Anda di halaman 1dari 15

Bumbu Sudah makan belum?

APRIL 2020 | VOL I ISSUE 1


Food Notes

Kuliner seharusnya tidak berhenti pada kepuasan setelah mencicipi. Rasa


(dan harga) terlalu sempit untuk menjadi dasar perbincangan mengenai
kuliner. Justru, ada sejarah, budaya, hingga orang-orang di
belakangnya yang kerap kali memiliki cerita menarik untuk diangkat.
Atau minimal dibicarakan.

Alhasil, kuliner tidak lagi sebatas cicip-mencicip, namun juga dapat


memperkaya pemikiran dan memperluas wawasan. Bahkan, juga dapat
memunculkan sudut pandang baru dalam melihat fenomena kuliner.

Melalui tulisan dan opini yang ringan, Bumbu mencoba mengangkat


sudut pandang lain untuk "mencicipi" berbagai kekayaan budaya
kuliner.

Yuk kita santap!

@EATYMOLOGIST
@MYFOODVENTURIST

1 BUMBU MAGZ
OPINI
Sejak tren
mengonsumsi kopi
naik, kedai-kedai kopi
bermunculan di
sekitar daerah saya.
Selain permintaan,
salah satu pendukung
bermunculannya
berbagai kedai kopi
ini banyaknya orang
yang berminat
menjadi barista.

Tapi sebenarnya, pertanyaan yang


muncul di kepala saya adalah
apakah memang sebegitu banyak
orang yang membutuhkan kopi?

Di beberapa daerah, budaya kopi


memang telah mengakar dalam
keseharian. Entah itu mengunjungi
kedai kopi, atau menyeruput kopi
setiap pagi dan sore hari.

Yogyakarta, tempat di mana saya


tinggal, apabila dilihat lebih jeli,
kebiasaan yang ada sebenarnya
adalah minum teh. Sama seperti
yang ada di keluarga saya dan
lingkungan saya.

Teh muncul di mana saja dan


kapan saja. Suguhan resmi untuk

teh u
at kopi
a
tamu yang berkunjung, pilihan
minuman di warung makan, sajian
setiap pagi dan sore hari di rumah.
Bahkan pernah ada hajatan yang
menjadi rasan-rasan karena tidak
menghidangkan teh.

2 BUMBU MAGZ
Issue 27 | 234
Berbeda dengan kopi yang terasa lebih "eksklusif", teh di masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta
memiliki standar rasa pilihan. Nasgitel - panas, legi, kentel (panas, manis, kental).

Lalu, kenapa seakan-akan muncul gelombang pencari kopi yang cukup besar? Jawabannya
banyak dan panjang lebar. Tapi, justru karena eksklusivitasnya itulah justru muncul ruang bagi
kopi untuk muncul dan menjadi tren.

Tidak seperti teh, yang sulit menjadi mahal.

Teks dan foto: @eatymologist

3 BUMBU MAGZ
Issue 27 | 234
KE MANA?

bernostalgia di
und corner
Kawasan Tugu Malang Berada di kompleks hotel Tugu, aneka jajan pasar, juga kue
toko ini juga dikenal sebagai basah tak ketinggalan aneka
terkenal dengan
jujugan nostalgia bagi mereka penganan kering oleh-oleh khas
berbagai bangunan yang pernah menghabiskan Malang.
yang kental dengan masa muda di Kota Malang. Tak
nuansa kolonial, mulai sekedar sebuah toko roti Roti isi klasik mulai dari bluder,
semata, Und Corner bisa roti rumball, ontbijtkoek, tarcis
dari perkantoran, dikatakan sebuah tempat yang hingga peppen tart bisa dicoba di
sekolah, hotel hingga merangkum rasa nostalgia sini. Ini lebih dari ekspektasi.
pertokoan. Kawasan ini dalam aneka roti dan penganan
yang mereka sajikan. Und Corner juga menyajikan
dipertahankan sebagai
aneka minuman serta es krim
kawasan cagar budaya. Kali pertama mengunjungi toko buatan sendiri. Di depan pintu
Salah satu bangunan ini, pikiran pun dibawa ke masa masuk, tersaji aneka buah segar
yang masih kental lalu, ke sebuah toko lama yang serta bahan makanan kering.
menyajikan sajian bernuansa Sungguh destinasi jajan yang
nuansa kolonial di
jadul, kental dengan pengaruh begitu lengkap dan menarik bagi
daerah ini adalah Toko masa kolonial - baik dari nama- para penyuka kuliner jadul.
Roti Tugu atau juga nama sajian, model toko hingga
dikenal dengan nama cara pembuatan nya. Salah satu yang wajib dicoba
ketika datang kemari adalah
Und Corner. homemade risoles khas Und
Menariknya, pengunjung justru
menemui aneka ragam roti Corner. Risoles hangat yang
Teks dan foto: @myfoodventurist dengan penamaan a la kolonial, disajikan dengan acar mustar

4 BUMBU MAGZ
bikinan sendiri, memunculkan nostalgia
rasa.

Sebagai toko roti klasik, banyak roti di Und


Corner masih menggunakan resep kalsik.
Bahan dan metode pembuatannya sama
seperti jaman dulu sehingga rasa roti tidak
selembut roti masa kini. Namun, sebagian
orang rupanya justru mencari citarasa ini.

"Cita rasa klasik


dapat memunculkan
ingatan-ingatan
masa lalu yang
mengingatkan
mereka pada orang
tua dan masa kecil
mereka."

Yuk kita bernostalgia lewat makanan!

Und Corner
Jl. Kahuripan No.3, Kauman,
Klojen, Kota Malang,
Jawa Timur, 65111

5 BUMBU MAGZ
INFO

Indomie Telur Goreng Indomie Telur Rebus

Nasi Magelangan Nasi Orak-arik

Teks dan foto: @eatymologist Meski kebanyakan dikenal berasal dari Madura dan
Kuningan, warung bubur kacang hijau (burjo) dapat
ditemui di segala penjuru Yogyakarta. Warung burjo
yang dulu dikenal dengan bubur kacang hijau dan

WARUNG ketan hitamnya, kini banyak yang telah berevolusi


menjadi warmindo (warung makan Indomie).

BURJO
Yap, Indomie menjadi hidangan utama, menggeser
bubur kacang hijau dan ketan hitam. Bahkan,
beberapa warung yang masih menyandang label
“burjo” mulai tidak menjajakan bubur kacang hijau dan
ketan hitam di warungnya.

Meski begitu, warung burjo ataupun warmindo ini


Di manakah dirimu, tetaplah menjadi pilihan utama bagi para perantau
yang merasakan lapar di dini hari, sebelum matahari
wahai Bubur Kacang terbit. Hadir selama 24 jam dalam sehari, warmindo
Hijau? dan burjo ini seakan menjadi tujuan pasti bagi perut-
perut yang kosong.

6 BUMBU MAGZ
Issue 27 | 234
KULINER

TEH TALUA Akibat salah persepsi tentang teh talua, selama ini saya tidak
pernah tertarik mencobanya meski kerap membacanya di daftar
menu. Bayangan akan minuman teh yang bercampur amis aroma
telur sudah lebih dulu membayangi.

Pencerahan saya datang saat pertama kali berkunjung ke Padang


beberapa tahun lalu. Di sana, saya baru sadar bahwa komponen
teh talua itu bukan cuma teh dan telur. Secangkir teh talua yang
disajikan di Bukittinggi kala itu langsung mengubah asumsi saya
selama ini.

Rupanya, teh talua merupakan campuran dari teh kental, susu


kental manis, gula pasir, telur bebek yang dikocok secara
terpisah, dan ditambah kayu manis. Disajikan berlapis-lapis dalam
gelas, dengan busa kocokan putih telur yang berbuih di atasnya.
Satu iris potongan jeruk nipis melengkapi sajiannya.

Sebenarnya, ada berbagai versi penyajian teh talua. Namun yang


saya dapatkan berupa minuman warna coklat muda dengan buih
putih diatasnya dilengkapi dengan sebatang kayu manis serta
irisan jeruk nipis.

Cara membuat teh talua itu sendiri cukup menarik - mulai dari
cara memilih teh yang tepat, pemisahan telur bebek hingga cara
mengaduk teh talua. Teh yang biasa digunakan adalah teh produk
lokal di sekitaran Padang, karena citarasanya lebih padu dengan
bahan-bahan lain.

Selain itu, proses pemisahan kuning dan putih telur bebek


tampaknya juga menentukan enak atau tidaknya teh talua yang
dibuat. Pastikan bagian putihnya teripisah dengan sempurna
dengan bagian kuningnya. Bagian ini nantinya akan diaduk secara
terpisah. Kuning telur dengan gula pasir diaduk dalam gelas
terlebih dahulu hingga rata baru dituangkan teh kental.
Teks dan foto: Sementara, bagian putih telur dikocok terpisah hingga
@myfoodventurist menghasilkan buih putih yang ringan.

7 BUMBU MAGZ
Issue 27 | 234
Alat untuk mengaduk telur pun tidak
bisa sembarangan. Bagi pembuat
teh talua di Padang, lebih tepat dan
efisien jika menggunakan batang
lidi yang diikat menjadi seperti
pengocok kecil. Gabungan lidi ini
dinilai lebih rata untuk mengaduk
kuning telur dan gula pasir. Setelah
ditambahkan teh kental dan susu
kental manis, terakhir putih telur
dituangkan sebagai penutup di
bagian atas gelas.

Sebagai pemula dalam menikmati


teh talua, banyak pertanyaan
muncul di kepala ketika segelas teh
talua sampai di meja. Apa yang
harus saya lakukan terlebih dulu?
Mengaduknya sampai rata? Atau
meminumnya begitu saja? Lalu
bagaimana dengan jeruk nipisnya?

Rupanya, menurut pramusaji,


memang ada cara yang tepat.
Peras sedikit jeruk nipis ke dalam
gelas, lalu adus sejenak. Minum
selagi hangat adalah saat terbaik
agar mengurangi rasa amis dari
telur. Rasanya sungguh kaya lagi
tebal berkat paduan rasa dari telur,
teh serta manis yang tajam. Jangan
tunggu dingin, karena ketika mulai
dingin rasa telur akan muncul dan
cenderung meninggalkan rasa akhir
yang amis.

Selepas menghabiskan teh talua,


jangan lupa kucurkan sisa perasan
jeruk nipis ke lidah untuk
menyamarkan jejak rasa amis dan
manisnya teh talua. Selamat
mencoba!

8 BUMBU MAGZ
Issue 27 | 234
OPINI

SEGELAS KOPI

Saya seorang Belum lagi perkembangannya yang semakin menanjak di akhir-


akhir ini, di mana hampir di setiap sudut di Yogyakarta kita
penikmat teh. Saya dapat menemukan kedai kopi. Gaya hidup mahasiswa dan
biasa meminum dua pekerja muda jelas berpengaruh. Namun untuk saya, kopi
memiliki keterkaitan kuat dengan kehidupan sosial.
gelas teh setiap hari,
di rumah. Sejak abad ke-16, kedai-kedai kopi telah menjadi salah satu
pusat kebebasan berpendapat. Para pelajar, pemikir, dan
Sementara, saya
penggerak revolusi kerap berkumpul dan bertukar-pikiran di
hanya terkadang berbagai kedai kopi.
saja meminum kopi.
Bergeser ke masa kini, kedai-kedai kopi pun tetap menjadi
Karenanya, ruang untuk bersosialisasi - tidak hanya sekedar menjual kopi.
munculnya banyak Di Aceh, kebiasaan mengunjungi warung kopi merupakan
bagian dari keseharian. Saling tukar informasi, mulai dari gosip
kedai kopi di kota tetangga hingga perpolitikan negara, juga terjadi di warung-
saya pada awal warung kopi yang penampilannya sangat sederhana itu.
tahun 2000an dulu
Berbeda dengan daerah saya, di mana warung-warung kopi
sempat membuat lebih cocok disebut "kedai" kopi - karena tak lagi sederhana.
saya penasaran. Seperti lainnya, kedai kopi merupakan ruang publik yang
memiliki fungsi sangat beragam bagi pengunjungnya - yang
didasari oleh fungsi sosial, bukan serta merta karena kopinya.

9 BUMBU MAGZ
Kedai kopi bisa menjadi ruang tamu bagi para mahasiswa perantauan yang tidak memiliki
ruang bertamu di kosnya, bisa menjadi meeting point bagi dua teman yang rumahnya
berjauhan, bisa menjadi tempat bekerja bagi mereka yang merasa terganggu kalau harus
bekerja di rumah, atau bisa juga menjadi tempat bertemu klien bagi mereka yang tak memiliki
kantor.

Rasanya tak mungkin kedai-kedai kopi itu tergantikan oleh rumah makan, karena kepraktisan
yang ditawarkannya. Sangat sah bagi siapa pun untuk datang ke kedai kopi, memesan satu
gelas kopi, dan berlama-lama di sana hingga kedai tutup. Harga segelas kopi yang kemudian
dihargai tinggi jadi masuk akal bagi pemilik kedai, kan?

Akhirnya, bagi saya si penyuka teh, minuman kopi jelas merupakan minuman yang erat
dengan hubungannya dengan kehidupan sosial. Karena itu, saya masih ke kedai kopi dan
membeli kopi seharga dua piring nasi rames. Namun, ketika saya membeli kopi, dapat lebih
dilihat sebagai kegiatan sosial, bukan kegiatan kuliner.

Bukan kopinya yang penting, tapi dengan siapa minum kopinya. Tapi, tentu penggemar kopi
tak sependapat dengan saya, ya?

Teks dan foto: @eatymologist

10 BUMBU MAGZ
The carbs are
the answer.
No matter the
question
ANONYM

11 THEGOODLIFE.COM
ENTERTAINMENT

Kuliner memang sedang naik daun. Ini Meski diartikan sebagai jenis kuliner di kaki
tampak sekilas dari banyaknya orang yang lima atau pinggir jalan, pada kenyataannya
membicarakan soal makanan di sosial tidak semua penjual street food berada di
media. Tayangan pun mengikuti tren ini. kaki lima. Ada yang berada di dalam gang,
Dari berbagai jenis tayangan seputar kuliner ada yang memiliki kedai yang cukup layak,
yang ada, sebagian besar masih berupa bahkan ada pula warung yang letaknya
ulasan tentang referensi tempat makan. cukup jauh dari jalanan. Namun
Sebagai bantuan untuk promosi sebuah kesamaannya adalah mereka memulai
tempat makan atau usaha kuliner, tayangan usaha dari tepian jalan.
ini cukup berhasil dan kerap menjadi
rujukan Begitulah kira-kira yang ingin diangkat
dalam serial Street Food ini. Kisah
Tapi, kuliner dapat dilihat lebih dari itu. pengusaha makanan kaki lima yang sukses
Netflix, contohnya, memiliki tayangan ini cukup menarik. Mereka menjadikan
dokumenter serial yang diberi judul ‘Street makanan yang mereka jajakan menjadi
Food’. Dokumenter serial ini bercerita sebuah sajian yang tidak hanya mengisi
mengenai para pedagang kuliner di tepi perut semata, namun juga mengisi hati para
jalan atau kaki lima, yang juga dikenal penikmatnya.
sebagai jajanan street food.

12 BUMBU MAGZ
Berisi sembilan episode dari 9 negara berbeda di Asia, Street Food mencoba membagi cerita
tentang perjalanan sebuah sajian bersama sang penyaji, di bungkus dengan cerita-cerita kilas balik.
Sepiring tumisan Jay Fai di Bangkok yang meraih Michellin Star, gorengan Chaat bersaus resep
klasik di Delhi, kerang tumis resep turun temurun ayah Truoc di Saigon, hingga lupis sederhana
yang dijual dengan penuh senyum oleh Satinem di Yogyakarta.

Sebagian besar makanan yang dihadirkan


dalam episode-episode Street Food
memiliki makna lain dari sekedar makanan
pengisi perut. Beberapa di antaranya
adalah sebagai simbol keteguhan dan
kebangkitan diri, seperti pada kisah Jay
Fai & Toyo. Makanan juga merupakan
doa dan pengharapan, seperti yang Aisha
& Entoy lakukan pada sajian mereka
dengan harapan ini bisa menjadi masa
depan bagi keturunan mereka. Bagi
Gumsoon & Truoc, makanan merupakan
salah satu cara bertahan hidup dari
tekanan, berharap dapat menyambung
hidup dari setiap sajian yang mereka
hidangkan.

Kisah-kisah dalam Street Food memang


tidak banyak menonjolkan sisi kuliner.
Cerita makanan dikemas dengan menarik
garis dari apa yang si pembuat rasakan
serta harapkan dari sajian yang mereka
buat. Makan sepiring telur dadar,
semangkuk mie, atau segigit chaat
dengan hati yang gembira dan penuh rasa
syukur menjadi salah satu alasan
mengapa para pedagang di Street Food
ini ingin terus ada dan berjuang
mempertahankan usaha mereka sampai
nanti.

Selamat menonton!
Teks: @myfoodventurist

13 BUMBU MAGZ
Next Issue:
Kuliner dan Lokalitas (?)

Contact us on Instagram!!

14 BUMBU MAGZ

Anda mungkin juga menyukai