Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

BENIGN PAROXYSMAL POSISITIONAL VERTIGO


(BPPV)

Disusun oleh:

Andyno Sanjaya

112019031

Dokter Pembimbing:

dr. Endang Kustiowati, Sp.S(K), M.Si., Med

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RS PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
PERIODE 31 Mei 2021 – 3 Juli 2021

1
BAB I

Pendahuluan

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan keseimbangan perifer yang
sering dijumpai terutama pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk
vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem
vestibularis perifer. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.3
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi
kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung
singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.
Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa
khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat
berhati-hati dalam posisi tidurnya.1,2

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan


menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan provokasi tersebut
dapat berupa Dix- Hallpike maneuver, atau side lying maneuver.

BAB II
Tinjauan Pustaka

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Definisi dan Epidemiologi
Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan
posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga
dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan
tipikal nistagmus paroksimal. Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai
karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan
bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan
saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional
vertigo, vertigo
2
paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat
disebut juga paroxymal positional nystagmus.5,6

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular


perifer yang paling sering ditemui di kalangan masyarakat umum. Dari kunjungan 5,6
miliar orang ke rumah sakit dan klinik di Amerika Serikat dengan keluhan pusing
didapatkan prevalensi 17%-42% pasien didiagnosis BPPV. Berdasarkan sebuah
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, didapatkan prevalensi BPPV
di Amerika adalah sebanyak 64 kasus per 100.000 penduduk, dengan penderita jenis
kelamin wanita lebih banyak daripada pria. BPPV cenderung ditemukan pada usia yang
lebih tua, yaitu diatas 50 tahun (51–57 tahun) dan jarang diamati pada penderita berusia
dibawah 35 tahun tanpa riwayat cedera kepala.3

Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu5 :
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling sering terjadi,
dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab
paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang
terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian
vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi
berdiri ataupun berbaring.

2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama kali
diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo posisional
yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang
terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi
bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.7

Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus
dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis),
sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari
utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena
adanya
3
fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal (kanalolitiasis
apogeotropik).7

Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa tahun


terakhir terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal. Pasien
dengan keluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak sesuai dengan
kriteria diagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai sebagai BPPV kanalis
horizontal.7

Etiologi
Beberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus, infeksi telinga
tengah, atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan pada
intoksikasi (alkohol, barbiturat).4-6
Kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan kupoulolitiasis yaitu deposit
otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis semisirkularis posterior.
Ini membuat kanal sangat sensitive terhadap perubahan gravitasi yang berkaitan dengan
posisi kepala yang berbeda.4-6

Literatur lain menyebutkan bahwa etiologi BPPV jarang dapat ditentukan secara pasti
dan biasanya tidak diketahui. Tetapi seringkali dipikirkan ischemia vestibular akibat
tertekannya arteri vertebralis karena osteofit yang menonjol ke dalam foramen
intevertebralis, sewaktu kepala berputar. Dugaan lain ialah tertekuknya arteri
vertebralis pada kelokan-kelokan sepanjang perjalanan arteri tersebut terutama jika
sudah ada banyak tempat-tempat sklerotik pada dinding arteri.5,6

Patofisiologi
Patofisiologi BPPV dapat dijelaskan dengan 2 teori, yaitu teori kupulolitiasis dan teori
kanalitiasis.3,4,5
3. Teori Kupulolitiasis
Teori ini pertama kali diajukan oleh Harold Schuknecht pada tahun 1962.
Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula Krista ampularis.
Melalui pemeriksaan fotomikrografi, Schuknecht menemukan adanya partikel
basofilik yang melekat pada kupula. Partikel ini membuat kanalis semisirkularis
posterior menjadi lebih sensitive terhadap gravitasi.

4
Teori ini dapat dianalogikan dengan adanya suatu benda berat yang melekat pada
puncak sebuah tiang, yang menyebabkan posisi tiang sulit untuk tetap dipertahankan
pada posisi netral karena adanya benda berat tersebut. Tiang tersebut cenderung
mengarah ke sisi benda yang melekat. Dengan analogi tersebut, kupula sulit untuk
kembali ke posisi netral, sehingga timbul nistagmus dan pusing.

4. Teori kanalitiasis
Tahun 1980, Epley mengemukakan teori ini. Menurut Epley, gejala BPPV
disebabkan karena adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
semisirkularis posterior. Saat kepala dalam posisi tegak, kanalit berada di posisi
terendah alam kanalis semisirkularis posterior. Saat kepala direbahkan hingga posisi
supinasi, terjadi perubahan posisi kanalit sejauh 90o. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam
kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi
kupula inilah yang menyebabkan terjadinya nistagmus. Jika kepala dikembalikan ke
posisi awal, maka terjadi gerakan sebaliknya, timbul pula nistagmus pada arah yang
berlawanan.
Teori ini dianalogikan seperti kerikil yang terdapat di dalam ban. Ketikan ban
berputar, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding
dengan teori kupulolitiasis, teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay”
(latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Pada 1991, Parnes dan McClure memperkuat teori ini dengan menemukan adanya
partikel bebas dalam kanalis semisirkularis posterior saat melakukan tindakan bedah
kanalis.

Gambar 2.5 Kanalitiasis dan Kupulolitiasis pada Telinga Kiri 6

5
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari
kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak
dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih
padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi
dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam
kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Arah
dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh
sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena kanalitiasis
memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel
kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan kupulolitiasis
mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada
kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan
partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.6
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris
kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya
dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan
dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan
osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang
cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang
pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau osteoporosis
berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.6

Manifestasi Klinis
Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering dijumpai dalam
praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami vertigo bila duduk atau
berdiri diam, namun serangan timbul bila terjadi perubahan posisi (misalnya sedang
tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu) atau gerakan kepala atau
badan. Umumnya gerakan ke depan dan ke belakang yang memicu vertigo. Vertigo
biasanya berlangsung hanya beberapa detik (kurang dari 10-30 detik). Kadang-kadang
pasien memberitahu posisi apa yang mencetuskan serangan. Perubahan posisi kepala

6
memperhebat vertigo pada neuronitis vestibularis dan beberapa vetigo perifer atau
sentral, tetapi pada BPPV gejala hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.4-6
Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah.
Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang dan diikuti
disekulibrium selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.4-6

Tabel 2.3 Perbedaan Antara Vertigo Sentral dan Perifer

Sifat Sentral Perifer


Rasa mual berlebihan + +++
Muntah + +
Diperburuk oleh pergerakan kepala tidak spesifik ++ -
Dicetuskan oleh pergerakan kepala spesifik
(mis : posisi dix-hallpike, perputaran kepala dalam posisi + +++
telentang)
Timbulnya nistagmus paroksismal ke atas dan rotatoar
- +++
dengan maneuver Dix-hallpike
Timbulnya nistagmus paroksismal ke bawah dengan
++ +
maneuver dix-hallpike
Nistagmus dengan perubahan posisi horizontal
paroksismal (geotropic/ageotropik) yang dibandingkan + ++
oleh perputaran posisi horizontal kepala
Nistagmus persisten ke bawah pada semua posisi +++ -
Hilangnya nistagmus dengan pengulangan posisi - +++
Membaik detelah perawatan dengan maneuver posisional - +++
Sumber: Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC 2007; 113.

Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing
yang dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak
stabil atau melayang. Bagaimana bentuk serangan vertigo, apakah pusing berputar atau
rasa goyang/melayang. Bagaimana sifat serangan vertigo, apakah periodic, kontinu,
ringan atau berat. Tanyakan bagaimana faktor pencetus atau situasi pencetus terjadinya
vertigo, apakah saat perubahan gerakan kepala atau posisi, berada dalam situasi

7
keramaian dan

8
emosional, ataukah ada faktor suara. Ditanyakan gejala otonom yang menyertai
keluhan vertigo, apakah ada mual, muntah, keringat dingin, apakah gejala otonom berat
atau ringan. Ditanyakan apakah ada gejala gangguan pendengaran seperti tinnitus atau
tuli. Riwayat konsumsi obat juga perlu diketahui, seperti strepromisin, gentamisin, atau
kemoterapi yang dapat memicu terjadinya vertigo. Juga perlu ditanyakan penyakit yang
diderita pasien, seperti DM, hipertensi, atau kelainan jantung.7,8

Pemeriksaan Fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix-
Hallpike dan Tes kalori. Namun pemeriksaan fisik neurologis lain juga perlu
dilakukan.7-9
1. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup.
2. Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada ujung jari
kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
3. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
4. Past-pointing test
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh

9
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk

10
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
6. Dix-Hallpike test

Gambar 2.6 Dix-Hallpike Manuever7

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan
punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk
melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1) Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2) Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400 , penderita diminta tetap
membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3) Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

11
4) Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5) Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
6) Komponen cepat nistagmus harusnya „up-bet‟ (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7) Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
8) Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 o dan
seterusnya.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang,
namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien
BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis,
pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan
vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
7. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada tes ini, penderita berbaring
dengan kepala fleksi 30o, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi
vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30oC) dan air hangat
(44oC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Setelah air
dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Nistagmus yang timbul dihitung
lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normalnya :
90-150 detik). Tes ini dapat menentukan adanya kanal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Kanal paresis adalah abnormalitas yang
ditemukan disatu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin.
Sedangkan directional preponderance adalah abnormalitas ditemukan pada arah
nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Kanal paresis menunjukkan lesi
perifer di labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan
lesi sentral.

12
8. Tes Supine Roll

Gambar 2.7 Supine Roll Test6

Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike
negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya
BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal
adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan
BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak
memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya
BPPV kanal lateral.

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif
dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat.
Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring
terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat
dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada
tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus),
kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain
mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan,
dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.7-9

i. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid
mengidentifikasi penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes
laboratorium tersebut mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan gejala
atau tanda yang menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu
menegakkan diagnosis penyakit Meniere.7

13
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang memiliki
tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau kehilangan
pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien dengan pusing dan
tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukan lesi sistem saraf
pusat pada MRI kepala.7-8

Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa vertigo karena
keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana kebanyakan penyakit
sistem saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan. Studi neuroimaging dapat
digunakan untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang meluas, neoplasma, atau
perkembangan abnormalitas jika terdapat gejala lain yang menunjukan salah satu
diagnosis di atas.
Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak
diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere.
Radiografi konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk
mendiagnosa vertigo servikal (contohnya vertigo yang dipicu oleh input somatosensori
dari gerakan kepala dan leher) pada pasien dengan riwayat yang mengarah ke diagnosis
ini. 7

ii. Diagnosis Banding


 Vestibular Neuronitis
Penyebab neuronitis vestibularis tidak diketahui. Neuronitis vestibularis ditandai
oleh serangan vertigo yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai muntah,
mual, disekuilibrium, dan muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau
perubahan posisi. Pasien merasa sakit berat dan lebih suka diam tidak bergerak di
tempat tidur. Nistagmus spontan dapat timbul, dengan fase lambat kea rah telinga
yang abnormal, dan terdapat eksitabilitas kalorik yang menurun pada telinga yang
sakit.4
Penyakit ini menyerang orang dewasa segala usia. Vertigo akut biasanya sembuh
spontan selama beberapa jam tetapi dapat kambuh lagi setelah berhari atau beringgu-
minggu.4

 Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui,
dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan

14
serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

15
Pada penyakit meniere, pendengaran selalu terganggu pada waktu serangan vetigo
berlangsung. Serangan berkala yang terdiri dari mual, muntah, dan vertigo dengan
tinnitus atau perasaan penuh di dalam telinga dan tuli sementara. Tiap serangan
dapat berlangsung beberapa jam. Setelah serangan berlalu, daya pendengaran pulih
kembali dalam beberapa jam.4

 Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam.Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat
akut atau kronik,serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu
infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak
banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran
dan fungsi vestibular. Hal ini didugadisebabkan oleh produk-produk toksik dari
suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organismehidup. Labirintitis supuratif akut
terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga
dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi.
Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat
menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang
akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.4

b. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV terdiri dari terapi non-farmakologi dan farmakologi.10-12
1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan
dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak
penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi
partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi
risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi
mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver,
hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh.10,11
16
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPV nya.10,11
a. Manuver Epley

Gambar 2.8 Manuver Epley7

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien
diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45 o, lalu pasien
berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral
dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.10,11

b. Manuver Semont

Gambar 2.9 Manuver Semont7

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika


kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45o
ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan
dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi.
Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa
kembali ke posisi duduk lagi.10, 11
17
c. Maneuver Lempert

Gambar 2.10 Menuver Lempert11

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala
900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan
selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi. 10, 11

d. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang
sakit dan dipertahankan selama 12 jam. 10, 11

e. Brandt-Daroff exercise
Cara melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta duduk tegak lalu
berbaring miring dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi
tersebut selama 30 detik. Pasien kemudian kembali duduk tegak selama 30 detik
dan diminta berbaring miring ke sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien
berbaring miring sebelumnya dengan kepala menghadap ke atas dan
mempertahankan posisi tersebut selama 30 detik. Setelah itu, pasien kembali
duduk tegak selama 30 detik. Manuver Brandt-Daroff dilakukan di rumah tiga kali

18
sehari

19
selama dua minggu. Setiap latihan dilakukan lima kali manuver. Tiap manuver
membutuhkan waktu dua menit. Efektivitas manuver ini mencapai 95% meskipun
manuver ini lebih sulit dibandingkan manuver Epley. 10-12 Manuver ini juga dapat
dilakukan sebagai latihan di rumah. Jadwal latihan Brandt Daroff yang
disarankan:
Waktu Latihan Durasi
Pagi 5 kali pengulangan 10 menit
Sore 5 kali pengulangan 10 menit
Malam 5 kali pengulangan 10 menit

Gambar 2.11 Brandt-Daroff exercise2

2. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala
vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti
setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga
pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah:13,14
 Calcium Entry Blocker
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat dan
bekerja langsung sebagai depressor labirin, bisa untuk vertigo perifer &
sentral. Obat : Flunarizine

20
 Anti Histamin
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik, akibatnya
inhibisi nervus vestibularis.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat
mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.
Obat : sinarisin, dimenhidrinat, prometasin, meclizine, cyclizine
 Antikolinergik
Mengurangi eksabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatori kolinergik
ke nervus vestibularis, mengurangi firing rate dan respon nervus vestibularis
terhadap rangsang.
Obat : skopolamin, atropin
 Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada nervus vestibularis sehingga
eksitabilitas neuron berkurang.
Obat : amphetamine, efedrin
 Fenotiasin (antidopaminergik)
Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla
oblongata Obat : klorpromazin, proklorperazin,
haloperidol
 Benzodiazepin
Benzodiazepine terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam
gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan benzodiazepine
terikat secara selektif dengan reseptor GABA/benzodiazepine/chloride lonofor
kompleks, pengikatan ini membuka kanal Cl-. Benzodiazepines dapat
mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral
pada kondisi vestibular perifer
Obat : diazepam, alprazolam, lorazepam, klordiazepoksid
 Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestiularis
lateralis. Obat : betahistin

21
Obat Dosis Dewasa
Meclizin 12.5-50 mg / 4-8 jam
Dimenhidrinat 25-50 mg / jam
Diazepam 2-10 mg / 4-8 jam
Lorazepam 0.5-2 mg / 4-8 jam
Metoclopramide 5-10 mg / 6 jam
Difenhidramin 25-50 mg / jam
Prometazin 25 mg / 6 jam
Skopolamin 0,5 mg / 12 jam
Efedrin 25 mg / 6 jam
Hidroksizin 25-100 mg / 8 jam
Flunarizin 2 mg / 12 jam
Prochlorperazine 5-10 mg / 6-8 jam

Tabal 2.1 Obat-obat anti-vertigo8, 14


3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat
sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-
manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis
penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.15
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.15

c. Prognosis
Prognosis setelah dilakukan terapi CRP (canalith repositioning procedure) biasanya
bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu meskipun pada beberapa kasus
tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan, tingkat rekurensi sekitar 10-25%.15

BAB III
22
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan gangguan vestibular


dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala
dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal. Untuk mendiagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien biasanya mengeluh
vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala.

Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV antara lain tes Dix-Hallpike, tes kalori, dan tes
Supine Roll. Penatalaksanaan BPPV meliputi non-farmakologis, farmakologis, dan
operasi. Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis yaitu
terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
23
1. Furman JM, cass SP. Review Article: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New
England Journal Medicine 2014.
2. Solomon D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment Options in
Neurology 2015;2:417-427.
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC; 2017.
4. Li JC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Available at: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview.
5. Kim JS, Zee DS. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. The New England Journal of
Medicine 2014.
6. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
2. 3 ed: Media Aesculapius; 2010.
7. Baehr, M. Frotscher, M. Diagnosis dan topik neurologi DUUS. Anatomi, fisiologi,
tanda, gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2015. H. 156-63.
8. Lumbantobing, SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: FKUI;
2014. H. 61-110.
9. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat; 2011.
10. Purnamasari PP. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
11. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign Positional
Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology.
2016;72(1): 130-8.
12. Bittar RSM, Mezzalira R, Furtado PL, Venosa AR, Sampaio ALL, Oliveira CACPd.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment. International Tinnitus
Journal 2011;16(2):135-45.
13. Nurimaba N. Penatalaksanaan Vertigo. Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI bagian
saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
14. Swartz R, Longwell A. Treatment of Vertigo. Am Fam Physician 2015;71(6):1115-1122.
15. Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2011;136:693-698.

24

Anda mungkin juga menyukai