdapat “ketidak sesuaian” antara fakta dengan
teori yang ada.
4). Fakta Mengubah Orientasi Teori
Fakta baru yang telah di peroleh memiliki kemungkinan sesuai dengan teori yang
ada atau menghasilkan teori baru. Jika teori tersebut didefinisikan kembali,
memungkinkan adanya orientasi baru dari teori. Penciptaan orientasi baru
terhadap teori ini mampu menuntun pada penemuan fakta-fakta baru dilapangan.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa teori dan fakta memang tidak dapat
dipisahkan, didalam teori mengandung beberapa fakta yang diperoleh dari sebuah
penelitian, pengamatan atau observasi secara nyata. Sehingga dengan begitu dapat
kita lihat apa berbedaan dan persamaan antara fakta dan teori. Persamaan antara fakta
dan teori adalah keduanya telah terjadi berdasarkan suatu kejadian yang nyata dan
dapat dibuktikan. Perbedaan dari fakta dan teori yaitu jika fakta kejadian yang ada
didalamnya benar-benar nyata dan tidak ada “rekayasa” atau rencana yang
terorganisir, sedangkan teori adalah kumpulan dari pendapat-pendapat seorang atau
beberapa orang yang telah terorganisir.
Sedangkan fakta masuk kedalam metode penelitian kuantitatif karena Kasiram
(2008) dalam Kundjojo (2009) dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif, mendifinisikan penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan
pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.17
17
Kundjojo. 2009. Metodologi Penelitian. Kediri : Diklat Metodologi Penelitian
“relatif” pasti kebenarannya. Untuk mempermudah penggunaan teori dalam sebuah
kerangka pemikiran penelitian, maka perlu di klasifikasikan menurut tingkatan teori
tersebut.
Neuman dalam buku The Meaning Of Methodology (2000) dikutip dalam
buku metode penelitian sosial dan bisnis Karya Zulganef (2008) menyatakan bahwa
teori ada tiga katagori, yaitu: micro level theory, macro level theory, dan meso level
teory.
1. Micro level theory adalah teori teori yang terkait dengan bagian kecil waktu,
ruang atau orang tertentu. Konsep konsep biasanya tidak terlalu abstrak.
Contoh: Teori Goffman mengenai “face work”. Teori ini menjelaskan bahwa
orang akan terlibat dalam suatu ritual selama interaksi face to face. Teori ini
menjelaskan perilaku individu, artinya menjelaskan lingkup kejadian pada
individu
2. Macro level theory adalah teori teori yang terkait dengan kegiatan kegiatan
manusia secara agregat, lebih besar dari teori mikro, serperti misalkan teori
lembaga sosial, keseliuruhan sistem budaya, dan teori masyarakat. Teori ini lebih
banyak menggunakan konsep-konsep abstrak.
Contoh : Teori tingkatan sosial Lenski. Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat
dimanapun akan mempunyai starta sosial, teori ini menjelaskan kondisi
masyarakat keseluruhan, bukan menjelaskan per individu seperti teori Max
Weber atau Goffman.
3. Meso level theory adalah teori teori yang mencoba menghubungkan tingkat
makro dan mikro atau beroperasi pada tingkat intermediate.18
Contoh: Teori-teori oraganisasi, teori-teori gerakan sosial, beberapa teori
organisasi, misalkan teori organisasi mekanik, yang menjelaskan pengelolaan
organisasi melalui sistem mekanik, sehingga membuat anggota organisasi
menjadi kaku.
18
Zulganef, Metode Penelitian Sosial dan Bisnis,Yogyakarta :Graha Ilmu,2008, hlm 56-58.
3.5. Hubungan Teori dengan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Posisi teori dalam penelitian kuantitatif merupakan faktor yang perlu
mendapat perhatian lebih dalam proses penelitian itu sendiri. Hal ini disebabkan
karena teori digunakan untuk menuntun atau sebagai pedoman peneliti dalam
menemukan permasalahan penelitian (research problem) yang ada di lapangan,
menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metode dan
menemukan instrumen analisis data. Selain itu, teori juga digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antar variabel.
Struktur logika penelitian kuantitatif berpola siklus mulai dari teori, hipotesa,
observasi, analisis data, temuan-temuan, kemudian berakhir kembali pada teori.
Posisi masalah/problem yang dirumuskan oleh peneliti dalam hal ini dapat dikatakan
“mendahului “ posisi teori, artinya permasalahan apa yang ada di lapangan kemudian
menentukan teori apa yang tepat untuk digunakan sebagai “pisau analisis”.
Di sisi lain, hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian adalah masalah
penelitian tidak akan pernah nampak/kelihatan tanpa dilihat melalui teori yang ada.
Artinya, masalah penelitian hanya ada kalau orang memiliki bekal teori untuk
melihatnya. Menghubungkan gejala atau fakta dengan pikiran-pikiran tertentu (teori-
teori), sehinnga peneliti mampu untuk merumuskan masalah penelitian (research
question).
Masalah penelitian ini nanti harus dapat dijawab/dipecahkan dengan atau
lewat penelitian. Peneliti sangat mungkin tertarik untuk menjawabnya secara tentatif
(menduga-duga) atas masalah yang ada. Kalau demikian halnya orang harus
mendeduksikan teori-teori tertentu, memberlakukan pernyataan asumtif yang tadinya
dianggap umum atau luas sifat kebenarannya ke dalam gejala atau beberapa gejala
yang saling dikaitkan secara khusus/sempit. Jawaban yang bersifat dugaan (yang
masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data empiris/lapangan) itulah hipotesa.
Hipotesa umumnya terdiri dari dua atau lebih variabel yang dikaitkan satu dengan
yang lain. Jadi hipotssa adalah pernyataan sementara yang harus diuji kebenarannya
melalui penelitian.
Posisi teori dalam penelitian kuantitatif ini menentukan jenis penalaran yang
dipakai. Dengan melihat posisi teori sebagai landasan penelitian, maka peneliti dapat
mengatakan bahwa penelitian kuantitatif menggunakan jenis penalaran deduktif.
Penalaran deduktif merupakan jenis penalaran yang bergerak dari pemikiran umum
kepada hal-hal yang lebih khusus.
Berbeda dengan teori pada penelitian kuantitatif yang menjadi dasar penelitian
untuk diuji, pada penelitian kualitatif, teori berfungsi sebagai “inspirasi” dan
perbandingan. Penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dan akhirnya (bisa)
menghasilkan teori. Di sinilah uniknya penelitian kualitatif. Peneliti tidak dibebani
oleh teori. Bahkan, pada metode grounded theory approach, peneliti langsung terjun
ke lapangan sambil merancang penelitiannya. Dari sana baru didesain proposal
penelitian, sambil mengumpulkan informasi dan hasil pengamatan untuk
menghasilkan suatu teori baru atas fenomena di lapangan. Meskipun demikian,
peneliti juga harus punya wawasan untuk dapat menginterpretasi dan menganalisis
fenomena di lapangan. Salah satunya adalah mengetahui teori yang relevan. Desain
penelitian kualitatif juga bisa bersumber dari pendapat-pendapat, komentar-komentar,
kutipan-kutipan pembicaraan, ulasan artikel, jurnal, hasil penelitian yang relevan,
bahkan ‘curhat’ yang ada di blog sekalipun jika memang relevan.
Dalam penelitian kualitatif, teori bukan satu-satunya kacamata yang bisa
digunakan untuk ‘melihat’. Ada banyak kacamata lain. Oleh sebab itu,
mengumpulkan segala macam informasi melalui wawancara dengan informan yang
relevan dengan permasalahan penelitian serta dari segala macam sumber adalah
penting.
Teori diterapkan dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk tujuan yang
berbeda-beda. Para peneliti kuantitatif menggunakan teori untuk memberikan
penjelasan atau prediksi tentang relasi antar variabel dalam penelitian. Peneliti
kuantitatif tentu membutuhkan landasan teoritis tentang variable-variabel ini untuk
membantunya merancang rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Teori inilah
yang menjelaskan bagaimana dan mengapa variable-variabel itu berhubungan satu
sama lain, berfungsi sebagai “ jembatan” antar variabel penelitian.
Ruang lingkup teori bisa saja luas ataupun sempit, dan peneliti menyatakan
teori mereka dalam beberapa bentuk hipotesis, pertanyaan logika “jika-maka” atau
dalam bentuk visual. Jika teori-teori tersebut digunakan secara deduktif (kuantitatif),
peneliti menempatkannya diawal penelitian dalam tinjauan pustaka.
Sebagaimana dalam penelitian kuantitatif, para peneliti kualitatif juga dapat
menerapkan teori sebagai penjelasan umum, misalnya dalam etnografi. Teori juga
bisa diterapkan sebagai perspektif teoritis untuk membantu peneliti memunculkan
pertanyaan-pertanyaan tentang gender, kelas, ras, dan sebagainya. Teori juga dapat
diterapkan sebagai point ahir penelitian, pola, atau generalisasi yang secara induktif
berawal dari pengumpulan dan analisis data. Para peneliti kualitatif yang menerapkan
grounded theory, misalnya berusaha menghasilkan teori yang didasarkan pada
pandangan-pandangan para partisipan, lalu memposisikannya sebagai kesimpulan
diahir penelitian. Meski demikian ada juga penelitian kualitatif yang tidak
menyertakan teori yang eksplisit, hanya menyajikan penelitian yang deskriptif
tentang fenomena utama (hanya menjelaskan 1 (satu) varibel peneltian, seperti
penelitian fenomenologi. Misalnya: Persepsi Mahasiswa Terhadap Kulaitas
Pelayanan Akademik di FISIP UB Malang.
Pemahaman yang keliru terhadap makna teori tergolong ‘sesat pikir’, oleh
sebab itu diperlukan upaya memahami teori dengan baik. Mengapa demikian? Karena
teori sebagai pisau analisis dalam penelitian dengan kata lain ‘jantung dari satu
penjelasan ilmiah, otomatis menjadi sangat sentral dalam setiap penelitian’.
Sehingga penjelasan ini menempatkan teori pada posisi utama dan sentral dalam
melakukan penelitian.
3.6. Fungsi dan Tugas Teori
Fungsi teori dalam penelitian sosial. Sebagaimana ditulis Lexy Moelong dalam
bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif menyebutkan empat fungsi dari teori
dalam penelitian, yaitu:
Mensistematisasikan penemuan-penemuan penelitian
Menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis
membimbing peneliti mencari jawaban
Membuat ramalan atas dasar penemuan;
Menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaan mengapa19.
Poin penting dari kutipan di atas adalah teori bisa mensistematisasikan
penemuan, menyusun dan membimbing peneliti dalam mencari jawaban serta bisa
digunakan dalam meramalkan fenomena sosial dan politik.
Sementara Agus Salim mengatakan bahwa fungsi teori adalah ‘meramalkan
dan menerangkan. Kedua kemampuan itu menjadi kegiatan pokok ilmu, dari sini
muncul kesimpulan berjangkau jauh dan dapat menerangkan hubungan setiap gejala
serta membahas keharusan hubungan tersebut’20.
Selain fungsi teori, hal penting yang perlu diketahui adalah memahami tugas
teori tersebut. Secara umum ada lima tugas teori mengutip pendapat Lexy Moeleong.
Memberikan kesempatan untuk meramalkan dan menjelaskan perilaku
Bermanfaat dalam menemukan teori
Digunakan dalam aplikasi praksis-peramalan dan penjelasannya harus
memberikan pengertian kepada para praktisi dan beberapa pengawasan
terhadap situasi
Memberikan perspektif terhadap perilaku yaitu pandangan yang harus dijaring
melalui data
Membimbing serta menyajikan gaya bagi penelitian21.
19
Lexy Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2004. hlm.58
20
Agus Salim,Bangunan Teori, Jogjakarta, Tiara Wacana, 2006. hlm.77
21
Lexy Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2004. hlm.58
BAB IV
KERANGKA PIKIR, MODEL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
22
Riswandha Imawan, op.cit. hlm. 7
23
Ibid.
Pola keseragaman dalam melakukan pernyataan maupun penilaian seringkali kita
temukan dalam analisis media massa.
Aspek ketiga dari teori adalah paradigma. Paradigma biasa disamakan dengan
‘cara pandang’. Pemahaman yang terlampau sederhana sebenarnya mereduksi makna
yang terkandung dalam paradigma itu sendiri. Sebenarnya paradigma bisa
didefinisikan sebagai ‘perspektif masyarakat ilmiah tentang dunia, yang tersusun
dari serangkaian keyakinan dan komitmen, baik itu yang bersifat konseptual, teoritis,
metodologis maupun instrumentalis’.
Sementara pendapat lain, mendenifisikan paradigma:
‘merupakan pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu displin
ilmu pengetahuan. Dengan demikian paradigma merupakan alat bantu bagi
ilmuwan dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-
persoalan yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi
yang diperoleh24.
24
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Jogjakarta, Tiara Wacana, 1992. hlm. 22
Tiga hal tersebut di atas akan sangat berguna bagi peneliti dalam melakukan
penelitan. Untuk melengkapai pemahaman tersebut, seorang peneliti juga perlu
mengetahui bahwa ada empat pedoman pokok untuk menentukan apakah teori itu
berguna dalam penelitian.
Testable. Maksudnya proposisi yang diajukan ditolak, atau ada ruang
tambahan dimana peneliti dapat mengajukan propisis baru sehingga daya
penjelas teori itu bertambah komprehensif;
Communicable. Maksudnya membuka kemungkinan bagi peneliti lain untuk
memahami konstruksi logika yang kita bangun;
Fruitful. Maksudnya teori yang ada saja tidak memungkinkan kita
memproduksi dan menguji hipotesa. Lebih penting lagi memberi tambahan
dimensi yang baru dari dimensi yang sudah kita kenal.
Elegant. Maksudnya sekalipun dimensi penjelasan bertambah lengkap konsep
kunci menjadi dasar, ciri khas, entitas satu teori tetap dapat ditemukan.
Misalnya mekanisme input-output dalam teori sistem.
25
https://id.scribd.com/doc/110860622/Kerangka-Kerja-Teoritis-Konsep-Dan-Variabel, diakses pada
tanggal 25 September 2016 pukul 09:30 WIB
26
Loc.cit
Berdasarkan penjelasan teoritis terhadap perilaku golput diatas secara garis
besar dibedakan menjadi 3 (tiga) variabel, yaitu: (1) Faktor sosial-ekonomi,
menyangkut masalah latar belakang sosial maupun keadaan ekonomi pemilih; (2)
Faktor kepercayaan politik, yang menyangkut masalah kepuasan mereka terhadap
kondisi politik yang sudah ada; dan (3) Faktor psikologis, yang menyangkut antara
kedekatan antara pemilih dengan calon. Seluruh penjelasan di atas akan saling
memengaruhi dan mengambil peran dalam diri seseorang sebelum akhirnya orang itu
memutuskan untuk menjadi golput.
Bagan 1.1 dan 1.2: contoh kerangka pikir penelitian.
Bagan 1 Kerangka Berpikir Penelitian
Kepemimpinan Kepala Desa Pujon Kidul dilihat melalui kepemimpinan inovatif-progresif - Ketidakmampuan
menurut Mustakim : masyarakat dan
Pelaksanaan Kewenangan Lokal Skala perangkat desa
Pelaksanaan Musyawarah Desa Pengelolaan
Desa dalam
Perekonomian
Partisipasi, melibatkan setiap mengimbangi
Desa
Pemerintahan desa, pengoptimalan unsur masyarakat, namun kinerja Kepala
tupoksi pada perangkat desa, lembaga kehadiran kurang dari 50% Aset desa, Desa
kemasyarakatan desa, dan masyarakat; undangan. melibatkan - Penegakan terhadap
media informasi desa berberntuk SIE Demokrasi, peserta forum bebas masyarakat, aturan kurang
Desa Pujon Kidul, papan informasi, dan mengemukakan pendapat tanpa TKD
banner anggaran. ada diskiriminasi dialifungsikan
Pembangunan desa, kontribusi Transparansi, pemberian menjadi area
masyarakat berbentuk pemberian ide informasi berupa handout, Café Sawah.
gagasan, tenaga fisik, dan dana swadaya. tampilan slide presentasi, dan BUMDesa,
Kemasyarakatan desa, pembentukkan penyajian data yang diminta didirikan
LINMAS Wisata. masyarakat. melalui
Pemberdayaan masyarakat desa, Akuntabilitas, hasil mufakat musyawarah
program kejar Paket C; diinformasikan pada masyarakat desa dan
menggandengdinas terkait, LSM, dan melalui peserta musdes dan dikelola oleh
civitas akademik dalam pelatihan media informasi yang dimiliki seluruh
masyarakat. desa. masyarakat.
Faktor Kepercayaan
Politik
Faktor Psikologi
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang masih akan diuji
kebenarannya.
H1
Faktor Sosial-Ekonomi (X1)
Golput Pada Pilkada
Kota Pasuruan Tahun
H2 H4 2015
Faktor Kepercayaan Politik (X2)
(Y)
)
27
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & B, Bandung: Alfabeta, 2012, hlm. 64
b.Hipotesisi Penelitian
H1 : Faktor sosial-ekonomi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
perilaku tidak memilih (golput) masyarakat Kecamatan Panggungrejo Kota
Pasuruan pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015.
H2: Faktor kepercayaan politik secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
perilaku tidak memilih (golput) masyarakat Kecamatan Panggungrejo Kota
Pasuruan pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015.
H3: Faktor psikologis secara parsial berpengaruh signifikan terhadap perilaku
tidak memilih (golput) masyarakat Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan
pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015.
H4: Faktor sosial ekonomi, faktor kepercayaan politik dan faktor psikologis secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap perilaku tidak memilih (golput)
masyarakat Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan pada Pemilihan Kepala
Daerah tahun 2015.
BAB V
FOKUS, POPULASI. SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Keterangan :
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah Sampel
e2 = presisi (ditetapkan 5%-10% dengan tingkat kepercayaan 90%-95%)
28
Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Alfabeta , 2009, hlm 65
5.2. Teknik Sampling
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa dipercaya
dalam arti masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan
sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal
dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel
harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang
ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah
hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak
mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid
ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama, akurasi atau ketepatan, yaitu tingkat ketidakadaan “bias”
(kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan
yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolak ukur adanya “bias”
atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic
variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang
disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang
menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh,
jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan
sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor
yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang
diambil secara sistematis.
Kedua, Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat
presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita
dengan karakteristik populasi. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata
populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel
tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi
sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat
keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” .
Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil
perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel dengan
simpangan baku dari populasi (makin tinggi pula tingkat presisinya).
Keterangan:
• Simple random sampling adalah sebuah proses sampling yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap satuan sampel yang ada dalam
populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
• Systematic sampling merupakan pengambilan setiap unsur ke dalam
populasi, untuk dijadikan sampel. Pengambilan sampel secara acak hanya
dilakukan pada pengambilan awal saja, sementara pengambilan kedua
dan seterusnya ditentukan secara sistematis, yaitu menggunakan interval
tertentu.
• Stratified sampling adalah penarikan sampel berstrata yang dilakukan
dengan mengambil sampel acak sederhana dari setiap strata populasi yang
sudah ditentukan lebih dulu.
• Cluster sampling adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan
berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap kelompok-kelompok
(cluster) penelitian.
• Convenience sampling, penentuan sampel diambil berdasarkan faktor
spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan
peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat
dijadikan sampel (axidental sampling).
• Judgement sampling (purposive sampling) adalah teknik penarikan
sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan
terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Bedanya, jika dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari
setiap subpopulasi dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota,
ukuran serta sampel pada setiap sub-subpopulasi ditentukan sendiri oleh
peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.
• Snowball Sampling merupakan salah satu bentuk judgement sampling
yang sangat tepat digunakan bila populasinya kecil dan spesifik. Cara
pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, makin
lama sampel menjadi semakin besar, seperti “ bola salju” yang
menggelinding semakin besar.
Kriteria Sampling
Kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan tipe sampling yang baik,
diantaranya:
(1) Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi
(2) Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian
(3) Sederhana dan mudah dilaksanakan
(4) Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin tentang populasi dengan
biaya minimal.
• Satuan sampling adalah segala sesuatu yang dijadikan satuan (unit) yang
nantinya akan menjadi objek penelitian. Contoh: (1) apabila Indonesia
dibagi ke dalam 33 satuan yang disebut propinsi dan dalam penelitian
provinsi ini yang akan dipilih sebagai sampel, maka provinsi menjadi
satuan sampling. (2) Apabila sebuah perusahan dibagi ke dalam departemen
atau bagian, dan dalam departemen atau bagian ini sampel akan dipilih
sebagai objek penelitian, maka departemen atau bagian ini adalah satuan
sampling.
• Kerangka sampling adalah daftar yang berisi satuan-satuan sampling
yang ada dalam sebuah populasi, yang berfungsi sebagai dasar untuk
penarikan sampel. Setiap satuan sampling mempunyai nomor urut tertentu.
Contoh: Kota Bandung terdiri dari kecamatan- kecamatan. Kalau peneliti
menjadikan kecamatan dimana sampel akan dipilih sebagai objek, maka
kecamatan adalah satuan sampling. Nama-nama kecamatan yang ada di Kota
Bandung kemudian didaftar, maka daftar nama-nama kecamatan di Kota
Bandung ini yang dinamakan kerangka sampling.
Presisi dan Akurasi
• Presisi (precision) diartikan sebagai ukuran seberapa jauh sesuatu alat akan
memberikan hasil yang konsisten. Presisi erat kaitannya dengan variasi data.
• Akurasi adalah seberapa tepat alat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Jadi akurasi berbicara tentang jarak, yang diukur dari target. Dengan
demikian akurasi menunjukkan ketepatan atau ketelitian menentukan
sampel dalam menggambarkan karakteristik populasi. Sampel dikatakan
memiliki akurasi tinggi apabila kesimpulan yang diambil dari sampel dapat
menggambarkan karakteristik dari populasi dan sebaliknya dikatakan
akurasinya rendah apabila karakteristik populasi tidak sepenuhnya dapat
digambarkan (menyimpang/bias) oleh kesimpulan yang diambil dari sampel.
29
Mikha Agus Widiyanto. Statistika Terapan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2013. Hlmn 9
Cara lain yang dapat dipergunakan untuk mengkonversi data kualitatif ke
dalam data kuantitatif adalah dengan mempergunakan skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengungkapkan gradasi penilaian responden, mulai sangat positif
sampai sangat negatif, atau sangat setuju sampai sangat tidak setuju terhadap suatu
objek sosial.30
30
Saifudin Azwar. Metode Penelitian .Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2001.hlm97
Dalam korelasi sempurna tidak dikenal istilah variabel bebas dan variabel
tergantung. Biasanya simbol X untuk variabel pertama dan simbol Y untuk variabel
kedua.
Kegunaan korelasi adalah mengukur kekuatan hubungan antara 2 (dua)
variabel atau lebih dengan skala-skala tertentu, misalnya :
Pearson data harus berskala interval atau rasio.
Spearman dan Kendal menggunakan data ordinal.
Chi Square menggunakan data nominal.
Terdapat tiga penafsiran hasil analisis korelasi, yaitu melihat kekuatan
hubungan 2 (dua) variabel, melihat signifikansi hubungan, dan melihat arah
hubungan. Interpretasi kekuatan hubungan korelasi berada antara angka 0 dan 1.
Apabila angka koefisien korelasi menunjukkan angka 0, maka kedua variabel tidak
mempunyai hubungan. Jika angka koefisien korelasi mendekati angka 1, maka kedua
variabel mempunyai hubungan semakin kuat. Jika angka koefisien korelasi mendekati
angka 0, maka kedua variabel mempunyai hubungan semakin lemah. Jika angka
koefisien korelasi =1, maka kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna
positif. Jika angka koefisien korelasi = -1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna negatif.
Untuk data nominal, misalnya agama, penafsiran koefisien korelasi tidak
sejauh penjelasan di atas. Sebagai contoh adalah penelitian perilaku memilih
masyarakat dalam pemilu legislatif. Variabel yang dipergunakan adalah sebagai
berikut: Y : Pilihan politik masyarakat dan X : Agama
Dalam perhitungan diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,6. Koefisien
korelasi bernilai positif. Artinya hubungan antara variabel agama dengan pilihan
politik masyarakat adalah kuat. Arah hubungan tidak perlu dijelaskan karena data
berupa data nominal.
Contoh penjabaran variabel, indikator, item penelitian dan daftar petanyaan
penelitian, bisa dicermati pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2: Variabel, Indikator dan Item Penelitian
r
xy) ( x y)
n(
[n x ( x) ][n y ( y) ]
2 2 2 2
Keterangan:
n : jumlah responden
x
: skor jawaban
y total skor jawaban
:
xy hasil perkalian antara xy .
:
31
Sugiyono,op .cit, hlm 13
32
Ibid, hlm 16
33
Tukiran, op. cit, hlm 42
34
Masri Singarimbun dkk., op. cit, hlm 137
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS 20 untuk menguji validitas
dari kusioner. Berdasarkan hasil analisis validitas menggunakan statistik uji Pearson
Correlation pada masing-masing item pertanyaan terdapat nilai signifikansi kurang
dari alpha (0.05) maka diputuskan bahwa semua item pertanyaan valid.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis validitas
menggunakan statistik uji Pearson Correlation pada masing-masing item pertanyaan
terdapat nilai signifikansi kurang dari alpha (0.05) maka diputuskan bahwa semua
item pertanyaan valid. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua pertanyan
mengenai indikator-indikator dalam variabel golput pada instrumen yang digunakan
dikatidakan sahih dan valid.
b. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik.’35 Suatu instrument dapat dikatidakan reliable ketika instrument
yang digunakan akan mendapatkan hasil yang sama ketika digunakan kembali
diwaktu yang berbeda. Pada penelitian ini pengukuran relibilitas kuesioner dengan
menggunakan Cronbach’s alpha suatu variabel dinyatidakan reliabel jika Cronbach’s
alpha lebih besar atau sama dengan 0,6.36
Rumus statistik untuk menghitung Cronbach’s alpha37 adalah sebagai berikut
2
S j
k
1
k 1 S x2
35
Tukiran. Op., Cit., hlm 43
36
Danang Sunyoto., Op Cit. hlm 68
37
Sofyan Yamin., Op., Cit. hlm 287
Keterangan:
K = banyaknya belahan tes
Sj2 = varians belahan j;j=1,2,…,k
Sx2 = varians skor tes
38
Riduan dan Sunarto, PENGANTAR STATISTIKA untuk Penelitian: Pendidikan, Sosial, Komunikasi,
Ekonomi, dan Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2013, hlm.108
X1, X2, X3 dan X2 = Variabel independen/bebas (nilai yang
mempengaruhi)
a = Konstanta (nilai Y apabila X1, X2…..Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun
penurunan)
BAB VI
PENGUTIPAN DAN PENULISAN REFERENSI
6.1. Pengutipan
Tata cara pengutipan dalam penelitian dibagi menjadi 2 (dua) bentuk.
Pertama, kutipan langsung adalah kutipan yang sama persis dengan
teks yang dikutip. Umumnya kutipan ini dilakukan dalam pengutipan istilah,
peraturan perundang-undangan, dan dokumen tertentu yang dianggap spesifik.
Kutipan langsung ditulis sama persis dengan sumber aslinya, baik mengenai
bahasa maupun ejaannya. Kutipan langsung yang kurang dari tiga empat
dimasukkan ke dalam teks, diketik seperti ketikan teks, diawali dan diakhiri
dengan tanda petik. Jika dalam pengutipan dipandang perlu untuk
menghilangkan beberapa kalimat, pada bagian itu diberi titik-titik sebanyak
tiga buah (…). Kutipan yang lebih dari empat baris diketik satu spasi dan mulai
lima ketukan dari margin kiri.
Kedua, kutipan tidak langsung (parafrase) adalah kutipan yang berisi
gagasan pokok dari teks yang dikutip menurut bahasa peneliti yang mengutip
teks tersebut.
57
gaya Chicago penulisan sumber lebih panjang dan lengkap. Secara rinci tata
cara penulisan catatan kaki (footnote) adalah sebagai berikut:
Penulisan nama:
Nama pengarang ditulis lengkap, tidak perlu dibalik dan tanpa
menyebutkan gelar.
Jika nama pengarang terdiri dari dua penggal nama yang dihubungkan
dengan tanda penghubung harus ditulis lengkap.
Jika nama pengarang lebih dari dua orang, harus dicantumkan semua.
Jika nama pengarang terdiri dari tiga orang atau lebih, yang dicantumkan
adalah nama pengarang pertama, sedangkan nama-nama lain diganti
dengan singkatan “dkk” atau “et al”.
Penunjukan kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi) ditambah
dengan (ed.) di belakang nama penyunting (editor) atau penyunting utama
(jika penyuntingnya lebih dari satu orang).
Setiap bagian tulisan (artikel) yang diketahui nama penulisnya, nama
penulis tersebut harus dituliskan.
Jika tidak ada nama pengarang atau editor, catatan kaki dimulai dengan
kata anonim.
Jika nama diikuti dengan singkatan, singkatan tersebut harus dicantumkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nama tersebut.
Penulisan judul
Judul buku, jurnal, hasil penelitian, majalah, harian, atau ensiklopedi
ditulis seperti apa adanya dan kemudian dicetak miring. Sedangkan untuk
judul artikel ditempatkan dalam tanda kutip.
Sesudah catatan kaki pertama, pada penyebutan kedua dan seterusnya atas
sumber yang sama cukup digantikan dengan singkatan: ibid, digunakan
untuk penyebutan sumber yang telah disebutkan sumber yang telah disebut
58
dan belum diselingi oleh sumber lain dan dalam penulisannya selalu
dicetak miring dan diakhiri dengan tanda titik.
Penyebutan nama dan potongan judul buku digunakan bila catatan itu
menunjukkan kembali sumber yang telah disebut tetapi sudah diselingi
oleh sumber lain, ditulis Op.Cit atau Loc.Cit.
59
BUKU
a) Buku dengan Satu Pengarang
Kanto, Kanto, 2011, Prespektif Modernisasi dan Perubahan Sosial, UB
PRESS, Malang
Catatan kaki: Sanggar Kanto, 2011, Prespektif Modernisasi dan
Perubahan Sosial, UB PRESS, Malang, hlm 112.
b) Buku dengan Dua Pengarang
Fefta Wijaya, Andy dan Dannar, Oscar Radian, 2014, UB PRESS, Malang,
hlm 25
Catatan kaki: Andy Fefta Wijaya dan Oscar Radian Dannar, 2014, UB
PRESS, Malang, hlm 25
c) Buku Dengan Tiga Pengarang Atau Lebih
Santoso, Budi, dkk, Lembaga Ombudsman Daerah, Jogjakarta: PUSHAM
UII, 2005.
Catatan kaki: Budi Santoso, dkk, Lembaga Ombudsman Daerah,
Jogjakarta: PUSHAM UII, 2005, hlm. 2.
d) Buku Tanpa Pengarang
Anonim. Isys Full Text Retrieval. Burbank, Calif: Odyssey Development.
1991.
Catatan kaki: Anonim. Isys Full Text Retrieval. Burbank, Calif: Odyssey
Development. 1991, hlm. 34.
e) Pseudonim (Nama samaran):
Le Carre, John. Isys Full Text Retrieval. Burbank, Calif: Odyssey
Development. 1991.
Catatan kaki: John Le Carre, Isys Full Text Retrieval. Burbank, Calif:
Odyssey Development. 1991, Hlm. 4.
f) Editor, Penerjemah atau Kompiler:
Hidayat, Syarif dan Malik, Abdul (ed). Reformasi Setengah Matang,
Jakarta, Teraju, 2010.
Catatan kaki: Syarif Hidayat dan Abdul Malik (ed). Reformasi Setengah
Matang, Jakarta, Teraju, 2010, hlm. 3.
60
g) Badan Korporasi:
Badan Pusat Statistik. Pati Dalam Angka 2011. Kabupaten Pati. 2011
Catatan kaki: Badan Pusat Statistik. Pati Dalam Angka 2011. Kabupaten
Pati. 2011, hlm. 5.
Contoh:
Satu pengarang:
Eddyono, Luthfi Widagdo. “Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh
Mahkamah Konstitusi”. Jurnal Konstitusi, Volume 7 No. 3, Juni, 2010: 10.
Catatan kaki: Luthfi Widagdo Eddyono, “Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara oleh Mahkamah Konstitusi”. Jurnal Konstitusi,
Volume 7 No. 3, Juni, 2010: 10.
61
Dua Pengarang:
Ari Pradhanawati dan R. Shinta Dewi. “Dampak Belanja Pemilu Legislatif
2009 Terhadap Sektor Rill”. FORUM: Majalah Pengembangan Ilmu Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. Vol 38. No. 1
Februari 2010.
Catatan kaki: Ari Pradhanawati dan R. Shinta Dewi. “Dampak Belanja
Pemilu Legislatif 2009 Terhadap Sektor Rill”. FORUM:
Majalah Pengembangan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Diponegoro. Vol 38. No. 1 Februari
2010. Hlm.71.
Tiga Pengarang atau lebih:
Susilo Utomo, Priyatno Harsasto, dan Purwoko. Impelemntasi Sertifikasi
Massal Swadaya di Kabupaten Kudus Periode 2006-2008. FORUM: Majalah
Pengembangan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Diponegoro. Vol 37. No. 1 Januari 2009.
Catatan kaki: Susilo Utomo, Priyatno H., dan Purwoko. Impelemntasi
Sertifikasi Massal Swadaya di Kabupaten Kudus Periode 2006-
2008. FORUM: Majalah Pengembangan Ilmu Sosial Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. Vol 37.
No. 1 Januari 2009. Hlm. 49.
62
Skripsi, Tesis dan Disertasi
Penulisan daftar pustaka dan footnote dari skripsi, tesis atau disertasi pada
dasarnya sama. Namun yang membedakan adalah tulisan setelah judul yakni jika
dari skripsi maka ditulis skripsi, jika dari tesis ditulis tesis, begitu juga dengan
disertasi.
Utaminingsih, Alifiulahtin, 2016, “ Dukungan Sosial Pada Kesuksesan Wanita
Karier, Disertasi, Jurusan Sosiologi, FISIP Universitas Brawijaya, 2016.
Catatan kaki:
Alifiulahtin Utaminingsih, Dukungan Sosial Pada Wanita Karier (Studi tentang
Dukungan Sosial, Konflik Peran Ganda, Kepuasan Kerja dan Motivasi
Kerja, Disertasi, Jurusan Sosiologi, FISIP Universitas Brawijaya Malang,
2016, Hlm 121.
Wawancara
Diterbitkan: Widiyarto, M., “Markus Widiyarto”. Pewawancara Bre Redana,
Kompas, 21 Oktober 2001.
Catatan kaki: Markus Widiyarto, “Pewawancara Bre Redana”, Kompas, 21
Oktober 2001.
Internet
Penulisan daftar pustaka yang berasal dari situs WWW (Wordl Wide Web)
adalah dimulai dengan nama pegarang (bila ada, penulisannya dimulai dari nama
keluarga diikuti dengan bagian nama lainnya), judul karya diantara tanda kutip,
judul karya lengkap (gunakan garis bawah atau cetak miring), tahun dokumen
atau tahun revisi terakhir, sebutkan protocol (contoh: “http”) dan Uniform
Resources Locator (URL) yang lengkap serta tanggal diakses (dalam kurung
siku). Contoh: Jimli, “Moratorium Pembentukan Lembaga Baru”
http://www.ugm.ac.id/id/berita/4769- [20 Januari 2014]. Catatan kaki: Jimli, A.
“Moratorium Pembentukan Lembaga Baru” http://www.ugm.ac.id/id/berita/4769-
[20 Januari 2014].
63
DAFTAR PUSTAKA
64