Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Serotonin dan Depresi pada Remaja Putri

Anisa Nopiyanti, 2A, 1206000019, anisanopiyanti706@gmail.com

PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi
masalah bagi mereka dan mempengaruhi perkembangan psikisnya. Depresi merupakan
masalah kesehatan mental yang sering terjadi pada remaja.
Pemilihan materi “Hubungan Serotonin dan Depresi pada Remaja Putri” dikarenakan harapan
memperoleh informasi lebih banyak mengenai depresi, penyebab, dan cara menanggulangi
atau mencegahnya. Pemilihan Hubungan Depresi pada remaja putri dikarenakan remaja putri
memiliki tingkat emosional lebih tinggi dibandingkan remaja putra sehingga rentan
mengalami depresi. Depresi juga terkait dengan hormon Serototin. Individu dengan kadar
hormon serotonin rendah, rentan mengalami depresi karena Serotonin merupakan hormon
yang mengatur suasana hati.
Metode
1. “SEROTONIN”
2. “DEPRESI”
3. “REMAJA” “PUTRI”

Kata Kunci : “SEROTONIN” “DEPRESI” AND “REMAJA” “PUTRI”


Rentang Waktu : 2015-2021
Hasil Pencarian : 231 Artikel
Judul : SISTEM DETEKSI GANGGUAN DEPRESI PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA
Penulis : Haryanto, Hartati Dyah Wahyuningsih, Siti Nandiroh
Jurnal : Jurnal Ilmiah Teknik Industri
Vol/No/Tahun : Vol. 14, No. 2, Des 2015
Materi : Definisi remaja dan depresi serta penyebabnya
Diskusi :
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan
masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi
perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar
masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai usia 10-13 tahun dan berakhir
pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12
tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta
bunuh diri (Kaplan, 2010). Pendapat lain menyatakan bahwa depresi adalah suatu kondisi
yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di susunan saraf pusat
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2001).
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali
dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal
yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu
(Kaplan, 2010).
Neuro-transmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah.

Judul : Hubungan Antara Status Anemia, Tingkat Aktivitas Fisik, Kebiasaan Sarapan, Dan
Depresi Pada Remaja Putri Di Kota Yogyakarta
Penulis : Restu Amalia Hermanto, BJ Istiti Kandarina , Leny Latifah
Jurnal : Media Gizi Mikro Indonesia
Vol/No/Tahun : Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 141-152
Materi: remaja dan depresi
Diskusi :
Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi
masalah bagi mereka dan mempengaruhi perkembangan psikisnya. Depresi merupakan
masalah kesehatan mental yang sering terjadi pada remaja.
Banyak penelitian dalam mengkaji berbagai hal yang dapat menurunkan risiko depresi,
diantaranya adalah pola makan dan aktivitas fisik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
kesehatan mental dipengaruhi oleh kualitas makan dan kebiasaan sarapan. Zat-zat gizi dalam
makanan memainkan peran penting dalam keseimbangan dopamin, serotonin, dan
norepinefrin yang merupakan neurotransmiter paling berpengaruh dalam kontrol suasana hati
dan perilaku seseorang.

Judul : Pengaruh Pemberian Buah Terhadap Gejala Depresi, Suasana Hati (Mood) Dan
Vitalitas Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Assiddiqiyah
Penulis : Asri Nur Latifah, Khairizka Citra Palupi, Mertien Sapang
Jurnal : Journal of The Indonesian Nutrition Association
Vol/No/Tahun : Vol 44 No. 1, 2020: 11-20
Materi : definisi remaja, depresi dan penyebab depresi
Diskusi :
Masa remaja adalah tahap transisi dari perkembangan kesehatan fisik dan mental yang dapat
memicu depresi. Remaja putri menunjukkan risiko depresi lebih tinggi dibandingkan remaja
pria. Anak perempuan (36,33%) cenderung memiliki masalah emosional lebih sering
dibandingkan anak laki-laki (12,96%). Remaja merupakan periode kritis perkembangan anak
menjadi dewasa, pada saat ini terjadi perkembangan hormonal, fisik, psikologis, sosial yang
cepat dan kesehatan remaja yang memiliki dampak besar pada kehidupan selanjutnya. Oleh
karena itu, usia muda 15-24 tahun, sangat rentan mengalami gangguan depresi.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan mental diantaranya faktor genetik, sosial-
ekonomi, status kesehatan, keluarga, lingkungan, pola aktivitas, pola tidur, dan pola makan.
Gangguan mental emosional seperti depresi, suasana hati, dan vitalitas dapat dipengaruhi
oleh neurotransmitter. Neurotransmitter yang berperan dalam mempengaruhi depresi dan
suasana hati adalah naroadrenalin, dopamin dan serotonin. Kondisi depresi dipengaruhi oleh
neurotransmitter otak yaitu noradrenalin, dopamine, dan serotonin.

Judul : BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PRE-


MENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA REMAJA PUTRI DI SMAK TERANG
BANGSA SEMARANG TAHUN 2016
Penulis : Roro Kushartanti
Jurnal : Avicenna Journal of Health Research
Vol/No/Tahun : Vol 1 No 2. Oktober 2018 (1 – 12)
Materi : hubungan aktivitas fisik, serotonin, dan depresi
Diskusi :
Adanya aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan produksi endorfin, menurunkan kadar
estrogen dan hormon steroid lainnya, sehingga dapat memperlancar transpor oksigen di otot,
menurunkan kadar kortisol, dan meningkatkan perilaku psikologis. Selain itu juga disebutkan
bahwa aktifitas fisik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kadar serotonin di otak,
dimana serotonin ini berkaitan sangat erat dengan depresi dan perubahan mood yang
berujung pada masalah kesehatan. (Stanley, 2007)

Judul : Intervensi gejala depresi berbasis web


Penulis : Dewi Ayu Tri, Lastri Yanti, Fathya Khadjijah Laleno, Hanna Nurul Irbah, Ade Fitri
Fauziah, Intania Ani Sagita, Agra Asmalda, Joelita Tri Hardani, Erika Dayanti
Jurnal : Jurnal Kesehatan Luwu Raya
Vol/No/Tahun : Vol.7 No.2 (Januari 2021) Hal.133 - 139
Materi : depresi dan penyebabnya
Diskusi :
Depresi adalah penyakit kesehatan jiwa yang serius terutama pada remaja putri. Depresi
dapat menurunkan kualitas hidup, gangguan sosial dan hubungan personal dan juga
mengganggu kehidupan professional.
Ditinjau dari aspek biologis, kondisi depresi pada seseorang berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak. Pada otak klien dengan gangguan depresi, beberapa
neurotransmitter mengalami gangguan fungsi misalnya serotonin GABA (Gama
Aminobutyric Acid) dan noreepinefrin.

Judul : Hubungan Usia Menarche Dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi Di Smp Negeri 1
Sragi Kabupaten Pekalongan Tahun 2016
Penulis : Nina Zuhana, Suparni
Jurnal : Jurnal Kebidanan Indonesia
Vol/No/Tahun : Vol.8, No. 1, 2017 (17-26)
Materi : definisi masa remaja dan serotonin
Diskusi :
Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai
dengan percepatan perkembangan fisik, memtal, emosional dan sosial yang berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan. Masa remaja dibedakan menjadi tiga tahapan, yaitu masa
remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun).
Serotonin mengatur suasana hati dan orang-orang dengan gangguan serotonin rendah dapat
mengembangkan gangguan suasana hati dan depresi. Serotonin rendah juga mengarah pada
kelelahan, mengidam makanan dan kesulitan tidur.

Judul : Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat depresi pada mahasiswa tahun kedua
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Penulis : Dwi Resqy Amana, Wilson, Ery Hermawati
Jurnal : Jurnal Cerebellum
Vol/No/Tahun : Vol. 6 No. 4, 2020 (94-99)
Materi : definisi depresi dan pencegahan
Diskusi :
Depresi merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat atau
kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur atau makan, merasa
kelelahan, dan buruknya konsentrasi. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menghindari risiko perkembangan depresi adalah dengan melakukan aktivitas fisik.
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi Kesehatan mental melalui tiga mekanisme yaitu
fisiologis, psikologis, dan imun. Manfaat aktivitas fisik terhadap kesehatan berdasarkan
mekanisme fisiologis antara lain meningkatkan hormon endorfin yang berhubungan dengan
perasaan positif sehingga dapat meningkatkan suasana hati, peningkatan suhu tubuh
khususnya batang otak akan menurunkan ketegangan otot dan memberikan efek relaksasi,
meningkatkan mitokondriogenesis dimana mitokondria berperan dalam neuroplastisitas yang
berfungsi untuk adaptasi terhadap stres, meningkatkan mTOR yang berguna dalam
mengurangi depresi, serta meningkatkan neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin yang
memiliki efek yang sama dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) sebagai
antidepresan.
PEMBAHASAN
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar
masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai usia 10-13 tahun dan berakhir
pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12
tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi
masalah bagi mereka dan mempengaruhi perkembangan psikisnya. Depresi merupakan
masalah kesehatan mental yang sering terjadi pada remaja. Remaja putri menunjukkan risiko
depresi lebih tinggi dibandingkan remaja pria. Anak perempuan (36,33%) cenderung
memiliki masalah emosional lebih sering dibandingkan anak laki-laki (12,96%)
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Pendapat lain menyatakan bahwa depresi adalah
suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di susunan saraf pusat
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2001).
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan
kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional
internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat
itu (Kaplan, 2010). Depresi merupakan suatu gangguan yang ditandai dengan kesedihan,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan tidur
atau makan, merasa kelelahan, dan buruknya konsentrasi Depresi dapat menurunkan kualitas
hidup, gangguan sosial dan hubungan personal dan juga mengganggu kehidupan professional.
Neuro-transmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
diantaranya faktor genetik, sosial-ekonomi, status kesehatan, keluarga, lingkungan, pola
aktivitas, pola tidur, dan pola makan. Gangguan mental emosional seperti depresi, suasana
hati, dan vitalitas dapat dipengaruhi oleh neurotransmitter. Neurotransmitter yang berperan
dalam mempengaruhi depresi dan suasana hati adalah naroadrenalin, dopamin dan serotonin.
Kondisi depresi dipengaruhi oleh neurotransmitter otak yaitu noradrenalin, dopamine, dan
serotonin.
Ditinjau dari aspek biologis, kondisi depresi pada seseorang berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak. Pada otak klien dengan gangguan depresi, beberapa
neurotransmitter mengalami gangguan fungsi misalnya serotonin GABA (Gama
Aminobutyric Acid) dan noreepinefrin. Serotonin mengatur suasana hati dan orang-orang
dengan gangguan serotonin rendah dapat mengembangkan gangguan suasana hati dan
depresi. Serotonin rendah juga mengarah pada kelelahan, mengidam makanan dan kesulitan
tidur.
Banyak penelitian dalam mengkaji berbagai hal yang dapat menurunkan risiko
depresi, diantaranya adalah pola makan dan aktivitas fisik. Beberapa penelitian melaporkan
bahwa kesehatan mental dipengaruhi oleh kualitas makan dan kebiasaan sarapan. Zat-zat gizi
dalam makanan memainkan peran penting dalam keseimbangan dopamin, serotonin, dan
norepinefrin yang merupakan neurotransmiter paling berpengaruh dalam kontrol suasana hati
dan perilaku seseorang. Adanya aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan produksi
endorfin, menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid lainnya, sehingga dapat
memperlancar transpor oksigen di otot, menurunkan kadar kortisol, dan meningkatkan
perilaku psikologis. Selain itu juga disebutkan bahwa aktifitas fisik merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kadar serotonin di otak, dimana serotonin ini berkaitan sangat erat
dengan depresi dan perubahan mood yang berujung pada masalah kesehatan. (Stanley, 2007)
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi Kesehatan mental melalui tiga mekanisme yaitu
fisiologis, psikologis, dan imun. Manfaat aktivitas fisik terhadap kesehatan berdasarkan
mekanisme fisiologis antara lain meningkatkan hormon endorfin yang berhubungan dengan
perasaan positif sehingga dapat meningkatkan suasana hati, peningkatan suhu tubuh
khususnya batang otak akan menurunkan ketegangan otot dan memberikan efek relaksasi,
meningkatkan mitokondriogenesis dimana mitokondria berperan dalam neuroplastisitas yang
berfungsi untuk adaptasi terhadap stres, meningkatkan mTOR yang berguna dalam
mengurangi depresi, serta meningkatkan neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin yang
memiliki efek yang sama dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) sebagai
antidepresan.
DAFTAR PUSTAKA

Amana, D. R., Wilson, W., & Hermawati, E. (2021). Hubungan tingkat aktivitas fisik dengan
tingkat depresi pada mahasiswa tahun kedua Program Studi Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura. Jurnal Cerebellum, 6(4), 94.
https://doi.org/10.26418/jc.v6i4.47800
Haryanto, Wahyuningsih, H. D., & Nandiroh, S. (2015). Sistem Deteksi Gangguan Depresi
pada Anak - Anak dan Remaja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 14(2), 142–152.
http://journals.ums.ac.id/index.php/jiti/article/view/998/998
Hermanto, R. A., Kandarina, B. I., & Latifah, L. (2020). Hubungan Antara Status Anemia,
Tingkat Aktivitas Fisik, Kebiasaan Sarapan Dan Depresi Pada Remaja Putri Di Kota
Yogyakarta. Media Gizi Mikro Indonesia, 11(2), 141–152.
https://doi.org/10.22435/mgmi.v11i2.597
Kushartanti, R. (2018). Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Pre-Menstrual
Syndrome (Pms) Pada Remaja Putri Di Smak Terang Bangsa Semarang Tahun 2016.
Avicenna : Journal of Health Research, 1(2), 1–12.
https://doi.org/10.36419/avicenna.v1i2.228
Nur Latifah, A., Citra Palupi, K., & Sapang, M. (2021). Pengaruh Pemberian Buah Terhadap
Gejala Depresi, Suasana Hati (Mood) Dan Vitalitas Pada Remaja Putri Di Pondok
Pesantren Assiddiqiyah. Journal of The Indonesian Nutrition Association, 44(1), 11–20.
https://doi.org/10.36457/gizindo.v44i1.466
Tri, D. A., Yanti, L., Laleno, F. K., Irbah, H. N., Fitri, A., Sagita, I. A., Asmalda, A., Hardani,
J. T., & Dayanti, E. (2021). Intervensi gejala depresi berbasis web. Jurnal Kesehatan
Luwu Raya, 7(2), 133–139.
Zuhana, N., & Suparni. (2017). Hubungan Usia Menarche Dengan Kejadian Sindrom
Pramenstruasi Di Smp Negeri 1 Sragi Kabupaten Pekalongan Tahun 2016. Jurnal
Kebidanan Indonesia, 8(1), 17–26.
https://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/JKebIn/article/view/55

Anda mungkin juga menyukai