Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEBEBASAN DALAM AL-QUR’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah “Materi Qur’an di MA/SMA/SMK’’

Prodi Pendidikan Agama Islam Semester III (Tiga) B

Dosen Pengampu : Aramdhan Kodrat Permana S.Th.I., M.Ag.

Disusun Oleh :

Fahmi Labib Al-Ma’arif (1221025743)

M. Yusuf (1221025748)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ”SYAMSUL ULUM” GUNUNG


PUYUH KOTA SUKABUMI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul "Kebebasan Dalam Al-Qur’an". Sholawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan
kebenaran didunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun,
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, dengan senang hati kami menerima
kritik dan saran dari semua pihak

Sukabumi, 1 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama beberapa dekade terakhir, masalah kebebasan telah menjadi bidang yang
menarik di kalangan sarjana dan terletak di persimpangan hak asasi manusia,
kebebasan memilih pribadi, gender diskriminasi, hukuman dan kemurtadan. Dalam
hal standar hak asasi manusia, khususnya di tengah tren global kebebasan beragama
dan ketika konsep Barat dan perjanjian internasional dijadikan tolak ukur, Islam
seolah olah menjadi satu-satunya agama yang membatasi pindah agama dan
menghukum para orang-orang yang berpindah agama.

Sejarah panjang perkembangan penafsiran sumber-sumber utama Islam dan fiqh


Islam telah berlangsung sejak hukum Islam klasik diperkenalkan. Perkembangan ini
dimulai pada masa Nabi (saw) dan berkembang menjadi perubahan yang dapat
ditelusuri dari praktik para khalifah, kemudian ke interpretasi para ahli hukum klasik
melalui ijtihad (nalar independen) dan, akhirnya, ke para ulama kontemporer yang
melihat kebutuhan untuk bergerak menuju Islamisasi hukum di negara sekuler atau
harmonisasi hukum sipil dan hukum Syariah. Pelaksanaan ijtihad oleh cendekiawan
Muslim yang kompeten ini menyoroti dinamisme Syariah dan telah melihat berbagai
perubahan perintah (hukm) menurut waktu dan tempat. Salah satu perintah ini
berkaitan dengan kebebasan beragama dan kemurtadan.

Pluralitas menjadi sesuatu yang harus dapat diterima, karena kemajemukan


menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat, dan ini merupakan
hukum alam (sunatullah), dalam situasi Dunia yang semakin plural, tentunya
dibutuhkan sikap bagaimana cara yang diambil dalam menyikapi keragaman, bukan
sikap menjauhkan diri dari kenyataan itu sendiri. Oleh karenanya, Islam menjadi
agama yang kitab sucinya sangat mengakui keberadaan hak-hak agama lain untuk
hidup dan untuk mengimplementasikan ajaran-ajarannya. Pengakuan ini menunjukkan
dasar keagamaan serta pluralisme sosial dan kultural, sebagai sebuah ketentuan yang
datang dari Tuhan, yang bersifat tetap tanpa ada perubahan-perubahan menuntut
setiap pemeluk agama untuk saling terbuka. Sikap ini menuntut pemeluk agama untuk
tidak sekedar mencari arti dari sebuah fenomena pluralitas agama, akan hal tersebut
harus disertai dengan refleksi Tindakan oleh pemeluk agama agar saling menerima,
menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagamaan agama agar tercipta
masyarakat yang harmonis serta penuh dengan kasih sayang dan kedamaian. Dengan
demikian, setiap pemeluk agama memiliki tanggung jawab masing-masing untuk
menerapkan nilai-nilai ajaran dari agamanya secara proposiaonal, dengan demikian
kehadirannya bukan merupakan ancaman bagi yang lain.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu kebebasan dalam Al-qur’an?
b. Apa saja yang termasuk dalam kebebasan dalam Al-qur,an?
c. Bagaimana kebebasan dalam Al-qur’an?
C. Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui pengertian kebebasan dalam Al-qur’an
b. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam kebebasan dalam Al-qur,an
c. Mengetahui bagaimana kebebasan dalam Al-qur’an
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebabasan Dalam Al-Qur’an

Bagi seorang Muslim, kebebasan mengandung tiga makna sekaligus. Pertama,


kebebasan identik dengan ‘fitrah’ –yaitu tabiat dan kodrat asal manusia sebelum
diubah, dicemari, dan dirusak oleh sistem kehidupan disekelilingnya. Seperti kata
Nabi saw: ‘kullu mawludin yuladu ‘ala l-fitrah’. Setiap orang terlahir sebagai mahluk
dan hamba Allah yang suci bersih dari noda kufur, syirik dan sebagainya. Namun
orang-orang disekelilingnya kemudian mengubah statusnya tersebut menjadi ingkar
dan angkuh kepada Allah.

Maka orang yang bebas ialah orang yang hidup selaras dengan fitrahnya,
karena pada dasarnya ruh setiap manusia telah bersaksi bahwa Allah ituTuhannya.
Sebaliknya, orang yang menyalahi fitrah dirinya sebagai abdi Allah sesungguhnya
tidak bebas, karena ia hidup dalam penjara nafsu dan belenggu syaitan.
Ahli tafsir abad keempat Hijriah, ar-Raghib al-Ishfahani, dalam kitabnya
menerangkan dua arti ‘bebas’ (hurr): pertama, bebas dari ikatan hukum; kedua, bebas
dari sifat-sifat buruk seperti rakus harta sehingga diperbudak olehnya. Pengertian
kedua inilah yang disinyalir Nabi saw dalam sebuah hadis sahih: ‘Celakalah si hamba
uang’ (ta‘isa ‘abdu d-dinar’) (Lihat: Mufradat Alfazh al-Qur’an, hlm. 224).

Makna kedua dari kebebasan adalah daya kemampuan (istitha‘ah) dan


kehendak (masyi’ah) atau keinginan (iradah) yang Allah berikan kepada kita untuk
memilih jalan hidup masing-masing. Apakah jalan yang lurus (as-shirath al-
mustaqim) ataukah jalan yang lekuk. Apakah jalan yang terjal mendaki ataukah jalan
yang mulus menurun. Apakah jalan para nabi dan orang-orang sholeh, ataukah jalan
syaitan dan orang-orang sesat. ‘Siapa yang mau beriman, dipersilakan. Siapa yang
mau ingkar, pun dipersilakan’ (fa-man sya’a fal-yu’min, wa man sya’a fal-yakfur),
firman Allah dalam al-Qur’an(18:29).

Kebebasan disini melambangkan kehendak, kemauan dan keinginan diri


sendiri. Bebasnya manusia berarti terpulang kepadanya mau senang di dunia ataukah
di akhirat. Firman Allah: ”Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang
kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS al
Isra’:18-19)

”Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah


keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia
kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.” (QS asy Syura:20). Terserah padanya apakah mau tunduk
atau durhaka kepada Allah. Apakah mau menghamba kepada sang Khaliq atau
mengabdi kepada makhluk. Sudah barang tentu, kebebasan ini bukan tanpa
konsekuensi dan pertanggungjawaban.

Dan benarlah firman Allah bahwa tidak ada paksaan dalam agama – ‘la ikraha
fi d-din’ (2:256). Setiap manusia dijamin kebebasannya untuk menyerah ataupun
membangkang kepada Allah, berislam ataupun kafir. Mereka yang berislam dengan
sukarela (thaw‘an) lebih unggul dari mereka yang berislam karena terpaksa (karhan),
apatah lagi dibandingkan dengan mereka yang kafir dengan sukarela.

Ketiga, kebebasan dalam Islam berarti ‘memilih yang baik’ (ikhtiyar).


Sebagaimana dijelaskan oleh Profesor Naquib al-Attas, sesuai dengan akar katanya,
ikhtiar menghendaki pilihan yang tepat dan baik akibatnya (Lihat: Prolegomena to the
Metaphysics of Islam, hlm. 33-4). Oleh karena itu, orang yang memilih keburukan,
kejahatan, dan kekafiran itu sesungguhnya telah menyalahgunakan kebebasannya.
Sebab, pilihannya bukan sesuatu yang baik (khayr). Disini kita dapat mengerti
mengapa dalam dunia beradab manusia tidak dibiarkan bebas untuk membunuh
manusia lain.

Jadi, dalam tataran praktis, kebebasan sejati memantulkan ilmu dan adab,
manakala kebebasan palsu mencerminkan kebodohan dan kebiadaban. Kebebasan
seyogianya dipandu ilmu dan adab supaya tidak merusak tatanan kehidupan. Supaya
membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dalam kerangka inilah seorang
Muslim memahami firman Allah: ”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh
Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat,
Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya
hamba-hambaNya” (QS. Fushshilat:46). Maka janganlah kebebasan itu menyebabkan
kebablasan.

B. Kebebasan Dalam Al-Qur,an

1. Kebebasan Dalam Beragama

Kebebasan beragama adalah suatu kebebasan yang sangat dibutuhkan secara


mutlak bagi pemeliharaan dan perlindungan atas martabat manusia di dalam
masyarakat yang terorganisasikan sebagai satu jenis perlindungan paling minimum
yang dapat diterima.

Dalam berbagai dokumen HAM disebutkan secara jelas bahwa hak atas
kebebasan beragama bersifat mutlak dan berada di dalam forum internum: merupakan
wujud dari 'inner freedom' dan karenanya termasuk hak non derogable. Artinya: hak
yang secara spesifik dinyatakan di dalam perjanjian Hak Asasi Manusia sebagai hak
yang tidak bias ditangguhkan (pemenuhannya) oleh negara selama dalam keadaan
bahaya, seperti perang sipil atau invasimiliter. Hak non derogable dikenal sebagai hal
paling inti dari Hak Asasi Manusia. Hak non derogable ini tidak boleh ditangguhkan,
selalu harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara pihak dalam keadaan
apapun.

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau


masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau
umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak
menganut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama,
agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut
kepercayaan lain dari agama resmi.

Pasal 18 dalam Konvenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan


Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk
mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama
merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi
agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara sekuler (laïcité). Oleh
banyak orang dan sebagian besar negara kebebasan beragama dianggap sebagai Hak
Asasi Manusia yang mendasar. Di negara keagamaan, kebebasan beragama secara
umum dianggap berarti bahwa pemerintah mengizinkan praktik keagamaan sekte lain
selain agama yang dianut negara, dan tidak menganiaya pemeluk agama lain (atau
mereka yang tidak beragama). Pasal 18 dalam konvenan Internasional PBB tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik, memberikan batasan jelas kemerdekaan beragama pada
ranah kebebasan mengubah agama diri sendiri ataupun kelompok, ditempat umum
ataupun tertutup.

Kebebasan beragama merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus
didapatkan oleh masing-masing individu dalam fitrahnya sebagai manusia. Dalam
pelaksanaannya, jaminan atas kebebasan beragama telah mendapat pengakuan dalam
hukum Internasional.

Pengertian Kebebasan Beragama dipahami sebagai prinsip bahwa setiap


individu bebas memilih dan mengimani agamanya serta mengamalkan sepenuhnya
ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Islam memberi kebebasan kepada warganya
untuk memeluk agama masing-masing dan tidak diperbolehkan memaksakan
keyakinannya kepada orang lain.

Kebebasan beragama dalam pandangan Islam itu adalah tidak adanya


keterhalangan seseorang untuk mengekpresikan jiwanya didalam memilih agama,
menjalankan dan bertukar fikiran didalam masalah agama tanpa adanya unsurunsur
paksaan dan pengaruh dari pihak lain. Namun tetap dilandasi dengan Alqur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad Saw. Pandangan agama Islam tentang kebebasan beragama
adalah dengan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk memilih, menjalankan
dan bertukar fikiran di dalam masalah agama, baik dilakukan dengan yang seagama
maupun dengan penganut agama lain, baik di tempat umum ataupun tersendiri baik
dikerjakan sendiri-sendiri maupun bersama orang lain. Namun walaupun demikian
tetap berpijak kepada garis-garis yang telah ditetapkan Alqur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad Saw.
Islam merupakan agama yang pertama kali memproklamirkan adanya
kebebasan dalam beragama, Islam sangat menghargai kepada masing-masing
pemeluk agama tertentu. Masing-masing bebas mengapreasiasikan keyakinan yang
dianutnya dan tidak diperkenankan bagi siapapun untuk mengganggu aktivitas
peribadatan agama lainnya.

Ayat Alqur’an yang berkaitan dengan kebebasan beragama yaitu terdapat pada
QS. An-Nahl ayat 125 yang bunyinya:

‫ُاْدُع ِاٰل ى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَح َس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِباَّلِتْي ِهَي‬
‫َاْح َس ُۗن ِاَّن َر َّبَك ُهَو َاْع َلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن َس ِبْيِلٖه َو ُهَو َاْع َلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran


yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl 16: Ayat 125).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫َو ُقِل اْلَح ُّق ِم ْن َّرِّبُك ْۗم َفَم ْن َش ۤا َء َفْلُيْؤ ِم ْن َّو َم ْن َش ۤا َء َفْلَيْك ُفْۚر ِاَّنٓا َاْعَتْدَنا ِللّٰظ ِلِم ْيَن‬
‫َناًر ۙا َاَح اَط ِبِهْم ُس َر اِد ُقَهۗا َو ِاْن َّيْسَتِغ ْيُثْو ا ُيَغ اُثْو ا ِبَم ۤا ٍء َك اْلُم ْهِل َيْش ِوى اْلُوُجْو َۗه ِبْئَس‬
‫۝‬٢٩ ‫الَّش َر اُۗب َو َس ۤا َء ْت ُم ْر َتَفًقا‬
“Dan katakanlah (Muhammad), “kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu,
Barang siapa menghendaki (Kafir) biarlah dia kafir”. Sesungguhnya kami telah
menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika
mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan wajah. (itulah) minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek”. (QS. Al-Kahf 18: Ayat 29).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


‫ٓاَل ِاْك َر اَه ِفى الِّدْيِۗن َقْد َّتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّۚي َفَم ْن َّيْكُفْر ِبالَّطاُغ ْو ِت‬
‫َو ُيْؤ ِم ْۢن ِباِهّٰلل َفَقِد اْسَتْمَس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثٰق ى اَل اْنِفَص اَم َلَهۗا َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah


jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa
ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang
teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar,
Maha mengetahui”. (QS. Al-Baqarah 2:256).

Pengertian Kebebasan Beragama terbentuk berdasarkan tiga alasan pokok,


yaitu: adanya kodrat manusia, sifat iman sejati, dan menyangkut kenegaraan.
Kebebasan beragama bermakna bahwa setiap orang bebas untuk memilih, mengganti,
mengamalkan, dan menyiarkan agamanya (atau kepercayaannya) sesuai dengan
keyakinannya (suara hatinya). Kebebasan beragama sangatlah penting dan kebebasan
tersebut tidak dapat ditolak ataupun dibatasi dengan cara apapun. Kebebasannya
tersebut menganut salah satu agama dan mengamalkannya atau tidak hanya
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan bukan kepada sesama manusia,
masyarakat, atau pemerintah mana pun. Tujuan dan arti utama agama adalah supaya
manusia dengan bebas mencapai tujuannya, yaitu Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Hak
Asasi ini harus dihormati dan tidak boleh diganggu oleh siapapun dan dengan alasan
apapun.

2. Kebebasan Dalam Berpendapat

a. Ayat-Ayat Tentang Kebebasan Berpendapat Dalam Berakidah

1. Q.S. Al-Baqarah : 256

‫ٓاَل ِاْك َر ا ِفى الِّدْيِۗن َقْد َّتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّۚي َف ْن َّيْكُفْر الَّطاُغ ْو ِت َو ُيْؤ ِم ْۢن‬
‫ِب‬ ‫َم‬ ‫َه‬
‫ِباِهّٰلل َفَقِد اْسَتْمَس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثٰق ى اَل اْنِفَص اَم َلَهۗا َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya
telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat.
Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh,
dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus.
Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui”.

2. Q.S. Ali-Imran: 20

‫َفِإْن َح ٓاُّج وَك َفُقْل َأْس َلْم ُت َو ْج ِهَى ِهَّلِل َو َمِن ٱَّتَبَع ِن ۗ َو ُقل ِّلَّلِذ يَن ُأوُتو۟ا ٱْلِكَٰت َب‬
ۗ ‫َو ٱُأْلِّم ِّيۦَن َء َأْس َلْم ُتْم ۚ َفِإْن َأْس َلُم و۟ا َفَقِد ٱْهَتَد و۟ا ۖ َّو ِإن َتَو َّلْو ۟ا َفِإَّنَم ا َع َلْيَك ٱْلَبَٰل ُغ‬
‫َو ٱُهَّلل َبِص يٌۢر ِبٱْلِع َباِد‬

Artinya : Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran


Islam), Maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan
(demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". dan katakanlah kepada
orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi:
"Apakah kamu (mau) masuk Islam". jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya
mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, Maka kewajiban
kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat
akan hamba-hamba-Nya.

3. Q.S. Ali-Imran: 32

‫ُقْل َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو الَّر ُسْو َل ۚ َفِاْن َتَو َّلْو ا َفِاَّن َهّٰللا اَل ُيِح ُّب اْلٰك ِفِرْيَن‬

“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,


Maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".

b. Ayat-Ayat Tentang Kebebasan Berpendapat Dalam Demokrasi

1. Q.S. Asy-Syura: 38
‫َو اَّلِذ ْيَن اْسَتَج اُبْو ا ِلَر ِّبِهْم َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَۖة َو َاْم ُر ُهْم ُش ْو ٰر ى َبْيَنُهْۖم َو ِمَّم ا‬
‫َر َز ْقٰن ُهْم ُيْنِفُقْو َۚن‬

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya


dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang
Kami berikan kepada mereka.”

2. Q.S. Al-A’raf: 12-17

‫۠ا‬
‫َقاَل َم ا َم َنَع َك َأاَّل َتْس ُجَد ِإْذ َأَم ْر ُتَك ۖ َقاَل َأَن َخ ْيٌر ِّم ْنُه َخ َلْقَتِنى ِم ن َّناٍر‬
‫) َقاَل َفٱْهِبْط ِم ْنَها َفَم ا َيُك وُن َلَك َأن َتَتَك َّبَر ِفيَها‬12( ‫َو َخ َلْقَت ۥُه ِم ن ِط يٍن‬
)14( ‫) َقاَل َأنِظ ْر ِنٓى ِإَلٰى َيْو ِم ُيْبَع ُثوَن‬13( ‫َفٱْخ ُرْج ِإَّنَك ِم َن ٱلَّٰص ِغ ِريَن‬
‫) َقاَل َفِبَم ٓا َأْغ َو ْيَتِنى َأَلْقُعَد َّن َلُهْم ِص َٰر َطَك‬15( ‫َقاَل ِإَّنَك ِم َن ٱْلُم نَظِريَن‬
‫) ُثَّم َل َء اِتَيَّنُهم ِّم ۢن َبْيِن َأْيِد يِهْم َو ِم ْن َخ ْلِفِهْم َو َع ْن َأْيَٰم ِنِهْم‬16( ‫ٱْلُم ْسَتِقيَم‬
)17( ‫َو َع ن َش َم ٓاِئِلِهْم ۖ َو اَل َتِج ُد َأْك َثَر ُهْم َٰش ِكِريَن‬

(12) "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di


waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya:
Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". (13)
"Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri
di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang
yang hina". (14) iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka
dibangkitkan". (15) "Sesungguhnya kamu Termasuk mereka yang diberi
tangguh." (16) iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya
tersesat, saya benar-benar akan (menghalanghalangi) mereka dari jalan
Engkau yang lurus, (17) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka
dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak
akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
3. Q.S. Al-Baqarah: 233

‫اْلٰو ِلٰد ُت ُيْر ِض ْع َن َاْو اَل َد ُهَّن َح ْو َلْي َك اِم َلْي ِل ْن َاَر اَد َاْن ُّيِتَّم الَّر َض اَع َۗة‬
‫ِن َم‬ ‫ِن‬ ‫َو‬
‫َو َع َلى اْلَم ْو ُلْو ِد َلٗه ِر ْز ُقُهَّن َو ِكْس َو ُتُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف اَل ُتَك َّلُف َنْفٌس ِااَّل‬
‫ُو ْس َعَهۚا اَل ُتَض ۤا َّر َو اِلَد ٌة ِبَو َلِد َها َو اَل َم ْو ُلْو ٌد َّلٗه ِبَو َلِدٖه َو َع َلى اْلَو اِرِث ِم ْثُل‬
‫ٰذ ِلَۚك َفِاْن َاَر اَد ا ِفَص ااًل َع ْن َتَر اٍض ِّم ْنُهَم ا َو َتَش اُو ٍر َفاَل ُج َناَح َع َلْيِهَم ۗا َو ِاْن‬
‫َاَر ْد ُّتْم َاْن َتْسَتْر ِض ُع ْٓو ا َاْو اَل َد ُك ْم َفاَل ُج َناَح َع َلْيُك ْم ِاَذ ا َس َّلْم ُتْم َّم ٓا ٰا َتْيُتْم‬
‫ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف َو اَّتُقوا َهّٰللا َو اْع َلُم ْٓو ا َاَّن َهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َبِص ْيٌر‬

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun


penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan".

c. Ayat-ayat tentang Kebebasan Berpendapat yang Berkaitan dengan Hukum

1. Q.S. Al-Baqarah:109

‫َو َّد َك ِثْيٌر ِّم ْن َاْهِل اْلِكٰت ِب َلْو َيُر ُّد ْو َنُك ْم ِّم ْۢن َبْع ِد ِاْيَم اِنُك ْم ُك َّفاًر ۚا َح َس ًدا ِّم ْن‬
‫ِع ْنِد َاْنُفِس ِهْم ِّم ْۢن َبْع ِد َم ا َتَبَّيَن َلُهُم اْلَح ُّق ۚ َفاْع ُفْو ا َو اْص َفُحْو ا َح ّٰت ى َيْأِتَي ُهّٰللا‬
‫ِبَاْم ِرٖه ۗ ِاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
"Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki
yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.
Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan
perintah-Nya. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu."

2. Q.S. Al- Baqarah: 217

‫َيْس َٔـُلْو َنَك َع ِن الَّش ْهِر اْلَح َر اِم ِقَتاٍل ِفْيِۗه ُقْل ِقَتاٌل ِفْيِه َك ِبْيٌۗر َو َص ٌّد َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللا‬
‫َو ُك ْفٌۢر ِبٖه َو اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم َو ِاْخ َر اُج َاْهِلٖه ِم ْنُه َاْك َبُر ِع ْنَد ِۚهّٰللا َو اْلِفْتَنُة َاْك َبُر ِم َن‬
‫اْلَقْتِۗل َو اَل َيَز اُلْو َن ُيَقاِتُلْو َنُك ْم َح ّٰت ى َيُر ُّد ْو ُك ْم َع ْن ِد ْيِنُك ْم ِاِن اْسَتَطاُع ْو ۗا َو َم ْن‬
‫ٰۤل‬
‫َّيْر َتِد ْد ِم ْنُك ْم َع ْن ِد ْيِنٖه َفَيُم ْت َو ُهَو َك اِفٌر َفُاو ِٕىَك َح ِبَطْت َاْع َم اُلُهْم ِفى الُّد ْنَيا‬
‫ٰۤل‬
‫َو اٰاْل ِخ َر ِۚة َو ُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب الَّناِۚر ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.


Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah. dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada
membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu
dia mati dalam kekafiran, maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia
dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.”

3. Q.S. Ali-Imran: 100


‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاْن ُتِط ْيُعْو ا َفِرْيًقا ِّم َن اَّلِذ ْيَن ُاْو ُتوا اْلِكٰت َب َيُر ُّد ْو ُك ْم َبْع َد‬
‫ِاْيَم اِنُك ْم ٰك ِفِرْيَن‬

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari


orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman."

C. Kebebasan Dalam Al-Qur’an

Kebebasan dapat diartikan dengan terbebasnya seseorang dari dominasi dan


jebakan materi-kebendaan. Dengan dzawq-nya, ia mampu menyaksikan hakekat
kebenaran (mukâsyafah/ ketersingkapan). Atau dari teologi Islam, seseorang akan
mendapatkan bahasan tentang kebebasan berkehendak (free will anda free act)
sebagai lawan dari predestinasi (taqdir), sebagaimana yang tampak dalam perdebatan
antara golongan mu‘tazilah, jabariyyah dan sunni dengan berbagai argumentasinya.
Jika kembali ke masa silam, dimana Nabi dan kaum Muhajirin dan Anshar
mengadakan perjanjian tertulis dengan orang-orang yahudi, yang tertuang dalam
piagam Madinah, secara eksplisit atau implicit, sudah ada nilainilai kebebasannya.
Secara general, kebebasan dalam Islam sangat banyak sekali. Menurut syekh
Musthafâ al-Ghalâyanî, kebebasan itu mencakup kebebasan individual, kebebasan
social, kebebasan ekonomi dan kebebasan berpolitik. Dimana kebebasan individu
sendiri mencakup kebebasan berpendapat, menulis dan mencetaknya, dan kebebasan
berfikir sekaligus penyebarannya. Namun kebebasan individu tersebut cukup diwakili
oleh kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat. Sebab kebebasan menulis atau
kebebasan menyebarkan pemikiran sudah masuk di dalamnya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Bagi seorang Muslim, kebebasan mengandung tiga makna sekaligus. Pertama,


kebebasan identik dengan ‘fitrah’. Makna kedua dari kebebasan adalah daya
kemampuan (istitha‘ah) dan kehendak (masyi’ah) atau keinginan (iradah). Ketiga,
kebebasan dalam Islam berarti ‘memilih yang baik’ (ikhtiyar).

Kebebasan didalam Al-qur’an itu ada tiga, yaitu kebebasan dalam beragama,
dan kebebasan dalam berpendapat. Kebebasan juga dapat diartikan dengan
terbebasnya seseorang dari dominasi dan jebakan materi-kebendaan. Dengan dzawq-
nya, ia mampu menyaksikan hakekat kebenaran (mukâsyafah/ ketersingkapan). Atau
dari teologi Islam, seseorang akan mendapatkan bahasan tentang kebebasan
berkehendak (free will anda free act) sebagai lawan dari predestinasi (taqdir).
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya: Al-Jumanatul’ Ali , (Bandung: CV


Penerbit, 2004)

J. B. Banawiratma, Konteks Berteologi di Indonesia: Buku Penghormatan Untuk HUT ke-70


(Jakarta: Gunung Mulia, 1991), Cet. 2.

Khursid Ahmad; Isma’il Al-Faruqi, Isma’il, dan Muhammad Rasyidi, Dakwah Islam dan
Misi Kristen: Sebuah Dialog Internasional, (Bandung: Risalah, 1984), Edisi ke 1.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, KitabTafsir Al-Maraghi, (Mesir: Daar Al-fikri, cet. ke-I, 1365
H./1946 M.)

Kementrian agama RI, Al- Qur’an Dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya cahaya, 2011)

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin, dkk.Kitab Tafsir Jalalain, (Surabaya: Nurul Huda)

Anda mungkin juga menyukai