Anda di halaman 1dari 53

MODUL PRAKTIKUM

ILMU TANAH HUTAN


SVPH214110
(0,2)

Oleh:
Singgih Utomo, S.Hut., M.Sc. Ph.D.
Eko Prasetyo, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
Puji Lestari, S.Hut., M.Sc.
Ahdiar Fikri Maulana, S.Hut., M.Agr., Ph.D.
Norma Aji Candra Dewi, S.Hut.

Laboratorium Budidaya Hutan


Program Studi Pengelolaan Hutan
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner
Sekolah Vokasi UGM
2021
ACARA I
ASISTENSI PRAKTIKUM

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Praktikum Ilmu Tanah Hutan merupakan mata kuliah dasar Program Studi DIV
Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi, UGM. Mata kuliah ini diberikan pada mahasiswa
semester I. Mata kuliah ini terdiri atas 14 acara dengan rincian 1 kali asistensi, 12 acara
praktikum dan 1 kali responsi. Kompetensi yang didapatkan setelah mengikuti
praktikum ini adalah mampu menerapkan teknik identifikasi jenis dan sifat tanah, serta
aplikasinya untuk meningkatkan produktivitas hutan. Selama masa pandemi Covid 19,
praktikum dilakukan secara daring. Hal tersebut tentu memperlukan penyesuaian
terhadap pelaksaan teknis praktikum. Untuk memberikan gambaran pelaksaan
praktikum maka perlu dilakukan asistensi agar koordinasi dalam pelaksanaan
praktikum baik antara dosen, instruktur, asisten praktikum, dan praktikan ke depan
lebih baik.

b. Tujuan
Memberikan pemahaman dasar materi praktikum gambaran umum pelaksanaan
praktikum ilmu tanah

c. Manfaat
Mahasiswa mempunyai gambaran tentang materi dan pelaksaan praktikum daring
selama pandemi dan dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti praktikum

II. METODE

a. Waktu : 16 Agustus 2021

b. Tempat : Program Studi Pengeloaan Hutan, Sekolah Vokasi dan rumah masing-
masing

c. Cara kerja : Dosen memberikan kuliah/ asistensi secara daring (sinkron)


ACARA II
PENGENALAN ALAT LABORATORIUM

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Praktikum ilmu tanah hutan dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Kegiatan
lapangan dilakukan untuk mengamati kondisi tanah beserta faktor lingkungan riil yang
memengaruhinya, sedangkan kegiatan laboratorium dilakukan untuk pengamatan sifat-
sifat tanah secara lebih detail. Pengamatan laboratorium menggunakan berbagai macam
peralatan yang mempunyai fungsi spesifik.

Beberapa jenis peralatan laboratorium tergolong asing bagi mahasiswa yang belum
terbiasa melakukan aktivitas laboratorium, khususnya yang digunakan untuk
pengamatan sifat tanah. Ketidakpahaman akan fungsi alat-alat laboratorium akan
mengakibatkan hal-hal yang menghambat pelaksanaan praktikum. Praktikan tidak
dapat langsung memahami dan melaksanakan instruksi yang diberikan sehingga
pelaksanaan praktikum menjadi lambat. Kemungkinan terburuk berakibat fatal
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Oleh sebab itu, pengenalan alat-alat
laboratorium penting dilakukan di awal pelaksanaan praktikum.

b. Tujuan
1. Mengenali alat-alat laboratorium yang digunakan untuk praktikum ilmu tanah hutan
2. Mengidentifikasi fungsi alat-alat laboratorium yang digunakan untuk praktikum
ilmu tanah hutan
c. Manfaat
Setelah mengikuti acara ini mahasiswa dapat mengenali dan menggunakan alat-alat
laboratorium sesuai dengan fungsinya

II. METODE
a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......

b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,


Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing

c. Alat :
1. Oven 2. Desikator
3. Kawat kuadratik 8. Tabung reaksi

4. Casagrande 9. Petridish

5. Cupu 10. Labu ukur

6. Ring sampel 11. Mortar

7. Erlenmeyer 12. Soil munsell

d. Cara kerja :
1. Perhatikan penjelasan instruktur mengenai:

a. Nama alat

b. Bagian-bagian alat

c. Fungsi alat

d. Cara menggunakan/ kerja alat

2. Dokumentasikan alat-alat laboratorium yang dijelaskan

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Daftar alat laboratorium untuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan
No Nama Alat Gambar Alat Fungsi Alat Cara Kerja Alat
1

3
No Nama Alat Gambar Alat Fungsi Alat Cara Kerja Alat
dst

2. Pembahasan

V. KESIMPULAN
1.
2.
VI. DAFTAR PUSTAKA
ACARA III
PENGENALAN JENIS TANAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pembentukan tanah dipengaruhi oleh iklim, bahan induk, organisme, topografi, dan
waktu pembentukan. Perbedaan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan
tanah mengakibatkan perbedaan jenis tanah yang terbentuk. Tanah yang berada pada
daerah dengan iklim yang sama tetapi berasal dari bahan induk yang berbeda akan
menghasilkan jenis tanah yang berbeda. Tanah dengan bahan induk yang sama tetapi
berada pada topografi yang berbeda juga akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda.
Tanah dengan keragaman dan jumlah organisme yang berbeda akan memiliki sifat-sifat
yang berbeda pula. Waktu pembentukan tanah juga berpengaruh pada jenis tanah yang
terbentuk. Tanah yang waktu pembentukannya lama pada umumnya memiliki solum
yang lebih tebal dibandingkan dengan tanah yang waktu pembentukannya baru.

Indonesia terletak di daerah khatulistiwa, secara geografis berada di 6°LU – 11°LS.


Secara umum disebutkan bahwa Indonesia merupakan daerah dengan iklim tropis,
namun demikian kondisi iklim daerah yang dekat dengan khatulistiwa dengan daerah
yang agak jauh dari khatulistiwa berbeda. Sebagai contoh, perbedaan musim penghujan
dan musim kemarau di Kalimantan tidak tegas, sedangkan di Jawa tegas. Selain itu,
Indonesia termasuk dalam cakupan ring of fire sehingga beberapa wilayah di Indonesia
tanahnya terbarui pada saat adanya erupsi gunung berada. Topografi kawasan di
Indonesia juga beragam, mulai yang datar hingga lereng. Kondisi-kondisi tersebut
mengakitbatkan jenis tanah yang ada di Indonesia pun menjadi beragam. Oleh sebab
itu pengenalan jenis tanah perlu dilakukan sebagai landasan mengenali masing-masing
sifat tanah.

b. Tujuan
1. Mengetahui beberapa jenis tanah di Indonesia
2. Mendeskripsikan faktor-faktor pembentuk masing-masing jenis tanah

c. Manfaat
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa dapat mengenali adanya perbedaan jenis tanah
di Indonesia beserta faktor yang memengaruhinya
II. METODE

a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......

b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,


Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing

c. Bahan :

1. Tanah regosol

2. Tanah grumusol

3. Tanah mediteran

4. Tanah latosol

5. Tanah rendzina

d. Cara Kerja :

1. Daring di laboratorium

a. Perhatikan penjelasan instruktur mengenai:

 Deskrispsi umum jenis tanah

 Deskrisp umum faktor pembentuk tanah

b. Dokumentasi jenis tanah yang dijelaskan

2. Luring di rumah masing-masing

a. Kunjungi suatu lahan (kebun, taman, halaman) di sekitar tempat tinggal


Saudara. Usahakan lahan tersebut adalah tanah asli penyusun lahan, bukan
tanah urugan/timbunan.

b. Amati dan dokumentasikan kondisi tanah kemudian deskripsikan kondisi tanah


tersebut

c. Tebak jenis tanah yang Saudara amati

d. Jika memungkinkan tambahkan informasi dari berbagai media mengenai jenis


tanah yang ada di lokasi pengamatan Saudara sebagai informasi pendukung
III. TINJAUAN PUSTAKA
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Tanah di Laboratorium
No Jenis tanah Foto Deskripsi Tanah Deskripsi faktor Pembentuk
1 Regosol

2 Grumusol

3 Mediteran

4 Latosol

5 Rendzina

Gambar 3.1. Tanah di sekitar rumah


Jenis tanah :
Deskripsi tanah :
2. Pembahasan

V. KESIMPULAN
1.
2.

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA IV
STRUKTUR, TEKSTUR, DAN WARNA TANAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Struktur, tekstur, dan warna tanah merupakan sifat fisik tanah yang dapat memberikan
gambaran umum tentang kondisi tanah. Menurut Hardjowigeno (1993) struktur tanah
merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah
satu dengan yang lainnya. karakteristik struktur tanah dibedakan menjadi 3 yaitu bentuk
(tipe), derajat (tingkat perkembangan/kemantapan), dan ukuran. Tekstur tanah adalah
perbandingan fraksi (lempung, debu, dan pasir). Warna tanah biasaya ditentukan
menggunakan munsell soil color chart. Warna tanah yang ditetapkan mengandung
informasi mengenai hue (warna dasar), chroma (intensitas warna), dan value
(kecerahan) warna.

Berkaitan dengan fungsi tanah sebagai media tumbuh pohon, informasi mengenai
struktur, tekstur, dan warna tanah penting untuk diketahui. Struktur dan tekstur tanah
berpengaruh terhadap penetrasi akar ke dalam tanah. Lebih lanjut, kedua sifat tanah
tersebut juga berpengaruh terhadap tindakan pengelolaan terhadap tanah, seperti
pembajakan, pendangiran, maupun pemupukan. Warna tanah dapat digunakan sebagai
indikator bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Semakin gelap warna, warna
tanah biasanya kandungan bahan organiknya semakin banyak. Dengan catatan warna
gelap tersebut bukan disebabkan oleh reduksi bahan mineral penyusun tanah. Melihat
pentingnya informasi mengenai sifat fisik tanah tersebut maka acara praktikum ini perlu
dilakukan.

b. Tujuan
1. Menentukan tipe, derajat, dan kelas struktur contoh tanah
2. Menentukan tekstur contoh tanah
3. Menentukan warna contoh tanah

c. Manfaat
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa dapat memiliki kemampuan untuk
menentukan struktur, tekstur, dan warna suatu contoh tanah
II. METODE
a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing
c. Alat :
1. Munsell soil color chart
2. Modul praktikum
3. Penggaris
d. Bahan : Contoh tanah, Air
e. Cara Kerja :

Cara kerja dilakukan oleh co ass/instruktur

1. Penetapan struktur tanah


a. Ambil beberapa fragmen tanah
b. Gambar struktur fragmen tersebut
c. Amati bentuk, derajat, dan ukuran struktur tanah tersebut
Tabel 4.1. Deskripsi Bentuk/ Tipe Struktur Tanah
Bentuk Deskripsi
Lempeng (platy) Sumbu vertical lebih pendek dari sumbu horizontal.
Membentuk lapisan-lapisan halus
Prismatik (prismatic) Sumbu vertical lebih panjang dari sumbu horizontal. Sisi
atas tidak membulat
Tiang (columnar) Sumbu vertical lebih panjang dari sumbu horizontal. Sisi
atas membulat.
Gumpal bersudut (angular Sumbu vertical sama dengan sumbu horizontal. Sisi-sisi
blocky) membentuk sudut tajam
Gumpal membulat (sub-angular Sumbu vertical sama dengan sumbu horizontal. Sisi-sisi
blocky/ rounded blocky) membentuk sudut membulat.
Granuler (granular) Membulat, atau banyak sisi. Masing-masing butir struktur
(ped) tidak porous
Remah (crumb) Membulat atau banyak sisi sangat porous. Masing-masing
butir struktur (ped) bersifat porous
Gambar 4.1. Ragam Bentuk/Tipe Struktur Tanah
(sumber: http://www.eplantscience.com/index/principles_of_horticulture/soil_structure.php
Tabel 4.2. Deskripsi Ragam Derajat Struktur Tanah
Derajat Deskripsi
Lemah Butir-butir struktur (ped) dapat dilihat, tetapi mudah rusak dan
hancur waktu diambil dari profil tanah untuk diperiksa
Sedang Butir-butir struktur agak kuat dan tidak hancur (rusak) waktu diambil
dari profil ke tangan untuk diperiksa
Kuat Butir-butir struktur tidak rusak waktu diambil dari profil tanah dan
tetap tidak hancur (rusak) walaupun digerak-gerakkan

Tabel 4.3. Ukuran Kelas Struktur Tanah


Kelas Ukuran
Untuk bentuk struktur lempeng, granular dan remah
Sangat halus/tipis < 1 mm
Halus 1 – 2 mm
Sedang 2 – 5 mm
Kasar/tebal 5 – 10 mm
Sangat kasar > 10 mm
Untuk bentuk struktur gumpal dan gumpal bersudut
Sangat halus/tipis < 5 mm
Halus 5 – 10 mm
Sedang 10 – 20 mm
Kasar/tebal 20 – 50 mm
Sangat kasar > 50 mm
Untuk bentuk struktur prismatic dan tiang
Sangat halus/tipis < 10 mm
Halus 10 – 20 mm
Sedang 20 – 50 mm
Kasar/tebal 50 – 100 mm
Sangat kasar > 100 mm

2. Penetapan tekstur tanah


a. Penetapan fraksi dominan penyusun tanah
1. Ambil sebongkah contoh tanah kering lalu raba dan usap-usapkan di antara
ibu jari dan jari telunjuk.
2. Deskripsikan gejala yang Saudara rasakan berdasarkan petunjuk pada Tabel
4.1
Tabel 4.1. Gejala Selidik Cepat Fraksi Dominan Penyusun Tanah
Gejala Macam Fraksi
Di jari terasa keras, tajam dan kasar Pasir
Waktu kering terasa seperti talk/ bedak, waktu basah licin Debu
Waktu kering menepung, waktu basah melekat di jari dan liat. Lempung

3. Tentukan fraksi dominan penyusun contoh tanah


4. Ulangi langkah a sampai dengan c dengan kondisi tanah lembab
5. Ulangi langkah a sampai dengan c dengan kondisi tanah basah
b. Penetapan tekstur tanah
1. Ambil segenggam tanah
2. Ikuti cara kerja pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Bagan Alir Penetapan Tekstur Tanah (Notohadiprawiro, 1983)

3. Penetapan warna tanah


1. Perhatian peragaan penetapan warna tanah yang dilakukan oleh instruktur
(instruktur memperagakan penetapan warna 5 jenis tanah)
2. Catat warna tanah yang ditetapkan oleh instruktur

Cara kerja dilakukan oleh mahasiswa di rumah masing-masing


Lakukan langkah 1 (penetapan struktur) dan 2 (penetapan tekstur) dengan menggunakan tanah
di sekitar rumah anda

III. TINJAUAN PUSTAKA


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan

Cara kerja yang dilakukan oleh co as/instruktur

Tabel 4.2 Hasil pengamatan struktur tanah


No Gambar Struktur Tipe Struktur Derajat Struktur Kelas Struktur
1

Tabel 4.3. Hasil pengamatan fraksi dominan penyusun tanah


Kondisi Tanah Gejala Fraksi Dominan
Kering

Lembab

Basah

tanah (dapat/tidak dapat*)


segenggam tanah diremas- dibuat bola dengan cara
remas (jika perlu ditambah dikepal-kepal dst
air) hingga menjadi pasta
liat
*pilih salah satu

......... Tekstur: ?

Gambar 4.2. Alur Penentukan Tekstur Tanah


Tabel 4.3. Hasil pengamatan warna tanah
Warna Tanah
No Jenis Tanah
Nilai Sebutan
1 Regosol
2 Grumusol
3 Mediteran
4 Latosol
5 Rendzina

Cara kerja yang dilakukan oleh mahasiswa di rumah masing-masing

Tabel 4.4 Hasil pengamatan struktur tanah


No Gambar Struktur Tipe Struktur Derajat Struktur Kelas Struktur
1

Tabel 4.5. Hasil pengamatan fraksi dominan penyusun tanah


Kondisi Tanah Gejala Fraksi Dominan
Kering

Lembab

Basah

tanah (dapat/tidak dapat*)


segenggam tanah diremas- dibuat bola dengan cara
remas (jika perlu ditambah dikepal-kepal dst
air) hingga menjadi pasta
liat
*pilih salah satu

......... Tekstur: ?

Gambar 4.3. Alur Penentukan Tekstur Tanah


2. Pembahasan

V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo,
Jakarta.
ACARA V
KADAR LENGAS DAN KONSISTENSI TANAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Kadar lengas merupakan presentase air yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori
tanah serta teradsorpsi pada permukaan partikel tanah. Kadar lengas memengaruhi
konsistensi tanah karena menentukan mudah tidaknya tanah hancur, daya lekat dan
keliatan tanah, serta ketahanan terhadap tekanan. Menurut Hardjowigeno (1993)
konsistensi tanah menunjukkan daya tahan tanah terhadap gaya dari luar. Konsistensi
tanah dapat dipelajari menggunakan angka atterberg yaitu angka-angka kadar air tanah
pada beberapa macam keadaan. Dalam kaitannya dengan konsistensi tanah adalah
kadar lengas tanah yang diukur pada saat tanah mengalami perubahan konsistensi.
Angka atterberg yang digunakan untuk mengukur konsistensi tanah pada praktikum ini
adalah batas cair, batas lekat, batas golek, dan batas berubah warna. Ilustrasi batas
angka atterberg terkait dengan konsistensi tanah dapat dilihat pada gambar 5.1. Angka-
angka tersebut perlu ditentukan untuk mengukur jangka olah tanah, indeks plastisitas
tanah, dan persediaan air maksimum tanah. Indikator-indikator tersebut penting
diketahui dalam rangka pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman. Dengan
demikian mahasiswa perlu memahami teknik penetapan indikator-indikator tersebut.

Batas cair

Gambar 5.1. Ilustrasi Angka Atterberg Berkaitan dengan Konsistensi Tanah


b. Tujuan :
1. Menghitung kadar lengas contoh tanah
2. Menghitung angka-angka atteberg contoh tanah:
a. Batas Cair (BC)
b. Batas Lekat (BL)
c. Batas Golek (BG)
d. Batas Berubah Warna (BBW)
3. Menghitung Jangka Olah (JO) tanah
4. Mengitung Indeks Plastisitas (IP) tanah
5. Menghitung Persediaan Air Maksimum (PAM) dalam tanah
c. Manfaat
Mahasiswa mampu menghitung indikator untuk menentukan konsistensi tanah

II. METODE
a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing
c. Alat :
1. Cupu 5. Lempeng kayu
2. Casagrande 6. Oven
3. Cawan 7. Desikator
4. Colet 8. Timbangan analitik
d. Bahan :
1. Contoh tanah
2. Air
e. Cara Kerja :
1. Hitung kadar lengas tanah (instruktur akan memperagakan)
a. Timbang berat cupu
b. Masukkan tanah ke dalam cupu sebanyak ± ½ cupu
c. Timbang cupu berisi tanah
d. Masukkan cupu berisi tanah ke dalam oven yang telah diatur suhunya sebesar
105-110°C selama 4 jam atau lebih mencapai kering mutlak (berat konstan)
e. Keluarkan cupu berisi tanah dari oven kemudian masukkan ke dalam desikator
hingga dingin
f. Timbang cupu berisi tanah yang telah dingin
g. Hitung kadar lengas dengan rumus:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟
Kadar lengas (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 x 100%

2. Tentukan angka-angka atterberg (instruktur akan memperagakan)


 Batas Cair
a. Siapkan casagrande, dengan 2 buah sekrup pengatur dan bagian ekor colet
tinggi jatuh cawan diatur setinggi 1 cm
b. Ambil tanah secukupnya (kira-kira 100 gram) dalam cawan.
c. Campur tanah dengan air yang ditambahkan sedikit demi sedikit sehingga
diperoleh pasta tanah yang homogen
d. Letakkan sebagian pasta tanah di atas cawan casagrande dan permukaanya
diratakan dengan colet sampai tebal pasta kira-kira 1 cm.
e. Belah pasta tanah sepanjang sumbu simetris cawan dengan colet. Waktu
membelah pasta, colet dipegang sedemikian sehingga pada saat setiap
kedudukannya ia selalu tegak lurus pada permukaan cawan dan ujung colet
selalu tertekan di permukaan cawan. Di dasar alur pembelahan harus terlihat
permukaan cawan yang bersih dari tanah selebar ujung colet (2 mm).
f. Putar alas casagrande pada pemutarnya demikian cepatnya sehingga cawan
terketuk-ketuk sebanyak 2x tiap detik. Hitung banyak ketukan untuk
menutup kembali sebagian alur sepanjang  1 cm.
g. Ulangi langkah d-f sampai setiap kali diperoleh banyaknya ketukan yang
tetap.
Catatan: Alur harus menutup karena aliran kental dan bukan karena
luncuran belahan tanah diatas cawan, kalau terjadi luncuran berarti bahwa
tanahnya terlalu kering dan/atau permukaan cawan licin karena salah satu
sebab (berlemak atau berlapis debu kering). Kalau pada perulangan langkah
d-f banyak ketukan berselisih 2-3 berarti bahwa pembuatan pasta tanah
kurang homogen.
h. Setelah dapat diperoleh banyak ketukan tetap antara 10 sampai 40, ambil
sejumlah pasta tanah di sekitar bagian alur yang menutup sebanyak kira-
kira 10 g dan ditetapkan kadar lengasnya.
Catatan: Kalau diperoleh banyak ketukan kurang dari 10 maka berarti
pastanya terlalu basah dan kalau lebih dari 40 ketukan pastanya terlalu
kering, dalam kejadian pertama kebasahan dikurangi dengan jalan
menambah kering sedikit dan dalam kejadian kedua pastanya ditambah air.
i. Hitung BC dengan rumus:
𝑁
𝐵𝐶 = 𝐾𝑙𝑁 25 𝑥 0.121

Keterangan:
KlN = kadar lengas pasta tanah
N = jumlah ketukan

 Batas Lekat
a. Ambil sebagian pasta tanah pada acara BC (langkah c)
b. Gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet ke dalamnya sedalam 2,5 cm
dengan kecepatan 1 cm/detik atau gumpal-gumpalkan pasta dengan ujung
colet sepanjang 2,5 cm ada di dalamnya dan kemudian colet ditarik secepat
0,5 detik
Catatan: kecepatan penusukan-penarikan colet penting karena kecepatan
pergeseran dapat mempengaruhi kemungkinan tanah melekat di permukaan
colet
c. Periksa permukaan colet:
 Bersih, tidak ada tanah berarti pasta tanah lebih kering dari BL
 Tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari
BL
d. Ulangi langkah b sampai dicapai keadaan di permukaan colet di sebelah
ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 x
dalamnya penusukan (kira-kira 0,8 cm). Catatan: Jika terlalu kering maka
dibasahi, jika terlalu basah dikering, tergantung pemeriksaan pada langkah
c
e. Ambil tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kira-kira 10 g dan tetapkan
kadar lengasnya
f. Ulangi langkah b-e sebagai duplo. Hasil duplo dengan yang pertama tidak
bolah berselisih lebih dari 1%. Kalau lebih, harus diulangi lagi sampai
diperoleh 2 pengamatan yang selisihnya tidak lebih dari 1%.
g. Hitung BL dengan cara merata-rata kadar lengas yang diperoleh pada
langkah e dan f.

 Batas Golek
a. Ambil pasta tanah kira-kira 15 gram, dan dibuat bentuk sosis diletakkan di
atas lempeng kayu dan telapak tangan yang digerakkan maju mundur, sosis
tanah digolek-golekkan sampai berbentuk tambang. Jarak penggolekan
ialah dari ujung jari sampai pangkalnya dan kembali. Pada waktu
menggolek jari-jari melakukan gerakan menjarang.
b. Periksa tambang tanah yang berbentuk :
c. Ulangi langkah a dengan lebih dulu menambah atau mengurangi
kelembaban pasta tanah (tergantung hasil langkah b) sampai dicapai
keadaan tambang tanah itu akan mulai retak-retak/ putus-putus pada waktu
mencapai tebal 3 mm.
d. Ambil tambang yang retak-retak/ putus-putus itu dan tetapkan kadar
lengasnya
e. Ulangi langkah a-d sebanyka 2x sebagai duplo dan triplo.
f. Hitung BG dengan cara merata-rata kadar lengas yang diperoleh pada
langkah d dan e

 Batas Berubah Warna


a. Ratakan pasta tanah di atas permukaan papan kayu yang rata dan halus
dengan menggunakan colet. Bentuknya dibuat jorong dan pelan-pelan
menipis dari tangan tengah ke tepi. Bagian tengah tebalnya kira-kira 3 mm.
b. Diamkan dalam tempat yang teduh dan jauh dari sumber panas. Lengas
dalam pasta pelan-pelan akan menguap dan tentu saja penguapan lebih cepat
di bagian yang tipis (tepi). Pada waktu lengas menguap pori-pori yang
ditinggalkan oleh lengas akan diisi oleh udara, maka warna tanah akan
menjadi lebih terang (mengering). Pengeringan ini akan berjalan mulai dari
tepi dan dengan pelan-pelan menjalan ke tengah.
c. Setelah jalur yang berwarna terang mencapai lebar kira-kira 0.5 cm, maka
jalur ini akan diambil dengan colet bersama-sama dengan jalur di
sampingnya yang masih gelap selebar kira-kira sama banyak, dari 2 tempat
sekeliling bentukan jorong untuk mendapat hasil rata-rata yang lebih baik.
Catatan: untuk pedoman warna muda di salah satu sudut papan kayu
diletakkan selapis tipis contoh tanah kering udara yang digunakan dalam
acara ini sebagai pembanding.
d. Hitung BBW yang merupakan kadar lengas yang diperoleh pada langkah c.

3. Hitung JO dengan rumus:


𝐽𝑂 = 𝐵𝐿 − 𝐵𝐺

4. Hitung IP dengan rumus


𝐼𝑃 = 𝐵𝐶 − 𝐵𝐺

5. Hitung PAM dengan rumus:


𝑃𝐴𝑀 = 𝐵𝐶 − 𝐵𝐵𝑊

III. TINJAUAN PUSTAKA


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
a. Kadar lengas tanah
 Berat cupu (a) =
 Berat cupu + tanah (b) =
 Berat cupu + tanah setelah dioven (c) =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟
 Kadar lengas (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 x 100%
𝑏−𝑐
= 𝑐−𝑎 x 100%

=
=
=

b. Angka-angka atteberg
𝑁
 BC = 𝐾𝑙𝑁 25 𝑥 0.121

=
=

𝐾𝑙1+𝐾𝑙2
 BL =
2

=
=

𝐾𝑙1+𝐾𝑙2+𝐾𝑙3
 BG = 3

=
=
 BBW =

c. JO = 𝐵𝐿 − 𝐵𝐺
=
d. IP = 𝐵𝐶 − 𝐵𝐺
=
e. PAM = 𝐵𝐶 − 𝐵𝐵𝑊
=

2. Pembahasan

V. KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA VI
BERAT VOLUME (BULK DENSITY)

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Berat volume (bulk density) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
kepadatan tanah. Berbagai tindakan pengelolaan hutan berpengaruh terhadap kepadatan
tanah, baik meningkatkan maupun menurunkan kepadatan tanah. Aktivitas pengelolaan
hutan yang meningkat kepadatan tanah antara lain masuknya alat berat ke wilayah
hutan saat kegiatan pemanenan. Akvitas pengelolaan hutan yang mengurangi kepadatan
tanah antara lain kegiatan pendangiran. Selain itu, aktivitas pergerakan makrofauna
tanah juga mampu mengurangi kepadatan tanah.
Sebagai media tumbuh pohon, tanah yang padat akan menghambat penetrasi akar ke
dalam tanah. Dalam jangka panjang kondisi tersebut akan mengganggu pertumbuhan
tanaman. Oleh sebab itu, informasi mengenai kondisi kepadatan tanah penting sebagai
bahan pertimbangan pengelolaan lahan. Dengan demikian, acara praktikum ini penting
agar mahasiswa memiliki ketrampilan pengukuran kepadatan tanah.

b. Tujuan
Membandingkan bulk density tanah pada 3 lokasi yang berbeda

c. Manfaat
Mahasiswa dapat menghitung bulk density tanah serta menganalisis kondisi bulk
density pada beberapa kondisi lahan

II. METODE
a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing
c. Alat :
1. Ring sampel
2. Cetok
3. Palu
4. Pisau
5. Spidol
d. Bahan : contoh tanah
e. Cara Kerja : (instruktur akan memeragakan)
1. Timbang berat ring sampel (W1) dan ukur volumenya (V). Catatan: volume ring
dihitung menggunakan rumus volume silinder sebagai berikut:
𝑉 = 𝜋𝑟 2. 𝑡
2. Bersihkan permukaan tanah yang akan diambil sebagai contoh tanah dari penutupan
tumbuhan, seresah, dan batu.
3. Letakkan tabung silinder pada permukaan tanah yang akan diteliti dengan bagian
tajam berada di sisi yang bersinggungan.
4. Tekan perlahan-lahan dengan tekanan merata sampai terbenam ¾ nya.
5. Letakkan tabung silinder kedua di atasnya, kemudian tekan sampai tabung pertama
mencapai kedalaman yang diinginkan.
6. Gali tanah di sekeliling tabung hingga tabung-tabung tersebut dapat diambil secara
bersamaan dalam keadaan bertautan.
7. Rapikan tanah lebihan di sisi depan dan belakang dengan menggunakan pisau tipis
tajam.
8. Tutup kedua mulut tabung silinder dengan tutup tersedia, kemudian isolasi dan beri
label (kode tempat, kode perlakuan, kode tanah, nomor perlapisan dan ciri-ciri
istimewa lainnya)
9. Keringovenkan tanah dan ring sampel pada suhu 105°C selama 2 hari dan
ditimbang (W2).
10. Hitung BD dengan rumus:
(𝑊2−𝑊1)
BD (g/cm³) = 𝑉

11. Lakukan langkah 1-10 pada 3 lokasi yaitu bawah tegakan, bawah rumput, dan jalan
setapak

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Bulk Density Tanah pada Masing-masing Lokasi
No Lokasi Bulk Density
2. Pembahasan

V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA VII
CIRI KIMIA TANAH
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Tanah tidak dapat lepas dari unsur-unsur kimia. Unsur-unsur tersebut berasal dari
pelapukan mineral maupun bahan organik penyusun tanah. Unsur-unsur yang ada di
dalam tanah dikenal sebagai unsur hara yang bermanfaat bagi metabolisme tanaman.
Namun demikian, unsur tersebut sebaiknya berada dalam kondisi yang berimbang
karena jika berlebihan akan bersifat meracun bagi tanaman, demikian juga sebaliknya
jika kekurangan maka tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara yang akan
menghambat pertumbuhannya.

Selain unsur hara, ciri kimia tanah juga ditunjukkan dengan nilai pH tanah. pH tanah
berpengaruh terhadap beberapa proses di dalam tanah seperti pelapukan mineral dan
bahan organik, akvititas organisme tanah, serta ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Oleh karena itu ketrampilan selidik cepat ciri kimia tanah sangat diperlukan sehingga
pelaksanaan acara ini penting untuk dilakukan.

b. Tujuan
1. Membandingkan pH aquadest dan KCl pada beberapa contoh tanah
2. Membandingkan kandungan bahan organik pada beberapa contoh tanah
3. Membandingkan kandungan kapur pada beberapa contoh tanah
4. Membandingkan kondisi ferro dan ferri pada beberapa contoh tanah
5. Membandingkan kondisi gleisasi pada beberapa contoh tanah
6. Membandingkan kandungan silikon (Si) pada beberapa contoh tanah
7. Membandingkan kandungan mangan (Mn) pada beberapa contoh tanah

c. Manfaat
Mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan selidik cepat sifat kimia tanah

II. METODE
a. Waktu : Tanggal ......, Bulan ..........................., Tahun .......
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengelolaan Hutan,
Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner dan rumah masing-masing
c. Alat : pH meter
d. Bahan :
1. Aquadest 7. Larutan αα dipiridil
2. Larutan KCl 8. Larutan NaOH 40 %
3. Larutan H2O2 10 %. 9. Larutan H2O2 3 %.
4. Larutan HCL 2N atau 10 %. 10. Kertas HVS/kertas saring
5. Larutan K3Fe(CN)6 0,5% 11. pH stick
6. Larutan KCNS 10%
e. Cara Kerja :
 Penentuan pH
1. Ambil 5 contoh tanah segar lapangan kira-kira sebanyak 5gram dalam botol.
2. Tambahkan aquadest sebanyak 12,5 ml dan aduk sebaik-baiknya (atau dengan
perbandingan tanah : air = 2 : 5)
3. Biarkan kira-kira selama 15 menit, kemudian aduk lagi.
4. Masukkan pH stick dalam larutan jernih.
5. Ambil pH stick dan kibas-kibaskan hingga warna kilat air hilang.
6. Bandingkan warna pH stick dengan warna standar pH yang terdapat pada kotak
pH.
7. Ulangi langkah a-c kemudian pH dengan pengukur pH meter
8. Ulangi langkah a-g tetapi ganti pelarut (langkah b) dengan KCl 1 N

 Penentuan Bahan Organik


1. Ambil sebongkah tanah, kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Tetesi tanah dengan kamikala H2O2 10 %.
4. Amati pembuihan pada tanah.
5. Catat perbandingan banyaknya buih antar sampel. Yang mengeluarkan buih
banyak diberi tanda (+) lebih banyak, dan yang tidak bereaksi diberi tanda
negatif (-).

 Penentuan Kapur (CaCO3)


1. Ambil sebongkah tanah, kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas yang kering (saring)
3. Tetesi tanah dengan kamikalia HCL 2N atau 10 %.
4. Amati percikan dan suara desis pada tanah yang ditetesi.
5. Catat perbandingan banyaknya percik dan kerasnya desis antara sampel
contoh tanah yang satu dengan yang lainnya. Yang memercik banyak dan
bersuara desis lebih keras diberi tanda (+) lebih banyak, dan yang tidak
bereaksi diberi tanda negatif (-).

 Penentuan Ferro dan Ferri


1. Ambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Tetesi tanah dengan kemikalia HCL 2N kemudian dengan K3 Fe(CN)6 0,5%
untuk menguji Ferro ( Fe2+ ) dan dengan KCNS 10% untuk pengujian Ferri
(Fe3+).
4. Amati warna pengujian ferro adalah biru, dan warna pengujian ferri adalah
merah
5. Penafsiran hasil :
 Hanya timbul warna merah : suasana oksidatif (oksik) mutlak (O3)
 Merah nyata disertai hijau : suasana oksik kuat (O2)
 Merah nyata disertai biru : suasana oksik sedang (O1) atau reduktif
(anoksik) sedang (R1)
 Biru nyata disertai merah jambu : suasana anoksik kuat (R2)
 Hanya timbul warna biru nyata : suasana anoksik mutlak (R3)
Catatan :
Larutan K3Fe(CN)6 0,5% berwarna kuning sehingga warna kuning saja bukan
warna reaksi ferro. Reaksi ferro lemah menimbulkan warna hijau karena biru
campur kuning menjadi hijau.

 Pengamatan Gleisasi
1. Ambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas yang kering (saring)
3. Tetesi tanah dengan kamikalia HCL 2N atau 10 %, kemudian dengan alfa-alfa
dipiridil.
4. Amati warna merah di sebalik kertas yang berisi tanah teruji.
5. Catat perbandingan intensitas warna merah antara sampel yang satu dengan
yang lainnya. Yang kuat diberi tanda positif (+) , dan yang tidak bereaksi
diberi tanda negatif (-)
Keterangan :
alfa alfa dipiridil adalah zat beracun, maka harus dijaga jangan sampai terhisap
atau terkena kulit

 Pengamatan Si
1. Ambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Tetesi tanah dengan kamikalia NaOH 40 %.
4. Amati percikan pada tanah.
5. Catat perbandingan banyaknya percik antara sampel contoh tanah yang satu
dengan yang lainnya. Yang kuat diberi tanda (+) lebih banyak, dan yang tidak
bereaksi diberi tanda negatif (-).

 Penentuan Mn
1. Ambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Ratakan tanah pada alas kertas (saring).
3. Tetesi tanah dengan kemikalia H2O2 3%.
4. Amati percikan pada tanah.
5. Catat perbandingan banyaknya percik antara sampel contoh tanah yang satu
dengan yang lain. Yang kuat diberi tanda positif (+), dan yang tidak bereaksi
diberi tanda negatif (-).

III. TINJAUAN PUSTAKA


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 7.1 Pengamatan Sifat Kimia Tanah
pH pH Bahan
No Jenis Tanah Kapur Ferro Ferri Glesasi Si Mn
H2 O KCl Organik
2. Pembahasan

V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA VIII

MAKROFAUNA TANAH

III. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Makrofauna tanah adalah kelompok fauna besar yang hidup di atas atau di dalam tanah.
Kelompok ini memiliki peran penting yang menguntungkan yaitu memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah ataupun yang merugikan misalnya sebagai hama pada
beberapa jenis tanaman budidaya. Beberapa peran makrofauna tanah yang
menguntungkan adalah menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organic,
distribusi hara, peningkatan aerasi tanah dll. Dinamika populasi jenis makrofauna dapat
digunakan sebagai gambaran peran populasi tersebut pada suatu lahan untuk
mendukung produktivitas ekosistem. Jenis makrofauna tanah yang banyak dipelajari
antara lain cacing tanah dan collembola. Pengetahuan tentang dinamika populasi
makrofauna tanah sangat bermanfaat untuk mengetahui peran kelompok tersebut
terhadap kesuburan suatu lahan.

b. Tujuan

Membandingkan jenis dan jumlah makrofauna tanah pada 3 kondisi lahan berbeda

c. Manfaat
Mahasiswa mengetahui cara mengukur dinamika populasi makrofauna tanah.

IV. METODE

a. Waktu :

b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan Hutan,


Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah masing-
masing

c. Alat :

1. Kawat kuadratik 1 m2

2. Cangkul atau cethok


3. Pinset atau penjepit

4. Flakon atau botol

5. Ayakan kasar

d. Bahan :

1. Formalin 4 %

2. Alkohol 70 %

3. Label

e. Cara kerja :

1. Letakkan kawat kuadratik ukuran 1 m2 pada 3 kondisi lahan berbeda (lantai hutan,
tanah rumput dan tanah kosong). Beri tanda berupa garis pada bagian luar
mengelilingi kawat kudratik.

2. Ambil lapisan tanah sampai dengan kedalaman 25 cm pada area yang sudah dibatasi
dengan garis

3. Amati keberadaan makrofauna tanah pada bongkahan tanah yang telah dicangkul,
hancurkan bongkahan tanah dengan tangan untuk mengeluarkan fauna yang berada
di dalamnya

4. Ambil dengan tangan makrofauna yang terlihat ( metode hand sorting )

5. Masukkan makrofauna ke dalam falkon/botol yang berisi formalin 4% selama


beberapa detik hingga tubuhnya kaku.

6. Ambil makrofauna yang sudah kaku dan masukkan ke dalam flakon yang berisi
alkohol 70% dan sudah diberi label

7. Identifikasi jenis makrofauna tanah dengan referensi yang ada, serta


karakteristiknya.

8. Hitung kepadatan (density) makrofauna tanah dengan cara menghitung jumlah


spesies/luasan (ekor/m2). Konversi kepadatan makrofauna tanah kesatuan yang
lebih luas (hektar).

III. TINJAUAN PUSTAKA


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 8.1. Jenis dan jumlah makrofauna tanah di lantai hutan/tanah rumput/tanah
kosong

No Lokasi Jenis makrofauna Jumlah Kepadatan


(ekor/m2) (ekor/ha)
1

2. Pembahasan

V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA IX

MIKROORGANISME TANAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Mikroorganisme tanah merupakan salah satu kelompok dalam keanekaragaman
hayati di dalam tanah. Kelompok ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan taksonominya misalnya jamur dan bakteri. Berdasarkan manfaatnya
bagi tanaman, mikroorganisme tanah dapat bersifat menguntungkan ataupun
merugikan. Mikroorganisme menguntungkan dapat berperan secara langsung
dengan membantu tanaman mendapatkan unsur hara atau secara tidak langsung
melalui dekomposisi bahan organik sehingga dapat melepas unsur hara yang
awalnya tidak tersedia bagi tanaman. Mikroorganisme merugikan umumnya adalah
jenis penyebab penyakit bagi tanaman.
Dalam perannya untuk membantu ketersediaan unsur hara bagi tanaman,
mikroorganisme tanah dapat dibagi lagi berdasarkan unsur hara tersebut misalnya
mikroorganisme pelarut forfor, penambat nitrogen, pelarut sulfur dll. Salah satu
yang penting adalah mikroorganisme penambat nitrogen bagi tanaman. Salah satu
jenis dari kelompok ini yang sudah banyak dipelajari antara lain Azotobacter sp.
dan Clostridium sp. Kedua jenis ini merupakan mikroorganisme penambat N non-
simbiotis, yaitu jenis yang tidak membentuk simbiosis dengan tanaman.
Pengetahuan tentang populasi jenis-jenis ini dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan kesuburan tanah secara biologi.
b. Tujuan
Menentukan jumlah mikroorganisme penambat N non simbiotis secara kualitatif
dan kuantitatif di 3 kondisi lahan berbeda
c. Manfaat
Mahasiswa dapat menghitung jumlah mikroorganisme penambat N non simbiotis
secara kualitatif dan kuantitatif

II. METODE
II.1. Penentuan Jumlah Mikroorganisme Tanah Penambat N Non Simbiotis secara
Kualitatif

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing

Azotobacter sp.
c. Alat :
1. Petridish
2. Gelas benda
3. Pengaduk

d. Bahan :
1. Tanah (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong)
2. Pati maizena

e. Cara kerja :
1. Mengambil tanah di 3 lokasi (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong) dengan
kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm
2. Mengambil tanah sebanyak 1 kg pada masing-masing lokasi dan kedalaman
3. Mencampur tanah halus dengan pati maizena, aduk merata lalu masukkan
kedalam petridish
4. Basahi campuran dengan air secukupnya, buat cembung dan licinkan
permukaannya dengan gelas benda
5. Inkubasi pada suhu kamar. Jaga permukaan agar tidak kering
6. Amati pembentukan koloni Azotobacter yang mengkilat

Clostridium sp.
f. Alat :
1. Tabung Reaksi
2. Kapas
g. Bahan :
1. Tanah (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong)
2. Glukosa
3. Vaselin

h. Cara kerja :
1. Mengambil tanah di 3 lokasi (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong) dengan
kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm
2. Mengambil tanah sebanyak 1 kg pada masing-masing lokasi dan kedalaman
3. Mencampur tanah halus dengan glukosa sedikit, lalu basahi dengan air
4. Masukkan campuran ke dalam tabung reaksi, padatkan dan tutup dengan kapas
5. Bakar kapas penutup, masukkan kapas ± 2 cm dari permukaan tabung dan
segera tutup dengan vaspar cair
6. Inkubasikan pada suhu kamar pada kondisi gelap
7. Amati adanya retakan pada campuran tanah

II.2. Penentuan Jumlah Mikroorganisme Penambat N Non Simbiotis (Clostridium) secara


Kuantitatif dengan Metode Most Probable Number (MPN)

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Tabung reaksi
2. Kapas
3. Lampu spritus
a. Bahan :
3. Tanah (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong)
4. Glukosa
5. Vaselin
b. Cara kerja :
1. Mengambil tanah di 3 lokasi (lantai hutan, tanah rumput, tanah kosong)
dengan kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm, masing- masing
sebanyak 100 gr
2. Mencampur tanah dengan tanah steril 900 gr ( pengenceran 10-1)
3. Mengambil 100 gr dari campuran pada poin 2 dan dicampur dengan tanah
steril sebanyak 900 gr (pengenceran 10-ı)
4. Mengulangi langkah 3 hingga pengenceran 10-7
5. Mengambil 100 ml dari pengenceran 10-3 dan dicampur dengan glukosa 1 gr,
basahi dengan air
6. Masukkan 15 ml campuran kedalam tabung reaksi, padatkan dan tutup dengan
kapas penutup, masukkan kapas ± 2 cm dari permukaan tabung dan segera
tutup dengan vaspar cair. Buat ulangan sebanyak 5 tabung
7. Ulangi langkah 5 dan 6 pada pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7 (jangan lupa
memberi label pengenceran)
8. Inkubasi seluruh tabung pada suhu kamar pada kondisi gelap
9. Amati pada campuran tanah apakah ada retakan atau tidak. Kalau ada retakan
maka digolongkan sebagai reaksi positif dan kalau tidak ada sebagai reaksi
negatif
10. Catat data pada tabel berikut
Penganceran Jumlah reaksi positif
(ditandai adanya retakan)
10-3
10-4
10-5
10-6
10-7
Ket : nilai jumlah reaksi positif dari 0-5

11. Tentukan jumlah mikroorganisme (bakteri/g tanah) dengan menggunakan tabel


MPN
12. Langkah menggunakan tabel MPN:
a. Amati semua perlakuan setiap 2 hari sekali
b. Tunggu hingga ada salah satu perlakuan yang semua tabungnya (kelima
tabungnya) ada retakan.
c. Jika langkah b tidak tercapai, hentikan pengamatan sampai waktu yang
disepakati (akhir pengamatan)
d. Hitung jumlah mikroorganisme dengan cara; pilih 3 angka yang berbeda
dari 3 pengenceran yang berurutan.
Contoh:
Pengenceran Jumlah tabung yang ada retakan
10-3 5
10-4 5
10-5 5
10-6 2
10-7 1
Maka yang dipilih adalah 552 atau 521

e. Lihat nilai MPN ketiga angka tersebut lalu kalikan dengan dengan nilai
positif dari faktor pengenceran yang tengah.
Contoh dari pilihan angka point d:
 552  540 x 105 = 5,4 x 107
 521  70 x 106 = 7 x 107
Kedua nilai tesebut dalam penelitian mikroorganisme tidak berbeda nyata.

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
ACARA X

PENGENALAN PUPUK ANORGANIK

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pupuk anorganik adalah materi yang mengandung 1 atau lebih unsur hara esensial
bagi tanaman dan dibuat dari bahan baku anorganik. Pupuk ini dibuat dan
diaplikasikan dengan tujuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dengan cara
menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan hara pada
pupuk tersebut telah diatur sehingga jenis dan konsentrasi unsur hara yang
terkandung pada suatu pupuk dapat diketahui secara jelas. Dengan demikian jumlah
penggunaan pupuk anorganik dapat dihitung dan disesuaikan dengan konsentrasi
hara yang diinginkan, agar tidak kurang ataupun berlebihan dalam penggunaannya.
Pengetahuan tentang jenis pupuk anorganik yang beredar di pasaran sangat penting
untuk menambah informasi tentang fungsi dan sifat masing-masing jenis pupuk,
serta cara penggunaannya.
b. Tujuan
1. Mengenal berbagai jenis pupuk yang terdapat di pasaran
2. Mengetahui fungsi dan sifat masing-masing jenis pupuk
3. Mengetahui cara penggunaan pupuk
c. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui jenis pupuk anorganik berdasarkan fungsi, sifat dan
cara penggunaannya

II. METODE

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Alat tulis
2. Lembar pengamatan

d. Bahan :
1. Berbagai jenis pupuk yang tersedia di pasaran

e. Cara kerja :
1. Setiap jenis pupuk diidentifikasi :
a. Nama pasaran
b. Nama ilmiah dan komposisi kimia
c. Kandungan hara dan prosentasenya
d. Bentuk dan ukuran pupuk
e. Sifat pupuk
f. Cara penggunaan pupuk
g. Nama produsen
h. Keterangan lain yang relevan
2. Mengklasifikasi pupuk menurut :
a. Kandungan hara (nitrogen,fosfor, hara mikro, dll)
b. Jenis pupuk (tunggal,majemuk)
c. Jenis pupuk (padat,cair)
d. Efek pemberian pupuk (pertumbuhan vegetatif, pertumbuhan generatif)
e. Waktu pemberian pupuk (semai,dewasa)
f. Pengaruh pupuk (pertumbuhan daun, pertumbuhan buah/bunga,
pertumbuhan batang)

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
ACARA XI

PENGENALAN PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pupuk organik adalah materi yang mengandung unsur hara esensial bagi tanaman
dan dibuat dari bahan baku organik. Sama halnya dengan pupuk anorganik, pupuk
ini dibuat dan diaplikasikan dengan tujuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman
dengan cara menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun
kandungan hara pada pupuk organik tidak dapat diatur sehingga jenis dan
konsentrasi unsur hara yang terkandung tidak diketahui secara jelas. Walaupun
demikian terdapat kisaran kandungan hara pupuk ini yang diperoleh dari penelitian-
penelitian yang telah dilakukan.
Pembuatan pupuk ini lebih mudah dibandingkan pupuk anorganik. Bahkan
pembuatannya dapat dilakukan dalam skala rumah tangga dengan bahan yang dapat
diperoleh dengan mudah misalnya sisa makanan, bahan organic di sekitar rumah
dll. Pupuk jenis ini dianggap lebih aman dibandingkan pupuk anorganik
dikarenakan bahannya yang bersifat organic. Pengetahuan tentang cara pembuatan
dan manfaatnya sangat penting untuk menunjang teknologi yang aman bagi
lingkungan.
b. Tujuan
1. Memahami proses pembuatan pupuk organik
2. Mengetahui manfaat pupuk organik
c. Manfaat
Mahasiswa memahami manfaat pupuk organic dan cara pembuatannya.

II. METODE

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Kotak pelapukan
2. Trash bag
d. Bahan :
1. Seresah daun/jerami 1 m3
2. Pupuk urea 300 g
3. Pupuk TSP (dihaluskan) 150 g
4. Dolomit 500 g
5. Jamur Trichoderma sp. 1 kg
6. Kotoran ayam petelur 20 kg
e. Cara kerja :
1. Cacah seresah daun menjadi berukuran panjang ± 5 cm dan lebar ± 1 cm
2. Konversikan jumlah bahan yang diperlukan sesuai dengan ukuran kotak
pelapukan yang tersedia
3. Campurkan pupuk urea, TSP, dolomit, dan jamur Trichoderma sp. secara
merata lalu bagi menjadi 4 bagian
4. Bagi kotoran ayam petelur menjadi 4 bagian, lalu masing – masing bagian
campurkan dengan campuran yang telah dibuat pada langkah 2
1
5. Masukkan seresah yang sudah dicacah ke dalam kotak pelapukan setebal
4

bagian kotak lalu taburkan campuran yang dibuat pada langkah 3 sebanyak 1
bagian, lalu siram dengan air secara merata hingga jenuh
6. Ulangi langkah 4 hingga terbentuk 4 lapisan, lalu tutup rapat dengan plastik
7. Buka plastik lalu siram dengan air secara merata hingga jenuh lalu tutup
kembali, setiap pagi dan sore selama 2 minggu
8. Tutup rapat dan diamkan selama 2-4 minggu hingga pupuk jadi. Ciri – ciri
pupuk jadi adalah berwarna hitam kecoklatan, tekstur remah, berbau seperti
daun lauk/tanah
9. Pupuk yang sudah jadi diangin – anginkan lalu diayak.
10. Amati dan dokumentasikan warna bahan pada saat pembuatan (mentah),
minggu pertama, minggu kedua dan sudah jadi
11. Ukur penurunan ketebalan bahan seminggu sekali.
12. Ukur suhu bahan sebelum dan sesudah penyiraman selama 2 minggu pertama
dan saat pupuk sudah jadi.

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
ACARA XII

LAJU JATUHAN SERESAH, AKUMULASI SERESAH, LAJU DEKOMPOSISI


SERESAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Tanah hutan terjaga kesuburannya disebabkan oleh bahan-bahan tanaman yang
jatuh, mati dan diuraikan oleh organisme. Daun, ranting, cabang maupun batang
merupakan bahan yang apabila terdekomposisi akan termineralisasi menjadi unsur
yang siap digunakan oleh tanaman. Proses-proses ini merupakan bagian dari siklus
hara. Proses tersebut dapat diwakili oleh beberapa parameter antara lain laju jatuhan
seresah, akumulasi seresah dan laju dekomposisi seresah. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap parameter tersebut antara lain kondisi lingkungan, organisme
pengurai, sifat fisik kimia seresah dll. Pengetahuan tentang parameter tersebut akan
bermanfaat dalam menjelaskan kondisi siklus hara pada suatu hutan.

b. Tujuan
Laju Jatuhan Seresah
1. Mengetahui cara pengukuran laju jatuhan seresah pada suatu tegakan hutan
2. Menghitung laju jatuhan seresah
3. Memahami manfaat pengambilan seresah dalam siklus hara

Akumulasi Seresah

1. Mengetahui biomassa lantai hutan.


2. Mengetahui perlapisan lantai hutan dan tingkat dekomposisinya.
3. Mengetahui karakteristik tanah dan lantai hutan apabila dibandingkan dengan
tanah pertanian.
4. Mengetahui cara pengambilan contoh tanah yang tepat dan mewakili satuan
tanah teruji.

Laju Dekomposisi Seresah


1. Memahami dinamika seresah di lantai hutan
2. Menghitung laju dekomposisi seresah
3. Memahami peranan dekomposisi seresah dalam siklus hara

c. Manfaat
Mahasiswa dapat mengukur laju jatuhan seresah, akumulasi seresah dan laju
dekomposisi seresah dan memahami posisi dan peran ketiga parameter tersebut
dalam siklus hara

II. METODE

II.1. Laju Jatuhan Seresah

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Kawat
2. Jaring dengan diameter 2 cm
3. Tonggak besi/bambu/kayu
4. Alat tulis
5. Lembar pengamatan
6. Kantong kertas
d. Cara kerja :
1. Membuat frame dari jaring dengan ukuran 1 m x 1 m
2. Memasang frame jaring tersebut pada tonggak besi/bambu dan letakkan
dibawah tegakan hutan
3. Mengambil seresah yang jatuh dijaring tersebut dan dipisahkan menurut
bagiannya : (I) daun (II) ranting, batang (III) bunga/buah
4. Memasukkan bagian-bagian tersebut dalam kantong kemudian ditimbang berat
basahnya (W2). Sebelumnya berat kantong ditimbang (W1)
5. Memasukkan kantong ke oven pada suhu 60-750C sampai berat kering mutlak
(W3)
6. Menimbang berat kering mutlak masing-masing kantong
7. Mengonversikan brat kering mutlak ke satuan kg/ha/th
8. Pengamatan dilakukan per 2 minggu selama 1,5 bulan dengan prosedur seperti
langkah 1 sampai langkah 7

II.2. Akumulasi Seresah

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Kawat kuadratik ukuran 50 cm x 50 cm.
2. Pisau atau cethok.
3. Kertas sampul atau plastik
4. Alat tulis
d. Cara kerja :
1. Meletakkan kawat kuadratik berukuran 50 cm x 50 cm pada lantai hutan yang
masih utuh.
2. Mengiris dengan hati-hati batas sampel tersebut dengan menggunakan pisau
atau gunting.
3. Mengambil lapisan L (litter) pada bagian atas lantai hutan tanpa merusak
keadaan dibawahnya, yang mempunyai ciri-ciri : seresah yang baru jatuh,
kandungan air msih tinggi, bentuk masih utuh, warna kehijauan atau kecoklatan,
masih agak segar. Pisahkan lapisan L (kalau mungkin) menjadi daun,
tangkai/dahan, bunga/buah dan lain-lain dalam kantung terpisah yang berlabel.
4. Mengambil bagian F1 (fragmentasi tahap 1) yang mempunyai ciri-ciri : berupa
seresah yang mulai terdekomposisi, bentuk sudah tidak utuh lagi, bentuk
seresah asli masih kelihatan, warna kecoklatan, masih merupakan satuan
seresah tunggal/ tidak saling lengket. Pisahkan lapisan F1 (kalau mungkin)
menjadi daun, tangkai/dahan, bunga/buah dan lain-lain dalam kontong terpisah
yang berlabel.
5. Mengambil bagian F2 (fragmentasi tahap 2) yang mempunyai ciri-ciri : berupa
seresah yang telah terdekomposisi lanjut, bentuk asli sudah tidak kelihatan lagi
tapi masih bisa dibedakan jenis seresah, warna kecoklatan, seresah yang satu
menempel pada seresah yang lain/ saling lengket. Pisahkan lapisan F2 (kalau
mungkin) menjadi daun, tangkai/dahan, bunga/buah dan lain-lain dalam
kontong terpisah yang berlabel.
6. Mengambil lapisan H (Humus) yang mempunyai ciri-ciri : berupa seresah yang
telah terdekomposisi sempurna sehingga berbentuk seperti kompos, bentuk
sudah tidak kelihatan lagi, warna kehitaman, struktur remah, gembur dalam
kantong terpisah yang berlabel.
7. Menimbang hasil pengambilan lapisan L, F1, F2 dan H yang telah dibedakan
daun, tangkai/dahan, bunga/buah sebagai berat basah
8. Memasukkan lapisan L, F1, F2 dan H ke oven 65C sampai mencapai berat
kering mutlak
9. Menghitung kadar air, biomassa tertentu dan biomassa total dalam kg/ha

II.3. Laju Dekomposisi Seresah

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Jaring dengan diameter 1 mm
2. Timbangan
3. Gunting
d. Bahan :
1. Seresah daun
e. Cara kerja :
1. Membuat jaring (litterbag) dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 12 buah
2. Mencari seresah daun, kemudian dikeringkan sampai berat kering mutlak
3. Timbang daun yang sudah kering tersebut sekitar 20 gr (sebagai Xo) kemudian
masukkan ke dalam jaring
4. Menomori litterbag kemudian meletakkannya di lantai hutan secara acak
5. Mengambil 4 buah litterbag secara periodik pada minggu ke-2, ke-4, dan ke-6
dan memasukkan ke kantong kertas untuk dioven pada suhu 60-750C sampai
berat kering mutlak (Xt)
𝑋𝑡
6. Menghitung Berat Relatif (BR) dengan rumus : BR (%) = 100% 𝑋𝑜

7. Membuat grafik untuk mengetahui trend pengurangan biomassa seresah


Contoh:

3
BR (%)

0
Minggu 2 minggu 4 minggu 6
Pengamatan ke-

𝑋𝑡 𝑋𝑡
8. Menghitung nilai k (konstanta dekomposisi) : = 𝑒 −𝑘𝑡 atau Ln (𝑋𝑜) = -kt
𝑋𝑜

dimana e adalah bilangan alam (2,73)  t = waktu (th)


9. Menghitung waktu yang diperlukan untuk mendekomposisi seluruh seresah
3
dengan rumus : t0,95 =
𝑘
0,693
10. Menghitung waktu paruh (half time) dengan rumus : t0,5 =
𝑘

III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


V. KESIMPULAN

VI. DAFTAR PUSTAKA


ACARA XIII

LAJU RESPIRASI TANAH

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Respirasi adalah proses biokimia dimana organisme menyerap dan mengubah O 2
dan glukosa menjadi air, energi dan CO2. Respirasi di tanah dilakukan oleh hampir
seluruh organisme yang berada di atas dan di dalam tanah. Pengukuran respirasi
dilakukan dengan pendekatan pengukuran CO2 yang dihasilkan dari proses
respirasi. Laju respirasi tanah dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
mengetahui tingkat aktivitas organisme tanah dan kemudian dikaitkan dengan peran
organisme tersebut dalam siklus hara, misalnya dalam proses dekomposisi bahan
organik.
b. Tujuan

1. Memahami cara pengukuran respirasi tanah


2. Memahami aktivitas mikroorganisme
3. Mengukur jumlah CO2 yang teremisi dari lantai hutan
4. Memahami peranan mikroorganisme dalam dinamika hara dan bahan organik
pada lantai hutan
c. Manfaat
Mahasiswa dapat mengukur respirasi tanah dan menjelaskan perannya dalam siklus
hara

II. METODE

a. Waktu :
b. Tempat : Laboratorium Budidaya Hutan, Program Studi Pengeloaan
Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi dan rumah
masing-masing
c. Alat :
1. Kotak/tabung respirasi ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm dan penyambung kotak
yang terbuka dengan ukuran (20 cm x 20 cm x 10 cm)
2. Gelas / cawan tertutup
3. Isolasi besar
4. Kawat penyangga gelas / cawan berbentuk tripod
d. Bahan :
1. Larutan KOH 1 N
2. Larutan BaCO3 1 N
3. Larutan HCL
e. Cara kerja :
1. Menanam bagian bawah penyambung kotak respirasi sedalam 5 cm.
2. Meletakkan penyangga / tripod pada bagian penyambung kotak respirasi
3. Memasukkan larutan KOH 1 N sebanyak 50 ml ke dalam gelas / cawan
4. Meletakkan cawan tersebut dalam keadaan terbuka diatas tripod setinggi 10 cm
dari permukaan tanah
5. Menutup kotak respirasi dan segera diisolasi bagian sambungan atau bagian
yang diperkirakan terbuka secara rapat sehingga tidak ada udara yang masuk
6. Membuka kembali tutup kotak respirasi setelah 24 jam (waktu harus diketahui
dengan pasti)
7. Menitrasi KOH dalam kotak yang diinkubasi dengan larutan HCL 1 N sehingga
warna merah muda berubah menjadi putih. Sebelumnya ditetesi dulu dengan
larutan BaCO3 dan indicator PP secukupnya
8. Mencatatjumlah HCL yang dibutuhkan untuk titrasi
9. Menghitung jumlah CO2 (g/ha/hari) yang tertangkap oleh larutan KOH, dengan
rumus:

100 𝑥 100 𝑇 (𝐽𝑎𝑚)


𝐽𝑚𝑙 𝐶𝑂2 = ( 𝑉 𝐾𝑂𝐻 − 𝑉 𝐻𝐶𝐿)𝑥 𝑁. 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀. 𝐶𝑂2 𝑥 [ ] 𝑥 [ ]
𝐿 ⊙ (𝑚2 ) 24 𝐽𝑎𝑚

Keterangan:
V : Volume (ml)
N : Normalitas bahan
BM : Berat Molekul
L⊙ : Luas kotak/tabung respirasi (m2)
T : Lama pengamatan (jam)
III. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai