Anda di halaman 1dari 18

CONTINUING

PROFESSIONALCONTINUINGCONTINUINGDEVELPRPMENTFESSIONALMEDICALDEVELOPMENTEDUCA
TION

Akreditasi PP IAI–2 SKP

Penatalaksanaan Tetanus

Ni Komang Saraswita Laksmi


Puskesmas Mendoyo I, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang karena akses program imunisasi yang buruk serta fasilitas
intensive care unit (ICU) yang tidak selalu tersedia. Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus: (1) membuang sumber tetanospasmin;

(2) netralisasi toksin yang tidak terikat; (3) perawatan penunjang (suportif ) sampai tetanospasmin yang berikatan dengan
jaringan habis dimetabolisme. Sebagian besar kasus membutuhkan 4-6 minggu pengobatan suportif di ICU. Keberhasilan
terapi suportif akan menentukan outcome, di samping faktor beratnya penyakit.

Kata Kunci: Intensive care unit, tatalaksana, tetanus

ABSTRACT
Tetanus is still an important health issue in developing countries because of poor immunization programme and the poor availability of intensive
care unit (ICU) facility. Three goals of tetanus management are: (1) eradication of tetanospasmin source; (2) unbound toxin neutralization; (3)
supportive care until tissue-bound tetanospasmin has completely been metabolized. Most cases take 4-6 weeks of supportive care in ICU. The
quality of supportive care determine the outcome, in addition the severity of disease. Ni Komang Saraswita

Laksmi. Management of Tetanus.

Keywords: Intensive care unit, management, tetanus


PENDAHULUAN telah menjadi
Sampai saat ini tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat signifi kan di negara berkembang karena akses program imunisasi yang Sayang imun
buruk, juga penatalaksana-an tetanus modern membutuhkan fasilitas intensive care unit (ICU) yang jarang tersedia di sebagian besar populasi penderita berlangsung
1
tetanus berat. Di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah kematian 800.000-1.000.000 orang per tahun, sebagian injeksi boost
besar pada neonatus. 2,3 1
Kematian tetanus neonatus diperkirakan sebesar 248.000 kematian per tahun. Di bagian Neurologi RS Hasan Sadikin luka yang re
Bandung, dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999-2000 dengan mortalitas 35,2%. Pada sebuah penelitian retrospektif tahun 2003-Oktober 2004 program imu
4 menyebabkan
di RS Sanglah didapatkan 54 kasus tetanus dengan mortalitas 47%.
ini di negara s
Tetanus adalah penyakit yang dapat dicegah. Implementasi imunisasi tetanus global
DEFINISI
Tetanus ada
sebabkan e
oleh Clostrid
peningkatan
kejang-kejan

PATOFISIO
Tetanus di
Clostridium t
anaerob. Bak
mampu berta
ekstrim dalam
sangat kuat. C
injeksi ata
dan binatang. Bakteri tersebut biasanya abdominal/pe
memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus, organisme i
mungkin tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, anaerob yan
Alamat korespondensi email: risalinamyrtha@yahoo.co.id

CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014 823


CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
melalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat, (2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias kadang cukup
ke susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya terlibat. 4 rigiditas otot, spasme otot, dan ketidakstabilan otonom. untuk
Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu pada mengakibatkan
Pada mekanisme pertama, toksin yang
kelompok otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu ruptur otot
yang tampak pada lebih dari 90% kasus saat masuk spontan dan
rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan nyeri
berikatan pada neuromuscular junction hematoma
punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal
intramuskular.
lebih memilih menyebar melalui saraf motorik, selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik menimbulkan ciri khas risus sardonicus, sakit
dan otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara retrograd menuju sistem saraf Fraktur kompresi
tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus otot-otot
pusat.1,3 Tetanospasmin yang merupakan zinc-dependent endopeptidase memecah trunkal mengakibatkan opistotonus. Kelompok otot yang
atau subluksasi
vesicle-associated membrane protein II (VAMP II atau synaptobrevin) pada vertebra dapat
berdekatan dengan tempat infeksi sering terlibat,
suatu ikatan peptida tunggal. Molekul ini penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, terjadi, biasanya
menghasilkan penampakan tidak simetris.1,3,6,7
sehingga pe-mecahan ini mengganggu transmisi sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur pada vertebra-
inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan γ-amino butyric acid (GABA). Pada saat Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh thorakalis.5 Gagal
interneuron menghambat motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan stimulus fi sik, visual, auditori, atau emosional. Spasme ginjal akut
menghambat refl eks motorik sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali, otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan ruptur merupakan
mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-tiba dan tendon, dislokasi sendi serta patah tulang. Spasme laring komplikasi
potensial merusak. Hal ini merupakan karakteristik tetanus. Otot wajah terkena paling awal karena dapat terjadi segera, mengakibatkan obstruksi saluran tetanus yang
jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena paling akhir, mungkin akibat nafas atas akut dan respira-tory arrest. Pernapasan dapat dikenali
aksi toksin di batang otak. Pada tetanus berat, gagalnya penghambatan aktivitas otonom juga dapat terpengaruh akibat spasme yang melibatkan akibat dehidrasi,
menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas simpatis yang berlebihan dan peningkatan otot-otot dada; selama spasme yang memanjang, dapat rhabdomiolisis
kadar katekolamin. Ikatan neu-ronal toksin sifatnya irreversibel, pemulihan membutuhkan terjadi hipoventilasi berat dan apnea yang mengancam
karena spasme,
tumbuhnya terminal saraf yang baru, sehingga memanjangkan durasi penyakit ini. 1,3 nyawa.3,6 Tanpa fasilitas ventilasi mekanik, gagal nafas
dan gangguan
akibat spasme otot adalah penyebab kematian paling
GEJALA KLINIS otonom.
sering. Hipoksia biasanya terjadi pada tetanus akibat
Komplikasi lain
Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari (rata-rata 7 hari). Pada 80-90% penderita, gejala muncul spasme atau kesulitan membersihkan sekresi bronkial
meliputi
1-2 minggu setelah ter-infeksi. 3 Selang waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya yang berlebihan dan aspirasi. Spasme otot paling berat
terjadi selama minggu pertama dan kedua, dan dapat atelektasis,
spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode inkubasi secara signifi
berlangsung selama 3 sampai 4 minggu, setelah itu penumonia
kan menentukan prognosis. Makin singkat (periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari)
rigiditas masih terjadi sampai beberapa minggu lagi.1 aspirasi, ulkus
menunjukkan makin berat penyakitnya. 1
peptikum, retensi
Tetanus berat berkaitan dengan hiperkinesia sirkulasi, urine, infeksi
terutama bila spasme otot tidak terkontrol baik. Gangguan traktus urinarius,
otonom biasanya mulai beberapa hari setelah spasme dan ulkus dekubitus,
berlangsung 1-2 minggu. Meningkatnya tonus simpatis thrombosis vena,
biasanya dominan menyebabkan periode vasokonstriksi, dan
takikardia dan hiper-tensi. Autonomic storm
thromboemboli.1
berkaitan dengan peningkatan kadar katekolamin.
Keadaan ini silih berganti dengan episode hipotensi, DIAGNOSI
bradikardia dan asistole yang tiba-tiba. Gambaran S
gangguan otonom lain meliputi salivasi, berkeringat, Diagnosis tetanus
meningkatnya sekresi bronkus, hiperpireksia, stasis adalah murni
lambung dan ileus.1,3 diagnosis klinis
berdasarkan
Pada keadaan berat dapat timbul berbagai komplikasi. Intensitas
spasme paroksismal
riwayat penyakit
dan temuan saat
pemeriksaan.
Pada pemeriksaan
fi sik dapat
dilakukan uji
spatula, dilakukan
dengan
menyentuh
dinding posterior
faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi terapi phenotiazine, serum sickness, epilepsi Luka harus
kontraksi rahang involunter (meng-gigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan dan rabies.4 dibersihkan secara
menyeluruh dan
singkat The American didebridement
Journal of Tropical Medicine and Hygiene
PENATALAKSANAAN untuk mengurangi
Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni: (1) membuang muatan bakteri dan
menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sumber tetanospasmin; mencegah pelepasan
sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif ). Pemeriksaan darah dan (2) menetralisasi toksin yang tidak terikat; toksin lebih
cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari luka sangat sulit (hanya 30% positif (3) perawatan penunjang (suportif ) sampai tetanospasmin lanjut.1,3,5
), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan konfi rmasi. 4 yang berikatan dengan jaringan telah habis dimetabolisme.4,5,7- Antibiotika
14
diberikan
Beberapa keadaan yang dapat disingkir-kan dengan pemeriksaan cermat adalah meningitis,
Membuang Sumber Tetanospasmin
perdarahan subarachnoid, infeksi orofacial serta arthralgia temporomandibular yang
menyebabkan trismus, keracunan strychnine, tetani hipokalsemia, histeri, encefalitis,
824 CDK-222/ vol. 41 no. 11,
th. 2014
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

3-5,12
untuk mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk tujuan pencegahan karena seseorang yang sudah sembuh dari diturunkan
tetanus secara klinis adalah minimal. Pada pe-nelitian di Indonesia, tetanus tidak memiliki kekebalan. 1,3,5 bertahap 5-10
metronidazole telah menjadi terapi pilihan di beberapa pelayanan kesehatan. mg/hari dan
Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB Pengobatan suportif dapat
dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari. Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi diberikan
Metronidazole efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. suportif sampai efek toksin yang telah terikat melalui pipa
Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-100.000 habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus orogastrik.
U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika hipersensitif terhadap penicillin dapat sebaiknya ditangani di ICU agar bisa Dosis
diberi tetracycline 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). diobservasi secara kontinu. Untuk maksimal
Penicillin membunuh bentuk vegetatif C. tetani. Sampai saat ini, pemberian meminimalkan risiko spasme paroksismal adalah 40
penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam selama 10 hari yang dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien mg/kgBB/hari.
direkomendasikan pada semua kasus tetanus. Sebuah penelitian sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan Tanda klinis
menyatakan bahwa penicillin mungkin berperan sebagai agonis terhadap tenang. Pasien diposisikan agar men- membaik bila
tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama tidak dijumpai
cegah pneumonia aspirasi. Cairan
spasme
(GABA).3-5,12 intravena harus diberikan, pemeriksaan
spontan,
elektrolit serta analisis gas darah
Netralisasi toksin yang tidak terikat badan masih
penting sebagai penuntun terapi.5
Antitoksin harus diberikan untuk menetral-kan toksin-toksin yang belum kaku,
berikatan. Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) Penanganan jalan napas merupakan prioritas. kesadaran
segera diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total 3.000-10.000 unit, membaik
Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau
dibagi tiga dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak (tidak koma),
dosis besar sedatif semuanya dapat
ada konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi tidak dijumpai
mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang
gangguan
British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit intravena. Untuk bayi, berlebihan memerlukan tindakan suctioning
dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis pernapasan.1,1
yang sering.1 Trakeostomi dituju-kan untuk
0,13,14
diberikan secara infi ltrasi di tempat sekitar luka; hanya dibutuhkan sekali menjaga jalan nafas terutama jika ada
pengobatan karena waktu paruhnya 25-30 hari. Makin cepat pengobatan opistotonus dan keterlibatan otot-otot Tambahan
diberikan, makin efektif. Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas 6 efek sedasi
punggung, dada, atau distres pernapasan.
terhadap imunoglobulin atau komponen human immunoglobulin sebelumnya; bisa didapat
Kematian akibat spasme laring mendadak,
trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat merupakan dari
paralisis diafragma, dan kontraksi otot
kontraindikasi pemberian intramuskular. Bila tidak tersedia maka digunakan barbiturate
respirasi tidak adekuat sering terjadi jika tidak
ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan 50.000 unit intra-muskular khusus-nya
tersedia akses ventilator.3
dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan phenobarbital
dan
40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. 1,4,5 Spasme otot dan rigiditas diatasi secara
phenotiazine
Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberi efektif dengan sedasi. Pasien tersedasi lebih
seperti
immunisasi aktif dengan toksoid, sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer dan
chlorpromazin
kecil kemungkinannya mengalami spasme
e,
otot.5 Diazepam efektif mengatasi spasme
penggunaann
dan hipertonisitas tanpa menekan pusat
ya dapat
kortikal. Dosis diazepam yang di-
menguntungk
rekomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali
an pasien
dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis,
dengan
dosis yang direkomendasikan untuk usia <2
gangguan
tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral dalam dosis
otonom.1,3
2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus segera
Phenobarbital
dihentikan dengan diazepam 5 mg per rektal
diberikan
untuk berat badan <10 kg dan 10 mg per
dengan dosis
rektal untuk anak dengan berat badan ≥10 kg,
120-200 mg
atau diazepam intravena untuk anak 0,3
intravena, dan
mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti,
diazepam
pemberian diazepam dilanjutkan dengan dapat
dosis rumatan sesuai keadaan klinis. ditambahkan
Alternatif lain, untuk bayi (tetanus terpisah
neonatorum) diberikan dosis awitan 0,1-0,2 dengan dosis
mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme sampai 120
akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40 mg/ mg/hari.
kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam Chlorpromazi
ne di-berikan
setiap 4-8 jam
dengan dosis
dari 4-12 mg
bagi bayi
sampai 50-
150 mg bagi dewasa.5,10 Morphine bisa memiliki efek sama dan biasanya karena lamanya perjalanan penyakit tetanus menyebabkan
digunakan sebagai tambahan sedasi benzodiazepine. dan masih merupakan penyebab penting kematian.6,7,11
kematian. Pencegahan komplikasi respirasi Tanda
Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat dipilih meliputi perawatan mulut sangat teliti, overaktivitas
pelumpuh fi sioterapi dada dan suction trakea. Sedasi simpatis yaitu
otot nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure adekuat selama prosedur invasif mencegah takikardia fl
ventilation (IPPV). provokasi spasme atau ketidakstabilan uktuatif,
hipertensi
yang kadang
otonom.3,6,7,10 diikuti
Tidak ada data perbandingan obat-obat pelumpuh otot pada tetanus, hipotensi,
rekomendasi didapatkan dari laporan kasus. Pancuronium harus dihindari pucat dan
Instabilitas otonom terjadi beberapa hari
karena efek samping simpa-tomimetik.1 Atracurium dapat sebagai pilihan. setelah onset spasme umum dan fatality berkeringat
Vecuronium juga telah digunakan karena stabil pada jantung.3,10,14 Pasien ratenya 11-28%. Manifestasi berupa hiper- sering
tetanus berat sering kali membutuhkan IPPV selama 2 hingga 3 minggu tensi labil, takikardia, dan demam. Berbagai
sampai spasme mereda. Insiden ventilator-associated pneumonia pada gangguan kardiovaskular seperti disritmia dan
pasien-pasien tetanus sebesar 52,6%.1 Infeksi nosokomial umum terjadi infark miokard serta kolaps sirkulasi sering
CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014 825
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

memori.1,2
tampak beberapa hari setelah onset spasme otot.5,10 Henti jantung tiba-tiba perhatian khusus pada risiko aspirasi.5,12 dengan
umum terjadi dan dikatakan dapat dipresipitasi oleh kombinasi kadar mortalitas
katekolamin yang tinggi dan kerja langsung toksin tetanus pada miokardium. Emboli paru juga merupakan salah satu >50%.10
Aktivitas simpatis yang memanjang dapat berakhir dengan hipotensi dan penyebab kematian, sehingga banyak di-
bradikardi. Aktivitas parasimpatis ber-lebihan dapat menyebabkan sinus Outcome
gunakan antikoagulan secara rutin seperti
arrest, di-katakan karena kerusakan langsung nukleus vagus oleh toksin tetanus
heparin subkutan; risiko thromboemboli
tergantung
tetanus.3,6,7 Instabilitas otonom sulit diobati. Fluktuasi tekanan darah dan perdarahan harus dipertimbangkan.
berat penyakit
membutuhkan obat-obat dengan waktu paruh singkat. Terapi konvensional Gerakan pasif harus terus diberikan jika di-
dan fasilitas
terdiri dari sedasi dalam sebagai terapi lini pertama, menggunakan gunakan pelumpuh otot.5,12
pengobatan
benzodiazepine dosis besar, morphine, dan/atau chlorpromazine.1 Saat ini,
yang tersedia.
magnesium sulfat intravena dicoba untuk mengendalikan spasme dan LUARAN Jika tidak
disfungsi otonom; dosis loading 5 g (atau 75 mg/ kg) IV dilanjutkan 1 sampai Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus.
diobati,
3 g/jam sampai spasme terkontrol telah digunakan untuk mendapatkan Skala yang diusulkan Ablett adalah yang
mortalitasnya
konsentrasi serum 2 sampai 4 mmol/L. Untuk menghindari overdosis, paling banyak digunakan (Tabel 1). lebih dari 60%
dimonitor refl ek patella.7,13 Beta blocker dapat menyebabkan hipotensi berat.
dan lebih
Episode hipotensi yang tidak membaik dengan penambahan volume Selain skoring Ablett, terdapat sistem skoring
tinggi pada
intravaskular mem-butuhkan inotropik.1 Atropin dosis tinggi, lebih dari 100 untuk menilai prognosis tetanus seperti neonatus. Di
mg/jam, telah dianjurkan pada keadaan bradikardia. 3 Tidak ada regimen Phillips score dan Dakar score. Kedua sistem
fasilitas yang
terapi yang dipercaya efektif secara universal untuk instabilitas otonom. 11 skoring ini memasukkan kriteria periode inkubasi baik, angka
dan periode onset, begitu pula manifestasi mortalitasnya
Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas simpatis neurologis dan kardiak. Phillips score juga 13% sampai
berlebihan dan katabolisme protein sehingga peme-liharaan nutrisi sangat memasukkan status imunisasi pasien. Phillips 25%. Hanya
diperlukan. Nutrisi buruk dan penurunan berat badan terjadi cepat karena score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedikit
disfagia, gangguan fungsi gastrointestinal dan peningkatan meta-bolisme, sedang; dan >18, severitas berat. Dakar score 0- penelitian
menurunkan daya tahan tubuh sehingga memperburuk prognosis..3,13 Nutrisi 1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3, jangka
parenteral total mengandung glukosa hipertonis dan insulin dalam jumlah severitas sedang dengan mortalitas 10-20%; 4, panjang pada
cukup untuk mengendalikan kadar gula darah, severitas berat dengan mortalitas 20-40%; 5-6, pasien yang
severitas sangat berat berhasil
selamat.
Tabel 1 Severitas Tetanus Berdasarkan Klasifi kasi Ablett 3,6-9 Pemulihan
tetanus
Grade 1 (ringan)
cenderung
Trismus ringan, spastisitas menyeluruh, tidak
ada yang membahayakan respirasi, tidak lambat namun
ada spasme, tidak ada disfagia sering
sembuh
Grade 2 (sedang)
sempurna,
Trismus sedang, rigiditas, spasme singkat,
disfagia ringan, keterlibatan respirasi sedang, beberapa
frekuensi pernapasan >30 pasien
mengalami
Grade 3 (berat)
Trismus berat, rigiditas menyeluruh, spasme abnormalitas
memanjang, disfagia berat, serangan apneu, elektroensefal
denyut nadi >120, frekuensi pernapasan >40 ografi yang
menetap dan
Grade 4 (sangat berat)
Grade 3 dengan ketidakstabilan otonom berat gangguan
keseimbanga
Tabel 3 Dakar score10
n, berbicara,
dan
D
uk
un
ga
n
ps
ik
ol
og
is
se
ba
ik
ny
a
tidak
dilupakan.3
• Tidak diketahui 1 0 Cedera
berat atau
Tabel 2 Phillips score4,10 Status proteksi penyakit
• Tidak ada 10 yang tidak segera mengancam
Faktor Skor 0 Mungkin ada atau imunisasi nyawa
Masa Inkubasi pada ibu bagi pasien-pasien • Ciedera atau penyakit yang
• <48 jam 5 tidak mengancam nyawa
• 2-5 hari 4 • Cedera atau penyakit minor
• 5-10 hari 3 • ASA grade I
neonatus 8
• 10-14 hari 2
• Terlindungi >10 tahun 4
• >14 hari 1
• Terlindungi <10 tahun 2
Lokasi infeksi • Proteksi lengkap 0
• Organ dalam dan umbilikus 5
• Kepala, leher, dan badan 4 Faktor-faktor komplikasi
• Perifer proksimal 3 • Cedera atau penyakit yang 10
• Perifer distal 2 mengancam nyawa
dapat menekan katabolisme protein. Formula asam amino sangat membantu
Dakar
membatasi katabolisme protein.5,12 Pada hari pertama perlu pemberian Faktor score
cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai
prognosis Score 1 Score 0
hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian
Periode inkubasi <7 hari ≥7 hari atau tidak di
nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde
Periode onset <2 hari ≥2 hari
lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan
Umbilikus, luka bakar, uterus, fraktur terbuka, Selain dari yang telah
Tempat masuk
luka operasi, injeksi intramuskular atau tidak diketa
Spasme Ada Tidak ada
Demam >38,4˚C <38,4˚C
Dewasa >120 kali/menit Dewasa <120 kali/
Takikardi
Neonatus >150 kali/menit Neonatus <150 kali
826 CDK-222/ vol. 41 no. 11,
th. 2014
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

DAFTAR PUSTAKA
1. Thwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.1401-4.
2. Lipman J. Tetanus. In: Bersten AD, Soni N, eds. Oh’s Intensive Care Manual. 6 th ed. Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier; 2009.p.593-7.
3. Taylor AM. Tetanus. Continuing education in anesthesia, critical are & pain. Vol. 6 No. 3. [Internet]. 2006 [cited 2013 Oct 20]. Available from:
http://www.ceaccp.oxfordjournals.org content/6/4/164.3.full.pdf.
4. Mahadewa TGB, Maliawan S. Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang.Jakarta: CV Sagung Seto;2009.
5. Edlich RF, Hill LC, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Horowitz JH, et al. Management and prevention of tetanus. Niger J Paed. 2003;13(3):139-54.
6. Towey R. Tetanus: a review. Update in Anesthesia. Vol 43 No. 19. [Internet]. 2005 [cited 2013 Oct 20]. Available from: http://www.update.anaesthesiologist.org/wp-
content/tetanus-a-review.pdf.
7. Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: a review of the literature. Br J Anaesth.2001;87(3):477-87.
8. Bhatia R, Prabhakar S, Grover VK. Tetanus. Neurol India.2002;50:398-407.
9. Quasim S. Management of tetanus.World Anaesthesia Tutorial of the Week. Vol 87 No. 3. [Internet]. 2001 [cited 2013 Oct 20]. Available from: http://www.aagbi.
org/sites/default/fi les/17-management-of-tetanus.pdf.
10. Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological aspects of tropical disease: tetanus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2000;69:292-301.
11. Torbey MT, Suarez JI, Geocadin R. Less common causes of quadriparesis and respiratory failure. In: Suarez JI, editor. Critical care neurology and neurosurgery. 1 st
ed. New Jersey: Humana Press; 2004.p.493-5.
12. Dawn MT, Elisson RT. Tetanus. In: Irwin RS, Rippe JM, editors. Irwin and Rippe’s intensive care medicine. 6th ed. Massachusetts: Lippincot Williams & Wilkins. 2008.p.1140-1.
13. WHO. Current recommendations for treatment of tetanus during humanitarian emergencies. WHO Tech Note. [Internet]. 2010 [cited 2013 Oct 20]. Available at:
http://www.whqlibdoc. who.int/hq/2010/WHO_HSE_GAR_DCE_2010.2_eng.pdf.
14. Witt MD, Chu LA. Infections in the critically ill. In: Bongard FS, Sue DY, eds. Current critical care diagnosis and treatment. 2 nd ed. California: McGraw-Hill; 2003.p.432-4.
CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014 827

Anda mungkin juga menyukai