Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK OKSIDASI SIKLOHEKSANOL

A. Tujuan Percobaan
1. Membuat sikloheksanon dari sikloheksanol melalui reaksi oksidasi reduksi
dengan menggunakan oksidator K2Cr2O7.
2. Mengidentifikasi hasil reaksi berdasarkan sifat fisika (titik didih dan indeks bias)
3. Menghitung rendemen

B. Landasan Teori
Reaksi oksidasi reduksi sudah umum dijumpai dalam kimia organik. Reaksi
reduksi dan oksidasi banyak dijumpai pada reaksi yang melibatkan senyawa yang
mengandung ikatan rangkap dua atau rangkap tiga seperti aldehida dan keton (Suja dan
Muderawan, 2003).
Dalam kimia organik, reaksi oksidasi biasanya diartikan sebagai penambahan
oksigen ke dalam molekul atau lepasnya hydrogen dari molekul, sedangkan reaksi
reduksi didefinisikan sebagai masuknya hydrogen ke dalam molekul organic atau
keluarnya oksigen dari dalam molekul organic (Riswiyanto, 2009)
Batasan yang lebih umum dari reaksi oksidasi-reduksi adalah berdasarkan
pemakaian bilangan oksidasi pada atom karbon dengan cara memasukkan bilangan
oksidasi pada keempat ikatannya. Contohnya, atom H yang berikatan dengan C
mempunyai bilangan oksidasi -1, atom C jika berikatan dengan atom C mempunyai
bilangan oksidasi 0 dan atom C mempunyai bilangan oksidasi +1 jika berikatan tunggal
pada heteroatom seperti oksigen, nitrogen atau sulfur (Riswiyanto, 2009).
B.1 Reaksi Reduksi
Beberapa reaksi reduksi yang sering dijumpai dalam kimia organic diberikan di
bawah ini :
B.1.1 Hidrogenasi Katalitik
Pada reaksi ini terjadi penambahan atom hydrogen, biasanya memakai katalis
seperti Ni, Pt dan Pd. Hidrogenasi melibatkan pemutusan ikatan π dari senyawa yang
mengandung ikatan rangkap dan pembentukan ikatan σ dari C-H dan reaksi biasanya
berlangsung secara eksoterm. Reaksi ini umumnya terjadi pada sistem tidak jenuh seperti
alkena, alkuna dan senyawa aromatic. Keton dan aldehid juga direduksi dengan cara ini
(Suja dan Muderawan, 2003)
B.1.2 Reduksi Clemmensen dan Wolff-Kishner
Aldehid dan keton dapat direduksi menjadi hidrokarbon dengan metode
Clemmensen atau Wolf-Kishner. Reduksi Clemmensen mempergunakan Zn amalgama
dan asam klorida pekat sebagai reduktor (Suja dan Muderawan, 2003).
Metode ini berlaku terutama untuk keton yang mengandung gugus fenolat dan
karboksilat. Sebagai contoh, reduksi dari asam β-benzoilpropionat dalam toulena
memberikan asam γ-fenilbutirat dengan jumlah 80%. Reagen ini juga mereduksi ikatan
alkena dalam αβ-keton tidak jenuh, asam dan ester (Suja dan Muderawan, 2003).
Reduksi Wolf-Kishner dari keton menjadi hidrokarbon dapat diefektifkan dengan
memanaskan keton bersama hidrat hidrazin pada suasana basa kuat (C2H5ONa atau KOH)
dalam di- atau trietilen glikol sebagai pelarut pada suhu 180oC – 220oC. Hidrat hidrazin
membentuk hidrazon dari keton dan terjadi reduksi dengan membebaskan nitrogen untuk
membentuk hidrokarbon (Suja dan Muderawan, 2003).
B.1.3 Reduksi dengan Litium Aluminium Hidrida
Senyaw karbonil direduksi menjadi alcohol menjadi reagen tertentu. Hidrogenasi
katalitik tidak umum dipakai karena reaksi berjalan lambat. Litium Aluminium Hidrida
merupakan reduktor yang sangat efektif untuk semua senyawa organic. NaBH4 juga dapat
digunakan. LiAlH4 menghasilkan ion hidrida yang mereduksi senyawa karbonil dimana
keempat atom hydrogen dalam AlLiH4 dipindahkan ke gugus karbonil (Riswiyanto,
2009).
B.1.4 Senyawa Nitro pada Reduksi dengan Sn dan HCl menghasilkan Amina primer
B.1.5 Reduksi Meerwin-Ponndorf-Verley
Reduksi ini adalah metode khusus untuk mereduksi keton menjadi alcohol.
Reduksi terjadi dengan aluminium isopropoksida dalam isopropanol. Pada reaksi ini juga
terjadi pemindahan ion hidrida (Riswiyanto, 2009)
B.2 Reagen yang Digunakan untuk Mereduksi Senyawa Organik
B.2.1 Gas Hidrogen
Dengan menggunakan katalis seperti Ni, Pt atau Pd pada suhu yang cukup tinggi,
gas hidorgen digunakan untuk mereduksi ikatan rangkap dua atau rangkap tiga dalam
suatu molekul. Senyawa hidrokarbon tak jenuh, aldehida, keton sianida dan senyawa –
senyawa nitro dapat direduksi dengan cara ini. Reduksi hydrogen atau adisi hydrogen
pada ikatan rangkap disebut juga hidrogenasi. Hidrogenasi dengan adanya serbuk nikel
disebut dengan pereaksi Sabatier-Senderens. Katalis nikel yang dihasilkan dari endapan
larutan alloy aluminium –nikel dengan adanya basa NaOH disebut pereaksi nikel –
Raney (Riswiyanto, 2009).

B.2.2 Natrium (Na) atau Natrium Amalgam (Na/Hg)


Na atau Na/Hg dengan adanya air, alcohol, ammonia atau amina merupakan
pereaksi reduksi. Adanya merkuri dapat mengendalikan hydrogen. Reduksi dengan
natrium dalam ammonia atau amina dikenal sebagai pereaksi Birch. Natrium dan
alcohol umumnya dipakai untuk mereduksi gugus karbonil dalam asam, ester, aldehida
dan keton menjadi alcohol (Bouvault – Blanc Reduction) dan tidak mereduksi ikatan
rangkap dua atau rangkap tiga (Riswiyanto, 2009).
B.2.3 Zn dengan Natrium Hidroksida atau Air
Pereaksi ini digunakan jika memerlukan reduksi dengan kondisi basa atau netral.
Reduksi gugus nitro dalam suasana basa menghasilkan derivate hidroksilamina
(Riswiyanto, 2009).
B.2.4 Zink atau tin dengan asam (HCl)
Pereaksi ini digunakan jika reduksi dilakukan dalam kondisi asam. Amalgam
Zn/Hg dalam suasana asam merupakan pereaksi reduksi dari Clemmensen. Umumnya
dipakai untuk mereduksi gugus karbonil menjadi gugus metilena (Riswiyanto, 2009).
B.2.5 Hidrazina
Reduksi dengan hidrazina dalam basa kuat seperti KOH dikenal dengan nama
reaksi Wolff-Kishner. Pereaksi ini dipakai untuk mengubah gugus karbonil menjadi
gugus metilena (Riswiyanto, 2009).
B.2.6. Hidrogen Iodida dan Fosfor Merah
B.2.7 Hidrida seperti LiAlH4 dan NaBH4
Pereaksi ini selektif untuk mereduksi gugus karbonil suatu ester, asam, aldehida
dan keton menjaid gugus alcohol meskipun di dalamnya ada gugus ikatan rangkap dua
dan tiga (Riswiyanto, 2009).
B.2.8 Aluminium Isopropoksida
Aluminium isopropoksida digunakan untuk mereduksi aldehida dan keton
menjadi alcohol dengan adanya alcohol. Pereaksi ini dikenal dengan nama Meerwin –
Pondorff- Verley – reduction.

B.2.9 Gabungan zink-tembaga


Butiran Zn dilapis dengan Cu (menggunakan larutan Cu-sulfat) dapat dijadikan
pereaksi. Pereaksi ini akan bereaksi dengan air menghasilkan hydrogen yang dipakai
untuk mereduksi alkena dan alkuna (Riswiyanto, 2009).
B.3 Reaksi Oksidasi
B.3.1 Oksidasi Hidrokarbon tidak jenuh pada kondisi yang berbeda menghasilkan
produk yang berbeda pula
- Dengan oksidator kuat, seperti HNO3 pekat, etilena dioksidasi menjadi karbondioksida
dan air
- Dengan oksidator sedang, seperti KMnO4 akan memecah molekul pada ikatan rangkap.
- Dengan oksidator lemah seperti KMnO4 dalam basa, akan menghasilkan glikol
B.3.2 Oksidasi alcohol dan aldehid
Alkohol dan aldehid jika dioksidasi dengan campuran kalium dikromat dan asam
sulfat, maka akan dihasilkan asam karboksilat. Produk oksidasi sangat tergantung pada
jenis alcohol (primer, sekunder dan tersier) (Riswiyanto, 2009).
B.3.3 Oksidasi Oppenauer
Reaksi ini merupakan kebalikan dari reaksi reduksi Meerwin – Ponndorf – Verley
dan dipakai untuk mengoksidasi alcohol menjadi keton dengan adanya aluminium tersier
butoksida dalam larutan benzena dan toulena. Keton dalam jumlah berlebihan umumnya
dipakai untuk memulai reaksi (Riswiyanto, 2009).
Reagen yang banyak digunakan untuk mengoksidasi senyawa organic adalah
sebagai berikut :
- Oksigen, dipakai bersama –sama dengan katalis V 2O5 dengan pemanasan, contohnya
oksidasi benzena menghasilkan anhidrida maleat
- Ozon, banyak dipakai untuk mengoksidasi ikatan rangkap
- Asam Nitrat, larutan encer asam nitrat dipakai untuk mengoksidasi senyawa yang
mempunyai beberapa gugus fungsi, misalnya glukosa atau senyawa yang bila dioksidasi
akan menghasilkan karbondioksida dan air.
- Larutan KMnO4, oksidator kuat umumnya dapat dipakai untuk mengoksidasi aldehida,
keton dan gugus alkyl yang terikat dengan inti benzena. Oksidator alcohol – KMnO 4
dikenal sebagai pereaksi Baeyer (Riswiyanto, 2009).
- KMnO4 suasana asam, oksidator kuat dipakai untuk mengoksidasi aldehida, keton dan
juga dipakai untuk memecah molekul organik.
- Asam periodat atau Pb-tetraasetat, pereaksi ini umumnya digunakan untuk memecah
senyawa glikol atau senyawa dihidroksi dan menghasilkan senyawa karbonil. Asam
periodat merupakan reagen yang selektif untuk polihidroksi, amino dan karbonil tetapi
Pb-asetat bersifat tidak spesifik dan menyerang semua gugus yang ada.
- Dehidrogenasi dengan adanya katalis, katalis seperti Paladium arang, Cr2O3/Al2O3, S,
Se, Cu dan sebagainya umumnya dipakai untuk mengoksidasi alkana sampai dengan
alkena ; alcohol sampai dengan aldehida dan keton.
- Pereaksi oksidator lain, Pereaksi oksidator lain yang digunakan dalam reaksi organic
antara lain aluminium t-butoksida dengan pelarut keton yang dikenal dengan nama
oksidasi Oppanaeur, N-bromosuksinimida, osmium tetraoksida (OSO4) dan sebagainya
(Riswiyanto, 2009).
B.4 Oksidasi Sikloheksanol
Alkohol primer atau alcohol sekunder dapat dioksidasi oleh asam kromat H 2CrO4
atau oleh KMnO4. Asam kromat tidak stabil, oleh karena itu dibuat bila diperlukan. Na
atau K-dikromat dalam asam merupakan oksidator yang kuat. Oksidasi alcohol jauh
sangat baik dalam suasana asam. Alkohol primer dioksidasi menjadi asam karboksilat,
sedangkan alcohol sekunder dioksidasi menjadi keton. Krom mengalami reduksi dari +6
menjadi +4 yang tidak stabil kemudian berubah menjadi +3 (Nurlita dan Suja, 2004).
Pembuatan sikloheksanon ini adalah suatu contoh dari oksidasi alkohol sekunder
alisiklik menjadi keton alisiklik dengan oksidator kalium dikromat dalam suasana asam.
C6H11OH → C6H10O + H2O
Walaupun reaksi oksidasi alkohol dengan Cr(VI) paling banyak digunakan,
namun dari sudut pandang lingkungan, senyawa Cr(VI) bersifat karsinogen pada sistem
pernafasan dan produk tereduksinya, yaitu Cr(III), juga berbahaya dan beracun bagi
lingkungan,terutama kalu dibuang bebas ke perairan. Oleh karena itu, sebagai salah satu
alternatif yang lebih aman bagi lingkungan, pada percobaan ini oksidasi alkohol sekunder
menggunakan larutan 5,25% (0,75 M) natrium hipoklorit, NaOCl, di samping lebih
murah harganya dan mudah ditemui di pasaran bebas. Mekanisme reaksi menggunakan
natrium hipoklorit ini tidak begitu jelas. Tetapi yang jelas bukan merupakan reaksi
radikal bebas; reaksi akan berlangsung lebih cepat dalam suasana asam daripada dalam
basa; molekul klor, Cl2, yang bertidak sebagai oksidator; dan asam hipoklorit harus
ditambahkan dalam reaksi ini. Pada reaksi ini kemungkinan dapat membentuk senyawa
antara ester alkil hipoklorit, dan melalui reaksi eliminasi E2 menghasilkan keton dan ion
klorida. Hipoklorit berlebih dengan mudah dapat dihilangkan dengan penambahan
senyawa bisulfit; produk akhirnya adalah ion klorida yang jauh kurang toksik
dibandingkan Cr(III).

C. Alat dan Bahan


C.1 Alat
- Gelas Ukur 25 mL dan 50 mL - Statif dan klem
- Pipet tetes - Batang pengaduk
- Labu Erlenmeyer 100 mL dan 250 mL - pendingin
- Termometer - Spatula
- Gelas Kimia 100 mL dan 1000 mL - mantle heat
- Pemanas Elektrik - Pipet volumetric dan filler
- magnetic stirrer - Kertas saring
- Kaca arloji
- Neraca analitik
- Labu dasar bulat
- Corong pisah
- Corong

C.2 Bahan
- K2Cr2O7 atau Na2Cr2O7
- Asam sulfat pekat
- Sikloheksanol
- Asam oksalat
- natrium bikarbonat
- Zat anhydrous
- KOH
- Benzaldehida
- Eter
- HCl encer
- Na-bisulfit

D.Prosedur Kerja dan Hasil Pengamatan

No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan Gambar


1 Dilarutkan 0,03 mol - didapat K2Cr2O7
K2Cr2O7 dalam 40 mL sebanyak 8,8209
air pada Erlenmeyer gram
100 mL dan dengan - K2Cr2O7 berupa
hati-hati tambahkan 7 serbuk berwarna
mL H2SO4 pekat merah oranye
- Dilarutkan dalam 40 K2Cr2O7 + H2SO4
mL air terbentuk
larutan berwarna
merah oranye
- H2SO4 pekat bening
dan tak berwarna
- Ditambah H2SO4
pekat, campuran
berwarna merah
oranye dan labu
Erlenmeyer menjadi
panas
2 Didinginkan larutan Labu Erlenmeyer menjadi
yang berwarna merah lebih dingin
oranye pada
temperature kamar
3 Sebanyak 0,065 mol - Sikloheksanol
sikloheksanol dicampur berupa larutan
dengan 25 mL air pada bening dan tak
Erlenmeyer 250 mL berwarna
- Dicampur dengan
air, sikloheksanol
tidak melarut
sempurna dan
larutan berwarna
putih dan berbuih
- Ketika campuran
sikloheksanol
dimasukkan ke
dalam penangas air
es dan di stirrer,
larutan berubah
warna menjadi
kuning
4 Ditambahkan larutan Ketika ditambahkan larutan
dikromat ke dalam dikromat, larutan menjadi
campuran lebih kuning kecoklatan dan
sikloheksanol dan mulai menghitam kehijauan.
dikocok/diaduk.
Temperatur dijaga pada
suhu 55oC dengan jalan
mendinginkan dalam
air es.
5 Bila temperatur sudah - asam oksalat berupa
tidak meningkat lagi, serbuk putih (0,212
pindahkan labu dari air gram)
es dan tambahkan 0,2 - Ditambah asam
gram asam oksalat oksalat larutan
untuk mereduksi berwarna hitam
lelehan dikromat kehijauan
6 Campuran ini - eter yang digunakan
dipindahkan ke dalam adalah dietil eter
labu dasar bulat 150 yang berupa larutan
mL dan tambahkan 35 bening dan tak
mL air kemudian berwarna
diekstrak dengan eter 3 - Ditambah dietil eter
x 25 mL. Lapisan warna campuran Dua lapisan yang
eternya digabung, tetap biru kehijauan terbentuk saat dilakukan
dicuci dengan air dan - Dilakukan ekstraksi dengan eter
NaHCO3, pisahkan dan pengocokan dan
lapisan eternya dicuci mengeluarkan gas.
dengan zat anhidrous Setelah didiamkan
campuran
membentuk dua
lapisan
- Lapisan atas adalah
lapisan eter dan
sikloheksanon dan Lapisan yang terbentuk
lapisan bawah setelah pencucian dengan
adalah campuran air dan penambahan Na-
lain. Lapisan atas bikarbonat
berwarna putih
kekuningan dan
lapisan bawah
berwarna hitam
kehijauan
- Lapisan bawah telah
dipisahkan
- lapisan campuran
eter dan
Perubahan warna CuSO4
sikloheksanon dicuci
dengan air terbentuk
dua lapisan, dimana
air berada pada
lapisan bawah
- Setelah dicuci
dengan NaHCO3,
ada dua lapisan,
lapisan atas
merupakan
campuran eter dan
sikloheksanon dan
lapisan bawah
adalah NaHCO3.
Lapisan atas bening
tak berwarna,
lapisan bawah
berwarna kuning
bening
- Lapisan bawah telah
dipisahkan
- Zat anhydrous yang
digunakan adalah
CuSO4 yang
berwarna biru
- Campuran eter dan
sikloheksanon
ditambahkan CuSO4,
CuSO4 tidak melarut
sempurna
7 Campuran disaring dan - pada suhu 34oC eter
masukkan ke dalam memisah
labu 50 mL kemudian - Didapat
siapkan alat distilasi sikloheksanon
sederhana. Pisahkan sebanyak 4,7 mL
eter yang mendidih - Titik didih
pada temperature 34oC, sikloheksanon
lanjutkan distilasi dan didapat 153oC
kumpulkan senyawa - Indeks bias larutan
sikloheksanon berupa yang diuji adalah
cairan tak berwarna 1,4740
yang mendidih antara
152o – 155oC, timbang
hasilnya.

E. Pembahasan
Dalam praktikum reaksi oksidasi reduksi ini, zat yang digunakan adalah
sikloheksanol yang merupakan alkohol sekunder. Dalam melakukan reaksi oksidasi maka
diperlukan oksidator kuat dimana dalam praktikum ini zat yang digunakan sebagai
oksidator kuat adalah K2Cr2O7. Sebelum direaksikan dengan sikloheksanol, K2Cr2O7
terlebih dahulu ditambahkan asam sulfat pekat. Hal ini dilakukan karena kalium
dikromat (K2Cr2O7) lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana basa.
Selain itu, natrium atau kalium dikromat dalam suasana asam merupakan oksidator yang
kuat. Reaksi yang terjadi antara kalium dikromat (K2Cr2O7) dan H2SO4 adalah sebagai
berikut.

K2Cr2O7 + H2SO4 → K2SO4 + H2Cr2O7


Karena sikloheksanol merupakan alcohol sekunder, maka jika dioksidasi akan
menghasilkan senyawa keton yaitu sikloheksanon. Dalam reaksi ini sikloheksanol
dioksidasi oleh kalium dikromat untuk membentuk sikloheksanon dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
:O O
O
H
H
+ H2O

Atau
OH O

Na2Cr 2O7 + H2SO4


+ H2O

Ketika proses pencampuran sikloheksanol dengan K2Cr2O7, terjadi perubahan


warna campuran dari oranye menjadi hijau. Hal ini disebabkan oleh tebentuknya ion Cr 3+
sebagai hasil reduksi dari ion Cr6+ yang terdapat pada K2Cr2O7 dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
Cr2O72-(aq) + 14H+ + 6e → 2Cr3+(aq) + 7H2O(l)
(orange) (hijau)
Untuk mereduksi kelebihan dikromat pada reaksi, ditambahkan larutan oksalat ke
dalam campuran.
Setelah itu, campuran dicuci dengan menggunakan air. Ketika dicuci, terbentuk
dua lapisan, dimana lapisan atas merupakan lapisan sikloheksanon yang belum murni dan
lapisan bawah adalah air. Hal ini disebabkan karena massa jenis sikloheksanon (0,95
gr/cm3) lebih kecil daripada massa jenis air (1,0 gr/cm 3) sehingga sikloheksanon berada
pada lapisan atas.
Setelah dicuci dengan air, lapisan sikloheksanon ditampung dan diekstraksi
dengan eter dimana dalam praktikum ini digunakan dietil eter sebanyak 3 kali. Ekstraksi
kontinyu bertujuan untuk memperoleh ekstrak sikloheksanon yang lebih banyak.
Sedangkan, tujuan penggunaan eter sebagai bahan pengekstrak sikloheksanon adalah
karena eter merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan bahan organik seperti
sikloheksanon. Ketika ditambahkan dengan eter, maka akan terbentuk dua lapisan dimana
lapisan atas adalah lapisan campuran antara sikloheksanon yang terlarut dalam dietil eter
dan lapisan bawah adalah air.
Untuk menghilangkan pengotor yang terdapat dalam lapisan atas (sikloheksanon
terlarut dalam eter) maka digunakan Na-bikarbonat. Ketika ditambahkan, Na-bikarbonat
kembali terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas tetap merupakan campuran
sikloheksanon dan eter dan lapisan bawah merupakan lapisan Na-bikarbonat. Campuran
dengan dua lapisan ini kemudian dipisahkan dengan corong pisah.
Kemudian pada campuran sikloheksanon yang terlarut dalam eter, ditambahkan
zat anhydrous CuSO4. Tujuannya adalah untuk mengikat air yang kemungkinan masih
terdapat dalam campuran tersebut. Penggunaan CuSO4 sebagai penyerap air dikarenakan
CuSO4 yang berwarna putih bila menyerap air akan berubah warna menjadi biru. Setelah
air dalam larutan habis, maka CuSO4 tidak mengalami perubahan warna menjadi biru lagi
(tetap putih).
Kemudian untuk memisahkan eter dari sikloheksanon, maka dilakukan proses
destilasi. Destilasi adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan
titik didih antara dua buah zat yang bercampur tersebut. Titik didih eter adalah berkisar
antara 34-350C Sedangkan, titik didih sikloheksanon adalah berkisar antara 152-1550C.
Oleh karena itu, eter dapat dipisahkan pada suhu tersebut. Ketika destilasi dilakukan dan
suhu telah menunjukkan angka 34oC, Destilat yang berupa eter menetes pada
penampungan. Destilat ini selanjutnya ditampung pada labu Erlenmeyer dan ditutup rapat
agar tidak terjadi penguapan pada eter, karena gas eter cukup berbahaya. Suhu proses
destilasi kemudian naik perlahan-lahan. Ketika sudah tercapai suhu 1530C, terdapat
tetesan destilat pada penampung. Dapat diketahui bahwa destilat tersebut adalah
sikloheksanon hasil reaksi. Hal ini didasarkan atas data teoritis bahwa sikoheksanon
memiliki titik didih antara 152 – 155oC, sehingga dapat dipastikan bahwa tetesan destilat
yang menetes pada suhu 153oC tersebut adalah sikloheksanon.
Kemudian dilakukan pengukuran volume destilat sikloheksanon dan didapat
volume destilat sebesar 4,7 mL. Setelah itu dilakukan pengukuran indeks bias untuk
menjamin kemurnian sikloheksanon yang diperoleh. Setelah pengukuran indeks bias
terhadap sikloheksanon dilakukan, didapat harga indeks bias sikloheksanon sebesar
1,474. Terdapat perbedaan antara indeks bias hasil pengamatan dengan indeks bias
sikloheksanon secara teoritis. Secara teoritis indeks bias sikloheksanon sebesar 1,450.
Perbedaan ini disebabkan karena suhu kamar saat praktikum lebih dari 250C. Suhu
mempengaruhi indeks bias dari suatu zat. Semakin tinggi suhu maka indeks biasnya
semakin besar pula. Hal ini disebabkan pada suhu yang besar jarak antara molekul
semakin meregang. Tekanan juga mempengaruhi indeks bias semakin rendah tekanan
maka indeks bias semakin meningkat.

Perhitungan Rendemen
- Volume sikloheksanol (g/mL) yang digunakan adalah
- Massa sikloheksanol = vol. Sikloheksanol x 
= 6,93 mL x 0,94 g/mL = 6,5142 g
massa sikloheksanol
- Mol sikloseksanol =
Mr
6,5104 g
= 100,16 g/mol = 0,06503 mol

Reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon adalah


C6H11OH + Cr2O72- → C6H11O + Cr3+ + H2O
Menurut reaksi diatasa secara teoritis mol sikloheksanon yang dihasilkan = mol
sikloheksanol yang digunakan yaitu 0,065 mol
- Massa sikloheksanon secara teoriris = mol sikloheksanon x Mr
= 0,06503 mol x 99 g/mol
= 6,438 g
- Volume sikloheksanol (0,95 g/mL) yang dihasilkan adalah 4,7 mL
- Massa sikloheksanon = volume sikloheksanon x 
mL x 0,95 g/mL
= 4,465 g
massa sikloheksanon yang diperoleh
- Rendemen hasil praktikum=  100%
massa sikloheksanon secara teoritis
4,465 g
= 6,438 g  100%

= 69,35%
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Sikloheksanol dapat mengalami reaksi oksidasi reduksi menghasilkan
sikloheksanon dengan menggunakan oksidator K2Cr2O7 dan suasana reaksi pada
suasana asam.
2. Titik didih sikloheksanon yang diperoleh sebesar 153oC dengan indeks bias 1, 474
dan volume sebesar 4,7 mL
3. Rendemen yang diperoleh sebesar 69,35%

DAFTAR PUSTAKA

Nurlita, Frieda dan I Wayan Suja. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja :
Jurusan Pendidikan Kimia IKIP N Singaraja

Riswiyanto. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Penerbit Erlangga


Suja, I Wayan dan I Wayan Muderawan. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut.
Singaraja : Jurusan Pendidikan Kimia IKIP N Singaraja

Anda mungkin juga menyukai