Anda di halaman 1dari 72

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH PADA PONDASI TIANG

BOR PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PARKIR


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA NGANJUK

Alang Candra Marsudianto


(17506010011036)
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Kota nganjuk adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, dengan
penduduk kurang lebih 1,046 juta Jiwa. Dengan banyaknya penduduk, tentu kebutuhan
masyarakat juga makin beragam. Dan dari banyaknya kebutuhan ada salah satu kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat nganjuk. Yaitu kebutuhan akan kesehatan.
Untuk menunjang kesehatan masyarakat, tentu diperlukan fasilitas kesehatan yang
memadai. Dan diantara banyaknya fasilitas kesehatan yang ada di kota Nganjuk Rumah Sakit
juga memiliki peran penting dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat nganjuk, salah
satunya adalah Rumah Sakit Bhayangkara. Rumah Sakit Bhayangkara Nganjuk beralamat di
Jl. Abdurahman Saleh VI No.56, Kauman, Kec. Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Rumah sakit ini didirikan sejak tahun 1970, dan pada tahun 2020 dilaksanakan proyek
pembangunan gedung parkir di rumah sakit ini. Gedung parkir ini terdiri dari 6 lantai sehingga
diperlukan pondasi yang kuat untuk menopang gedung tersebut agar kokoh dan aman
ditempati.
Pondasi adalah suatu bagian paling dasar dari konstruksi sebuah bangunan. Pondasi
adalah struktur yang berfungsi menerima dan meneruskan beban dari struktur atas bangunan
ke lapisan tanah di bawahnya tanpa tanah mengalami keruntuhan geser maupun penurunan
yang berlebihan (Suroso, 2007).berdasarkan pernyataan sebelumnya, peran pondasi sangat
penting dalam menjaga suatu bangunan agar tetap kokoh. Sebelum menentukan jenis pondasi
yang akan digunakan, Penting sekali melakukan penyelidikan tanah agar pondasi yang akan
dibangun cocok dengan keadaan tanah sekitarnya. Penyelidikan tanah yang dilakukan pada
proyek pembangunan Rumah Sakit Bhayangkara Nganjuk meliputi tes sondir,dan tes boring.
Berdasarkan test boring yang dilaksanakan titik BH-2 pada proyek pembangunan
Rumah Sakit Bhayangkara Tk.III Nganjuk, dengan kedalaman akhir 30 meter. didapat hasil
SPT yang cukup beragam pada rentang lunak hingga kaku. selain itu dapat diketahui juga jenis
tanah yang didapat berupa pasir, lanau, lempung kelanauan, hingga cadas. Sehingga pondasi
yang digunakan dalam proyek tersebut adalah pondasi tiang pancang dengan diameter 60 cm
dan diletakan hingga kedalaman 28 meter dibawah tanah. Dalam pemasangan tiang pancang
tersebut digunakan metode hydraulic. Metode ini dilakukan dengan memasang tiang pancang
pada mesin hydraulic ram secara pararel, kemudian tiang tersebut ditekan kedalam tanah
hingga kedalaman yang diinginkan. Dalam pemasangan dengan metode hidrolis ini, terdapat
beberapa kekurangan. Antara lain mesin hydraulic yang cukup berat sehingga kurang tepat
digunakan dengan tanah yang memiliki daya dukung rendah, serta jika tiang mengenai batuan
atau lapisan tanah yang keras akan menyebabkan kesalahan pada saat proses pemancangan.
Berdasarkan pemaparan diatas, diperlukan perbandingan lain dari pondasi yang telah
dipakai pada proyek ini, yaitu pondasi tiang pancang. Sebagai perbandingan digunakan pondasi
tiang bor (bored pile). Pondasi tiang bor dilaksanan dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, kemudian lubang tersebut diisi dengan tulangan dan dilaksanakan pengecoran beton.
Pondasi ini cocok digunakan pada proyek pembangunan gedung parkir rumah sakit
Bhayangkara, dengan kondisi tanah yang cukup baik. Selain itu dengan pondasi jenis ini,tidak
ada resiko kenaikan muka tanah, dan kedalaman pondasi dapat divariasikan.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana perbandingan hasil analisis perhitungan daya dukung dan penurunan
antara pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor pada proyek pembangunan
gedung parkir Rumah Sakit Bhayangkata Tk. III Nganjuk ?

1.3 Batasan Masalah


Agar penelitian ini terarah dan dapat memberikan hasil yang diinginkan, maka
ditentukan batasan – batasan masalah sebgaia berikut :
1. Analisis perhitungan daya dukung pondasi hanya menggunakan data uji
penetrasi standart (SPT)

2. Data survey penyelidikan tanah didapat dan data perencanaan tiang pancang
didapatkan dari konsultan perencana yang bertanggung jawab pada proyek
pembangunan gedung Rumah sakit Bhayangkara Tk. III Nganjuk.

3. Hasil perhitungan hanya perencanaan pondasi tiang bor hanya akan


dibandingkan dengan titik yang terdapat pada uji penetrasi standart (SPT) pada
perencanaan pondasi tiang pancang.

4. Data pembebanan pada struktur atas, didapat dari konsultan pelaksana yang
bertanggung jawab pada proyek pembangunan gedung Rumah sakit
Bhayangkara Tk. III Nganjuk.

5. Biaya kontruksi pondasi tiang bor dan pondasi tiang pancang meliputi biaya alat,
biaya material, serta biaya pekerja yang diperlukan selama proses konstruksi
berlangsung.

1.4 Tujuan penelitian


Tujuan diadakanya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui perbandingan hasil analisis perhitungan daya dukung dan
penurunan antara pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor pada proyek
pembangunan gedung parkir Rumah Sakit Bhayangkata Tk. III Nganjuk

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut :
a. Dapat menjadi referensi atau perbandingan dalam pembangunan pondasi tiang bor

b. Dapat menjadi alternatif perencanan pondasi bor pada proyek pembangunan


pondasi tiang bor di tempat lain dengan kondisi tanah yang kurang lebih seupa
dengan kondisi tanah di situs pembangunan Rumah Sakit Bhayangkara Tk. III
Nganjuk
Bab II
Tinjauan pustaka

2.1 Penyelidikan Tanah


2.1.1 Pemilihan pondasi
Dalam merencanakan suatu pondasi, perlu adanya peninjauan lapangan guna
mengetahui apakah pondasi tersebut cocok dan dapat dikerjakan pada tanah tersebut. Sehingga
terdapat beberapa pertimbangan yang digunakan dalam menentukan jenis pondasi, antara lain
:
1. Kedalaman tanah keras yang menumpu pondasi tersebut. Kedalaman tanah menjadi
faktor pertama yang dipertimbangkan dalam menentukan jenis pondasi yang akan
digunakan.

2. Batasan-batasan yang diakibatkan struktur yang ada diatasnya (supperstructure).


Adapun hal – hal yang menjadi pertimbangan penentuan suatu pondasi berdasarkan
struktur yang berada diatas pondasi tersebut antara lain, bentuk bangunan,
penyebaran beban bangunan,serta beban bangunan yang akan ditumpu oleh suatu
pondasi. Hal ini penting agar tidak terjadi penurunan signifikan yang melebihi batas
aman yang diizinkan.

3. Batasan-batasan akibat lingkungan sekitar. Selain memperhatikan kedalaman


tanah, topografi sekitar situs pembangunan juga perlu diperhatikan. Apakah dekat
dengan tebing, apakah situs tersebut berada pada tanah yang miring,dsb. Faktor
faktor diatas dapat mempengaruhi apakah metode konstruksi yang direncanakan
dapat disetujui atau tidak. Sehingga lingkungan sekitar situs proyek menjadi salah
satu hal yang perlu dipertimbangkan.

4. Waktu dan biaya pekerjaan. Waktu dan biaya juga merupakan faktor yang cukup
penting dan patut dipertimbangkan. Tentukan jenis pondasi yang paling ekonomis
dan tidak menghabiskan banyak waktu dalam proses pengerjaanya. Sehingga tidak
mengganggu jenis pekerjaan lain. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1990).

2.1.2 Pondasi Bor


Pondasi tiang bor merupakan salah satu pondasi dalam. Pondasi ini terbuat dari beton yang
dicor ditempat pembangunan. Pondasi ini dikerjakan dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu kemudian campuran beton dimasukan kedalam lubang yang telah dibuat tadi.
Dalam pengerjaan pondasi ini ada 3 metode yang dapat dilaksanakan. Metode – metode
tersebut antara lain.
1. Metode kering
Pengerjaan dengan metode ini dilaksanakan dengan mengebor tanah terlebih
dahulu. Setelah itu lubang diisi sebagian dengan beton, kemudian tulangan dipasang
dan beton diisi kembali. Dalam pemasangan tulangan, besi tulangan tidak boleh
mencapai dasar galian dikarenakan diperlukan pelindung beton minimum.
gambar 2-1 proses pelaksanaan pondasi tiang bor dengan metode kering (sumber : analisis dan desain pondasi jilid 2, 1997)

2. Metode acuan
Untuk metode ini dikerjakan dengan bantuan acuan dalam proses pengeboran dan
penuangan adonan beton. Metode ini digunakan jika tanah pada lokasi proyek
berpotensi terjadi lekukan atau deforasi lateral terhadapat rongga sumur. dalam
pemasangan acuan/casing, lubang sumur dimasukan adonan spesi enncer (slurry) yang
bertujuan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan/casing dimasukan adonan
spesi kemudian dipompa keluar dan tanah digali hingga kedalaman yang diinginkan.

gambar 2-2 proses pelaksanaan pondasi tiang bor dengan metode acuan (sumber : analisis dan desain pondasi jilid 2,
1997)

dalam metode ini, acuan dapat ditinggalkan didalam atau dikeluarkan dengan beberapa
catatan :
- Beton dalam acuan tetap dalam keadaan encer
- Kepala beton harus lebih besar dari kepala adonan, hal ini bertujuan agar
saat acuan dikeluarkan, beton akan menggantikan adonan, bukan
sebaliknya.

3. Metode adonan

Metode ini digunakan jika tidak ada lapisan penahan air (water seal) agar air tidak
memasuki lubang sumur, sehingga digunakan acuan/casing untuk menahan air agar
tidak memasuki rongga sumur. pada metode ini kepala adonan (slurry head) digunakan
agar tekanan pada bagian dalam lebih besar dari GWT atau kecendereungan tanah
untuk berlekuk. Untuk adonan yang digunakan digunakan adonan batonit (batonit +
air), adonan batonot mampu membentuk lapisan penyaring (filter cake) yang akan
mengikat partikel – partikel kecil (dibawah 6mm) pada dinding sumur dalam suspensi.

Adapun hal – hal yang harus diperhatikan jika memakai metode adonan antara lain
- Adonan tidak boleh didiamkan terlalu lama, hal ini untuk mencegah
terbentuknya lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumur, hal
ini dikarenakan lapisan yang terlalu tebal akan sulit digeser oleh beton
selama pengisian sumur
- Adonan dan partikel – partikel besar yang dipompa keluar harus dipisahkan
dengan memakai adonan “conditioned” yang akan dikembalikan kembali
kedalam lubang sumur.
- Dalam menggali lubang sumur melalui adonan, penggalian harus dilakukan
dengan hati – hati agar saat penarikan kepingan besar, tidak menyebabkan
sebagian sumuran menjadi runtuh.

2.2 Penyelidikan Tanah

Tujuan dasar dalam penyelidikan tanah adalah untuk mendapat data yang diperlukan
untuk kepentingan desain dan pelaksanaan dari konstruksi, dan akan menjadi pertimbangan
dalam pemilihan jenis pondasi sehingga dapat dipilih pondasi yang tepat. selain itu
informasi yang tanah yang memadai juga dapat membantu dalam mengkaji faktor ekonomi
sehingga pondasi yang dibangun menjadi hemat dan untuk membantu memperkirakan
pendanaan proyek.

Pada umumnya pengujian – pengujian yang dilakukan pada penyelidikan tanah yang
dilakukan antara lain uji SPT dan CPT

2.2.1 Uji Penetrasi Standart SPT

Uji SPT (Standart Penetration Test) adalah pengujian tanah yang bertujuan untuk
mengetahui memperoleh parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah di lapangan. dari
perlawanan tersebut akan diperoleh tanah terganggu (disturbed) akibat proses penumbukan
tanah yang dilakukan saat melakukan pengujia SPT. Dari uji SPT akan diperoleh nilai sudut
geser tanah (ϕ),serta nilai relative density yang diperoleh dari jumlah pukulan (N). dari jumlah
pukulan tersebut maka akan diketahui ketebalan masing-masing jenis tanah. Adapun hubungan
kepadatan relatif, sudut geser tanah, dan nilai N-SPT pada tanah pasir dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1
Hubungan Antara Kepadatan, Relative Density, Nilai N-SPT, Tekanan Konus, dan Sudut
Geser Pada Tanah Granular

Tekanan Sudut
Relative
kepadatan Nilai N-SPT Konus qc geser
density
(kg/cm2) (ϕ)

Loose (sangat lepas) < 0,2 <4 < 20 <30

Loose (Lepas) 0,2 – 0,4 4 – 10 20-40 30 – 35

Medium Dense(Agak Kompak) 0,4 – 0,6 10 – 30 40 – 120 35 – 40

Dense (kompak) 0,6 – 0,8 30 – 50 120 – 200 40 – 45

Very Dense (Sangat Kompak) 0,8 – 1,0 >50 >200 >45


sumber: Meyerhof, 1965

Nilai N-SPT juga dapat dikorelasikan dengan tanah lempung yang diistilahkan dengan
kuat tekan bebas atau unconfined compresive strength (qu). nilai N-SPT juga dapat digunakan
untuk menentukan konsistensi tanah lempung seperti pada tabel 2.2

Tabel 2.2
Korelasi Empiris Antara N-SPT, Unconfined Compressive Strength, dan Berat Jenis Tanah
Jenuh Pada Tanah Kohesif

unconfined
γ sat
compresive
Konsistensi Tanah Nilai N-SPT
strength qu (kN/m3)
(kg/cm2)

Very soft <2 < 0,25 16 – 19

Soft 2–4 0,25 – 0,5 16 – 19

Medium Stiff 4–8 0,5 – 1 17 – 20

Stiff 8 – 15 1–2 19 – 22

Very stiff 15 – 30 2–4 19 – 22


Hard >30 >4 19 – 22
Sumber: Bageman, 1965

Sebelum melaksanakan uji SPT, dilakukan persiapan pengujian terlebih dahulu.


Adapun tahapan persiapan pengujian nya sebagai berikut :

1. Mempersiapkan alat – alat yang akan digunakan seperti batang bor, mesin pengeboran,
split spoon sampler, penumbuk (hammer), dan lain-lain.
2. Meletakan blok penahan (knocking block) diatas batang bor sebagai tempat menahan
penumbuk (hammer)
3. Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan.
4. Bersihkan lubang bor dari bekas - bekas pengeboran pada kedalaman yang akan diuji
5. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan
dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan
6. Melakukan pengeboran hingga kedalaman yang ingin ditinjau, setelah mencapai
kedalaman yang diinginkan bersihkan lubang bor dari kotoran hasil pengeboran,
kemudian pasang tabung berdiameter 35 mm sedalam 305 mm pada ujung bawah
lubang bor.
7. Memberikan tanda sepanjang 45 cm pada batang bor setiap 15 cm
(SNI 4153:2008)

Setelah melaksanakan proses persiapan, maka selanjutnya masuk ke tahap pengujian.


Tahapan pelaksanaan pengujian SPT adalah sebagai berikut :

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50
m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan;
2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya
(kira-kira 75 cm);
3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan
4. Ulangi langkah 2 dan langkah 3 berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm;
5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama;
6. Ulangi langkah 2, langkah 3, langkah 4 dan langkah 5 sampai pada penetrasi 15 cm
yang ke-dua dan ke-tiga;
7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:
8. 15 cm pertama dicatat N1;
9. 15 cm ke-dua dicatat N2;
10. 15 cm ke-tiga dicatat N3;
11. Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena
masih kotor bekas pengeboran;
12. Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian
sampai minimum 6 meter;
13. Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.
(SNI 4153:2008)

gambar 2-3 skema uji penetrasi standart (sumber : SNI 4153:2008)

2.2.2 Uji Penetrasi Kerucut Statis (CPT)

Uji penetrasi kerucut statis (CPT) atau yang lebih dikenal sebagai uji sondir
adalah pengujian tanah yang digunakan untuk mengetahui dan mengkalsifikasikan
material serta lapisan – lapisan yang terkandung dalam profil tanah, sehingga diketahui
daya dukung tanah yang diuji. Selain itu uji sondir juga digunakan untuk mengetahui
letak tanah keras pada suatu kawasan. Pada pengujian sondir, lubang bor tidak perlu
dibuat terlebih dahulu. Pengujian ini menggunakan kerucut konus yang memiliki sudut
60° dengan luas penampang 10cm2. Keurucut ini didesakan kedalam tanah dengan
kecepatan konstan 20 mm/detik, dari proses pendesakan akan didapat data nilai
perlawanan penetrasi konus. Data ini digunakan untuk mengukur nilai perlawanan
konus (qc), dan tahanan geser (fc).
Dalam pelaksanaan pengujian tes sondir, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan.
Tahapan – tahapan tersebut antara lain tahap persiapan pengujian dan tapah pengujian.

➢ Tahap persiapan pengujian

1. Siapkan lubang untuk penusukan konus pertama kalinya, biasanya digali dengan linggis
sedalam sekitar 5 cm
2. Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat sesuai dengan
letak rangka pembeban
3. Setel rangka pembeban, sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal
4. Pasang manometer 0 MPa s.d 2 MPa dan manometer 0 MPa s.d 5 MPa untuk
penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 MPa s.d 5 MPa dan manometer
0 MPa s.d 25 MPa untuk penyondiran tanah keras
5. Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston,
dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem
Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya
6. Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar baut
pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat pada permukaan
tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian, tambahkan beban mati di atas
balok-balok penjepit
7. Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala pipa dorong
dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar sekitar 8 cm di atas kepala
pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan besi
berdiameter sama dengan batang dalam.
(SNI 2827:2008)

➢ Tahapan pengujian
1. Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan
yang tepat;
2. Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik
hanya akan menekan pipa dorong;
3. Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak
turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval
pengujian;
4. Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci
pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam saja (kedudukan
1,lihat Gambar 2-5);
5. Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara
10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa dorong tidak boleh ikut
turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.
(SNI 2827:2008)
Ulangi langkah pengujian diatas hingga didapat nilai penetrasi konus yang
mencapai batas maksimal (sesuai kapasitas alat) atau hingga mencapai kedalaman
maksimum 20 m s.d 40 m, atau sesuai kebutuhan.
gambar 2-4 sistem gaya saat pengujian sondir (sumber: SNI 2827:2008)
2.3 Teori Daya Dukung

Dalam perencanaan pondasi, daya dukung tanah adalah aspek yang harus diperhatikan.
Untuk mengetahui daya dukun tanah, perlu dilakukan analisis daya dukung. Analisis daya
dukung menurut Hardiyatmo (1996) menyatakan, analisis daya dukung mempelajari
kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi struktur yang ada diatasnya. Daya
dukung sendiri menyatakan kuat geser tanah untuk menahan penurunan akibat beban
struktur diatasnya. Dalam hal ini tahanan geser yang dimaksud adalah tahanan geser yang
dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang bidang – bidang gesernya. Selain itu dalam
merencakanan pondasi, keruntuhan geser dan penurunan tanah yang berlebihan juga turut
dipertimbangkan.

Menurut Hardiyatmo (1996), ada bebrapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
merancang suatu pondasi :

1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus


dipenuhi. dalam hitungan daya dukung, umumnya digunakan faktor aman 3.
2. Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.
Khusus-nya penurunan yang tak seragam (differential settlement) harus tidak
mengakibatkan kerusakan pada struktur.

Agar stabilias pondasi dapat bertahan untuk waktu yang lama. Peletakan dasar pondasi
harus diperhatikan, hal ini berguna untuk mengurangi resiko erosi permukaan, gerusan,
kembang susut tanah, dan gangguan tanah disekitar pondasi lain.

2.4 Tahanan ujung


a. Metode Mayerhof
Pasir

Tahanan ujung dari tiang didalam pasir, umumnya meningkat seiring dengan
kedalaman dari penanaman tiang pada lapisan tanah. Tekanan tersebut akan mencapai
nilai maksimum pada rasio Lb/D = (Lb/D)cr. Dalam tanah homogen, nilai Lb sama dengan
panjang aktual dari penyematan tiang kedalam tanah(Lb=L). Namun pada saat tiang
menembus kedalam lapisan pendukung, maka nilai Lb akan lebih kecil dari panjang
aktual penyematan tiang kedalam tanah (Lb < L) Gambar 2-6 menunjukan bahwa nilai qp
akan tetap konstan saat melewati rasio (Lb/D)cr, gambar 2-6 merupakan contoh untuk
tanah homogen.

gambar 2-5 variasi dari titik tahanan unit pada tanah homogen, (sumber : DAS 2007)

Qp = Ap qp = Ap q՛ N*q (2.1)

Nilai Qp tidak dapat melebihi dari nilai Ap q1, sehingga

Qp = Ap q՛ N*q ≤ Ap q1 (2.2)

Dengan

q1 = 0,5 pa N*q tan ϕ՛ (2.3)

Keterangan

Ap = area ujung tiang

qp = titik tahanan unit

N*q = faktor daya dukung

q1 = batas titik tahanan

pa = tekanan atmosfir (=100 kN/m2)

ϕ՛ = sudut geser efektif tanah pada lapisan pendukung


gambar 2-6 grafik hubungan antara N*q dengan φ՛ (sumber : Meyerhof, G.G 1976)

Tabel 2.3
Nilai interpolasi N*q berdasarkan teori Meyerhof
sudut geser
N*q
tanah φ
20 12,4
21 13,8
22 15,5
23 17,9
24 21,4
25 26,0
26 29,5
27 34,0
28 39,7
29 46,5
30 56,7
31 68,2
32 81,0
33 96,0
34 115,0
35 143,0
36 168,0
37 194,0
38 231,0
39 276,0
40 346,0
41 420,0
42 525,0
43 650,0
44 780,0
45 930,0
Sumber : DAS, 2007

Lempung (ϕ = 0)

Untuk tiang yang berada pada tanah lempung tersaturasi dan dalam kondisi undraied
(ϕ = 0), beban ultimitnya dapat dihitung dengan
Qp ≈ N*c cu Ap = 9cu Ap (2.4)
Keterangan :
cu = undrained coheision dari tanah dibawah ujung tiang

b. Metode Vesic
Pasir
untuk menghitung kapasitas daya dukung tiang, vesic (1977) mengusulkan metode
yang berdasarkan dari teori expansion of cavities. Dari teori ini, basis dari parameter
tekanan efektif dapat ditulis
Qp = Ap qp = Ap σo՛ N*σ (2.5)
Keterangan :
σo՛ = tekanan efektif tanah normal rata-rata pada tingkat titik tiang
1+2𝐾0
=( ) 𝑞՛
3

K0 = koefisien tekanan tanah saat diam = 1 – sin ϕ՛


N*σ = faktor daya dukung

3𝑁∗𝑞
N*σ = (1+2𝐾 (2.6)
0)

Nilai N*σ berdasarkan teori Vesic

N*σ = f (Irr) (2.7)

Dimana Irr adalah indeks pengurangan kekakuan tanah


𝐼
Irr = 1+𝐼𝑟 (2.8)
𝑟∆

Keterangan :
𝐸𝑠 𝐺 𝑠
Ir = indeks kepadatan = 2(1+𝜇 = 𝑞՛ 𝑡𝑎𝑛
𝑠 )𝑞՛ 𝑡𝑎𝑛 𝜙՛ 𝜙՛

Es = modulus elastisitas tanah


μs = Poisson’s ratio tanah
Gs = modulus geser tanah

Baldi (1981) memberikan persamaan Ir berdasarkan hasil dari uji CPT di lapangan
300
Ir = 𝐹 (%) (untuk CPT mekanik) (2.9a)
𝑟

170
Ir = 𝐹 (%) (untuk CPT elektrik) (2.9b)
𝑟

Lempung (ϕ = 0)
Pada lempung dalam kondisi saturated (ϕ = 0), kapasitas daya dukung tiang dapat
dihitung dengan

Qp = Ap qp = Ap cu N*c (2.10)

Keterangan
cu = undrained cohesion

Berdasarkan teori expansion of cavities dari vesic, maka kita dapat nilai N*c dengan
4 𝜋
N*c = 3 (𝑙𝑛 𝐼𝑟𝑟 + 1) + 2 + 1 (2.11)

Dari persamaan x untuk tanah lempung dengan kondisi saturated dan tanpa adanya
perubahan volume, kita dapatkan
Irr = Ir
Tabel 2.4
Faktor kapasitas daya dukung N*σ berdasarkan teori Expansion of Cavities
Irr
ϕ՛
10 20 40 60 80 100 200 300 400 500
25 12,12 15,95 20,98 24,64 27,61 30,16 39,70 46,61 52,24 57,06
26 13,18 17,47 23,15 27,30 30,69 33,60 44,53 52,21 59,02 64,62
27 14,33 19,12 25,52 30,21 34,06 37,37 49,88 59,05 66,56 73,04
28 15,57 20,91 28,10 33,40 37,75 41,51 55,77 66,29 74,93 82,40
29 16,90 22,85 30,90 36,87 41,79 46,05 62,27 74,30 84,21 92,80
30 18,24 24,95 33,95 40,66 46,21 51,02 69,43 83,14 94,48 104,33
31 19,88 27,22 37,27 44,79 51,03 56,46 77,31 92,90 105,84 117,11
32 21,55 29,68 40,88 49,30 56,30 62,41 85,96 103,66 118,39 131,24
33 23,34 32,34 44,80 54,20 62,05 68,92 95,46 115,51 132,24 146,87
34 25,28 35,21 49,00 59,54 68,33 76,02 105,90 128,55 147,51 164,12
35 27,36 38,32 53,67 65,36 75,17 83,78 117,33 142,89 164,33 183,16
36 29,60 41,68 58,68 71,69 82,62 92,24 129,87 158,65 182,85 204,14
37 32,02 45,31 64,13 78,57 90,75 101,48 143,61 175,95 203,23 27,26
38 34,63 49,24 70,03 86,05 99,60 111,56 158,65 194,94 225,62 252,71
39 37,44 53,50 76,45 94,20 109,24 122,54 175,11 215,78 250,23 280,71
40 40,47 58,10 83,40 103,05 119,74 134,52 193,13 238,62 277,26 311,50
41 43,74 63,07 90,96 112,68 131,18 147,59 212,84 263,67 306,94 345,34
42 47,27 68,46 99,16 123,16 143,64 161,83 234,40 291,13 339,52 382,53
43 51,08 74,30 108,08 134,56 157,21 177,36 257,99 321,22 375,28 423,39
44 55,20 80,62 117,76 146,97 172,00 194,31 283,80 354,20 414,51 468,28
45 59,66 87,48 128,28 160,48 188,12 212,79 312,03 390,35 457,57 517,58

Sumber : Vesic 1969


Tabel 2.5
Tabel hubungan antara Irr dan N*c untuk kondisi ϕ = 0
Irr N*c
10 6,97
20 7,90
40 8,82
60 9,36
80 9,75
100 10,04
200 10,97
300 11,51
400 11,89
500 12,19
Sumber : Vesic 1969

Untuk ϕ = 0, nilai Ir dapat dihitung dengan rumus


𝐸
Ir = 3𝑐𝑠 (2.12)
𝑢

O’neil dan Reese (1999) juga mengususulkan persamaan untuk memperkirakan hubungan
antara Ir dan kohesi undrained cu
𝑐
Ir = 347 (𝑝𝑢 ) − 33 ≤ 300 (2.13)
𝑎

Tabel 2.6
Tabel hubungan antara Ir dan kohesi undrained cu
𝑐𝑢
Ir
𝑝𝑎
0,24 50
0,48 150
≥ 0,96 250 - 300
Sumber : O’neil dan Reese (1999)

c. Metode Coyle dan Castello


Coyle dan Castello (1981) menganalisa 24 tes pembebanan berskala besar pada tiang
pancang. Hasilnya, mereka mengusulkan persamaan sebagai berikut
Qp = q՛ N*q Ap (2.14)
Keterangan :
q՛ = tekanan vertikal efektif pada ujung tiang
N*q = faktor daya dukung
gambar 2-7 grafik hubungan antara N*q dengan L/D (sumber : Coyle and Castello 1981)

2.5 Tahanan geser


a. Metode λ

Metode ini dikemukakan oleh Vijayvergiya and Focht (1972), yang berdasarkan oleh
asumsi bahwa perpindahan tanah akibat pengeboran tiang menghasilkan tekanan lateral
pasif pada tiap kedalaman. Untuk tahanan kulit rata-rata dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :

fav = λ (σ’o + 2cu) (2.15)

keterangan :

σ’o = tekanan vertikal efektif rata-rata


cu = kuat geser undrained rata-rata (ϕ = 0)

Tabel 2.3
Variasi nilai λ terhadap kedalaman tiang
(sumber DAS, 2007)
kedalaman
λ
tiang
0 0,500
5 0,336
10 0,245
15 0,200
20 0,173
25 0,150
30 0,136
35 0,132
40 0,127
50 0,118
60 0,113
70 0,110
80 0,110
90 0,110

Nilai λ berubah seiring makin dalam tiang ditanamkan kedalam tanah (tabel 2.3),
dengan demikian nilai tahanan gesek dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Qs = p L fav (2.16)

gambar 2-8 aplikasi metode λ pada tanah berlapis

b. Metode α

Pada metode α, nilai tahanan kulit pada tanah lempung dapat ditunjukan dengan
persamaan

f = αcu (2.17)
dimana :

0,45
𝜎҆𝑜
α =𝐶(𝑐 ) (2.18)
𝑢

keterangan :

σ҆o = tekanan vertikal efektif rata – rata

C ≈ 0,4 hingga 0,5 untuk tiang bor

C ≥ 0,5 untuk tiang pancang

Sehingga nilai tahanan samping dapat dihitung dengan

Qs = ∑f p ∆L = ∑ σ cu p ∆L (2.19)

c. Metode β

Disaat tiang didesakan kedalam lempung jenuh, tekanan air pori yang berada disekitar
tiang akan meningkat. Umumnya kelebihan tekanan dalam lempung tersaturasi akan
sebesar empat hingga enam kali cu. kelebihan takanan ini akan menghilang dalam waktu
satu bulan. Oleh karena itu, tahanan geser untuk tiang ditentukan berdasarkan parameter
tekanan efektif dari lempung dalam keadaan remolded (c՛ = 0)

f = β σ՛o (2.20)

keterangan :

σ՛o = tekanan efektif vertikal

β = K tan ϕ՛R

ϕ՛R = sudut geser drained dari lempung remolded

K = koefisien tekanan tanah

Dalam menentukan nilai koefisien tekanan tanah, dapat menggunakan rumus berikut

K = 1 − 𝑠𝑖𝑛𝜙՛𝑅 (untuk lempung terkonsolidasi normal) (2.21a)


K = (1 − 𝑠𝑖𝑛𝜙՛𝑅 )√𝑂𝐶𝑅 (untuk lempung overconsolidated) (2.21b)

Dimana : OCR = overconsolidation ratio

Qs = ∑f p ∆L (2.22)

2.6 Daya Dukung Pondasi Tiang Bor dari Pengujian Lapangan


2.4.1 Daya dukung Tiang Bor dari hasil N-SPT (Standart Penetration Test)

perhitangan daya dukung tiang bor berdasarkan hasil N-SPT dapat dilakukan
dengan beberapa metode, metode-metode tersebut diantaranya sebagai berikut

a. Metode O’Neil dan Reese (1989)


1) Tahanan Ujung Ultimit
Qb = Ab fb (2.35)

O’Neil dan Reese merekomendasikan tahanan ujung tiang bor pada 5%


dari diameter tiang pada pasir :

fb = 0,60 σr N60 ≤ 4500 kPa (2.36)


keterangan :
Ab = Luas dasar tiang bor (m2)
fb = Tahanan ujung neto persatuan luas (kPa)
N60 = Nilai N-SPT rata-rata antara ujung bawah tiang bor sampai 2db di
bawahnya, tidak perlu dikoreksi terhadap overburden
db = Diameter ujung bawah tiang bor (m)
σr = tegangan referensi = 100 kPa

jika diameter tiang bor lebih dari 120 cm, maka besarnya fb dapat
mengakibatkan penurunan lebih dari 25 mm (1 inchi). Agar memenuhi syarat
penurunan ijin, O’Neil dan Reese (1989) menyarankan fb direduksi menjadi fbr
dengan :
fbr = 4,17 (dr / db) fb bila db ≥ 1200 mm (2.37)
Keterangan :
dr = Lebar referensi = 300 mm
db = Lebar ujung bawah tiang bor
nilai tahanan ujung yang dipakai dalam perencanaan adalah nilai fbr.
Untuk alteratif lain O’Neil dan Reese. Menyerankan untuk melakukan analisis
penurunan, kemudian melakukan perubahan pada rancangan tiang sehingga
penurunanya masih dalam batas – batas toleransi. Jika toleransi penurunan lebih
besar atau lebih kecil dri 25 mm, dan penyebab penurunan berlebih pada tiang
adalah diameter tiang, maka perlu dilakukan penyesuaian hitungan fb.

2) Tahanan gesek ultimit


fs = β σrʹ (2.38)
β = K tan δ (2.39)
keterangan :
fs = Tahanan gesek satuan (kN/m2)
σrʹ = Tekanan overbuden di tengah-tengah lapisan tanah (kN/m2)
δ = Sudut gesek antara tanah dan tiang (derajat)
metode ini juga disebut dengan metode β. Nilai K/Ko seperti yang
ditunjukan pada tabel 2.5, serta rasio δ/φʹ ditunjukan dalam tabel 2.6. koefisien
β dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang disarankan oleh O’Neil
dan Reese :

β = 1,5 − 0,135√𝑧/𝑑𝑟 (2.40)

dengan 0,25 ≤ β ≤ 1,2


keterangan :
dr = Lebar referensi = 300
z = Kedalaman ditengah – tengah lapisan tanah (m)
Tabel 2.9
Nilai K/Ko untuk tiang bor
Metode pelaksanaan K/Ko
pelaksanaan kering dengan gangguan dinding lubang bor kecil, pengecoran
1
cepat
pelaksanaan dengan caican - cara kerja baik 1
pelaksanaan dengan cairan - cara kerja buruk 0,67
dengan pipa selubung bawah air 0,83
(Sumber : Kulhawy, 1991)
Tabel 2.10
Nilai – nilai δ/φʹ untuk tiang bor
Metode pelaksanaan δ/φʹ
Lubang terbuka atau dengan pipa selubung sementara 1
Metode dengan cairan (slurry method) - minimum slurry cake 1
Metode dengan cairan (slurry method) - maksimal slurry cake 0,8
pipa selubung permanen 0,7
(Sumber : Kulhawy, 1991)

Jika lebar referensi dr = 300 mm disubtitusikan ke permsamaan 2.18

β = 1,5 − 0,245√𝑧/𝑑𝑟 (2.30)

dengan 0,25 ≤ β ≤ 1,2

Jika N60 ≤ 15, maka β dalam persamaan 2.19 dikalikan dengan N60/15 atau

β = 𝑁60/15 (1,5 − 0,135√𝑧/𝑑𝑟) (2.41)

untuk N60 ≤ 15

N60 adalah N-SPT yang tidak dikoreksi terhadap overburden dan hanya
dikoreksi oleh prosedur (alat) dilapangan.

Beberapa nilai β untuk tanah non-kohesif yang disarankan oleh Reese dkk :

a) Untuk pasir
β = 0,25 ; jika z > 26,14 m
b) Untuk pasir yang banyak mengandung kerikil
β = 2 – 0,15(z)0,75 dengan 0,25 ≤ β ≤ 1,8
c) Untuk pasir berkerikil atau kerikil
β = 0,25 ; jika z > 26,5 m

untuk pasir dan pasir berkerikil, fungsi β mencaai batasnya pada kedalaman
z = 1,5 m dan 26 m, karena itu pembuatan batas – batas lapisan tanah harus
dalam zona – zona diantaranya. Selain itu, batas lapisan harus berada pada
permukaan air tanah. Batas – batas tambahan juga harus dibuat untuk setiap
interval 6 m, dimana batas itu berakhir. Setelah itu analisis tanah didasarkan
berdsarkan jenis tanah tersebut (lempung atau pasir).

b. Metode Meyerhoff (1976)


1) Kuat dukung ujung

Qb = Ab qb (2.42)

Keterangan :
Qb = kuat dukung ujung tiang (kN)

Ab = luas penampang bored pile (m2)

qb = tahanan ujung persatuan luas (kN/m2)

2) Tahanan ujung
qb = σrʹ Nq*≤ 50 Nq* tan Φ (2.43)

keterangan :

qb = tahanan ujung persatuan luas (kN/m2)


σrʹ = tegangan efektif (overburden) (kN/m2)

Nq* = Faktor kuat dukung

Φ = sudut geser dalam tanah

3) Kuat dukung selimut


Qs = ∑ 𝐴𝑠 𝑞𝑠 (2.44)
Dengan
As = i . Li (2.45)
Keterangan :
As = Luas selimut tiang (m)
qs = Nilai tahanan sisi tiang sepanjang Li dengan tanah setebal Li adalah
tahanan sisi persatuan luas sisi tiang (kN/m2)
i = Keliling tiang pada selang Li (m)
Li = panjang bagian tiang dengan keliling i (m)

4) Tahanan sisi tiang


qs = K σrʹ tan δ (2.46)
keterangan :
K = Koefisien tekanan tanah lateral pada sisi tiang yang ditinjau
σrʹ = Tegangan efektif (overburden) (kN/m2)
δ = Sudut geser antara tiang dengan tanah dengan nilai ½ Φ hingga Φ
Φ = sudut geser dalam tanah
Tabel 2.11
Pemilihan parameter tahanan isi
parameter tahanan isi
jenis konstruksi
batas bawah batas atas
Tiang bor (bored pile) K = 1 – sin
Low displacement driven piles K = 1 – sin K = 1,4 (1-sin)
Low displacement driven piles, Meyerhoff (1976) - qs = Nspt (kN/m2)
High displacement driven piles K = 1 – sin K = 1,8 (1-sin)
High displacement driven piles, Bhusan (1982) K = 0,5 + 0,0008 Dr (Dr=kerapatan relatif (%)))
High displacement driven piles, Meyerhoff (1976) - qs = 2Nspt (kN/m2)
dimana : Nspt adalah nilai pukulan test standard penetrasi rata-rata
(Sumber : Kulhawy, 1991)

c. Metode Coyle dan Castello (1981)


1) Tahanan dukung ujung
Qb = Ab . σrʹ. Nq* (2.47)
Keterangan :
Ab = Luas penampang bored pile (m2)
σrʹ = Teganganvertikal efektif pada ujung tiang (kN/m2)
Nq* = faktor kuat dukung

2) Kuat dukung selimut


Qs = fav.S.L (2.48)
fav = K σrʹ tan δ (2.49)

keterangan :
fav = tahanan gesek rata – rata untuk keeluruhan tiang (kN/m2)
K = koefisien tekanan tanah lateral
σrʹ = tekanan overburden efektif rata – rata
δ = sudut gesek antar tiang dengan tanah

2.4.2 Koreksi Nilai N-SPT

Nilai N-SPT yang didapatkan dari uji penetrasi standar harus dikoreksi terlebih dahulu,
hal ini disebabkan pada proses pengujian, terdapat beberapa variasi yang menyebabkan
nilai N-SPT kurang akurat. Pada pengujian penetrasi standar, terdapat rasio energi (ER)
dari energi yang disalurkan ke batang. Berdasarkan koreksi yang digunakan di Amerika
sekrikat, nilai rasio energi yang digunakan sebesar 60% (N60) yang dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut.
N60 = N CN CE CB Cs CR

Keterangan :

𝑁60 = nilai N dikoreksi terhadap prosedur lapangan & tekanan overburden


𝐶𝑁 = koreksi tekanan overburden
𝐶𝐸 = effects of energy
𝐶𝐵 = koreksi diameter lubang bor
𝐶𝑠 = koreksi metode sampling
𝐶𝑅 = koreksi panjang batang
𝑁 = nilai N-SPT lapangan

Tabel 2.12
Variabel Koreksi N-SPT

Faktor Variabel Peralatan Nilai Koreksi


𝑝𝛼 0,5
Tekanan Overburden (CN) 𝜎՛𝑣𝑜
0,4 < CN < 2

Donut Hammer 0,6 – 1,17

Rasio Energi (CE) Safety Hammer 0,45 – 1,00

Automatic Trip Hammer 0,9 – 1,6

65 – 115 mm 1,0

Diameter Lubang Bor (CB) 150 mm 1,05

200 mm 1,15

Standard Sampler 1,0


Metode Sampling (CS)
Non-Standart Sampler 1,1 – 1,3

3–4m 0,75

Panjang Batang (CR) 4–6m 0,85

6 – 10 m 0,95
10 – 30 m 1,0

>30 m < 1,0


(Sumber : Youd & Iddris, 1997)

2.4 Daya Dukung Lateral

Dalam perhitugan pondasi tiang, tiang juga harus diperhitungkan untuk menahan
beban horizontal atau lateral. Gaya lateral yang terjadi pada tiang, tergantung pada
beberapa hal, seperti tipe tiang, jenis tanah, , penanaman ujung tiang ke dalam pelat
penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar detleksi. Jika gaya lateral yang harus
didukung tiang sangat besar, maka dapat digunakan tiang miring. Dalam analisis gaya
lateral,secara garis besar dibedakan berdasarkan model jenis ikatan tiang, model ikatan
tiang dibedakan menjadi 2, yaitu

1. Tiang ujungjepit (fixed end pile).


2. Tiang ujung bebas (free end pile).

McNulty (1956) mendefinisikan tiang ujung jepit (fixed end pile) sebagai tiang yang
ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam pelat penutup kepala tiang paling sedikit
sedalam 60 cm (24 inchi). Sehingga berdasarkan definisi McNulty sebelumnya, tiang –
tiang yang bagian atasnya tidak terjepit atau terjepit kurang dari 60 cm dalam penutup
kepala tiang sebagai tiang ujung bebas (free end pile).

gambar 2-9 Definisi tiang ujungjepit dan ujung bebas (sumber : McNulty, 1956)
2.5.1 Gaya Lateral Ijin

Dalam merancang pondasi tiang yang menahan gaya lateral, perlu memperhatikan 2
keriteria, yaitu :

1. Harus memenuhi faktor aman terhadap keruntuhan ultimit.


2. Defleksi yang terjadi akibat beban yang bekerja harus masih dalam batas-batas
toleransi.

McNulty (1956) menyarankan perpindahan lateral ijin pada bangunan gedung


adalah 6 mm, dan untuk bangunan-bangunan yang lain sejenis menara transmisi sebesar
12 mm atau sedikit lebih besar.

Tabel 2.12
Beban lateral ijin pada tiang vertikal, untuk dejleksi maksimum
6 mm dan faktor aman F = 3
beban ijin lateral
tipe tiang kepala tiang tipe tanah
lb kg
pasir 1500 681
kayu ujung bebas
lempung sedang 1500 681
(diameter
pasir 4500 2043
30 cm) Ujung jepit
lempung sedang 4000 1816
Beton pasir sedang 7000 3178
(diameter ujung bebas atau ujung jepit pasir halus 5500 2497
40 cm) lempung sedang 5000 2270
(Sumber : McNulty 1956)

Selain itu Pelekomite (1973) juga mengusulkan besar gaya horizontal ijin yang bekerja
pada bagian atas tiang vertikal, untuk nilai gaya ijin pada tiang – tiang beton dan kayu yang
berada dalam tanah lempung dan pada kondisi jangka pendek (kondisi undrained) , seperti
ditunjukkan dalam tabel 2.13a, sedangkan untuk tiang – tiang berbahan sama yang berada pada
tanah lempung, lanau, atau pasir, dan dalam kondisi jangka panjang, gaya horizontal ijin
ditunjukan pada tabel 2.13b.

Tabel 2.13a
Gaya horisontal ijin bekerja pada kepala tiang beton dan kayu di dalam tanah lempung, pada
kondisi jangka pendek
luas tampang tiang momen lentur maksimum Gaya lateral ijin (ton)
(m2) (t.m) 2
cu = 1 t/m cu = 2,5 t/m2 cu = 5 t/m2
0,04 0,45 0,7 1,5 2,0
0,06 0,85 1,0 2,0 3,0
0,09 1,50 1,5 3,0 4,0
(sumber : Pelekomite, 1973)
Tabel 2.13b
Gaya horisontal ijin bekerja pada kepala tiang beton dan kayu di dalam tanah lempung, pada
kondisi jangka pendek
Gaya lateral ijin (ton)
luas tampang tiang momen lentur maksimum
lempung Lanau tg φ = Pasir tg φ =
(m2) (t.m)
tg φ = 0,5 0,7 0,9
0,04 0,45 0,5 0,6 0,7
0,06 0,85 0,8 1,0 1,2
0,09 1,50 1,3 1,6 1,9
(sumber : Pelekomite, 1973)

2.5.2 Gaya Lateral Ultimit

Tiang lateral dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu tiang kaku (pendek) dan tiang elastis
(panjang).untuk mengetahui apakah sebuah tiang berprilaku sebagai tiang kaku (pendek) atau
elastis (panjang), dapat diketahui dengan memperhatikan faktor – faktor kekakuan modulus
tanah konstan (R) dan modulus tanah tidak konstan (T). faktor – faktor tersebut dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

4
R = √𝐸𝐼⁄𝐾 (2.50)

Keterangan :

K = modulus tanah (khd = k1/1,5)


E = modulus elastis tiang
I = momen inersia tiang
d = lebar atau diameter tiang
k1 = tekanan pada pelat perpindahan horizontal

5
T = √𝐸𝐼⁄𝑛ℎ (2.51)

Dengan modulus tanah :


K = nh z
kh = nh z/d
Tabel 2.14
Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained untuk lempung kaku
terkonsolidasi herlebihan (overconsolidated)
konsistensi kaku sangat kaku keras
Kohesi undrained
kN/m2 100 - 200 200 - 400 >400
kg/cm2 1–2 2–4 >4
k1
MN/m3 1,8 - 36 36 - 72 >72
kg/cm3 1,8 - 3,6 3,6 - 7,2 >7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 >108
kg/m3 2,7 5,4 >10,8
(Sumber : Terzaghi, 1955)

Tabel 2.15
Nilai-nilai nh untuk tanah granuler (c = 0)
kerapatan relatif (Dr) tak padat sedang padat
interval nilai A 100 - 300 300 - 1000 1000 - 2000
nilai A dipakai 200 600 1500
nh, pasir kering atau lembab
2425 7275 19400
(terzaghi)(kN/m3)
nh, pasir terendam air (terzaghi)(kN/m3) 1386 4950 11779
Reese dkk 5300 16300 34000
(Sumber : hardiyatmo, 2008)

Tabel 2.16
Nilai-nilai nh untuk tanah kohesif
Tanah nh(kN/m3) refernsi
Lempung terkonsolidasi normal Reese dan Matlock
166 - 3518
lunak (1956)
Davisson – Prakash
277 - 544
(1963)
Lempung terkonsolidasi normal Peck dan Davisson
111 - 277
organik (1962)
111 - 831 Davisson (1970)
Gambut 55 Davisson (1970)
Wilson dan Hilts
27,7 - 111
(1967)
Loess 8033 - 11080 Bowless (1968)
(Sumber : Paulos dan Davis, 1980)

Tabel 2.17
Kriteria tiang kaku dan tiang tidak kaku untuk tiang ujung bebas
Modulus (K) bertambah modulus tanah (K)
tipe tiang
dengan kedalaman konstan
kaku ( ujung bebas) L ≤ 2T L ≤ 2R
tidak kaku (ujung bebas) L ≥ 4T L ≥3,5R
(Sumber : Tomlinson, 1977)

2.5.3 Gaya lateral Pada Tiang Panjang

Sebuah tiang dapat dikategorikan menjadi tiang panjang (tiang tidak kaku) ketika gaya
lateral ultimit yang ditentukan, melebihi besarnya momen maksimum yang dapat diterima
tiang, dan tekanan tanah belum mencapai nilai ultimit pada saat gaya lateral bekerja
sepenuhnya. Dikarenakan tiang panjang tidak dapat menahan momen maksimum yang
melampaui nilai tahanan momen tiang itu sendiri, maka nilai tahanan lateral ultimit merupakan
nilai terkecil dua hal yaitu :

1. Beban horizontal yang menyebabkan tanah pendukung di sepanjang tiang.


Tiang dianggap cukup kaku, sehingga tiang bergantung pada kekuatan tanah
dalam menahan gaya horizontal.

2. Beban horizontal yang didasarkan pada kekuatan tiang.


Dalam menahan beban lateral, kekuatan tiang ditentukan oleh tahanan tiang
terhadap momen yang bekerja.
(Hardiyatmo : 2008)

Terdapat 2 metode dalam perhitungan gaya lateral pada tiang panjang, antara lain
metode Broms dan metode Brinch Hansen

2.5.3.1 Metode Broms


A. Tahanan Tiang Lateral Pada Tanah Kohesif
Broms, 1964, mengusulkan dalam mencari nilai tanahan tanah ultimit tiang pada tanah
kohesif, nilai tahanan tanah dari permukaan hingga 1,5D dianggap bernilai 0, dan bernilai
konsisten 9Cu pada kedalaman lebih dari 1,5D. pada tiang ujung jepit (fixed end pile), Broms
mengusulkan momen yang terjadi pada tiang yang tertanam di dalam tanah dan di ujung atas
tiang tertanam pada pile cap, memiliki nilai yang sama. Sehingga didapatkan persamaan daya
dukung lateral ultimit untuk tiang pendek sebagai berikut:

3𝑑
𝐻𝑢 = 9𝐺𝑢 (𝐿 − ) (2.52)
2

𝐿 3𝑑
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐻𝑢 (2 + ) (2.53)
4

𝐿
Nilai Hu juga dapat diperoleh dari grafik hubungan dan Hu / cu d2 Yang ditunjukan pada
𝑑
gambar 2-11

gambar 2-10, Tahanan lateral ultimit tiang pendek pada tanah kohesif (Sumber: Broms, 1964)
gambar 2-11 Tiang ujung jepit pada tanah kohesif (a) Tiang pendek (b) Tiang sedang (c) Tiang Panjang

(Sumber: Broms, 1964)

Daya dukung lateral untuk tiang ujung jepit pada tanah kohesif (gambar 2-12.c) adalah
sebagai berikut :
9 3𝑑 𝑓
𝑀𝑦 = (4) 𝑐𝑢 ∙ 𝑑 ∙ 𝑔2 − 9𝑐𝑢 ∙ 𝑑 ∙ 𝑓 ( 2 + 2) (2.54)
2𝑀𝑦
𝐻𝑢 = 3𝑑 𝑓 (2.55)
+
2 2

𝐻𝑢
Dimana 𝑓 = 9𝑐𝑢 𝑑

Nilai Hu juga dapat diperoleh dari grafik hubunganMy/cud dah Hu/cud2 seperti pada
gambar 2-12
Gambar 2-12 Tahanan lateral ultimit tiang panjang pada tanah kohesif

(Sumber: Broms, 1964)

B. Tahanan Tiang Lateral Pada Tanah Granular

Broms, 1964 menganggap tahanan tiang dalam tanah granular sebagai berikut :
1. Mengabaikan tekanan tanah aktif yang bereaksi di belakang tiang.
2. Pada bagian depan sepanjang tiang, penyaluran tekanan tanah pasif bernilai 3 kali
tekanan tanah pasif Rankine.
3. Tahanan lateral ultimit tidak terpengaruh dari bentuk ujung tiang.
4. Semua tahanan tanah lateral tersalurkan di gerakan tiang yang dimasukkan ke dalam
perhitungan.
Daya dukung lateral ulimit tiang pendek ujung jepit akan mengalami keruntuhan
translasi seperti pada Gambar (2-15.a), sehingga dapat dinyatakan persamaan di bawah.
3
𝐻𝑢 = 𝛾𝑑𝐾𝑝 𝐿2 (2.56)
2
𝐿
Nilai Hu juga dapat diperoleh dari grafik hubungan dan Hu / Kp γd2 Yang ditunjukan
𝑑
pada gambar 2-13
gambar 2-13, Tahanan lateral ultimit tiang pendek pada tanah granular (Sumber: Broms, 1964)

untuk daya dukung ultimit lateral ultimit tiang panjang ujung jepit, dinyatakan dalam
persamaan dibawah ini :
2𝑀𝑦
𝐻𝑢 = 𝑒+2𝑓/3 (2.57)

𝐻
𝑓 = 0,82 √𝑑∙𝐾𝑢 ∙𝛾 (2.58)
𝑝

keterangan :
Hu = daya dukung lateral (kN)
Kp = koefisien tekanan tanah pasif
γ = berat isi tanah (kN/m3)
d = diameter tiang (m)

L = panjang tiang (m)


My = momen leleh (kNm)
f = jarak Mmax dari permukaan tanah(m)
e = jarak beban lateral dari permukaan tanah (m)
Nilai Hu juga dapat diperoleh dari grafik hubungan My/Kpγd4 dan Mu/Kpγd3 yang
ditunjukan pada gambar 2-15
gambar 2-14, Tahanan lateral ultimit tiang panjang pada tanah granular (Sumber: Broms, 1964)

gambar 2-15, Tiang ujung jepit pada tanah granular (a) Tiang pendek (b) Tiang sedang (c) Tiang Panjang

(Sumber: Broms, 1964)


2.6 Faktor aman

Nilai kapasitas ijin tiang diperoleh dari pembagian kapasitas ultimit tiang dengan suatu
nilai faktor aman tertentu. Pembagian nilai kapasitas ultimit tersebut dengan faktor keamanan
memiliki tujuan tertentu, adapun tujuan pemberian faktor aman adalah sebagai berikut

a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian dari nilai kuat geser dan
kompresibilitas yang mewakili kondisi lapisan tanah.
b. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih
dalam batas-batas toleransi.
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang
bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau
kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi.
e. Untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.
(Hardiyatmo ,2008)

Terkait dengan batas toleransi yang dimaksud pada poin (d), dari hasil banyak pengujian
pada tiang pancang dan tiang bor. diketahui bahwa untuk tiang pancang dan tiang bor dengan
diameter kecil hingga sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load)tidak
lebih besar dari 10 mm, dengan faktor aman yang kurang dari 2,5 (Tomlinson ,1977)

Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman untuk pondasi tiang
(tabel 2.12), dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Jenis dan penggunaan suatu.struktur.


b. Ketidakseragaman tanah.
c. Akurasi penyelidikan tanah.
d. Jenis dan banyaknya pengujian tanah yang dikerjakan.
e. Adanya pengujian beban tiang.
f. Kemungkinan beban sebenarnya yang timbul saat beban struktur diberikan.
g. Pemeriksaan atau pemantauan mutu di lapangan.

Tabel 2.18
Faktor aman yang disarankan
Faktor aman (F)
Klasifikasi
kontrol kontrol kontrol kontrol sangat
struktur
baik normal buruk buruk
monumetal 2,3 3,0 3,5 4,0
permanen 2,0 2,5 2,8 3,4
sementara 1,4 2,0 2,3 2,8
(Sumber : Reese & O 'Neill, / 1989)
i. Faktor aman pada pondasi tiang bor

Pada tiang bor, kapasitas ijin diperoleh dari jumlah tahanan ujung dan tahanan
gesek dinding yang dibagi dengan faktor aman tertentu (Hardiyatmo,2008).

- Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan diameter d < 2 m :


𝑄
Qa = 2,5𝑢 (2.59a)

- Untuk tiang tanpa pembesaran di bagian bawahnya :


𝑄𝑢
Qa = (2.59b)
2

2.7 Daya Dukung Pondasi Tiang Kelompok

Pada umumnya pondasi tiang jarang digunakan sebagai pondasi tunggal. Pondasi
tiang pancang umum digunakan berkelompok dalam satu kesatuan tiang kelompok (pile
Group). Tiang grup ini dipasang berdampingan sesuai pola yang direncanakan,
kemudian dikunci dengan menggunakan pile cap.

2.7.1 Penentuan Jarak Tiang

Tiang – tiang pondasi umumnya dipasang dalam posisi sejajar satu sama lain dan sesuai
dengan pola yang telah ditentukan. Walaupun tiang – tiang telah dipasang pada posisi yang
telah direncanakan, kepala tiang berpotensi akan menahan momen lentur kolom.

gambar 2-16 Distribusi tekanan pada tanah di bawah tiang.


Gambar 2-8a, menunjukan diagram tekanan tanah pada tiang tunggal yang dibebani
dengan beban Q, tanah dibawah tiang akan menjadi tertekan. Jika jumlah tiang lebih dari
satu maka diagram tekanan tanah akan menjadi tumpang tindih seperti yang ditunjukan
pada gambar 2-8b. pada kondisi ini maka tekanan total pada titik tertentu akan sama dengan
jumlah tekanan yang diakibatkan oleh masing-masing tiang yang besamya dapat beberapa
kali lebih besar dari tekanan akibat tiang tunggal. Teng (1962) menyarankan jarak tiang
minimum yang dibutuhkan untuk menekan biaya pembuatan pelat penutup tiang (pile cap).

Tabel 2.19
Jarak tiang minimum
Fungsi Tiang Jarak antar as tiang minimum
Tiang dukung ujung dalam tanah keras 2 - 2,5d atau 75cm
Tiang dukung ujung pada batuan keras 2d atau 60 cm
tiang gesek 3 - 5d atau 75cm
Sumber : Teng, 1962

2.7.2 Perencanaan Pile Cap

Pile cap adalah struktur bawah yang berfungsi meneruskan beban dari kolom bangunan
ke pondasi yang ada dibawahnya, sehingga beban terdsitribusi secara merata kepada
pondasi – pondasi tiang dan mencegah penurunan pondasi yang tidak seragam. Idealnya
tiang – tiang dipasang rapi dalam bentuk geometri (gambar 2-9)
gambar 2-17 Contoh-contoh susunan kelompok tiang. (sumber : Hardiyatmo 2008)

menurut Hardiyatmo (2008) bila beban sentris, dan tiang – tiang yang terdapat pada
kelompok tiang mendukung beban aksial yang sama. Maka dalam perhitungan tanah
dibawah Pile cap tidak dianggap menahan beban sama sekali. Sedangkan bila beban
eksentris atau beban sentris diikuti oleh momen, maka dianggap

1. Pelat penutup tiang sangat kaku.


2. Ujung atas tiang menggantung pada pelat penutup (pile cap). Karena itu, tidak ada
momen lentur yang diakibatkan oleh pelat penutup ke tiang.
3. Tiang merupakan kolom pendek dan elastis. Karena itu, distribusi tegangan dan
deformasi membentuk bidang rata

Sehingga berdasarkan anggapan diatas, perhitungan beban tiang dan tegangan pada pile
cap dapat menggunakan teori elastis.
gambar 2-18 Kriteria perancangan pelat penutup tiang (pile cap) (Sumber : Teng, 1962).

gambar 2-19 Hitungan reaksi tiang. (sumber : Hardiyatmo , 2008)

jika tidak ada momen, , beban vertikal total V akan lewat titik berat dari empat
tiang dan beban pada masing-masing tiang akan sama (Gambar 2-11b). Tetapi, jika
beban yang bekerja hanya momen M saja, beban yang harus didukung oleh masing-
masing tiang seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2-11c. Beban pada tiang yang
sama juga akan diperoleh bila beban vertikal V eksentris sebesar e di sebelah kiri
pusat berat tiang.
Berdasarkan keseimbangan momen, momen akibat reaksi tiang – tiang harus sama
dengan momen yang bekerja (My)
My = Q1x1 + Q2x2 + Q3x3 + Q4x4
Jika variasi tiang dianggap linier, maka :
Q1lx1 = Q2lx2 = Q3lx3 = Q4lx4
Atau
Q2 = Q1lx2/x1 ; Q3 = Q1lx3/x1 ; Q4 = Q1lx4/x1
Subtitusi Q2, Q3, Q4 ke persamaan (), sehingga diperoleh :
My = Q1lx12/x1 + Q1lx22/x1 + Q1lx32/x1 + Q1lx42/x1
Sehingga :
𝑀𝑦 𝑥1 𝑀𝑦 𝑥1
Qi =𝑥 = (2.60)
1
2 +𝑥 2 +𝑥 2 +𝑥 2
2 3 4 ∑ 𝑥2

Keterangan :
Qi = reaksi tiang atau beban aksial tiang ke-i (kN)
V = jumlah gaya-gaya vertikal (kN)
My = exV = jumlah momen terhadap sumbu-y (kN.m)
ex = eksentrisitas searah sumbu-x (m)
n = jumlah tiang dalam kelompok
xi = jarak se arah sumbu-x dari pusat berat kelompok tiang ke tiang
nomer-i
∑x2 = jumlah kwadrat dari jarak tiap-tiap tiang ke pusat kelompok tiang
(m2)
Jika momen yang bekerja dua arah, maka persamaan untuk menghitung
tekanan aksial pada masing – masing tiang adalah sebagai berikut :
𝑉 𝑀𝑦 𝑥1 𝑀𝑦 𝑦1
Qi =𝑛± ± (2.61)
∑ 𝑥2 ∑ 𝑥2

My = exV dan Mx = eyV (2.62)


Keterangan :
Qi = beban aksial pada tiang ke-i
n = jumlah tiang
x,y = berturut-turut jarak tiang terhadap sumbu y dan x
V = jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok
tiang
Mx,My = berturut-turut m omen terhadap sumbu x dan y
ex ey = berturut-turut eksentrisitas resultan beban searah sumbu-x dan y
2.7.3 Kapasitas Kelompok Tiang

Dalam tiap kelompok, kapasitas tiang tidak selalu seragam dengan tiang tunggal
dalam kelompok tiang. Ketidak seragaman ini dapat disebabkan oleh tiang dipancang
dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang
tidak mudah mampat, namun di bawahnya terdapat lapisan lunak.

Stabilitas kelompok tiang dipengaruhi oleh 2 hal berikut :

1. Kemampuan tanah di sekitar cian di bawah kelompok tiang untuk mendukung


beban total struktur.
2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.
(Hardiyatmo, 2008).

2.7.4 Efisiensi Bored Pile

Secara umum, efisiensi tiang kelompok dirumuskan sebagai berikut :

Eg = Daya dukung kelompok tiang

Jumlah tiang x daya dukung tiang tunggal

gambar 2-20 Efisiensi tiang-pancang kelompok (sumber : Bowles, 1997)

Laporan terakhir dari ASCE Committee on Deep Foundations (CDF(1984)) yang


terbaru merekomendasikan untuk tidak menggunakan efisiensi tiang kelompok pancang
sebagai gambaran aksi tiang pancang (group action). Laporan tersebut dihimpun dari tahun
1963 dan merekomendasikan bahwa tahanan tiang gesek pada pada tanah butiran (granular
soil) pada njarak antara s = 2D sampai 3D, akan memiliki daya dukung lebih besar daripada
jumlah total daya dukung individual tiang, sedangkan untuk tiang tahanan gesek pada tanah
kohesif, geser blok disekeliling kelompok tiang ditambah dengan daya dukung ujung
besarnya tidak boleh melebihi jumlah total daya dukung masing - masing tiang.

Efisiensi kelompok tiang bergantung pada beberapa faktor, diantaranya:

a. Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan dan terutama jarak antara as tiang.
b. Modus pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung).
c. Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau tiang bor).
d. Urutan instalasi tiang.
e. Waktu setelah pemasangan tiang.
f. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
g. Arah dari beban yang bekerja
(Rahardjo, 2000).

2.7.5 Efisiensi Kelompok Tiang pada Tanah Pasir

Ada beberapa persamaan yang digunakan dalam menghitung efisiensi tiang


kelompok, diantara lain :

1. Metode Converse-Labarre Formula


(𝑚−1)𝑛+(𝑛−1)𝑚
Eg =1−𝜃 (2.63)
90.𝑚.𝑛

Dimana :
𝐷
θ = tan-1 𝑠

Keteranagan :
Eg = Efisiensi kelompok tiang
θ = Arc tan d/s
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang dalam 1 baris
D = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang

2. Metode Los Angeless


𝐷
Eg = 1 − 𝜋 𝑠 𝑚 𝑛 [𝑚(𝑛 − 1) + 𝑛(𝑚1−) + (𝑚 − 1)(𝑛 − 1)√2] (2.64)
Keterangan :
Eg = Efisiensi kelompok tiang
θ = Arc tan d/s
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang dalam 1 baris
D = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang

3. Metode Seiler – Keeney


36(𝑚+𝑛−2) 0,3
Eg = [1 − (75𝑠2 −7)(𝑚+𝑛−1)] + 𝑚+𝑛 (2.65)

2.7.6 Efisiensi Kelompok Tiang pada Tanah Lempung

Pada tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan. Maka kelompok tiang yang
tidak bertumpu pada lempung kaku tidak akan mengalami keruntuhan geser umum (general
sheer failure) selama diberi faktor keamanan yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang
tunggalnya. Menurut . Coduto ( 1983 ), efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor,
antara lain:

a. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.


b. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).
c. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
d. Urutan pemasangan tiang.
e. Macam tanah.
f. Waktu setelah pemasangan tiang.
g. lnteraksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
h. Arah dari beban yang bekerja.

Efisiensi pada tanah lempung juga dapat ditentukan dari jarak antar tiang seperti yang
ditunjukan pada tabel 2.13 (whitaker) dan tabel 2.14 (Kerisel)

Tabel 2.20
Nilai Efisiensi Tiang Kelompok (Eg) Untuk Tanah Lempung
jarak antar
tiang efisiensi (Eg)
3D 0,7
4D 0,75
5D 0,85
6D 0,9
8D 1
(Sumber: Whitaker, 1987)

Tabel 2.21
Nilai Efisiensi Tiang Kelompok (Eg) Untuk Tanah Lempung
jarak antar
efisiensi (Eg)
tiang
2,5D 0,55
3D 0,65
4D 0,75
5D 0,85
6D 0,9
8D 0,95
10D 1
(Sumber: Kerisel, 1967)
Kemudian hitung nilai kapasitas kelompok izin tiang dengan menggunakan
nilai faktor efisiensi yang telah didapat dengan menggunakan rumus :
Qg = Eg x n x Qa (2.66)
Keterangan :
Qg = daya dukung kelompok tiang (kN)
Qa = daya dukung ijin kelompok tiang (kN)
n = jumlah tiang
Eg = efisiensi kelompok tiang (kN)

2.7.7 Kapasitas ijin kelompok tiang


Kapasitas dukung ultimit kelompok tiang dengan memperhatikan faktor efesiensi tiang
dinyatakan oleh persamaan :
Qg = Eg . n . Qu (2.67)
Keterangan :
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan
Eg = Efisiensi kelompok tiang.
n = Jumlah tiang dalam kelompok.
Qu = Beban maksimum tiang tunggal.

2.8 Penurunan pondasi

Penurunan atau deformasi tanah adalah perpindahan vertikal tanah yang


diakibatkan oleh berkurangnya volume pori sehingga menyebabkan naiknya volume
kering, diakibatkan bekerjanya beban pada waktu tertentu. Lapisan tanah mengalami
penurunan akibat bertambahnya beban diatas permukaan tanah, disebabkan oleh
perubahan bentuk partikel tanah, perpindahan tempat partikel, serta air dan udara yang
keluar dari dalam pori. (Braja, 1985).

2.8.1 Penurunan Pondasi Tiang Tunggal

Untuk mengetahui penurunan pondasi tiang, digunakan rumus sebagai berikut :

Sc = Ss + Sp + Sps (2.68)

Keterangan :

Sc = penurunan elastis total pondasi tiang tunggal (cm)

Ss = penurunan akibat deformasi aksial tiang (cm)

Ss = penurunan dari ujung tiang (cm)

Sps = penurunan akibat beban yang dialihkan sepajang tiang (cm)

Dimana nilai Ss, Sp , dan Sps dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan rumus :

(𝑄𝑝 +𝛼 ∙ 𝑄𝑠 ) ∙ 𝐿
𝑆𝑠 = (2.69)
𝐴𝑝 ∙𝐸𝑝

Keterangan :

Ss = penurunan akibat deformasi aksial tiang (cm)

Qp = beban yang didukung ujung tiang (kg)

Qs = beban yang didukung selimut tiang (kg)

L = panjang tiang (cm)

Ap = luas penampang tiang (cm2)


Ep = modulus elastisitas tiang (kg/cm2)

= 4700 ∙ √fc' (SNI -03-2847-2002 , Hal 54)

α = koefisien yang bergantung pada distribusi gesekan selimut sepanjang pondasi


tiang

Vesic, menyarankan nilai α =0,5 untuk distribusi gesekan seragam atau parabolik
sepanjang tiang. Sedangkan untuk distribusi yang berbentuk segitiga (puncak bernilai
nol dan maksimum di dasar) nilai α =0,67

𝐶𝑝 ∙𝑄𝑝
𝑆𝑝 = (2.70)
𝐷∙𝑞𝑃

Keterangan :

SP = penurunan akibat deformasi aksial tiang

Qp = perlawanan ujung di bawah beban kerja atau beban ujung yang diijinkan (kg)

Cp = koefisien empiris (kg)

D = diameter tiang (cm)

qp = tahanan ujung tiang (kg/cm2)

Tabel 2.22
Nilai koefisien Cp
jenis tanah Tiang pancang Tiang Bor
pasir (padat hingga lepas) 0,02 - 0,04 0,09 - 0,18
Lempung (teguh hingga lunak) 0,02 - 0,03 0,03 -0,06
Lanau (padat hingga lepas) 0,03 - 0,05 0,09 - 0,12
(Sumber : manual pondasi tiang)
Untuk perhitungan penurunan akibat pengalihan beban sepanjang tiang dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

𝑄𝑤𝑠 𝐷
𝑆𝑝𝑠 = ∙ 𝐸 ∙ (1 − 𝑉𝑠 2 ) 𝐼𝑤𝑠 (2.71)
𝑝∙𝐿 𝑠

Keterangan :
𝑄𝑤𝑠
= gesekan rata-rata sepanjang tiang
𝑃∙𝐿

p = keliling tiang (cm)


L = panjang tiang tertanam (cm)
D = diameter atau sisi tiang (cm)
Es = modulus elastisitas tanah (kg/cm2)
Vs = angka poison tanah

Iws = faktor pengaruh = 2 + 0,35 ∙ √𝐿/𝐷

Tabel 2.23
Nilai Poisson Ratio Tanah dan Pasir
tipe tanah rasio Poisson
clay, saturated 0,5
clay, undrained 0,35 - 0,40
Clay, with sand and
0,30 - 0,42
silt
Sandy Soil 0,15 - 0,25
Sand 0,30 - 0,35
(Sumber : Pondasi Tiang Pancang Jilid II)

Tabel 2.24
Interval Nilai Modulus Elastisitas Untuk Berbagai Tanah
harga modulus elastisitas
jenis tanah
kg/cm2 psi
tanah liat sangat lunak 3,5 - 30 50 - 400
tanah liat lunak 20 - 50 250 - 600
tanah liat sedang 40 - 80 600 – 1.200
tanah liat keras 70 - 180 1.000 – 2.500
tanah liat berpasir 300 - 400 4.000 – 6.000
pasir berlanau 70 - 200 1.000 – 3.000
pasir lepas 100 - 250 1.500 – 3.500
pasir padat 500 - 800 7.000 – 12.000
pasir padat dan grosok 1.000 – 2.000 14.000 - 28.000
(Sumber : Pondasi Tiang Pancang Jilid II)

2.8.2 Penurunan Pondasi Tiang Kelompok

Penurunan kelompok tiang umumnya lebih besar daripada pondasi tiang tunggal karena
pengaruh tegangan pada daerah yang lebih luas dan lebih dalam. Vesic memberikan persamaan
sederhana sebagai berikut :
𝑔𝐵
𝑆𝑔 = 𝑆 ∙ √ 𝐷 (2.72)

Dimana :

Sg = penurunan kelompok tiang (cm)

S = penurunan pondasi tiang tunggal (cm)

Bg = lebar kelompok tiang (cm)

D = diameter atau sisi tiang tunggal (cm)

2.9 Penggunaan Metode Elemen Hingga Berbasis Aplikasi

Metode Elemen hingga adalah metode matematis untuk mencari pendekatan suatu nilai
dengan cara membagi suatu bentuk badan model besar, menjadi beberapa badan model yang
lebih yang disebut elemen. Badan – badan model yang lebih kecil tersebut terhubung satu sama
lain melalui satu titik yang disebut titik nodal point dan/atau garis batas atau permukaan
elemen.

Plaxis 2D merupakan program yang dibuat untuk perhitungan metode elemen hingga
(finite element method) dalam 2 dimensi, dan digunakan dalam analisa deformasi, stabilitas
dan aliran dalam rekayasa geoteknik. Pada prinsipnya aplikasi tersebut memodelkan tanah
menjadi elemen – elemen triangular yang dihubungkan degan 2 jenis titik pertemuan, yaitu
titik nodal dan titik integrasi (stress point). Stress point didapatkan dari tegangan dan regangan.

Dalam perhitungan metode eleman hingga, aplikasi Plaxis 2D menyediakan 2 pilihan


pembagian elemen tringular, yaitu 15-node triangle dan 6-node triangle. Jumlah elemen yang
digunakan akan berpengaruh pada waktu dan hasil dari perhitungan metode elemen hingga.
Makin besar jumlah elemen yang digunakan, maka makin akurat dan teliti nilai yang didapat,
dengan waktu koputasi yang lebih panjang, dan berlaku sebaliknya.
gambar 2-21 posisi node dan stress point pada elemen tanah (sumber : Plaxis 2D Reference Manual)

gambar 2-22 contoh model plaxis 2D (a) Plane Strain, (b) Axisymetric (sumber : Plaxis 2D Reference Manual)

Pada program Plaxis 2D, terdapat 2 pemodelan yaitu plane strain (regangan bidang)
dan axissymmetry. Model geometri dengan kondisi pemodelan dan pembebanan yang
memanjang dalam arah tegak lurus penampang (arah z), akan menggunakan pemodelan plane
strain. Displacement serta strain pada arah sumbu z tersebut dianggap mempunyai nilai 0.
Model plane strain dan axys-symetry dapat dilihat pada Gambar (2.23). Sedangkan untuk
model geometri struktur yang dengan penampang radial/lingkaran dengan kondisi pemodelan
serta pembebanan mengelilingi sumbu simetri (sumbu y), akan menggunakan model
axissymetry.
2.9.1 Material Model

Material model diperlukan untuk mensimulasikan material menurut karateristik


tegangan dan regangannya. Pada Plaxis 2D ditemukan banyak model material, 3
diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Linear Elastic Model

Pemodelan ini merepresentasikan hukum Hooke yang menganggap yang


memiliki sifat elastisitas linear isotropik dengan input Modulus Elastisitas tanah (Es)
dan poisson ratio (v) . pada aplikasinya model linear elastis digunakan untuk struktur
kaku yang berada didalam tanah. Pemodelan ini juga sangat terbatas dalam
mensimulasikan perilaku ataupun sifat tanah.

2. Mohr-Coulomb Model

Model Mohr - Coulomb adalah model yang paling umum digunakan dalm metode
elemen hingga, Pemodelan ini mempunyai 5 buah input parameter utama yakni
pemodelan elastisitas tanah oleh Modulus Elastisitas Tanah (𝐸s) dan Poisson Ratio (𝑣),
pemodelan plastisitas tanah oleh Sudur Geser (∅) dan Kohesi (c), dan Sudut Dilatansi
(Ψ). Pemodelan ini menggambarkan tanah sebagai bahan linear elastis-plastis
sempurna. Nilai kekakuan konstan rata – rata juga dikira-kira untuk lapisan tanah,
dikarenakan nilai kekakuan konstan tersebut, maka proses komputasi akan menjadi
relatif lebih cepat dan nilai perkiraan pertama dari deformasi tanah akan segera
didapatkan.

3. Hardening Soil Model (HS)

Hardening Soil adalah pemodelan elastoplastis dari tipe model hiperbolis, yang
dikembangkan berdasarkan shear hardening plasticity. Pemodelan ini dapat
mensimulasikan tanah pasir dan kerikil, serta jenis tanah yang lebih lembut seperti
tanah lanau dan lempung.
2.9.2 Parameter Perhitungan
a. Modulus Elastisitas Tanah (𝑬𝒔)

Modulus elastisitas tanah atau modulus young merupakan kekakuan dasar yang
berhubungan dengan tegangan dan regangan tanah yang dapat diperoleh dari pengujian
Triaxial Test. Broms, 1964 memberikan nilai perkiraan modulus elastisitas tanah
seperti pada Tabel (2.25).

Tabel 2.25
Korelasi Nilai N-SPT dan CPT Terhadap Modulus Elastisitas

(Sumber: Prakash dan Sharma, 1990)

Pada Plaxis 2D menggunakan input pemodelan Modulus elastisitas efektif


(𝐸𝑠′), hal ini disebabkan pemodelan metode elemen hingga menggunakan tanah tipe
drained. Modulus elastisitas efektif dapat diperoleh dengan Persamaan :

𝐸𝑠 (1+𝑣)
𝐸𝑠 ′ = ( ) (2.73a)
1,5

Untuk keperluan praktis dapat menggunakan Persamaan.

𝐸𝑠′ = 0,8𝐸𝑠 (2.73b)


Pada Plaxis 2D Foundation juga dapat memasukkan modulus elastisitas
alternatif seperti modulus geser (𝐺) dan modulus young dalam tes oedemeter dalam
kondisi tertekan (𝐸𝑜𝑒𝑑). Kedua modulus ini berdasar pada hukum Hooke tentang
elastititas isotropis sehingga pada rumusnya terdapat poisson ratio (𝑣) seperti pada
Persamaan.

𝐸
𝐺 = (2.74)
2(1+𝑣)

(1−𝑣) 𝐸
𝐸𝑜𝑒𝑑 = (2.75)
(1−2𝑣)(1+𝑣)

b. Poisson Ratio

Poisson ratio adalah perbandingan antara regangan arah lateral dengan arah aksial.
Pada tanah undrained poisson ratio bernilai 0,5, sedangkan menurut Bowles, 1986, pada
tanah drained poisson ratio berkisar antara 0,3 – 0,4. Pada pemodelan Finite Element
Method disarankan menggunakan poisson ratio kurang dari 0,35. Nilai ini juga dapat
diketahui dari Tabel 2.25.

c. Sudut Geser Dalam (∅)

Sudut geser dalam adalah sudut yang menggambarkan besaran gesekan antar
partikel tanah dan dinyatakan dalam satuan derajat. Nilai ini merupakan salah satu
penahan kuat geser tanah terhadap deformasi yang diakibatkan terdapatnya kombinasi
kondisi kritis dari tegangan normal dan tegangan geser yang bekerja pada tanah. Nilai
sudut geser dalam dapat diperoleh melalui pengujian Triaxial Test dan Unconfined
Compression Test di laboratorium. Menurut Peck, Hanson, dan Thornburn, 1974,
hubungan antara nilai N-SPT terkoreksi dengan sudut geser dalam (∅) dapat dinyatakan
dalam Persamaan :

∅ = 27,1 + 0,3𝑁60 − 0,00054𝑁60 (2.76)

Keterangan :

∅ = Sudut Geser Dalam

N60 = Nilai N-SPT terkoreksi


d. Kohesi (c)

Kohesi adalah gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai ini merupakan salah
satu penahan kuat geser tanah terhadap deformasi yang diakibatkan terdapatnya
kombinasi kondisi kritis dari tegangan normal dan tegangan geser yang bekerja pada
tanah Nilai kohesi dapat diperoleh melalui pengujian Triaxial Test dan Unconfined
Compression Test di laboratorium. Pada program Plaxis 2D yang menggunakan Finite
Element Method, untuk tanah granular dengan c = 0, beberapa tahapan akan beroperasi
kurang maksimal. Maka dari itu pengguna direkomendasikan untuk memasukkan nilai
kohesi yang sangat kecil(c > 0,2). Pada tanah lempung, nilai kohesi tanah dalam kondisi
tak terdrainase (𝑐𝑢) dapat dinyatakan dengan Persamaan :

2
𝑐𝑢 = 3 × 𝑁60 × 10 (2.77)

Keterangan :

Cu = kohesi undrained (kN/m2)

N60 = Nilai N-SPT terkoreksi

e. Sudut Dilatansi (𝚿)

Sudut Dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal pada saat butiran
menerima tegangan deviatorik. Pada tanah kohesif dinyatakan, sudut dilatansi
dinyatakan 0 (Ψ = 0). Sedangkan untuk tanah granular, Bolton, 1986,
merekomendasikan korelasi sudut geser dan sudut dilatansi dengan Persamaan.
Namun pada beberapa kasus jika sudut geser kurang dari 30° maka sudut dilatansi
dinyatakan nol (c = 0).

Ψ = ∅ − 30° (2.78)

Keterangan :

Ψ = Sudut Dilatasi
∅ = Sudut Geser Dalam

f. Parameter Permeabilitas (Kx , Ky)

Koefisien rembesan atau permeabilitas adalah suatu kemampuan tanah untuk


merembeskan atau menyalurkan air melalui pori-porinya. Pada tanah yang dengan
lapisan yang banyak, nilai permeabilitas arah horizontal & vertikal bisa dinyatakan
menggunakan Persamaan dan Persamaan. Nilai koefisien permeabilitas tanah juga
dapat diperoleh berdasarkan jenis tanahnya, seperti pada Tabel (2.15).

1
𝐾𝑥 = (𝑘𝐻1 + 𝑘𝐻2 + 𝑘𝐻3 + . . . +𝑘𝐻𝑛 )
𝐻

𝐻
𝐾𝑦 = 𝐻 𝐻 𝐻 (2.79)
( 1 )+( 2 )+...+( 𝑛 )
𝐾1 𝐾2 𝐾𝑛

Keterangan :

Kx = koefisien rembesan arah horizontal

Ky = koefisien rembesan arah vertikal

𝐻 = tebal lapisan (m)

Tabel 2.15
Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah
k
Jenis tanah
cm/detik ft/menit
kerikil bersih 1,0 - 100 2,0 - 200
pasir kasar 1,0 - 0,01 2,0 - 0,02
pasir halus 0,01 - 0,001 0,02 - 0,002
Lanau 0,001 - 0,00001 0,002 - 0,00002
Lempung < 0,000001 < 0,000002
(Sumber : Braja, 1985)

g. Interfaces Strength (𝑅𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟)

Interfaces strength diperlukan untuk mensimulasikan interaksi antara tanah dan


struktur dinyatakan dengan faktor reduksi kekuatan interface (𝑅𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟). Terdapat 2
pilihan dalam memasukkan data interfaces strength, yaitu:

➢ Rigid
Opsi Rigid digunakan ketika interface tidak seharusnya mengurangi kekuatan
yang berhubungan dengan kekuatan tanah sekitarnya. (Rinter = 1)

➢ Manual

Nilai Rinter dapat diinput secara manual jika Interface strenght diatur ke opsi
manual. Umumnya nilai Rinter harus lebih kecil dari 1 (Rinter < 1), hal ini dikarenakan
interaksi pada interface struktur tanah asli lebih rendah dan fleksibel dibanding
dengan tanah disekitarnya.

2.9.3 Drainage Type

Dalam memodelkan hubungan antara tekanan dan tegangan tanah dengan


kerangka dari tanah itu sendiri, ada faktor penting yang tidak dapat diabaikan, yaitu
faktor air pori pada tanah.

Drainage Type atau tipe pengaliran digunakan untuk mensimulasikan tipe tanah
berdasarkan interaksi tanah dengan air. Pada Plaxis 2D terdapat 3 tipe pengaliran
yaitu sebagai berikut.

a. Drainage Behaviour

Drained behaviour ditujukan untuk memodelkan tanah kering dan pasir serta tanah
dengan daya dukung rendah. Drainage behaviour dapat digunakan untuk pemodelan
sifat tanah secara jangka panjang dengan riwayat kosolidasi dan pembebanan
undrained yang akurat.

b. Undrainage Behaviour

Undrained Behaviour biasa digunakan pada tanah saturated, dimana air pori tidak
dapat bergerak bebas pada lapisan tanah. Terkadang aliran air pori dapat diabaikan,
hal ini dapat disebakan oleh rendahnya permeabilitas tanah (lempung) atau karena
besarnya tingkat pembebanan.

Terdapat 3 metode dalam pemodelan Undrained soil Behaviour

- Metode A
Metode ini adalah analisa tekanaan efektif Undrained dengan kekakuan
efektif serta parameter kekuatan efektif tanah. Metode ini akan memberikan
nilai perkiraan dari tekanan pori tanah, dan dapat diikuti dengan analisa
konsolidasi. Pada metode ini, nilai Undrained shear strength bukan sebagai
parameter input, melainkan sebagai nilai yang didapat dari pemodelan dengan
metode A.

- Metode B

Metode ini adalah analisa parameter kekuatan efektif undrained dengan


tekanan efektif serta kekakuan efektif tanah dengan parameter input adalah
Undrained shear strength (Su). Metode ini akan menghasilkan perkiraan dari
tekanan pori, dan dapat diikuti dengan analisa konsolidasi. Namun saat
dilakukan analisa konsolidasi, nilai Su tidak akan terbarui, hal ini disebabkan
nilai Su sebagai parameter input.

- Metode C

Metode ini adalah analisa tekanan total dengan semua parameter


undrained. Hal ini membuat metode ini tak dapat digunakan untuk analisa
konsolidasi. Parameter input yang digunakan adalah Undrained sheat strength
(Su)

c. Non porous behaviour

Non porous behaviour adalah pemodelan yang tidak memperhitungkan initial


pore pressure dan excess pore pressure. Metode ini biasa diaplikasikan pada
pemodelan beton atau sifat-sifat struktur. Pemodelan Non porous kerap kali
dikombinasikan dengan pemodelan linear elastic.

2.9.4 Metode analisis Kelompok Tiang

Kelompok tiang pancang dengan pile cap menggunakan pemodelan plane


strain pada pemodelannya, dimana Plaxis 2D akan menerjemahkan struktur 3 dimensi
menjadi 2 dimensi.. Untuk menggambarkan tiang-tiang yang “out of plane” atau
berada pada di luar bidang (sumbu z), maka tiang-tiang disederhanakan menjadi
elemen dinding, yang disebut plane strain piles, seperti pada Gambar 2-13. Agar dapat
emnggambarkan pile strain pada suatu sumbu, elemen dinding yang memanjang tak
hingga ke arah luar perlu diekivalensikan. Hal ini membuat parameter dari pile perlu
dikali dengan jumlah tiang dalam kolom pada suatu kelompok tiang dan dibagi
dengan lebar pile cap (Lr) ke arah sumbu z tersebut. Ekivalensi parameter tersebut
dapat dihitung dengan persamaan-persamaan dari Prakoso & Kulhawy, 2001.

𝑛(𝐸×𝐴)
𝐸𝐴𝑒𝑞 = (2.80)
𝐿𝑟

𝑛(𝐸×𝐼)
𝐸𝐼𝑒𝑞 = (2.81)
𝐿𝑟

𝑛
𝑤𝑒𝑞 = 𝑤 𝐿𝑟 (2.82)

Keterangan :

EAeq = kekakuan normal tiang ekivalen (kN/m)


EIeq = k ekakuan lentur tiang ekivalen (kNm2/m)
weq = berat tiang ekivalen (kN/m/m)
E = modulus elastisitas tiang (kN/m)
n = jumlah tiang dalam kolom kelompok tiang
Lr = lebar pile cap (m)
A = uas penampang tiang (m2)
I = momen inersia tiang (m4)

gambar 2-23 Model plane strain pada kelompok tiang (Sumber: Elwakil & Azzam, 2015)
beban yang diinput pada aplikasi Plaxis 2D adalah beban terpusat (point load), pada
pemodelan plane strains beban terpusat adalah beban garis sepanjang sumbu z sehingga perlu
disimplifikasi dengan membaginya dengan lebar pile cap (Lr).

𝑃
𝑝𝑒𝑞 = 𝐿𝑟 (2.83)

Keterangan :

Peq = beban vertikal ekivalen (kN)

Lr = beban vertikal perencanaan (kN)


Dalam pemodelan plane strain, nilai b atau Lr atau lebar pile cap diperhitungkan

sebagai 1 meter seperti pada Gambar (2-14).

gambar 2-24 Pemodelan kekakuan material pelat untuk komponen pile cap

(Sumber: Algulin & Pedersen, 2014)


BAB III
Metode penelitian
3.1 Data Perencanaan
Nama : Gedung parkir RS. Bhayangkara Tk.III Nganjuk
Lokasi : Jl. Abdurahman Saleh No.56,Kec. Nganjuk, Kabupaten
Nganjuk
Zona Gempa : III
Luas Geduang : 21,5 m x 40 m
Tinggi Gedung : 23,5 m
Jenis Konstruksi : Beton Bertulang

3.2 Pengumpuan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data yang didapat dari
perantara atau disebut dengan data sekunder. Data ini meliputi laporan penelitian, penelitian
sebelumnya, bukti yang telah ada, serta arsip baik yang telah diinformasikan maupun yang
tidak diinformasikan secara langsung. Penelitian ini menggunakan data yang telah ada dari
penelitian yang telah dilakuan sebelumnya pada lokasi penelitian, adapun data – data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
3.2.1 Data Tanah
a. BH-1

kadar air berat volume


Berat Isi Grain Size Analysis (%) Atterberg Limit (%) Unconfined Direct
kedalaman (%) (gr/cc)
(kg/cm3) Shear (°)
Wc γt γd GS Gravel Sand Silt Clay LL PL PI
1,5 - 2 45,87 1,756 1,204 2,628 2,86 10,01 47,89 39,23 74,50 30,22 44,28 0,44 11
3,5 - 4 48,70 1,693 1,139 2,631 0,23 13,17 48,86 37,73 75,42 32,00 43,42 0,41 12
5,5 - 6 48,39 1,721 1,160 2,641 0,08 28,38 34,63 36,90 72,57 31,29 41,28 0,43 16
7,5 - 8 48,84 1,669 1,141 2,634 0,00 18,83 39,77 41,40 74,46 31,34 43,12 0.42 13
9,5 - 10 52,24 1,638 1,076 2,632 0,40 21,12 37,58 40,90 75,41 33,17 42,24 0,39 15
11,5 - 12 51,56 1,695 1,095 2,625 1,21 10,62 42,93 45,23 77,34 32,16 45,18 0,40 10
13,5 - 14 54,82 1,623 1,048 2,616 0,09 9,42 42,62 47,87 79,26 33,07 46,19 0,37 7
15,5 - 16 56,31 1,638 1,048 2,637 0,24 19,51 38,44 41,80 76,41 34,23 42,18 0,36 14
17,5 - 18 64,02 1,574 0,960 2,613 0,16 3,31 51,12 45,40 82,48 35,19 47,29 0,34 6
19,5 - 20 42,30 1,753 1,232 2,621 0,00 11,71 49,02 39,27 75,35 30,14 45,21 0,45 9
21,5 - 22 38,59 1,812 1,307 2,663 5,40 32,37 34,19 29,03 68,55 29,29 39,26 0,46 19
23,5 - 24 36,49 1,838 1,347 2,654 1,66 32,62 35,59 27,13 68,50 28,24 40,27 0,48 18
25,5 - 26 54,85 1,677 1,083 2,646 1,15 30,45 35,70 32,70 75,41 34,23 41,18 0,38 17
27,5 - 28 21,68 2,116 1,739 2,684 4,98 68,06 26,98 0,00 Non Plastis N/A 21
29,5 - 30 60,28 1,588 0,991 2,618 0,27 9,62 50,51 39,60 81,44 35,21 46,23 0,35 8

b. BH-2
kadar air berat volume
kedalam Berat Isi Grain Size Analysis (%) Atterberg Limit (%) Unconfined Direct
(%) (gr/cc)
an (kg/cm3) Shear (°)
Wc γt γd GS Gravel Sand Silt Clay LL PL PI
1,5 - 2 27,45 2,092 1,592 2,686 4,74 59,58 35,67 0,00 Non Plastis N/A 20
3,5 - 4 37,48 1,831 1,332 2,647 0,00 35,87 38,26 25,87 82,14 30,24 51,9 0,45 16
5,5 - 6 26,18 2,080 1,648 2,693 21,51 60,74 17,75 0,00 Non Plastis N/A 22
7,5 - 8 39,88 1,789 1,279 2,635 4,41 16,66 37,84 41,10 82,24 31,16 51,08 0,43 13
9,5 - 10 42,55 1,779 1,248 2,652 6,34 29,90 40,16 23,60 78,3 33,20 45,10 0,40 17
11,5 - 12 40,75 1,740 1,236 2,663 2,30 35,83 36,47 25,40 74,61 32,30 42,31 0,39 18
13,5 - 14 52,10 1,664 1,094 2,631 4,58 12,76 43,53 39,13 79,4 34,30 45,10 0,35 12
15,5 - 16 76,32 1,482 0,841 2,628 0,97 14,99 40,51 43m53 80,58 35,13 45,46 0,33 11
17,5 - 18 75,58 1,526 0,869 2,625 1,42 13,80 41,45 43,27 74,72 35,14 39,58 0,34 9
19,5 - 20 51,71 1,659 1,094 2,617 0,36 10,16 43,08 46,40 76,58 34,32 42,27 0,36 8
21,5 - 22 38,48 1,752 1,265 2,641 0,79 27,82 29,32 42,07 79,63 31,14 48,49 0,42 14
23,5 - 24 41,67 1,784 1,259 2,657 0,31 36,48 28,41 34,80 79,65 32,20 47,45 0,41 17
25,5 - 26 45,91 1,680 1,151 2,626 0,09 15,66 40,81 43,43 81,85 34,27 47,59 0,37 10
27,5 - 28 43,99 1,667 1,158 2,645 2,40 31,09 38,54 27,97 80,02 22,18 46,84 0,38 15
29,5 - 30 45,04 1,670 1,151 2,682 24,81 33,96 41,22 0,00 Non Plastis N/A 19
3.3 Tahapan Studi Perencanaan
Perencanaan pondasi tiang bor pada pembangunan Gedung parkir RS. Bhayangkara
Tk.III Nganjuk adalah sebagai berikut.

3.3.1 Perencanaan Beban Struktur Atas Pondasi Tiang Bor

Beban struktur atas didapat dari data sekunder, dan tidak dihitung oleh peneliti.
Perhitungan pondasi tiang bor menunjukkan dimensi tiang, jumlah tiang yang dipakai, daya
dukung ultimit, hingga penurunan yang terjadi pada pondasi tersebut. Beban struktur atas dapat
dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2
Beban struktur atas bangunan gedung parkir Rumah Sakit Bhayangkara Nganjuk
Fx Fy Fz Mx My Mz
tipe beban
kg kg kg kgm kgm kgm
DL+LL -193,279 -685,902 28.8097,7 889,278 -66,403 1,165
DL+0,75LL+0,75EQX -6.604,21 -3,192 285,249 2,451 -11,663 89,98
DL+0,75LL+0,75EQY -2.116,15 -3,252 281,856 4,993 -3,557 28
1,2DL+1,6LL -234,648 -829,605 349.049,8 1.057,28 -80,209 1,419
1,2DL+LL+EQX -12.455,49 5,626 355,368 4,08 -22,171 170,67
1,2DL+LL+EQY -3.897,14 -5,717 337,002 8,892 -6,728 52

3.3.2 Perencanaan Dimensi Tiang Bor

Dimensi taing bor yang digunakan unutk perhitungan tiang tunggal meliputi kedalaman
tiang (H) dan diameter tiang (D) telah ditentukan seelumnya, sedangkan untuk perhitungan
tiang kelompok meliputi jarak antar tiang (s), jumlah tiang (n), serta jumlah tiang per baris (m).
untuk mendapatkan nilai daya dukung yang maksimal, digunakan cara coba - coba

3.3.3 Perencanaan Daya Dukung Pondasi Tiang Bor

Perhitungan daya dukung ultimit tiang tunggal menggunakan data – data dari nilai N-
SPT yang telah didapat dari uji SPT yang telah dilakukan di lapangan. metode analisis daya
dukung yang digunakan antara lain Metode O’Neil dan Reese (1989), Metode Meyerhoff
(1976), dan Metode Coyle dan Castello (1981). Untuk mendapatkan nilai daya dukung ijin,
nilai daya dukung ultimit yang telah didapatkan dibagi dengan faktor keamanan.

Penentuan daya dukung kelompok tiang, diperoleh dari jarak antar tiang (s), jumlah
tiang per kolom (n), serta jumlah tiang per baris (m). kelompok tiang akan dianggap aman jika
nilai daya dukungnya (Qg) lebih besar dari total nilai beban vertikal yang diterima dan beban
(P) yang diterima tiap tiang pada kelompok tiang lebih kecil dari daya dukung ijin tiang tunggal
(Qa)

3.3.4 Perencanaan Penurunan Pondasi Tiang Bor

Penurunan pondasi tiang bor didapatkan dengan menghitung penurunan pondasi tiang
tunggal terlebih dahulu, kemudian nilai penurunan pondasi tiang tunggal tersebut digunakan
untuk menghitung nilai penurunan pondasi tiang kelompok. Untuk nilai lebar kelompok tiang
(Bg) didapatkan dari tahapan perhitungan sebelumnya. Metode yang digunakan untuk dalam
menghitung penurunan pondasi tiang bor yaitu metode Vesic (1970). Nilai penurunant pondasi
tiang dianggap aman jika nilai penurunanya lebih kecil dari nilai penurunan yang diijinkan.

3.3.5 Validasi Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Tiang Bor dengan Aplikasi Plaxis
2D

Hasil dari perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi tiang sebelumnya,
kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi tiang
yang didapat dari aplikasi Plaxis 2D guna untuk menvalidasi hasil yang didapat dari
perhitungan dengan cara matematis dengan hasil dari aplikasi. aplikasi Plaxis 2D adalah
aplikasi berbasis metode elemen hingga yang dapat digunakan dalam analisa geoteknik.

3.3.5.1 Pemodelan Pondasi Tiang Bor

Pada aplikasi Plaxis 2D, model untuk tiang tunggal berbentuk axyssymetri dengan
elemen sebanyak 15 nodal. Bentuk axyssymetri digunakan untuk struktur dengan penampang
radial dan memutari sumbu axial. Penggunaan 15 elemen nodal bertujuan agar pemodelan
aplikasi lebih akurat dalam menggambarkan kondisi lapangan. pemodelan pondasi tiang
tunggal dan pondasi tiang bor dilakukan terpisah, namun tahapan pemodelanya relatif sama.
secara umum tahapan pemodelan pondasi tiang bor adalah sebagai berikut :

A. Pemodelan Geometri
B. Input material Properties
C. Mesh generation
D. Phase calculation

3.3.5.2 Output Pemodelan

Output dari pemodelan tiang bor pada Plaxis 2D ini berupa kurva hubungan antara
beban dan penurunan. Selain kurva, output dari pemodelan juga menghasilkan nilai Σ𝑀𝑠𝑓 dari
tahapan perhitungan safety factor, nilai ini kemudian dikalikan dengan beban yang didapatkan
dari kurva untuk mendapatkan nilai daya dukung tiang bor
3.3.6 Diagram Studi Perencanaan
Untuk mempermudah tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini, maka
proses perencanaan pondasi tiang pancang dapat dilihat pada gambar 3.2

Mulai

Data Tanah Studi Literatur Data Teknis

Perencanaan Dimensi
Tiang Bor (D,H,s,m,n)

tidak Daya dukung pondasi


tiang bor terpenuhi

ya

tidak Daya dukung pondasi


tiang bor terpenuhi

ya

Validasi Daya Dukung & Penurunan


Pondasi Tiang Pancang Dengan
Plaxis 2D

Kesimpulan Dan Saran

Selesai

Anda mungkin juga menyukai