Anda di halaman 1dari 19

Essai Flagellata dan Diatomeae

Oleh : Nurul Rifqah Fahira/ H041191088


Biosistematika Tumbuhan A

FLAGELLATA
Flagellata adalah kelompok ganggang yang merupakan penyusun plankton, bersel tunggal, dan
mempunyai inti yang sungguh, dapat bergerak dengan pertolongan satu atau beberapa bulu cambuk yang
keluar dari suatu tempat pada sel tadi. Yang paling rendah tingkatannya sel-selnya masih telanjang dan
hanya terdiri dari lapisan plasma yang lebih kental saja, oleh sebab itu dapat mengalami perubahan
perubahan seperti amoeba dan merayap seperti amoeba. Yang lebih tinggi tingkatannya, selnya mempunyai
dinding yang terdiri atas pektin, selulosa, dan zat lainnya. Dalam selnya terdapat kromatofora yang berwarna
hijau, kuning-coklat, kadang-kadang kebiru-biruan, atau kemerah-merahan. Sebagian kecil yang tidak
berwarna, bersifat heterotrof. Di dalam medium buatan, Flagellata dapat mengalami modifikasi
(kromatoforanya berubah menjadi leukoplas), bahkan mungkin mutasi (Tjitrosoepomo, 2014)

A. Ordo Euglenales
1. Karakteristik Umum
Euglenales memiliki sel-sel telanjang. Bentuk selnya bulat-memanjang. Pada bagian muka terdapat satu
bulu cambuk dengan rambut-rambut mengkilat pada satu sisi saja (Tjitrosoepomo, 2014). Ciri umum
Euglena adalah penutup sel unik yang disebut pelikel, struktur kompleks yang terdiri dari strip protein yang
ditutupi oleh membran sel dan didasari oleh sistem mikrotubulus dan cisternae retikulum endoplasma. Strip
pelikel memanjang di sepanjang sel. Strip yang berdekatan dihubungkan satu sama lain dan gerakan geser
dari satu strip relatif terhadap yang lain dimungkinkan (Zakrys, dkk., 2017).
Kloroplas euglenids menunjukkan keragaman morfologi yang besar. Nenek moyang euglenida
autotrofik air tawar mungkin memiliki banyak plastida diskoid kecil tanpa pirenoid. Euglenaceae lainnya
dicirikan oleh kloroplas yang lebih besar dengan bentuk bervariasi, biasanya memiliki pyrenoids (Zakrys,
dkk., 2017).
Pyrenoid adalah salah satu fitur struktural terkait dengan kloroplas di mana RuBisCO cenderung
terkonsentrasi. Seringkali pyrenoid disertai dengan tutup paramylon bilateral, "diplopyrenoid", topi
paramylon tunggal "haplopyrenoid" atau sekelompok butir paramylon kecil, "pusat paramylon"; pada
beberapa spesies pyrenoid “telanjang”. Seringkali tutup paramylon menunjukkan adanya pirenoid.
Paramylon bahan penyimpanan, sebuah β-1, 3 glukan, dapat ditemukan bebas di sitoplasma atau terkait
dengan kloroplas di atas pyrenoid. Butir paramylon kecil (monomorfik) diamati di semua sel euglenoid
(Zakrys, dkk., 2017).
Mucocysts adalah tubuh kecil yang terikat membran dengan bukaan, diposisikan di bawah pelikel,
yang mengandung benang mucilaginous. Mucocysts seragam dalam ukuran dan bentuk, baik bulat maupun
gelendong, tersusun dalam barisan paralel mengikuti garis spiral dari strip pelikel. Pada beberapa taksa,
mukokista mudah terlihat tetapi umumnya hanya terlihat setelah diwarnai (Zakrys, dkk., 2017).

2. Klasifikasi

Gambar 1. Euglena gracilis


Salah satu jenis dari Euglenales adalah Euglena gracilis. Klasifikasi dari spesies ini adalah sebagai
berikut : (Tjitrosoepomo, 2014).
Kingdom : Plantae
Divisio : Thallophyta
Kelas : Flagellata
Ordo : Euglenales
Famili : Euglenaceae
Genus : Euglena
Spesies : Euglena gracilis

3. Aspek Fisiologis

a. Cara Memperoleh Nutrisi


Beberapa mode nutrisi yang berbeda diamati dalam euglenids. Kebanyakan spesies heterotrof
(bakteriotrof, eukariotrof, atau osmotrof), tetapi ada juga satu garis keturunan fotoautotrof dan mixotrof
yang mengandung plastida. Garis keturunan basal euglenids mengandung spesies fagotropik dengan penutup
sel yang kaku; mereka memakan sel mangsa kecil seperti bakteri. Kemudian spesies yang lebih fleksibel dan
lebih besar berevolusi yang memakan sel yang lebih besar seperti protista lainnya (Zakrys, dkk., 2017).

b. Mobilitas (Pergerakan)
Euglenids dapat menunjukkan bentuk motilitas yang berbeda. Euglena dapat berenang dengan flagela atau
melakukan gerakan amoeboid. Gerakan amoeboid Euglenids, biasanya disebut sebagai metabolisme, telah
dipelajari dari perspektif analitis, numerik dan eksperimental. Flagela renang pada Euglena gracilis,
didukung oleh pemukulan non-planar dari flagel anterior tunggal yang disebut "laso berputar". Organisme
ini dapat memodulasi pemukulan flagel untuk mengubah lintasannya, juga sebagai respons terhadap
rangsangan cahaya eksternal. Faktanya, E. gracilis bersifat fototaktik (Zakrys, dkk. , 2017).

c. Reproduksi
Euglena adalah mikroalga dengan satu sel dan bergerak aktif. Reproduksi pada Euglena dilakukan
dengan pembelahan biner. Euglena memiliki sista dorman dan memiliki bintik mata yang jelas (Harmoko,
2018).

d. Karakteristik Pigmentasi
Kromatofora Euglenales berwarna hijau. Hal ini disebabkan kandungan klorofil-a dan klorofil-b.
Sebagai hasil asimilasi terdapat paramilon yang masuk ke zat tepung (Tjitrosoepomo, 2014).

4. Aspek Ekologis

a. Habitat
Euglenids (Excavata, Discoba, Euglenozoa, Euglenida) adalah sekelompok flagellata bersel tunggal
yang hidup bebas di lingkungan perairan (Zakrys, dkk., 2017). Euglenales hidup di dalam air tawar, dalam
kolam atau tempat-tempat yang berlumpur (Tjitrosoepomo, 2014).

b. Persebaran
Euglena berkembang dengan baik di lingkungan yang tercemar atau diperkaya, terutama bila ada
banyak limbah organik. Beberapa euglena bisa ditemukan di saluran air. Bahkan ada pula yang ditemukan di
lubang pohon(Harmoko, dkk., 2018).
c. Peranan
Euglena mengandung berbagai nutrisi termasuk asam amino, karbohidrat, vitamin, dan mineral,
sehingga diambil sebagai suplemen makanan bergizi dan fungsional. Selain itu, telah dibuktikan bahwa
serbuk kering utuh dan air atau ekstrak pelarut organik polar dari spesies Euglena memiliki khasiat obat,
seperti aktivitas antimikroba, anti mutagenik, anti virus, dan antitumor. Euglena gracilis diketahui
menyimpan sejumlah besar β-1,3-glukan sebagai butiran penyimpanan yang tidak larut dalam air dari
paramylon yang terbukti dapat digunakan sebagai imunostimulan atau imunopotensiator. Ekstrak Euglena
dan paramylon dapat digunakan sebagai agen antitumor dan bahwa penghambatan pertumbuhan tumornya
disebabkan oleh stimulasi limfosit dan sitokin terkait (Ishiguro, dkk., 2020).

B. Ordo Chrysomonadales
1. Karakteristik Umum

Gambar 2. Perkembangan Chrysomonadales


Bangsa Chrysomonadales memiliki dua flagela, heterokon , yang panjang dengan rambut-rambut yang
mengkilap. Padanya sering ditemukan dua sista dalam plasma yang berkersik dan terdiri atas dua bagian
yang tidak sama besar. Sista yang besar berbentuk mangkuk, yang kecil seperti tutupnya (Tjitrosoepomo,
2014).

2. Klasifikasi

Calyptrospera insignis
Salah satu jenis spesies dari Chrysomonadales adalah Calyptrospera insignis. Tjitrosoepomo (2014)
mengatur urutan klasifikasi spesies ini sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Thallophyta
Kelas : Flagellata
Ordo : Chrysomonadales
Famili : Coccolithinae
Genus : Calyptrospera
Spesies : Calyptrospera insignis
3. Aspek Fisiologis

a. Cara Memperoleh Nutrisi


Cara bangsa Chrysomonadales dalan mencari nutrisi menilik dari jenisnya ialah sebagai berikut.
Isochrysis galbana biasanya berperilaku lebih sebagai fototrof daripada fagotrof, sedangkan Chromulina sp
(Chrysophyceae) menunjukkan keserbabisaan dalam mode nutrisinya, meskipun biasanya bertindak sebagai
fagotrof. Isochrysis galbana dan Chromulina sp. lebih dekat dengan autotrof daripada heterotrof pada
kontinum strategi nutrisi yang ditetapkan untuk mixotrof. Meskipun Isochrysis galbana menunjukkan
sebagian besar metabolisme autotrofik, spesies ini menunjukkan aktivitas bakterivora penting yang
berhubungan dengan laju pernapasan yang lebih tinggi dan tingkat NPQ yang lebih rendah daripada yang
ditunjukkan oleh Chromulina sp. (Princiotta, 2016).

b. Mobilitas (Pergerakan)
Chrysomonadales memiliki satu flagella, sebagai alat geraknya. Bangsa ini memiliki stadium amoeboid
sementara (Baweeja dan Sahoo, 2015).

c. Siklus Hidup
Salah satu spesies bagian dari Chrysomonadales yang akan dibahas adalah Jomolinthus littoralis.
Pergantian sel bantalan heterococcolith (cricolith) dengan bantalan sisik, pseudofilamen non-kalsifikasi di
Pleurochrysis carterae. Mayoritas spesies pembawa cricolith terbukti menunjukkan tahap pseudofilamen non-
kalsifikasi alternatif. Tidak adanya pseudofilamen pada fase non-kalsifikasi (haploid) dari siklus hidup J.
littoralis jelas menempatkan Jomonlithus lebih dekat dengan Hymenomonas karena kurangnya produksi
mukus pada tahap non-kalsifikasi (Probert, dkk., 2014).
Pada fase bantalan coccolith, sel ditutupi oleh coccoliths dan dua jenis timbangan organik tak
termineralisasi. Unit kristal individu coccoliths terdiri dari dua jenis sub-elemen berbeda ukuran dan bentuk:
siklus dari sub-elemen persegi ke persegi panjang yang relatif besar diatur tunduk pada (dan bertepatan
dengan) siklus dari sub-elemen persegi panjang yang lebih kecil (masing-masing sub-elemen dalam dan
luar). Coccolith tipe 1 yang terdiri dari untaian seperti rosario yang khas diamati terutama dalam sediaan
shadowcast dari asam (sebagian didekalsifikasi). Dalam coccolith Tipe 2, untaian yang ditumpuk
membentuk elemen persegi panjang dengan "manik-manik" masih terlihat jelas. Skala pelat dasar coccolith
elips, memiliki tepi yang terangkat dan pola mikrofibril yang memancar diatur dalam kuadran pada
permukaan distal dan penutup amorf pada permukaan proksimal. Sisik tubuh yang tidak dimineralisasi,
terdapat dalam beberapa lapisan di bawah coccolith melingkar ke oval, dan menunjukkan pola serat mikro
yang tersusun konsentris (Probert, dkk., 2014).
Organisasi internal sel dari fase non-kalsifikasi mirip dengan fase kalsifikasi. Seluruh sitoplasma
kecuali daerah flagela tertutup oleh retikulum endoplasma perifer yang terletak tepat di bawah plasmalemma.
Kedua kloroplas parietal memiliki lamellae dari tiga tilakoid. Dari wajah bagian dalam setiap kloroplas,
sebuah pirenoid menonjol ke arah tengah sel, dua piroenoid kadang-kadang bersentuhan satu sama lain.
Pyrenoid dilintasi oleh beberapa lamellae berpasangan tilakoid (Probert, dkk., 2014).

d. Reproduksi
Reproduksi seksual pada Chrysomonadales secara isogami atau oogami (Baweeja dan Sahoo, 2015).
Isogami merupakan reproduksi seksual secara fusi yang terjadi melalui proses penggabungan 2 macam
gamet dengan bentuk dan ukuran yang sama. Oogami adalah reproduksi melalui penggabungan 2 gamet
dengan ukuran dan bentuk yang berbeda (Susetyarini, dkk., 2020).
e. Karakteristik Pigmentasi
Sel-sel pada bangsa Chrysomonadales mempunyai klorofil dan karotin. Hasil asimilasi dan zat
makanan cadangan berupa minyak lemak dan leukosin (Tjitrosoepomo, 2014).

4. Aspek Ekologis
a. Habitat
Chrysomonadales ada yang hidup di air tawar dan ada yang hidup di laut. Marga yang hidup di air
tawar adalah Dinobryon. Adapun yang hidup di laut adalah Coccolithinae dan Silicoflagellata
(Tjitrosoepomo, 2014).

b. Persebaran
Kelimpahan tinggi Dinobryon yang merupakan anggota dari ordo Chrysomonadales dikaitkan dengan
kisaran suhu yang sempit (9 ° C-18 ° C). Suhu maksimum tempat spesies Dinobryon berada saat ini tidak
melebihi 26 ° C. Tingkat pertumbuhan spesifik dari tiga spesies Dinobryon diselidiki tergantung pada
tingkat cahaya, suhu, spesies, dan interaksinya (Wirth, dkk., 2019).

c. Peranan
Sebagai fitoplankton yang cukup banyak tersebar, Chrysomonadales sangat penting untuk proses
ekosistem akuatik. Begitu pula dalam siklus biogeokimia global. Fitoplankton berperan dalam menyediakan
setengah dari produksi utama di bumi (Wirth, dkk., 2019).

C. Ordo Dinoflagellata
1. Karakteristik Umum
Dinoflagellata dicirikan dengan dua flagel, berbentuk pita, keluar dari sisi perut dalam suatu saluran.
Satu flagela menunjuk ke belakang, sedangkan yang lain berbentuk spiral dalam saluran yang melintang
(Tjitrosoepomo, 2014).

2. Klasifikasi

Gambar 4. Peridium tabulatum


Salah satu jenis dari Dinoflagellata adalah Peridium tabulatum. Tjitrosoepomo (2014) mengatur urutan
klasifikasi spesies ini sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Thallophyta
Ordo : Dinoflagellatae
Famili : Peridiniaceae
Genus : Peridium
Spesies : Peridinium tabulatum
3. Aspek Fisiologis

a. Cara Memperoleh Nutrisi


Hampir setengah dari spesies dinoflagellata adalah heterotrof obligat yang tidak memiliki kloroplas,
dan banyak spesies yang mengandung kloroplas fototrofik sebenarnya adalah mixotrof yang dapat
menggunakan senyawa organik terlarut (osmotrofi) dan sel mangsa (fagotrofi) sebagai sumber nutrisi
tambahan. Transpor nutrisi melintasi membran plasma bisa aktif atau pasif. Ada keragaman besar
transporter tertentu, saluran ion dan porins yang berpartisipasi dalam pengangkutan nutrisi pada organisme
hidup (Kalinina, dkk., 2018).
Dinoflagellata mampu melakukan endositosis. Kemungkinan dinoflagellata memiliki protein beragam
yang memediasi transpor transmembran nutrisi terlarut. Keberadaan selubung sel yang sangat kompleks
(amphiesma) pada dinoflagellates memaksakan batasan pada endositosis dan transpor membran nutrisi
terlarut (Kalinina, dkk., 2018).

b. Mobilitas (Pergerakan)
Dinoflagellata memiliki dua flagela yang berbeda. Terdapat flagel yang melintang dan mengelilingi sel
memungkinkan dinoflagelata untuk bermanuver. Adapun flagel longitudinal membantu gerakan maju
dengan mendorong maju mundur (Akbar, dkk., 2018).

c. Eksresi
Dinoflagellata heterotrofik mengatur ekskresi nutrisinya berdasarkan status nutrisi mangsanya. Ketika
diberi makan dengan mangsa terbatas-P, hampir tidak ada P yang diekskresikan sepanjang siklus
pertumbuhan mikroflagelata. Dinoflagelata heterotrofik harus mengeluarkan rasio N: P yang lebih tinggi
dengan meningkatnya batasan P mangsa (Cèdric, dkk., 2018).

d. Siklus Hidup
Dinoflagellata dianggap memiliki siklus hidup haplontik dimana gamet haploid berfusi membentuk
planozigot diploid yang dapat membelah dengan meiosis atau encyst. Pertumbuhan populasi dinoflagellata
dipercaya hanya didasarkan pada pembelahan sel aseksual dan bahwa siklus seksual jarang terjadi, terbatas
pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dan, pada beberapa spesies, akhirnya mengarah pada
pembentukan kista yang sedang istirahat. Namun, pentingnya seksualitas diakui tidak terbatas pada
pembentukan kista istirahat, seperti pada beberapa spesies dinoflagellata, zigot telah terbukti membelah,
melewati tahap kista istirahat (Salgado, dkk., 2017).
Riwayat hidup haplontik dari banyak dinoflagellata terdiri dari berbagai fitur spesifik spesies, termasuk
modalitas pembentukan kista dan sistem perkawinan yang berbeda, tingkat diferensiasi morfologis yang
berbeda di antara tahapan siklus hidup, panjang fase dorman yang berbeda, dan faktor berbeda yang memicu
proses seksual dan aseksual. Di daerah pantai dengan iklim sedang, siklus hidup banyak dinoflagellata
termasuk tahap istirahat yang tidak aktif yang memungkinkan organisme untuk bertahan hidup dalam
kondisi yang merugikan. Kista yang beristirahat juga mendorong penyebaran dan pembenihan, serta
memungkinkan rekombinasi genetik dengan pembelahan meiosis planomeiosit, selain berkontribusi pada
suksesi musiman spesies. Selain pembentukan kista istirahat, siklus hidup dari beberapa dinoflagellata
termasuk kista jangka pendek pelikel, yang berperan penting dalam dinamika spesies (Salgado, dkk., 2017).

e. Reproduksi

Gambar 5. Keluarnya Sel Kembara pada Dinoflagellata


Perkembangbiakan vegetatif pada bangsa dinoflagellata dilakukan dengan pembelahan sel yang
bergerak, jika sel mempunyai panser, maka selubung itu pecah. Dapat juga protoplas membelah membujur.
Lalu, keluarlah dua sel telanjang yang dapat mengembara, yang masing-masing lalu membuat panser lagi
(Tjitrosoepomo, 2014).
Perkembang biakan seksual juga terjadi dengan penyatuan gamet. Dalam sel terbentuk 4 isogamet yang
masing-masing dapat mengadakan perkawinan dengan isogamet dari individu lain. Zigot mempunyai
dinding. Setelah mengalami waktu istirahat, lalu mengadakan pembelahan reduksi, mengeluarkan sel
kembara yang telanjang, yang masing-masing akan menjadi individu baru yang membentuk panser pula.
Dalam keadaan yang buruk, protoplas dalam panser itu mengecil (kontraksi) lalu membentuk sista yang
berkulit, yang kemudian tumbuh dengan membentuk sel-sel kembara yang telanjang (Tjitrosoepomo, 2014).

f. Karakteristik Pigmentasi
Bangsa Dinoflagellatae memilili banyak kromatofora berwarna kuning coklat. Kromatofora
dinoflagellat mengandung karotenoid dan klorofil. Hasil asimilasi kromatofora berupa tepung atau minyak
(Tjitrosoepomo, 2014).

4. Aspek Ekologis
a. Habitat
Sebagian besar Dinoflagellata hidup di dalam air laut dan bersama dengan Coccolithinae dan
Diatomeae merupakan penyusun utama fitoplankton (Tjitrosoepomo, 2014). Beberapa dinoflagellata
berenang bebas tetapi masih dekat dengan permukaan tempat berasosiasi dengan lingkungan disekitarnya
(Afrizani, dkk., 2019).

b. Persebaran
Dinoflagellata dapat pula ditemukan tersebar di pasir, detritus yang mengapung, di permukaan
makroalga juga di terumbu karang (Afrizani, dkk., 2019).

c. Peranan
Kelompok dinoflagellata yang tidak beracun memiliki peran penting dalam perairan yaitu sebagai
produsen primer, selain itu dinoflagellata juga memiliki fungsi sebagai pakan alami. Dinoflagellata dapat
menunjukkan kondisi ekologis sebagai penentu kesuburan suatu perairan melalui perhitungan nilai
kelimpahannya (Afrizani, dkk., 2019).

D. Ordo Volvocales
1. Karakteristik Umum
Dinding sel pada bangsa Volvocales terdiri atas selulosa. Tergantung pada macam dan tingkat
perkembangannya kadang-kadang Volvocales dapat pula tercampur dengan hemiselulosa, pentosan, dan
pektin (Tjitrosoepomo, 2014).
2. Klasifikasi

Gambar 6. Gonium sp
Salah satu jenis dari Volvocales adalah Gonium sp. Dengan klasifikasi sebagai berikut: (Kumaji, dkk.,
2019).
Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Volvocales
Famili : Goniaceae
Genus : Gonium
Spesies : Gonium sp.

3. Aspek Fisiologis
a. Cara Memperoleh Nutrisi
Volvocales merupakan organisme autotrof. Volvocales diselidiki untuk kapasitas produksi hidrogennya
dalam media autotrofik dan mixotrofik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua mikroalga yang diuji
mampu menghasilkan biohidrogen. Produksi biohidrogen yang dicapai dengan mikroalga dipengaruhi oleh
faktor budidaya seperti media budidaya, unsur hara dan sumber karbon serta kondisi budidaya yang relevan
termasuk intensitas cahaya, pH, suhu dan komposisi gas atmosfer (Duangjan, 2017).

Gambar 7. Perbandingan Produksi Biohidrogen pada Beberapa Ordo


Potensi produksi hidrogen keseluruhan, ketika menggunakan media autotrofik dan mixotrofik dari
chlorophycean yang dibedakan berdasarkan pesanan, dievaluasi dengan analisis kesamaan (ANOSIM).
Mikroalga dalam ordo Chlorellales dan ordo Volvocales cenderung memperlihatkan tingkat produksi H2
yang tinggi. Chlamydomonas yang termasuk dalam ordo Volvocales adalah strain mikroalga yang paling
menjanjikan untuk produksi hidrogen (Duangjan, 2017).
b. Mobilitas (Pergerakan)
Volvocales memiliki 2-8 bulu cambuk. Bulu cambuk ini isokon, apikal, dan jarang berada di samping.
Volvocales hampir selalu mempunyai rambut-rambut mengkilat pada bulu cambuknya (Tjitrosoepomo,
2014).
Gambar 8. Lokomosi pada Gomium pectorale
Chlamydomonas, anggota paling sederhana dari keluarga Volvocine, biasanya berenang dengan
pengaktifan dua flagela dalam gaya dada, menggabungkan tenaga penggerak dan rotasi tubuh yang lambat.
Sel-sel sentral Gonium mirip dengan Chlamydomonas, dengan dua flagela berdetak dalam gerakan dada
yang berlawanan, dan sebagian besar berkontribusi pada penggerak maju koloni. Namun, sel di pinggiran
memiliki flagela yang berdetak secara paralel, sehingga meminimalkan interaksi sterik dan menghindari
flagela saling bersilangan. Selain itu, flagela ini ditanamkan dengan sedikit miring dan diatur dengan gaya
kincir. Pemukulan mereka menyebabkan rotasi koloni kidal (de Maleprade, dkk., 2020).

c. Eksresi
Pada tumbuhan tingkat tinggi, inaktivasi siklus C2 menyebabkan perubahan pola alokasi karbon dan
penuaan dini. Namun, pada Chlamydomonas, inaktivasi siklus C2 tidak menyebabkan akumulasi glikolat di
dalam sel. Penyebabnya adalah ekskresi aktif glikolat pada jenis Volvocales ini (Taubert, dkk., 2019).
Sel dapat dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menjadi 'pabrik sel' penghasil glikolat, ketika rasio
karboksilasi / oksigenasi adalah 2. Jika dalam kondisi ini siklus C2 diblokir, ekskresi glikolat menjadi satu
satunya jalur aliran karbon fotosintetik. Hal ini menunjukkan bahwa sel Chlamydomonas dapat
dibudidayakan dalam kondisi tertentu untuk membentuk ekskresi glikolat stabil jangka panjang dan konstan
selama fase cahaya. Kultur mencapai efisiensi tinggi 82% karbon asimilasi yang ditransfer ke biosintesis
glikolat tanpa kehilangan fungsi vitalitas sel. Selain itu, akumulasi glikolat dalam medium cukup tinggi
untuk langsung digunakan pada fermentasi mikroba tetapi tidak menunjukkan efek toksik pada sel penghasil
glikolat (Taubert, dkk., 2019).
d. Siklus Hidup
Gambar 9. Siklus Hidup beberapa Volvox
Siklus hidup semua spesies Volvox secara fakultatif seksual dengan fase aseksual haploid. Biasanya
banyak putaran reproduksi aseksual terjadi di antara putaran reproduksi seksual di mana zigot diploid
berdinding tebal terbentuk dan meiosis terjadi selama perkecambahan zigot untuk menghasilkan keturunan
haploid. Selama reproduksi seksual, spheroid yang mengandung telur atau paket sperma atau keduanya
diproduksi. Genus ini menunjukkan berbagai jenis seksualitas dan / atau spheroids seksual yang telah
digunakan untuk mendefinisikan taksa terpisah dalam Volvox (Yamamoto, 2017).
Pada berbagai Volvox africanus yang tersebar, telah diidentifikasi empat jenis seksualitas, yakni: 1)
heterothallic, tipe dioecious: spheroid jantan (mengandung paket sperma) atau spheroid betina (mengandung
telur) masing-masing terbentuk pada strain jantan atau betina; 2) homothallic, tipe dioecious: spheroid jantan
dan betina yang terpisah terbentuk dalam strain yang sama; 3) homothallic, tipe monoecious: spheroids
monoecious (mengandung telur dan paket sperma) terbentuk; dan 4) homothallic, monoecious dengan tipe
jantan: spheroids monoecious dan spheroids jantan keduanya terbentuk dalam strain yang sama. Pada spesies
heterothallic isogamous Chlamydomonas reinhardtii, dua tipe kawin ditentukan oleh ada atau tidaknya gen
minus dominance spesifik tipe kawin (MID). Dalam anisogami volvocine Pleodorina starrii dan oogamous
Volvox carteri, ortolog MID hanya ada pada galur pria. Meskipun MID adalah gen utama yang menentukan
jenis kawin minus C. reinhardtii, ortolog MID di V. carteri (VcMID) baru-baru ini dilaporkan sebagai
pengatur pembentukan paket sperma, tetapi bukan pembentukan spheroid seksual khusus pria. Ortholog
MID hanya terdapat pada salah satu dari dua jenis perkawinan heterothallic di volvocine Gonium isogamous,
tetapi ada dalam strain homothallic Gonium multicoccum. Ekspresi gen MID mungkin penting untuk
pembentukan spheroids monoecious pada spesies liar homothallic Volvox (Yamamoto, 2017).
e. Reproduksi
Gambar 10. Kopulasi dan Perkecambahan Zigot Chlamydomonas
Volvocales berkembang biak secara aseksual. Suatu sel dalam kelompok membelah, yang mula-mula
merupakan kumpulan yang mendatar. Kemudian berbentuk mangkuk dan akhirnya berbentuk peluru, dan
baru dapat keluar dari induknya, jika induk peluru itu telah pecah (Tjitrosoepomo, 2014).
Reproduksi seksual dengan oogami. Telur berwarna hijau dan terjadi dari sel vegetatif yang membesar.
Spermatozoid berasal dari sel-sel vegetatif yang membesar lainnya. Zigot membentuk dinding, mengalami
waktu istirahat, lalu berkecambah setelah mengadakan pembelahan reduksi. Sel-sel lainnya dari suatu koloni
yang tidak berguna untuk perkembangbiakan lalu binasa (Tjitrosoepomo, 2014).

f. Karakteristik Pigmentasi
Volvocales memiliki warna hijau yang jelas. Bangsa ini mempunyai klorofil-a dan b. Kloroplas pada
bagian belakang sel berbentuk piala atau pot dengan pirenoid yang mengandung tepung (Tjitrosoepomo,
2014).

4. Aspek Ekologis

a. Habitat
Volvocales hidup dalam air tawar. Bangsa ini terpencar amat luas. Bersama dengan bangsa lainnya,
Volvocales menjadi salah satu penyusun plankton (Tjitrosoepomo, 2014).

b. Peranan
Sumber potensial ASX ditemukan di Haematococcus pluvialis (Chlorophyceae, Volvocales) hijau
mikroalga. Astaxhantin (ASX) dianggap lebih bioaktif dibandingkan dengan yang lain. Pada hewan laut,
ASX memiliki banyak fungsi biologis penting, termasuk pertahanan terhadap oksidasi makromolekul,
toleransi stres, respons imun, kemampuan reproduksi, efek sinar ultraviolet (UV), komunikasi, dan
pigmentasi. ASX memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi dengan gugus hidroksil dan keto, yang
berperan penting dalam menetralkan ROS. ASX memberikan berbagai manfaat kesehatan dan aplikasi
nutraceutical bagi manusia, antara lain antidiabetes, proteksi ginjal, penyakit kardiovaskular aterosklerotik
(CVD), pencegahan kerusakan hati, imunomodulator, penyakit neurodegeneratif, dan banyak lagi lainnya
(Medhi dan Kalita, 2021).
Gambar 11. Manfaat Kesehatan dari Astaxhantin

DIATOMEA
Diatomeae atau Bacillariophyta adalah jasad renik bersel satu yang masih dekat dengan Flagellatae.
Bentuk sel macam-macam, semuanya dapat dikembalikan ke dua bentuk dasar yaitu bentuk yang bilateral
dan yang sentrik. Dinding sel mempunyai susunan yang khusus. Dinding terdiri atas pektin dengan sebuah
panci yang terdiri atas kersik di sebelah luarnya. Panser kersik itu tidak menutup seluruh sel, tetapi terdiri
atas dua bagian yang merupakan wadah dan tutupnya (Tjitrosoepomo, 2014).
Sel Diatomeae mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil-a,
karotin, santofil, dan karotinoid lainnya yang sangat terkenal. Beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai
zat warna, dan hidup sebagai saprofit. Dalam sel-sel Diatomeae terdapat pirenoid, tetapi tidak ada tanggul
oleh tepung. Hasil asimilasi ditimbun di luar kromatofora, berupa tetes-tetes minyak dalam plasma dan
kadang-kadang juga leukosin. Diatomeae dibagi dalam dua bangsa, yaitu Centrales dan Pennales
(Tjitrosoepomo, 2014).

Gambar 12. Perbedaan Centrales dan Pennales


A. Ordo Centrales
1. Karakteristik Umum
Bangsa Centrales disebut juga diatom sentris, memiliki panser bulat dengan tonjolan yang radial atau
konsentris (Tjitrosoepomo, 2014). Karena tipe sentris tidak memiliki raphes, mereka ditemukan terjerat
dalam komunitas biofilm. Spesies berserabut dan tidak terikat ini adalah bentuk sentris yang hidup di bawah
yang tidak memiliki mekanisme pelekatan dan mempertahankan posisinya dalam air yang mengalir melalui
keterikatan dengan spesies yang menempel pada substrat dengan batang berlendir (Richard, dkk., 2017).

2. Klasifikasi
Salah satu jens dari Ordo Centrales adalah Melosira sp. Wirosaputro (1990) dalam Kumaji, dkk., (2019)
mengklasifikasikan Melosira sp. sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Chrysophyta
Class : Bacillariophyceae
Order : Centrales
Family : Melosiraceae
Genus : Melosira
Species : Melosira sp

3. Aspek Fisiologis

a. Cara Memperoleh Nutrisi


Centrales sebagai bagian dari Diatomea termasuk autotrof (Richard, dkk., 2017). Sel tubuh organisme
autotrof mengandung klorofil. Dengan demikian, organisme autotrof ini mampu berfotosintesis secara
langsung dan merupakan penyumbang makanan alami pada perairan (Masyah, dkk., 2020).

b. Mobilitas (Pergerakan)
Centrales bergerak melayang di udara. Untuk memudahkan melayang di udara, terdapat alat-alat
melayang, berupa duri-duri atau sayap. Centrales juga dapat bergerak dengan perantaraan lendir
(Tjitrosoepomo, 2014).

c. Siklus Hidup

Gambar 14. Siklus Hidup Centrales


Diatom sentris tampaknya berbagi proses reproduksi seksual oogami. Ukuran rata-rata sel dari populasi
diatom yang membelah secara aseksual berkurang sebagai akibat pewarisan diferensial. Pada ukuran yang
sangat kecil, sel memenuhi syarat untuk berdiferensiasi menjadi sel jantan dan betina. Meiosis pada
spermatogonangium jantan menghasilkan spermatogonia multinukleat yang membelah menjadi spermatosit
haploid individu. Meiosis pada oogonia betina menghasilkan nukleus haploid fungsional tunggal yang
dibuahi oleh spermatosit flagel melalui lubang di oogonia thecae. Oogonia yang dibuahi berkembang
menjadi auksospora besar. Auksosporulasi juga dapat terjadi secara aseksual, tetapi dianggap sebagai jalur
tambahan untuk pemulihan ukuran sel pada spesies diatom yang memiliki jalur seksual untuk reproduksi
(Moore, dkk., 2017).

d. Reproduksi

Gambar 15. Oogami pada Centrales


Untuk perkembangbiakan seksual, suatu sel vegetatif mengadakan pembelahan reduksi sehingga
terbentuk 4 inti yang haploid. Tiga di antaranya binasa, sehingga tinggal satu inti saja yang lalu merupakan
inti telur dan seluruhnya sekarang merupakan suatu oogonium. Pada sel lainnya, ke-4 inti yang haploid itu
tetap dan akhir dari satu sel vegetatif terbentuk 4 spermatozoid, jadi dalam hal ini satu sel vegetatif menjadi
suatu anteridium. Setelah tutup sel buka, spermatozoid dapat bergerak bebas menuju suatu oogonium.
Setelah terjadi pembuahan, zigot lalu membentuk kulit dari pektin (perizonium), kedua inti sel kelamin
bersatu dan akhirnya keluarlah auksospora, tumbuh menjadi besar, dan melepaskan diri dari selubung
oogoniumnya. Perizonium akhirnya pun pecah dan mulai membentuk wadah dan tutupnya lagi, dan
kemudian sel pertama ini dapat membelah-belah (Tjitrosoepomo, 2014).
Spermatozoid dapat pula masuk ke dalam sel yang diploid, lalu mengadakan pembelahan reduksi dan
menjadi oogonium, tetapi sementara itu plasma telah bersatu (plasmogami). Beberapa jenis lainnya
membentuk isogamet yang lalu kawin di dalam sel induk itu (autogami), yang kemudian membentuk zigot
dan keluar sebagai auksospora. Partenogenesis juga mungkin terjadi. Pada beberapa jenis sentral ditemukan
sel-sel kembara dengan 1 atau 2 bulu cambuk yang dinamakan mikrospora, yang biasanya adalah gamet
jantan (Tjitrosoepomo, 2014).

e. Karakteristik Pigmentasi

Gambar 16. Pemisahan pigmen pada Cyclotella meneghiniana


Cyclotella meneghiniana yang merupakan spesies dari Centrales memiliki pigmen fukoxantin-klorofil
(FCP). Kompleks FCPa dan FCPb yang diperoleh kemudian dikenakan IEX kedua untuk pemisahan subtipe
yang mungkin. Dalam kasus FCPb nonamerik, hanya satu pita mayor yang diidentifikasi, disertai dengan
satu pita sangat kecil dan pita pigmen bebas, sedangkan dalam kasus FCPa trimerik empat pita dan bahu
(selain pita pigmen bebas) dapat dibedakan. Pigmen bebas diidentifikasi dengan kurangnya polipeptida pada
SDS-PAGE. Itu mengandung semua pigmen yang biasanya ditemukan di Fukoxantin-klorofil, tetapi dalam
stoikiometri yang berbeda dengan lebih sedikit Chl c dan lebih banyak Diadinoxanthin (DD) dan
Diatoxanthin (DT) per Chl a (Gundermann, dkk., 2019).

4. Aspek Ekologis

a. Habitat
Centrales hidup dalam laut. Bersama dengan bangsa Volvocales, bangsa ini menjadi salah satu
penyusun plankton (Tjitrosoepomo, 2014).

b. Persebaran
Centrales memiliki persebaran yang luas. Salah satu anggotanya, yakni melociraceae tersebar di
berbagai kontinen. Ia ditemukan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia, Australasia, Afrika
hingga Antartika (Kociolek, 2018).

c. Peranan
Migrasi vertikal diatom centric besar di sepanjang kolom air merupakan bentuk 'penambangan nutrisi',
sejumlah besar nutrisi diangkut ke atas melintasi garis nutris, mengisi kembali lapisan fotik yang habis
nutrisi dan berkontribusi pada produksi baru. Migrasi vertikal juga menyebabkan karbon yang terikat secara
fotosintesis di dekat permukaan laut diangkut ke bawah dan dihembuskan ke lapisan sub-fotik. Proses ini
memiliki arti yang besar pada fluks vertikal nitrogen (dan nutrisi lain seperti fosfor), dan telah diperkirakan
berkontribusi pada lebih dari seperempat kolam nitrat permukaan laut. Migrasi vertikal diatom sentris
tersebar luas, dan memiliki konsekuensi biogeokimia yang besar, menyerukan penilaian ulang peran
motilitas dalam fitoplankton laut dan perkiraan implikasi pemanasan global terhadap perubahan
keanekaragaman fitoplankton (Serodio dan Lavaud, 2020).

B. Ordo Pennales
1. Karakteristik Umum
Bangsa Pennales memiliki sel-sel berbentuk jorong memanjang, berbentuk batang, seperti perahu atau
seperti pahat, tonjolan-tonjolan pada panser tersusun menyirip dan di tengah-tengah panser terdapat celah
membujur yang dinamakan rafe (Tjitrosoepomo, 2014). Penales seringkali memiliki satu atau dua kloroplas
besar pada tiap sel (Serodio dan Lavaud, 2017).

2. Klasifikasi

Gambar 17. Navicula sp.


Salah satu jenis anggota Ordo Pennales adalah Navicula sp. Guiry (2019) dalam Syaifuddin, dkk.,
(2020) mengklasifikasikan Navicula sp. sebagai berikut.
Kingdom : Protista
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Pennales
Famili : Naviculaceae
Genus : Navicula
Spesies : Navicula sp.

3. Aspek Fisiologis

a. Cara Memperoleh Nutrisi


Serupa dengan Bangsa Centrales, Pennales juga termasuk autotrof (Richard, dkk., 2017). Sel tubuh
organisme autotrof mengandung klorofil. Dengan demikian, organisme autotrof ini mampu berfotosintesis
secara langsung dan merupakan penyumbang makanan alami pada perairan (Masyah, dkk., 2020).

b. Mobilitas (Pergerakan)
Organisme ini dapat bergerak merayap maju mundur. Pergerakannya mungkin disebabkan pergeseran
antara alas dan arus plasma ekstraselular pada rafe (Tjitrosoepomo, 2014).

c. Siklus Hidup

Gambar 18. Siklus Hidup Pennales


Sel diatom dikelilingi oleh dinding bersilika yang kaku. Setelah pembelahan sel, dua sel anak
menyimpan satu teka ibu yang menjadi epiteka yang lebih besar dan mensintesiskan hipotesis baru yang
lebih kecil. Dua sel anak berbeda dalam ukuran dan, dengan berlanjutnya pembelahan sel, kisaran ukuran sel
semakin melebar, sedangkan mode distribusi ukuran sel populasi menurun. Sebagian besar diatom lolos dari
miniaturisasi progresif ini melalui reproduksi seksual. Gamet diproduksi setelah meiosis dan syngamy
memulihkan fase diploid. Zigot tidak dikelilingi oleh frustula silika yang kaku sehingga dapat berkembang
membentuk auksospora (Montresor, dkk., 2016).
Diatom Pennate menghasilkan gamet non flagellated dengan ukuran yang sama (isogametes) atau tidak
sama (anisogametes). Diatom pennate sebagian besar termasuk spesies heterothallic, di mana jenis kelamin
diinduksi hanya ketika strain dari tipe kawin berlawanan, MT + dan MT-, berada dalam kontak dekat.
Pennates raphid meluncur di permukaan dan dipandu oleh feromon seks untuk menemukan pasangannya.
Dalam diatom pennate, pembentukan gamet terjadi ketika dua strain dari tipe kawin yang berlawanan berada
dalam kontak dekat; sel gametangial berpasangan dari sisi ke sisi dan meiosis terjadi (Montresor, dkk.,
2016).

d. Reproduksi

Gambar 19. Kopulasi dan Pembentukan Auksospora


Perkembangbiakan seksual pada Pennales berlangsung dengan isogami. Dua sel vegetatif berdekatan,
lalu mengeluarkan zat pektin dan lendir, masing-masing mengadakan pembelahan reduksi, dan terbentuklah
4 inti haploid. Tetapi dari masing-masing sel tadi hanya keluar 2 gamet, tiap gamet mempunyai 2 inti, yang
satu dapat mengadakan perkawinan, sedang yang lainnya mengalami suatu degenerasi (Tjitrosoepomo,
2014).
Dari gamet itu tidak terbentuk sel telur dan spermatozoid, melainkan panser membuka dan salah satu
gamet lalu masuk ke dalam yang lain dan mengadakan perkawinan, sehingga masing-masing sel induk
merupakan zigot yang diploid. Zigot itu lalu membentuk perizonium yang segera pecah dan keluarlah suatu
auksospora. Setelah auksospora mencapai besar yang normal lalu membentuk panser, yang selanjutnya
dapat mengadakan pembelahan sel seperti biasa (Tjitrosoepomo, 2014).
Dalam pembiakan seksual sering juga terjadi penyimpangan, misalnya dengan dibentuknya buluh
kopulasi, untuk jalannya gamet. Ada juga yang dari 4 inti hasil pembelahan reduksi itu yang 3 mengalami
degenerasi, sehingga induk sel hanya mengeluarkan 1 gamet, dan dari dua sel induk hanya terjadi 1 zigot
saja. Ada yang mengadakan autogami (kedua gamet dalam satu sel induk mengadakan perkawinan sendiri).
Ada lagi yang membentuk auksospora tanpa perkawinan lebih dulu (Tjitrosoepomo, 2014).

e. Karakteristik Pigmentasi
Navicula sp. sebagai contoh spesies dari pennales memili pigmen klorofil. Pigmen karotenoid juga
ditemukan pada Navicula sp. Pigmen karotenoid ini terdiri dari karoten dan xantofil (Syaifuddin, dkk. 2020).
4. Aspek Ekologis

a. Habitat
Pennales tidak mengambil bagian yang penting sebagai penyusun plankton. Biasanya Pennales melekat
pada tumbuh-tumbuhan air (Tjitrosoepomo, 2014).

b. Persebaran
Serupa dengan Centrales, bangsa Pennales juga memiliki persebaran yang luas. Navicula yang
merupakan genus dari bangsa Pennales dapat ditemukan di berbagai kontinen. Ia tersebar mulai dari
Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia, Australasia, Afrika, hingga Antartika (Kociolek, 2018).

c. Peranan
Tanah dengan sisa-sisa Diatomeae disebut terra silicea atau kiezelguhr (tanah kersik). Terra silicea ini
dapat digunakan untuk pembuatan dinamit. Selain itu, bisa juga untuk saringan air yang bebas kuman
(Tjitrosoepomo, 2014).
Daftar Pustaka

Afrizani, S., 2019, Relationship of Organic Material with Abundance of Toxic Benthic Dinoflagellata on
Sediment in Waters of Teluk Bakau Village Bintan Regency, Riau Island Provinc,. Asian Journal of
Aquatic Sciences, 2(2), 85-94.

Akbar, M. A., Ahmad, A., Usup, G., Bunawan, H., 2018, Current Knowledge and Recent Advances in
Marine Dinoflagellate Transcriptomic Research, Journal of Marine Science and Engineering, 6(13): 1-
16.

Baweja, P., dan Sahoo, D., 2015, Classification of algae, The Algae World, 1 : 31-55

De Maleprade, H., Moisy, F., Ishikawa, T., dan Goldstein, R. E., 2020, Motility and Phototaxis of Gonium,
The Simplest Differentiated Colonial Alga, Physical Review E, 101(2) : 1-15.

Duangjan, K., Nakkhunthod, W., Pekkoh, J., dan Pumas, C., 2017, Comparison of Hydrogen Production in
Microalgae Under Autotrophic and Mixotrophic Media, Botanica, 23(2) :169-177.

Gundermann, K., Wagner, V., Mittag, M., dan Büchel, C., 2019, Fucoxanthin-chlorophyll Protein
Complexes of The Centric Diatom Cyclotella Meneghiniana Differ in Lhcx1 and Lhcx6_1 Content,
Plant physiology, 179(4) : 1779-1795.

Harmoko, H., Triyanti, M., dan Aziz, L., 2018, Eksplorasi Mikroalga di Sungai Mesat Kota Lubuklinggau ,
Biodaktita : Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 13(2) : 19-23.

Ishiguro, S., Upreti, D., Robben, N., Burghart, R., Loyd, M., Ogun, D., Le, T., Delseit, J., Nakashima, A.,
Thakkar, R., Nakashima, A., Suzuki, K., Komer, J., Tamura, M., 2020, Water Extract from Euglena
gracilis Prevents Lung Carcinoma Growth in Mice by Attenuation of The Myeloid-derived Cell
Population, Biomedicine & Pharmacotherapy, 127 : 1-11.

Kumaji, S., Katili, A. S., dan Lalu, P, 2019, Identifikasi Mikroalga Epilitik sebagai Biomonitoring
Lingkungan Perairan Sungai Bulango Provinsi Gorontalo, Jambura Edu Biosfer Journal, 1(1) : 15-22.

Kociolek, 2018, A Worldwide Listing and Biogeography of Freshwater Diatom Genera: A Phylogenetic
Perspective, Diatom Research, 33(4) : 509-534.

Mansyah, Y. P., Mardhia, D., dan Ahdiansyah, Y., 2020, Identifikasi Jenis Fioplankton di Tambak Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) LSO AV3 Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, Indonesian
Journal of Applied Science and Technology, 1(1) : 20-28.

Medhi, J., dan Kalita, M. C., 2021, Astaxanthin: An Algae-based Natural Compound with A Potential Role
in Human Health-promoting Effect: An Updated Comprehensive Review, Journal of Applied Biology
& Biotechnology, 9(1): 114-123.

Meunier, C., Alvarez, L., Fernandez, S., Cunha D., A, Geisen, O., C., Malzahn, A. M., Boersma, M., dan
Wiltshire, K. H., 2018, The Craving for Phosphorus in Heterotrophic Dinoflagellates and its Potential
Implications for Biogeochemical Cycles, Limnology and Oceanography, 63(4) :1774-1784.

Montresor, M., Vitale, L., D'Alelio, D., dan Ferrante, M., 2016, Sex in Marine Planktonic Diatoms: Insights
and Challenges, Perspectives in Phycology, 3 :61 - 75.
Moore ER, Bullington BS, Weisberg A.J., Jiang Y., Chang J., Halsey K.H., 2017, Morphological and
Transcriptomic Evidence for Ammonium Induction of Sexual Reproduction in Thalassiosira
pseudonana and Other Centric Diatoms, PLoS ONE, 12(7): 1-18.

Princiotta, S. D., Smith, B. T. dan Sanders, R. W., 2016. Temperature-dependent Phagotrophy and
Phototrophy in a Mixotrophic Chrysophyte, J. Phycol, 52: 432–40.

Probert, I., Fresnel, J., dan Young, J.,2014, The Life Cycle and Taxonomic Affinity of the Coccolithophore
Jomonlithus littoralis (Prymnesiophyceae), Cryptogamie : Algologie, 35(4) : 389-405.

Richard, C., Mitbavkar, S., dan Landoulsi, J., 2017, Diagnosis of The Diatom Community Upon Biofilm
Development on Stainless Steels in Natural Freshwater, Scanning, 2017 : 1-13.

Salgado, P., Figueroa, R. I., Ramilo, I., dan Bravo, I., 2017, The Life History of the Toxic Marine
Dinoflagellate Protoceratium reticulatum (Gonyaulacales) in Culture, Harmful algae, 68 :67-81.

Schwartzbach, 2017, Photo and Nutritional Regulation of Euglena Organelle Development, Euglena, 979
(9): 159-182.

Susetyarini, R. E., Latifa, R., Zaenab, S., dan Nurrohman, E., 2020, Embriologi dan Reproduksi Hewan
(Bahasan Reproduksi Hewan), Malang : UMMPress.

Syaifuddin, A. T., dan Melisa, A. O.,2020, Identifikasi Mikroalga pada Air Sumur di Daerah Kecamatan
Kota Kabupaten Kudus, ALVEOLI: Jurnal Pendidikan Biologi, 1(2) : 62-80.

Taubert, A., Jakob, T., dan Wilhelm, C., 2019, Glycolate from Microalgae: an Efficient Carbon Source for
Biotechnological Applications, Plant biotechnology journal, 17(8) : 1538-1546.

Vera, K., Olga, M., dan Mariia, B., 2018, Trophic Strategies in Dinoflagellates: How Nutrients Pass
Through the Amphiesma, Protistology, 12(1) : 1-11.

Wirth, C., Limberger, R., dan Weisse, T., 2019, Temperature× Light Interaction and Tolerance of High
Water Temperature in The Planktonic Freshwater Flagellates Cryptomonas (Cryptophyceae) and
Dinobryon (Chrysophyceae), Journal of phycology, 55(2) : 404-414.

Yamamoto K, Kawai-Toyooka H, Hamaji T, Tsuchikane Y, Mori T, Takahashi F, Sekimoto, H., Ferris, P. J.,
dan Nozaki, H., 2017, Molecular Evolutionary Analysis of a Gender-limited MID Ortholog from the
Homothallic species Volvox africanus with Male and Monoecious Spheroids, PLoS ONE, 12(6): 1-16.

Zakryś, B., Milanowski, R., dan Karnkowska, A., 2017, Evolutionary Origin of Euglena, Euglena, 979 (1) :
3-17.

Anda mungkin juga menyukai