Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Koperasi

Menurut Dr.H. Usman Moonti, M.Si (11 : 2016), pengertian

koperasi berasal dari bahasa inggris co-operation yang berarti usaha

bersama. Dengan kata lain berarti segala pekerjaan yang dilakukan

secara bersama-sama sebenarnya dapat disebut sebagai koperasi.

Namun yang dimaksud koperasi disini adalah suatu bentuk peraturan

dan tujuan ,perusahaan yang didirikan oleh orang-orang, untuk

melakukan suatu kegiatan tertentu. Adapun definisi koperasi yaitu

diantaranya :

a. Muhammad Hatta dalam Dr.H. Usman Moonti, M.Si (11 : 2016) :

Koperasi didirikan sebagai persekutuan kaum lemah untuk

membela keperluan hidupnya. Mencapai keperluan hidupnya

ongkos semurah-murahnya, itulah yang dituju. Pada koperasi

didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan.

b. ILO (dikutip oleh edilius & sudarsono, 1993) dalam Dr.H. Usman

Moonti, M.Si (11 : 2016) : Koperasi ialah suatu kumpulan

orang,biasanya memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang

melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara

demokrasi, masing-masing memberikan sumbangan setara

terhadap modal yang diperlukan dan bersedia menanggung resiko


serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka

lakukan.

DR.G.Mladenata,didalam bukunya “Histoire Desdactrines

Cooperative“ mengemukakan bahwa koperasi terdiri atas produsen-

produsen yang secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama,

dengan saling bertukar jasa secara kolektif dan menanggung resiko

bersama, dengan mengerjakan sumber-sumber yang disumbangkan

oleh anggota.

2. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Prof.DR.H.Edy Strisno, M.Si, manajemen sumberdaya

manusia merupakan bidang strategis dari organisasi. Bermacam

macam pendapat tentang pengertian manajemen sumber daya

manusia, antara lain ada yang menciptakan human resources, ada

yang mengartikan sebagai man power management serta ada yang

menyetarakan dengan pengertian sumber daya manusia degan

personal (personalia, kepegawaian, dan sebagainya). Menurut

Simamora (1997), manajemen sumber daya manusia adalah

pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan

pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. (5 :

2020) dalam hal ini manajemen sumberdaya manusia erat

hubungannya dengan kepegawaian.

Dr.A.A.Anwar PrabuMangkunegara (2015 : 2) mengemukakan

juga bahwa, manajemen sumber daya manusia merupakan suatu

perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan


pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas

jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manajemen sumber daya

manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu pengelolaan dan

pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu ( pegawai).

Pengelolan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara

maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan

pengembangan individu pegawai.

Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

manajemen sumberdaya manusia adalah pendayagunaan sumber daya

yang ada pada individu (pegawai), dengan cara perencanaan,

pengorganisasian, pengembangan, pemberian balas jasa,

pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam

rangka mencapai tujuan organisasi.

3. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah rasa puas seorang karyawan dalam

melakukan pekerjaannya hal ini dijelaskan oleh Keith Davis dalam Dr.

A.A.Anwar Prabu Mangkunegara (2015 : 117) mengemukakan bahwa

“job satisfaction is the favor ableness or unfavorableness with

employees view their work”. (kepuasan kerja adalah perasaan

menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam

bekerja). Wexley dan Yuki (1977:98) mendefinisikan kepuasan kerja

“is the way an employee feels about his or her job”. (adalah cara

pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya). Berdasarkan


pendapat keith Davis, Wexley, dan Yuki tersebut di atas, kepuasan

kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri

pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan

kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan

melibatkan aspek-aspek sepert upah atau gaji yang diterima,

kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya,

penempatan kerja, jenis peekerjaan, struktur organisasi perusahaan,

dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan

dengan dirinya ,antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan

pendidikan.

Wexley dan Yukl dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :

39) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah cara seseorang dalam

merasakan dirinya atau pekerjaannya. Hal ini menunjukan bahwa

kepuasan kerja adalah pperasaan yang mendukung atau tidak

mendukung dirinya yang berhubungan dengan pekerjaan atau kondisi

yang dirasakan.

Dalam hal kepuasan setiap orang beranggapan yang berbeda

dan mempunyai standarnya sendiri akan tetapi Siagian (2006)

mengemukakan bahwa kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka

ragam. Meskipun demikian tetap relevan untuk kepuasan kerja dari

kombinasi ini merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa

layak dan adil serta tidak ada tolak ukur tingkat kepuasan kerja yang

mutlak karena setiap pegawai berbeda standar kepuasannya, namun

apabila pegawai memiliki disiplin dan moral kerja yang baik dalam unit
kerja, serta tingkat turn over pegawai rendah maka secara relative

kepuasan kerja baik. Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :40)

Didalam kepuasan kerja karyawan terdapat faktor-faktor

penentu kepuasan kerja, faktor tersebut dapat menjadi acuan dalam

menguur kepuasan kerja faktor- faktor tersebut diantaranya :

1. Upah atau Gaji

Upah atau gaji adalah sejumlah uang yang di terima

karyawan atas hasil dari kerjanya diberikan baik satu bulan sekali,

tiga bulan atau bahkan satu tahun. Upah atau gaji merupakan

faktor penentu kepuasan kerja hal ini sejalan dengan pernyataan

Dr. A.A.Anwar Prabu Mangkunegara (2015 : 84) Gaji yang

diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh pada tingkat

kepuasan kerja dan motivasi kerja pegawai. Perusahaan yang

menentukan tingkat gaji dengan mempertimbangkan standar

kehidupan normal akan memungkinkan pegawai bekerja dengan

penuh motivasi kerja dan kepuasan kerjanya tercapai.

Upah dan gaji juga memengaruhi dalam kepuasan kerja

menurut Gilmer dalam Prof.DR.H.Edy Strisno, M.Si (81 : 2020),

faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah gaji. Gaji

lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang

mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang

diperolehnya.

Kepuasan kerja dapat diukur melalui beberapa indicator

salah satunya adalah upah atau gaji. Smith et al. Munandar dalam
Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan salah satu

penentu kepuasan kerja adalah gaji. Kepuasan kerja pegawai akan

terbentuk apabila besar uang yang diterima pegawai sesuai dengan

beban kerja dan seimbang dengan pegawai lainnya.

Upah atau gaji yang diterima karyawan harus sesuai dengan

pekerjaan yang dilakukannya hal ini merupakan faktor penentu

kepuasan kerja seperti pernyataan Luthans dalam Dr.Meithiana

Indrasari, S.T.,M.M (2017 :46) menyatakan bahwa faktor penentu

kepuasan kerja adalah gaji. Berkaitan dengan kompensasi yang

diperoleh pegawai atas pekerjaan yang dilakukan. Uang yang

diperoleh pegawai tidak hanya unttuk memenuhi kebutuhan dasar

pegawai namun juga untuk kebutuhan yang lebih tinggi. Oleh

karena itu gaji yang diterima pegawai haruslah memenuhi

kebutuhan nominal, bersifat mengikat, menimbulkan semangat,

diberikan secara adil, dan bersifat dinamis.

Upah atau gaji yang terlalu kecil atau tidak sesuai dengan

pekekerjaan pegawai akan memengaruhi tingkat kepuasan

kerjanya. Wexley dan Yulk dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M

(2017 :45) menyatakan bahwa faktor penentu kepuasan kerja

adalah upah atau gaji. Upah atau gaji yang diterima pegawai

merupakan faktor penting bagi kepuasan kerja pegawai. Upah atau

gaji yang terlalu kecil membuat pegawai tidak puas, demikian juga

terhadap pemberian upah atau gaji yang tidak adil.


Sedangkan menurut Colquitt (2013) terdapat beberapa

indikator penentu kepuasan kerja diantaranya gaji. Gaji sebagai

faktor multidimensi dalam kepuasan kerja merupakan sejumlah

upah atau uang yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa

dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan

orang lain dalam organisasi. Uang tidak hanya membantu orang

memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan

kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi.

2. Pekerjaan Itu Sendiri

Faktor lain yang menjadi penentu kepuasan kerja adalah

pekerjaan itu sendiri hal ini sesuai dengan pernyataan Smith et al.

Munandar dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45)

menyatakan salah satu penentu kepuasan kerja adalah kepuasan

terhadap pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan memberikan kesempatan

pegawai belajar sesuai dengan minat serta kesempatan untuk

bertanggung jawab. Dalam teori dua faktor diterangkan bahwa

pekerjaan merupakan faktor yang akan menggerakan tingkat

motivasi kerja yang kuat sehingga dapat prestasi kerja yang baik.

Sifat dari pekerjaan yang dihadapi pegawai akan

memengaruhi kepuasan kerjanya, Wexley dan Yulk dalam

Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan bahwa

faktor penentu kepuasan kerja diantaranya adalah pekerjaan itu

sendiri. Sifat dari pekerjaan yang dihadapi oleh pegawai dalam


organisasi yakni skill variety, task identity, task significance,

autonomy, dan feedback, akan memberikan pengaruh yang

berbeda-beda terhadap kepuasan kerja pegawai.

Pekerjaan yang menarik akan membuat pegawai merasa

puas dalam bekerja seperti pernyataan Luthans dalam

Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :46) menyatakan bahwa

kepuasan kerja dapat diperoleh melalui pekerjaan itu sendiri.

Pekerjaan harus menarik bagi pegawai, memberikan kesempatan

belajar dan kesempatan menerima tanggung jawab. Pekerjaan

yang terlalu mudah memberikan rasa jenuh, akan tetapi pekerjaan

terlalu berat membuat pegawai tertekan.

Kepuasan kerja bisa didapatkan melalui pekerjaan itu sendiri

hal ini dapat menjadi tolak ukur kepuasan kerja seperti menurut

Chruden dan Sherman dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M

(2017 :45) menyatakan terdapat beberapa faktor-faktor yang

digunakan dalam mengukur kepuasan kerja seorang pegawai

diantaranya adalah pekerjaan itu sendiri.

Sedangkan menurut Colquitt (2013) terdapat beberapa

indikator penentu kepuasan kerja diantaranya pekerjaan itu sendiri.

Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama

kepuasan, dimana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang

baik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima

tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan.


3. Kesempatan Promosi

Kepuasan kerja dapat diukur melalui beberapa hal salah

satunya kesempatan promosi. Smith et al. Munandar dalam

Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan ada

beberapa faktor penentu kepuasan kerja diantaranya, kesempatan

promosi. Promosi adalah bentuk penghargaan yang diterima

pegawai dalam organisasi. Kepuasan kerja pegawai akan tinggi

apabila pegawai di promosikan atas dasar prestasi kerja yang

dicapai pegawai tersebut.

Bagi pegawai mengembangkan diri merupakan hal yang

dapat membuat dia merasa puas dalam bekerja, Wexley dan Yulk

dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan

bahwa berdasarkan karakteristik pekerjaan faktor penentu

kepuasan kerja adalah kesempatan promosi. Bagi pegawai yang

memiliki keinginan besar untuk mengembangkan dirinya, maka

kebijakan promosi yang adil yang dilakukan organisasi akan

memberikan dampak puas kepada pegawai.

Promossi atau poses pemindahan jabatan dari satu jabatan

ke jabatan lainnya merupakan kepuasan tersendiri bagi karyawan.

Luthans dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :46)

menyatakan bahwa penentu kepuasan kerja adalah kesempatan

promosi. Promosi, merupkan proses pemindahan dari satu jabatan

ke jabatan lainnya yang lebih tinggi di organisasi. Promosi diikuti

oleh tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang baru yang lebih
tinggi dari jabatan sebelumnya. Kesempatan promosi ini

memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap kepuasan kerja

pegawai dalam organisasi. Gilmer dalam Moch As’ad (2004 :114)

tentang faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menyatakan

bahwa kesempatan promosi termasuk faktor penentu kepuasan

kerja dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh

peningakatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja

akan menentukan tingkat kepuasan karyawan.

Sedangkan menurut Colquitt (2013) terdapat beberapa

indikator penentu kepuasan kerja diantaranya kesempatan

promosi. Promosi adalah kesempatan untuk maju dalam

organisasi, sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada

kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah

bentuk yang berbeda dan memiliki penghargaan, seperti promosi

atas dasar senioritas atau kinerja dan promosi kenaikan gaji.

4. Supervisi

Supervisi atau pengawasan yang dilakukan atasan atau

manajer ke karyawannya akan memengaruhi kepuasan kerja

karyawan sikap perhatian atasan akan membuat kepuasan

tersendiri bagi karyawan dalam bekerja. Smith et al. Munandar

dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan

terdapat faktor penentu kepuasan kerja diantaranya supervisi. . Hal

ini ditunjukan oleh atasan dalam bentuk memperhatikan seberapa


baik pekerjaan yang dilakukan peggawai, menasehati dan

membantu pegawai serta komunikasi yang baik dalam

pengawasan. Kepuasan kerja pegawai akan tinggi apabila

pengawasan yang dilakukan suvervisor bersifat memotivasi

pegawai.

Pegawai sangat memperhatikan perilaku atasan dalam

melakukan supervisi atau pengawasan menurut Wexley dan Yulk

dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan

bahwa berdasarkan karakteristik pekerjaan,faktor penentu

kepuasan kerja terdiri dari supervisi. Perilaku atasan dalam

melakukan pengawasan terhadap pegawai sangat diperhatikan

oleh pegawai. Pengawasan yang dilakukan dengan memperhatikan

dan mendukung kepentingan pegawai akan berdampak terhadap

kepuasan kerja pegawai.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Luthans dalam

Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :46) menyatakan bahwa

faktor penentu kepuasan kerja meliputi supervisi. Gaya atasan

Dalam menjalankan pengawasan terhadap pegawai dapat berupa

memberikan perhatian dan partisipasi pegawai. Pengawasan yang

memberikan perhatian terhadap kepentingan pegawai dan

mengajak pegawai berpartisiasi dalam pengambilan keputusan

terhadap pekerjaan pegawai sendiri akan sulit dilupakan pegawai.


Supervisor bagi karyawan merupakan figur ayah yang

perlakuannya terhadap karyawan akan sangat di perhatikan. Gilmer

dalam Moch As’ad (2004 :114) tentang faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja menyatakan bahwa supervisi termasuk faktor

penentu kepuasan kerja dimana supervisor bagi karyawan

dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Suvervisi

yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.

Ada dua dimensi dalam gaya pengawasan pegawai seperti

pernyataan Colquitt (2013) terdapat beberapa indikator penentu

kepuasan kerja diantaranya supervisi. Pengawasan merupakan

kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan

dukungan perilaku. Ada 2 (dua) dimensi gaya pengawasan yang

dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Pertama adalah berpusat

pada karyawan, diukur menurut tingkat dimana penyelia

menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan,

seperti memberikan nasehat dan bantuan kepada karyawan,

komunikasi yang baik dan meneliti seberapa baik kerja karyawan.

Kedua adalah iklim partisipasi atau pengaruh dalam pengambilan

keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan karyawan. Secara

umum, kedua dimensi tersebut sangat berpengaruh pada kepuasan

kerja karyawan.
5. Rekan Kerja

Rekan atau teman kerja menjadi faktor yang dapat

menentukan kepuasan kerja karyawan karena dapat menjadi

motivasi dalam bekerja, Luthans dalam Dr.Meithiana Indrasari,

S.T.,M.M (2017 :46) menyatakan bahwa faktor penentu kepuasan

kerja meliputi Rekan kerja. Teman kerja yang ramah dan mudah

diajak kerjasama memberikan kepuasan kerja bagi pegawai

lainnya. Teman kerja seperti ini jika terjadi secara merata diantara

kelompok kerja akan membuat pekerjaan menjadi mudah dilakukan

dan akibatnya pegawai mendapatkan kepuasan kerja.

Interaksi yang baik terhadap pegawai lain akan membuat

terbentuknya lingkungan kerja yang baik dan meningkatkan

kepuasan kerja, Wexley dan Yulk dalam Dr.Meithiana Indrasari,

S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan bahwa berdasarkan karakteristik

pekerjaan, faktor penentu kepuasan kerja adalah rekan kerja.

Interaksi antara pegawai dalam organisasi dapat mempengaruhi

kepuasan kerja pegawai tersebut. Secara individu rekan kerja yang

bersahabat dan mendukug akan memberikan kepuasan kerja

pegawai lain.

Selain itu kepuasan kerja dapat diukur melalui beberapa

indikator. Smith et al. Munandar dalam Dr.Meithiana Indrasari,

S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan bahwa faktor penentu kepuasan

kerja adalah rekan kerja. Jika dalam organisasi terdapat hubungan

antar pegawai yang harmonis, bersahabat, dan saling membantu


akan menciptakan suasana kelompok kerja yang kondusif,

sehingga akan menciptakan kepuasan kerja pegawai.

Pertemanan yang erat antar pegawai akan membuat

kekuatan tersendiri dalam organisasi selain itu juga dapat

meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Menurut Sirota,

Mischkind, dan Meltzer dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M

(2017 :47) menyatakan bahwa faktor penentu kepuasan kerja

diantaranya adalah rekan kerja. Pertemanan yang erat antara

pegawai dengan rekan kerja dan atasannya dalam melakukan

kerjasama dalam pekerjaannya akan mendukung terciptanya

kepuasan kerja.

Rekan kerja merupakan sumber kepuasan kerja tersendiri

bagi karyawan kelompok kerja yang terbentuk dapat membuat

pekerjaan menjadi menyenangkan, menurut Colquitt (2013)

terdapat beberapa indikator penentu kepuasan kerja diantaranya

rekan kerja. Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif

merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada

karyawan secara individu. Kelompok kerja, terutama tim yang ‘kuat’

bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasehat, dan

bantuan pada anggota individu. Karena kelompok kerja

salingtergantung antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan.

Kondisi seperti itu efektif membuat pekerjaan menjadi lebih

menyenangkan, sehingga membawa efek positif yang tinggi pada

kepuasan kerja.
Faktor-faktor tersebut akan berdampak bagi karyawan. Dampak

perilaku kepuasaan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan

dikaji. Beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja

terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai, dan

dampak terhadap kesehatan.

a. Dampak Terhadap Produktivitas

Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas

dapat dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja. Hubungan

antara produktivitas dan kepuasaan kerja sangat kecil. Vroom

( dalam Munandar, 2001 ), mengatakan bahwa produktivitas

dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator disamping

kepuasan kerja. Lawler dan Porter (dalam Munandar, 2001)

mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan

peningkatan dari kepuasan kerja jika tenaga kerja memersepsikan

bahwa ganjaran intrinsik ( misalnya, rasa telah mencapai sesuatu)

dan ganjaran ekstrinsik ( misalnya, gaji) yang diterima kedua-

duanya adil dan wajar dan diasosiakan dengan prestasi kerja yang

unggul. Jika tenaga kerja tidak memersepsikan ganjaran intrinsik

dan ekstrinsik berasosiasi dengan prestasi kerja, maka kenaikan

dalam prestasi tak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam

kepuasaan kerja.

b. Dampak Terhadap Ketidakhadiran dan Keluarnya Tenaga Kerja

Ketidakhadiran dan berhentinya bekerja merupakan jenis

jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran


lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mencerminkan

ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari

pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat – akibat

ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya ia

berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Organisasi melakukan

upaya yang cukup besar untuk menahan orang-orang ini dengan

jalan menaikkan upah, pujian, pengakuan, kesempatan promosi

yang ditingkatkan dan seterusnya. Justru sebaliknya, bagi mereka

yang mempunyai kinerja buruk, sedikit upaya dilakukan oleh

organisasi untuk menahan mereka. Bahkan mungkin ada tekanan

halus untuk mendorong mereka agar keluar. Menurut Steers dan

Rhodes (dalam Munandar, 2001), mereka melihat adanya dua

faktor pada perilaku hadir, yaitu motivasi untuk hadir dan

kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk

hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan

tekanan – tekanan internal dan eksternal untuk datang pada

pekerjaan.

Robbin dalam Prof.DR.H.Edy Strisno, M.Si (81 : 2020),

ketidakpuasan pada tenaga kerja atau karyawan dapat

diungkapkan kedalam berbagai macam cara. Misalnya, selain

meninggalkan pekerjaan, karyawan selalu mengeluh,

membangkang, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan

mereka.

c. Dampak Terhadap Kesehatan


Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan

oleh Kornhauser (dalam Munandar, 2001) tentang kesehatan

mental dan kepuasan kerja, ialah untuk semua tingkatan jabatan,

presepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut

penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan mereka berkaitan

dengan skor kesehatan mental yang tinggi.

Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan

kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa

kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan

kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari

kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan

sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang

lain dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga

pada yang lain. Kepuasan kerja, ialah untuk semua tingkatan

jabatan, presepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka

menuntut penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan mereka

berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi dan

sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada

yang lain.

4. Teori Kepuasan Kerja

Ada beberapa teori- teori tentang kepuasaan kerja yang

dikemukakan ahli menurut Dr.A.A.Anwar PrabuMangkunegara (2015 :

120) dalam buku manajemen sumber daya manusia perusahaan.


Dibawah ini dikemukakan teori-teori tentang kepuasaan kerja,yaitu

teori keseimbangan (equity theory) , perbedaan (discrepancy theory),

pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory),pandangan kelompok

(social reference group theory) , pengharapan (expectancy theory ),

dan teori 2 faktor Herzberg.

a. Teori Keseimbangan ( Equity Theory )

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Komponen dari teori ini

adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity.

Wexley dan Yukl (1977) mengemukakan bahwa “ input is anything

of value that an employee percieves that he contributes to his job

“ . Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat

menunjang pelaksanaan kerja, Misalnya pendidikan, pengalaman,

skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja. Outcome is

anything of value that an employee percieves he obtains from the

job. ( Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan

pegawai). Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,

pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi

atau mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person may

be someone in the same organization,someone in a different

organization, or even the person himself in a previous job.

(Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi

yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau

dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurutnya ,puas

atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan


antara input – outcome dirinya dengan perbadingan input

-outcome pegawai lain (comparison person). Jadi,jika

perbandingan tersebut dirasakan seimbangan (equity) maka

pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi jika terjadi tidak

seimbang (inequity) dapat menyebabkan 2 kemungkinan, yaitu

over compensation inequity (Ketidakseimbangan yang

menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation

inequity ( ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain

yang menjadi pembanding atau comparison person ).

b. Teori Perbedaan atau Discrepancy Theory

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat

bahwa mengukur kepuasaan dapat dilakukan dengan cara

menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan

kenyataan yang dirasakan pegawai. Locke (1969) mengemukakan

bahwa kepuasaan kerja pegawai bergantung pada perbedaan

antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai.

Apabila yang didapatkan pegawai lebih besar daripada yang

diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya

apabila yang didapat pegawai lebih rendah daripada yang

diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.

c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Menurut teori ini kepuasaan kerja pegawai bergantung pada

terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan

merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya.


Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula

pegawai tersebut.Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan

pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.

d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini ,kepuasaan kerja pegawai bukanlah

bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat

bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok oleh para

pegawai yang dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok

acuan tersebut dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya ataupun

lingkungannya. Jadi ,pegawai akan merasa puas apabila hasil

kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan

oleh kelompok acuan.

e. Teori Dua Faktor dari Herberg

Teorinya dikembangkan oleh Frederick Herberg. Ia

menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.

Penelitiannya diadakan dengan melakukan wawancara terhadap

subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta

menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang

menyenangkan (memberikan kepuasaan) maupun yang tidak

menyenangkan atau tidak memberi kepuasaan. Kemudian

dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan

faktor-faktor yang menyebabkan kepuasaan atau ketidak puasaan.


5. Survei Kepuasan Kerja

Survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-

pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau

pekerjaannya melalui laporan kerja dan juga untuk mengetahui moral

pegawai, pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja

pegawai.

Survei kepuasaan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut.

a. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei

Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen

secara objektif

b. Survei diadministrasikan secara wajar

Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin, dan adanya aksi

untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin.

Keuntungan dari survei kepuasan kerja, antara lain kepuasan kerja

secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja dan untuk

keperluan pelatihan (training).

c. Kepuasaan Kerja secara Umum

Keuntungan survei kepuasan kerja dapat memberikan

gambaran kepada pemimpin mengenai tingkat kepuasan kerja

pegawai diperusahaan. Begitu pula untuk mengetahui

ketidakpuasan pegawai pada bagian dan jabatan tertentu. Survei

juga sangat bermanfaat dalam mendiagnosis masalah-masalah

pegawai yang berhubungan dengan peralatan kerja.


d. Komunikasi

Survei kepuasan kerja sangat bermanfaat dalan

mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran

pemimpin. Pegawai yang kurang berani berkomentar terhadap

pekerjaannya dengan melalui survei dapat membantu

mengkomunikasikan kepada pemimpin.

e. Meningkatkan Sikap Kerja

Survei kepuasan kerja dapat bermanfaat dalam

meningkatkan sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai

merasa pelaksanaan kerja dan fungsi jabatannya mendapatkan

perhatian dari pihak pemimpin.

f. Kebutuhan Pelatihan

Survei kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan

kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai- pegawai biasanya

diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka

rasakan dari perlakuan pemimpin pada bagian jabatan tertentu.

Dengan demikian kebutuhan pelatihan disesuaikan dengan

kebutuhan bagi bidang pekerjaan pegawai-pegawai peserta pelatihan.

Adapun tipe-tipe survei kepuasan kerja, ada 2 tipe survei kepuasan

kerja yaitu, survei objektif dan tipe survei deskriptif.

a. Tipe Survei Objektif

Tipe survei objektif yang paling populer menggunakan

pertanyaan pilihan berganda (multiple choice). Responden

membaca semua pertanyaan yang tersedia. Kemudian memilih satu


dari beberapa alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaanya.

Disamping itu pula, ada bentuk pertanyaan yang menggunakan

benar atau salah, setuju atau tidak setuju.

Keuntungan penggunaan tipe survei objektif, antara lain

adalah mudah dalam mengadrimistrasikan penilaian dan

menganalisisnya dengan metode statistik, serta dapat pula dianalisis

dengan menggunakan komputer jika pegawai yang disurvei sangat

banyak.

b. Tipe Survei Deskriptif

Tipe survei deskriptif merupakan lawan dari tipe survei objektif.

Pada tipe ini, responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara

bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau rasakan. Mereka

dapat menjawab dengan kata-kata mereka sendiri. Untuk lebih

jelasnya dalam penggunaan tipe-tipe survei kepuasan kerja

perhatikan bagan-bagan dibawah ini. Dr. A.A.Anwar Prabu

Mangkunegara (2015 : 124)

6. Pengukuran Kepuasan Kerja

Robbins dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :47),

menyatakan bahwa pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan

menggunakan beberapa pendekatan, yaitu single global rating

method (SGRM) yang mengukur sikap kerja seorang terhadap

pekerjaannya, dan Summation score method (SCM) yang mengukur

tentang pengenalan tugas dan beban kerja, lingkungan kerja,


hubungan supervisi, kesempatan promosi karier, dan hubungan

dengan relasi kerja.

Adams dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :47)

menyatakan bahwa prinsip dari teori kepuasan kerja adalah bahwa

orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah

seseorang merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu

situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi,diperoleh

orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang

sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Menurut teori ini elemen-

elemen dari equity ada tiga yaitu : input, out comes, comparison

person, dan equity-inequity ( dalam As’ad,2005:78 ). Yang dimaksud

dengan input ialah is anything of value thant an employee perceives

that he contributes to his job. Ini berarti input ialah segala sesuatu

yang berharga yang dirasakan sebagai sumbangan terhadap

pekerjaan. Dalam hal ini misalnya education, experience, skills,

amounts of effort expected, number of hours worked and personal

tools dan sebagainya. Adapun yang dimaksudkan out comes ialah is

anything of value that the employee perceives he obtains from the job.

Hal tersebut berarti outcomes adalah segala sesuatu yang

berharga, yang dirasakan sebagai hasil dari pekerjaannya seperti

misalnya, pay, fringe, benefit, status symbols, recognition,

opportunity for achievement or self-expression. Comparison persons

ialah kepada orang main dengan siapa seseorang tenaga kerja akan

membandingkan ratio input-out comes yang dimilikinya.


Robbins dalam Dr.Meithiana Indrasari, S.T.,M.M (2017 :47),

dapat diukur melalui beberapa pendekatan, yaitu Single global rating

method (SGRM) yang mengukur sikap kerja seseorang terhadap

pekerjaannya, dan Summation score method (SCM) yang mengukur

tentang pengenalan tugas dan beban kerja, lingkungan kerja,

hubungan supervisi, kesempatan promosi karier, dan hubungan

dengan relasi kerja. Instrumen dari Wood, Wallace and Zeffani

( dalam Yusuf,2010), bahwa pengukuran kepuasan kerja dapat

menggunakan metode NSQ (Need Satidfaction Questonaire) yang

telah dimodifikasi penulis dengan indikator sebagai berikut.

a. Hubungan baik dengan lingkungan akademik, yaitu adanya

hubungan supervisi, hububgan sosial diantara dosen dengan

pihak manajemen fakultas, dan kemampuan beradaptasi dengan

sarana pekerjaan

b. Kemampuan utilitas, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan

sikap dosen terhadap kebijakan kepemimpinan perguruan tinggi,

kebijakan peraturan jam kerja, kesempatan untuk berkreasi dan

peluang promosi karier.

Adapun menurut Dr. A.A.Anwar Prabu Mangkunegara (2015 :

126) mengemukakan bahwa pengukuran kepuasan kerja dapat

dilakukan dengan cara :

a. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala Job Description Index.

Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall,

dan Hullin pada tahun 1969. Cara penggunaannya, diajukan


pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan atau jabatannya,

yang mencakup tingkat kepuasan terhadap aspek pekerjaan,

pengawasan, upah, promosi, dan rekan kerja . Setiap pertanyaan

yang diajukan, harus dijawab oleh karyawan dengan menandai

jawaban : ya, tidak, atau ragu-ragu (tidak dapat memutuskan).

Dengan cara ini akhirnya dapat diketahui tingkat kepuasan kerja

karyawan.

b. Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Minnesota Satisfaction

Questionaire.

Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss

dan England pada tahun 1967. Skala ini berisi tanggapan yang

mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif

jawaban : sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, atau

sangat puas terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan.

Berdasarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui tingkat

kepuasan kerja karyawan.

c. Pengukuran Kepuasan Kerja Berdasarkan Gambar Ekspresi

Wajah.

Pengukuran kepuasan kerja yang dikembangkan oleh

Kunin pada tahun 1955 ini terdiri dari gambar-gambar wajah

orang, mulai dari gambar wajah yang sangat gembira, gembira,

netral, cemberut, dan sangat cemberut. Karyawan diminta untuk

memilih gambar ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi


pekerjaan yang dirasakan. Kepuasan kerja dapat diketahui dari

pilihan-pilihan karyawan terhadap gambar-gambar tersebut.

B. Alur Pemikiran

Kepuasan kerja karyawan adalah hal yang perlu di perhatikan

oleh perusahaan. Kepuasan kerja karyawan merupakan penunjang

tercapainya tujuan suatu organisasi atau perusahaan. Ada beberpa

faktor penunjang kepuasan kerja karyawan Penelitian Herzberg

(1980) dalam Daft (2010) mengemukakan faktor-faktor yang dapat

meningkatkan kepuasan kerja adalah:

a. Pencapaian prestasi (achievement).

b. Pengakuan prestasi (recognition for accomplishment).

c. Pekerjaan yang menantang (challenging work).

d. Tanggungjawab yang bertambah (increased responsibility).

e. Pertumbuhan serta perkembangan (growth and development).

Dari faktor-faktor tersebut dapat dianalisis apakah kepuasan

kerja karyawan di Koperasi Pegawai Republik Indonesia Guru dan

Umum Cicarimanah dapat terpenuhi atau sebaliknya. Selain dari

faktor-faktor tersebut kepuasan kerja juga dapat diketahui melalui

dimensi kepuasan kerja, kepuasan kerja dapat diukur melalui

beberapa indikator. Smith et al. Munandar dalam Dr.Meithiana

Indrasari, S.T.,M.M (2017 :45) menyatakan terdapat 5 (lima) dimensi

kepuasan kerja yakni:


a. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan memberikan

kesempatan pegawai belajar sesuai dengan minat serta

kesempatan untuk bertanggung jawab. Dalam teori dua faktor

diterangkan bahwa pekerjaan merupakan faktor yang akan

menggerakan tingkat motivasi kerja yang kuat sehingga dapat

prestasi kerja yang baik.

b. Kesempatan terhadap gaji. Kepuasan kerja pegawai akan

terbentuk apabila besar uang yang diterima pegawai sesuai

dengan beban kerja dan seimbang dengan pegawai lainnya.

c. Kesempatan promosi. Promosi adalah bentuk penghargaan yang

diterima pegawai dalam organisasi. Kepuasan kerja pegawai

akan tinggi apabila pegawai di promosikan atas dasar prestasi

kerja yang dicapai pegawai tersebut.

d. Kepuasan terhadap supervisi. Hal ini ditunjukan oleh atasan

dalam bentuk mebmperhatikan seberapa baik pekerjaan yang

dilakukan peggawai, menasehati dan membantu pegawai serta

komunikasi yang baik dalam pengawasan. Kepuasan kerja

pegawai akan tinggi apabila pengawasan yang dilakukan

suvervisor bersifat memotivasi pegawai.

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan

paradigma penelitian mengenai kepuasan kerja karyawan dinyatakan

dalam gambar sebagai berikut:


Gambar 2.1 Alur Pemikiran

Kepuasan Kerja Karyawan

Faktor Penentu Kepuasan


Kerja Karyawan
1. Upah atau Gaji.
2. Pekerjaan Itu Sendiri
3. Kesempatan Promosi.
4. Keamanan kerja.
5. Supervisi.
6. Rekan kerja.

Sumber : Dr.Meithiana
Indrasari, S.T.,M.M (2017 :
45)

Temuan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai