Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH : MIKROBIOLOGI OBAT PANGAN

DOSEN PENGAMPU : Dr. SISILIA T.R.DEWI. M.Kes., Apt

TUGAS KELOMPOK FARMAKOLOGI 1

ANTIELIEPSI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV

IKA APRIL YANI (PO713251201070)

ISMAYANTI (PO713251201075)

INDRI NOVIASARI SESA (PO713251201072)

NUR AZMI.L ( PO713251201082)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI

TAHUN AJARAN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT. Karena atas berkat

dan rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

dengan tepat pada waktunya. Tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta salam

kepada junjungan nabiatullah Muhamaaad SAW., nabi yang membawa kita dari

zaman kegelapan menuju zaman terang benderang.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari kelompok

kami pada mata kuliah Farmakologi 1. Kami mengucapkan terima kasih kepada

ibu Dr. SISILIA T.R.DEWI. M.Kes., Apt karena telah memberikan tugas ini kepada

kami, sehingga bisa menambah wawasan kami tentang matakuliah Farmakologi 1.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak

kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para

pembaca.

Makassar, 17 Semptember 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. RumusanMasalah 2

C. Tujuan Masalah 2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Mekanisme Kerja Antiepilepsi 3

B. Indikasi Antiepilepsi 4

C. KontraIndikasI Antiepilepsi5 4

D. Efek Samping Antiepilepsi 4

E. Interaksi Antiepilepsi 5

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan 10

B. Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Epilambanein” yang artinya

mengambil atau merebut. Para ilmuan seperti Hippocrates, Aretaeus, Cecus

dan Plinius Pada sekitar 400 SM dan 200 M mulai mendefinisikan tentang

kejang mayor dan minor. Dimasa tersebut bapak ilmu kedokteran bernama

Hippocrates juga sudah mengakui bahwa sumber kejang yaitu dari otak.

Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak

berat yang dimana dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Dalam keadaan ini

dapat dihubungkan dengan hilangnya kesadaran, gerakan yang berlebihan,

gangguan pada perilaku, alam perasaan adalah diagnosis klinis yang

disebabkan oleh lepasnya suatu listrik paroksismal dalam neuron serebral

yang dapat menyebabkan berbagai pola klinis berbeda. Sebagian besar

mempunyai kecenderungan untuk terus menerus mengalami episode

perubahan pada gerakan, fenomena sensoris dan juga perilaku ganjil, biasanya

disertai dengan adanya perubahan kesadaran.

Adanya kejang epilepsi dikarenakan manifestasi klinik dari aktivitas

saraf yang berlebihan serta abnormal dalam korteks serebral. Kejang pada

epilepsi merupakan suatu manifestasi umum dan juga tidak spesifik dari

adanya cedera neurologi, kejang yang terjadi atau ditimbulkan juga sangat

bervariasi bergantung di daerah otak fungsional mana yang terlibat. Gejala

yang khas pada epilepsi adalah serangan berkala atau berulang yang terjadi

1
akibat lepasnya muatan listrik neuron- neuron otak secara berlebihan.

Serangan kejang yang timbul pada otak dari seseorang yang telah terpapar

stimulus yang tepat, misalnya hipoksia atau terapi elektrokonvulsif. Oleh

sebab itu serangan tunggal tidak dapat menegakkan suatu diagnosis epilepsi

(Davey, 2002).

B. Rumusan Masalah

1. Mengetahui mekanisme kerja obat antiepilensi

2. Mengetagui indikasi-indikasi obat antiepilensi

3. Mengetahui interaksi obat antiepilensi

4. Mengetahui kontra indikasi obat antiepilensi

5. Mengetahui efek samping obat antiepilensi

C. Tujuan Masalah

Agar kita dapat memahami tentang mekanisme kerja obat

antipeliepsi ,indikasi, interaksi,kontra indikasi obat ,dan efek samping obat

antiepeilensi

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Kerja Antiepilepsi

Obat anti epilepsi adalah obat dengan epilepsi sebagai terapi farmakologi

utamanya. Obat ini dibagi menjadi empat golongan berdasarkan mekanisme

kerjanya.

1. Mekanisme Kerja GABA-Glutamat Depedent

Obat pada golongan ini bekerja dengan cara meningkatkan efek

inihibisi GABA, dimana glutamat adalah neutransmitter eksikatori dan

GABA adalah neutranmitter inhibisi. Jika meningkatkan aktivitas GABA-

ergik maka akan menghasilkan banyak neutransmitter GABA sehingga

dapat memberikan efek penyeimbang dari glutamate terhadap efek

eksikatorinya. Contoh; Benzodiazepin (klonazepam, klorazepat, diazepam

dan lorazepam), Gabapentin dan Pregabalin, dan Tiagabin

2. Mekanisme Kerja yang Mengurangi Efek Eksikatori Glutamat

Golongan obat pada kategori ini bekerja dengan cara memblokade

reseptor NMDA dan AMPA yang dimana reseptor tersebut yang

melepaskan glutamate sebagai neurotransmitter eksikatori utama. Jadi,

ketika reseptor tersebut diblokade maka yang terjadi adalah konsentrasi

glutamate menurun beserta efek eksikatorinya. Contoh; Topiramat,

Fenolbarbital, dan Felbamat.

3
3. Mekanisme Kerja Blokade Kanal Natrium/Kalsium

Pada golongan ini obat bekerja dengan cara memblokade kanal

kalsium atau natrium yang memicu depolarisasi. Jika terbukanya kembali

kanal Na+ (inaktivasi) dihambat maka potensial aksi tidak dapat terjadi

dan juga menurunkan serangan. Selain itu, jika efek kanal Ca+ dihambat

dan menunda aktifasi ion K+ keluar aksi potensial yang dapat

menyebabkan periode refractory meningkat dan menurunkan cetusan

ulangan. Contohnya; Fenitoin, Karbamazepin, dan Lamotrigin.

4. Mekanisme Kerja dengan Blokade Kanal Kalsium tipe-T

Kanal kalsium adalah target beberapa obat antiepilepsi. Pada kanal

Ca2+ tipe T dihambat oleh Etoksuksimid. Talamus yang berperan pada

pembentukkan ritme sentakan yang dimana diperantarai oleh ion Ca2+

tipe T pada kejang abses, sehingga penghambatan yang terjadi pada kanal

tersebut akan mengurangi sentakan pada kjang abses. Contohnya; Asam

Valproat dah Etosuksimid.

B. Indikasi

Status epilepticus, konvulsi akibat keracunan. Penyakit pernapasan,

kelelahan otot/ miastenia grvis, riwayat ketergantunganobat, kelainan

kepribadian yang jelas, hamil, menyusui. Hati- hati pada pemberian intravena.

C. Kontraindikasi

Depresi pernapasan, insufisiensi pulmoner akut, status fobi/obsesi,

psikosis kronik, porfiria.

4
D. Efek Samping

Beberapa efek samping obat antiepilepsi yang tergolong ringan antara lain :

1. Kenaikan berat badan

2. Pusing

3. Lemas

4. Penurunan kepadatan tulang

5. Daya ingat berkurang

6. Bicara tidak lancer

7. Hilangnya koordinasi Gerakan

8. Ruam kulit

Sedangkan efek samping obat antiepilepsi yang tergolong berat, antara

lain:

1. Peradangan organ ( misalnya hati )

2. Ruam kulit parah

3. Depresi

4. Kecenderungan untuk bunuh diri

5. Interaksi

Interaksi obat adalah pengubahan efek dari satu buah obat akibat obat lain

yang digunakan secara bersamaan maka obat akan saling berinteraksi dengan

satu obat atau lebih yang berubah. Dua atau lebih obat yang digunakan pada

waktu bersamaan dapat memberikan efek tanpa saling mempengaruhi, atau

bisa jadi saling berinteraksi. Interaksi dalam hal ini dapat berupa potensiasi

atau antagonisme satu obat oleh obat lainnya, atau kadang efek yang lain.

5
Interaksi obat yang terjadi pada penderita epilepsi dapat terjadi pada

interaksi antara obat antiepilepsi dengan obat antiepilepsi lainya, atau obat

antiepilepsi dengan obat lainya yang diberikan dalam waktu bersamaan dalam

kurun waktu 24 jam.

Pengguanaan secara bersamaan antara sesama obat antiepilepsi dapat

menyebabkan induksi enzim akibatnya dapat mengurangi metabolisme satu

sama lain tetapi interaksi ini masih masuk dalam kategori interaksi sedang.

Selain interaksi antara sesama obat antiepilepsi ada juga interaksi obat

antiepilepsi dengan obat lainnya pada penderita epilepsy disebabkan

banyaknya obat yang diterima pasien dengan penyakit penyerta. Interaksi ini

juga termasuk pada interaksi kategori sedang. Ialah pada interaksi antara obat

antiepilepsi dengan Antidepresan, obat antiepilepsi dengan parasetamol, obat

antiepilepsi dengan H2 Bloker, obat antiepilepsi dengan Antikolinergik dan

interaksi antara obat Antidepresan dengan Antikolinergik.

Interaksi yang terjadi antara obat antiepilepsi dengan antidepresan

merupakan obat antiepilepsi bisa menurunkan konsentrasi serum

butyrophenone yang berhubungan dengan induksi metabolisme CYP450 dari

butyrophenones yang mempunyai fungsi sebagai efek sedatif. Contoh kejadian

yang pernah terjadi adalah hiperpireksia (peningkatan suhu tubuh) akibat obat

tersebut yang digunakan secara bersamaan.

Penggunaan obat antiepilepsi secara bersamaan dengan parasetamol bisa

menumbuhkan potensi hepatotoksisitas dan mengurangi efek farmakologis

pada metabolit hepatotoksik. Pemakaian bersamaan antara obat antiepilepsi

6
dengan H2-Bloker dapat meningkatkan konsentrasi plasma seperti pada

pemakaian fenitoin, akibatnya akan terjadi toksisitas. CYP450 terbukti dapat

dihambatkan oleh fenitoin dengan ranitidine. Akibatnya pasien lanjut usia

memiliki resiko toksisitas (contohnya, hipoalbuminemia dan disfungsi ginjal)

Obat antiepilepsi dengan Antikolinergik seperti Triheksifenidil/THP

mempunyai kontrol aditif pada system saraf pusat (SSP). Secara individual

THP dapat memicu gangguan kognitif dan psikomotor, mengantuk, dan

pusing. Jika dipakai beriringan dapat memicu efek yang lebih kuat. Interaksi

Antidepresan dengan antikolinergik memiliki kontrol yang persis yaitu pada

SSP contohnya interaksi obat antiepilepsi dengan antikolinergik.

Pemakaian golongan benzodiazepin dan antidepresan secara bersamaan

berpengaruh pada SSP dan efek pernapasan yang timbul berupa efek aditif

yang mempengaruhi kondisi tubuh sehingga tubuh menjadi semakin lemah

pada pasien lanjut usia. Interaksi yang terjadi antara antiepileptik, yaitu:

1. Karbamazepin

Kadar plasma klobazam, klonazepam, lamotrigin, metabolit aktif dari

okskarbazepin dan fenitol, tigabin, topiramat, yalproat, dan zonisamid

sering terjadi penurunan. Kadar plasma etosuksimid dan primidon kadang

menurun tetapi kecenderungan untuk penyesuaian meningkat dalam kadar

plasma fenobarbital.

2. Etosuksimid

Kadar plasma fenitoin kadang terjadi peningkatan.

7
3. Lamotrigin

Kadar plasma metabolit aktif karbamazepin dan kadar plasma metabolit

aktif okskarbazepin sewaktu-waktu dapat meningkat.

4. Okskarbazepin

Sewaktu-waktu kadar plasma karbamazepin dapat menurun (namun dapat

meningkatkan kadar metabolit aktif karbamazepin). Kadar plama

lamotrigin sering terjadi penurunan, berbeda sedikit dengan kadar plasma

fenitoin yang kadang menurun. Lain hal dengan kadar plasma fenobarbital

yang sering meningkat.

5. Fenobarbital atau Primidon

Kadar plasma karbamazepin, klonazepam, lamotrigin, dan fenitoin sering

terjadi penurunan (tetapi dapat juga menaikkan kadar fenitoin), tiagabin,

valproat, dan zonisamid. Dan jarang terjadi penurunan kadar plasma

etosuksimid. 

6. Fenitoin

Kadar plasma klonazepam, karbamazepin, lamotrigin, metabolit aktif

okskarbazepin dan tiagabin, topiramat, valproat dan etosuksimid sering

terjadi penigkatan.

Kadar plasma fenobarbital sering meningkat sedangkan kadar plasma

etosuksimid dan primidon sewaktu-waktu dapat menurun (dengan cara

meningkatkan konversi fenobarbital).

7. Topiramat

Sewaktu-waktu kadar plasma fenitoin dapat meningkat.

8
8. Valproat

Adakala kadar plasma metabolit dari okskarbazepin dapat menurun.

Kadar plasma metabolit aktif karbamazepin dan lamotrigin, primidon,

fenobarbital dan fenitoin sering terjadi peningkatan (namun dapat pula

menurunkan) sedangkan kadar plasma etosuksimid dan primidon kadang

dapat meningkat (dan cenderung terjadi peningkatan yang signifikan kadar

fenobarbital).

9. Vigabatrin

Pada kadar plasma fenitoin sering terjadi penurunan dan untuk kadar

plasma fenobarbital dan primidon sesekali dapat menurun.

9
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat

yang dimana dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Adanya kejang epilepsi

dikarenakan manifestasi klinik dari aktivitas saraf yang berlebihan serta

abnormal dalam korteks serebral. Mekanisme kerja obat antiepilepsi yang

digolongkan menjadi 4 bagian serta dengan beberapa interaksi yang terjadi

pada beberapa obat.

B. Saran

Makalah ini masih memerlukan pengembangan sehingga harap dimaklumi

jika pada makalah ini terdapat salah kata atau juga kurangnya informasi yang

tersedia. Besar harapan kami para pembaca dapat memberikan masukan

ataupun kritik yang dapat mengembangkan isi makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI.2015.Antiepilepsi. Jakarta http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-

sistem-saraf-pusat/48-epilepsi/481-antiepilepsi (diakses pada 11

September 2021)

Bray G.P, Harrison P.M, O’Grady J.G, Tredger J.M, Williams JM, Williams R,

Long-term anticonvulsant therapy worens outcome in paracetamol-

induced fulminant hepatic failure. Hum Exp Taxicol (1992) 11, 265-70.

Fradgley, S., Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A., 2003, Interaksi Obat dalam

Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan

Pasien, Universitas Surabaya, Elex Media Komputindo, Jakarta, 120-130.

Jann M.W, Chang W.H, Lane H.Y., 2001, Differences in haloperidol

epidemiologic pharmacokinetic studies. J Clin Psychopharmacol. 21,

628-30.

Lakehal F, Wurden C.J, Kalhorn T.F, Levy R.H., 2002 Carbamazepine and

Oxarbazepine decrease pheytoin metabolism through inhibition of

CYP2C19, Epilepsy Res 52, 79-83

Silverman G, Braithwaite R.A., 1973, Benzodiazepines and tricyclic

antidepressant plasma levels. BMJ 3, 18-20.

Ted Tse C.S, Akinwande K.I, Biallowons K., 1993, Phenytoin contrentation

elevation subsequent to ranitidine administration. Ann Pharmacoter 27,

1448-51.

Westlake R.J, Rastegar A., 1973, Hyperpyrexia from drug combination. JAMA

225, 1250

11

Anda mungkin juga menyukai