Anda di halaman 1dari 15

RESUME

FILSAFAT MANUSIA

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021.
KELOMPOK 1 :

Muhammad Rifky 2100701502087

Multazam 210701500047

Musrykah Ridwan 210701500014

Muthia Aliyah Arifah 210701502218

Muthia’ah Muthma’innah 210701500058

Muthmainnah 210701501020

Mutiara Adhisty 210701501123

Muzdalifa 210701500022

Nabila alya Syam 210701500055

Nabila Febiola 2107015020210

Nabila Nur Asyika 210701502180

Nabila Nurafifah 210701500012

Nabila Rahmadani Imran 210701502172

Nadhia Faiqah Anshari 210701502074

Nadia Khulaidah Rezky 210701501040

Nadifa Zahra Nur 210701501075

Nadya Andrini Saputri 210701502060

Nahdah Muthiah Azizah 21070150219


KETERKAITAN FILSAFA DENGAN ILMU,NILAI,DAN
AGAMA.
A. Pengertian filsafat
Secara etimologi kata filsafat dalam bahasa Arab “falsafah” yang dalam bahasa Inggris
“philosophy” yang berasal dari bahasa Yunani “philosophia”. Kata philosophia terdiri
atas kata “philein” artinya cinta (love) dan “sophia” artinya kebijaksanaan (wisdom),
sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) atau bisa
juga diterjemahkan sebagai cinta kearifan dalam arti yang sedalam-dalamnya.

Menurut Aristoteles, pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi


kebenaran yang berisi ilmu metafisika, retorika, lgika, etika, ekonomi, politik
danestetika (filsafat keindahan). Menurut Plato, arti filsafat adalah suatu ilmu yang
mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang sebenarnya.

B. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengerti, memahami
benar-
benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan)-
scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunaniadalah episteme.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
itu.

Menurut The Liang Gie, ilmu adalah pemaparan menurut tiga ciri pokok sebagai
rangkaian kegiatan manusia (proses), sebagai tertib tindakan pikiran (prosedur), dan
sebagai keseluruhan hasil yang dicapai (produk). Ilmu dapat dipahami sebagai aktivitas
penelitian, metode kerja (metode ilmiah), dan hasil pengetahuan (pengetahuan
sistematis). Mohammad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,
maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari
dalam. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

ilmu merupakan pengetahuan yang sadar yang menuntut kebenaran, dengan


menggunakan metode dan sistem tertentu. Jadi, ilmu itu tidak hanya tercapai dengan
indera saja, melainkan harus juga diolah sedemikian rupa. Ilmu mempunyai objek
material dan objek formal. Adapun lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu disebut
objek material, dan sudut tertentu yang menentukan macam ilmu itu disebut objek
formal. Objek material adalah suatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara
pandang tertentu tentang objek material tersebut, seperti pendekatan empiris dan
eksperimen dalam ilmu kedokteran.

C. Pengertian Nilai

Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan lo untuk mengukur segala
sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting
dan berguna bagi kemanusian. Atau sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai
dengan hahikatnya. Misalnya nilai etik, yakni nilai untuk manusia sebagai pribadi yang
utuh, seperti kejujuran, yang berkaitan dengan akhlak, benar salah yang dianut
sekelompok manusia. Nilai mempunyai peranan yang begitu penting dan banyak di
dalam hidup manusia, sebab nilai dapat menjadi pegangan hidup, pedoman penyelesaian
konflik, memotivasi dan mengarahkan pandangan hidup.

Nilai merupakan sesuatu realitas yang abstrak, nilai mungkin dapat dirasakan dalam diri
seseorang masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi
pedoman dalam kehidupan. Nilai juga dapat terwujud keluar dalam pola-pola tingkah
laku, sikap dan pola pikir. Nilai dalam diri seseorang dapat ditanamkan melalui suatu
proses sosialisasi, serta melalui sumber dan metode yang berbeda-beda, misalkan melalui
keluarga, lingkungan, pendidikan, dan agama.

D. Pengertian Agama

Kata “Agama” menurut istilah Al-Qur’an disebut Al-Din. Sedangkan secara bahasa, kata
“Agama” ini diambil dari bahasa Sansekerta, sebagai pecahan dari kata”A” yang artinya
“tidak” dan “gama” yang artinya “kacau” Agama berarti “tidak kacau”. Agama dalam
kehidupan berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu.
Secara umum norma tersebut akan menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.

Agama jika diikuti dan dilaksanakan segala doktrin ajarannya menjadikan mudah dan
kebahagiaan dalam hal apapun baik di dunia maupun di akhirat. Ini senada dengan yang
diungkapkan oleh William James, Religion thus make easy and felicitous what any case
is necessary. Pengertian diatas memandang bahwa agama bisa menjadikan mudah dalam
berbagai aspek kehidupan dan memberikan kebahagiaan di dalam hal apapaun. Ini
menegaskan bahwa dengan beragama, dan orang tersebut mengimani, melaksanakan
ajaran-ajaranya, serta menjauhi segala larangan-Nya, akan memberikan ketenangan,
kemudahan dan juga kebahagiaan.

Sikap keagamaan merupakan suatu yang ada dalam diri seseorang. Sikap tersebut muncul
karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif,
perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai sebagai
unsur konatif. Dalam hal ini Islam mengajak manusia supaya kental dengan nuansa
religius, tidak hanya sekedar menargetkan supaya bisa selamat dari siksa neraka saja.
Tetapi lebih dari itu, juga menargetkan pahala yang agung dan melimpah dari Allah yang
berupa surga Allah di akhirat kelak. Sebagaimana dalam firman Allah:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri darikeinginan
hawa nafsunya. Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya. (QS. An Nazi’at/79: 40-41)

E. Keterkaian Filsafat dengan Ilmu

Keterkaitan antara ilmu filsafat dan sains

Filsafat sangat diperlukan kehadirannya dalam perkembangan sains yang menunjukkan


spesialisasi keilmuannya. Para ilmuwan yang mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
mendalami filsafat diharapkan bisa memahami keterbatasan diri dan lingkungan sehingga
pemikiran maupun tindakannya tidak terperangkat oleh arogansi intelektual yang dimiliki.

Melalui berbagai kegiatan atau penelitian yang dilakukan, manusia berusaha untuk dapat
menjawab fenomena alam, mendapatkan kepuasan memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus
menjaga alam semesta. Berbekal pemahaman tentang filsafat, seorang ilmuwan mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar manusia, sehingga tidak terperangkap oleh
metode khusus yang tidak lagi sesuai dengan ketentuan dan komponen sains.

Komponen dalam sains meliputi 3 bagian yaitu :

a) Sikap ilmiah antara lain rasa ingin tahu, kerendahan hati, keterbukaan, jujur, teliti,
cermat, disiplin, memisahkan antara fakta dengan pendapat, hati-hati, sabar.
b) Proses Ilmiah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan selama penelitian yang
bersifat sistematis, konsisten, dan operasional . Hal ini ditunjukkan dengan langkah-
langkah ilmiah yang dikenal dengan metode ilmiah.
c) Produk ilmiah meliputi fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. Produk ilmiah ini pada
akhirnya diakui kebenarannya setelah dilakukan pengujian berulang-ulang.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hakikat filsafat sebagai landasan ilmu
dalam pengembangan sains. Kebenaran merupakan inti dari filsafat menjadi pijakan atau
landasan bagi setiap ilmu pengetahuan. Seperti ilmu fisika pada awalnya adalah filsafat
alam, ilmu ekonomi yang mulanya adalah filsafat moral. IPA atau sains yang di
dalamnya meliputi fisika, kimia, biologi menggunakan langkah ilmiah, berfikir ilmiah,
dan menggunakan kerangka-kerangka ilmiah. Dari sinilah filsafat sains digunakan untuk
mempelajari, mengungkap, dan menyelesaikan permasalahan sains bagi kehidupan
manusia memahami dengan sepenuhnya bahwa sikap ilmiah merupakan komponen
dalam sains yang harus dipatuhi

Jadi pada intinya filsafat sangat diperlukan dalam perkembangan sains karena berbekal
pemahaman tentang filsafat sehingga seorang ilmuwan mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan mendasar manusia,sehingga tidak terperangkap atau terjebak oleh metode
khusus yang tidak lagi sesuai dengan ketentuan dan komponen sains

F. Keterkaitan Filsafat dengan Nilai

1) Persamaan antara etika, adab, dan moral


- Adab, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah
laku, sifat, dan perangai yang baik.
- Adab, etika, dan moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar
martabat dan harkat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas adab, etika,
moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.
- Adab, etika, dan moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan
faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif
yang dimiliki setiap orang.
2) Hubungan atau keterkaitan antara ilmu filsafat dengan nilai (etika, adab, dan moral).
Etika merupakan bagian dari aksiologi yang juga merupakan bidang dari filsafat.
Etika sendiri merupakan salah satu ilmu yang memerlukan observasi, refleksi, dan dialog
untuk terus disinambungkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sosial budaya,
teknologi, dan paradigma masyarakat. Oleh karena itu. Etika adalah sebuah aliran filsafat
yang berusaha memecahkan persoalan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk.
Secara singkat, jelaslah bahwa filsafat berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan
dengan etika karena filsafat merupakan pondasi yang kuat untuk membentuk suatu etika
bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Menurut Bertens (2001), dalam filsafat Yunani etika dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral seperti yang acap ditemukan dalam konsep filsuf besar Aristoteles. Etika
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Pandangan lain dikemukakan Susanto (2011), yang mengatakan etika merupakan kajian
tentang hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai). Etika juga merupakan prinsip
atau standar perilaku manusia yang kadang-kadang disebut dengan moral. Menurut
Bertens (2011), secara etimologis kata moral sama dengan etika, meskipun kata asalnya
beda. Pada tataran lain, jika kata moral dipakai sebagai kata sifatnya artinya sama dengan
etis, jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan etika. Moral dan adab memiliki
keterkaitan yang kuat. Sebab moral yaitu adab yang mengandung nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Ada lagi istilah moralitas yang mempunyai arti sama dengan norma
(dari sifat latin: moralis), artinya suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas yaitu
sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Sederhanyanya etika adalah cabang dari filsafat yang membicarakan tentang nilai
baik buruk. Etika disebut juga Filsafat Moral. Etika membicarakan tentang
pertimbangan-pertimbangan tentang tindakan-tindakan baik buruk, susila tidak susila
dalam hubungan antar manusia. Etika dari bahasa Yunani ethos berarti watak
kesusilaan atau adat. Sedangkan moral dari kata mores yang berarti cara hidup atau
adat. Yang mana moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang sedang
dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Sedangkan etika adalah
adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai yang ada, Jadi etika
sebagai suatu ilmu adalah cabang dari filsafat yang membahas sistem nilai (moral)
beserta adab yang berlaku. Moral itu adalah ajaran system nilai baik-buruk yang
diterima sebagaimana adanya, tetapi etika adalah kajian tentang moral yang bersifat
kritis dan rasional. Di samping itu adab adalah norma/aturan mengenai sopan santun
didasarkan atas aturan bergama.
G. Keterkaitan Filsafat dengan Agama

Di satu pihak, filsafat memiliki nilai kebenaran yang relatif atau spekulatif karena
bersumber dari sesuatu yang relatif pula, yaitu akal manusia. Sedangkan di pihak lain,
nilai kebenaran agama menjadi absolut dan mutlak serta abadi karena bersumber dari
sesuatu yang absolut dan abadi pula, yakni Tuhan. Dalam upaya memperoleh kebenaran
pengetahuan atau pun pengetahuan yang benar, maka filsafat sesungguhnya bisa menjadi
alat yang baik untuk menjelaskan dan memperkokoh kedudukan agama, sedangkan
agama dapat menjadi sumber inspirasi bagi timbulnya pemikiran filosuofis yang kuat dan
benar. Tidak sedikit pemikiran filosofis ternyata bermuara kepada keimanan akan adanya
Tuhan, sebuah ciri dasar agama sebagai sistem kepercayaan kepada Tuhan, sehingga
tidak sedikit pula para filsuf yang semakin kuat keimanannya justru setelah melakukan
pengembaraan filosofis di dunia yang mereka geluti secara mendalam.
Agama dan Filsafat, memang secara epistemologis seringkali diposisikan pada tempat
yang berbeda, saling berhadapan, dan, bahkan, bertentangan. Hal ini biasanya didasarkan
atas pandangan bahwa landasan epistemologis keduanya memang berbeda, karena agama
bersumber dari keimanan kepada wahyu Tuhan, sementara filsafat berpijak pada
rasionalitas manusia.
Dalam bukunya Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme, M. Amin Abdullah (1995: 117)
menggambarkan relasi antara Filsafat dan agama dengan apa yang ia sebut dengan the
first level of discourse, yakni dalam tingkat wacana keilmuan yang bersifat umum.
Dengan meminjam istilah Wittgenstein, Abdullah menyebutkan bahwa filsafat dan agama
keduanya telah memiliki form of life sendiri-sendiri sehingga agak sulit bagi kita untuk
memetakan relasi keduanya. Dari penelitiannya ini, Abdullah menyimpulkan bahwa
kesulitan tersebut ternyata terletak pada bentuk format relasi antara “konsepsi” yang
merepresentasikan agama dan “konsepsi” yang merepresentasikan filsafat. Pada satu
kondisi “konsepsi” agama seringkali dirasakan lebih akurat, namun pada kondisi tertentu
justru “konsepsi” filsafat dirasakan lebih akurat dibandingkan konsepsi yang ditawarkan
agama.
Ibnu Rusyd merupakan seorang filosof besar, juga menjelaskan hubungan ilmu filsafat
dan agama. Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa antara filsafat dan syariat seperti dua sisi
mata uang yang sama, hanya pada ungkapannya saja yang membuat filsafat dan syariat
menjadi terlihat berbeda sedangkan esensinya sama, yaitu mencari suatu kebenaran. Ibu
Rusyd sendiri menegaskan bahwa antara filsafat dan agama sangat berhubungan dan
tidak ada dasar yang membuat keduanya bertentangan. Pernyataan Ibnu Rusyd sendiri
diperkuat dengan dalil Al-Qur’an Qs. Al-Hasyr:2 dan Qs. Al-Isra:84. Kedua ayat tersebut
menjelaskan bahwa manusia dianjurkan untuk berfilsafat atau berpikir secara mendalam.
Fungsi agama sebenarnya adalah mencari kebenaran dan disinilah peran filsafat
dibutuhkan.
Adapun upaya yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam menyesuaikan filsafat dan agama
didasari pada 4 empat prinsip: Keharusan berfilsafat menurut syara, pengertian lahir dan
pengertian batin serta keharusan ta’wil, Aturan-aturan dan kaidah ta’wil, dan Pertalian
akal dengan wahyu. Ibnu Rusyd memandang bahwa hubungan akal dan wahyu dalam
membahas suatu masalah saling mendukung satu sama lain. Dimana ada sesuatu yang
harus dibahas oleh wahyu dan ada juga yang harus dibahas oleh wahyu dan juga akal.
Dalam prosesnya, akal harus juga bertumpu kepada wahyu, seperti sesuatu yang bersifat
prinsipil. Jika wahyu dan akal saling bertentangan tawil dapat dilakukan guna mencari
kebenaran.

Poin-poin
1. Filsafat memiliki nilai kebenaran yang relatif atau spekulatif karena bersumber dari
sesuatu yang relatif pula, yaitu akal manusia. Sedangkan di pihak lain, nilai kebenaran
agama menjadi absolut dan mutlak serta abadi karena bersumber dari sesuatu yang
absolut dan abadi pula, yakni Tuhan. Dalam upaya memperoleh kebenaran pengetahuan
atau pun pengetahuan yang benar, maka filsafat sesungguhnya bisa menjadi alat yang
baik untuk menjelaskan dan memperkokoh kedudukan agama, sedangkan agama dapat
menjadi sumber inspirasi bagi timbulnya pemikiran filosuofis yang kuat dan benar
2. Dalam bukunya Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme, M. Amin Abdullah (1995:
117) menggambarkan relasi antara Filsafat dan agama dengan apa yang ia sebut dengan
the first level of discourse, yakni dalam tingkat wacana keilmuan yang bersifat umum.
3. Pemikiran Ibnu Rusyd adalah ia mengatakan bahwa antara filsafat dan agama saling
berhubungan. Ketika filsuf lain berpendapat bahwa antara filsafat dan agama terdapat
pertentangan, Ibnu Rusyd berusaha menjelaskan bahwa pada dasarnya hubungan antara
filsafat dan agama tidak terdapat pertentangan, karena pada dasarnya antara filsafat dan
agama memiliki tujuan yang sama yaitu mengungkap kebenaran. Selain itu dalam proses
mengungkap kebenaran yang berkaitan dengan agama, juga diperlukan yang namanya
pemikiran secara filsafat yaitu pemikiran yang berdasarkan akal.

Ada juga keterkaitan antara :

H. Keterkaitan Ilmu Sains dengan Agama

Agama dan Sains merupakan entitas yang sangat mewarnai bagi manusia. Kedua hal ini
merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem manusia. Agama bagi manusia
merupakan sebuah pedoman dan petunjuk yang akan menjadi sebuah kepercayaan bagi
pemeluknya sesuai dengan fitrah yang dibawa sejak lahir, diantara kefitrahan yang
melekat pada diri manusia diantaranya fitrah agama, fitrah suci, fitrah berakhlak, fitrah
kebenaran, hingga fitrah kasih sayang. Sedangkan Sains bagi manusia adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang dikembangkan hampir sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman
dunia secara empiris. Bisa dikatakan eksistensi sains bagi agama memiliki peran sebagai
pengukuh dan penguat agama bagi pemeluknya, sebab sains mampu mengungkapkan
rahasia-rahasia alam semesta dan seisinya, sehinga akan menjadi khidmat dan khusuk
dalam melaksanakan ibadah dan bermuamalah.
Banyak perdebatan yang terjadi antara ilmu pengetahuan dan agama sehingga
mengharuskan dibuat teori yang dapat mempersatukan kedua unsur tersebut. Perdebatan
ini terjadi karena adanya perbedaan orientasi struktur sosial yang ingin dicapai di dalam
masyarakat. Di dalam kedua hal tersebut terdapat harmonisasi atau kesamaan untuk
mencapai tujuan dari manusia. Ilmu pengetahuan dan agama merupakan sesuatu yang tak
dapat dipisahkan di mana hal ini merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
dan kemajuan sebuah bangsa. Saat hanya salah satu aspek saja yang dititikberatkan maka
akan terjadi ketidakseimbangan.
Salah satu contohnya yaitu apabila ilmu pengetahuan tanpa agama maka tentu saja tujuan
kita tidak akan tercapai karena tidak ada pembatas atau pengendali yaitu agama itu
sendiri, lain halnya jika kedua hal tersebut seimbang maka kita dapat meraih tujuan dan
akan ada yang mengontrol ilmu tersebut. Hal yang serupa akan terjadi apabila kita hanya
menitikberatkan agama tanpa adanya ilmu pengetahuan maka kita tidak akan dapat
membuktikan karya-karya ilmiah di mana seharusnya kebenaran tersebut dinyatakan
dengan bukti-bukti visual ataupun lainnya. Dari contoh ini kita dapat melihat bahwa
untuk mencapai suatu kebenaran yang baik dan tepat perlu adanya kombinasi antara ilmu
pengetahuan dan agama.
Barbouz membagi hubungan sains dan agama menjadi 4 tipologi yaitu :
1. Konflik
Pandangan ini menyatakan bahwa sains dan agama memiliki pertentangan. Banyak orang
berpendapat bahwa agama dan sains tidak akan pernah bisa didamaikan karena menurut
mereka kebenaran hanya dapat diukur dan dirumuskan dalam matematis, hal ini tentu
saja bertentangan karena menurut mereka kebenaran agama tidak dapat diuji dengan
pengamatan sebagaimana halnya dengan sains.
2. Independesi
Pandangan independensi ini menganggap bahwa antara agama dan sains memiliki
wilayah tersendiri, maka tidak perlu didialogkan keduanya. Padangan yang seperti ini
sebuah cara yang dipakai untuk memisahkan konflik anatara sains dengan agama.
Paradigma sains mengajukan pertanyaan “bagaimana” sementara agama mengajukan
sebuah pertanyaan “mengapa”, sains bersifat logis, eksperimental, sementara agama
berasal dari wahyu. Sains bersifat prediktif, sedangkan agama bersifat simbolik dan
analogis yang transedental.
3. Dialog
Topologi ini memiliki pandangan tentang kesetaraan antara sains dan agama secara
dinamis. Bahkan bisa saja terdapat gagasan-gagasan antara sains dan agama yang saling
mendukung satu sama lain dalam topologi ini.
4. Integrasi
Dalam pandangan ini memberikan pernyataan bahwa sains dan agama dapat bersatu
dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Sains dan agama sama-sama memberikan
sumbangsih yang sangat luas sehingga dapat menjalin kerjasama yang aktif antara dua
bidang tersebut. Tak hanya itu sains juga dapat memberikan keyakinan umat yang
beragama dengan memaparkan bukti-bukti ilmiah atas wahyu ilahi tersebut.

I. Keterkaitan antara Nilai dan Agama

Moral, akhlak, etika, atau susila adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Hidup bermoral sering erat terkait dengan hidup beragama karena moral itu
sendiri mengandung salah satu unsur yang didalamnya terdapat akhlak yang seharusnya
memiliki sisi nilai positif. Walaupun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa secara logis
moralitas mengandaikan agama. Iman dan hidup beragama dapat memberi pendasaran
paling dalam dan pemurnian motivasi penghayatan moralitas, tetapi prinsip-prinsip dasar
moral juga dapat dikenali oleh manusia yang tidak beragama.
Banyak pernyataan yang sering menggaris bawahi bahwa moralitas itu mengandaikan
agama, Ada 3 alasan penting yang terkait dengan pernyataan tersebut:

1. moralitas berhubungan dengan bagaimana manusia mencapai hidup yang baik.


Kehidupan yang baik bisa tercapai setelah manusia melaksanakan seluruh perintah
Tuhan. Maka jelas bahwa moralitas mengandaikan agama, jika hidup ingin mendapat
keberuntungan dan kebaikan maka ikuti perintah Tuhan tanpa melanggar sama sekali.

2. Agama merupakan pranata sosial yang paling kuno yang mengatur tentang bagaimana
manusia bisa mencapai kebaikan. Eksistensi agama bahkan mendahului prinsip moral dan
hukum suatu masyarakat. Apalagi moralitas dalam suatu masyarakat tradisional yang
sangat berkaitan erat dengan norma-norma agama.

3. adanya realitas mutlak yang memberi pahala kepada mereka yang bertindak secara
moral. Maka agama menjadi penjamin kuat bagi hidup bermoral
. Etika dan agama merupakan dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Meskipun manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Namun ia tidak dapat hidup
sendiri terlepas dari yang lain, melainkan selalu hidup bersama dalam kelompok atau
masyarakat yang oleh para filosof diartikan sebagai al-Insanu Madaniyyun bi ath-thab Di
dalam masyarakatlah manusia mengembangkan hidupnya, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif dan membangun peradaban. Hai ini menunjukkan bahwa seseorang tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain
manusia saling memerlukan satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Muhammad.(2017).Filsafat Pendidikan.Jakarta : PT Aditya Andrebina Agung.

Heru.N.T.(2020).Filsafat Pendidikan.Jawa tengah :Penerbit CV Pena Persada.

Istikhomah, I., & Bambang Suharto, A. (2021).Filsafat Sebagai Ilmu Yang Menjadi Landasan
Bagi Ilmuwan Dalam Mengembangkan Sains.Jurnal Filsafat Indonesia, 4(1), 59-64.

EL-nina Liebt U Vater. “Akhlak, Etika, Adab Dan Moral.” Diakses dari
https://id.scribd.com/doc/250622294/Akhlak-Etika-Adab-Dan-Moral, 7 September pukul 14:00.

Julianda Dini Halim. “Hubungan Filsafat Dengan Etika.” Diakses dari


https://id.scribd.com/doc/129697917/Hubungan-Filsafat-Dengan-Etika, 7 September pukul
14:15.

Tumanggor, Raja Oloan dan Carolus Sudaryanto. 2017. Pengantar Filsafat Untuk
Psikologi.Sleman : PT Kanisius

Sri Rahayu Wilujeng. “Filsafat, Etika Dan Ilmu: Upaya Memahami Hakikat Ilmu Dalam
Konteks Keindonesiaan.” Jurnal. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Diponegoro : Semarang.
Diakses dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/download/5313/4774, 7
September pukul 16:00.

Fahrul Siregar. “Etika Sebagai Filsafat Ilmu (Pengetahuan) Etika Ethics As A Philosophy Of
Science (Knowledge).” Jurnal. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas
Djuanda : Bogor. Diakses dari https://ojs.unida.ac.id/LAW/article/download/416/pdf, 7
September pukul 16:15.

Hidayatullah, Syarif. 2006. Relasi Filsafat dan Agama (Perspektif Islam).Jurnal Filsafat,Vol 40
Nomor 2.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Rusyd, Ibnu. 2020. Hubungan Filsafat dan Agama Perspektif Ibnu Rusyd. Jurnal Sosial dan
Budaya Syar’I, Vol 7 Nomor 1. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum.

Anda mungkin juga menyukai