Anda di halaman 1dari 6

Yohanes

Jason
201906010183

DEVELOPMENTAL DYSPLASIA OF THE HIP (DDH)

A. Definisi
Developmental dysplasia of the hip (DDH) adalah kelainan abnormalitas
pertumbuhan yang menyebabkan dysplasia, subluksasi, dan dislokasi dari hip akibat
kelemahan kapsular dan instabilitas mekanik. Subluksasi adalah kontak inkomplit antara
permukaan artikular dengan acetabulum & femoral head, sedangkan dislokasi sudah
terjadi hilangnya kontak secara seluruhnya. Instabilitas adalah kemampuan hip untuk
subluksasi dan dislokasi hanya dengan manipulasi secara pasif. Dahulu kelainan ini dikenal
sebagai congenital cysplasia of the hip. Perubahan teknologi menjadi DDH karena
kelainan ini tidak selalu terjadi secara kongenital, tetapi ditemukan juga terjadi beberapa
minggu setelah lahir (periode awal kehidupan) sehingga penamaan CDH dinilai kurang
tepat.

B. Epidemiologi
DDH merupakan kelainan ortopedik yang paling sering ditemukan pada bayi yang
baru lahir. Angka insidensi displasia adalah 1:100, sedangkan untuk dislokasi 1:1000. DDH
lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 6:1.
Kelainan ini sering ditemukan pada ras native americans, dan juga pada laplanders namun
jarang ditemukan pada ras afrika-amerika dan cina. Berdasarkan anatomis, DDH paling
sering terjadi pada hip kiri (60%), dan bisa juga terjadi secara bilateral (20%)

C. Etiologi & Faktor Risiko
1. Faktor genetik
Faktor genetik berperan, karena dislokasi kongenital cenderung berlangsung
dalam keluarga dan bahkan dalam seluruh populasi. Dua ciri warisan yang dapat

mempengaruhi ketidakstabilan pinggul adalah sendi yang longgar merata, suatu sifat
yang dominan dan displasia acetabulum.
2. Faktor hormonal
Yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaksin pada ibu dalam beberapa
minggu terakhir kehamilan, dapat memperburuk kelonggaran ligamentum pada bayi. Hal
ini dapat menerangkan langkanya ketidakstabilan pada bayi prematur, yang lahir sebelum
hormon- hormon mencapai puncaknya.
3. Malposisi intrauterin
Terutama posisi bokong dengan kaki yang berekstensi, dapat mempermudah
terjadinya dislokasi, ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi pada bayi yang
merupakan anak sulung, dimana versi spontan lebih sedikit kemungkinannya untuk
terjadi.
4. Faktor pascakelahiran
Dapat membantu menetapnya ketidakstabilan neonatal dan gangguan
perkembangan acetabulum. Dislokasi sering kali ditemukan pada orang laplanders dan
orang native americans yang membedong bayinya dan menggendongnya dengan kaki
merapat, pinggul dan lutut sepenuhnya berekstensi.

D. Patofisiologi
Saat kelahiran, meskipun tidak stabil, bentuk panggul biasanynormal, namun
kapsulnya biasanya teregang secara berlebihan. Ketika masa bayi, beberapa perubahan
terjadi, seperti displasia primer pada asetabulum dan/atau femur proksimal, tetapi
kebanyakan diantaranya muncul karena adaptasi terhadap ketidakstabilan menetap dan
pembebanan sendi secara abnormal.
Kaput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior, tetapi dengan ekstensi
panggul, kaput tersebut awalnya berada di posterolateral dan kemudian superolateral
dari asetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi. Kaput femoris yang
bertulang rawan berukuan normal, namun inti tulangnya muncul terlambat dan osifikasi

tertunda selama masa kanak-kanak. Kapsul teregang dan ligamentum teres menjadi
panjang dan hipertrofi.
Dibagian superior, labrum asetabulum dan tepi kapsul dapat didorong ke dalam
soket oleh kaput femoris yang mengalami dislokasi. Limbus fibrokartilaginoasa ini dapat
menghalangi usaha reduksi tertutup kaput femur. Asetabulum dan kolum femoris tetap
anteversi dan tekanan dari kaput femoris menyebabkan terbentuknya soket palsu
diantara tepi asetabulum dan otot psoas, memberikan gambaran jam pasir (hourglass).
Seiring waktu otot-otot yang berada di sekelilingnya akan beradaptasi dengan cara
memendek.

E. Diagnosis
● Berdasarkan pemeriksaan fisik:
o Barlow : Tes provokasi yang dilakukan dengan mengadduksi hip yang
difleksikan dan melakukan tekanan minimal pada anterior ke arah
posterior untuk mendorong femoral head superior dan posterior ke ujung
acetabulum.
o Ortolani : Manuver relokasi dengan memanipulasi hip yang difleksikan dari
adduksi ke abduksi dengan mendorong femoral head kembali ke
acetabulum secara anterior dari posisi yang terdislokasi.
o Pada pemeriksaan fiisk lanjutan, bisa ditemukan lipatan kulit asimetris,
walaupun para ahli berpendapat bahwa hal itu tidak selalu terjadi / tidak
signifikan. Ketika terjadi dislokasi, maka pemeriksa bisa memeriksa
disrepansi panjang tungkai pada tungkai yang lebih pendek (test galeazzi
positif) dan pengurangan range of abduction. DDH bilateral lebih sulit
dideteksi karena perubahan asimetris sangat sulit untuk dievaluasi.


● Radiologis : teknik yang biasa sering digunakan dipopulerkan oleh Graf. Teknik ini
menggunakan gambaran coronal statis untuk menentukan kedalaman dan bentuk
dari acetabulum dengan mengukur alpha angle, sudut yang terbentuk antara
pinggir lurus dari ilium dan acetabulum roof. Untuk klasifikasinya ditunjukan pada
tabel berikut ;




F. Tatalaksana
● Non-operative :
○ Abduction splinting / bracing (Pavlik harness) : indikadi untuk bayi di
bawah 6 bulan dan dengan hip yang reducible. Membutuhkan juga fungsi
otot yang normal untuk hasil yang posiitf.
○ Closed reduction & spina casting : indikasi untuk anak berusia 6-18 bulan,
dan jika terapi dengan pavlik harness gagal.
● Operative :
○ Open Reduction & Spina Casting : Indikasi untuk anak di bawah usia 18
bulan dengan kegagalan pada close reduction.
○ Open Reduction & Femoral Osteotomy : Indikasi untuk anak di atas 2 tahun
dengan residual hip dysplasia, dan adanya perubahan anatomis pada
femoral ( femoral anteversi, coxa valga)
○ Open Reduction & Pelvic Osteotomy : Indikasi untuk anak di atas 2 tahun
dengan residual hip dysplasia, namun yang severe dengan peningkatan

acetabular index. Operasi ini lebih sering dilakukan pada anak di atas 4
tahun.

G. Komplikasi
● Avascular Necrosis : biasa karena operasi berulang. Di diagnosis dengan temuan
radiologis meliputi gaaglnya pertumbuhan ossific nucleus 1 tahun setelah
reduksi, pelebaran femoral neck, peningkatan densitas dan fragmentasi dari
femoral head serta bentuak rrsidual dari proximal femur setelah terjadi osifikasi.
● Bilateral dislocations & Unilateral dislocations
● Rekurensi : Terjadi sekitar 10% pada treatment yang memadai, dan
membutuhkan folow up dengan radiografi sampai tulang matur
● Transient femoral nerve palsy : Bisa terjadi akibat Fleksi yang berlebihan pada
Pavlik bracing.















REFERENSI

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and fractures. CRC press;
2010 Aug 27

Tamai J, Developmental Dysplasia of the Hip : Overview, Presentation, Workup, and Treatment
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 6 July 2021]

Anda mungkin juga menyukai