LP Tumor Maksila
LP Tumor Maksila
TUMOR MAKSILA
OLEH :
125070201131017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1
LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR MAKSILA
a. Definisi
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen dan
adanya kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor maksila adalah suatu
pertumbuhan jaringan baru yang terjadi di sinus maksilaris cenderung menginvasi
jaringan sekitarnya dan bermetastase ke tempat-tempat jauh.
b. Etiologi
1. Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa
zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit,
formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat
kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap rokok,
makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi
keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi
keganasan(2).
2. Pajanan terhadap radio aktif Thorotrast dalam waktu yang lama meningkatkan resiko
tumor sinus maksila
c. Epidemiologi
Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per 100.000
penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina dan India. Di
Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15%
dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki
banding wanita sebesar 2:1(2).
2
Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan perbandingan
antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada tahun 2000 adalah 0,3 per
100.000 penduduk. Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid,
frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun(1).
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh
persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga
nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.
Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di
dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan
frontalis(6).
d. Patofisiologi
Tumor menyebar secara lokal sewaktu tonjolan-tonjolan mencederai dan mematikan sel-
sel yang disekitarnya. Tumor yang sedang tumbuh dapat mematikan sel-sel disekitarnya
dengan menekan sel-sel tersebut atau dengan menghancurkan suplai darah dan
mengeluarkan bahan kimia serta enzim yang menghancurkan integritas membran sel
disekitarnya, sehingga sel tersebut mengalami lisis dan kematian. Setelah sel-sel
disekitarnya mati tumor dapat dengan mudah tumbuh untuk menempati ruang yang
ditinggalkan.
e. Manifestasi Klinis
Gejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maxilla biasanya tanpa gejala, tetapi biasanya didapatkan darah ada secret hidung dan
adanya gejala obstruksi nasal. Gejala lainnya timbul setelah tumor besar, dapat mendorong
atau menembus dinding tulang dan meluas ke rongga hidung atau mulut, pipi, atau orbita(7).
3
3. Gejala oral. Perluasan tumor kerongga mulut dapat menyebabkan penonjolan
atau ulkus palatum atau prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi geligi goyah.
Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri gigi, tetapi tidak sembuh
meskipun gigi telah dicabut.
4. Gejala fasial. Perluasan tumor kedepan akan menyebabkan penonjolan pipi,
disertai nyeri, anestesi atau parastesia muka jika mengenai nervus trigeminus.
5. Gejala Intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala
hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuororea, yaitu cairan otak
yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka nervus
otak lainnya akan terkena. Jika tumor meluas kebelakang, terjadi trismus akibat
terkenanya muskulus pterigoideus disetai anestesi dan parastesi daerah yang di
persarafi nervus maxillaries dan mandibularis.
6. Penyebaran ke sistem limfatik submandibula dan deep cervical nodes (pada
keadaan tumor yang telah bermetastasis)
Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini yang juga
menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan rinitis atau
sinusitis kronik sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter(2).
f. Pemeriksaan Fisik
1. Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri
atau distorsi. Temuan lain yaitu adanya proptosis yang mendorong mata ke atas.
2. Pemeriksaan dinding lateral cavun nasi, jika terdorong ke arah medial menunjukan
tumor berada di sinus maksila.
3. Palapasi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi
goyah.
5. Pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasi
ke kelenjar leher(2).
g. Pemeriksaan Penunjang
4
1. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Biopsi tumor
sinus maksila, daapat dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc yang inisisinya melalui
sulcus ginggivo-bukal
2. Foto polos sinus paranasal, untuk melihat adanya erosi tulang dan perselubungan
padat unilateral.
3. CT Scan, sarana terbaik untuk melihat perluasan tumor dan destruksi tulangtulang
4. MRI (Magnetic resonance imaging), baik untuk melihat perluasan tumor ke jaringan
padat dan untuk membedakan jaringan tumor dari jaringan norma tetapi kurang
begitu baik dalam memperlihatkan dsetruksi tulang(2).
5
h. Stadium Tumor Sinus Maksilaris
Cara penentuan stadium tumor sinus maksilaris yang terbaru adalah menurut
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu (8):
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 Tidak tampak tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi
tulang
T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan
atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris
dan fossa pterigoid
T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidalis
T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,
fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus
trigeminal V2, nasofaring atau klivus(8).
6
T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga
palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan
dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid
7
A.T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita. B. T4a menunjukkan
invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis
N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral
<6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm
8
N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm
Stadium Tumor T N M
Sinus Maksila (8)
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
9
T2 N1 M0
T3 N1 M0
IVA T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0
Semua T N3 M0
i. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan
kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk
keganasan dihidung dan sinus paranasal. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus-
kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus kavernosus bilateral atau
tumor sudah mengenai kedua orbita. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih
mungkin. Bila perlu dilakukan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving.
Untuk tumor ganas dilakukan tindakan radikal seperti maksilektomi, dapat berupa
maksilektomi media, total dan radikal. Maksilektomi radikal biasanya di lakukan
misalnya pada tumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila
secara endblok disertai eksterasi orbita, jika tumor meluas ke rongga intrakranial
dilakukan reseksi kraniofasial atau kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama
dokter bedah saraf (2).
2. Kemoterapi
10
Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastase atau yang residif atau jenis
yang sangat baik dengan kemoterapi, misalnya limfoma malignum. Peran kemoterapi
untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek
cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan
lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara
bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan
yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk
mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi (2,9).
3. Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai
terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak
menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat
dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan
penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan(9).
k. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya kurang baik, beberapa hal yang mempengaruhi
prognosis antara lain:
a. Diagnosis terlambat dan tumor sudah meluas sehingga sulit mengangkat tumor.
b. Sulit evaluasi paska terapi karena tumor berada dalam rongga
c. Sifat tumor yang agresif dan mudah kambuh
11
d. Tumor ganas memiliki prognosis yang buruk, hanya 30% dari pasien yang dapat
bertahan dalam 5 tahun. Pada pasien dengan stadium T yang lanjut serta telah terjadi
metastasi regional, dapat bertahan selama 28 bulan meskipun telah mendapatkan terapi
berupa kemoterapi, pembedahan dan radioterapi(10).
12
DAFTAR REFERENSI
1. Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose and
2. Roezin, A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. Dalam Soepardi, EA et al., (Eds)
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6 Balai
3. Tjahdewi, S, Wiratno. Tumor Ganas Hidung Dan Sinus Paranasal Analisa Klinik Pada
55 Penderita. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Kongress XII. Balai Penerbit Universitas
(Eds) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6
2012).
6. Barnes, L et al., Head and Neck Tumours. In : Barnes, L et al., (Eds) Tumours of the
Tumours. Pathology and Genetics. Lyon, IARC Press 2005; pp. 12-25
7. Bull, PD. Carcinoma Of The Maxillary Antrum. In : Bull, PD. Diseases of the Ear, Nose
8. Greene, FL et al., Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In: Greene, FL et al., (Eds) AJJ
Cancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer, Springer. America 2006; pp.
53-60
13
9. Bailey JB. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In : Bailey Jb (Ed) Head and
Neck Surgery – Otolaryngology. 4th Ed, Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins,
10. Jham, BC et al., A case of maxillary sinus carcinoma. Department of Oral Pathology,
School of Dentistry, Universidade Federal de Minas Gerais. Elsevier, Brazil 2005; p. 159.
14
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, sakit, dan diagnosis medis.
Keluhan utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan
adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama
pada tumor ganas.
Riwayat penyakit sekarang, pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan
secara umum mencangkup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
Kadang-kadang klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan.
Pembengkakan atau benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu yang lama dan dapat juga secara tiba-tiba.
Riwayat penyakit terdahulu, pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab
yang mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya riwayat fraktur terbuka
yang meninggalkan bekas sikatriks dapat mendukung terjadinya suatu lesi pada
jaringan lunak. Factor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan mendukung
terjadinya keganasan pada system pernapasan yang dapat bermetastasis kesistem
musculoskeletal.
Riwayat penyakit keluarga, kaji tentang adakah keluarga dari generasi yang
terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Beberapa kelainan
genetic dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan
lunak atau soft tissue sarcoma (STS).
Riwayat psikososial, kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Pengamatan
atau observasi juga mencakup adaptasi dan penyesuaian yang mungkin sudah
dilakukan klien.
Pola fungsi kesehatan seperti :
Persepsi terhadap kesehatan - manejemen kesehatan : disini kita menanyakan ke
pasien apakah dia mengkonsumsi rokok, alcohol, dan apakah dia mempunyai
riwayat alergi atau tidak
15
Nutrisi dan metabolik : disini kita mengkaji pasien mempunyai diet khusus atau tidak,
anjuran diet sebelumnya, nafsu makan pasien, apakah pasien mempunyai gangguan
menelan.
Pola eliminasi
a. Kebiasaan BAB di rumah dan di rumah sakit
b. Kebiasaan BAK di rumah dan di rumah sakit
Pola aktivitas dan latihan
kemampuan perawatan diri : skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2 = perlu
bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain dan alat, 4 = tergantung/ tidak
mampu. Aktifitas yang di kaji seperti : makan/ minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi ROM.
Oksigenasi : disini kita mengkaji tentang pemenuhan oksigen dari pasien tersebut,
apakah dia menglami gangguan dalam pemenuhan oksigen atau tidak
Pola istirahat dan tidur : disini kita mengaji waktu tidur dari pasien, jumlah tidur/
istirahat, frekuensinya, apakah pasien mengalami insomnia atau tidak
Pola kognitif dan perseptual : pengkajiannya meliputi : status mental, bicara, bahasa
yang digunakan, kemampuan membaca, kemampuan mengerti, kemampuan
berinteraksi, pendengaran, penglihatan, pasien mengalami vertigo/ tidak, management
nyeri.
Pola persepsi diri dan konsep diri : pengkajiannya meliputi citra diri, identitas diri,
peran diri, ideal diri, harga diri
pola seksual dan reproduksi
Pola peran hubungan meliputi : status perkawinan, pekerjaan, kulitas bekerja, sistem
dukungan keluarga, dukungan keluarga saat masuk rumah sakit.
Pola keyakinan nilai (agama yang dianut, larangan agama, kebiasaan sembahyang di
rumah/ di rumah sakit)
b. Diagnosis
Nyeri akut berhubungan dengan agan cedera biologis : tumor maksila, ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, peningkatan denyut nadi melebihi 100x/menit. Dan
peningkatan tekanan darah melebihi 120/80mmHg.
PK Pendarahan
16
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologis (virus) ditandai dengan Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan
ideal, pasien mengeluh gangguan sensasi rasa, pasien kurang minat pada makanan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas hidung ditandai
dengan dispnea, sputum yang disertai darah.
Mual berhubungan dengan farmaseutikal (efek kemoterapi) ditandai dengan pasien
melaporkan mual dan keenganan terhadap makanan.
17
18
c. Rencana Keperawatan
20
2. PK : Perdarahan Setelah diberikan asuhan Mandiri: S:
keperawatan selama ...x24 1. Kaji pasien untuk 1. Untuk mengetahui adanya -px mengeluhkan tidak
jam, perawat dapat menemukan bukti-bukti tanda-tanda perdarahan. lemas
meminimalkan komplikasi perdarahan atau 2. Penurunan kadar O :
yang terjadi dengan hemoragi hemoglobin menandakan -HB dalam batas normal
kriteria hasil: 2. Kaji kadar Hb klien. suplay oksigen ke jaringan ≥ 10 gr/dl, episode
Nilai Ht dan Hb 3. Lindungi pasien inadekuat yang dapat perdarahan berhenti
berada dalam batas terhadap cedera dan menyebabkan keletihan. A:
normal terjatuh 3. Mengurangi resiko Tujuan tercapai
Klien tidak mengalami 4. Instruksikan pasien terjadinya cedera. P : Pertahankan
episode perdarahan untuk membatasi 4. Mencegah terjadinya intervensi
Tanda-tanda vital aktivitas, jika cedera akibat kelelahan.
berada dalam batas diperlukan. 5. Vitamin B12 dan zat besi
normal (TD: 100-120 / 5. Anjurkan klien dibutuhkan dalam
60-80 mmHg mengkonsumsi pembentukan sel darah
Nadi: 60 – 100 x/menit makanan yang merah dan hemoglobin.
RR: 16 – 20 x/mnt mengandung banyak Kandungan teh bisa
Suhu : 36 - 370C ± zat besi dan vitamin mengikat fe yang
0,50C B12 dan kurangi terkandung dalam tubuh
mengonsumsi teh. sehingga meningkatkan
risiko anemia
21
Kolaborasi : 6. Pemberian tranfusi
6. Kolaborasi pemberian diberikan untuk
transfuse sesuai meresusitasi volume cairan
indikasi dan jika terjadi perdarahan
yang hebat
22
b. Klien menikmati makanan. e. Berikan perawatan
mulut sebelum makan.
23
dirubah. .
4. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Nic Label : S: pasien mengatakan
tidak efektif keperawatan selama ...... x24 batuk dengan sputum
berhubungan dengan jam diharapkan pasien Airway Management Airway Management jernih yang disertai darah
deformitas hidung menunjukkan keefektifan 1. Kaji TTV klien, catat 1. Tanda-tanda vital dalam dan sesak nafas
ditandai dengan jalan nafas dengan kriteria jika ada perubahan. rentang normal. berkurang
dispnea, sputum yang hasil: 2. Posisikan klien pada 2. Posisi semi fowler
disertai darah NOC LABEL : posisi yang memberikan ekspansi paru O: RR pasien dalam
memaksimalkan potensi yang optimal sehingga rentang normal (16-
Respiratory Status : pertukaran udara (posisi pasien dapat 18x/menit)
Airway Patency semi fowler) memaksimalkan potensial
1. Respiratory rate kembali 3. Bersihkan sekresi ventilasi
normal dengan dorongan batuk 3. Untuk membantu
2. Respiratory rhytm atau suctioning pengeluaran secret
kembali normal 4. Ajarkan klien 4. Untuk mampu
3. Mampu mengeluarkan bagaimana cara batuk mengeluarkan secret yang
sputum efektif menghambat jalan nafas
4. Suara napas pasien yang 5. Monitor status respirasi 5. Mengetahui
kembali normal dan oxigenasi klien perkembangan status
24
5. Berkurangnya 6. Auskultasi suara napas, respirasi dan oksigenasi
penggunaan otot bantu catat adanya suara 6. Derajat spasme bronkus
napas tambahan dengan obstruksi jalan
6. Pasien dapat batuk nafas dapat/tidak
7. Akumulasi dari sputum dimanifestasikan adanya
berkurang bunyi nafas adventisius
misalnya tidak adanya
Vital Signs bunyi nafas oleh mengi
1. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal , tekanan Oxygen Therapy
darah (S= 90-120 mmHg, 1. Pertahankan potensial OXYGEN THERAPY
D=60-80 mmHg), nadi jalan nafas 1. Agar jalan napas pasien
(60-100 x/mnt), 2. Administrasikan efektif
pernafasan (12-20 pemberian oksigen jika 2. Pemberian oksigen untuk
x/mnt), suhu (36-37,5o perlu memenuhi kebutuhan
C) oksigen pasien
Respiratory Monitoring Respiratory Monitoring
1. Monitor status respirasi 1. Perubahan status respirasi
(kedalaman, ritme, dll) pada pasien seperti
2. Monitor kemampuan kedalaman, ritme, dll
pasien untuk batuk mengindikasikan adanya
efektif gangguan pada jalan
25
3. Catat adanya napas.
pergerakan dada, lihat 2. Batuk efektif dapat
pergerakan dada yang membantu mengeluarkan
asimetris, menggunakan dahak/sekret jika ada.
otot bantu dan retraksi 3. Ketidak simetrisan pada
otot supraklavikular dada dan penggunaan otot
serta intercosta bantu pernapasan pada
pasien mengindikasikan
adanya gangguan
Vital Sign Monitoring pernapasan
1. Monitor tanda -tanda
vital jika diperlukan Vital Sign Monitoring
(tekanan darah, nadi, 1. Untuk mengetahui adanya
suhu, pernapasan) perubahan tanda-tanda
vital
5. Mual berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC LABEL: 1. Untuk mengetahui S : pasien mengatakan
dengan farmaseutikal keperawatan selama …x 24 Nausea Management frekuensi, durasi, intensitas tidak mual lagi
(efek kemoterapi) jam diharapkan rasa mual 1. Melakukan pengkajian serta factor pencetus dari O : pasien nampak
ditandai dengan yang dirasakan oleh klien mual dari frekuensi, mual klien. tenang, frekuensi mual
pasien melaporkan hilang atau berkurang durasi, intensitas, dan 2. Agar klien bias menangani berkurang
mual dan keenganan dengan criteria hasil: factor pencetusnya. mualnya sendiri. A : tujuan tercapai
terhadap makanan NOC LABEL: 2. Mendorong pasien 3. Agar dapat memberikan P : Pertahanakan
26
Nausea & Vomiting control untuk belajar terapi yang tepat bagi klien. intervensi
1. Klien mengungkapkan menangani mualnya 4. Untuk mengalihkan rasa
timbulnya mual. sendiri. mual yang dirasakan oleh
2. Dapat menjelaskan factor 3. Mengidentifikasi factor klien.
penyebab mual yang menyebabkan 5. Membantu meredam rasa
3. Menggunakan obat mualnya. mual yang dirasakan oleh
antiemetic (anti mual) 4. Menganjurkan klien klien.
yang direkomendasikan. istirahat dan tidur yang
Nausea & Vomiting cukup untuk
Severity mengurangi mualnya.
1. Frekuensi mual 5. Ajarkan klien teknik
berkurang non-farmakologi untuk
2. Intensitas mual memanajemen
berkurang mualnya.
27