Anda di halaman 1dari 10

FLAGELLATA DAN COCCICODIA

DOSEN PENGAMPU

RIZA DWININGRUM, S.SI., M.BIOMED

OLEH:
NAMA :
NPM :
KELAS :

PROGRAM STUDI SI FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU

LAMPUNG

2021
Flagellata
Klasifikasi Flagellata (Mastigophora)
Berdasarkan struktur morfologinya, Flagellata dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu
Fitoflagellata dan Zooflagellata. Fitoflagellata merupakan kelompok flagellata yang memiliki
ciri seperti tumbuhan, sedangkan Zooflagellata merupakan kelompok flagellata yang
memiliki ciri seperti hewan (Roger, 1988).

1. Fitoflagellata

Fitoflagelata adalah flagellata yang mirip dengan tumbuhan karena memiliki plastida,
sehingga dapat melakukan fotosintesis (Roger, 1988

Berdasarkan ciri-ciri morfologinya, Fitoflagellata diklasifikasikan menjadi 8 ordo, yaitu:


Kriptomonadida, Euglenoida, Dinoflagellata, Krisomonadida, Prymnesiida, Volvocida,
Prasinomonadida, dan Silicoflagellida (Roger, 1988).

a) Kriptomonadida

Organisme yang termasuk kedalam ordo ini memiliki ciri-ciri: tubuh kecil, berbentuk bulat
telur, agak pipih pada salah satu sisi tubuhnya, permukaan selnya licin dan dilapisi dengan
periplas, bentuk plastida memanjang mirip seperti perahu, memiliki dua buah flagella
didaerah apikal dekat lubang mulut. Kedua flagella ini memiliki rambut-rambut yang
tersusun dari protein filamen. Chroomonas mesostigmatica merupakan salah satu contoh
yang representatif dari ordo ini.

b) Euglenoida

Ciri-ciri organisme yang termasuk ordo ini adalah memiliki bentuk tubuh menggelendong
dengan ujung berbentuk meruncing, tubuhnya dilapisi dengan pelikel, memiliki dua buah
atau lebih flagel (satu bulu cambuk panjang dan satu bulu cambuk pendek) yang muncul dari
bagian lubang apikal, plastida berbentuk pipih dan seperti pita, dan memiliki stigma yang
tampak jelas (bintik mata berwarna merah) yang berfungsi untuk membedakan antara gelap
dan terang (Roger, 1988). Beberapa contoh dari ordo Euglenoida yaitu Euglena
gracilis, Euglena acus, dan Euglena viridis.

Menurut Verda (2010), Euglena viridis dapat bersifat holofitrik dan holozoik. Bersifat


holofitrik karena memiliki kloroplas yang mengandung klorofil, sehingga dapat membuat
makanannya sendiri dengan cara melakukan fotosintesis. Bersifat holozoik yaitu dengan cara
memasukkan makanannnya yang berupa organisme berukuran lebih kecil melalui sitofaring
menuju vakuola dan ditempat inilah makanan dicerna.

c) Dinoflagellata

Organisme yang termasuk kedalam ordo Dinoflagellata banyak ditemukan di air tawar
maupun air laut, dan merupakan sumber makanan penting bagi organisme kecil lainnya.
Kelompok Dinoflagellata ini memiliki ciri-ciri: bentuk selnya biconical (seperti katup),
memiliki alur spiral yang disebut cingulum dan celah longitudinal yang disebut sulkus, dan
memiliki bentuk plastid yang bulat memanjang (Roger, 1988).

Dinoflagellata memiliki 2 flagela. Kedua flagella muncul dari satu lubang pada persimpangan
antara cingulum dan sulcus. Dinoflagellata mampu bereproduksi secara aseksual dan seksual.
Secara Aseksual biasanya melalui pembelahan mitosis khususnya pada dinoflagellata
oseanik. Secara seksual melalui meiosis atau bila kondisi lingkungan memburuk akan
berkembang menjadi kista istirahat dengan dinding sel yang tebal.

Contoh dari dinoflagellata antara lain Noctiluca miliaris dan Gymnodinium


breve. Gymnodinium breve memiliki bentuk mirip seperti kunci gembok. Tubuhnya
organisme ini dikelilingi oleh selulosa. Noctiluca miliaris kebanyakan hidup di air
laut. Noctiluca miliaris dapat memancarkan sinar (bioluminense) apabila tubuhnya terkena
rangsangan mekanik (Irfani, 2011).

d) Krisomonadida

Bentuk tubuh dari kelompok Krisomonadida ini oval (bulat memanjang) atau seperti
bentukan daun, kadang beberapa sel membentuk koloni dalam sebuah selubung gelatin.
Krisomonas memiliki plastid yang berbentuk pipih melengkung. Memiliki sepasang flagel
yang terdapat pada daerah posterior tubuhnya, salah satu dari flagel memanjang.

e) Prymnesiida

Coccoliths merupakan salah satu contoh yang representatif dari ordo


Prymnesiida. Coccoliths adalah kalsifikasi yang terbentuk dari sel coccolithophores, yang
merupakan fitoplankton laut. Cincin coccolith terdiri dari sekitar dua puluh unit kristal kalsit.
Bentuk dari sel ini pipih-oval atau melengkung (mirip seperti pelana kuda). Kloroplasnya
terletak agak menonjol pada sel dan memiliki bentukan seperti mangkuk. Memiliki dua flagel
pada daerah lateral tubuhnya, diantara flagel ini terdapat bentukan unik yang disebut
haptonema.

f) Volvocida

Bentuk tubuh organisme yang termasuk ordo Volvocida umumnya bulat dan berdinding
tebal. Setiap spesie memiliki satu plastida dengan bentuk yang bermacam-macam, tetapi
umumnya berbentuk melengkung seperti cangkir. Flagellata yang dimiliki umumnya 2 atau 4.
Struktur flagella halus, tetapi padabeberapa spesies flagella berkaitan dengan papilla.
Organisme ini umumnya hidup berkoloni. Permukaan koloni halus karena dilapisi oleh
gelatin. Contoh dari ordo Volvocida antara lain: Volvox globator, Clamydomonas sp,
dan Polytomela caeca. Ciri-ciri dari Volvox antara lain hidup secara berkoloni,
koloni Volvox dapat terdiri dari ribuan sel yang masing-masing sel memiliki dua flagella.
Setiap sel memiliki inti, vakuola kontraktil, stigma dan kloroplas.

g) Prasinomonadida

Organisme yang termasuk kedalam ordo Prasinomonadida, umumnya memiliki ciri-ciri: sel
berbentuk oval-pipih dan diselubungi oleh 1 atau lebih lapisan, memiliki satu plastida tipis
yang berbentuk seperti cangkir, dan memiliki 1, 2, 4 atau 8 flagel yang muncul dari cekungan
permukaan tubuhnya. Contoh spesies yang termasuk kedalam ordo Prasinomonadida
adalah Tetraselmis convolutae.

h) Silicoflagellida

Silicoflagellata tersebar secara luas di seluruh dunia, hidup pada zona neritik dan juga
perairan dingin. Silicoflagellata adalah plankton laut yang mampu memperoleh energi baik
sesara autotrof maupun heterotrof. Silicoflagellata merupakan fitoplankton yang berukuran
sangat kecil yakni 6-20μm. Tubuh organisme ini berbentuk seperti lempeng bintang dengan
pseudopodia yang muncul dari permukaan tubuhnya dan membentuk duri. Selnya memiliki
banyak plastida kecil yang berbentuk bulat (Roger, 1988). Pergerakan tubuhnya dilakukan
dengan bantuan salah satu flagella yang panjang. Flagella terletak didekat salah satu duri
pada permukaan tubuhnya. Duri pada kerangka pada organisme ini berfungsi untuk
mengapung diperairan. Kerangka Silicoflagellata biasanya terdiri 1-2% dari komponen
mengandung silika sedimen laut.

Habitat Flagellata

Flagellata terdapat dalam berbagai habitat, termasuk lingkungan darat dan perairan (air tawar
dan air laut). Tanah yang ditinggali oleh protozoa telah diketahui dari hampir setiap jenis
tanah dalam setiap lingkungan, dari tanah rawa sampai pasir kering. Flagellata termasuk
protozoa dengan angka keragaman spesies yang dominan. Densitasnya mencapai 3000
sampai 200.000 per gram tanah.
Sejauh ini, telah dipelajari tentang flagellate dari segi ekologis, yaitu spesies air tawar dan
spesies air laut. Beberapa di antaranya adalah stenohalin (sensitive terhadap tonicity dan
membutuhkan rentang salinitas yang sempit) dan euryhaline (toleran terhadap variasi
salinitas).

Flagellata hidup secara komensal atau parasit dengan tumbuhan atau hewan yang sering
membutuhkan lingkungan khusus, sehingga flagellate teradaptasi dalam lingkungan yang
terbatas dari hostnya. Contohnya, flagellate dapat hidup pada lingkungan anaerob di usus
serangga atau invertebrate. Flagellata darat ada yang autotrof obligat dan memerlukan
pencahayaan yang memadai untuk pertumbuhan. Misalnya Chloromonads yang terhambat
pertumbuhannya ketika musim salju.

Spesies air autotrofik terbatas hanya pada zona fotik dimana kualitas cahaya dan intensitas
cahaya berada dalam kisaran kompensasi fotosintesis organisme. Titik kompensasi
fotosintesis adalah tingkat intensitas cahaya di mana fotosintesis hanya cukup untuk menjaga
metabolisme respirasi. Fotoautotrof yang mampu menyesuaikan respirasinya ke tingkat yang
sangat rendah dan sangat efisien menggunakan energi cahaya yang tersedia, memiliki
intensitas cahaya kompensasirendah.

Ada banyak variasi kompenssasi dari Dinoglagellata dengan kisaran < 1 -35
μEinsteins/m2/sec. Flagellata heterotrofik, walaupun kadang-kadang terhambat oleh
intensitas cahaya, tetapi sedikit dipengaruhi oleh variasi cahaya daripada tipe fotoautotrofik.
Jadi, flagelata heterotrofik banyak ditemukan di tempat yang mempunyai sumber karbon
organic melimpah dan tanpa cahaya, meskipun ada beberapa yang dapat tumbuh baik di
lokasi dengan intensitas cahaya rendah. Pertumbuhan pigmen dan warna euglenoid
(contohnya, pigmen Euglena gracilis var bacillaris dan Astasia longa  tak berpigmen) terjadi
di tempat yang kurang cahaya daripada di tempat gelap.

Beberapa euglenoid (contohnya E. sanguine dan E. haematodes) berpigmen merah yang


bergerak ke permukaan cell dalam cahaya terang, dan memberi warna merah pada sel, namun
warna tersebut akan memudar jika sedikit cahaya. Beberapa flagelata asetat juga bersifat
anaerob fakultatif. Contohnya Ochromonas malhamensis yang hanya hanya berfotosintesis
mingguan dan bergantung kepada sumber karbon eksternal.

Flagelata asetat dapat hidup di lingkungan yang mempunyai pH rendah yang kaya akan asam
aorganik. Mempunyai membrane yang relative impermeable terhadap asam organic dan
menggunakan mekanisme transport membrane untuk regulasi dalam tubuh. Molekul khusus
yang menempel pada membrane plasma dan membawa molekul asam tersebut ke sitoplasma.
Infective flagellata

Dalam penularannya, bentuk kista flagellata merupakan bentuk yang infektif, dan untuk
keperluan siklus hidupnya flagellata golongan ini hanya membutuhkan satu hospes
(monoksen).
Giardia lamblia dan Trichomonas vaginalis saja yang sampai saat ini dapat menimbulkan
sakit pada manusia.

Manifestasi klinik

beberapa jenis Flagellata yang berbahaya bagi makhluk hidup lain.

1. Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodiense menyebabkan penyakit tidur yang


disebarkan oleh gigitan lalat Tse-tse. Ketika lalat menggigit, lalat juga mengeluarkan air
liur yang mengandung Trypanosoma untuk mencegah pembekuan darah.
2. Trypanosoma evansi merupakan penyebab penyakit sura pada hewan.
3. Trypanosoma cruzi adalah penyebab penyakit nagana pada sapi dan kerbau.
4. Trichomonas vaginalis yang menyerang vagina dapat menyebabkan keputihan.
5. Giardia lamblia adalah satu-satunya Protozoa usus yang menimbulkan penyakit disentri
atau diare dan kejang-kejang di bagian perut.
6. Leishmania donovano adalah penyakit pada anjing yang bisa ditularkan ke manusia.
Penyakit ini bahaya banget, karena bisa menyebabkan pembesaran limpa, hati, kelenjar
limfa, dan anemia.
Coccicodia
Klasifikasi Coccicodia

Koksidiosis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh protozoa ordo Koksidia,
famili Eimeriidae genus Eimeria yang cepat berkembang biak di saluran pencernaan dan
paling sulit dikendalikan di peternakan sapi dibandingkan dengan protozoa gastrointestinal
lainnya. Infestasi Eimeria spp. pada sapi dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi
dan dapat meningkatkan kerentanan terhadap adanya infeksi penyakit menular lainnya
sehingga penyakit koksidiosis pada sapi perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Tulisan
ini mengulas tentang koksidiosis pada sapi dan beberapa metode diagnosis yang dapat
digunakan dalam deteksi Eimeria spp. pada sapi sesuai dengan sasaran dan tujuan
pemeriksaan. Kasus koksidiosis sering tidak menunjukkan gejala klinis dan tiba-tiba dapat
langsung menyebabkan kematian ternak. Metode diagnosis yang masih sering digunakan
sampai saat ini adalah identifikasi morfologi yang sebenarnya tidak dapat dijadikan acuan
dalam identifikasi spesies Eimeria, karena karakteristik morfologi Eimeria spp. memiliki
struktur bentuk dan ukuran yang mirip antar spesies (resembling morphology). Diperlukan
metode diagnosis spesies Eimeria yang tepat dalam rangka strategi pengendalian penyakit
koksidiosis.

Eimeria spp. merupakan protozoa obligate intracellular yang menyerang sel-sel epitel dan
kelenjar-kelenjar pada saluran pencernaan sehingga menyebabkan koksidiosis pada hewan
(Makau 2014). Oosista Eimeria spp. berbentuk bulat, ovoid dan elips dengan permukaan
dinding oosista halus, homogen, dan transparan. Umumnya oosista tidak berwarna, namun
beberapa diantaranya mempunyai warna kuning muda (Gambar 1). Ukuran panjang oosista
Eimeria spp. berkisar antara 10 sampai 50 μm dan memiliki shell refractil. Beberapa spesies
memiliki granula kutub, oosista dan mikrofil atau pori kecil di salah satu ujung yang tertutup
oleh topi mikrofil. Setiap oosista dari spesies Eimeria mempunyai 4 sporosista dan masing-
masing sporosista terdiri atas 2 sporozoit. Sporozoit berisi inti sporozoit, gelembung refractil
yang jernih dari bahan protein, residu sporosista dan badan stida terdapat pada ujung
sporozoit (Gambar 1; Daugschies & Najdrowski 2005).
Gambar 1. Struktur oosista Eimeria spp

Perbedaan beberapa spesies Eimeria ditentukan menurut bentuk, ukuran, warna oosista,
waktu dan tempat sporulasi, keberadaan mikrofil dan ketebalan dinding oosista serta karakter
fisiologisnya. Struktur oosista Eimeria spp. yang telah bersporulasi dapat dilihat pada
Gambar 1. Bentuk dan ukuran Eimeria spp. mirip satu sama lain sehingga sulit diidentifikasi
secara mikroskopis. Struktur internal dari oosista yang telah sporulasi merupakan ciri yang
dapat digunakan untuk membedakan Eimeria dengan protozoa dari famili Eimiriidae yang
lainnya seperti isospora (Oluwadare 2004).

Habitat Coccicodia

Koksidiosis bisa ditemukan di seluruh dunia. Terutama di kawasan tropis yang menjadi
habitat dari beragam jenis parasit seperti Indonesia. Koksidiosis disebabkan oleh
parasit eimeria dan parasit ispora. Faktor lingkungan yang terdiri dari kondisi musim atau
iklim (suhu dan kelembaban) dan manajemen peternakan dapat mempengaruhi tingkat
prevalensi kejadian koksidiosis (Matsubayashi et al. 2009). Koksidiosis sering terjadi pada
musim dingin atau hujan dibandingkan dengan musim kering (Makau 2014), karena memiliki
suhu dan kelembaban yang cocok terhadap perkembangan oosista infektif (Lassen & Jarvis
2009; Keeton & Navarre 2018).

Pola manajemen pemeliharaan dan perkandangan juga sangat mempengaruhi angka


prevalensi kejadian koksidiosis, seperti kepadatan kandang, kepadatan populasi di area
pengembalaan, kadar oksigen dan pencahayaan dalam kandang, sanitasi, drainase, sistem
pemberian pakan dan sumber air minum (Bangoura et al. 2012). Prevalensi infeksi dan
intensitas infestasi Eimeria spp. lebih tinggi pada sapi yang digembalakan dibandingkan sapi
yang dikandangkan, karena resiko kontaminasi Eimeria spp. lebih kecil terjadi di kandang.
Sapi yang dikandangkan dapat memiliki peluang kontaminasi lebih besar jika menggunakan
alas kandang tanpa semen dibandingkan menggunakan alas semen karena tipe alas kandang
tanpa semen sulit dibersihkan (Rehman et al. 2011; Bangoura et al. 2012).
Selain faktor hewan dan lingkungan, tingkat kejadian koksidiosis juga dipengaruhi oleh tipe
patogenitas spesies Eimeria. Disamping itu, variasi tingkat patogenitas spesies Eimeria pada
sapi dapat mempengaruhi tingkat keparahan dan variasi gejala klinis. Tipe patogenitas
Eimeria spp. didasarkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah sel atau jaringan inang yang
rusak, jumlah merozoit dan lokasi parasit di dalam jaringan sel inang (Mundt et al. 2005).
Satu oosista Eimeria spp. patogen dapat menyebabkan kerusakan 50 juta sel usus halus yang
disebabkan oleh akumulasi dari proses peradangan dan gangguan pada lapisan sel sehingga
menyebabkan kebocoran sel dan pendarahan (haemorhagi). Akibatnya, sapi mengalami
kehilangan banyak darah, air dan protein yang menyebabkan proses penyerapan nutrisi tidak
efisien bahkan dalam kondisi yang parah dapat menyebabkan kematian (Pedersen 2013).

Infective Coccicodia

Penularan Coccidiosis terjadi ketika (menelan) oocyst infektif dalam pakan atau air minum.
Tidak ada vektor biologis yang membantu penyebaran penyakit ini, namun terdapat vektor
mekanik berupa lalat yang membantu menyebarkan oocyst dalam feses.

Manifestasu Klinik Coccicodia

 Malaria
 Penyakit tidur
 Penyakit chagas
 Disentri ameba
 Coccidiosis
 Leishmaniasis
 Toxoplasmos
DAFTAR PUSTAKA

Bangoura B, Mundt HC, Schmäschke R, Westphal B, Daugschies A. 2012. Prevalence of

Communication Research Vol 29. Rogers, E.M dan Dearing, W. D. (1988). Agenda-setting
Research : Where Has It. Been, ...

Eimeria bovis and Eimeria zuernii in German cattle herds and factors influencing oocyst
excretion. J Parasitol Res. 110:875-881

Daugschies A, Najdrowski M. 2005. Eimeriosis in cattle: Current understanding. J Vet Med


B Infect Dis Vet Public Health. 52:417-427

Irfani , Rofiq. 2011. “ Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ransel”

Lassen B, Jarvis T. 2009. Eimeria and cryptosporidium in Lithuanian cattle farms. Vet Med
Zoot. 48:24-28.

Mundt HC, Bangoura B, Rinke M, Rosenbruch M, Daugschies A. 2005: Pathology and


treatment of Eimeria zuernii coccidiosis in calves: investigations in an infection model.
Parasitol Int. 54:223-230.

Oluwadare AT. 2004. Studies on bovine coccidia [Apicomplexia: Eimeriidae] in parts of


Plateau state, Nigeria [Thesis]. [Jos (Nigeria)]: University of Jos.

Pedersen S. 2013. Coccidiosis in cattle and sheep control and management methods. Sptlight
Pars Diss. 1:18-19.

Rehman TU, Khan MN, Sajid MS, Abbas RZ, Arshad M, Iqbal Z, Iqbal A. 2011.
Epidemiology of Eimeria and associated risk factor in cattle of district Toba Tek Singh,
Pakistan. Parasitol Res. 108:1171-1177.

Verda. 2010. Biologi . Grasindo: jakarta

Anda mungkin juga menyukai