Anda di halaman 1dari 8

PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI PENINGKATAN

KOMPETENSI LITERASI DAN NUMERASI

A. Pengertian
Dalam konteks perkembangan dunia global yang menempatkan informasi dan
big data pada posisi fundamental dan berpengaruh dalam kehidupan sehari-
hari, Kemendikbud (2016) memaknai literasi, khususnya di sekolah, sebagai
“kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara
cerdas. ”Makna ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan yang mendefinisikan
literasi sebagai “kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis
sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya.” Dengan demikian,
literasi sangat berkaitan dengan kapasitas manusia untuk menggunakan
berbagai sumber daya demi kehidupan yang berkualitas.

Dalam konteks Abad XXI, literasi tidak sekadar kemampuan membaca,


menulis, dan berhitung (num erasi), tetapi juga melek ilmu pengetahuan
(sains) dan teknologi (digital), keuangan (finansial), budaya dan
kewargaan. Keenam hal itu merupakan literasi dasar dan disebut sebagai
dimensi literasi dalam “Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional” (Kemendikbud,
2017). Menyiapkan generasi yang literat untuk menghadapi tantangan abad
ke-21 menjadi tujuan akhir dari gerakan literasi sekolah.

Konteks Literasi dalam hal ini tidak hanya kemampuan membaca, tetapi
kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik
tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan
menganalisis menggunakan angka. Dua hal ini yang akan menyederhanakan
asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi bukan
berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi. Ini kompetensi minimum
atau kompetensi dasar yang dibutuhkanpeserta didik untuk bisa belajar dalam
lingkungan kaya teks, lingkungan sosial efektif, dan lingkungan akademik.
Istilah literasi sendiri dalam bahasa Latin disebut sebagai literatus, yang berarti orang
yang belajar. Secara garis besar, literasi sendiri ialah istilah umum yang merujuk pada
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara,
menghitung, juga memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan seseorang dalam berbahasa.
Sedangkan dalam EDC atau Education Development Center, literasi dijabarkan sebagai
kemampuan individu untuk menggunakan potensi yang ia miliki (kemampuan tidak
sebatas baca tulis saja). UNESCO pun turut memberikan pengertian literasi, yakni
seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif seseorang dalam
membaca dan menulis yang dipengaruhi oleh kompetensi di bidang akademik, konteks
nasional, institusi, nilai-nilai budaya, dan pengalaman. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan,
mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis. Bila kita hubungkan dengan
tuntutan AKM di Indonesia maka kemampuan literasi diharapkan dapat mengembangkan
kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan sebagai bahagian dari warga dunia untuk
dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat Indonesia dan global.
Adapun Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan
berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk
memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan
menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan,
dsb.) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan
mengambil keputusan. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di
dalam kehidupan sehari-hari (misalnya, di rumah, pekerjaan, dan partisipasi dalam
kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk
menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat
di sekeliling kita. Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan
dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi
tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman
informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel. Dapat
kita simpulkan Literasi Numerasi yang diharapkan di sajikan dalam AKM adalah
kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk
menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk
individu.
Literasi Membaca dan Literasi Numerasi sebagai bagian dari pengukuran AKM karena
merupakan kemampuan atau kompetensi yang mendasar dan diperlukan oleh semua
murid, terlepas dari profesi dan cita-citanya di masa depan. Literasi dan numerasi juga
merupakan kompetensi yang perlu dikembangkan secara lintas mata pelajaran.
Kemampuan membaca yang diukur melalui AKM Literasi sebaiknya dikembangkan tidak
hanya melalui pelajaran Bahasa Indonesia, tapi juga pelajaran agama, IPA, IPS, dan
pelajaran lainnya. Kemampuan berpikir logis-sistematis yang diukur melalui AKM
Numerasi juga sebaiknya dikembangkan melalui berbagai pelajaran. Dengan mengukur
literasi dan numerasi. Keberadaa Literasi baca tulis dan literasi numerasi dalam penilaian
AKM diharapkan dapat mendorong guru semua mata pelajaran untuk berfokus pada
pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logis-sistematis.

B. Tujuan

Terkait kegiatan literasi baca tulis dalam AKM ada beberapa tujuan yang diharapkan
yaitu:

1. Memberikan pemahaman kepada guru tentang pentingnya literasi dan numerasi di


satuan Pendidikan
2. Memberikan penguatan kepada guru terkait implementasi literasi dan numerasi lintas
materi dalam pelaksanaan AKM
3. Memberikan strategi memperkuat pembelajaran HOTS untuk menunjang pelaksanaan
AKM

C. Komponen Literasi dan Numerasi


Dalam pembelajaran terdapat tiga komponen penting, yaitu kurikulum (apa yang
diharapkan akan dicapai), pembelajaran (bagaimana mencapai) dan asesmen (apa yang
sudah dicapai). Asesmen dilakukan untuk mendapatkan informasi mengetahui capaian
murid terhadap kompetensi yang diharapkan. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
dirancang untuk menghasilkan informasi yang memicu perbaikan kualitas belajar-
mengajar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar murid. Pelaporan hasil
AKM dirancang untuk memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi murid.

Dalam AKM literasi (Bahasa dan Numerasi) memiliki beberapa komponen yang harus
diperhatikan dalam pembahasannya yaitu 1) konten Literasi (Bahasa dan Numerasi); 2)
Proses kognitifnya; 3) Konteks literasi; dan 4) jenjang kompleksitas teks yang harus
dipahami dan disampaikan.

Konten Literasi membaca dan Numerasi dapat di jabarkan sebagai berikut:

 
Dalam proses kognitif terjadi suatu proses berpikir seseorang atau proses mengolah
informasi yang diterima, dimana informasi tersebut diolah di dalam memori untuk
menjadi sebuah pengetahuan. Dalam proses kognitif melibatkan tiga komponen utama
yaitu, Sensory Memory (memori Penginderaan), Working Memory (Memori Pekerja) dan
Long Term Memory (Memori Jangka Panjang). Proses pengolahan kognitif dapat dilihat
dari bagan dibawah ini.
Proses Kognitif dalam Literasi (Bahasa dan Numerasi) dapat dilihat dari table dibawah
ini:

Konteks Literasi (Bahasa dan Numerasi) merupakan suatu kecakapan hidup. Dalam
konteks literasi membaca diharapkan memiliki kecakapan abad 21 dimana dapat
mengembangkan 1) Kecakapan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking
and problem solving skill); 2) Kecakapan berkomunikasi (Comunication skill); 3)
Kecakapan kreatifitas dan inovasi (creativity and innovation) dan; kecakapan kolaborasi
(collaboration). Dalam konteks literasi numerasi dimana pengetahuan dan kecakapan
yang diharapkan dikuasai adalah 1) menggunakan berbagai macam angka dan symbol-
simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam
berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari dan 2) menganalisis informasi yang
ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, table, bagan dsb.) lalu menggunakan
interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Secara
sederhana, kemampuan literasi numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengaplikasikan kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari baik dirumah,
pekerjaan bahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Konteks Literasi (membaca dan Numerasi) dapat dilihat pada table dibawah ini.

Kemampuan literasi (membaca dan Numerasi) implementasinya dalam pembelajaran di


satuan Pendidikan tentunya memiliki kompleksitas yang berbeda untuk setiap jenjangnya.
Pembagian kompleksitas teks perjenjang Pendidikan dapat dibagi secara garis besar
dibagi dalam 6 level yaitu; level 1 (kelas 1 dan 2), level 2 ( Kelas 3 dan 4), Level 3 (kelas
5 dan 6), level 4 (kelas 7 dan 8), level 5 (kelas 9 dan 10), dan level 6 (kelas 11 dan 12).
Setiap kompetensi yang diukur dalam setiap level dituangkan dalam framework literasi
dan numerasi. Framework menggambarkan learning progress. Pada literasi membaca
terdapat kompetensi dan sub kompetensi dengan peningkatan kompetensi sesuai dengan
jenjang perlevel, sedangkan pada literasi numerasi terdapat domain dan sub domain
dengan disertai level kognitif yang perlu dikuasai peserta didik pada setiap level.
D. Strategi Penguatan Literasi
1. Pengembangan lingkungan kaya teks di sekolah
2. Pengembangan lingkungan kaya teks
3. Pengembangan lingkungan sosial emosional
4. Penguatan lingkungan akademik
E. Strategi Penguatan Numerasi
1. Strategi implemntasi pada lingkungan fisik dan membangun lingkungan berkarya
(makerspace)
2. Strategi implementasi pada lingkungan sosial-afektif
3. Strategi implementasi pada lingkungan akademis
4. Strategi implementasi pada lingkungan akademis : Numerasi dalam pembelajaran
1)pembelajaran pada mata pelajaran Matematika, dan 2) numerasi pada lintas
kurikulum (mata pelajaran non Matematika)

Dalam implementasi strategi penguatan kemampuan numerasi pada


pembelajaran, bapak/ibu guru dapat mengawalinya dengan Asesmen
Diagnosis, yakni melalui Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Kelas, kemudian dilanjutkan dengan Pembelajaran Remedial.
Pada  akhirnya AKM bisa  berdampak adanya perbaikan budaya belajar, tidak ada
dikotomi antara mata pelajaran ANBK dan mapel non ANBK, tidak ada mata pelajaran
utama dan pelengkap, tidak ada percepatan materi atau bimbingan intensif serta
meningkatkan proses pembelajaran  terutama kompetensi  dasar  yakni literasi  membaca
dan  literasi  numeriasi` Menurut studi nasional & internasional, tingkat literasi siswa
Indonesia masih rendah dan mengapa juga ada survei karakter dalam asesmen ini, karena
pendidikan bertujuan mengembangkan potensi siswa secara utuh yang mendorong
mengembangkan sikap, values, dan perilaku yang mencerminkan Pancasila, dimana  ada
usaha bersama  mengembangkan enam indikator profil Pelajar Pancasila yaitu berakhlak
mulia, kreativitas, gotong royong, kebhinekaan global, bernalar kritis dan kemandirian.

F. Penutup

Implementasi Literasi membaca dan Numerasi di satuan Pendidikan diharapkan dapat


menambah kemampuan guru dan siswa dalam memahami 1) konten Literasi (Membaca
dan Numerasi); 2) Proses kognitifnya; 3) Konteks literasi; dan 4) jenjang kompleksitas
teks yang harus dipahami dan disampaikan. Konteks yang luas dalam pembelajarannya
sangatlah berperan penting sehingga peserta dapat memahami, mengenali, dam
menggunakan informasi untuk memperkaya pengetahuannya baik sebagai individu
maupun bagian dari masyarakat (sosial) yang selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peserta didik diharapkan mampu
merefleksi beragam informasi yang ada dikehidupannya. Dengan demikian, bacaan-
bacaan yang digunakan dalam penyusunan soal AKM harus mampu mengembangkan
potensi individual dan sosial peserta didik dan sekaligus bermanfaat dalam pemecahan
permasalahan kehidupan dirinya, masyarakat, maupun global. Untuk mencapai hal
tersebut diperlukan pemahaman informasi yang dekat dengan peserta didik terkait dengan
segala aspek kehidupan baik mengenai kearifan local, nasional, budaya, sains, teknologi,
dan global. Oleh karena itu, dalam AKM implementasi literasi harus mencakup tiga
elemen yaitu 1) konteks personal, 2) konteks sosial budaya dan 3) konteks saintifik.

Anda mungkin juga menyukai