Anda di halaman 1dari 2

QnA Kelompok 1

Pertanyaan :
1. Ada hadist yang berisi "Siapa yang suka rezekinya dilapangkan dan usianya dipanjangkan, hendaklah
ia menyambung kerabatnya (silaturahim).'' (HR Bukhari). Saya ingin bertanya. Kematian itu kan
termasuk takdir mubram yang tidak bisa diubah. Jadi bagaimana penjelasan mengenai hadist tersebut?
(Talita/Kel3)

2. Apakah takdir muallaq dapat mempengaruhi ketetapan kita yg udah ditulis di lauhul mahfudz itu ?
(Zhafira/Kel2)

3. Apakah orang yang mati karena bunuh diri, juga merupakan bagian dari (takdir) qada nya dan bisa
jelaskan lebih rinci? (Pandu/Kel1)

4. Apakah rezeki dan jodoh hasil ikhtiar manusia atau hasil dari takdir Allah swt? (Shafira/Kel5)

Jawaban :
1. Ulama memiliki perbedaan pendapat dalam hal ini, menjelaskan bahwa ajal ada yang bisa berubah
dan ada yang tidak bisa berubah. Ajal bisa berubah disebabkan dengan adanya beberapa faktor, seperti
baca doa ataupun silaturahim. Rasullullah bersabda, “Siapa yang mau diperpanjang ajalnya, hendaklah
dia bersilaturahim. Jadi silaturahim dapat memperpanjang ajal. Tapi menurut pendapat lain memahami
hadis-hadis yang berkaitan dengan amalan panjang umur itu berkaitan dengan keberkahan. Kata ajal
yang dimaksud di situ bukan memperpanjang usia, tetapi memberbanyak keberkahan. Misalnya, ada
banyak ulama yang jasadnya sudah tidak ada, tetapi kehadirannya masih bisa dirasakan, melalui karya-
karya yang ditulis atau peninggalan lainnya. Ini menunjukkan dia diberi keberkahan semasa hidup di
dunia, sehingga nama dan karyanya selalu diingat.

2. Tak bisa dijawab dengan ya atau tidak. Namun bisa dikatakan tidak, karena takdir mualaq merupakan
kehendak Allah Swt.. Adanya perubahan di dalam Lauhul Mahfuz merupakan hal prerogatif Allah Swt.
dimana Allah menghapuskan dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.
Namun jika dimisalkan contohnya ketika seorang manusia berusaha keras agar kemiskinannya berubah
menjadi kekayaan dan itu berhasil dilakukannya (yang berunjuk pada takdir mualaq), sebenarnya dia tak
mengubah sedikit pun takdirnya. Takdirnya bukanlah miskin kemudian berusaha berubah menjadi kaya,
namun takdirnya miskin lalu berusaha keras lalu kaya. Intinya, usaha atau ikhtiar (merujuk pada takdir
mualaq) tak bisa dipertentangkan dengan takdir yang telah ditulis di Lauhul Mahfuz. Karena usaha itu
sendiri, baik usaha positif atau usaha negatif, juga bagian dari takdir. Oleh karena itu takdir mualaq tidak
dapat mempengaruhi ketetapan yang telah ditulis di Lauhul Mahfuz karena segala takdir merupakan
ketetapan Allah.
3. Jadi ketika seorang bunuh diri, meninggal karena suatu kecelakaan atau jihad di jalan Allah maka
segala yang tekait dengan perbuatannya itu sudah diketahui Allah swt dan sudah dituliskan di Lauh
Mahfuzh namun pengetahuan Allah swt ini hanya bersifat inkisyaf (menyingkap) dan ilmu-Nya tidaklah
bersifat ijbari (memaksa) dan tatsir (mempengaruhi).

4. Rezeki dan kematian merupakan Takdir dari Allah. Dalam hadits, nabi bersabda bahwa ......karena
tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya...... (HR. Ibnu Majah). Sedangkan untuk jodoh,
para ulama sebagian mengatakan hal itu takdir dan sebagian lain mengatakan bahwa hal tersebut tidak
ditetapkan di lauh mahfuzh, Dengan perbedaan penafsiran dari ayat surah An Nisa ayat 1, An Naba ayat
8 dan An nur ayat 26 (yang baik untuk yang baik)

Anda mungkin juga menyukai