Anda di halaman 1dari 4

 

Tafsir Surat Al Maun


Kelas Pagi – Senin, 12 Juni 2023
Ustadz Zuhair

Semoga menjadi hamba yang mampu bersyukur dan memanfaatkan itu untuk semakin menambah
ketaatan kepadaNya.

Surah al Maun, surah ke 107, 7 ayat, berarti barang-barang yang berguna. Mengandung
penjelasan tentang akhlak orang-orang yang mendustakan agama dan Akhirat, sebagai bentuk
peringatan untuk orang-orang yang beriman dan celaan atas orang-orang kafir.

Surat Al Maun
 
‫ب بِٱلدِّي ِن‬ ُ ‫َأ َر َءيْتَ ٱلَّ ِذى يُك َِّذ‬
Artinya: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
 
‫فَ ٰ َذلِ َك ٱلَّ ِذى يَ ُد ُّع ٱ ْليَتِي َم‬
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
 
‫س ِكي ِن‬ ْ ‫ط َع ِام ٱ ْل ِم‬ َ ‫ض َعلَ ٰى‬ ُّ ‫َواَل يَ ُح‬
3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
 
َ‫صلِّين‬َ ‫فَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُم‬
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
 
َ‫صاَل تِ ِه ْم َساهُون‬ َ ‫ٱلَّ ِذينَ هُ ْم عَن‬
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
 
َ‫ٱلَّ ِذينَ هُ ْم ي َُرٓاءُون‬
6. orang-orang yang berbuat riya,
 
َ‫َويَ ْمنَعُونَ ْٱل َما ُعون‬
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
 
 
Salah satu surah yang pendek, tetapi banyak pelajaran yang bisa diambil darinya. Surah al maun adalah
surat yang mengajarkan kepada kita bahwa ketika kita sebagai seorang manusia muslim, keislaman kita
dinilai tidak hanya dari apa yang kita ucapkan dan katakan serta lakukan. Kalau apa yang kita perbuat itu
menyelisihi dari apa yang kita ucapkan, maka amal kita lebih bisa menjelaskan siapa kita daripada apa
yang kita klaim. Ketika kita mengaku sebagai seorang muslim, beriman kepada Allah, tapi itu tidak
semua bisa menjadi bukti bahwa kita berman. Karena bisa jadi apa yang kita lakukan itu menyelisihi apa
yang kita ucapkan dan kita sampaikan. Maka dari itu, apa yang biasa tampak dari diri kita itu lebih

Fiana Zakiyah
penting. Surah ini juga menjelaskan kepada kita, ketidak berimanan seseorang terhadap hari
pembalasan membuat mereka berbuat hal-hal buruk, tidak hanya dia lakukan antara kepada Allah,
tetapi juga dilakukan sesama manusia, dan itu bermuara karena tidak beriman kepada hari pembalasan.
Surah ini juga memnjelaskan kepada kita bahwa, agama islam kita tidak terbagi menjadi bagian-bagian
khusus, tapi ibadah-ibadah, amal-amal, muamalah, dkk itu juga menentukan keislaman kita. Maksudnya,
kita tidak bisa mengambil sebagian yang kita minati dan meninggalkan yang tidak kita minati, tapi semua
ajaran islam harus kita amalkan.
 
1. Manusia itu seperti teko, kita mungkin tidak bisa melihat apa yang ada di dalam teko, tapi kita bisa
melihat apa yang keluar dari teko tersebut. Maka dari itu, tadi dikatakan apa yang dilakukan itu
lebih kuat dari apa yang diklaim lewat perkataan dan ucapan.
2. Faktor terjadinya dan tersebarnya keburukan di dunia ini adalah dikarenakan tidak berimannya
seseorang terhadap adanya hari pembalasan. Setiap amalan kita akan dibalas. Ketika keyakinan ini
tidak ada, maka manusia akan melakukan apapun semaunya. Ini karena ia tidak meyakini
bahwasannya apa yang dilakukannnya haru dipertanggung jawabkan.
3. Seorang yang memeluk islam, tidak bisa memilah mana yang mau dia amalkan dan mana yang ia
tinggalkan berdasarkan kesukaannya. Ringan ataupun berat, seorang muslim harus melakukan
ketaatan. Sgalat subuh, pasti lebih enak tidur daripada bangun pagi, mungkin akan terasa beratnya
dan ada pertengkaran batin di dalamnya sekecil apapun ketaatannya. Sedekah, mungkin juga akan
terasa berat di dalam dirinya, ia harus memberikan kepada orang lain, padahal ia butuh atau ia
harus membeli sesuatu. Orang yang suka makan, tapi ia harus menahan itu semua, berpuasa
selama 13 jam, dan itu pasti akan membebani dirinya. Itu jika dilihat hanya dari sisi manusia saja.
Maka nabi pun pernah menyampaikan. Hal-hal terkait surga itu dibenci oleh nafsu kita. Neraka itu
dikelilinhi oleh nafsu kita. Sedangkan apabila kita ingin mendapatkan surga maka kita perlu
ketahui bahwasannya ia memang dibenci oleh bagian dalam diri kita yaitu nafsu, ia seperti obat,
berasa pahit, tapi itu untuk kita bisa mendapatkan kebaikan yang lebih besar.
 
Allah mengawali surah ini dengan sebuah pertanyaan.
Ketika kita melihat surat ini turun kepada nabi, pada saat itu, yang namanya pendustaan kepada agama,
kepada hari kebangkita, itu semua sudah jelas, bahkan beliau dikelilingi oleh orang yang menyekutukan
Allah. Tapi itu masih dipertanyakan, maka ada penjelasan lain yang ingin disampaikan kepada orang
yang membaca surah ini. atau
 
ُ ‫َأ َر َءيْتَ ٱلَّ ِذى يُك َِّذ‬
‫ب بِٱلدِّي ِن‬
Artinya: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama (hari pembalasan)?
 
1. Allah ingin menjelaskan bahwa kok ada orang yang mendustai. Ketika ada orang yang bertanya,
siapa sih perempuan itu? Maka ia sebenarnya pasti akan menjelaskan hal lain dari apa yang kita
pahami. Ada dapak yang lebih besar yang akan ditimpakan pada orang-orang yang mendustakan
agama
2. Allah ingin menjelaskan kepada kita, seharusnya kita merasa heran, ko ada yang bisa
mendustakan agama dan hari pembalasan. Tidak semua kedzaliman di dunia ini itu selesai.
Karena jika seseorang mengalami kedzaliman sampai ia meninggal, maka ia belum mendapatkan
pembalasan atas apa yang ia alami dari kedzaliman itu. Padahal, Allah maha adil. Ketika ia
menanam kebaikan, maka ia sudah seharusnya ia mendapatkan balasan kebaikan. Jika ia
melakukan keburukan, maka tidak akan adil ketika ia hanya mendapatkan kebaikan. Ia akan diadili
seadil-adilnya oleh Allah. Mungkin kita akan bertanya-tanya, kenapa Allah harus menunggu di hari
pembalasan? Itu adalah hak Allah, dan hikmahnya seperti dalam al fatihah. Allah menyebutkan

Fiana Zakiyah
Allah maha memiliki hari pembalasan, Allah memiliki semuanya. Ketika kita tau ada pemimpin di
dunia ini yag selain ia memiliki kewajiban yang harus ia lakukan, ia juga memiliki keuntungan.
Ketika itu diberikan, belum tentu Allah menyayangi mereka, tapi bisa jadi Allah memberikan ujian
kepada mereka, apa yang mereka lakukan ketika Allah berikan keuntungan itu. Ketika di dunia
seseorang diberikan kekuasaan, kemudian datang hari kebangkitan and pembalasan, hanya Allah
saja yang disebut sebagai malik. Di sana tidak ada lagi kekuatan dan kekuasaan orang dalam, kita
hanya mengandallkan diri sendiri. Saking sibuknya mereka dengan diri sendiri, mereka akan
melupakan orang-orang yang bahkan paling dekat dengan dirinya, orang tuanya, saudaranya,
bahkan suami dan anaknya pun akan ia tinggalkan begitu saja. Masing-masing akan memiliki
kesibukan akan tanggung jawabnya.semua akan bergatung pada dirinya sendiri dan kasih sayang
Allah. Maka bagi kita yang masih ada di dunia ini pantaskan diri kita dan lakukan sebaik mungkin.
Ketika kita mengalami kesulita, yang kita alami di dunia ini, kebahagiaan pun tidak ada yang
selamanya. Jangan terlalu serius dalam arti terlalu terpaku dengan apa yang kita dapatkan. Semua
itu adalah ujian. Maka kitamendapati ujian kesulitan di dunia ini, maka jalani saja dengan sabar,
karena tidak akan kita jalani selamanya. Dunia ini bukan tentang apa yang kita dapatkan,tapi
bagaimana kita menyikapi apa yang kita dapatkan.
 
Ketika Allah mempertanyakan orang-orag yang mengingkari ad diin (agama atau hari pembalasan),
Allah ingin memberikan tambahan keterangan tentang siapa mereka. Bahwa yang mendustakan/
megingkari agama, hari pembalasan itu bukan hanya orang yang tidak mau beribadah kepada Allah.
Namun, lebih luas dari itu. Merambah pada keburukan yang ia lakukan pada sesama manusia.
 
‫فَ ٰ َذلِ َك ٱلَّ ِذى يَ ُد ُّع ٱ ْليَتِي َم‬ 
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
 
Penggunaan huruf Fa pada Fadzaalika
Ada suatu penjelasan yang menarik dari… jadi ketika Allah menyebutkan fadzaa, fa. Fa itu digunakan
untuk menyambungkan kalimat tersebut dengan klimat sebelumnya. Allah ingin menjelaskan kepada
kita, pada ayat 1 dan dua terdapat sebab. Ayat kedua disebutkan dikarenakan adanya ayat pertama. Apa
yang menjadi akibat dari adanya oran yang mendustakan agama dan hari pembalasan? Yaitu ia akan
menghardik anak yatim. Kenapa orang menghardik anak yatim? Karena ia mendustkan agama/
mendustakan hari pembalasan. Maka Allah sampaikan tidak menyampaikan ia tidak shalat, tapi ia juga
melakukan keburukan sesama manusia, yang itu disebabkan karena pendustaan/ tidak berimannya/
tidak yakinnya mereka kepada hari pembalasan. Keburuan dari mendustakan hari pembalasan ini
melebar, ia memperburuk dan mempengaruhi hubungan mereka dengan sesama manusia,, akhlak
mereka dalam bersosial. Yang Allah sebutkan di sini bukan keburukan manusia kepada Allah, tapi
pelebarannya yaitu keburukan manusia kepada sesamanya.
 
Sebab pasti pengingkaran mereka dari hari pembalasan itu, pasti akan memunculkan hal-hal tercela dan
akan ada yang namanya pengingkaran-pengingkaran kepada kebenaran. Ketika kita melihat orang
berbuat keburukan, maka kita tidak boleh langsung menjelaskan mereka tidak meyaini hari penjelasan.
Karena di sini Allah menggunakan fiil mudhari, sesuatu yang dilakukan di hari ini atau di masa
mendatang atau dilakukan berulang-ulang. Maka, ketika ada orang yang memang melakukannya sebagai
kebiasaan, maka barulah mungkin kita bisa menilai orang tersebut memiliki celah pada keimanannya
kepada hari pembalasan. Jadi jangan terburu-buru kita mengatakan orang tersebut tidak beriman
kepada hari pembalasan, misal ketika kita melihat dia kesiangan salat subuh. Itu bukan berarti ia sengaja
melalaikan shalat subuhnya. Namun, kita bisa melihat hati sendiri, terutama ketika dalam diri kita

Fiana Zakiyah
muncul bahwa ibadah yanh kita lakukan terasa tidak wajib untuk dilakukan, bahkan kita idak merasa
bersalah ketika kita tidak menjalankan kewajiban, maka itu adalah suatu indikasi bahwa dalam diri kita
mungkin ada ketidak yakinan adanya hari pembalasan, baik itu berkurang ataupun telah hilang. Karena
ketika kita tidak menjalankan kewajiban, kita melalaikan kewajiban itu, maka seharusnya kita merasa
bersalah yang besar. Maka tanyakan pada diri sendiri, adakah kita merasakan hal tersebut? Khawatirnya
ktia tidak merasakan rasa bersalah.
 
Semua hakikatnya akan keluar melalui apa yang kita lakukan. Orang yang memiliki hati yang buruk,
mungkin ia akan berpura-pura melakukan kebaikan, tapi itu tidak akan lama karena itu baginya
melelahkan. Namun, begitu ia sendiri, ia mungkin akan meninggalkan kebaikan itu. Sebaliknya, bagi
orang yang hatinya memang baik, bahkan mau itu dilihat, ataupun tidak dilihat, ia tetap akan melakukan
kebaikan. Dalam kepura-puraan itu, pasti akan selalu melelahkan. Maka dari itu, ini adalah ajakan untuk
kita agar selalu membersihkan hati kita.
 
Keimamanan kepada hari berbangkit, adalah faktor pendorong seseorang untuk slalu menjalankan
kebaikan amal shalih. Bahkan jika kebaikan ini sudah merasuk kepada hatinya, apa yang dilakukannya
tidak memerlukan perjuangan yang berarti, akan terasa sangat mudah, kalaupun terdapat rintangan dan
halangan, ia akan tetap melaluinya. Bapak-bapak kalau sudah suka mancing, mau itu hujan, motor
mogok, ia akan tetap berusaha untuk mancing dan ia akan cari solusi bagaimana [un caranya. Jika ada
orang yag suka belajar, ia akan perjuangkan bagaimanapun caranya walaupun ia harus tidur tengah
malam.
 
Kita shalat karena kita senang kita shalat, kita tau manfaat dari shalat itu semu,a, puasa, zakat dan
lainnya. Nah ini yang perlu kita cari bagaimana caranya agar kita terbiasa melakukan kebaikan dan agar
itu semua tidak terasa sebagai beban di diri kita dalam melakukannya. Kalau kamu melakukan ini, kamu
akan mendapatan balasan keberuntungan, dan jika kamu melakukan hal buruk, kamu akan
mendapatkan balasannya juga, lalu apa yang akan kamu pilih untuk kerjakan?
 
Ketika kita mau melakukan sesuatu yang bukan kebiasaan, maka itu akan terasa sangat sulit dan
membebani, tetapi itu akan berbeda ketika memang sudah menjadi kebiasaan. Maka, mengapa tidak
dimulai dari sekarang?

#NasihatUstadz
1. Biasakan kebaikan dan giat melakukannya atas dasar keimanan
2. Kuatkan keimanan kit aterutama terhadap hari akhir karena itu yang akan mendorong kita
melakukan kebaikan dan amal shalih.

Fiana Zakiyah

Anda mungkin juga menyukai