D. Analisis Kontrastif
1. Pengertian Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
bahasa untuk membantu guru bahasa memperbaiki kesalahan berbahasa
siswa sehingga siswa menguasai bahasa yang dipelajarinya. Analisis
kontrastif berdasarkan rasionalisasi: (1) pengalaman praktis guru bahasa
asing, (2) kajian kontak bahasa dalam situasi kedwibahasaan, dan (3) teori
belajar bahasa. Pengalaman guru bahasa asing membuktikan bahwa siswa
yang sedang belajar BA ternyata sering melakukan kesalahan yang
ternyata jika ditelusuri kesalahan tersebut bersumber dari B1 mereka.
Kemudian, seorang dwibahasawan/multibahasawan, yakni orang yang
menguasai dua bahasa atau lebih pasti melakukan kontak bahasa antara
B1, B2, dan bahasa-bahasa lain yang dikuasainya saat berbahasa.
Selanjutnya, perkembangan teori belajar bahasa ditandai dengan
adanya teori belajar behavioris yang merupakan dasar analisis konstrastif
dan teori pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing. Dari berbagai
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah
pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik
perbandingan antara B1 dan B2 atau bahasa yang sedang dipelajari
sehingga guru dapat meramalkan kesalahan siswa dan siswa segera
menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya (Pateda dalam Yulianto dan
Mintowati, 2001:1.4-1.5).
2. Versi Hipotesis Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif membagi hipotesisnya menjadi dua, yakni
hipotesis versi kuat (the strong contrastive analysis hypothesis) dan
hipotesis versi lemah (the weak contrastive-analysis hypothesis),
(Wardhaugh dalam Yulianto dan Mintowati, 2001:1.11). Hipotesis versi
kuat memprediksi kesulitan dan kesalahan dari pembelajar bahasa kedua,
sedangkan hipotesis versi lemah merupakan model dengan diagnosa dan
penjelasan terhadap prediksi dari hipotesis versi kuat.
3. Asumsi Perlunya Dilakukan Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif sering dipersamakan dengan istilah linguistic
kontrastif. Linguistik kontrastif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang
tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa
sehingga kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat. Untuk
menjawab usaha memperbesar keberhasilan pengajaran dan pembelajaran
bahasa asing atau bahasa kedua (B2), para penganut analisis kontrastif
mempunyai beberapa asumsi dasar sebagai berikut.
a. Analisis kontrastif dapat dipergunakan untuk meramal kesalahan siswa
mempelajari bahasa asing atau bahasa kedua. Butir-butir perbedaan
dalam tiap tataran bahasa pertama dan bahasa kedua akan memberikan
kesulitan kepada para siswa dalam mempelajari bahasa kedua itu.
Sebaliknya butir-butir yang sama akan mempermudah siswa
mempelajari bahasa kedua.
b. Analisis kontrastif dapat memberikan satu sumbangan yang
menyeluruh dan konsisten dan sebagai alat pegendali penyusunan
materi pengajaran dan pelajaran bahasa kedua secara efisien. Dengan
perbandingan perbedaan pada setiap tataran analisis bahasa, bahan
dapat disusun sesuai dengan tingkat kesulitan masing-masing tataran.
c. Analisis kontrastif dapat memberikan sumbangan untuk mengurangi
proses interferensi dari bahasa pertama/bahasa ibu ke dalam bahasa
kedua atau asing.
Berdasarkan asumsi di atas, disusunlah buku-buku pelajaran
bahasa asing, khususnya bahasa Arab ke bahasa lain dengan harapan
proses berbahasa kedua tidak terlalu dipengaruhi oleh bahasa pertama.
Para guru pun dididik untuk memahami analisis kontrastifsebagai usaha
perbaikan kesalahan bahasa.
4. Langkah-langkah Melakukan Analisis Kontrastif
Whitman dalam Yulianto dan Mintowati (2011:1.18-1.19)
mengemukakan empat langkah untuk menerapkan analisis kontrastif.
Keempat langkah tersebut adalah deskripsi, seleksi, pengontrasan, dan
penentuan kesalahan.
a. Deskripsi
Deskripsi adalah ahli bahasa atau guru bahasa berusaha
mendeskripsikan sistem bahasa pertama dan bahasa kedua. Anda
sebagai guru bahasa bisa memanfaatkan hasil deskripsi sistem kedua
bahasa, misalnya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang telah
dilakukan para ahli bahasa. Namun alangkah baiknya jika Anda
mencoba melakukannya sendiri. Contoh, Anda membandingkan sistem
fonologi bahasa Jawa dan bahasa Indonesia seperti berikut ini. Vokal
bahasa Jawa adalah /a/, /a/, /i/, /I/, /e/, /eˆ/, /a/, /o/, /u/, dan /U/. Lalu
bagaimana vokal bahasa Indonesia? Vokal dalam bahasa Indonesia
adalah /a/, /i/, /I/, /u/, /U/, /e/, /eˆ/, /a/, /o/, /a/.
b. Seleksi
Dalam langkah kedua ini, ahli bahasa atau guru bahasa menentukan
unsur kebahasaan yang berbeda, baik yang berhubungan dengan
fonologi, morfologi maupun sintaksis. Misalnya, dari contoh pada
langkah (1) di atas, apakah yang berbeda?
c. Pengontrasan
Langkah ketiga adalah mengontraskan unsur-unsur yang
diperbandingkan. Dengan mengontraskan unsur-unsur yang
diperbandingkan akan ditemukan unsur-unsur yang berbeda dari
sistem kedua bahasa ataupun unsur-unsur yang sama.
d. Penentuan
Kesalahan Setelah diketahui perbedaan dan atau persamaan dalam
kedua bahasa yang diperbandingkan, ahli bahasa atau guru bahasa
menentukan kesalahan yang dibuat siswa terhadap bahasa yang sedang
dipelajari/bahasa target karena pengaruh bahasa pertama yang lebih
dulu dikuasainya (hubungkan dengan langkah (1) deskripsi). Sebagai
contoh, dari hasil perbandingan sistem vokal dalam bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia tadi, siswa yang belajar bahasa Indonesia akan
melakukan kesalahan dalam pelafalan vokal /a/.
5. Kritik Terhadap Analisis Kontrastif
Dalam perkembangannya, analisis kontrastif menuai kritik,
utamanya bagi penganut hipotesis versi kuat. Pateda dalam Yulianto dan
Mintowati (2011:1.19) menuliskan bahwa kritik tersebut dilontarkan oleh
penganut aliran transformasi-generatif. Kritik mereka berkaitan dengan
pandangan analisis kontrastif yang menyatakan bahwa belajar B2 berarti
mengubah tingkah laku berbahasa. Menurut kaum transformasi-generatif,
belajar bahasa bukan sekadar mengubah tingkah laku berbahasa secara
lahiriah (menguasai kata dan kalimat yang nyata dalam lingkungan
pengalaman siswa/struktur lahir), melainkan juga harus sampai pada
struktur batin. Kritik kaum ini meragukan analisis kontrastif sebagai alat
peramal kesalahan.
Sridhar dalam Yulianto dan Mintowati (2011:1.19) mengkritik
analisis kontrastif dalam dua bagian utama, yakni kritik terhadap
peramalan dan kritik terhadap landasan teorinya. Menurut Sridhar,
prediksi yang dibuat analisis kontrastif tidak menunjukkan performansi
siswa secara aktual; interferensi hanya merupakan salah satu penyebab
kesalahan berbahasa. Dikatakannya lebih lanjut bahwa dasar teori analisis
kontrastif kurang mantap; tidak dapat mempertanggungjawabkan tingkah
laku siswa.
Lebih tajam lagi kritik terhadap analisis kontrastif dikemukakan
oleh Sajavaara dalam Yulianto dan Mintowati (2011:1.19-1.20).
Menurutnya, kritik terhadap analisis kontrastif dapat dialamatkan mulai
dari sejarahnya, keragaman hakikatnya, dan masalah umum teori linguistik
yang digunakannya. Ditambahkannya pula, wilayah penyebab kritik
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Kegayutannya bagi pembelajaran bahasa (hakikat peramalan dan
metodologi pembelajaran bahasa dan metodologi analisis kontrastif).
b. Strukturalisme dan analisis kontrastif.
c. Kekacauan dalam teori tata bahasa.
d. Teori dan metodologi analisis kontrastif:
1) Masalah ekuivalensi terjemahan
2) Teori transfer bahasa (transfer positif dan transfer negatif)
3) Kebebasan pemerian
4) Abstrak hakikat analisis
5) Hakikat statis analisis
e. Hakikat analisis.
Dari sejumlah kritik yang dialamatkan kepada analisis kontrastif,
Baradja dalam Yulianto dan Mintowati (2011:1.20) mengomentari sebagai
berikut.
a. Para pengkritik secara umum mengakui bahwa interferensi B1 ke B2
memang terjadi, tetapi bukan satu-satunya penyebab kesalahan. Ada
penyebab lain.
b. Ramalan yang dikumandangkan ahli analisis kontrastif ternyata tidak
selalu menjadi kenyataan. Memang ada yang menjadi kenyataan, tetapi
sulit diramalkan kesalahan yang bagaimana yang akan muncul.
c. Dengan mengutip pendapat Catford (1968), dikatakannya bahwa
analisis kontrastif bukan meramalkan kesalahan yang akan dibuat
siswa, tetapi hanya sebagai penjelas; bukan peramal kesalahan.
d. Data hasil kerja ahli analisis kontrastif akan sangat membantu para
penulis buku teks dan guru kelas.
6. Kelebihan dan Kelemahan Analisis Kontrastif
a. Kelebihan
Baraja dalam Hijriyah (2014:19-20) mengemukakan bahwa
sumbangan analisis kontrastif bagi pengajaran bahasa sekurang-
kurangnya meliputi dua hal, yaitu sumbangan kepada penulisan buku
teks dan sumbangan kepada guru kelas. Data yang diperoleh sebagai
hasil analisis kontrastif sangat membantu penulis buku teks. Penulis
buku teks akan beruntung mendapat masukan dan data 20 mengambil
keputusan tentang hal-hal yang perlu diberikan, urutan yang akan
digunakan, dan latihan berbahasa yang perlu ditekankan. Dengan
masukan seperti itu, penulis buku teks akan lebih mudah dalam
menyesuaikan isi bukunya dengan tuntutan sekolah dan si terdidik.
Selanjutnya, bagi guru kelas, pemahaman terhadap analisis
kontrastif akan membantu pekerjaannya sebagai guru bahasa. Dengan
analisis kontrastif, guru dapat menolong siswa agar tidak membuat
kesalahan terus-menerus. Guru dapat meramalkan kesalahan yang akan
dibuat siswa dan kalau guru menemukan kesalahan, ia dapat
menentukan apakah itu bersumber dari pengaruh bahasa ibu ataukah
pengaruh lain.
b. Kekurangan
Di antara kritikan yang dialamatkan kepada analisis kontrastif
adalah sebagai berikut.
1) Aspek linguistik terlalu bersifat teoretis.
2) Teori linguistik struktural kurang memuaskan.
3) Aspek bahasa yang diperbandingkan belum menyeluruh (baru
tertuju pada fonologi, semantik dianaktirikan).
4) Perbedaan tidak selalu menimbulkan kesukaran, kesukaran tidak
identik dengan perbedaan).
5) Kesukaran dan kesalahan berbahasa tidak selalu dapat diprediksi
atau diramalkan.
6) Interferensi bukan merupakan penyebab utama kesalahan
berbahasa.
7) Bahan pengajaran tidak utuh dan menyeluruh, hanya bersifat
pragmen saja.
8) Kurang memperhatikan faktor-faktor non-struktural.
7. Implikasi Pedagogis Analisis Kontrastif
a. Penyusunan materi pengajaran berdasarkan perbedaan hal-hal B1 dan
B2.
b. Analisis kontrastif menyarankan agar penyusunan bahan pengajaran
B2 didasarkan kepada hasil perbandingan struktur B1 dan B2 yang
dipelajari siswa. Hal ini disarankan agar siswa dapat memahami
dengan mudah.
c. Penyusunan tata bahasa pedagogis berdasarkan teori linguistik yang
dianut.
d. Tata bahasa pedagogis harus sederhana, mudah dipahami dan
digunakan oleh para siswa dan guru bahasa.
e. Penataan kelas secara terpadu: B1 dipakai sebagai pembantu dalam
pengajaran B2.
f. Penataan terpadu, di mana bahasa ibu siswa digunakan sebagai bahasa
pengantar pembantu di samping B2. Penataan terpadu ini, walaupun
tidak diterima oleh para penentang analisis kontrastif, digunakan oleh
analisis kontrastif. Alasan penggunaannya, karena banyak bukti
menunjukkan hasilnya baik.
g. Penyajian materi pelajaran yang langsung
1) Memberikan latihan intensif terhadap hal yang berbeda.
2) Menganjurkan cara mengatasi interferensi.
3) Menunjukkan hal B1 yang menganggu B2.
4) Memperlihatkan perbandingan B1 dan B2.
1) Penghilangan (omission)
Penghilangan adalah kesalahan-kesalahan yang bersifat “penghilangan” ini
ditandai oleh ketidakhadiran suatu butir yang seharusnya ada dalam ucapan
yang baik dan benar.
Contoh kalimat:
2) Penambahan (addition)
Penambahan adalah kebalikan dari penghilangan, yaitu kesalahan
penambahan ini ditandai oleh hadirnya suatu butir atau unsur yang
seharusnya tidak muncul dalam ucapan yang baik dan benar.
Contoh kalimat:
Para mahasiswa-mahasiswa.
Banyak rumah-rumah.
Yang seharusnya:
Para mahasiswa atau mahasiswa-mahasiswa
Banyak rumah atau rumah-rumah
Contoh kalimat:
The dog eated the chicken.
Ciri kala lalu diutamakan oleh pelajar pada verba “eated” padahal itu tidak
benar sama sekali; seharurnya ate, atau:
The dog ate the chicken.
4) Salah susun (misodering)
Salah susun ditandai oleh penempatan yang tidak benar bagi suatu morfem
atau kelompok morfem dalam suatu ucapan atau ujaran.
Contoh:
I met there some Germans (kalimat)
Another my friend (frasa)
Para pelajar banyak melakukan kesalahan-kesalahan tertulis yang
merupakan terjemahan “kalamiah” atau terjemahan kata demi kata struktur-
struktur permukaan bahasa asli atau bahasa ibu.
(Tarigan, 1988:148-158)
3. Taksonomi Komparatif
Contoh:
Dia datang Bandung dari.
Contoh di atas adalah ucapan dari seorang anak Karo yang belajar bahasa
Indonesia untuk mencerminkan susunan atau urutan kata frasa proposisi
dalam bahasa Karo (Bandung dari berarti ‘dari Bandung).
Yang seharusnya:
Tugas itu dislesaikannya dengan penuh semangat.
Mahasiswa Untirta berjumlah sepuluh ribu.
Hadiah diserahkan oleh Bapak Lurah.(Tarigan, 1988: 164-166)
DAFTAR PUSTAKA