Anda di halaman 1dari 12

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus 2016 bertempat

di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya, Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Brawijaya, dan Laboratorium Patologi Anatomi Kessima Medika Malang.

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus,

botol minum tikus, tempat pakan tikus, spuit 1 ml, spuit 3 ml, beaker glass,

gelas ukur, stirrer, timbangan digital (Precissa 3000D), kertas saring,

ependorf, pipet mikrohematrokrit, tabung venoject merah, vortex,

aluminium voil, alat sentrifus, Spektrofotometer (UV-260 Shimadzu),

(biosystem type 15), scalpel, gunting, pinset, sarung tangan, ice box, pot

organ, mikrotom, object glass, cover glass, mikroskop (Olympus BX51).

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah1 ml CCl4, 1 ml

olive oil, 20 µl serum darah dan 20 organ ginjal tikus jantan (Rattus

novergicus) strain Wistar, kapulaga hijau (Elettaria cardamomum), reagen

BUN, reagen kreatinin, akuades, alkohol 70%, formalin 10%.

26
27

4.3 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :

1. Kerangka Penelitian

2. Pembuatan Ekstrak Kapulaga Hijau (Elettariacardamomum)

3. Persiapan Hewan Model AKI (Acute kidney injury) Hasil Induksi CCl4

4. Pemberian Terapi Ekstrak Kapulaga Hijau (Elettariacardamomum)

5. Pengambilan Serum Tikus

6. Pengambilan Organ Ginjal Tikus

7. Analisis Kadar BUN dan Kreatinin

8. Analisis Gambaran Histopatologi Ginjal

9. Analisis Data

4.4 Prosedur Kerja


4.4.1 Kerangka Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test

design dan rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok

1 (kontrol negatif yaitu tikus normal), kelompok 2 (kontrol positif yaitu

tikus model AKI), kelompok 3, 4 dan 5 (tikus model AKI dengan diberikan

terapi ekstrak kapulaga hijau). Tiap-tiap kelompok perlakuan dijelaskan

pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rancangan Penelitian


No. Kelompok Perlakuan
Kelompok 1
1 Tanpa perlakuan
(Kontrol Negatif)
Kelompok 2 Diinduksi CCl4 50% volume 0,38 ml dan
2
(Kontrol Positif) tanpa terapi
28

Diinduksi CCl4 50% volume 0,38 ml dan


3 Kelompok 3 diterapi ekstrak kapulaga hijau dosis 200
mg/kg BB
Diinduksi CCl4 50% volume 0,38 ml dan
4 Kelompok 4 diterapi ekstrak kapulaga hijau dosis 400
mg/kg BB
Diinduksi CCl4 50% volume 0,38 ml dan
5 Kelompok 5 diterapi ekstrak kapulaga hijau 600 mg/kg
BB

Semua kelompok perlakuan diaklimatisasi selama 1 minggu. Pada

kelompok 1, hewan coba tidak diberikan perlakuan apapun, pada hari ke-8

setelah aklimatisasi dilakukan euthanasi dengan dislokasi leher dan

dilakukan nekropsi. Pada kelompok 2, 3, 4 dan 5 diberikan induksi CCl4

50% pada hari ke-8 dengan volume 0,38 ml melalui intraperitoneal yang

diberikan 1 kali selama percobaan. Pada kelompok 2 setelah induksi CCl 4,

dilakukan euthanasi dengan dislokasi leher dan dilakukan nekropsi pada

hari ke-9. Pada kelompok 3, 4 dan 5 setelah induksi CCl 4 diberikan terapi

ekstrak kapulaga hijau dengan masing-masing dosis per kelompok adalah

200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB selama 14 hari kemudian

pada hari ke-23 dilakukan euthanasi dengan dislokasi leher dan dilakukan

nekropsi.

Kelompok 1, 2, 3, 4 dan 5 setelah dilakukan euthanasi, langsung

dilakukan pengambilan darah melalui intrakardia menggunakan spuit 3 ml

kemudian ditampung pada tabung venoject lalu dilakukan pemisahan bagian

darah dibantu dengan alat sentrifus yang nantinya akan diambil bagian

serum untuk pengujian kadar BUN dan kreatinin. Tikus kemudian

dilakukan nekropsi untuk diambil organ ginjal yang kemudian dimasukkan


29

ke dalam larutan formaldehid 10% untuk pembuatan preparat histopatologi

ginjal.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Variabel bebas : Dosis terapi ekstrak kapulaga hijau, induksi CCl4

Variabel terikat : Kadar BUN, kreatinin, dan histopatologi ginjal

Variabel kontrol : Tikus Wistar (jenis kelamin, umur, berat badan), pakan,

air minum, dan kondisi pemeliharaan.

Sampel penelitian menggunakan tikus sebagai hewan percobaan.

Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Rattus norvegicus

strain Wistar berjenis kelamin jantan dengan umur antara 10-12 minggu,

berat badan 130-180 gram. Estimasi besaran sampel yang digunakan dapat

dihitung berdasarkan rumus (Kusriningrum, 2008) :

P ( n – 1 ) ≥ 15 Keterangan :
5 ( n – 1 ) ≥ 15 P : Jumlah kelompok
5 n – 5 ≥ 15 n : Jumlah ulangan
5 n ≥ 20
n≥4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok

perlakuan diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 4 kali dalam setiap

kelompok sehingga dibutuhkan 20 ekor hewan coba. Tikus dikandangkan

dalam kandang dengan ukuran 17,5 x 23,75 x 17,5 cm berbahan plastik

dengan tutup dari rangka kawat serta lantai kandang yang mudah

dibersihkan dan disanitasi. Tikus diberikan pakan komersial AD II dengan

rata-rata konsumsi pakan tikus per hari adalah 5 g/100 g BB/hari dan
30

diberikan minum ad libitum. Kandang tikus ditempatkan di lokasi bebas

kebisingan dan polutan lainnya. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah

22-24°C dan kelembaban udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.

4.4.2 Pembuatan Ekstrak Kapulaga Hijau (Elettaria cardamomum)

Pembuatan larutan ekstrak kapulaga hijau (Elettaria cardamomum)

dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut methanol 70%

dengan tujuan zat aktif 1,8-cineol oil dan α-terpineol yang terkandung

dalam kapulaga hijau dapat larut ke dalam hasil ekstraksi. Metode

pembuatan ekstrak kapulaga hijau dapat dilihat di lampiran 5.

Berikut adalah proses pembuatan ekstrak kapulaga hijau (Elettaria

cardamomum) :

1. Proses Ekstraksi

Buah kapulaha hijau (Elettaria cardamomum) yang sudah kering

disortir dan dibersihkan dari kotoran yang menempel. Kapulaga hijau

selanjutnya dihaluskan menggunakan blender, kemudian ditimbang

dengan timbangan analitik sebanyak 500 gram. Setelah penimbangan

bubuk kapulaga hijau 500 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ukuran 1 liter dan direndam dengan larutan methanol 70% hingga volume

900 ml pada suhu ruang (23-25°C) dan dikocok selama 3 hari

menggunakan alat pengocok. Setelah 3 hari, larutan tersebut difiltrasi

menggunakan kain muslin dan kertas saring. Prosedur penyaringan

dilakukan dua kali berturut-turut (Bhatti et al, 2010; Chacko et al, 2012).
31

2. Proses Evaporasi

Lapisan atas campuran metanol 70% yang merupakan zat aktif

diambil dan dimasukkan ke dalam labu evaporasi pada evaporator. Water

bath diisi dengan air hingga penuh dan semua rangkaian alat dipasang

termasuk rotary evaporator dengan tekanan -760 mmHg, pemanas water

bath (diatur hingga 90°C) dan disambungkan dengan sumber listrik.

Larutan methanol dibiarkan memisah dengan zat aktif yang sudah ada

dalam labu dan ditunggu hingga aliran metanol berhenti menetes pada

labu penampung (±1,5-2 jam), kemudian hasil ekstraksi dimasukkan ke

dalam botol dan disimpan di dalam refrigerator (-4°C) (Bhatti et al, 2010;

Chacko et al, 2012)

4.4.3 Persiapan Hewan Model Acute Kidney Injury (AKI)

Hewan model acute kidney injury (AKI) yang digunakan adalah tikus

putih (Rattus novergicus) strain wistar, umur 130-180 gram, dan umur 10

minggu. Hewan model diaklimatisasi selama tujuh hari sebelum perlakuan

(Panjaitan dkk., 2007). Tikus (Rattus novergicus) dibuat mengalami AKI

dengan cara diinduksi CCl4 50% volume 0,38 ml terlarut dalam olive oil

(Saba et al., 2010) melalui intraperioneal dan diberikan satu kali selama

penelitian.

4.4.4 Perlakuan Terapi Ekstrak Kapulaga Hijau (Elettaria cardamomum)

Penentuan dosis ekstrak kapulaga hijau (Elettaria cardamomum)

berdasarkan modifikasi penelitian Chacko et al., (2012), yaitu dosis


32

sebanyak 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB. Perhitungan

dosis dan data kebutuhan dosis ekstrak kapulaga hijau dapat dilihat di

lampiran 5.

4.4.5 Pengambilan Serum Tikus


Pengambilan sampel darah tikus dilakukan sebelum euthanasi. Pada

kelompok 1 dilakukan pengambilan sampel darah melalui intrakardia pada

hari ke-8. Pada kelompok 2 dilakukan pengambilan sampel darah pada hari

ke-9, sedangkan pada kelompok 3, 4, dan 5 dilakukan pada hari ke-23.

Sampel darah yang terkoleksi dimasukkan ke dalam venoject tanpa

EDTA. Sampel darah kemudian disentrifus pada 3000 rpm selama 10-15

menit untuk mendapatkan serum, selanjutnya serum dipisah ke dalam

tabung ependorf. Serum digunakan untuk uji kadar BUN (blood urea

nitrogen) dan kreatinin (Adewale et al., 2014). BUN serum stabil selama 7

hari pada suhu 2-8°C tanpa terpapar cahaya, sedangkan kreatinin serum

stabil selama 24 jam dengan kondisi yang sama (Biosystems, 2014).

4.4.6 Pengambilan Organ Ginjal Tikus

Pengambilan organ ginjal dilakukan setelah euthanasi dengan cara

dislokasi leher dan nekropsi. Nekropsi dilakukan pada rongga abdomen

dengan posisi tikus rebah dorsal di atas papan nekropsi. Organ ginjal yang

telah diambil selanjutnya dimasukkan ke dalam formaldehid 10% untuk

pembuatan preparat histopatologi (Wati dkk., 2013). Metode pembuatan

preparat histopatologi organ ginjal terdapat pada lampiran 6.


33

4.4.7 Pengukuran Parameter


4.4.7.1 Pengukuran Kadar BUN Serum
a. Reagen BUN (Blood Urea Nitrogen)
Terdapat reagen A1. berisi sodium salicylate 62 mmol/L, sodium

nitroprusida 3,4 mmol/L dan phosphate buffer 20 mmol/L pH 6,9.

Reagen A2. berisi urease > 500 U/mL. Reagen B. berisi sodium

hipoklorit 7 mmol/L dan sodium hidroksida 150 mmol/L. Standar urea

berisi urea 50 mg/dL (8,3 mmol/L dan BUN 23,3 mg/dL) serta standar

akuades primer. Reagen B dan reagen S merupakan reagen yang siap

pakai (Biosystem, 2014).

Reagen A dibuat dengan mencampurkan 1 vial reagen A2 ke dalam

1 botol reagen A1. Pada volume lainnya dapat disiapkan reagen dengan

proporsi pencampuran 1 mL reagen A2 + 24 mL reagen A1. Campuran

reagen ini stabil selama 2 bulan pada suhu 2-8°C (Biosystems, 2014).

Adapun komposisi reagen untuk mengukur kadar dijelaskan pada

lampiran 8.

b. Prosedur Pengukuran
Tabel 4.2 Komposisi masing-masing tabung berlabel uji kadar BUN
serum (Biosystems, 2014)
Blank Standar Sampel
Urea standar (S) - 10 µL -
Sampel - - 10 µL
Reagen A 1 mL 1mL 1 mL

Dilakukan pipeting masing-masing campuran seperti tabel 4.1 ke

dalam tabung yang telah berlabel, kemudian dicampurkan dan

dihomogenkan, diinkubasi pada suhu 16-25°C selama 10 menit atau pada


34

suhu 37°C selama 5 menit. Dicampurkan reagen B1 mL pada masing-

masing tabung berlabel tersebut, kemudian dicampurkan dan

dihomogenkan, diinkubasi pada suhu 16-25°C selama 10 menit atau pada

suhu 37°C selama 5 menit. Baca absorbansi label standar dan sampel

pada 600 nm dengan label Blank (warna campuran stabil hingga 2 jam)

(Biosystems, 2014).

Setelah prosedur pengukuran absorbansi, konsentrasi urea pada

sampel dikalkulasikan menggunakan rumus (Biosystems, 2014) :

Asampel
× CStandar x sample dilution factor = CSampel
Astandar

Standar Urea dapat disediakan menggunakan kalibrasi sebagai berikut :

Apabila Standar Urea yang tersedia telah digunakan untuk kalibrasi

maka dapat menggunakan rumus berikut :


Serum
Asampel x 50 = mg/dL urea
x 23,3 = mg/dL BUN
Astandar x 8,3 = mg/dL urea

4.4.7.2 Pengukuran Kadar Kreatinin Serum


a. Reagen Kreatinin

Terdapat reagen A yang berisi sodium hydroxide 0,4 mol/L dan

detergen. Reagen B berisi picric acid 25 mmol/L dan Standart Kreatinin

berisi 2 mg/dL (177µmol/L ) (Biosystem, 2014).

Working reagent dapat dibuat dengan mencampurkan reagen A dan

reagen B dengan volume yang sebanding, kemudian stabil pada suhu 2-

8°C selama 1 bulan(Biosystem, 2014). Adapun komposisi reagen untuk

mengukur kadar kreatinin dijelaskan pada lampiran 7.2.


35

b. Prosedur Pengukuran
Tabel 4.3 Komposisi masing-masing tabung berlabel uji kadar kreatinin
serum (Biosystems, 2014)
Working Reagent 1 mL
Standar atau Sampel 0,1 mL

Dilakukan pipeting seperti tabel 4.1 ke dalam cuvet berlabel,

kemudian dibawa working reagent dan photometer pada suhu 37°C.

Dicampur working reagent dengan Standar atau Sampel ke dalam cuvet,

kemudian cuvet tersebut dimasukkan ke dalam photometer, lalu dimulai

penghitungan waktu menggunakan stopwatch. Dicatat absorbansinya

pada 500 nm setelah 30 detik (A1) dan setelah 90 detik (A2) (Biosystems,

2014).

Setelah prosedur pengukuran absorbansi, konsentrasi kreatinin

pada sampel dikalkulasikan menggunakan rumus (Biosystems, 2014) :

(A2-A1) Sampel
× CStandar × Sample dilution factor - Corrective Factor4,5,6 = C
(A2-A1) Standar
Sampel

Apabila Standar Kreatinin yang tersedia telah digunakan untuk

kalibrasi maka dapat menggunakan rumus berikut :

Serum dan plasma


Jaffe non Compansated Jaffe Compansated
(A2-A1) Sampel x 2] = mg/dL x 2] - 0,37 = mg/dL
(A2-A1) Standar x 177] = mg/dL x 177] -33 = mg/dL

4.4.7.3 Pembuatan Preparat Histopatologi Ginjal

a. Pembuatan Preparat Histopatologi Ginjal

Tahap pembuatan preparat histopatologi dimulai dengan fiksasi

ginjal yaitu derendam dalam formaldehid 10% selama 24 jam, kemudian


36

dipotong (trimming) berukuran 2 × 1 × 0,5 cm agar dapat dimasukkan ke

dalam kotak untuk diproses dalam tissue processor. Tahap selanjutnya,

ginjal dimasukkan ke dalam etanol 70%, etanol 80%, etanol 90%, etanol

95%, xylol I dan II masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya

dimasukkan ke dalam parafin cair bersuhu 56°C selama 2 jam. Jaringan

kemudian diambil dengan pinset dan diblok menggunakan parafin blok

yang berukuran sesuai dengan ukuran blok microtome. Pemotongan

(cutting) dilakukan dengan menggunakan microtome dengan ketebalan

4-5 µm. jaringan yang terpotong direndam pada water bath bersuhu

40°C, kemudian diambil dengan object glass. Selanjutnya dikeringkan

dalam suhu kamar 26-27°C dan preparat siap diwarnai dengan

pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) (Wati, dkk., 2013). Adapun tahapan

pembuatan preparat histopatologi dijelaskan pada lampiran 6.1.

b. Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) Preparat Histopatologi Ginjal

Tahapan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) dimulai dengan

tahapan deparafinasi, preparat dimasukkan dalam xylol bertingkat I-III

masing-masing selama lima menit. Berikutnya dilakukan tahapan

rehidrasi preparat dimasukkan dalam etanol dimulai dari etanol absolut

I-III, etanol 95, 90, 80, dan 70% masing-masing selama lima menit.

Preparat selanjutnya direndam dalam aquades selama lima menit,

kemudia dilakukan tahapan pewarnaan, preparat dimasukkan ke dalam

pewarna hematoxylin selama kurang lebih 10 menit. Preparat kemudian

dicuci dengan air mengalir selama 30 menit, dibilas dengan aquades dan
37

dimasukkan dalam pewarnaan eosin selama 5 menit. Preparat selanjutnya

dilakukan tahapan dehidrasi dengan dimasukkan ke dalam etanol

bertingkat dari 80, 90, dan 95% hingga etanol absolut i-III. Preparat lalu

dilakukan clearing yaitu dimasukkan pada xylol I-III dan dikeringkan.

Preparat kemudian dilakukan mounting dengan entellan (Wati, dkk.,

2013). Adapun pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) dijelaskan pada

lampiran 6.2.

c. Pengamatan Histopatologi Ginjal

Pengamatan histopatologi ginjal dilakukan dengan menggunakan

mikroskop cahaya Olympus BX 51 dengan perbesaran 40x, 100x, dan

400x. Pengambilan gambar histopatologi ginjal menggunakan kamera

Olympus XC 10 dan ditampilkan di monitor menggunakan program

olympus viewer for imaging application (OlyVIA). Pengamatan

histopatologi ginjal berupa adanya vakuolasi dan nekrosis sel-sel tubulus

proksimal,

4.5 Analisis Data

Data kadar BUN dan kreatinin serum dilakukan analisis dengan program

Statistical Product of Service Solution (SPSS) 22.0 version dengan

menggunakan uji sidik ragam one way ANOVA (analysis of variance) dan

dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey dengan α = 5%. Pada

histopatologi ginjal dilakukan pengamatan dan analisis secara deskriptif.

Anda mungkin juga menyukai