Anda di halaman 1dari 10

Journal Reading

Comparison of Characteristics According to Reflux Type in


Patients With Laryngopharyngeal Reflux

PEMBIMBING:
dr. R. Ena Sarikencana, Sp.THT

Disusun Oleh:
Nafisha
2014730072

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT-KL


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
Perbandingan Karakteristik Menurut Tipe Refluks pada Pasien dengan Refluks
Laringofaringeal

Tujuan. Untuk menganalisis laryngopharyngeal reflux (LPR) sebagai tipe asam,


nonasam atau campuran menurut monitoring pH multichannel intraluminal impedance
(MII) 24 jam dan karakteristik klinis dari tiap tipe.

Metode. Sembilan puluh pasien disertakan dalam penelitian ini secara prospektif.
Semua pasien menjalani monitoring pH MII 24 jam sebagai prosedur diagnostik.
Delapan puluh tiga pasien didiagnosis dengan LPR. Pasien diklasifikasikan kedalam
tiga kelompok menurut pH dari probe hipofaringeal: kelompok refluks asam, kelompok
refluks nonasam dan kelompok refluks campuran. Gejala subyektif dan temuan obyektif
dievaluasi berdasarkan respon pasien terhadap Short Form 12 Survey (SF-12), LPR
health-related quality of life (LPR-HRQOL), indeks gejala refluks dan skor temuan
refluks.

Hasil. Hasil dari tiap kelompok dibandingkan. Hasilnya, 34 pasien diklasifikasikan


kedalam kelompok refluks nonasam dan 49 kedalam kelompok refluks campuran. Tidak
ada pasien yang diklasifikasikan kedalam kelompok asam saja. Tidak ada perbedaan
signifikan antara kedua kelompok ketika membandingkan indeks gejala refluks, skor
temuan refluks, LPR-HRQOL atau skor komponen mental dari SF-12. Namun, skor
komponen fisik dari SF-12 lebih tinggi di kelompok refluks nonasam (P=0,018). Skor
komposit DeMeester (P=0,015) dan jumlah total kejadian LPR (P=0,001) lebih rendah
pada kelompok refluks nonasam daripada kelompok refluks campuran.

Simpulan. Kesimpulannya, tidak ada pasien LPR yang hanya memiliki refluks asam
saja. Pasien LPR refluks nonasam menunjukkan karakteristik dan temuan klinis yang
mirip bila dibandingkan dengan kelompok refluks campuran, tapi memperlihatkan
episode LPR yang secara signifikan lebih sedikit.
Pendahuluan

Gejala penyakit LPR diakibatkan dari isi lambung yang memasuki area laringofaringeal.
LPR berhubungan dengan gejala ekstraesofagal seperti disfagia, suara serak, batuk
kronis, sensasi globus, berdeham dan spasme laringeal. Pasien LPR biasanya
mengalami ketidaknyamanan jangka panjang akibat sifat gejala yang kronis dan
intermiten. Selain itu, paparan frekuen persisten laringofaring terhadap refluks lambung
bisa berujung pada eritema laring, edema pita suara, edema subglotis, hipertrofi
paskaglotis, obliterasi ventrikuler, mukus endolaringeal dan pembentukan granuloma.

Diagnosis LPR biasanya berdasarkan adanya gejala laringeal dan temuan


laringoskopik. Namun, sensitivitas dan spesifisitas temuan laringoskopik masih buruk
dan temuan abnormal laring teridentifikasi pada sekitar 86% subyek yang sehat dan
asimtomatis. Metode diagnostik efektif lainnya untuk LPR adalah monitoring pH 24
jam dual-channel. Namun, probe pH laringeal kurang responsif akibat lingkungan basa
dalam saluran digestif proksimal. Selain itu, netralisasi kejadian asam distal oleh saliva
mempengaruhi sensitivitas alat. Oleh karena it, dibutuhkan metode pemeriksaan LPR
yang lebih akurat dan obyektif. Meski monitoring pH MII 24 jam diperkenalkan 10
tahun sebelumnya, instrumen ini utamanya dipakai untuk mendeteksi GER. Metode ini
memungkinkan untuk karakterisasi episode refluks dalam bentuk cair, udara atau
campuran; dengan demikian, baik episode refluks asam maupun nonasam bisa
terdeteksi. Karena memungkinkan evaluasi lebih akurat pada kronologi episode refluks
dan gejala laringeal, aplikasi monitoring pH MII 24 jam semakin meningkat.

Sebagian besar pasien yang dicurigai LPR akan dirawat secara empiris dengan
PPI dan modifikasi gaya hidup. PPI adalah obat poten yang menghambat refluks isi
lambung; namun, telah dilaporkan bahwa 20-30% pasien yang dirawat dengan PPI tidak
responsif terhadap obat ini. Alasan dari respon refrakter ini mungkin dari sifat episode
refluks yang nonasam. Oleh karena itu, penulis penelitian ini berfokus pada
karakteristik LPR refluks nonasam. Dengan mengklasifikasikan LPR sebagai tipe asam,
nonasam atau campuran menurut monitoring pH MII 24 jam, kami menganalisis dan
membandingkan karakteristik klinis dari tipe LPR ini.

Material dan Metode

Subyek

Ini adalah penelitian observasional prospektif. Kami evaluasi pasien yang mengunjungi
Departemen otolaringologi Kyung Hee University Medical Center dari Agustus 2014
hingga Agustus 2015. Semuanya adalah pasien baru yang dievaluasi adanya gejala
indikasi klinis LPR, nantinya mereka menjalani pemeriksaan otolaringologi termasuk
laringoskopi video. Pasien yang memenuhi kriteria berikut akan dieksklusikan dari
penelitian ini: tak ingin berpartisipasi, riwayat pemakaian obat ulkus peptikum, riwayat
operasi penyakit ulkus peptikum atau refluks, riwayat penyakit kronis atau malignansi
dan usia kurang dari 18 tahun. Pada akhirnya, 90 pasien menjalani monitoring pH MII
24 jam sebagai alat diagnostik. Sebuah penelitian klinis prospektif dilakukan
berdasarkan data pasien setelah mendapat persetujuan dari Institutional Review Board
of Kyung Hee University Hospital dan dilakukan sesuai prinsip Deklarasi Helsinki.
Informed consent didapatkan dari semua partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini.

Pemeriksaan fisik dan kuesioner

Pasien yang mengeluhkan lebih dari satu gejala pada kunjungan pertama akan menjalani
pemeriksaan laring menggunakan laringoskopi video di laboratorium klinis. Gejala ini
meliputi suara serak, batuk kronis, sensasi globus, spasme laring, berdeham dan
disfagia. Skor temuan refluks Belafsky (RFS) dicatat berdasarkan tanda laringeal
patologis seperti hiperemi, obliterasi ventrikuler, edema laring difus, pembentukan
granuloma dan mukus endolaringeal yang tebal. RFS berkisar dari 0 sampai 26, dengan
skor lebih tinggi mengindikasikan deteriorasi kondisi laring, dan 0 mengindikasikan
kondisi normal.
Gejala subyektif dan kualitas hidup (QOL) dievaluasi berdasarkan respon pasien
terhadap tiga survei: SF-12, LPR-HRQOL dan RSI. Hasil dari tiap survei dibandingkan
dengan hasil monitoring pH MII 24 jam. SF-12 merupakan alat pengukuran kualitas
yang berguna untuk mengevaluasi HRQOL. Alat ini tersusun atas delapan kategori
berbeda dari fungsi fisik, peran-fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi
sosial, peran-emosional dan kesehatan mental. Tiap kategori SF-12 dibagi menjadi dua
skor komponen: skor komponen fisik (PCS) dan skor komponen mental (MCS). Niladi
dari delapan kategori mengindikasikan kondisi kesehatan pasien secara umum, dengan
skor lebih tinggi menandakan kondisi kesehatan yang lebih baik. Penulis berfokus pada
PCS dan MCS dari SF-12.

LPR-HRQOL merupakan skala pengukuran QOL yang reliabel dan valid oleh
Carrau et al. metode ini bisa digunakan untuk mengevaluasi QOL pasien LPR melalui
sebuah survei sederhana yang terdiri atas 43 pertanyaan dalam lima kategori suara
serak, batuk, berdeham, menelan dan dampak refluks asam secara keseluruhan.
Kuesioner ini menggunakan skala Likert 7 poin dasar untuk pertanyaan dalam empat
kategori, sementara skala Likerti 10 poin digunakan untuk menilai dampak keseluruhan
dari refluks asam. Skor tinggi menandakan gejala yang lebih berat, sementara skor 0
menandakan tidak ada gejala.

RSI mengevaluasi tingkat gejala dan keparahannya melalui skala Likert 6 poin,
dari 0 sampai 5. Skor tinggi menandakan bahwa pasien memiliki gejala yang lebih
berat, sementara skor 0 menandakan tidak ada gejala. Umumnya, ketika skor total
(jumlah semua skor aitem) lebih dari 10, LPR dianggap berat.

Pemeriksaan monitoring pH MII 24 jam

Kateter pH MII dual-channel yang digunakan pada penelitian ini tersusun atas kateter
poliuretan 2,3 mm yang menerapkan enam segmen impedansi dan dua elektroda
pengukur pH. Model kateter yang digunakan berdasarkan panjang esofagus pasien.
Konfigurasi kateter ini memungkinkan perekaman perubahan impedanse intraluminal di
tiap titik. Selain itu, pH dimonitor di hipofaring (proksimal pH 1) dan esofagus (distal,
pH 8). Menggunakan visualisasi langsung, sebuah selang fiberoptik dimasukkan ke
cavum nasal untuk membantu pemasangan probe. Sebuah kateter pH-MII dual-channel
kemudian dimasukkan melalui hidung dari sisi berlawanan dari selang fiber yang
dimasukkan sebelumnya dan blue visualizaion band dileakkan 1 cm dibawah sensor pH
proksimal di ujung proksimal dari sfingter esofagus atas.

Probe ditempelkan ke perekam data elektronik eksternal selama 24 jam untuk


memonitor pH esofagus. Probe dilepas besoknya, dan data pH diunduh untuk analisis.
Pasien diinstruksikan untuk mencatat waktu tiap dia makan dan mendokumentasikan
terjadinya batuk, globus, heartburn dan regurgitasi.

Analisis data

Tiap pelacak MII dianalisis secara manual. Sebuah kejadian refulks distal didefinisikan
sebagai sebuah episode yang mencapai dua sensor impedansi paling dekat dengan
sfinger esofagus bawah. Episode yang mencapai dua sensor impedansi paling dekat
dengan orofating didefinisikan sebagai kejadian refulks proksimal dan dianggap sebagai
LPR dalam penelitian ini. Kejadian refluks diklasifikasikan sebagai asam jika pH
dibawah 4 dan nonasam jika pH diatas 4 selama episode. LPR didiagnosis jika episode
refluks proksimal terjadi lebih dari satu kali. Jika episode refluks memiliki pH
proksimal >4 di tiap kejadian, pasien diklaisfikasikan kedalam kelompok refluks
nonasam. Pasien dimasukkan dalam kelompok refluks asam jika pH proksimal <4 di
tiap kejadian. Jika episode refluks menunjukkan pH proksimal <4 dan >4 secara
bergantian selama periode pemeriksaan, pasien dimasukkan dalam kelompok refluks
campuran.

Skor komposit DeMeester didasarkan pada indeks total waktu berdiri saat
refluks (%), waktu berbaring saat refluks, waktu total saat refluks, episode yang
berlangsung lebih dari 5 menit, episode paling lama dan episode total. Skor komposit
DeMeester <14,7 dianggap normal. Untuk mengevaluasi hubungan antara refluks dan
gejala tipikal seperti batuk, sensasi globus dan heartburn, kami gunakan data episode
gejala yang dicatat pasien. Kami juga bandingkan aspek refluks distal diantara ketiga
kelompok.

Untuk analisis statistik, SPSS v.18.0 digunakan untuk membandingkan RFS,


RSI, SF-12 dan LPR-HRQOL diantara ketiga kelompok refluks. Terlebih lagi, skor
komposit DeMeester, episode refluks total dan probabilitas keterkaitan gejala refluks
juga dibandingkan diantara ketiga kelompok untuk mengidentifikasi karakteristik LPR
nonasam. Sebuah nilai P <0,05 dianggap signifikan.

Hasil

Sembilan puluh pasien diteliti melalui pemeriksaan fisik, survei dan monitoring pH MII
24 jam dengan kecurigaan LPR; 83 pasien (92,2%) selanjutnya didiagnosa dengan LPR
(28 pria dan 55 wanita; rerata usia 52,8±13,1 tahun; usia distribusi, 19-80 tahun).

Tiga puluh empat pasien (41,0%) diklasifikasikan kedalam kelompok LPR


refluks nonasam dan 49 pasien (59%) diklasifikasikan dalam kelompok LPR refluks
campuran. Tidak ada pasien yang masuk ke kelompok refluks asam setelah monitoring
pH MII 24 jam. Akibatnya, kelompok refluks asam dieksklusikan dari analisis statistik
dan data dari dua kelompok sisa akan dibandingkan. Analisis tidak menunjukkan
perbedaan signifikan antara kedua kelompok terkair RSI, RFS, LPR-HRQOL, SF-12
MCS atau riwayat personal, termasuk penyakit penyerta, merokok, konsumsi alkohol
atau kopi dan riwayat operasi meski terdapat perbedaan pada SF-12 PCS. SF-12 PCS
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok LPR refluks nonasam (P=0,018).

Skor komposit DeMeester lebih rendah di kelompok refluks nonasam (P=0,015)


dan tidak ada pasien di kedua kelompok yang menunjukkan skor >14,7. Angka total
kejadian LPR lebih rendah di kelompok refluks nonasam daripada kelompok refluks
campuran (P=0,001). Episode refluks distal juga lebih jarang di kelompok LPR
nonasam, tapi ini tidak signifikan (P=0,134). Probabilitas hubungan gejala refluks tidak
berbeda antara kedua kelompok terkait kategori gejala batuk dan sensasi globus (Tabel
3).

Diskusi

Menurut tren terkini, PPI adalah rekomendasi pilihan pertama untuk manajemen LPR.
Namun, beberapa kasus tidak mempan terhadap PPI dosis tinggi. Jika pasien menderita
gejala berat dan respon buruk terhadap obat, manajemen bedah dengan fundoplikasi
Nissen bisa dipertimbangkan, tapi ini masih jarang. Oleh karena itu, penulis befokus
pada LPR refrakter dan meneliti karakteristik dari LPR nonasam yang didiagnosis
dalam monitoring MII 24 jam.

Penyakit refluks nonasam adalah tipe GER baru yang lebih mudah diidentifikasi
menggunkaan monitoring pH MII 24 jam. Akibat gejalanya, yang refrakter terhadap
terapi PPI dan bermanifestasi menyerupai penyakit refluks asam, penyakit refluks
nonasam dulunya dianggap sebagai suatu penyakit yang sukar dibedakan. Namun, kini
penyakit ini bisa dipelajari guna mencari obat untuk LPR.

Monitoring pH MII 24 jam merupakan sebuah instrumen diagnostik dan analitik


yang bermanfaat dan telah digunakan secara luas untuk diagnosis GER asam atau
nonasam sejak tahun 2000. Teknik ini bisa menganalisis kandungan refluks (cair,
campuran, gas) dan memvisualisasi hubungan antara gejala laringeal dan episode
refluks, begitu juga tinggi refluks. Fitur ini berguna untuk diagnosis LPR refluks
nonasam dan kami menemukan bahwa LPR refluks nonasam ada pada 41,0% pasien
(34/83) penelitian ini. Meski sulit untuk membandingkan penelitian ini secara langsung
dengan lainnya, penelitian ini memperlihatkan insidensi refluks nonasam yang lebih
tinggi daripada GER refluks nonasam; estimasi sebelumnya adalah 20-30%.

Disaat inflamasi jalan napas dan hipersensitivitas diduga berhubungan dengan


refluks nonasam, patofisiologinya bisa dijelaskan melalui dua mekanisme mayor. Teori
refleks, juga dikenal sebagai teori refleks esofago-tracheo-bronkial, menyebutkan
bahwa reseptor mukosa dirangsang oleh material refluks, yang kemudian mengaktivasi
mediator inflamasi yang menyebabkan gejala ekstraesofagal seperti refluks batuk
bronkial atau sensasi globus. Di waktu yangn sama, akhiran saraf eferen terkait akan
melepaskan zat P, calcitonin gene-related peptide, dan neuropeptida lainnya melalui
eksositosis. Refluks proksimal atau teori aspirasi-mikro/makro menyebutkan bahwa isi
lambung kembali ke tenggorokan akibat abnormalitas struktural dan fungsional di
esofagus bawah. Refluks bisa dirangsang secara langsung oleh reseptor batuk atau
meningkatkan sekresi mukus melalui refleks vagal, yang mengaktivasi reseptor batuk
dan kemudian menyebabkan gejala-gejala larigofaringeal. Patterson et al. menemukan
tingginya akumulasi refluksat nonasam di esofagus proksimal dan hipofaring pada
pasien dengan GER nonasam dengan batuk.

Pada penelitian ini, LPR didefinisikan sebagai refluks esofagal proksimal.


Kelompok refluks nonasam menunjukkan hampir 50% lebih sedikit episode LPR
dibandingkan kelompok refluks campuran yang berbeda dengan literatur sebelumnya.
Perbedaan pada rancangan penelitian, termasuk tujuan diagnostik, metode
pengelompokan, dan fokus penelitian bisa mempengaruhi hasil. Namun, meskipun
episode refluks proksimal lebih jarang di kelompok refluks nonasam, gejala pada
kelompok LPR refluks nonasam dan kelompok LPR refluks campuran juga tak jauh
beda berdasarkan kuesioner. Ketika kami membandingkan komponen fisik SF-12 antar
kelompok, kelompok refluks nonasam mengeluhkan lebih banyak gejala daripada
kelompok refluks campuran. Sementara itu, penulis telah berulang kali mengevaluasi
hasil monitoring pH MII 24 jam setelah masing-masing kemunculan gejala, dan tidak
ada satu kasus pun yang menunjukkan adanya pH proksimal <4. Oleh karena itu, kami
bisa mengasumsikan bahwa refluks asam murni tidak terjadi pada pasien LPR.

Ketika merawat LPR nonasam, kita perlu memberikan terapi alternatif selain
dari pemberian PPI empiris. Meski ada beberapa penelitian reliabel tentang mekanisme
dan terapi refluks nonasam, akan dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk membantu
penanganan pasien LPR refrakter. Penelitian tersebut sebaiknya berfokus pada pepsin
atau neurotransmiter lain yang bisa diaktivasi melalui rangsang nonasam. Selain itu,
karena dilaporkan bahwa transient receptor potential vanilloid type 1 merangsang
nervus vagus untuk menimbulkan refleks esofago-traheo-bronkial, penulis beranggapan
akan bermanfaat untuk mengidentifikasi hubungan antara sistem saraf otonom dan
refluks nonasam untuk membantu kemajuan di bidang diagnostik dan terapetik.

Tidak ada pasien LPR yang memiliki refluks asam saja. Pasien LPR refluks
nonasam menunjukkan karakteristik yang menyerupai pasien di kelompok refluks
campuran, tapi mereka mengalami episode LPR yang secara signifikan lebih sedikit.

Anda mungkin juga menyukai