Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“OVERDOSIS OBAT”

Dosen Pengampu : Hermawati, S.Kep.Ns, M.Kep

Dissusun Oleh

Kelompok 2

DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................... 1
BAB II MATERI ........................................................................................ 2
A. Patofisiologi ........................................................................... 2
B. Farmakologi ........................................................................... 3
C. Terapi Diet .............................................................................. 5
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 8
A. Simpulan ................................................................................. 8
B. Saran ....................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 9
Lampiran ............................................................................................................. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rangkaian kegiatan praktek keperawatan gadar yang diberikan oleh
perawat yang kompeten untuk memberikan askep di ruang gawat darurat
(UU RI NO.44 tentang RS). Gadar adalah keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa dan
mencegah cacat.
Oleh karena itu kami menyusun makalah ini sebagai acuan materi
dalam menangani kasus kegawat daruratan dalam kasus overdosis obat.
Selain itu disusunya makalah ini juga sebagai pemenuhan tugas kelompok
mata kuliah keperawatan gawat darurat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana patofisiologi over dosis obat?
2. Apa farmakologi untuk overdosis obat?
3. Bagaimana terapi diet yang sesuai untuk overdosis obat?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui patofisiologi overdosis obat.
2. Untuk mengetahui farmakologi yang tepat pada kasus overdosis obat.
3. Untuk mengetahui terapi diet yang sesuai pada kasus overdosis obat.

1
BAB II

MATERI

A. PATOFISIOLOGI
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-
organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual,
muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi
darah dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia).
Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL
dalam lambung meningkat. Makanan yang mengandung bahan kimia
beracun (IFO) dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang
bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-
KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan
menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp ( menimbulakan
stimulasi kemudian depresi SSP ).
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan
akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu,sebagian karena efek toksik
langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi
karena depresi pusat kardiovaskular diotak. Hipotensi yang terjadi
mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu
tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi
sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan
memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.

2
B. FARMAKOLOGI
Dalam terapi, obat biasanya memberikan berbagai efek, namun
biasanya hanya 1 efek terapi yang diharapkan sedangkan efek-efek lain
tidak diharapkan dapat dianggap sebagai efek samping. Efek-efek samping
ini biasanya mengganggu namun tidak membahayakan. Efek yang tidak
diinginkan dan membahayakan dianggap sebagai efek toksik.
1. Reaksi-reaksi yang Dipengaruhi Dosis
Efek toksik obat dapat dikelompokan sebagai efek
farmakologis, patologis dan genotoksik. Biasanya keparahan
toksisitas secara proporsional terkait dengan konsentrasi obat
dalam tubuh dan durasi paparan. Overdosis obat adalah contoh
toksisitas obat terkait dosis.
2. Toksisitas Farmakologis
Depresi sistem saraf pusat terkait penggunaan barbiturat
dipengaruhi oleh dosis. Efek klinis berkembang mulai dari efek
ansiolitik, sedasi hingga koma. Demikian pula tingkat hipotensi
yang dihasilkan oleh nifedipin sangat dipengaruhi oleh dosis yang
diberikan. Tardive dyskinesia adalah gangguan motorik
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan penggunan obat
antipsikotik, tampaknya tergantung pada durasi paparan. Toksisitas
farmakologi juga dapat terjadi ketika dosis yang diberikan tepat,
misalnya pada kasus pasien yang diobati dengan tetrasiklin,
sulfonamida, klorpromazin dan asam nalidiksat yang disebabkan
adanya efek fototoksisitas oleh sinar matahari terhadap pasien.
3. Toksisitas Patologis
Parasetamol dimetabolisme menjadi glukoronida nontoksik dan
sulfat terkonjugasi, dan metabolit yang sangat reaktif N-acetyl-p-
benzoquinoneimine (NAPQI) melalui isoform CYP. NAPQI
disebut sebagai senyawa biologis reaktif menengah yang sering
timbul dari hasil metabolisme obat. Pada dosis terapi NAPQI
mengikat glutation nukleofilik tapi dalam kondisi overdosis
penipisan glutation dapat menyebabkan nekrosis hati patologis.

3
4. Kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya keracunan:
a. Toksisitas obat terapeutik
b. Paparan eksplorasi oleh anak-anak muda
c. Paparan lingkunan
d. Pajanan
e. Penyalahgunaan obat
f. Kesalahan dalam pengobatan
g. Upaya bunuh diri
h. Upaya meracuni orang lain
5. Obat-obat yang sering berhubungan dengan resiko kematian
diantaranya:
a. Kokain
b. Opioid
c. Benzodiazepin
d. Alkohol
e. Antidepresan
6. Senyawa-senyawa yang paling sering berhubungan dengan risiko
keracunan pada manusia:
a. Analgesik
b. Produk perawatan diri
c. Produk pembersih rumah tangga
d. Sedatif/ antipsikotik dan hipnotik
e. Benda asing
f. Sediaan obat lokal
g. Obat flu dan batuk
h. Antidepresan
7. Pencegahan Keracunan
Mengurangi Risiko Kesalahan Pengobatan (Medication Errors).
Upaya mengurangi kesalahan pengobatan dan ROM terbukti akan
mampu mengurangi risiko keracunan terkait penggunaan obat.
Kesalahan pengobatan atau medication errors (ME) dapat terjadi

4
pada proses peresepan atau pun pada proses penggunaan obat
tersebut, sedangkan ROM adalah cedera yang berhubungan dengan
penggunaan obat. Secara umum penggunaan obat yang tepat atau
rasional harus memenuhi kriteria:
a. Tepat obat
b. Tepat pasien
c. Tepat dosis
d. Tepat rute pemberian, dan
e. Tepat waktu pemberian

C. TERAPI DIET
1. Terapi Antidot
Terapi antidot melibatkan mekanisme antagonisme atau dengan
menginaktivasi racun secara kimiawi. Farmakodinamika racun dapat
diubah dengan jalan memberikan kompetitornya pada reseptor, seperti
pada antagonisme nalokson dalam mengobati overdosis heroin.
Antidot fisiologis dapat ditempuh melalui mekanisme seluler yang
berbeda, seperti pada penggunaan glukagon untuk merangsang
pemblokiran alternatif terhadap reseptor adrenergik dan meningkatkan
siklik AMP seluler pada terapi overdosis propranolol. Antivenom dan
agen pengkhelat mengikat dan secara langsung menonaktifkan racun.
Biotransformasi racun juga dapat diubah oleh antidot: seperti pada
kasus fomepizol yang akan menghambat dehidrogenasi alkohol dan
menghentikan pembentukan metabolit asam beracun dari etilen glikol
dan metanol. Banyak jenis obat yang dapat digunakan dalam
perawatan pendukung pasien keracunan (misal: antikonvulsan,
vasokonstriktor0 yang dapat dianggap sebagai antidot fungsional yang
tak spesifik.
2. Tindakan Emergenci
a. Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan
intubasi.

5
b. Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c. Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
1) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
2) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada
penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang
tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan
memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis,katarsis dan
kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat
tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi
pnemonia.
3) Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek
akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menitsamapi
timbulk gejala-gejala atropinisasi (muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).

6
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 -4-6-8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setela 2 x 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound
effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut
yang sering fatal.

7
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Jadi keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-
organ dalam tubuh.
Untuk mengtasi keracunan atau overdosis obat dapat dilakukan hal-hal
seperti yang telah dipaparkan pada materi diatas.
B. SARAN
Untuk menghindari overdosis obat atau keracunan alangkah baiknya
kita memperhatikan hal-hal berikut:
1. Tepat obat
2. Tepat pasien
3. Tepat dosis
4. Tepat rute pemberian, dan
5. Tepat waktu pemberian

8
DAFTAR PUSTAKA

Cairns, Donald. 2009. Intisari Kimia Farmasi. Edisi 2. Ebook. Malang: EGC.

Hayes, E.R., et.al. 2011. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Ebook.


Jakarta: EGC.

Katzung, B.G. 2004. Farmakolog: Dasar dan Klinik. Edisi 8. Ebook. Jakarta:
Salemba Medika

Noer Syaifoellah. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Ebook. Jakarta: FKUI.

Rubenstein, David. Dkk. 2005. Kedokteran Klinis. Edisi 6. Ebook. Jakarta:


Erlangga.

9
Lampiran

Nama Anggota Kelompok 2

N NAMA NIM
O
1 Fasalya Ayu Kusuma B2018050
2 Fira Riyana B2018053
3 Firria Lusianawati B2018054
4 Fransisca Agata Dian Ippin B2018057
5 Haning Lintang Asmoro B2018058
6 Hidayatun Asma’ul Husna B2018061
7 Ika Suci Fitriani B2018063
8 Intan Dewi Andini B2018065
9 Intan Sadewi B2018067
10 Ismi Choirul Nisa B2018069
11 Ita Puji Lestari B2018070
12 Jihan Sukma Aprilia B2018072
13 Kartika Wulandari B2018074
14 Lidia Widiyastuti B2018076
15 Linda Windiani B2018078
16 Maya Dwi P B2018080
17 Melani Arum Purbosari B2018083
18 Mellynia Eka Fitriani B2018084
19 Mukti Susi Okviatri B2018088
20 Nadia Fitri Nafisah B2018090
21 Nia Ulfiana B2018092
22 Nofiantika Isro Pawestri B2018096
23 Nori Lapitasari B2018097

10

Anda mungkin juga menyukai