Anda di halaman 1dari 55

ASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI

WABARAKAATUH
Bagaimana ISLAM
Membangun ‫مرحبا‬
‫مرحبا‬
Persatuan dalam
Keberagaman
Kelompok 8

(20/458294/BI/10527) Luthfi
(20/458297/BI/10530) Azizatul Ulya
Muhammad Helmi Fauzan (20/458303/BI/10536) Melvira
(20/458299/BI/10532) Alifianti Putri S.
Muhammad Sultan Hakim N. (20/458310/BI/10543) Novella
Arrdea Putri
(20/458314/BI/10547) Saffa
Amalia Solikhah
Islam dan Isu-Isu
Komtemporer ‫اثنان‬
Perkembangan zaman berbanding lurus terhadap perkembangan penafsiran
orang pada dinamika kehidupannya termasuk dalam bidang agama. Islam
yang notabene merupakan agama dengan pemeluk terbesar kedua di dunia
tentu dalam perjalanannya terus menghadapi berbagai persoalan baik secara
internal maupun eksternal. Persoalan tersebut tidak terlepas dalam wilayah
akidah, muamalah, dan ibadah.

Isu-isu kontemporer yang muncul saat ini disikapi secara beragam oleh
setiap orang. Maka tidak terelakkan akan muncul sikap atau pandangan
berseberangan, bertentangan, dan bahkan berakibat saling menjustifikasi
satu sama lain.
Terdapat banyak isu kontemporer yang dihadapi islam saat ini. Beberapa
isu yang cukup hangat dalam kancah pemikiran umat islam pada umumnya,
antara lain:

Kesetaraan gender Pluralisme madzhab

Terorisme Islam liberal


Islam dan
Kesetaraan ‫اثنان‬
Gender
Apa itu Gender?
Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya.
Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat, bukan
sesuatu yang bersifat kodrati. Dalam konteks tersebut, gender harus
dibedakan dari jenis kelamin (seks). Jenis kelamin merupakan penyifatan
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis
yang melekat pada jenis kelamin tertentu yang merupakan kodrat Tuhan
dan oleh karenanya secara permanen berbeda.
Perspektif Al-Qur’an terhadap
Gender
Nasaruddin Umar mengemukakan bahwa ada beberapa
variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam
menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-
Qur’an. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai
berikut:

● Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai “Hamba


Allah”

● Laki-laki dan Perempuan Sebagai “Khalifah di Bumi”

● Laki-laki dan perempuan menerima Perjanjian


Primordial

● Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam Drama


Kosmis
Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai “Hamba Allah”

● Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Allah, sebagaimana
disebutkan dalam QS. Az-Zariyat: 56 yang artinya sebagai berikut:

● Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba
ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang bertaqwa.
Laki-laki dan perempuan sebagai “Khalifah di Bumi”

● Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini disamping untuk menjadi hamba
(âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah juga untuk menjadi khalifah di
bumi. Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan di dalam QS. al-An’am: 165
yang artinya

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

● Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau
kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai
khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi,
sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Allah.
Laki-laki dan perempuan menerima Perjanjian Primordial

● Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang
tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat.
Tidak ada seorang pun yang mengatakan “tidak”. Dalam Islam, tanggung jawab individual
dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Dengan
demikian dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki- laki dan
perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama sebagaimana disebutkan
dalam QS. al-A’raf: 172.
● Rasa percaya diri seorang perempuan dalam Islam semestinya terbentuk sejak lahir, karena
sejak awal tidak pernah diberikan beban khusus berupa “dosa warisan” seperti yang
dikesankan di dalam Yahudi-Kristen yang mana pada keduanya terdapat ajaran yang
memberikan citra negatif begitu seseorang lahir sebagai perempuan.
● Berbeda dengan Al-Qur’an yang mempunyai pandangan lebih positif terhadap manusia. Al-
Qur’an menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu Adam sebagaimana
disebutkan dalam QS. al-Isra: 70.
Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam Drama Kosmis

● Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, selalu menekankan kedua belah
pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (huma), yakni kata
ganti untuk Adam dan Hawa, seperti dapat dilihat dalam beberapa kasus berikut ini :
1. Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga (QS. al-Baqarah: 35)
2. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan (QS. al-A’raf: 20)
3. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi (QS. al-
A’raf: 22)
4. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (QS. al-A’raf: 23)
5. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling
membutuhkan (QS. Al-Baqarah: 187)
Implikasi Kesetaraan Gender
Implikasinya kesetaran gender dalam hukum Islam antara lain dapat terlihat pada hal berikut
● Terjadinya transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi
antara laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur’an maupun hadist. Seperti pada hukum poligami
dan kewarisan dalam Islam.
● Terjadinya Transformasi pemikiran di bidang profesi seperti hakim perempuan dan profesi
lainnya yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki.
● Menjadi sumber inspirasi munculnya peratuan perundang-undangan yang memihak pada
kepentingan perempuan. Seperti UU tentang perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan,
UU tentang syarat poligami, UU perlindungan anak dan perempuan dan lain- lain. (Suhra, 2013)
Islam dan
Radikalisme ‫اثنان‬
Berdasarkan jurnal yang kami baca, mengkaji radikalisme dapat membuka lebar
pengetahuan dan wawasan akan pentingnya menjaga keberlangsungan manusia
beserta hak-haknya karena sejatinya agama sangat menjaga kebebasan serta hak-
hak yang dimiliki manusia. Apabila ada pihak-pihak yang melakukan makar atau
pemberontakan atas hak tersebut, maka hal itu sebenarnya sangat bertentangan
dengan apa yang sudah diajarkan oleh agama. Tindakan radikal contohnya adalah
pemberontakan baik kepada orang yang memiliki kepercayaan atau ideologi yang
berbeda maupun kepada negara. Untuk kasus tindakan radikalisme
mengatasnamakan agama biasanya didasarkan atas ketidakpercayaan terhadap
pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan syariat agamanya.
Al-Quran sama sekali tidak melakukan atau memberikan pembenaran
terhadap pelaku radikalisme agama. Kalaupun ada dalil yang mendukung
radikalisme, bisa dipastikan dalil tersebut ada karena terlalu sempitnya
pemahaman terhadap Al-Quran itu sendiri. Dalam hukum Islam maupun dalam
KUHP, diwacanakan tentang hukuman mati kepada pelaku radikal yang berupa
pemberontakan. Namun, hukuman bukanlah solusi satu-satunya. Pencegahan,
perbaikan, dan pendidikan juga bisa menjadi alternatif untuk mengatasi
radikalisme yang semakin marak. Tiga hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menyadarkan masyarakat tentang perbuatan baik dan buruk, serta untuk
mengetahui dan menghargai hak orang lain sehingga harapannya apapun yang
akan diperbuat selalu berdasarkan kesadaran akan hal ini.
Islam dan
Liberalisme ‫اثنان‬
Liberalisme?
Berasal dari kata “liberal” yang berarti kebebasan atau
kemerdekaan, yaitu paham yang berusaha memperbesar wilayah
kebebasan individu dan mendorong kemajuan social. Islam liberal
adalah paham Islam yang akomodatif terhadap ide kebebasan
individu (Samsudin & Lubis, 2019).
6 Paradigma Islam Liberal di Indonesia

Pertama Kedua Ketiga


Kebebasa berpikir Gagasan kemajuan Penolakan terhadap
teokrasi

Keempat Kelima Keenam


Mendorong demokrasi Pluralisme dan dialog Menjamin hak-hak
dengan non-Muslim perempuan
Setelah terbentuknya paradigma

• Sebagian tokoh sepakat dengan paradigma, sebagian lagi menolak


• Muncul kelompok penentang Islam liberal yang mengkritik dan menolak gagasan Islam
liberal
• Muncul organisasi Islam liberal (JIL) yang menurut Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
dianggap akan memberangus Islam yang kafah (Islam yang menyeluruh)
• MUI mengeluarkan fatwa yang mnegharamkan paham secular, pluralism, dan liberalism
• Isi fatwa:
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama
dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif.
2. Pluralisme agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu
terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3. Liberalisme agama adalah memahami nas agama (Alquran dan Sunah Rasulullah) dengan
menggunakan akal pikiran yang bebas. S
4. Sekulerisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama
Akibat Sebab
• Polemik Islam liberal • Perbedaan paradigma
diakibatkan oleh berpikir antara tokoh
paradigma berpikir dan Islam liberal dengan
metodologi tokoh pengkritik adalah
pemahaman ajaran upaya membangkitkan
Islam dalam melihat umat Islam dari
realitas. kemunduran.
Pluralisme
Madzhab ‫اثنان‬
Lahirnya Madzhab
Madzhab pertama kali lahir ketika poros umat islam
terbagi akibat rasulullah meninggal dunia

Wafatnya rasul berdampak pada penafsiran berbeda


mengenai hukum yang masih tertulis, terutama dalam al
quran

Perbedaan pendapat paling awal mengenai madzhab


adalah siapa yang layak menjadi pemimpin umat setelah
rasul wafat

Pada perkambangannyahingga saat ini, terdapat 4


madzhab besar yang diakui, yakni madzhab imam syafi'i,
hambali, malik dan hanafi
Pentingnya Mengenal Madzhab
Keberagaman madhab dalam islam merupakan
realitas yang harus dipandang sebagai budaya
islam

Banyaknya madzhab membuat umat muslim


mampu mengatasi permasalah yang berbeda
pada jaman modern

Mencegah adanya pertentangan internal akibat


perbedaan madzhab dan masifnya informasi

Mendukung Ukhuwah Islamiyah


Mazhab Fiqih di Indonesia
Imam Syafi’i

Imam Maliki

Mazhab empat imam Langsung pada Al-Qur’an dan


As-Sunnah

Imam Hanafi
Imam Hanbali
Madzhab Empat Imam

• Masyarakat Nahdlatul Ulama dan kaum


ahlus sunna wal jama’ah lainnya
berpegang pada mazhab empat imam ini

• Hadhratusysyaikh Hasyim Asy‟ari


(pendiri NU) dalam risalah “Ahlus
Sunnah wal Jamā‟ah” pada bagian
Dasar-Dasar Jam‟iyah NU menegaskan
perlunya memegangi empat mazhab.
Dengan beberapa alasan yaitu:
Pertama (Ilmu diturunkan)

• Sepakat untuk mengikuti ulama salaf dalam mengetahui ajaran Islam.


• Para tabiin dalam hal ini mengikuti para sahabat, dan para pengikut ttābi‟it tābi‟īn
mengikuti tabiin. Demikianlah selanjutnya setiap generasi ulama mengikuti generasi
sebelumnya.
• Aspek positifnya secara rasional dapat ditunjukkan bahwa syariat tidak dapat dikenali
kecuali melalui tradisi dan istinbāth.
• Adapun dalam mengadakan istinbāth, mazhab-mazhab sebelumnya harus dikenali, agar
tidak keluar dari pendapat ulama sebelumnya, yang dapat menyebabkan keluar dari ijmak.
• Perlu dijelaskan pula pendapat mutlak yang ditaqyīd di beberapa tempat (kasus) serta
pendapat mengkompromikan yang diperselisihkan dan dijelaskan illatillat hukumnya.
Sebab kalau tidak demikian, tidak dibenarkan memegangi pendapat-pendapat tersebut.

• Tak satu pun mazhab pada masa akhir ini yang memiliki karakteristik seperti di atas kecuali
empat mazhab, mazhab Imamiyah, dan mazhab Zaidiyah. Kedua mazhab yang terakhir
dikategorikan sebagai ahli bidah dan pendapat-pendapatnya tidak boleh dipegangi.
Kedua (Ikuti mayoritas)

• Rasulullah saw. bersabda: “Ikutilah golongan terbesar”. Mengikuti


empat mazhab berarti mengikuti golongan terbesar, dan ke luar
darinya berarti keluar dari golongan terbesar.
Ketiga (Tidak semua orang boleh menisbatkan pendapatnya)

• Tidak diperkenankan memegangi pendapat-pendapat ulama jahat, kalangan


hakim yang tidak adil, dan mufti yang menuruti hawa nafsunya sehingga mereka
tidak segan menisbatkan pendapat yang mereka katakan kepada ulama salaf
yang dikenal kejujurannya, keagamaannya, dan keamanahannya, baik dengan
terang-terangan atau secara implisit.
• Tidak pula diperkenankan memegangi pendapat dari orang yang tidak diketahui
telah memenuhi syarat untuk berijtihad atau tidak memenuhi syarat. Dapat
dibenarkan apabila kita melihat mazhab-mazhab ulama salaf yang mendasarkan
hasil istinbāth dari Al-Quran dan As-Sunnah. Namun, apabila kita tidak melihat
hal tersebut pada mereka, maka tidak mungkin mereka diikuti.
• Inilah makna dari pendapat yang diisyaratkan Umar bin Khattab r.a. ketika
mengatakan, “Islam dihancurkan oleh perdebatan orang munafik terhadap Al-
Quran.” Ibnu Mas‟ud r.a. berkata, “Siapa yang menjadi pengikut hendaklah ia
mengikuti orang yang telah lewat.”
Langsung pada Al-Quran dan As-Sunnah

• Muhammadiyah sejak awal menolak bermazhab dengan empat mazhab.


• Di antara faktor yang melatarbelakangi berdirinya persyarikatan ini adalah
kekhawatiran KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) tentang ketidakmurnian
ajaran Islam akibat tidak dijadikannya “Al-Quran dan As-Sunnah” sebagai satu-
satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.
• Muhammadiyah mengajak umat Islam agar merujuk langsung kepada Al-Quran dan
As-Sunnah, yang juga tempat merujuk para imam mazhab empat.
• Muhammadiyah mengingatkan bahwa para imam mazhab tidak mendorong umat
untuk bermazhab kepada mereka, malah mereka menegaskan perlunya merujuk
langsung kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Para imam mujtahid sendiri menyatakan
bahwa pendapat mereka tidak lepas dari kemungkinan salah dan melarangnya untuk
dipeganginya secara mutlak.
Sumber Teologis
Konsep
Keberagaman ‫اثنان‬
Islam
Ada beberapa sebab untuk perbedaan hasil ijtihad pada mujtahid. Salah
satunya bisa dilihat dari sifat lafal yang ada (baik dalam Al-Quran maupun
hadis). Terkadang dalam satu lafal mengandung makna ganda. Terkadang
kedua makna itu bahkan bersifat hakiki.
Contoh
• Lafal qurū` dalam QS AlBaqarah/2: 228.
• Ulama Hanafiyah memaknai qurū` sebagai haid (menstruasi), sedangkan Ulama Syafi‟iyah
memaknai qurū‟ sebagai thuhr (suci).
• Implikasi hukumnya jelas berbeda. Bagi Imam Hanafi, jika seorang istri yang telah bercerai
mau menikah lagi dengan laki-laki lain, ia cukup menunggu tiga kali haid; sedangkan
menurut Imam Syafi'i, istri yang telah bercerai harus menunggu tiga kali suci, jika akan
menikah lagi (Hasbi AlShiddieqy, 1975: 39).

• Hikmah quru` diartikan dengan haid (dalam pandangan Hanafiyah) adalah agar wanita yang
telah bercerai dari suaminya bisa segera menikah lagi dengan laki-laki lain pilihannya;
sedangkan hikmah qurū‟ diartikan dengan suci (dalam pandangan Syafi‟iyah) adalah
memberi kesempatan yang luas kepada suami-istri yang telah bercerai itu untuk merenung
kembali baik-buruknya perceraian yang telah diputuskannya sehingga putusan yang
mereka ambil (yaitu tetap bercerai atau rujuk kembali) memang telah dipertimbangkan
dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang lama.
Contoh
• Umat Islam, termasuk sebagian ulamanya, kerap kali beranggapan bahwa suatu
masalah telah menjadi kesepakatan ulama. Padahal sebenarnya hal itu baru
merupakan kesepakatan di lingkungan mazhabnya. Oleh sebab itu, yang
disepakati ke-qath‟i-annya tentang sesuatu makna perlu diteliti secara cermat.
• Dengan demikian, pemahaman tentang Al-Quran atau pengambilan makna dari
nash Al-Quran (termasuk dari hadis) mengandung kemungkinan hasil yang
berbeda.
Sebab Timbulnya Perbedaan Madzhab
Menurut tokoh Persatuan Islam (Persis),
Almarhum Ustadz Abdurrahman (1993)

Untuk memperoleh suatu


Teknik grafika (mencetak)
keterangan, pada masa para imam hidup
belum ada seperti sekarang. Adanya Qaul
tidak semudah seperti sekarang. Selain
Qadīm dan Qaul Jadīd membuktikan
tempat para guru satu dengan guru yang
bahwa keterangan itu berangsur-angsur
lain berjauhan letaknya, jumlah hadis-
diperoleh atau dalam urusan duniawi
hadis yang diterima masing-masing guru
terjadi perubahan dalam masyarakat.
kadangkadang tidak sama.
• Tentu, bukan hanya kedua faktor tersebut timbulnya “khilafiah” di dunia Islam.
Namun, juga di dalam cara memahami ayat-ayat Al-Quran dan cara memilih
hadis-hadis sahih serta cara memahaminya.
• Adanya ayat-ayat yang muḫkam-mutasyābih, tanzīl-takwīl, nāsikh-mansūkh,
serta ‘ām-khāsh meniscayakan adanya “khilafiah”.

• Juga tentang validitas hadis, di antara para imam hadis terjadi perbedaan-
perbedaan di dalam menentukan kriteria kesahihan suatu hadis. Di samping itu,
cara memahami hadishadis Rasulullah, sebagaimana di dalam memahami ayat-
ayat AlQuran, terjadi perbedaan-perbedaan.
Argumen Islam
dan ‫اثنان‬
Keberagaman
Dalam surah Al-Baqarah ayat 213 Ketika Nabi Muhammad saw. datang, umat
dijelaskan bahwa umat manusia ketika dibimbing manusia telah memeluk agama, mazhab, dan keyakinan
religius yang berbeda-beda yang dilestarikan bukan
oleh seorang nabi, maka manusia itu adalah satu
hanya melalui proses pendidikan dan pembudayaan,
umat. Setelah nabi wafat, umat menjadi terpecah tetapi juga diperkuat oleh otoritas penguasa. Adapun,
belah. Kemudian Allah mendatangkan nabi lain agama Islam hakikatnya sama dengan agama terdahulu.
dengan tujuan memberi petunjuk agama yang Dengan kata lain, semua nabi sebenarnya membawakan
benar. Umat yang menghendaki hidayah akan agama Islam namun pembedanya adalah bahasa
beriman pada nabi pengganti. Akan tetapi, (dijelaskan dalam surah Ibrahim ayat 4 yang berbunyi
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan
kebanyakan manusia malah iri. Dengan sikap
dengan bahasa kaumnya” dan surah Fushshilat ayat 44
demikian, seiring dengan berkembangnya zaman, yang menyebutkan “Dan jika Kami jadikan Al-Qur’an
semakin banyak agama, mazhab, dan keyakinan berbahasa asing, sedang (nabi/rasul yang Kami angkat
religius. adalah orang) Arab”) .dan syariat (ditegaskan dalam
surah Al-Hajj ayat 67).
Selain itu, ada pula perbedaan syariat Pada surah Al-Ahzab ayat 40 yang
(dijelaskan dalam surah Al-Hajj ayat 67 yang berbunyi “Muhammad itu sekali-kali bukanlah
menegaskan “Bagi tiap-tiap umat telah Kami bapak dari seorang laki-laki diantara kamu,
tetapkan tertentu”). Hal ini terlihat bahwa dalam tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-
Islam, Nabi Muhammad, melalui As-Sunnah, nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
mengajar dan memberi contoh dan teladan sesuatu.”, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad
mengenai tata cara salat yang benar, khusyuk, saw. ialah nabi terakhir sehingga kenabiannya
serta ikhlas. Bagi umat yang mengikuti nabi berlangsung saat ini hingga hari Kiamat. Misi
terdahulu maka tata caranya akan berbeda. Hal kenabian kemudian dilanjutkan oleh ulama.
ini menunjukkan pentingnya beriman kepada Dengan wafatnya ulama sebagai pewaris nabi,
Rasulullah sehingga tidak berpegang pada rasul ilmu agama yang benar bisa hilang dan banyak
yang sudah bukan zamannya. manusia malah akan berguru dengan manusia-
manusia bodoh.
Nabi Muhammad bersabda, “Allah tidak mencabut ilmu setelah Ia berikan kepada kalian secara
spontanitas (sekaligus), namun Allah mencabutnya dari mereka dengan cara mewafatkan ulama
yang wafat sekaligus tercabut keilmuan mereka, sehingga yang tinggal hanyalah manusia-
manusia bodoh. Mereka dimintai fatwa, lalu mereka memberikan fatwa berdasarkan pikiran
mereka sendiri. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Bukhari & Muslim, dalam Shaḫiḫ Bukhari
No. 98 & 6763 & Shaḫiḫ Muslim No. 4828 & 4829).

Yang dimaksud dengan manusia bodoh dalam hadits di atas adalah manusia yang bukan
merupakan ulama pewaris nabi. Sepeninggal Nabi Muhammad, umat Islam terpecah belah ke
dalam puluhan golongan. Beliau bersabda bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan
dan hanya ada satu golongan yang masuk surga sementara 72 golongan lain masuk neraka.
Golongan yang masuk surga disebut dengan “al-jamaah” atau orang-orang yang dipimpin oleh
Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin.
”Saya berpesan kepada kalian, hendaklah kalian takut kepada Allah dan
mendengarkan serta patuh kepada (ulil amri) walaupun ulil amri itu bangsa Habsyi (Negro) karena
sesungguhnya orang yang hidup di antaramu sesudahku di kemudian hari akan melihat
perselisihan yang banyak. Maka dari itu, hendaklah kalian berpegang pada sunnah-ku dan sunnah
Khulafā`ur Rāsyidīn al-Mahdiyyīn (para khalifah yang menetapi petunjuk yang benar); hendaklah
kalian berpegang teguh kepadanya dan gigitlah dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara
yang diada-adakan (bidah)! Sesungguhnya semua bidah itu sesat.”

Diketahui bahwa acuan agama yang benar dan terpercaya adalah sunnah Nabi
Muhammad SAW dan juga sunnah Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin. Khulafaur Rasyidin al-
Mahdiyyin merupakan ulama pewaris nabi. Berpegang teguh pada sunnah Khulafaur Rasyidin al-
Mahdiyyin sama dengan berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan juga sama
dengan menaati ulil amri yang disebutkan dalam QS An-Nisa/4: 59.
Manusia dinilai lebih nyaman beragama dengan 4 pola keagamaan,
di antaranya adalah :
Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti rasul!" Mereka
menjawab, "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu
akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak
(pula) mendapat petunjuk? (QS Al-Maidah/5: 104)

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah). (QS Al-An’am/6: 116)

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai kiranya (dulu) aku
mengambil jalan bersama-sama rasul! Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu
teman akrab(ku).” (QS Al-Furqan/25: 27-28)

Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti, kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun
berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS
Yunus/10: 36)
Deskripsi
Konsep
Keberagaman ‫اثنان‬
Islam (Madzhab)
Mazhab Lima
Imam Syafi’i

Imam Maliki

Mazhab Ja’fari 4 mazhab + Mazhab Ja’fari

Imam Hanafi
Imam Hanbali
Left Side Right Side
• Mekah adalah pusat • Kemajuan teknologi
Islam informasi
• Shalat tarawih si • Shalat tarawih di
Masjidil Haram 23 Indonesia 11/23
rakaat
Kesimpulan ‫اثنان‬
• Perkembangan zaman dibarengi oleh perkembangan pemikiran dan penafsiran dalam
bidang agama
• Muncul isu-isu kontemporer yang melahirkan keberagaman
• Isu kesetaraan gender masih banyak terjadi di Indoensia, tetapi para tokoh muda dan
pemerintah terus berusaha untuk memberantas isu kesetaraan gender dengan memberikan
tokoh-tokoh perempuan untuk berpendapat dan pertindak
• Radikalisme berawal dari sebuah aliran yang muncul sebagai gerakan yang
mengatasnamakan agama dan sering terekspose dalam bentuk terror, aksi kekerasan,
pengeboman, dll. Hal tersebut memunculkan pandangan negative mengenai agama Islam.
Oleh karena itu, umat Islam sekiranya mampu menunjukkan bahwa Islam bukanlah yang
seperti itu. Diperlukan sebuah pendekatan dari berbagai perspektif untuk memaknai Islam
yang sebenarnya.
• Islam liberalis memunculkan banyak kontroversi antar para tokoh agama, di mana keduanya
memiliki jalan pemikiran yang berbeda, yaitu tokoh liberalis memiliki paradigma berpikir
progresif, sementara tokoh pengkritiknya berusaha melakukan pemurnian Islam dengan
selalu berpegah teguh pada Al-Qur’an dan Hadist.
• Adanya perbedaan madzhab dalam Islam adalah realitas yang dapat dipandang sebagai
kekayaan budaya Islam dan mengharuskan umat Muslim untuk terus belajar dan menggali
ilmu agama yang telah dimiliki agar tidak diam di tempat,
“Uthlubul ‘ilma minal
mahdi ilal lahdi”
Carilah ilmu (ilmu agama yang benar)

mulai dari hingga


DAFTAR PUSTAKA
Tim PAI Dirjen DIKTI. (2016). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset dan Pendidikan
Tinggi.

Said, H. A. & Rauf, F. (2015) Radikalisme Agama dalam Perspektif Hukum Islam. Al-Adalah.
11(3). p. 593-610.

Suhra, S. (2013). Kesetaraan gender dalam perspektif al- qur’an dan implikasinya terhadap
hukum islam. Jurnal Al- Ulum. 13(2). p. 373-394.

Samsudin &Lubis, N.H. (2019) Sejarah munculnya pemikiran Islam liberal di Indonesia.
Patanjala. 11(3). p. 483-498
ALHAMDULILLAH
Thanks!
Do you have
any questions?

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.

‫وداعا‬
Minal 'aaidiin wal faaiziin, taqobbalallahu minna
wa minkum shiyaamanaa wa shiyaamakum
WASSALAMU’ALAIKUM
WARAHMATULLAHI
WABARAKAATUH

Anda mungkin juga menyukai