Latarbelakang
Berdasarkan hasil pemeriksaan Penilai Publik tahun 2020 yang dilakukan PPPK terdapat isu
yang menjadi perhatian bagi profesi Penilai atas perlunya penguatan terhadap prosedur
pelaksanaan penilaian secara konsisten berdasarkan SPI. Penguatan dimaksud setidaknya
mengandung tiga hal yang mendasari suatu penugasan penilaian, terdiri dari penerapan
Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan Penilaian.
Dalam rangka penguatan tersebut maka dibutuhkan materi yang mendukung proses
kesinambungan pengembangan profesi dengan agenda pembahasan:
1. Peningkatan pemahaman Implementasi dalam Proses Penilaian
2. Potensi kesalahan Penilai yang sering ditemukan dalam Praktek Penilaian
3. Prosedur Investigasi, Pendekatan Penilaian, Dokumentasi Kertas Kerja dan Kaji Ulang
Materi ini disusun setidaknya bertujuan untuk:
1. secara mendasar memahami pentingnya implementasi dalam Proses Penilaian,
2. menyadari bila ada ketidak-konsitenan praktek penilaian yang telah dilakukan,
3. membangun praktek melalui Proses Penilaian yang lengkap agar menghasilkan kualitas
penilaian yang kredibel.
Pendahuluan
Implementasi dalam pengertian lain dapat diartikan pelaksanaan atau penerapan dalam suatu
penugasan penilaian. Pelaksanaan penugasan dalam penilaian merupakan bagian dari
proses atau prosedur penilaian yang secara garis besar dapat meliputi tiga tahapan, meliputi
Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan Penilaian.
Menjalankan secara lengkap proses penilaian merupakan keharusan bagi Penilai. Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 tahun 2014 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan
penilaian, Penilai harus melakukan proses Penilaian sesuai Standar Penilaian Indonesia (SPI)
meliputi (PMK 101/2014 pasal 4):
a. mengidentifikasi dan memahami lingkup penugasan;
b. melakukan pengumpulan, pemilihan dan analisis data;
c. menerapkan pendekatan Penilaian; dan
d. menyusun Laporan Penilaian.
Pada bagan berikut ini dapat dilihat secara lengkap tahap demi tahap apa saja kegiatan yang
harus dilalui seorang Penilai dalam menjalankan tugas Penilaian (KEPI dan SPI Edisi VII
tahun 2018 yang selanjutnya disebut SPI).
Kosentrasi pembahasan dalam meteri ini adalah prosedur implementasi yang setidaknya
merupakan bagian yang terpenting dari Proses Penilaian. Mengapa hali ni menjadi penting?
Karena setidaknya terdapat sejumlah kritik dan potensi kesalahan yang sering dijumpai dalam
penugasan Penilaian. Bersumber dari beberapa pendapat dan referensi, kritik dan potensi
kesalahan yang sering dijumpai dalam suatu penugasan Penilaian, antara lain:
1. Duplikasi laporan penilaian
2. Kesalahan pengetikan dan penulisan yang tidak sistematis
3. Salah perhitungan
4. Keterbatasan kompetensi dan kurang pengalaman
5. Lingkup penugasan yang lemah/tidak jelas
6. Penyusunan laporan penilaian tidak sesuai standar
7. Investigasi dan inspeksi yang lemah
8. Ketidaksesuaian data pembanding
9. Asumsi yang mengambang dan tidak didukung referensi
10. Analisis pasar yang dangkal
11. Analisis HBU & estimasi nilai tanah yang kurang relevan
12. Ketidaksesuaian pendekatan dab metode penilaian
13. Kesimpulan & alasan atas opini nilai yang kurang mendukung
IMPLEMENTASI
PENGUMPULAN/PEMILIHAN DATA
DATA UMUM DATA KHUSUS DATA PERMINTAAN &
PENAWARAN
Wilayah, Kota & Lingkungan Data Properti yang DInilai Data Perbandingan
(Neighborhood) (Transaksi, Penawaran, Sewa,
Tingkat Hunian, Pendapatan)
ANALISIS DATA
PENDEKATAN PENILAIAN
Pendakatan Pasar Pendekatan Pendapatan Pendekatan Biaya
PELAPORAN PENILAIAN
Kepastian Pelaksana Penilaian dilakukan pihak yang Pengungkapan Pernyataan dan Kualifikasi Penilai sebagai
1 Status Penilai
kompeten penanggung jawab
2 Objek Penilaian dan Kepemilikan Asumsi dalam Pendekatan Penilaian Pengungkapan instruksi penugasan
7 Surat Representasi Kepastian Data Objek Penilaian - Kertas Kerja Pernyataan yang mengikat Kondisi dan Syarat Pembatas
Hal yang ketiga yang diatur secara horizontal adalah Maksud dan Tujuan Penilaian.
Sebagaimana diketahui, Maksud dan Tujuan Penilaian dalam penugasan Penilaian memiliki
peran sentral dalam pembentukan opini nilai. Hal ini mengartikan bahwa dasar nilai apa yang
hendak diopinikan. Sedangkan Tujuan Penilaian berfungsi untuk mengetahui untuk apa
penilaian dan nilai itu dibutuhkan. Penilai harus berusaha mengetahui dan merumuskan
tujuan penilaian dari Pemberi Tugas sehingga Penilai dapat mengetahui dan
selanjutnya dapat menentukan Dasar Nilai yang dianggap sesuai (SPI 103-5.1).
Tanggal penilaian kenapa menjadi penting untuk diungkapkan? Karena nilai ekonomi
memegang prinsip perubahan (change). Secara ekonomi nilai selalu berubah karena faktor
eksternal, sehingga persyaratan nilai harus diukur dalam satuan waktu. Persyaratan ini yang
berhubungan dengan proses inspeksi, investigasi dan analisis. Ada hal yang perlu dingat oleh
Penilai, bahwa tanggal penilaian adalah tanggal dimana asumsi dan kondisi dari objek
penilaian dinyatakan dalam penetapan opini nilai.
Istilah Investigasi mulai dikenal bersamaan dengan terbitnya SPI tahun 2013. Investigasi
sesuai definisi yang dijelaskan di atas memiliki makna atas dua hal, pertama investigasi
merupakan tindakan yang dilakukan Penilai dalam pengumpulan data yang cukup.
Pengumpulan data yang cukup berbeda dengan pengumpulan data yang lengkap atau benar.
Kedua, kecukupan data yang dimaksud dikembalikan kepada pendapat profesional Penilai
sesuai dengan penugasan melalui pengumpulan data yang dijalankan dengan menggunakan
mekanisme inspeksi, penelahaan, perhitungan dan analisis.
Pengaturan tingkat kedalaman Investigasi dalam Lingkup Penugasan menjadi dasar dalam
proses pelaksanaannya. Hampir setiap standar apakah standar penerapan maupun standar
teknis selalu menjelaskan pentingnya Penilai menyepakati hubungan kerja atas pengaturan
tingkat kedalaman Investigasi bila dijumpai potensi pembatasan dalam melakukan Penilaian.
Contohnya dapat dilihat pada kondisi saat terjadi bencana Pandemik seperti Covid-19 saat ini
yang telah berdampak kepada terbatasnya akses data dan informasi ke objek penilaian,
selain berdampak sama terhadap ketidak-pastian terhadap kualitas data yang akan dipakai
Penilai. Penilai harus mengatur seluruh hal yang berhubungan dengan terbatasnya data
diperoleh atau diakses pada Lingkup Penugasan untuk diketahui oleh Pemberi Tugas dan
selanjutnya dicatatkan dalam Pelaporan Penilaian.
Semua keterbatasan yang timbul dari proses pencarian data melalui inspeksi dan turunannya
akan melahirkan perlakuan asumsi, apakah asumsi umum atau asumsi khusus. Penggunaan
asumsi dan/atau asumsi khusus dalam penilaian adalah sesuatu yang wajar bila diatur dan
diungkapkan secara konsisten agar hasil Penilaian tetap menghasilkan kesimpulan yang
kredibel.
Data dan informasi yang diperoleh dari pemberi tugas merupakan satu hal dari bagian tertentu
selain data dan informasi yang diperoleh dari pasar. Kepastian atas keberadaan data dan
informasi yang diberikan Pemberi Tugas atau pihak terkait lainnya harus dapat diyakini
kebenaran dan kewajarannya. Oleh karena itu, pernyataan dalam bentuk surat representasi
yang mengikat Pemberi Tugas atau pihak terkait lainnya memiliki hubungan terhadap
kepastian informasi terkait objek penilaian dalam menghasilkan kesimpulan penilaian yang
dapat dipercaya.
2. Hubungan antar standar secara vertikal berdasarkan hirarkinya
Bila penjelasan sebelumnya diuraikan hubungan antar standar secara horizontal, maka
berikut ini kita lihat apa dan bagaimana standar memiliki hubungan yang berhirarki secara
vertikal untuk suatu pengaturan yang sejenis. Pengaturan itu dimulai dari item yang terdapat
dalam Lingkup Penugasan (SPI 101) lalu selanjutnya ditafsirkan kembali dalam standar
penerapan pada seri 200 dan dapat diturunkan kembali ke standar teknis pada seri 300. Salah
satu contoh yang ditampilkan dalam bentuk ilustrasi pada Gambar 2. Hirarki Antar Standar
(properti untuk tujuan penilaian penjaminan utang) dengan mengambil topik terkait objek
penilaian sebagaimana yang diatur dalam SPI 103.
Gambar 2. Hirarki Antar Standar (Penjaminan Utang dan Real Properti)
• Objek penilaian meliputi aset atau liabilitas antara lain, real properti, personal
SPI 103 properti, bisnis, dan hak kepemilikan finansial.
Lingkup Penugasan • Klarifikasi untuk membedakan objek penilaian dan hak menggunakan objek
SPI 103 – 5.3.a) 4 • Klarifikasi objek penilaian hubungannya dengan aset lainnya,
• Pengungkapan bentuk kepemilikan atas objek penilaian
SPI 202 • Objek dan hak atas properti yang akan digunakan sebagai jaminan suatu
Penjaminan Utang pinjaman atau pembiayaan lainnya harus diidentifikasi secara jelas, termasuk
SPI 202 – 5.1.d) pihak yang memiliki hak istimewa.
Pengungkapan objek penilaian yang diatur dalam Lingkup Penugasan dapat terdiri dari salah
satu atau lebih dari dari empat jenis properti yang diatur dalam Konsep Prinsip Umum
Penilaian (KPUP), diantaranya seperti Real Properti dan Personal Properti yang termasuk
kepada kelompok aset berwujud (selanjutnya disebut Properti). Bila dijumpai objek penilaian
adalah Properti maka SPI 103 menekankan agar objek penilaian tersebut dipastikan dari jenis,
hak kepemilikan dan keberadaannya dengan aset lain. Informasi atas objek penilaian tentu
diperoleh dari Pemberi Tugas, maka pengaturan turunan lanjutannya diatur kembali pada SPI
penerapan dalam hal ini dicontohkan untuk tujuan Penjaminan Utang. Pada SPI 202
ditegaskan kembali agar dalam penyusunan perikatan dengan Pemberi Tugas, objek
penilaian dan haknya harus diidentifikasi dengan jelas termasuk bila ada hubungan istimewa
dengan pihak lain. Tidak berhenti sampai disini, pada standar lebih teknis seperti yang diatur
dalam SPI 300, Objek Penilaian tersebut harus dipastikan untuk diungkapkan dalam Lingkup
Penugasan dari dua hal yaitu, pertama deskripsi properti yang dinilai (jenis, jumlah/spesifikasi
dan lokasi) dan kedua identifikasi atas hak yang melekat kepada objek penilaian seperti hak
superior atau subordinasi dan yang berpengaruh terhadap hak yang dinilai.
Dapat dicontohkan kepada suatu properti yang terdiri dari tanah dan bangunan gudang
dimana hak atas properti adalah HGB atas HPL. Penilai dapat mengidentifikasi objek
penilaian tersebut dari beberapa kemungkinan antara lain:
a) siapa pemilik fisik bangunan tersebut?
b) bagaimana kondisi dan persyaratan waktu yang melekat dengan HGB dan HPL? dan
c) bagaimana pengaturan dalam penggunaan properti tersebut bila hak-hak yang dimiliki
pengguna berpindah tangan?.
Contoh properti dengan hak HGB atas HPL yang disebutkan di atas lazim dijumpai saat ini di
lapangan, dan penugasan ini sering dikenal dengan Penilaian Hak Kepemilikan Parsial.
Terkait hal ini, apabila Penilai menjalankan tugasnya secara konsisten mengikuti prosedur
yang diatur SPI pada tingkat Lingkup Penugasan maka dalam penerapan proses
Implementasi kedudukan objek penilaian akan lebih jelas dan dapat diyakini bagaimana
penilaiannya dapat dilakukan secara benar.
Gambar 3 Proses Investigasi dan Pendekatan Penilaian dalam Implementasi
Pra Investigasi
Penilaian Perhitungan
Inspeksi
Lingkup
Investigasi
Penugasan
Penelaahan
Data
Klien Masukan
Berita acara adanya Dalam hal objek penilaian tidak dapat diperiksa atau dimasuki Hasil pelakanaan Investigasi dan
5 keterbatasan data & sehingga dibutuhkan data dan persetujuan penggunaannya !"#$"%&'( !"#$"%&'( harus dinyatakan dalam Kontrak/
informasi untuk asumsi khusus dari Pemberi Tugas Lingkup Penugasan
Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa Hasil pelakanaan Investigasi dan
6 Surat Representasi surat representasi dari pemberi tugas mengenai kebenaran dan !"#$"%&'( !"#$"%&'( harus dinyatakan dalam Kontrak/
sifat informasi yang diberikan oleh pemberi tugas/pemilik Lingkup Penugasan
Adendum/Amandemen/ Dalam hal terdapat perubahan apa yang telah disebutkan dalam
7 !"#$"%&'( !"#$"%&'( Hasil pelakanaan Investigasi
Berita Acara LP dan dijumpai sewaktu Investigasi
Catatan: Pada Penilaian Real Properti serta Mesin & Peralatan, Penilai harus merujuk juga kepada SPI 300-5.7 dan SPI 310-5.1.a)
Kegiatan yang melengkapi proses Implementasi lainnya adalah kegiatan Review atau Kaji
Ulang. Menurut SPI 107 – 3.1, Kaji Ulang Penilaian adalah suatu kaji ulang yang dilakukan
oleh Penilai terhadap pekerjaan penilaian yang sedang atau telah dikerjakan oleh Penilai lain,
dimana penugasannya bisa sebagian atau keseluruhan dari proses penilaian yang
dilaksanakan. Oleh karena adanya kebutuhan untuk memastikan ketelitian, kepatutan, dan
kualitas dari laporan penilaian, maka Kaji Ulang Penilaian menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari praktek profesi. Penilai harus melakukan Kaji Ulang Penilaian dengan lebih
konsisten dan bermutu dalam rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat
dipercaya (kredibel).
Kaji Ulang Penilaian menghasilkan suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya terhadap
penilaian yang dikaji, sehingga konsistensi, kesesuian, keakuratan dan kelengkapan data
perlu dipertimbangkan. Cakupan pemeriksaan yang diatur SPI 107 – 5.5.a), antara lain:
1. Kesesuaian penilaian yang dilakukan dengan lingkup penugasan;
2. Kecukupan dan relevansi dari data yang digunakan, serta verifikasi yang dilakukan;
3. Kesesuaian dan kewajaran asumsi yang dibuat;
4. Kesesuaian pendekatan, metode, dan teknik penilaian yang diaplikasikan;
5. Keakuratan perhitungan yang dilakukan;
6. Kesesuaian serta kewajaran dari analisis dan opini yang dilaksanakan serta kesimpulan
yang dihasilkan; atau
7. Kesesuaian hasil penilaian yang disajikan dengan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI),
Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan regulasi lain yang terkait.