Anda di halaman 1dari 24

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN VERTEBRAE

CERVICALIS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT


AULIA PANAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kasus


Praktek Kerja Komprehensif

Disusun Oleh :
Muhammad Yordi Julmansyah
18002021

PROGRAM STUDI DIII RADIOLOGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROS PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek
Kerja Komprehensif pada Program Studi Diploma III Radiologi
Nama : Muhammad Yordi Julmansyah
NIM : 18002021
Judul Laporan Kasus : “Penatalaksanaan Pemeriksaan Vertebrae
Cervicalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Aulia Panam”

Pekanbaru, 26 Juni 2021


Clinical Instructure

Agnes Dwi Martha, Amd. Rad

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Penatalaksanaan Pemeriksaan Vertebrae Cervicalis di Instalasi Radiologi Rumah
Sakit Aulia Panam”.
Laporan Kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Praktek  Kerja
Komprehensif Prodi D-III Radiologi STIKes Awal Bros Pekanbaru
yang bertempat di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Aulia Panam.
Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak John Hariyadi, AMR selaku Kepala Ruangan Radiologi Rumah Sakit
Aulia Panam
2. Ibu Agnes Dwi Martha, Amd. Rad selaku Clinical Instructure Praktek Kerja
Komprehensif di Rumah Sakit Aulia Panam
3. Seluruh Radiografer dan Staff Instalasi Radiologi di Rumah Sakit Aulia
Panam.
4. Bapak T. Mohd. Yoshandi, M. Sc selaku Supervisor Institusi
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan
laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, guna memperbaiki laporan kasus selanjutnya. Penulis
juga berharap laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca.

Pekanbaru, 26 Juni 2021

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
2.1 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
3.1 Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
4.1 Manfaat Penulisan.................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Vertebrae Cervicalis.............................................................. 3
2.2 Fisiologi................................................................................................ 4
2.3 Patologi ................................................................................................ 5
2.4 Teknik Pemeriksaan.............................................................................. 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pemeriksaan Laporan Kasus........................................................ 14
A. Identitas Pasien.............................................................................. 14
B. Paparan Kasus................................................................................ 14
C. Persiapan Alat................................................................................ 14
D. Persiapan Pasien............................................................................ 15
E. Teknik pemeriksaan....................................................................... 15
3.2 Pembahasan........................................................................................... 17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................... 18
4.2 Saran..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

iii
Gambar 2.1. Anatomi Vertebrae Cervicalis..................................................... 3
Gambar 2.2. Gambar Atlas............................................................................... 4
Gambar 2.3. Gambar Axis................................................................................ 4
Gambar 2.4. Posisi Proyeksi Cervical AP........................................................ 9
Gambar 2.5. Hasil Radiograf Cervical AP ...................................................... 10
Gambar 2.6. Posisi Proyeksi Cervical Lateral.................................................. 11
Gambar 2.7. Hasil Radiograf Cervical Lateral................................................. 12
Gambar 2.8. Posisi Proyeksi Cervical Oblique................................................ 13
Gambar 2.9. Hasil Radiograf Cervical Oblique............................................... 13
Gambar 3.1. Gambar Computed Radiography.................................................. 15
Gambar 3.2. Komputer Computed Radiography.............................................. 15
Gambar 3.3. Hasil Radiograf Cervical AP AN. AA......................................... 16
Gambar 3.4. Hasil Radiograf Cervical Lat AN. AA......................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia kedokteran salah satu penunjang medis yang diperlukan
untuk mendiagnosa suatu penyakit salah satu nya adalah bagian Radiologi.
Radiologi mampu membantu menegakkan diagnosa dengan memanfaatkan
sinar X (sinar rontgen) yang hasilnya berupa citra radiografi yaitu dapat
memberikan informasi semaksimal mungkin tanpa harus melakukan
pengulangan foto yang dapat menambah dosis pada pasien.
Radiologi memegang peranan penting sebagai sarana penunjang
diagnosis klinis dengan memanfaatkan radiasi pengion dan non pengion.
Banyak bidang dalam dunia kesehatan yang memanfaatkan energi radiasi
seperti terapi, diagnostik, sampai dengan kedokteran nuklir (N. Bawosucito,
2016).
Salah satu pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan radiologi pada
tulang beelakang atau tulang punggung (vertebrae). Tulang vertebrae sendiri
terdiri dari 33 tulang yaitu 7 tulang cervical, 12 tulang thoracal, 5 tulang
lumbal, 5 tulang sacrum, dan 4 tulang cocygeus.
Berdasar teori, pemeriksaan radiograf Vertebrae Cervicalis biasanya
menggunakan teknik AP dengan CR disudutkan, Lateral, dan Oblique.
Sedangkan di Rumah Sakit Awal Bros Panam pemeriksaan Vertebrae
Cervicalis menggunakan teknik pemeriksaan AP dengan CR tegak lurus dan
Lateral. Hal inilah yang membuat penulis tertarik mengangkat kasus ini
menjadi laporan kasus dengan judul “Penatalaksanaan Pemeriksaan Vertebrae
Cervicalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Aulia Panam”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan laporan kasus ini,
penulis perlu membatasi masalah-masalah yang akan dibahas, penulis akan
menyajikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi vertebrae cervicalis?
1.2.2 Bagaimana teknik Pemeriksaan radiografi pada vertebrae cervicalis di
instalasi radiologi Rumah Sakit Aulia Panam?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulis dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan radiografi vertebrae
cervicalis.
1.3.2 Bagaimana teknik Pemeriksaan radiografi pada vertebrae cervicalis di
instalasi radiologi Rumah Sakit Aulia Panam?
1.4 Manfaat
Adapun manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar
dan keperluan pendidikan khususnya di bidang radiologi.
1.4.2 Manfaat Klinis
Secara klinis diharapkan laporan ini dapat bermanfaat untuk menjadi acuan
sekaligus memperdalam pengetahuan penulis juga pembaca mengenai teknik
radiografi vertebrae cervicalis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Vertebrae Cervicalis


Vertebrae cervicalis adalah susunan tulang belakang yang berjumlah 5
tulang. Biasa nya vertebrae cervical disebut dengan tuang leher. Tulang belakang
tersusun dari tulang-tulang pendek berupa ruas-ruas tulang yang berjumlah 33
tulang. Tulang-tulang tersebut berjajar dari dasar tengkorak ke tulang ekor dengan
lobang ditengah-tengah di setiap ruas tulang. Sehingga susunannya menyerupai
terowongan panjang.
Antara setiap ruas tulang belakang terdapat sebuah jaringan lunak bernama
diskus intervertebralis, yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorption)
dan menjga fleksibelitas gerakkan tulang belakang. Di setiap ruas tulang juga
terdapat 2 buah lubang dibagian depan dan belakang yang bernama foramen
intervertebrae, yaitu sebuah lubang tempat berjalan nya akar saraf dari cornalis
vertebrae menuju keseluruh tubuh.

Gambar 2.1. Anatomi Vertebrae (Bruce W. Long, 2016)

Tulang belakang terdiri dari 4 segmen yaitu, 7 tulang cervical, 12 tulang


thoracal, 5 tulang lumbal, dan 9 tulang sacrococygeus. Diskus intervertebrae
terletak mulai dari cervical 2 (C2) sampai ke sacrum 1 (S1).

3
Vertebrae cervicalis pertama (atlas), kedua (axis), dan yang ketujuh
(prominence vertebrae). Vertebrae cervicalis pertama (atlas) tidak mempunyai
corpus maupun procesus spinosus. Hanya berupa cincin tulang, yang terdiri dari
arcus anterior dan arcus posterior dan sebuah lateralis pada tiap sisi.

2.2 Gambar Atlas (Ervan, Hartanto Sumarno, SST FT, November 15,
2011)
Vertebrae cervicalis kedua atau axis mempunyai dens yang mirip pasak,
yang terdapat di atas corpus dan mewakili corpus atlas yang telah menyatu dengan
axis. Vertebrae cervicalis ke tujuh, atau vertebrae prominens, disebut demikian
karena mempunyai prosessus spinosus paling panajang.

2.3 Gambar Axis (Ervan, Hartanto Sumarno, SST FT, November 15,
2011)

2.2 Fisiolgis
Tulang punggung (vertebrae) adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 5 diantara nya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (cocygeus).
Tiga bagian diatas nya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7
tulang cervical, 12 tulang thoracal, dan 5 tulang lumbal.

4
2.3 Patologis
2.3.1 Skiolisis
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun
lumbal (pinggang). Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun
mengalami skoliosis; 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan.
Pengobatan yang dilakukan tergantung kepada penyebab, derajat dan lokasi
kelengkungan serta stadium pertumbuhan tulang. Jika kelengkungan kurang dari
20 biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, tetapi penderita harus menjalani
pemeriksaan secara teratur setiap 6 bulan.
Pada anak-anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah
sampai 25-30, karena itu biasanya dianjurkan untuk menggunakan brace (alat
penyangga) untuk membantu memperlambat progresivitas kelengkungan tulang
belakang. Brace dari Milwaukee & Boston efektif dalam mengendalikan
progresivitas skoliosis, tetapi harus dipasang selama 23 jam/hari sampai masa
pertumbuhan anak berhenti. Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis
kongenital maupun neuromuskuler. Jika kelengkungan mencapai 40 atau lebih,
biasanya dilakukan pembedahan.
Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan tulang-
tulang. Tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam yang
terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun). Sesudah dilakukan
pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk menstabilkan tulang belakang.
Kadang diberikan perangsangan elektrospinal, dimana otot tulang belakang
dirangsang dengan arus listrik rendah untuk meluruskan tulang belakang.
2.3.2 Kifosis
Penyakit Scheuermann adalah suatu keadaan yang ditandai dengan nyeri
punggung dan adanya bonggol di punggung (kifosis). Kifosis adalah suatu
kelainan bentuk pada tulang belakang yang bisa terjadi akibat trauma, gangguan
perkembangan atau penyakit degeneratif. Kifosis pada masa remaja juga disebut
penyakit Scheuermann. Kasus yang ringan dan non-progresif bisa diatasi dengan
menurunkan berat badan (sehingga ketegangan pada punggung berkurang) dan

5
menghindari aktivitas berat. Jika kasusnya lebih berat, kadang digunakan brace
(penyangga) tulang belakang atau penderita tidur dengan alas tidur yang
kaku/keras. Jika keadaan semakin memburuk, mungkin perlu dilakukan
pembedahan untuk memperbaiki kelainan pada tulang belakang.
2.3.3 Lordosis
Lordosis adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan lengkung sagital
yang berlebihan di daerah lumbal. Lordosis ini terjadi akibat bertambahnya beban
isi abdomen, seperti pada uterus hamil atau adanya tumor ovarii yang besar, atau
sebagai akibat penyakit pada columna vertebralis seperti pada spondylolisthesis.
Kemungkinan bahwa keadaan ini merupakan kompensasi postural pada kyphosis
thoracicus atau penyakit articulation coxae (dislocatio congenitalis) tidak boleh
dilupakan.
2.3.4 Hernia Nucleus Pulpos Cervicalis
Annulus fibrosus bagian posterior dapat ruptur dan nucleus pulposus akan
melesat ke posterior seperti pasta gigi yang terpencet. Herniasi ini berakibat
penonjolan sentral di garis tengah di bawah lig. longitudinal posterior atau
penonjolan lateral di samping lig. posterior dekat foramen intervertebrale. Tidak
adanya nucleus pulposus menyempitkan celah antara corpora vertebrae, dan akan
terlihat pada radiografi. Kendurnya lig. longitudinal anterior dan posterior
berakibat bertambahnya mobilitas corpora vertebrae yang abnormal, berakibat
nyeri setempat dan kemudian berkembang menjadi osteoarthritis.
HNP Cervicalis tidak sesering HNP pada daerah lumbal. Diskus yang paling
mudah terkena adalah diskus antara C5 dan C6 atau antara C6 dan C7. Penonjolan
ke lateral berakibat penekanan radiks spinal. Tiap radiks spinal muncul di atas
vertebra yang sesuai jadi penonjolan diskus C5-C6 menekan radiks C6. Nyeri
dirakasan pada bagian bawah belakang leher, bahu, dan sepanjang lengan, sesuai
penyebaran radiks yang bersangkutan. Penonjolan sentral dapat menekan medulla
spinalis dan a. spinalis anterior dan melibatkan tractus pyramidalis.
2.3.5 Dislokasi Columna Vertebralis
Dislokasi tanpa fraktur hanya terjadi di daerah cervikal, karena kemiringan
processus articularisnya memungkinkan terjadinya dislokasi tanpa menimbulkan

6
fraktur. Di daerah thoracal dan lumbal, dislokasi hanya dapat terjadi jika
processus articularis yang tersusun vertical itu patah terlebih dahulu. Dislokasi
umumnya terjadi antara vertebra C4 dan 5 atau C5 dan 6, yaitu tempat yang paling
mobile. Pada dislokasi unitaleral, processus articularis inferior sebuah vertebrae
terdorong ke depan dan ke atas permukaan anterior processus articularis superior
vertebra di bawahnya. N. spinalis sisi yang sama biasanya tecederai pada foramen
intervertebral, dan menimbulkan nyeri hebat. Untunglah ukuran canalis vertebralis
yang cukup besar membebaskan medulla spinalis dari cedera pada kebanyakan
kasus. Dislokasi servikalis bilateral hampir selalu disertai cedera hebat pada
medulla spinalis. Orang akan langsung mati jika terjadi pada vertebrae cervikalis
atas, karena otot-otot pernafasan, termasuk diafragma, akan lumpuh.
2.3.6 Fracture Columna Vertebralis
Fraktur processus spinosus, processus transversus, atau lamina umumnya
disebabkan oleh trauma langsung atau, pada kasus tertentu, oleh aktivitas otot
yang hebat. Fraktur kompresi corpus vertebrae biasanya disebabkan trauma akibat
fleksi-kompresi berlebihan dan terjadi pada tempat dengan mobilitas maksimum
atau pada perbatasan daerah mobile dan tidak mobile. Hal yang menarik pada
fraktur demikian adalah meskipun corpus vertebrae amat remuk, tetapi
ligamentum longitudinal posterior tetap utuh. Arcus vertebralis tidak patah dan
ligamentun intervertebralis juga utuh, sehingga tidak terjadi penggeseran
vertebralis dan kerusakan medulla spinalis. Fraktur dislokasi juga diakibatkan
trauma akibat fleksi-kompresi berlebihan dan terjadi pada tempat dengan
mobilitas maksimum atau pada perbatasan daerah mobile dan tidak mobile.
Karena processus articularis patah dan ligamennya robek, vertebra yang
bersangkutan tidak stabil, dan medulla spinalis biasanya cedera berat atau putus
disertai keadaan paraplegia.
2.3.7 Cervical syndrome
Cervical syndrome adalah sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri
yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar, spasme otot yang disebabkan
karena perubahan struktural columna vertebrae cervicalis akibat perubahan
degeneratif pada discus intervertebralis dan pada ligamentum flavum. Kelainan ini

7
membuat gerakan leher jadi terbatas. Gangguan akibat tekanan mendadak pada
columna vertebrae cervicalis dapat menimbulkan, nyeri kepala, vertigo, tinnitus
atau drop attacks.
2.3.8 Spondylosis

Spondylosis adalah kelainan degenaratif yang menyebabkan hilangnya


struktur dan fungsi normal spinal. Proses penuaan adalah penyebab utama tapi
lokasi dan percepatan degenarsi bersifat individual. Proses degenaratif pada
region cervical, thoracal, atau lumbal dapat mempengaruhi discus intervertebral
dan sendi faset (Kalim, 1996). Spondylosis ini termasuk penyakit degeneratif
yang proses terjadinya secara umum disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan
diskus yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan ligamen disekeliling
corpus vertebrae, seperti ligamentum longitudinal. Selanjutnya pada lipatan ini
terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit. Spondylosis kebanyakan menyerang
pada usia di atas 40 tahun (Appley, 1995).

2.3.9 Osteofit
Osteofit adalah terbentuknya suatu tulang baru yang sebenarnya ditujukan
untuk memperbaiki kerusakan akibat penipisan tulang rawan sendi, tetapi gagal
untuk mengatasi kerusakan tersebut. Dan membuat keadaan tulang semakin parah.
2.3.10 Penyempitan Foramen Intervertebralis
Penyempitan foramen intervertebralis adalah suatu keadaan dimana
terjadinya degenerasi pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan
subchondral yang kemudian terjadi osteofit dan mengakibatkan terjadinya
penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan menyebabkan
terjadinya kompresi / penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan
ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
mobilitas / toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.
2.4 Teknik Pemeriksaan
1. Proyeksi AP
a. Image receptor : 8 x 10 inci (18 x 24 cm) memanjang
b. Posisi pasien

8
1) Tempatkan pasien dalam posisi telentang atau tegak dengan
punggung bersandar pada IR
2) Sesuai kan bahu pasien pada bidang horizontal agar tidak terjadi
rotasi
c. Posisi Objek
1) Pusatkan bidang midsagittal tubuh pada pertengahan meja
2) Rentangkan dagu keatas sehingga tegak lurus terhadap bucky, hal
ini mencegah superposisi vertebrae mandibular dan dan
midcervical
3) Pusatkan IR di C4
4) Lindungin gonad

Gambar 2.4. Proyeksi AP vertebrae cervical (Merril’s Atlas 1 of Radiographic


Position Vol 1, Burce W Long, 2016, Hal 387).
d. Sinar pusat : 15-20⁰ arah cephalad
e. FFD : 152-183 cm
f. Kriteria Evaluasi
Berikut ini harus ditunjukkan dengan jelas:
1) Area dari porsi superior C3 hingga T2
2) Bayangan mandibular dan oksiput ditumpangkan diatas atlas
dan sebagian dari axis
3) Jarak intervertebral terbuka
4) Pricessus spinosus sama dengan pendikel
5) Sudut mandibular sama dengan tulang belakang

9
Gambar 2.5. hasil radiograf Proyeksi AP vertebrae cervical (Merril’s Atlas 1 of
Radiographic Position Vol 1, Burce W Long, 2016, Hal 388).

2. Proyeksi Lateral
b. Image receptor : 8 x 10 inci (18 x 24 cm) memanjang
c. Posisi Pasien : Tempatkan pasien pada posisi true lateral duduk atau
berdiri, panjang axis pada vertebrae cervical harus sejajar dengan IR
d. Posisi Objek
1) Pusatkan bidang coronal yang melewati ujung mastoid ke
garis IR
2) Sesuaikan bahu agar terletak dalam bidang horizontal yang
sama, tekan sebisa mungkin, dan imobilize dengan memasang
satu karung pasir kecil ke pergelangan tangan masing-masing
3) Tengadahkan dagu sedikit untuk mencegah superimposisi
ramus mandibula dan tulang belakang.

10
Gambar 2.6. Proyeksi Lateral vertebra lateral (Merril’s Atlas 1 of Radiographic
Position Vol 1, Burce W Long, 2016, Hal 389).
e. Sinar Pusat :Tegak Lurus
f. FFD : 152-183 cm
g. Kriteria Evaluasi
1) Tampak ketujuh cervical dan setidaknya sepertiga dari T1.
2) Leher diekstensikan sehingga mandibula tidak tumpang tindih
atlas atau axis.
3) Tampak superposisi atau hampir superimposed dari
mandibula.
4) Tidak ada rotasi atau kemiringan cervical spine yang
ditunjukkan oleh sendi zygapophyeal yang terbuka
5) C4 di tengah radiograf.
6) Tampak detil tulang dan jaringan lunak.
7) Tampak bodi vertebrae cervikal, ruang sendi intervertebral,
prosesue spinosus dan sendi zygapophyseal

11
Gambar 2.7. Proyeksi Lateral vertebra lateral (Merril’s Atlas 1 of Radiographic
Position Vol 1, Burce W Long, 2016, Hal 389).
3. Proyeksi Oblique (RPO/LPO)
a. Image receptor : 8 x 10 inci (18 x 24 cm) memanjang
b. Posisi pasien
1) Tempatkan pasien dalam posisi terlentang atau tegak
menghadap tabung x-ray.
2) Posisi tegak (berdiri atau duduk) lebih baik untuk
kenyamanan pasien dan memudahkan untuk memposisikan
pasien.
c. Posisi objek
1) Posisikan tubuh pasien dengan sudut 45 derajat, dan
pusatkan cervical di tengah IR
2) Posisikan lengan di samping tubuh, jika pasien reecumbent
gunakan lengan untuk menjaga posisi. Kemudian sandarkan
bahu yang dekat dengan bucky stand bertujuan untuk
fiksasi
3) Pasien diminta melihat lurus ke depan, dan jika diperlukan
angkat dan julurkan dagu sehingga mandibula tidak
superposisi dengan tulang belakang. Hindari rotasi dagu
untuk mencegah superposisi dengan cervical.

12
Gambar 2.8. Proyeksi Oblique vertebrae cervical (Merril’s Atlas 1 of
Radiographic Position Vol 1, St. Louis Misouri,2012, Hal 426)
d. Sinar Pusat : 15-20⁰ kearah cephalad
e. FFD : 152-183 cm
f. Kriteria Evaluasi
1) Foramina intervertebralis membuka pada gambaran, dari
C2-C3 ke C7-T1
2) Terbuka diskus intervertebralis space
3) Ukuran dan kontur foramina sama
4) Dengan mengangkat dagu sehingga tidak menyababkan
overlaping pada atlas dan axis
5) Tulang ocipital tidak tumpang tindih aksis
6) Tampak keseluruhan vertebra C1 sampai C7 dan T1

Gambar 2.9 Proyeksi Oblique vertebrae cervical (Merril’s Atlas 1 of


Radiographic Position Vol 1, St. Louis Misouri,2012, Hal 426)

13
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pemeriksaan Laporan Kasus


A. Identitas Pasien
Nama : AN. AA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 5 tahun
No. RM : xxxxxx
No. Foto : 016671
Tanggal Pemeriksaan : 26 Juni 2021
Permintaan Pemeriksaan : cervical AP dan Lateral
B. Paparan Kasus
Pasien datang ke instalasi radiologi rumah sakit aulia panam dengan
keadaan lemas diatas bed dan tak sadar. Perawat IGD datang membawa
surat permintaan dokter untuk melakukan foto rontgen cervical AP dan
Lateral
C. Persiapan Alat
a. Pesawat Sinar-X Computed Radiography
Merk : Siemens
Tipe : Multix Swing
No. Seri : 2150
kV max : 150 kV

14
Gambar 3.1. Computed Radiography
b. Workstation Computed Radiography

Gambar 3.2. komputer computed radiography

D. Persiapan Pasien
Pasien supine diatas bed, dengan keadaan lemas, agar bisa posisi AP sisi
kanan dan kiri kepala pasien diganjal dengan fiksasi.
E. Teknik Pemeriksaan
a. Proyeksi AP
1) Posisi Pasien

15
a) Pasien supine dengan objek diatas kaset
b) Cervical pertengahan kaset
2) Posisi Objek
a) Atur kepala sehingga MSP tubuh sejajar kaset
b) Tempatkan C4 pada pertengahan kaset

3) Central Ray ( CR )
Vertikal tegak lurus terhadap kaset
4) Central Point (CP)
Pada C4 atau pada jakun pasien
5) FFD: 100 cm
6) Hasil Radiograf

Gambar 3.3. Hasil Radiografi vertebrae cervical proyeksi AP


b. Proyeksi Lateral
1) Posisi Pasien: Pasien supine diatas Bed
2) Posisi Objek
a) Pasien supine dibed dengan kaset berada disampingnya
b) MSP tubuh sejajar dengan kaset
3) Central Ray (CR): Tegak lurus terhadap kaset

16
4) Central Point (CP) : Diarahkan sekitaran C4
5) FFD : 100 cm
6) Hasil Radiograf

Gambar 3.4. Hasil Radiografi vertebrae cervical proyeksi lateral

3.2 Pembahasan
Berdasarkan Merril’s Atlas 1 of Radiographic Position Vol 1, Burce
W Long, 2016 pada pemeriksaan vertebrae cervical di proyeksi AP Teknik
digunakan dengan disudutkan 15-20⁰ kearah cephalad dan dagu sedikit
didongakkan.
Tetapi pada kasus di instalasi radiologi aulia panam, melakukan
pemeriksaan Proyeksi AP tidak disudutkan tetapi tegak lurus dan juga
kepala pasien tidak didongakkan hal ini dikarenakan melihat kondisi pasien
yang tidak koperatif.
Kemudian di lihat dari hasilnya cukup ada perbedaan yang
signifikan, namun dengan pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien
sudah cukup bisa menggambarkan radigraf vertebrae cervical proyeksi AP.

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
A. Proyeksi yang di gunakan pada pemeriksaan vertebrae cervical pada
instalasi radiologi rumah sakit aulia panam adalah AP dan Lateral dengan
AP tanpa adanya penyudutan CR.
B. Perbedaan yang signifikan pada radiograf yang dihasilkan diteori dengan
yang dihasilkan di radiologi rumah sakit aulia panam.
4.2 Saran
A. Seharus nya pada proyeksi AP sebaiknya menggunakan penyudutan 15-
20⁰ agar informasi diagnostic baik dan jelas.
B. Untuk pemeriksaan vertebrae cervical sebaiknya dilakukan dengan alat
fiksasi yang bisa mengatasi masalah pasien yang tidak koperatif.

18
DAFTAR PUSTAKA
Long, Bruce W., Jeannean Hall Rollins, dan Barbara J. Smith. 2016.
Merril’s Atlas of Radiographic Position & Procedures, 13Th ed. Amerika: Elsevier
Bontrager, Kenneth .L. dan John P. Lampignano. 2010. Text Book of
Radiographic Positioning and Related Anatomy, Seventh  Edition. Westline
Industrial Drive: St.Louos.
Paulsen F & Waschke J, 2010; Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1,
Edisi 23, EGC, Jakarta
Carter, Christi E, dan Veale, Beth L. 2018. Digital Radiography and
PACS. Canada: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai