570 2448 1 PB
570 2448 1 PB
Sahril
Balai Bahasa Sumatera Utara
Jalan Kolam (Ujung) Nomor 7, Medan, Indonesia
Pos-el: oksahrilmelayu@ymail.com
(Diterima 17 Januari 2018; Direvisi 17 Mei 2018; Disetujui 21 Mei 2018)
Abstract
The aim of this research is to reveal how the views and perceptions of society on “Mas
Merah” folklore. Through the theory of literary reception with qualitative descriptive
method. Literary receptions are studies of texts dotted to reader as a reactor or
commentary on the literary text. The meaningful reader is a variable of space, time, and
socio-cultural group. That means every literary work is not the same as reading,
understanding, and valuing all the time or in any particular group of people. There were 14
informants who were asked to respond to “Mas Merah” folklore divided into three age
groupings, which consisted of groups of young age, middle age group, and old age group.
Based on the responses and perceptions of the informants, it is found that “Mas Merah”
folklore can be used as a monument in social life, as a socio-cultural document because it
contains local wisdom.
Keywords: “Mas Merah” folktale, literary reception, community response
Abstrak
Fokus penelitian yaitu cerita rakyat “Mas Merah” ini adalah ingin mengetahui
bagaimana pandangan dan persepsi masyarakat terhadap cerita rakyat tersebut. Melalui
teori resepsi sastra dengan metode deskriptif kualitatif. Resepsi sastra adalah kajian teks
yang bertitik-tolak pada pembaca sebagai pemberi reaksi atau komentar terhadap teks
sastra itu. Pembaca yang memberi makna merupakan variabel ruang, waktu, dan kelompok
sosial budaya. Hal itu berarti setiap karya sastra tidak sama pembacaan, pemahaman, dan
penilaiannya sepanjang waktu atau dalam semua kelompok masyarakat tertentu. Ada 14
informan yang dimintai tanggapan terhadap cerita rakyat “Mas Merah” yang dibagi
dalam tiga pengelompokan usia, yang terdiri atas kelompok golongan usia muda, golongan
usia menengah, dan golongan usia tua. Berdasarkan tanggapan dan persepsi informan
diperoleh temuan bahwa cerita rakyat “Mas Merah” dapat dijadikan monumen dalam
kehidupan bermasyarakat, sebagai dokumen sosio-budaya karena mengandung kearifan
lokal.
Kata-kata kunci: cerita rakyat “Mas Merah”, resepsi sastra, tanggapan masyarakat
DOI: 10.26499/jk.v14i1.570
How to cite: Sahril (2018). Cerita rakyat “Mas Merah”: Kajian resepsi sastra. Kandai, 14(1), 91-104 (DOI:
10.26499/jk.v14i1.570)
merupakan sebuah elemen dari itu dari mulut ke mulut, maka banyak
kebudayaan itu sendiri. Sastra sastra lisan yang memudar karena tidak
merupakan sarana atau media untuk dapat dipertahankan (Asrif, 2014).
menyampaikan sebuah pemikiran Masyarakat Melayu Langkat kaya
ataupun sikap pada masyarakat luas. akan cerita rakyat, sebagaimana pada
Karya sastra yang datang dari pemikiran masyarakat etnis yang lain di nusantara
seorang pengarang tentunya ini. Umumnya cerita rakyat tersebut
mengandung ajaran, pesan, dan aturan- memiliki kemiripan pola dengan cerita
aturan yang terjadi dan berkembang rakyat lainnya di nusantara ini. Menurut
serta berlaku pada masyarakat tersebut. Danandjaja yang mengutip pendapat
Pemikiran mengenai feminisme, Bascom (1997), cerita rakyat dapat
kepemimpinan, pergulatan ideologi, dibagi menjadi tiga, yakni mite,
identitas kultural dan sebagainya legenda, dan dongeng. Pembagian cerita
merupakan beberapa contoh pemikiran rakyat pada tiga kategori ini merupakan
yang terdapat dalam karya sastra cerita. tipe yang ideal, karena di dalam
Hastuti (2015), misalnya, menganalisis kenyataannya banyak cerita rakyat yang
salah satu cerita rakyat Tolaki dan memiliki ciri lebih dari satu kategori.
terungkap bahwa wilayah kerja Berbagai cerita rakyat tersebut
perempuan Tolaki tidak hanya terbatas mengandung dan memiliki nilai-nilai
pada ranah domestik, tetapi juga kultural, religi, pendidikan, sosial, dan
meliputi ranah publik. Sementara itu, lain-lain.
pemikiran tentang feminisme dalam Penelitian terhadap sastra lisan
karya sastra tertuang dalam berbagai dan cerita rakyat Mas Merah ini
cerita rakyat misalnya cerita rakyat dilakukan dengan menggunakan teori
Bugis. Rahmawati (2015) resepsi sastra. Secara umum, resepsi
mengungkapkan bahwa dalam cerita sastra diartikan sebagai tanggapan
rakyat Bugis bisa ditemukan sosok- pembaca pada teks karya sastra. Resepsi
sosok wanita dengan berbagai sastra adalah faham atau aliran yang
kedudukan dan posisi penting seperti mengkaji teks sastra dengan bertitik-
seorang ratu yang memimpin sebuah tolak pada pembaca yang memberi
kerajaan pernah dipegang oleh sosok reaksi atau tanggapan terhadap teks
wanita. Intinya, tidak ada masyarakat sastra. Pembaca selaku pemberi makna
tanpa sastra karena setiap masyarakat adalah variabel menurut ruang, waktu,
yang berbahasa pasti mempunyai sastra dan golongan sosial budaya. Hal itu
sendiri. berarti bahwa karya sastra tidak sama
Sastra lisan terdiri atas bermacam- pembacaan, pemahaman, dan
macam jenis seperti pantun, teka-teki, penilaiannya pada waktu atau
dan lain-lain. Salah satu di antara jenis masyarakat tertentu.
sastra lisan tersebut, adalah cerita Pada penelitian ini pembahasan
rakyat. Pada umumnya, cerita rakyat difokuskan pada permasalahan
berisi mengenai mite, legenda, dan bagaimana resepsi masyarakat terhadap
dongeng. Pada awalnya cerita rakyat cerita rakyat Mas Merah. Melalui hasil
disampaikan lewat media tutur oleh penelitian ini, dapat diketahui
seseorang dalam kelompok kepada pandangan masyarakat terhadap cerita
anggota kelompok tersebut secara lisan Mas Merah, serta dapat pula menjaga
atau dari mulut ke mulut dan dibantu dan melestarikan budaya daerah dalam
dengan alat peraga atau alat pengingat. rangka membina, melestarikan, dan
Dikarenakan penyebaran cerita rakyat mengembangkan khazanah kebudayaan
92
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
nasional. Sampai saat ini penelitian teks karya sastra yang mereka baca,
cerita rakyat Mas Merah belum pernah sehingga mampu memberikan reaksi
dilakukan. ataupun komentar terhadap teks karya
Penelitian tentang cerita rakyat ini sastra itu. Pradopo (2007) memakai
dianggap penting karena telah banyak istilah “estetika resepsi” atau “estetika
penduduk atau generasi muda yang tanggapan”, maksudnya ialah estetika
tidak mengetahui cerita rakyat tersebut. yang berpunca pada resepsi-resepsi atau
Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya tanggapan-tanggapan pembaca terhadap
media yang lebih menarik perhatian karya sastra.
untuk dibaca ataupun didengar, Menurut (Jauss, 1974), terhadap
misalnya media elektronik, media pembaca itulah khususnya karya sastra
sosial, komik, dan lain-lain. Urgensi tersebut diperuntukkan. Masyarakat
penelitian dan pengkajian terhadap pembaca dalam hubungan segi tiga
cerita rakyat Mas Merah ini adalah antara pengarang atau pencipta, karya
sebagai upaya mendokumentasikan teks sastra, dan masyarakat yang
cerita rakyat tersebut sebagai milik dari membacanya, tidaklah pasif. Dalam
masyarakat Desa Pulau Kampai, kehidupan sejarah pada sebuah karya
Kecamatan Pangkalansusu, Kabupaten sastra tidak terpikirkan sama sekali
Langkat, Sumatera Utara. tanpa adanya partisipasi aktif para
pembacanya. Dalam kehidupan historis
LANDASAN TEORI sebuah karya sastra tidak terpikirkan
tanpa adanya partisipasi aktif para
Teori yang menitikberatkan pada pembacanya. Dalam pandangan Jauss,
aspek pembaca dalam ilmu sastra setiap penelitian karya sastra, mau tidak
dikenal dengan nama teori resepsi, mau harus bersifat sejarah. Tanggapan
pendekatannya disebut dengan pada sebuah karya sastra tidak dapat
pendekatan reseptif. Titik berat pada diteliti atau dikaji apabila terlepas dari
peranan pembaca merupakan satu kerangka sejarahnya yang terwujud
pendekatan pragmatik (Abrams, 1976; dalam horizon harapan masing-masing
Teeuw, 1984). Perhatian pada pembaca. Dalam kaitannya dengan
pentingnya peran pembaca yang pembacalah baru karya sastra bermakna
dijadikan sebagai pemberi makna dan berfungsi. Karenanya, pembaca
terhadap karya sastra merupakan harus bertempat dalam rangka sejarah
perjalanan sejarah ilmu sastra sebagai itu (Teeuw, 1984). Istilah “sejarah”
perkembangan yang baru timbul mengacu pada perubahan sastra sejalan
sesudah tahun 1960 (Teeuw, 1982). dengan perubahan waktu (Wellek &
Analisis resepsi adalah satu sarana atau Warren, 1977). Telah dimaklumi bahwa
alat dalam proses pemberian makna dan karya sastra penilaiannya bergeser
sebagai usaha ilmiah untuk memahami sepanjang zaman (Teeuw, 1984), maka
proses itu. dalam perubahan pemahaman dan
Jauss (1967) menyebut penilaian itu, pembacalah yang
pendekatannya terhadap sastra dengan bertindak sebagai kekuatan penentunya.
rezeptionsasthetik. Junus pada mulanya Resepsi sastra melandaskan
menerjemahkannya dengan istilah dirinya pada teori bahwa sebuah karya
“estetika penerimaan”, kemudian sastra semenjak terbit selalu menerima
menjadi “resepsi sastra” (1985), tanggapan dari pembaca. (Pradopo,
maksudnya adalah tentang bagaimana 2007). Dalam suatu proses semiotik,
sikap pembaca memberikan makna pada dikatakan faktor terpenting dalam
93
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
94
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
95
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
96
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
97
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
menjadi dasar kepercayaan dan sistem dari agama dan unsur-unsur yang
agama, sedangkan legenda merupakan berasal dari kepercayaan karena unsur-
cerita mengenai kejadian alam, keramat, unsur yang berasal dari kepercayaan itu
pusara, atau kuburan dan pohon yang tetap tidak boleh berlawanan dengan
dianggap berpuaka atau yang berkaitan unsur-unsur yang berasal dari agama.
dengan roh seseorang yang terkenal di Kedua unsur tersebut berkembang dan
tempat tertentu (Roza, 2013). saling menyatu di tengah-tengah
Kepercayaan dalam masyarakat kehidupan masyarakat dan memperkaya
Melayu bukan hanya kepercayan khazanah kebudayaan Melayu.
animisme yang menjadi peninggalan Pada warisan kepercayaan
masa lampau, melainkan juga dalam masyarakat Melayu, terdapat prinsip-
kepercayaan agama Hindu, Budha, dan prinsip yang sama pada setiap suku
Islam yang datang setelahnya. Islam Melayu. Sudah berabad-abad
yang datang terakhir mengakomodasi keberadaan kepercayaan tersebut tidak
semua unsur kebudayaan tersebut secara lagi berfungsi sebagai agama, namun
perlahan, serta melakukan penelusuran tetap hidup pada garis pinggir
terhadap hal-hal yang bertentangan (periphery) peradaban mereka.
dengan Islam (Roza, 2013). Kepercayaan terhadap kuasa-kuasa yang
Pada masyarakat Melayu, yang luar biasa yang dipercayai menguasai
dikatakan dengan kepercayaan tersebut alam sekitarnya ataupun lokasi-lokasi
bukan saja kepercayaan lama yang telah tertentu yang dianggap memiliki
menjadi peninggalan masa silam, pengaruh bagi kehidupan manusia telah
melainkan itu adalah kepercayaan melahirkan bermacam dan berbagai
popular Islam, yakni sebagaian aktivitas bentuk upacara dan sastra lisan
orang Melayu yang berkaitan dengan (Hasbullah, 2010).
kuasa luar. Dalam aktivitas religi orang
Melayu terdapat ada persepsi terhadap Persepsi Cerita Mas Merah
agama resmi yang dianut mereka dan Agama merupakan kepercayaan
kepercayaan tradisi. Persepsi itu terhadap Tuhan melalui ajaran-ajaran
tentunya berbeda dari satu tempat yang terdapat dalam agama itu sendiri.
dengan tempat yang lainnya (Hasbullah, Dengan agama, seseorang dapat
2010). membatasi diri untuk percaya pada hal-
Hubungan antara agama resmi hal yang bersifat takhyul karena dalam
dengan kepercayaan dalam masyarakat agama hal itu ditabukan. Responden
Melayu bisa dilihat dalam berbagai dari Desa Pulau Kampai diberi
upacara yang dilakukan. Paling tidak pertanyaan mengenai kepercayaan
ada tiga unsur yang berkembang dalam masyarakat Melayu terdahulu yang
masyarakat Melayu, yaitu: pertama, memercayai roh leluhur dan pandangan
unsur-unsur yang berasal dari ajaran responden terhadap cerita Mas Merah
agama Islam, kedua, unsur-unsur yang berkaitan dengan posisinya sebagai
berasal dari kepercayaan lama, dan insan yang memiliki agama. Golongan
ketiga, unsur-unsur yang berasal dari usia tua masih mengakui adanya roh-
Islam populer. roh leluhur dan tetap menjaganya,
Ketiga unsur itu memiliki sementara itu golongan usia menengah
hubungan yang erat dan saling terkait. masih memercayai adanya roh-roh
Dalam masyarakat Melayu tidak leluhur dan dua responden golongan
terdapat perbedaan perlakuan yang usia muda tetap mempercayai adanya
tegas antara unsur-unsur yang berasal roh-roh leluhur meskipun pribadi
98
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
99
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
100
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
dan memahami teks karya sastra, serta bahwa cerita atau keberadaan Mas
memutuskan nasib dan perannya dari Merah tidak meresahkan masyarakat.
segi sejarah dan estetik. Sebagian masyarakat justru meyakini
kalau perjalanan cinta tokoh utama
Pergeseran Persepsi Cerita cerita Mas Merah mampu
Agama merupakan kepercayaan mendatangkan berkah dalam hal jodoh
terhadap Tuhan melalui ajaran-ajaran dan menjaga keharmonisan rumah
yang terdapat dalam agama itu sendiri. tangga.
Dengan agama seseorang dapat Berdasarkan tanggapan dan
membatasi diri untuk percaya pada hal- persepsi informan bahwa cerita Mas
hal yang takhayul karena di dalam Merah memiliki unsur-unsur monumen,
agama hal itu ditabukan. Walaupun dokumen sosio-budaya, dan kearifan
demikian, masyarakat beragama yang lokal. Hal itu dikaitkan dengan sifat dan
berdomisili di Desa Pulau Kampai karakter tokoh cerita, yaitu
masih ada saja yang percaya terhadap menghormati keputusan orang tua dan
takhayul. Persepsi itu terjadi menghargai serta menyayangi saudara
dikarenakan adanya anggapan sebagian kandungnya walaupun putus asa karena
masyarakat yang memandang bahwa cinta, tetapi tidak putus asa dalam
roh leluhur dapat memberikan sesuatu menjalani kehidupannya. Selain itu,
yang diinginkan. ditemukan juga nama-nama tempat
Melalui kisah itu sebagian yang dapat ditelusuri saat ini.
masyarakat, khususnya pemuda dan Kekuatan karakter dan sikap cinta
pemudi yang ingin mendapat jodoh kasih tokoh cerita membuat masyarakat
selalu datang berziarah dan bernazar menganggap bahwa roh leluhur tokoh
agar segera diberi jodoh. Begitu juga cerita dapat membantu keinginan
bagi pasangan suami istri, banyak yang sebagian masyarakat dalam menjalani
datang untuk bernazar agar rumah kehidupannya. Masyarakat juga
tangga mereka harmonis dan penuh menganggap bahwa cerita Mas Merah
cinta kasih sebagaimana yang dialami merupakan sejarah terjadinya desa
oleh Salam dan Salmah. mereka, yaitu Pulau Kamai.
Fenomena itu sesuai dengan
pandangan (Junus, 1985) bahwa DAFTAR PUSTAKA
pembaca memberikan makna terhadap
karya sastra yang dibacanya sehingga Abdullah, T. (1988). Islam dan
dapat memberikan reaksi atau Pembentukan Tradisi di Asia
tanggapan terhadapnya. Pendapat itu Tenggara: Sebuah Perspektif
juga sejalan dengan pandangan (Jauss, Perbandingan. Dalam T. Abdullah
1974) bahwa kepada pembacalah dan S. Siddique (ed.), Tradisi dan
terutama karya sastra itu ditujukan. Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara Jakarta: LP3ES, 1988),
PENUTUP 20.
101
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
102
Sahril: Cerita Rakyat “Mas Merah”...
103
Kandai Vol. 14, No. 1, Mei 2018; 91-104
104