Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGARUH KEDUDUKAN MOTIVASI DALAM NILAI – NILAI ETIKA


APARATUR NEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Etika Administrasi Publik

Dosen Pengajar : Dra. Tri Prasetijowati, M.Si

Oleh :

Siti Salwa Intan. (1813121025)

SEMESTER 6 KELAS C

UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

ADMINISTRASI PUBLIK

2021
KATA PENGANTAR

Yang pertama segala puji adan syukur atas rahmat Allah yang maha kuasa. Sehingga
diberi kemudahan dalam segala hal. Termasuk dalam menyusun makalah ini. Yang kedua
salam untuk nabi tercinta Muhammad yang selalu menjadi motivator dan motivasi dalam
mengemban ilmu di zaman yang kontemporer seperti saat ini. Kemudian terimakasih teruntuk
orang tua kami di rumah yang senantiasa mensuport dalam perkuliahan. Kemudian kepada
dosen pembimbing, yang senantiasa member kita pengetahuan dalam hal pengantar ilmu
perbandingan administrasi public maupun dalam bait bait kalimat yang memotivasi. Makalah
ini memuat Pengaruh tentang motivasi dalam nilai – nilai etika aparatur negara. Dalam
membuat makalah tentu mungkin ada penyusunan yang belum sempurna. Namun kami
berusaha untuk menghindari kesalahan dalam menyusun makalah ini sebagai daripada tugas
yang harus dipenuhi tanggung jawab dalam mengerjakannya.

Penulis

Siti Salwa intan Mawardi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
A. LandasanTeori 3
B. Hubungan Motivasi Dengan Etika 8
C. Pengaruh Kedudukan Motivasi Dalam Nilai – Nilai Etika 9
Aparatur Negara

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu faktor yang dapat mendorong kinerja organisasi adalah motivasi
karyawan (Wukir, 2013:115). Motivasi merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan oleh pihak manajemen bila mereka menginginkan setiap karyawan dapat
memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan instansi. Karena dengan
motivasi, seorang karyawan akan memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan aparatur negara yang menyelenggarakan


pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional merupakan tulang punggung
pemerintah. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
nasional terutama tergantung pada kesempurnaan aparatur negara baik ditingkat pusat
maupun ditingkat daerah. Kemajuan instansi atau organisasi tentunya didukung oleh
kinerja karyawan atau pegawainya. Seseorang dapat dikatakan mempunyai kinerja yang
baik, manakala mereka dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, artinya mencapai
sasaran dengan atau menurut standar yang ditentukan dengan penilaian kinerja, dengan
kata lain akan mendorong karyawan untuk bersaing memperoleh penghargaan, bonus
atau dipromosikan kejabatan yang lebih baik. Kinerja dalam suatu organisasi, terkhusus
pada organisasi publik (pemerintahan), dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu :
kinerja organisasi itu sendiri (kinerja keuangan) dan kinerja pegawai. Baik buruknya
kinerja pegawai akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi itu sendiri. (Hasbar,
2014:25) Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 5 ayat (2) bahwa : Kode etik dan kode perilaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:

 Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas


tinggi;
 Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
 Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;

1
 Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
 Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika pemerintahan;

Tanpa motivasi, seorang karyawan tidak dapat memenuhi tugasnya sesuai


standar atau bahkan melampaui standar karena apa yang menjadi motif dan motivasinya
dalam bekerja tidak terpenuhi. Sekalipun seorang karyawan memiliki kemampuan
operasional yang baik bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja, hasil akhir dari
pekerjaannya tidak akan memuaskan. Berdasarkan hasil pengamatan awal penulis yang
dihasilkan dari proses observasi

B. Rumusan permasalahan

Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas pada makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa hubungan motivasi dengan etika?


2. Bagaimana pengaruh kedudukan motivasi dalam nilai – nilai etika aparatur
negara?

C. Tujuan

Adapun tujuan yang dapat dicapai, sesuai permasalahan di atas.

1. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan etika


2. Sebagai pembelajaran serta penambahan wawasan mengenai pengaruh
kedudukan motivasi dalam nilai – nilai etika aparatur negara.
3. Untuk memenuhi salah satu tugas UAS mata kuliah administrasi keuangan
negara dan daerah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

Pengertian Etika

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sesuatu di mana
dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral.[butuh rujukan] Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat


spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat
etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena
itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah
laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan
standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, etika terbagi menjadi
empat klasifikasi yaitu:

 Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan
penilaian terhadap objek yang diamati.
 Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan
buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia.
 Etika Individual: Etika yang objeknya manusia sebagai individualis. Berkaitan
dengan makna dan tujuan hidp manusia

3
 Etika Sosial: Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai makhluk
sosial dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik dalam lingkup
terkecil, keluarga, hingga yang terbesar bernegara.

Klasifikasi di atas menegaskan bahwa etika erat kaitannya dengan penilaian. Karena
pada hakikatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang bisa dikatakan
baik, bijak, jahat, susila atau sebagainya. Secara khusus etika ada pada prinsip manusia
sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia berperilaku atas tujuan untuk
dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan bersama.

Jenis etika

Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya
adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena
itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui
unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut
akan dijelaskan dua sifat etika:

 Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris


adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat
tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-
olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan
etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual
dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
boleh dilakukan.
 Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”.
Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak
terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”.
Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi
ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai.
Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan

4
kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki
kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri
argumentasi yang tahan uji.

Etika Teologis Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari
etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika
filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika
yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta
memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang
Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan
etika teosentris.

Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis, Terdapat perdebatan mengenai posisi etika
filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara
kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di
atas, yaitu:

 Revisionisme, Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang


menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan
memperbaiki etika filosofis.
 Sintesis, Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang
menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua
jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu
entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat
umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.
 Diaparalelisme, Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834)
yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang

5
sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang
sejajar.

Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin "movere", yang berarti menggerakkan. Menurut


Weiner (1990) motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan
kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap
tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya
hasrat dan minat, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, penghargaan, dan
penghormatan. Sedangkan Imron (1966) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari
bahasa Inggris "motivation" yang berarti dorongan atau pengalasan untuk melakukan
suatu aktivitas hingga mencapai tujuan.

Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas


McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah 'alasan' yang
mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan
memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat
kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang
sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat
yang sering kali disamakan dengan 'semangat', seperti contoh dalam percakapan "saya
ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua
tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang
mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi
sama dengan semangat.

Sejarah teori motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi. Teori-teori


yang berkembang pada masa ini adalah hierarki Teori Kebutuhan, Teori X dan Y, dan
Teori Dua Faktor Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya

6
teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-
organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.

Teori hierarki kebutuhan Maslow, Teori motivasi yang paling terkenal adalah Teori
Hierarki Kebutuhan milik Abraham Maslow. Beliau membuat hipotesis bahwa dalam
setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar,
haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari
bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan
persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi
diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).

Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan Kebutuhan fisiologis dan


rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara
kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi
secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara
eksternal.

Teori X dan teori Y, Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah
mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang
didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa
kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka
terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Ada empat asumsi yang
dimiliki manajer dalam teori X.

 Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin


berusaha untuk menghindarinya.
 Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
 Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di
mana ini adalah asumsi ketiga.
 Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

7
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori
X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.

 Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya


istirahat atau bermain.
 Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan.
 Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab.
 Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke
seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki
posisi manajemen.

Area motivasi manusia, Empat area utama motivasi manusia adalah


makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi
ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk
mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih
pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan
aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar
suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat
pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari
dalam diri orang itu sendiri.

B. Hubungan Motivasi Dengan Etika

Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas


McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah 'alasan' yang
mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan
memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat
kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang
sekarang.

Pada hakikatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang bisa dikatakan
baik, bijak, jahat, susila atau sebagainya. Secara khusus etika ada pada prinsip manusia
sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia berperilaku atas tujuan untuk
dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan bersama.

8
Landasan teori di atas menyimpulkan bahwa dalam setiap etika terdapat motivasi
manusia dalam melakukan setiap perbuatan. Hubungan sebab akibat atau saling
beriringan karena terdapat motivasi dalam etika (alsan perbuatan manusia menuju
bagaimana manusia berperilaku atas tujuannya) dan nilai etika dalam setiap motivasi
(nilai perilaku manusia di dalam alasan tindakannya).

C. Pengaruh Kedudukan Motivasi Dalam Nilai – Nilai Etika Aparatur Negara

Pengaruh kedudukan motivasi dalam nilai – nilai etika Aparatur Negara adalah
signifikan. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 5 ayat (2) tentang Kode etik dan kode perilaku
pegawai ASN memiliki motivasi disetiap poinnya, karena untuk menciptakan kode etik
dan kode perilaku pegawai ASN diperlukan alsan (motivasi) dalam mencapai tujuan
yang baik dan bijak. Dalam setiap perilaku individu ASN juga memiliki subjek dan
objek dimana masing masing mereka memiliki alasan (motivasi) dalam setiap tindakan
dan perilaku.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Landasan teori di atas menyimpulkan bahwa dalam setiap etika terdapat


motivasi manusia dalam melakukan setiap perbuatan. Hubungan sebab akibat atau
saling beriringan karena terdapat motivasi dalam etika (alsan perbuatan manusia menuju
bagaimana manusia berperilaku atas tujuannya) dan nilai etika dalam setiap motivasi
(nilai perilaku manusia di dalam alasan tindakannya).

Pengaruh kedudukan motivasi dalam nilai – nilai etika Aparatur Negara adalah
signifikan. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 5 ayat (2) tentang Kode etik dan kode perilaku
pegawai ASN memiliki motivasi disetiap poinnya, karena untuk menciptakan kode etik
dan kode perilaku pegawai ASN diperlukan alsan (motivasi) dalam mencapai tujuan
yang baik dan bijak. Dalam setiap perilaku individu ASN juga memiliki subjek dan
objek dimana masing masing mereka memiliki alasan (motivasi) dalam setiap tindakan
dan perilaku.

B. Saran

Penulis menyadari akan hal kekeliruan atau ketidak sempurnaan makalah. Maka dari itu
penulis mengharap kritik dan saran sebagai koreksi makalah untuk lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA
K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25.

Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 94.

J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 15-
16.

Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta:
Salemba Empat. Hal.222-232

Cut Zurnali, 2004, Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Perilaku Produktif
Karyawan Divisi Long Distance PT Telkom Tbk, Tesis, Unpad, Bandung.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Etika. Diakses pada tanggal 31 Mei 2021.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Motivasi. Diakses pada tanggal 31 Mei 2021.

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai