Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

DI RUANG ANAK RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH


BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Anak


Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh:
Syiva Hermawinda, S. Kep
11194692010068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Kejang Demam


NAMA MAHASISWA : Syiva Hermawinda, S. Kep
NIM : 11194692010068

Banjarmasin, Juni 2021

Menyetujui,

RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Program Studi Profesi Ners


Banjarmasin Fakultas Kesehatan
Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Riswan,S. Kep., Ns Paul Joae Brett Nito,M. Kep.,Ns


NIP. 197901222003121002 NIK. 1166102014068
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Kejang Demam


NAMA MAHASISWA : Syiva Hermawinda. Kep
NIM : 11194692010068

Banjarmasin, Juni 2021

Menyetujui,

RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Program Studi Profesi Ners


Banjarmasin Fakultas Kesehatan
Preseptor Klinik (PK) Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Riswan,S. Kep., Ns Paul Joae Brett Nito,M. Kep.,Ns


NIP. 197901222003121002 NIK. 1166102014068

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 11661020122053
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

A. Anatomi Fisiologi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100 - 200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel - sel otak yang disebut neuron. Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron -
neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau
plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu bagian - bagian otak dapat
mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya
belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang
berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara
SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen
bagiannya adalah :
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan gurius
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hermisfer kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b. Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
c. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik
di gyrus post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d. Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain dan memori (White, 2008)
e. Lobus Limbik
Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan autonom
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara optimal.
Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis
dan lobus fluccolonodularis
3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur - struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan
desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian -
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara
garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons
dan medulla oblongata

B.
Konsep

Penyakit
1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh mencapai >380C. Kejang demam dapat terjadi karena proses
intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan
Hardhi, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang
terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu
gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan
menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi
setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang
dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona
L.Wong, 2009)
Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu
tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan
potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.

2. Etiologi
a. Faktor-faktor prenatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
e. Demam
f. Gangguan metabolisme
g. Trauma
h. Neoplasma, toksin
i. Gangguan sirkulasi
j. Penyakit degeneratif susunan saraf.
k. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

3. Manifestasi Klinis
Berikut beberapa tanda gejala kejang demam, antara lain :
a. Suhu tubuh lebih dari 38 derajat ( bila diukur lewat ketiak, tambah
0.7 derajat )
b. Kehilangan kesadaran atau pingsan
c. Tubuh (kaki dan tangan) kaku
d. Kepala menjadi terkulai disertai rasa seperti orang terkejut
e. Kulit berubah pucat bahkan menjadi biru
f. Bola mata terbalik keatas
g. Bibir terkatup kadang disertai muntah

4. Klasifikasi Kejang Demam


Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
1) Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
2) Kejang umum tonik dan atau klonik
Kejang umum tonik biasanya terdapat pada bayi baru lahir
dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang
dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di
bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh
rangsang meningkat karena infeksi selaput otak.
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah.
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini
dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal
pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolic
3) Umumnya berhenti sendiri
4) Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-
ciri gejala klinis sebagai berikut :
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Kejang parsial (fokal, lokal), Kejang berasal dari satu fokus
neuron. Sesekali fokus terdapat pada lokasi kerusakan otak
sebelumnya.
a) Kejang fokal sederhana (mengenai satu anggota tubuh
tertentu saja dan kesadaran tidak terganggu)
b) Kejang parsial kompleks (mengenai satu atau lebih
anggota tubuh dan kesadaran terganggu)
c) Kejang parsial yang menjadi umum (dari complex partial
seizures lalu berkembang menjadi kejang pada seluruh
tubuh dan kesadaran terganggu)
4) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

5. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien kejang demam antara lain:
a. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan
dengan gigi.
b. Kerusakan sel otak
c. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih
dari 15 menit dan bersifat unilateral
d. Kelumpuhan
e. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama.
f. Asfiksia & Aspirasi
6. Patofisiologi dan Pathway
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat.
Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.


Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

Reaksi inflamasi perubahan konsentrasi ion


di ruang ekstraseluler
Proses demam
Ketidakseimbangan kelainan neurologis
Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal
ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan
Kondisi prognosis Kejang resiko cedera

Kurang informasi, kondisi lebih dari 15 menit


Prognosis/pengobatan
Dan perawatan perubahan suplay
Darah ke otak
Defisit Pengetahuan

resiko kerusakan sel


Neuron otak

Resiko Perfusi
Jaringan
Serebral Tidak
Efektif
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan
untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan.
c. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang 
(N < 200 mq/dl)
2) BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
f. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan
lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Berikan diazepam intra vena 0.3-0.5 mg/kgBB bolus pelan 1-2
mg/menit (3-5 menit)
2) Bila belum terpasang akses intravena, bisa diberikan diazepan
rektal 0.5-0.75 mg/kgBB atau 5 mg untuk BB <10kg dan 10 mg
untuk BB> 10 kg
3) Bila diazepam rektal diberikan dengan 2 kali pemberian
berselang 5 menit, kejang belum berhenti, segera berikan
diazepam intravena
4) Bila kejang belum berhenti sejak tatalaksana awal, berikan
Fentoin intravena dosis awal 10-20 mg/kdBB/pemberian
5) Bila kejang berhenti, fentoin diberikan kembali 4-8 mg/kgBB/
hari, 12 jam setelah dosis awal
6) Bila kejang belum berhenti, rawat di ruang intensive untuk
diberikan obat-obat anastesi
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Orang tua pasien jangan panik
2) Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya
tersedak, dan jangan memberikan makanan dan minuman
selama pasien kejang
3) Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti
sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat
menyumbat jalan nafas.
4) Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
5) Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak
memerlukan penanganan khusus.
6) Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
7) Pemberian oksigen melalui face mask
Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan
diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang
harus di perhatikan adalah sebagai berikut :
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti
sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat
menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di
bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan
anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut
setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa
menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada
kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak
lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di


lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut :
a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
b. Pemberian oksigen melalui face mask
c. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal atau jika
terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse
d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

C. Asuhan Keperawatan
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan utama
Berisi keluhan utama yang ada pada pasien
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang perjalanan penyakit pasien
4. Riwayat penyakit dahulu
Berisi tentang adakah riwayat penyakit yang pernah diderita pasien
5. Riwayat Kehamilan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan
per- vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu
selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan
atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi
dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare,
muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
b. Pola eliminasi
c. Kebersihan diri
d. Pola tidur
7. Pemeriksaan fisik
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam
sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi
bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana
keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
2) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3) Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4) Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera,
konjungtiva?
5) Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
6) Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya?
7) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi?
8) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat?
9) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid?
Adakah pembesaran vena jugularis?
10) Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
11) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya?
Adakah bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
12) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
13) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Apakah terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan
turgor kulit?
14) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?
15) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi?

D. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b/d proses penyakit
b. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
c. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
d. Resiko cedera

E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Intervensi
No.
Keperawatan SLKI SIKI
1 Hipertermia b/d Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
proses penyakit tindakan keperawatan (I.15506)
selama 1x5 jam Observasi
diharapkan hipertermia 1. Identifikasi penyebab
menurun dengan kriteria hipertermia
hasil: 2. Monitor suhu tubuh
Termoregulasi 3. Monitor haluaran urine
(L.14134) Terapeutik
1. Takikardi, dari 1. Sediakan lingkungan yang
meningkat (1) ke dingin
menurun (5) 2. Beri kompres air biasa
2. Suhu tubuh, dari Kolaborasi
memburuk (1) ke 1. Kolaborasi pemberian
membaik (5) cairan dan elektrolit
Suhu kulit, dari intravena
memburuk (1) ke
membaik (5)
2. Defisit pengetahuan Label: Label:
b/d kurang terpapar Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
informasi Setalah dilakukan Obsevasi:
tindakan keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
dalam 1 x 30 menit kemampuan menerima
informasi
diharapkan deficit
2. Identifikasi faktor-faktor
pengetahuan dapat yang dapat meningkatkan
teratasi dengan kriteria dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
hasil:
sehat
1. Perilaku sesuai Terapeutik:
dengan anjuran dari 1. Sediakan materi dan
skala meningkat media pendidikan
kesehatan
2. Persepsi keliru
2. Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
dari skala 1 kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
(meningkat) menjadi
bertanya
skala 5 (menurun) Edukasi:
3. Menjalani 1. Jelaskan faktor risiko yang
pemeriksaan yang dapat mempengaruhi
tidak tepat dari skala kesehatan
2. Ajarkan peilaku hidup
1 (meningkat)
bersih dan sehat
menjadi skala 5 3. Ajarkan strategi yang
(menurun) dapat digunakan untuk
menngkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
3. Risiko perfusi Setelah dilakukan Pemantauan tekanan
serebral tidak efektif Tindakan keperawatan intracranial (I.06198)
Observasi
selama 1x24 jam
1. Identifikasi penyebab
diharapkan risiko perfusi peningkatan TIK
serebral tidak efektif 2. Monitor peningkatan TD
3. Monitor penurunan
teratasi dengan kriteria
frekuensi jantung
hasil: 4. Monitor ireguleritas irama
Perfusi serebral napas
(L.02014) 5. Monitor penurunan tingkat
1. Tingkat kesadaran, kesadaran
dari cukup Terapeutik
menurun (2) ke 1. Pertahankan sterilitas
meningkat (5) sistem pemantauan
2. Sakit kepala, dari 2. Pertahankan posisi kepala
sedang (3) ke dan leher netral
menurun (5) 3. Dokumentasikan hasil
3. Nilai rata-rata pemantauan
tekanan darah, dari Edukasi
cukup memburuk 1. Jelaskan tujuan dan
(2) ke membaik (5) prosedur pemantauan
4. Kesadaran, dari 2. Informasikan hasil
sedang (3) ke pemantauan
membaik (5)
4. Resiko cedera Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan
tindakan keperawatan Lingkungan
selama 2 x 24 jam tidak Observasi:
ada resiko cedera pada 1. Identifikasi kebutuhan
klien dengan kriteria keselamatan
hasil : 2. Monitor perubahan status
Risk Control keselamatan lingkungan
Terapeutik:
1. Klien terbebas dari 1. Hilangkan bahaya
cedera keselamatan, Jika
2. Keluarga mampu memungkinkan
menjelaskan 2. Modifikasi lingkungan
cara/metode untuk untuk meminimalkan risiko
mencegah cedera 3. Sediakan alat bantu
3. Keluarga mampu kemanan linkungan (mis.
menjelaskan faktor Pegangan tangan)
resiko lingkungan/ 4. Gunakan perangkat
perilaku personal pelindung (mis. Rel
4. Keluarga mampu samping, pintu terkunci,
memodifikasi gaya pagar)
hidup untuk Edukasi
mencegah cedera Ajarkan individu, keluarga dan
5. Keluarga dapat kelompok risiko tinggi bahaya
menggunakan lingkungan
fasilitas kesehatan Pencegahan Cidera
yang ada untuk Observasi:
klien 1. Identifikasi obat yang
6. Keluarga mampu berpotensi menyebabkan
mengenali cidera
perubahan status 2. Identifikasi kesesuaian
kesehatan klien alas kaki atau stoking
elastis pada ekstremitas
bawah
Terapeutik:
1. Sediakan pencahayaan
yang memadai
2. Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan rawat inap
3. Sediakan alas kaki antislip
4. Sediakan urinal atau urinal
untk eliminasi di dekat
tempat tidur, Jika perlu
5. Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
6. Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan
duduk beberapa menit
sebelum berdiri
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.


Yogyakarta: Mediaction

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai