BAB I
PENDAHULUAN
Ada beberapa macam tes yang dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, antara lain :
a.Tes Kepribadian : adalah tes yang digunakan untuk mengungkapkan kepribadian seseorang.
b.Tes Bakat : Tes bakat atau talent test adalah tes yang digunakan untuk mengukur atau
mengetahui bakat seseorang.
c.Tes Prestasi : adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah
mempelajari sesuatu.
d.Tes Intelegensi : adalah tes yang digunakan untuk membuat penaksiran atau perkiraan
terhadap tingkat intelektual seseorang dengan cara memberikan berbagai
tugas kepada orang yang diukur intelegensinya.
e.Tes Sikap atau Attitude tes : adalah tes yang digunakan untuk mengadakan pengukuran
terhadap sikap seseorang.
2. Wawancara
Wawancara adalah instrumen pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh informasi
secara langsung dari sumbernya.
Ada beberapa faktor yang berpangaruh atas jalannya arus informasi dalam melaksanakan
wawancara ini antara lain : pewawancara, responden, pedoman wawancara dan situasi
wawancara.
a.Pewawancara : adalah petugas pengumpul informasi yang diharapkan dapat
menyampaikan pertanyaan dengan jelas dan merangsang responden untuk menjawab semua
pertanyaan dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan benar.
5
b. Responden : adalah pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawab semua
pertanyaan dengan jelas, benar dan lengkap. Dalam pelaksanaan wawancara, diperlukan
kesediaan dari responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pewawancara.
c. Pedoman wawancara : pedoman ini memuat teknis berwawancara, yang biasanya dituangkan
dalam bentuk daftar pertanyaan agar proses wawancara dapat berjalan dengan baik.
d.Situasi wawancara : adalah hubungan antara waktu dan tempat wawancara dilaksanakan.
Waktu yang tidak tepat menjadikan pewawancara merasa canggung untuk mewawancarai
dan respondenpun merasa enggan untuk diwawancarai.
3. Angket
Angket atau disebut juga dengan kuesioner adalah instrumen pengumpul data yang
digunakan dalam teknik komunikasi tidak langsung. Maksudnya adalah responden dalam
menjawab pertanyaan yang tertulis diberikan secara tidak langsung. Daftar pertanyaan dapat
dikirimkan kepada responden melalui media tertentu, bisa media cetak ataupun media elektronik
atau yang lainnya.
Tujuan dari penyebaran angket ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang lengkap
mengenai masalah dari responden tanpa khawatir bila responden memberikan jawaban yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
Ada beberapa jenis angket yang sering digunakan, misalnya :
a. Angket berstruktur : dalam jenis angket ini jawaban dari pertanyaan yang diajukan telah
disediakan. Responden tinggal memilih salah satu jawaban yang dianggap sesuai dengan
dirinya. Jadi pertanyaannya bersifat tertutup.
6
b.Angket tak berstruktur : dalam jenis angket ini pertanyaan yang diajukan dalam bentuk
terbuka. Sehingga responden diberikan kebebasan dalam memberikan jawaban menurut
pendapatnya sendiri.
1.5.Pembulatan Bilangan
1.Jika pecahan yang akan dibulatkan adalah kurang dari 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya maka pecahan tersebut dihilangkan :
2. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu lebih dari 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan seterusnya,
maka pecahan tersebut akan dibulatkan menjadi 1
3. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu tepat sama dengan 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya, maka pecahan tersebut akan dibulatkan menjadi 1 untuk bilangan yang
sebelumnya ganjil.
4. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu tepat sama dengan 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya, maka pecahan tersebut akan dihilangkan untuk bilangan yang sebelumnya
genap.
JUDUL DAFTAR
JUDUL KOLOM
BADAN DAFTAR
1. Judul daftar : ditulis ditengah-tengah pada bagian atas, ditulis dalam huruf besar
2.Judul Kolom dan judul Baris : ditulis secara singkat dan jelas
3. Sel-sel : tempat menuliskan nilai data.
Pada halaman berikut ini diberikan beberapa contoh dari daftar statistik :
8
a. Contoh daftar Baris Kolom
JUMLAH MAHASISWA
UNIVERSITAS X
TAHUN 1995-1997
1995 1996 1997
dari data diatas diubah dalam diagram lambang menjadi seperti berikut ini :
Keterangan :
: 10 mobil
10
a. Diagram Batang
Digunakan untuk membandingkan suatu data dengan data secara keseluruhan. Dalam
pembuatan diagram ini yang perlu diperhatikan adalah :
1. Skala yang digunakan harus dimulai dari titik nol
2. Diagram batang dapat dibuat secara vertikal atau horisontal
3. Skala dari tinggi maupun lebar diagram batang harus sama
4. Dalam penyajian daiagram batang harus dilengkapi dengan judul.
Contoh :
1. NILAI EKSPOR NON-MIGAS
TAHUN 1991-1995
NO TAHUN NILAI EKSPOR
1 1991 15.380
2 1992 19.008
3 1993 24.825
4 1994 27.170
5 1995 31.716
JUMLAH 118.099
Dari tabel diatas selanjutnya akan disusun dalam diagram batang seperti yang dapat dilihat pada
halaman berikut ini :
30.000
20.000
10.000
91 92 93 94 95
11
2. Dalam penyajiannya diagram batang dapat dibuat dengan menampilkan dua buah atau
lebih batang untuk menyatakan suatu nilai dalam satu waktu tertentu.
HASIL PENJUALAN
Diagram batangnya :
500
400
300
200
100
sepatu kulit
12
d. Diagram Garis
Diagram Garis digunakan untuk menggambarkan suatu data serba berkesinambungan atau
data yang berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu.
Contoh : Misalkan data curah hujan dikota Bogor selama tahun 1996 sebagai berikut :
NO BULAN CURAH HUJAN
1 Januari 290
2 Februari 580
3 Maret 230
4 April 320
5 Mei 100
6 Juni 50
7 Juli 90
8 Agustus 110
9 September 170
10 Oktober 290
11 November 310
12 Desember 220
Curah hujan
CURAH HUJAN KOTA BOGOR
500 TAHUN 1996
400
300
200
100
bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13
e. Diagram Lingkaran
Penyajian data dalam bentuk diagram lingkaran didasarkan pada pembagian sebuah lingkaran
dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data yang akan disajikan.
Contoh :
Data pekerjaan orang tua siswa di sebuah SMA “X” disuatu kota.
NO PEKERJAAN ORANG TUA FREKUENSI
1 Wiraswasta 200
2 PNS 100
3 Petani 50
4 TNI 30
5 Lain-lain 20
Jumlah 400
100
2. PNS = x100% = 25%
400
digambar = 25% x 360o =90o
50
3. Petani = x100% = 12,5%
400
digambar = 12,5% x360o = 45o
30
4. TNI = x100% = 7,5%
400
digambar = 7,5% x 360o=27o
20
5. Lain-lain = x100% = 5%
400
digambar = 5% x 360o = 18o
14
dari hasil perhitungan diatas, dapat dibuatkan gambarnya sebagai berikut :
1. Wiraswasta digambar =180o
2. PNS digambar = 90o
3. Petani digambar = 45o
4. TNI digambar =27o
5. Lain-lain digambar = 18o
dari data diatas , maka bentuk diagram lingkarannya adalah sebagai berikut :
30 20
Wiraswasta
50
PNS
Petani
200
TNI
100 Lain-lain
15
BAB III
DISTRIBUSI FREKUENSI
Data nilai matematika diatas masih merupakan data mentah (raw data).
Data tersebut belum dapat menggambarkan keadaan siswa, misalnya berapa banyak siswa yang
mempunyai nilai antara 66-72 ?, atau berapa banyak siswa yang mempunyai nilai dibawah 65 ?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini kita perlu membuat daftar distribusi frekuensi
terlebih dahulu.
Cara membuat daftar distribusi frekuensi, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini :
a. Menentukan Rentang (Jangkauan)
Rentang atau Jangkauan adalah selisih antara data terbesar dengan data terkecil.
Dinotasikan sebagai :
R = Xmaks-Xmin
Keterangan :
R = rentang
Xmaks = data terbesar
Xmin = data terkecil
Contoh :
Rentang dari data nilai matematika 80 siswa adalah :
R = Xmaks - Xmin
Xmaks = data terbesar =97
X min = data terkecil = 53
R = 97 – 53 = 44
17
b. Menentukan Banyak Kelas Interval
Banyak kelas harus dibuat sedemikian rupa agar semua data nilai bisa tercakup
didalamnya. Bila kelas intervalnya terlalu sedikit maka informasi yang diberikan akan
menjadi tidak lengkap, karena jumlah kelas yang sedikit maka akibatnya interval
kelasnya menjadi besar sehingga variasi yang terinci secara individual akan hilang. Atau
sebaliknya bila jumlah interval terlalu banyak maka perhitungan menjadi tidak praktis
dan pola frekuensinya menjadi kosong.
Untuk menetapkan banyak kelas interval, dapat digunakan aturan Sturges yaitu
sebagai berikut ini :
K= 1+ (3,3) Log n
Keterangan:
K = banyak kelas
N = banyak data
(3,3) = bilangan konstan
Contoh :
Dari data nilai matematika diatas diperoleh :
K= 1+ (3,3) log 80
K = 1 + (3,3) (1,9091)
K = 1 + 6,3 = 7,3 (dibulatkan menjadi 7 )
Jadi banyak kelas intrerval dari data nilai matematika adalah sebanyak : 7 kelas
interval.
Re n tan g
P=
BanyakKelas
Contoh :
Dari data nilai matematika diatas :
Rentang = 97 - 53 = 44
Banyak kelas (K) = 7
44
Panjang kelas = = 6,28 (ambil P=7 karena jika diambil P=6 ada data yang
7
tidak masuk).
18
d. Pilih ujung bawah kelas interval pertama yaitu sama dengan data terkecil dari sekumpulan
data tadi, atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus lebih
kecil dari panjang kelasnya.
e. Dari perhitungan yang telah dilakukan, kita mulai menyusun kelas interval pertama
dengan panjang kelas 7 dan ujung bawah kelas pertama kita ambil 52. Dengan demikian
kelas interval pertama adalah 52-58, kelas interval kedua 59-65 dan seterusnya.
f. Dalam menyusun daftar sebaiknya kita gunakan daftar penolong, untuk memudahkan
dalam menghitung berapa frekuensi data yang terdapat dalam suatu kelas interval,
misalnya seperti dibawah ini :
Nilai Turus Frekuensi
52 - 58 ll 2
59 - 65 llll llll llll l 16
66 – 72 llll llll ll 12
73 – 79 llll llll llll llll llll ll 27
80 – 86 llll llll 10
87 – 93 llll lll 8
94 - 100 llll 5
Jumlah 80
Dengan demikian daftar distribusi frekuensi dari data nilai sebanyak 80 siswa tadi adalah
sebagai berikut ini :
Tabel 3.1
Nilai Matematika Siswa
NILAI FREKUENSI
52 – 58 2
59 - 65 16
66 - 72 12
73 - 79 27
80 - 86 10
87 - 93 8
94 – 100 5
Jumlah 80
19
3.3. Distribusi Frekuensi Relatif dan Komulatif
a. Distribusi Frekuensi Relatif
Daftar Distribusi Frekuensi Relatif yaitu frekuensi dari sebuah daftar distribusi yang
dinyatakan dalam bentuk persen, maka untuk mencari frekuensi relatif setiap kelas
intervalal adalah :
2
Frekuensi Relatif kelas pertama : Frel = x100% = 2.5%
80
15
Frekuensi Relatif Kelas kedua : F rel = x100% = 18.75%
80
Dari daftar distribusi Frekuensi diatas diperoleh Daftar Distribusi Frekuensi Relatif sebagai
berikut :
Tabel 3.2
Nilai Matematika Siswa
30
25 poligon frekuensi
20
15
10
Maksud dari ukuran pemusatan data adalah nilai tunggal dari data yang dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas dan singkat mengenai keadaan pusat data yang dapat mewakili
seluruh data.
Ada beberapa macam ukuran pemusatan data yang akan kita pelajari antara lain rata-rata,
median, modus, kuartil, desil, dan persentil.
_
X = x
n
_
Keterangan : X = rata-rata
n
x
i =1
n = jumlah seluruh data
Contoh :
- Hitung rata-rata dari 6, 5, 9, 7, 8, 8, 7, 6.
Penyelesaian :
5+6+6+7+7+8+8+9
Rata-rata =
8
_
56
X= =7
8
rumus lainnya adalah :
X =
_
fi X i
f i
Keterangan:
fi = frekuensi
xi = nilai data
22
Contoh :
Dari 40 siswa yang mengikuti ulangan matematika didapat data sebagai berikut : siswa
yang memperoleh nilai 4 ada 5 orang, nilai 5 ada 10 orang, nilai 6 ada 12 orang,nilai 7
nilai 8 ada 3 orang dan nilai 9 ada 2 orang.
Penyelesaian :
Xi fi f i xi
4 5 20
5 10 50
6 12 72
7 8 56
8 3 24
9 2 18
JUMLAH 40 240
_
x =
fxi i
f i
20 + 50 + 72 + 56 + 24 + 18 240
= = =6
40 40
f i
Keterangan :
fi = frekuensi
Xi = nilai tengah
23
Contoh :
1. Untuk mencari rata-rata dengan menggunakan cara nilai tengah adalah sebagai berikut :
Nilai xi fi f i xi
52 – 58 55 2 110
59 – 65 62 6 372
66 – 72 69 7 483
73 – 79 76 20 1520
80 – 86 83 8 664
87 – 93 90 4 360
94 – 100 97 3 291
Jumlah 50 3800
3800
Maka rata-rata yang didapat adalah = = 76
50
Sedangkan untuk mencari rata-rata dengan menggunakan rumus coding adalah sebagai berikut
ini :
X = xo + p f i Ci
_
f
i
Keterangan :
xo = titk tengah yang dipilih sebagai coding.
c = harga coding untuk nilai tengah yang terpilih diberi harga 0.
fi = frekuensi
Dalam menggunakan cara coding , yaitu pilih salah satu nilai (bisa dipilih kelas interval yang
mana saja)., misalkan ambil kelas interval yang mempunyai frekuensi terbesar. Untuk kelas
interval terbesar tersebut diberikan harga c=0, harga c untuk kelas yang lainnya adalah –1,-2,-
3,….(untuk kelas interval sebelum kelas interval yang terpilih tadi) dan 1,2,3 ….. (untuk kelas
setelah kelas interval yang terpilih).
24
Contoh :
2. Sekarang dari data yang sama dengan diatas akan kita hitung rata-ratanya dengan
menggunakan cara coding, seperti berikut ini :
Nilai fi xi ci fi ci
52 – 58 2 55 -3 -6
59 – 65 6 62 -2 -12
66 – 72 7 69 -1 -7
73 – 79 20 76 0 0
80 – 86 8 83 1 8
87 – 93 4 90 2 8
94 – 100 3 97 3 9
Jumlah 50 0
_
7
Jadi rata-rata = x = 76 + (0)
50
= 76
b. Median
Median (Me) adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah diurutkan, mulai dari data
terkecil sampai dengan data terbesar.
Contoh :
1. Median data tunggal
- Banyak data ganjil
a. Diketahui : 65, 70, 90, 40, 35, 45, 70, 80, 5
Tentukan Mediannya.
Setelah diurutkan datanya menjadi : 35, 40 , 45, 50, 65, 70, 70, 80, 90
Jadi Me = 65.
- Banyak data genap
b. Diketahui data : 3, 2, 5, 2, 4, 6, 6, 7, 9, 6
Tentukan Mediannya.
Setelah diurutkan : 2, 2, 3, 4, 5, 6, 6, 6, 7, 9.
5+6
Jadi Me = = 5,5
2
25
2. Median data yang telah dikelompokkan.
Untuk mencari Me data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :
1 n−F
Me = b + p 2
f
Keterangan :
b = batas bawah kelas Median
p = panjang kelas Median
f = frekuensi kelas Median
F = jumlah semu frekuensi dengan sebelum kelas Median
Contoh :
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
b1
Mo = b + p
b1 + b2
Keterangan :
b = batas bawah kelas Modus
p = panjang kelas Modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya.
a. Carilah modus dari daftar distribusi frekuensi berikut ini :
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
b1 = 20-7= 13 ; b2= 12 ; p = 7
Maka modusnya adalah :
13
Mo = 72,5 + 7
13 +12
13
= 72,5 +
25
= 72,5 + 3,64
= 76,14
27
d. Kuartil
Adalah sekumpulan data yang dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak.
Karena dibagi empat sama banyak maka terdapat 3 buah kuartil yaitu : Kuartil pertama (K 1),
Kuartil kedua (K2) dan Kuartil ke tiga (K3)
Untuk menentukan nilai dari kuartil yaitu :
a. Susun data menurut urutan nilainya.
b. Tentukan letak kuartil
c. Tentukan nilai kuartil
Menentukan letak kuartil digunakan rumus :
i(n + 1)
Ki= data ke
4
untuk i = 1,2,3
2(12 + 1) 26
- letak K2 : data ke = = 6 12
4 4
nilai K2 = 6 + 1
2 (7 − 6) = 6 ½
3(12 + 1) 39
- letak K3 : data ke = = 9 34
4 4
nilai K3 = 7 + 3
4 (8 − 7) = 7 ¼
2 . Kuartil untuk data yang telah dikelompokkan.
Untuk mencari Kuartil data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :
in
−F
K i = b + p 4
f
Keterangan :
b = batas bawah kelas Ki
p = panjang kelas Ki
F = frekuensi kelas sebelum kelas Ki
f = frekuensi kelas Ki.
28
Contoh :
1. Carilah median dari daftar distribusi frekuensi berikut ini :
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
Tentukan K3 dari data distribusi frekuensi diatas ..
3.50
Letak data = 37,5
4
in
−F
K i = b + p 4
f
3.50
− 35
K 3 = 79,5 + 10 4 = 79,5 +1,25
20
= 80,75
e. Desil
Desil adalah nilai yang membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama, setelah data
disusun dari data terkecil hingga data terbesar
Untuk menentukan letak Di :
i(n + 1) Keterangan :
Di = D i = ke
desil data
i ke Di = desil ke i
10 n = banyak data
untuk i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9
29
Contoh :
1. Desil data tunggal
Diketahui nilai data : 42, 46, 55, 60, 68, 70, 75, 90, 92, 94.
4(10 + 1)
Letak Di = data ke =4,4
10
Nilai Di = 60 +0,4 (68-60) = 63,2
in
−F Keterangan :
b = batas bawah
Di = b + p 10
p = panjang kelas Di
f
F = Jumlah frekuensi sebelum kelas Di
f = frekuensi kelas Di
n = Jumlah data
Contoh :
Carilah D3 , untuk data kelompok sebagai berkut ini :
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
Penyelesaian :
in 3.50
Letak D3 = = = 15 , maka letak D3 adalah data ke 15
10 10
3.50
−8
Nilai data D3 = 65,5+7 10
7
= 65,5 +7 = 72,5
30
f. Persentil
Persentil adalah nilai yang membagi data menjadi seratus bagian yang sama, setelah data
disusun dari data terkecil hingga data terbesar
Untuk menentukan letak Pi :
i(n + 1) Keterangan :
Pi = data ke
100 i = persentil ke i
untuk i = 1,2,3……….,99 n = banyak data
ontoh :
1. Diketahui nilai data : 42, 46, 55, 60, 68, 70, 75, 90, 92, 94.
in
−F
Pi = b + p 100
f
Keterangan :
b = batas bawah
p = panjang kelas Pi
F = Jumlah frekuensi sebelum kelas Pi
f = frekuensi kelas Pi
n = Jumlah data
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
31
in 20.50
Letak P20 = = = 10 , maka letak P20 adalah data kelas interval ke 3
100 100
20.50
−8
Nilai data P20 = 65,5+7 100
7
= 65,5 + 2 = 67,5
32
BAB IV
UKURAN VARIABILITAS DATA
Ukuran variabilitas data (penyebaran data) adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
besar penyimpangan nilai-nilai data dari nilai-nilai pusat datanya.
Sebagai illustrasi perhatikan contoh berikut ini , diberikan nilai suatu mata pelajaran dari dua
kelompok siswa, yaitu :
A 70 65 60 60 60 65 70 65 75 60
B 90 80 70 30 10 75 75 50 80 90
650
Rata-rata kelompok A = = 65
10
650
Rata-rata kelompok B = = 65
10
Ternyata, rata-rata kelompok A adalah sama dengan rata-rata kelompok B, tetapi apabila
dilihat penyebaran datanya maka nilai data kelompok A lebih merata dari pada kelompok B.
Pada kelompok A rentang antara nilai setiap siswa dengan nilai rata-ratanya tidak jauh
berbeda, sedangkan nilai pada kelompok B rentang nilai siswanya mempunyai variasi yang cukup
besar yaitu antara 20-90. Jika nilai rata-rata ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam belajar maka kelompok A jauh lebih baik dibanding dengan kelompok B.
dimana :
n
x
i =1
i −x
SR = Simpangan rata-rata
SR =
n x = nilai rata-rata
xi = data ke-I
n = banyak data
Untuk mencari simpangan rata-rata data yang telah dikelompokkan maka digunakan
rumus :
−
dimana :
fi x − x
i
fi = frekuensi data ke-i
SR = xi = titik tengah data ke-I
fi −
x = rata-rata
33
Contoh :
1. Simpangan rata data tunggal
Hitung simpangan rata-rata dari data berikut : 4,5,6,7,7,7,8,8,9,9
Jawab :
4+5+6+7+7+7+8+8+9+9 70
X = = =7
10 10
4−7 + 5−7 + 6−7 + 7−7 + 7−7 + 7−7 + 8−7 + 8−7 + 9−7 + 9−7
SR =
10
3 + 2 +1+ 0 + 0 + 0 +1+1+ 2 + 2 12
= = = 1,2
10 10
Jadi simpangan rata-ratanya = 1,2
Nilai fi
Carilah simpangan rata-rata jika
52 – 58 2 diketahui dari data seperti disamping ini !
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
Penyelesaian :
dari data diatas telah dihitung nilai x = 76
Nilai fi xi xi-x fi xi-x
52 – 58 2 55 21 42
59 – 65 6 62 14 84
66 – 72 7 69 7 49
73 – 79 20 76 0 0
80 – 86 8 83 7 56
87 – 93 4 90 14 56
94 – 100 3 97 21 63
Jumlah 50 350
−
fi x − x
i
SR =
fi
350
= =7
50
34
4.2. Simpangan Baku (deviasi standard)
( x1 − x) 2 + ( x 2 − x) 2 + ( x3 − x) 2 .................(x n − x) 2
s2 =
n −1
n
( xi − x) 2
=
i =1 n −1
Jadi untuk mencari simpangan baku adalah :
s=
(x i − x) 2
n −1
1. Hasil ulangan matematika seorang siswa selama 7 kali adalah sbb : 3,5,5,6,7,8,8
Hitung simpangan bakunya :
3 + 5 + 5 + 6 + 7 + 8 + 8 42
X= = =6
7 7
no xi xi − x (x − x)
i
2
1 3 -3 9
2 5 -1 1
3 5 -1 1
4 6 0 0
5 7 1 1
6 8 2 4
7 8 2 4
jumlah 42 20
20
S2 = =3,3
6
Deviasi standard = 3,3 = 1,82
35
Rumus lain untuk mencari variansi data tunggal adalah :
n xi2 − ( xi ) 2
s2 =
n( n − 1)
Contoh :
2. Diketahui lima buah data sebagai berikut : 8,7,10,11,4 hitunglah variansi dan
simpangan baku nya dengan menggunkan rumus diatas !
Penyelesaian :
No xi xi2
1 8 64
2 7 49
3 10 100
4 11 121
5 4 16
Jumlah 40 350
n xi2 − ( xi ) 2
s =
2
n(n − 1)
5.(350 ) − (40) 2
=
5(4)
n f i xi − ( f i xi )
2 Dimana : xi = titik tengah
fi = frekuensi
s =
2
n(n − 1)
36
contoh :
1. Untuk mencari variansi dan simpangan baku dengan menggunakan cara nilai tengah
adalah sebagai berikut :
50.(293700 ) − (3800 ) 2
S2 =
50(49)
14.685.000 − 14.440.000
=
2450
245.000
=
2450
=100
Untuk mencari Variansi dan simpangan baku dapat juga digunakan cara Coding, rumusnya
adalah :
50 x100 − 0
s2 = 49
50(49)
245.000
= =100
2450
maka simpangan baku = 100 =10
c. Simpangan baku Gabungan
Jika diketahui k buah subsampel berukuran sebagai berikut ini :
Subsampel 1 : berukuran n1 dengan simpangan baku s1
Subsampel 2 : berukuran n2 dengan simpangan baku s2
……………………………………………………..
Subsampel k : berukuran nk dengan simpangan baku sk
Subsampel tersebut digabungkanmenjadi n = n 1 + n2 +………. Nk
(n − 1) s1 + (n2 − 1) s2 + .........(nk − 1) sk
2 2 2
s = 1
2
(n1 + n2 + ..........nk ) − k
Contoh :
3. Dari suatu penelitian terhadap subsampel pertama yang berukuran 14 dengan simpangan
bakunya s=2,75 dan pada subsampel kedua beukuran 23 dengan simpangan bakunya 3,08.
Tentukan variansi dan simpangan baku gabungannnya.
Penyelesaian :
2
(14 − 1)( 2,75) 2 + (23 − 1)(3,08) 2
S = = 8,77
(14 + 23) − 2
a. Distribusi Positif
distribusi Positif terjadi apabila :
nilai Mo < Me < X
Mo Me x
b.Distribusi Simetris
Mo = Me= x
c. Distribusi Negatif
x Me Mo
40
Untuk mengetahui kemiringan kurvanya dapat diselidiki dengan menggunakan rumus sebagai
berikut ini :
X − Mo
Koefisien Kemiringan (KK) =
s
dimana : X = Rata-rata
Mo = Modus
s = Simpangan Baku
x
3( X − Me)
Koefisien Kemiringan (KK)=
s
dimana : X = Rata-rata
Me = Median
s = Simpangan Baku
K 3 − 2 K 2 + K1
Koefisien Kemiringan (KK)=
K 3 − K1
dimana : K1 = kuartil pertama
K2 = kuartil kedua
k3 = kuartil ketiga
a. Leptokurtis
Leptokurtis : adalah sebuah distribusi yang mempunyai puncak
relatif tinggi
b. Platikurtis
c. Mesokurtis
d. Rumus-rumus Kurtosis
dimana :
2 ( K 3 − K1 )
1
K1 = kuartil ke-1
k3 = kuartil ke-3
Koefisien Kurtosis (K) =
P90 − P10 P10 = Persentil ke-10
P90 = Persentil ke-90
x−
1 −1 ( )2
f ( x) = e
2
2
keterangan :
= konstanta besarnya = 3.14
e = konstanta besarnya = 2,72
= parameter yaitu rata-rata populasi
= parameter yaitu simpangan baku populasi
0,0
00 0 0.0
0,1
0,1
0,2
0,3
0,2
0,4
z=0
4. Tentukan nilai Z, kemudian buat garis tegak lurus melalui Z=0 hingga memotong garis kurva,
Nilai dari Z ada dua kemungkinannya yaitu nilai positif (a) atau negatif (b).
z=0 +z -z z=0
5. Luas yang tertera dalam daftar adalah luas daerah antara garis yang tegak lurus melalui titik
Z=0 sampai dengan nilai Z yang akan dicari dibawah garis lengkung kurva.
6.Dalam daftar , dibawah kolom Z carilah nilai Z sampai dengan satu desimal sedangkan desimal
yang kedua didapat pada baris paling atas.
7.Dari nilai Z daerah desimal yang terdapat pada kolom paling kiri (kolom Z) ditarik garis
kekanan, dan dari baris teratas (baris angka) ditarik garis lagi sehingga bertemu dengan garis
dari kolom Z tadi. Pertemuan kedua garis ini merupakan titik koordinat dan titik ini
menunjukkan besarnya luas yang dicari.
44
CONTOH :
1. Luas antara Z=0 dan Z = 1,25
Dari kolom 1,2 kemudian tarik lurus kekanan hingga
bertemu dengan bilangan yang terdapat dibawah kolom
berangka 5.
Bilangannya = 3944
z=0 z=1,25
Maka luasnya adalah = 0,3944 atau sebesar 39,44 %.
z=-2,13 z=0
Maka luasnya adalah = 0,4834 atau sebesar 48,34 %.
z=-2,73 z=-0,98
z=-1,09
bk − x
. .Z=
Sd
bk = batas kelas
X = rata-rata
Sd = standard deviasi
6. Tentukan Luas (L) setiap kelas interval dengan menggunakan daftar Z.
7. Tentukan Frekuensi Ekpektasi (fh) ,dengan rumus
fh = n x L
n = banyak data
L= Luas setiap kelas
8. Hitung nilai 2 dengan rumus
( fo − fh) 2
2 = fh
fh =frekuensi harapan
fh = frekuensi observasi
30 40 60 50 60 70 50 50 40 50
40 70 60 70 60 70 50 60 80 50
70 60 40 50 30 50 50 50 60 60
50 70 60 70 70 50 70 60 60 50
Dari data diatas dapat disusun datar distribusi frekuensi sebagai berikut , diketahui rata-rata=56
dan simpangan baku = 11,7.
( fo − fh) 2
Selanjutnya adalah mencari 2
hitung , dengan rumus 2
=
fh
(2 − 2,48) 2 (4 − 6,584) 2 (13 − 11,332 ) 2 (11 − 11) 2
Maka diperoleh hitung =
2
+ + + +
2,248 6,584 11,332 11
(9 − 6,076) 2 (1 − 1,908) 2
+ = 3,125
6,076 1,908
Dengan demikian 2 hitung= 3,125 ,
Dan 2tabel (3) = 11,33
Karena 2 hitung < 2tabel diperoleh bahwa sebaran sampel berdistribusi Normal
48
BAB VIII
PENGANTAR PADA STATISTIK INFERENSIAL
Statistik inferensial adalah lanjutan dari statistik deskriptif, dimana dalam statistik deskriptif
telah dipelajari tentang teknik-teknik deskripsional, seperti menghimpun dan menyusun data ,
mengolah dan menganalisis data, sehingga memperoleh gambaran yang teratur dan ringkas
setelah itu selanjutnya dalam statistik inferensial akan dipelajari tentang cara penarikan
kesimpulan yang bersifat umum, menyusun suatu ramalan ataupun melakukan penaksiran. Oleh
karena itu statistik inferensial disebut juga dengan statistik induktif.
Dalam statistik inferensial akan dibahas tentang statistik parametrik dan non-parametrik
berikut persyaratan yang diperlukan untuk penggunaannya sebagai alat bantu dalam suatu
penelitian. Tetapi dalam kuliah kita statistik non-parametrik dibuat dalam matakuliah tersendiri,
oleh karena itu yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah statistik parametrik saja
sedangkan untuk statistik non-parametrik akan dibahas secara tersendiri pada semester
berikutnya.
Dalam perkembangan metode stratistik, teknik-teknik inferensi pertama yang muncul
adalah teknik-teknik yang membuat sejumlah asumsi mengenai sifat-sifat populasi dari mana
skor-skor itu diambil. Karena nilai-nilai populasi adalah “parameter” maka teknik statistik disebut
statistik parametrik.
Dalam statistik parametrik mensyaratkan tentang distribusi populasi yaitu harus berdistribusi
normal. Interpretasi terhadap uji parametrik didasarkan pada distribusi normal dan juga skor
yang dianalisis paling tidak berasal dari pengukuran skala interval.
Sebagai illustrasi agar pemenuhan persyaratan pengolahan data dengan menggunakan
statistik parametrik adalah dengan mengambil contoh teori Galton.
Teori ini mengatakan bahwa jika sekelompok anak dikumpulkan secara acak (tanpa dipilih),
maka akan terdapat kelompok-kelompok
yang mempunyai perbedaan kemampuan,
yaitu sekelompok anak pandai, kelompok
anak sedang (rata-rata) dan kelompok anak
berkemampuan rendah. Jika dinyatakan
dalam bentuk kurva maka kurvanya akan
berbentuk kurva normal seperti gambar
disamping ini
49
8.1. Populasi dan Sampel
A. Populasi.
Seorang peneliti dapat melaksanakan penelitian yang bersifat penelitian populasi ataupun
penelitian sampel.
Populasi dapat diartikan sebagai :
1. Keseluruhan subyek penelitian.
2. Kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
3. Sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas.
b.Populasi Heterogin : adalah sekelompok data yang memiliki sifat atau keadaan yang
bervariasi. Untuk populasi yang demikian perlu ditetapkan batas-batasnya, baik
secara kualitatif maupun kuanti-tatifnya.
Hasil dari obyek yang diteliti (sampel) harus dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan dan
kesimpulan tersebut diberlakukan untuk populasi.
B. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, cara pengambilan sampel disebut dengan sampling.
Sampel yang mewakili dari populasi disebut dengan sampel yang representatif.
Banyaknya populasi disebut dengan ukuran populasi , sedangkan banyaknya sampel disebut
dengan ukuran sampel. Pengumpulan data dari seluruh populasi disebut dengan sensus.
50
Alasan dilakukan sampling adalah :
1. Ukuran populasinya terlalu besar : populasi yang besar akan memerlukan biaya yang besar
dan memerlukan waktu yang lama serta tenaga yang banyak.
2. Biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kegunaan hasil penelitian : apabila biaya
yang digunakan tidaklah sebanding dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan.
3. Penelitian bersifat merusak : apabila yang diteliti adalah obyek penelitian yang mudah rusak.
4. Obyek penelitian yang homogin : karena karakteristik dari populasi jelas akan sama.
Cara strata digunakan untuk populasi yang berkelompok (memiliki stratum), dengan tujuan
agar anggota populasi terpilih secara acak dan setiap kelompok yang ada pada populasi dapat
terwakili.
Contoh : Misalkan akan meneliti penguasaan siswa terhadap mata pelajaran matematika,
penelitian dilakukan terhadap 30.000 siswa. Siswa tersebut terdiri dari 15.000 siswa SD, 10.000
siswa SMP dan 5.000 siswa SMU. Sedangkan sampel yang dibutuhkan sebanyak 600 siswa.
Maka ratio antara banyak sampel dan banyak populasi adalah 1/50.
a. Banyak sampel siswa SD diambil sebanyak = (1/50) x 15.000 = 300 siswa
b. Banyak sampel siswa SMP diambil sebanyak = (1/50) x 10.000 = 200 siswa
b. Banyak sampel siswa SMU diambil sebanyak = (1/50) x 5.000 = 100 siswa.
Cara ini dilakukan untuk pengambilan sampel, apabila populasi berstrata tetapi tidak
proporsional. Misalnya suatu perusahaan mempunyai pegawai sebagai berikut: 3 orang lulusan
S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1, 800 orang lulusan SMA, 700 orang lulusan SMP .
Dari kondisi yang demikian itu maka lulusan S3 maupun S2 diambil semuanya sebagai sampel
karena jumlah kedua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok lulusan SMA
maupun SMP.
4. Sampling Area (Cluster Sampling)
Cara ini digunakan untuk menentukan sampel bila obyek/subyek yang akan diteliti atau
sumber datanya sangat luas, misalnya penduduk suatu negara, propinsi atau kabupaten.
Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan
sampelnya berdasarakan pada daerah populasi yang ditetapkan.
Misalnya suatu penelitian dilakukan dengan menggunakan populasinya adalah penduduk
negara Indonesia. Maka perlu diingat bahwa Indonesia mempunyai 32 propinsi, dan misalnya
sampel yang akan diambil adalah dari 10 propinsi, pengambilan dari 10 propinsi itu dilakukan
secara random (acak). Sedangkan kita tahu bahwa propinsi-propinsi di negara kita itu berstrata
maka pengambilan sampelnya harus dilakukan dengan Sampling Acak Strata Proporsional yang
telah dibahas terdahulu.
Cara pengambilan sampel secara sampling Area ini pada intinya adalah melalui dua tahap yaitu
tahap pertama menentukan daerah (area) dan tahap berikutnya baru menentukan subyek
(anggota sampel) yang diinginkan.
52
b. Non-Probability sampling : adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang
sama untuk setiap anggota (subyek) populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Hipotesis : adalah jawaban sementara yang sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang
telah disusun dalam suatu penelitian.
Hipotesis berasal dari dua kata yaitu “ hypo” yang berarti dibawah dan “thesa” yang berarti
kebenaran. Dengan demikian jika seorang peneliti telah mendalami permasalahan dalam
penelitiannya dengan benar, maka harus membuat teori sementara yang kebenarannya masih
perlu diuji. Selanjutnya peneliti tadi bekerja atas dasar hipotesis iyang telah ditentukan.
Ada dua jenis Hipotesis yaitu :
1. Hipotesis Nol (Ho) : yaitu suatu pernyataan tentang tidak adanya perbedaan.
Hipotesis nol sering disebut dengan hipotesis statistik, karena biasanya digunakan dalam
penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik.
2. Hipotesis Alternatif : adalah hipotesis lawan dari pada hipotesis nol tadi, disebut juga
dengan hipotesis kerja atau hipotesis penelitian.
Apabila dalam perhitungannya Ho ditolak maka Ha inilah yang diterima.
Selanjutnya, hipotesis alternatif tadi masing-masing dibagi menjadi hipotesis terarah dan tidak
terarah.
Berikut ini diberikan contoh-contoh dan hipotesis alternatif yang terarah dan tidak terarah.
a. Hipotesis Alternatif terarah :
- Prestasi belajar matematika siswa sekolah lanjutan yang membahas soal-soal formatif
dirumah lebih baik daripada yang membahas disekolah.
b. Hipotesis Alternatif tidak terarah :
- Terdapat perbedaan prestasi belajar matematka siswa sekolah lanjutan yang membahas
soal-soal formatif dirumah dengan yang membahasnya disekolah.
Rumusan hipotesis yang terarah maupun yang tidak terarah adalah untuk mendukung
penggunaan teknik statistik yang tepat dalam menguji hipotesis sebagai penarikan kesimpulan.
Ada kalanya dalam merumuskan hipotesis itu benar tetapi setelah datanya dikumpulkan dan
diolah ternyata hipotesis itu ditolak. Dalam hal ini bukan hipotesisnya yang salah tetapi mungkin
salah dalam perhitungan atau mungkin faktor instrumen, atau variabel lain yang tidak terkontrol.
Bisa juga peneliti salah dalam menuliskan hipotesisnya dan setelah diuji diperoleh kesimpulan
bahwa hipotesis tersebut salah. Sebagai contoh misalkan seorang peneliti menuliskan
hipotesisnya adalah seperti berikut: “ Latihan soal tidak mempengaruhi prestasi siswa”.
Pernyataan tersebut tampak bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya, dan dapat
54
dikatakan bahwa hipotesis tersebut salah. Tetapi setelah data dikumpulkan dan dilakukan
penganalisisan datanya, ternyata diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis tersebut dapat dibuktikan
keberlakuannya. Sehingga peneliti tersebut mengambil kesimpulan bahwa tidak perlu berlatih
menyelesaikan soal untuk berprestasi dalam matematika. Tentu saja penafsiran ini sangat keliru.
Jadi kesalahannya terletak pada perumusan hipotesisnya.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika melakukan penarikan kesimpulan dalam merumuskan
hipotesis adalah seperti berikut ini :
Keadaan yang sebenarnya
Keputusan
benar salah
Terima Hipotesis Tidak membuat kesalahan Kesalahan tipe II
Tolak hipotesis Kesalahan tipe I Tidak membuat kesalahan
a. Kesalahan tipe I : adalah menolak hipotesis yang seharusnya diterima
b. Kesalahan tipe II : adalah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.
Oleh karena kesalahan itu bisa terjadi pada setiap saat setelah dilakukan pengujian,
sedangkan penelitian tetap harus berjalan maka kedua tipe kesalahan tersebut dinyatakan
sebagai peluang (probality). Peluang terjadinya kesalahan tipe I disebut sebagai dan peluang
terjadinya kesalahan tipe II disebut dengan .
-K K
Luas daerah penolakan = ½
Contoh : a : Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa anatara siswa yang tempat
tinggalnya jauh dengan siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah .
57
2. Uji satu pihak (pihak Kanan)
Pengujian ini dilakukan jika hipotesis alternatifnya (Ha) menggunakan pernyataan “ lebih
besar ”
Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho jika hasil perhitungan statistik yang diperoleh nilainya
lebih kecil atau sama dengan nilai kritisnya (K) pada derajad kebebasan (db) dan taraf
signifikansi tertentu ()
daerah penolakan
Daerah penerimaan
K
Luas daerah penolakan =
Contoh : Ha : Nilai rata-rata Matematika dari kelompok A lebih besar dari pada nilai
rata-rata Matematika kelompok B.
daerah penolakan
Daerah penerimaan
Contoh : Ha : Nilai rata-rata Matematika dari kelompok A lebih kecil dari pada nilai
rata-rata Matematika kelompok B.
58
BAB X
UJI SATU SAMPEL
( UNI VARIAT)
Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel yaitu dapat menggunakan uji t dan uji z. Uji
Z dilakukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian satu perlakuan apabila simpangan baku
populasinya diketahui, bila simpangan baku populasi tidak diketahui maka dapat digunakan uji t.
A. UJI t
Langkah dalam melaksanakan pengujiannya adalah :
1. Menentukan sampel yang representatif
2. Merumuskan Hipotesis yang akan diuji
3. Menghitung rata-rata
4. menghitung simpangan baku
5. Menghitung harga t (t hitung)
rumus yang digunakan untuk menentukan t hitung adalah :
x − o
t=
s
n
Dimana :
t = nilai t yang dihitung,selanjutnya disebut t hitung
x = rata-rata x
o = nilai yang dihipotesiskan
s = simpangan baku
n = jumlah anggota sampel
6. Melihat harga t tabel untuk dibandingkan dengan t hitung sesuaikan dengan hipootesis
yang diberikan untuk menguji hipotersisnya.
7. Membuat keputusan pengujian hipotesis
59
a. Uji Dua pihak (two tails test)
Untuk menguji hipotesis yang menggunakan uji dua pihak ini, apabila hipotesis alternatif (Ha)
nya berbunyi : “tidak sama dengan, berbeda dsbnya”.
Kriteria pengujiannya yaitu apabila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho atau terletak
diantara harga t tabel, maka t Ho diterima dan Ha ditolak dengan db=n-1.
Daerah penerimaan
K K
Luas daerah penolakan = ½
Contoh :
1. Perusahaan lampu pijar X mempromosikan bahwa lampu buatan dari perusahaannya bisa
tahan pakai sekitar 800 jam. Akhir-akhir ini timbul dugaan bahwa lampu yang diproduksi
masa pakainya sudah berubah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan menguji 50 buah lampu
sebagai sampelnya. Ternyata rata-rata masa pakainya hanya 792 jam. Diketahui pula bahwa
Simpangan baku masa hidup lampu adalah 55 jam. Selidiki apakah kualitas lampu tersebut
sudah berubah atau belum, dengan mengambi = 0,05.
Penyelesaian :
Daerah penolakan daerah penolakan
Daerah penerimaan
-2,01 2,01
Ho : = 800 jam, masa pakai lampu 800 jam
Ha : 800 jam, masa pakai lampu telah berubah tidak 800 jam lagi
x = 792
s = 55
n = 50
60
Setelah digunakan rumus diatas, maka diperoleh t hitung :
792 − 800
t= = -1,029
55
50
Untuk melihat t tabel, karena db = 50-1= 49 tidak ada pada tabel didapat dengan cara
interpolasi yaitu :
t (0,975)(40) = 2,02
9
t (0,975) (49) = 2,02 – (0,020)
20
t ( 0,975)(60)= 2,00 = 2,02 – 0,009 = 2,01
k
Luas daerah penolakan = K
61
Contoh :
2. Seorang peternak ayam mengatakan bahwa dengan menyuntikkan semacam hormon tertentu
kepada seekor ayam maka akan menambah berat telurnya rata-rata 4,5 gram. Untuk meneliti
kebenaran atas perkataan peternak tersebut maka dilakukan penelitian dengan mengambil
sampel secara acak sebanyak 31 butir dari ayam yang telah diberi suntikan. Ternyata setelah
ditimbang beratnya rata-rata 4,9 gram dengan simpangan baku 0,8 gram. Apabila ditetapkan
= 0,05, selidiki apakah cukup beralasan perkataan dari peternak tersebut ?
penyelesaian :
Daerah penolakan
Daerah penerimaan
1,70
Luas daerah penolakan =
Ho : = 4,5 gram , ayam disuntik dengan yang tidak disuntik tidak bertambah 4,5 gram.
Ha : > 4,5 gram, suntikan hormon berakibat berat telur lebih besar dari 4,5 gram.
x = 4,9
s = 0,8
n = 31
Kesimpulan : suntikan hormon berakibat berat telur lebih besar dari 4,5 gram.
62
1. Uji pihak Kiri
Untuk menguji hipotesis yang menggunakan uji satu pihak kiri, yaitu apabila hipotesis
alternatif (Ha) nya berbunyi : “lebih kecil, kurang dari ”.
Kriteria pengujiannya yaitu terima Ho apabila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho
atau t hitung lebih besar atau sama dengan harga t tabel (K) , jika Ho diterima maka Ha
ditolak dengan db=n-1.
Daerah penolakan
Daerah penerimaan
k
Luas daerah penolakan =
Contoh :
Banyak masyarakat yang mengeluh dan mengatakan bahwa berat bersih dari susu kaleng
merek A tidak sesuai lagi dengan yang tertera pada label yang sebesar 5 kg. Akhirnya pihak
lembaga konsumen mengadakan penelitian, diambil secara acak sebanyak 23 kaleng susu
sebagai sampel. Dari 23 kaleng susu tersebut berat rata-ratanya 4,9 kg dan simpangan
bakunya 0,2 kg. Dengan mengambil =0,05 bagaimanakah apakah benar keluhan masyarakat
tersebut ?
Daerah penolakan
Daerah penerimaan
1,72
Luas daerah penolakan =
4,9 − 5
t= = -2,380
0,2
23
db =23-1=22 ; = 0,05 maka t tabel = -1,72
Dengan demikian t hitung < t tabel maka Ho ditolak
Kesimpulan : berat bersih setiap kaleng susu telah kurang dari 5 Kg.
Dengan kata lain keluhan masyarakat tentang berat bersih setiap kaleng susu
berkurang adalah benar adanya.
x
−p
Z= n
p(1 − p)
n
7. Menguji Hipotesis
8. Memberikan kesimpulan
64
Contoh :
Misalkan data berikut ini adalah data tentang skor siswa dalam menyelesaikan ujian matematika
disuatu sekolah menengah,
30 40 60 50 60 70 50 50 40 50
40 70 60 70 60 70 50 60 80 50
70 60 40 50 30 50 50 50 60 60
50 70 60 70 70 50 70 60 60 50
Kriteria hipotesis : jika banyak siswa yang memiliki nilai 60 keatas adalah :
0% - 33 % Kurang dipahami
34% - 67 % Cukup dipahami
68 % - 100% Dipahami dengan baik
Dari data diatas dapat ditentukan bahwa siswa yang memiliki nilai 60 ada sebanyak 21 siswa
atau hanya 52 % (kurang dari 68% )
Oleh karena itu akan diuji apakah prosentase diatas masih cukup berarti (signifikan) atau dengan
kata lain apakah hipotesis diatas diterima atau ditolak?.
Langkah selanjutnya adalah :
1.Tes Normalitas sebaran datanya (misalkan setelah diuji sebaran datanya adalah normal)
x
− p
2. Perhitungan Z : Z= n
p (1 − p )
n
x = 21
p = 68% =0,68
n = 40
21
maka Zhitung = − (0,68)
40
0,68(0,32 )
40
0,525 − 0,68
=
0, 22
40
− 0,155
=
0,005
− 0,155
= = -2,09
0,074
Untuk = 0,01 maka Z tabel = 2,58
Dengan demikian -Z ½(1-)< Zhitung < Z ½ (1-) , maka Hipotesis nol diterima
1. Menentukan Hipotesis
2. Menentukan sampel yang representatif
3. Mengusahakan beberapa hal dari kedua kelompok yang akan dibandingkan
agar relatif sama.
7. Jika salah satu atau dua distribusi tersebut tidak normal, maka digunakan
statistik Non-Parametrik, yaitu : Mann Whitney, Wilcoxon tergantung pada
sampelnya.
8.Jika kedua distribusi tersebut Normal, tetapi tidak homogin maka dilanjutkan
dengan tes t’
Contoh :
Seorang peneliti akan mencoba membandingkan dua metoda mengajar A dengan metode
mengajar B. Untuk keperluan itu ia membentuk dua kelompok sampel, dimana satu kelompok
sebagai kelas eksperiman dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut dibuat
sedemikian rupa hingga mempunyai kondisi yang sama, kelas eksperimen diberi metode
mengajar A dengan siswa sebanyak 32 dan kelas kontrol diberi metode mengajar B dengan siswa
sebanyak 34 siswa, akan dibandingkan metode mana yang lebih baik ?
Penyelesaian :
1. Hipotesis yang diajukan :
Ho : tidak tedapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
Ha : tedapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
3. Dimisalkan dari hasil uji Normalitas kelas Kontrol dan maupun kelas Eksperimen
berdistribusi normal
(untuk uji normalitas dilakukan seperti pada bab terdahulu)
Vb = variansi besar
Vb Vk = variansi kecil
F=
Vk
(16,51) 2
Maka : F= = 1,12
(15,56) 2
b. Mencari F tabel
dk1 = n1-1
dk2 = n2-1
F ( 3032 ) = 2,34
F ( 3033 ) = 2,34 –1/2 (0,04)
F ( 3034 ) = 2,30 = 2,34 – 0,02 = 2,32
F ( 4032 )= 2,25
F ( 4033 ) = 2,25 –1/2 (0,04)
F ( 4034 ) = 2,21 = 2,25 – 0,02 = 2,23
F ( 3033) = 2,32
F ( 3133 ) = 2,32 –1/10 (0,09)
F ( 4033 ) = 2,23 = 2,32 – 0,009 = 2,31
67
Penentuan Homogenitas :
5. Uji Hipotesis
a. Menentukan t tabel
- derajad kebebasan t ,
db = n1+n2 - 2
db = 32 +34 –2 =64
t (60) = 2.39
t (64) = 2,39 – 4/60 (0,03 )≥
t (120) = 2,36 = 2,39 – 0,002 =2,38
maka :
(32 − 1)(16,51) 2 + (34 − 1)(15,56) 2
dsg =
32 + 34 − 2
= 16,03
68
c. menentukan t hitung
x1 − x 2
t = 1 1
dsg +
n1 n 2
Daerah penerimaan Ho
Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
69
11.2. Uji t’
Uji t’ ini digunakan apabila kedua sampel yang akan dibandingkan tersebut berdistribusi
normal, tetapi kedua variansinya tidak homogin.
Untuk menentukan haraga t’ , digunakan rumus :
x1 − x2
t’ = v1 v2
+
n1 n2
w1t1 + w2t 2
menghitung nilai kritisnya nk =
w1 + w2
v1 v2
dengan : w1= ; w2=
n1 n2
t1=t(1- ½ )(n1-1)
t2=t(1- ½ )(n2-1)
Contoh :
Seorang peneliti akan mencoba membandingkan dua metoda mengajar A dengan metode
mengajar B. Untuk keperluan itu ia membentuk dua kelompok sampel, dimana satu kelompok
sebagai kelas eksperiman dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut dibuat
sedemikian rupa hingga mempunyai kondisi yang sama, kelas eksperimen diberi metode
mengajar A dengan siswa sebanyak 30, rata-rata kelas A=105,35 ,variansinya =25,542 dan
kelas kontrol diberi metode mengajar B dengan siswa sebanyak 27 siswa, rata kelas B =84,31 ,
variansinya = 16,48.2 Kedua metode mengajar tersebut akan dibandingkan metode manakah
yang lebih baik ? ambil =0,05
Penyelesaian :
Vb = variansi besar
Vb Vk = variansi kecil
F=
Vk
(25,54) 2
Maka : F= = 2,40
(16,48) 2
b. Mencari F tabel
Nilai F tabel telah dihitung pada pembahasan terdahulu yaiitu F(30/27) = 1,88
3. Karena kedua variansinya tidak homogin maka langkah selanjutnya adalah menentukan t’
hitung, yaitu :
x1 − x2
t‘ = v1 v2
+
n1 n2
105,35 − 84,31
=
25,54 2 16,48 2
+
32 34
= 3.69
71
w1t1 + w2t 2
menghitung nilai kritisnya nk =
w1 + w2
25,54 2 16,48 2
dengan : w1= =21,74 ; w2= =10,06
30 27
(21,74)(2,04) + (10,06)(2,05)
maka nk = = 2,04
21,74 + 10,06
Daerah penerimaan Ho
K = -2,04 K=2,04
Dalam suatu kegiatan penelitian seorang peneliti tidaklah selalu membandingkan antara dua
varibel saja, tetapi bisa juga melibatkan lebih dari dua variable.
Analisis yang akan dibahas berikut ini adalah untuk membandingkan anatara 3 variabel atau
lebih. Teknis analisis untuk 3 variabel atau lebih ini dinamakan : teknik Analisis Multivariat.
contoh :
1. Misalkan seorang peneliti akan menguji 4 macam makanan ternak (A1,A2,A3,A4). Untuk
mengetahui makanan ternak mana yang lebih baik jika makanan ternak tersebut diberikan
pada ternak tertentu. Sebagai sampel diambil ternak sebanyak 10 (n=10 untuk setiap
kelompok) , maka dibutuhkan ternak sebanyak 40 ekor ternak. Dari keempat kelompok
tersebut segala sesuatunya diusahakan sama.
Setelah dalam jangka waktu tertentu, ternak tersebut ditimbang (untuk mengetahui berat
badannya) dan hasilnya adalah sebagai berikut :
A.TES HOMOGENITAS
(Untuk menentukan tes homogenitas digunakan tes BARLETT)
Vg=
(n i − 1)Vi
(n1 + n 2 + n3 .... + n k ) − k
Langkah selanjutnya adalah untuk melihat homogenitas Variansnya dengan menggunakan uji
, rumusnya adalah :
2
2 hitung = 2,3026 {B- (n i − 1) LogVi }, B = nilai Barllet
catatan :
1 2
dengan rumus : k2 = hitung
K
k2 = adalah hasil yang telah dikoreksi
k = faktor koreksi
dimana :
k=1+
1
1
−
1
3(k − 1)
(ni − 1)
n1 − 1
B = ( log Vg ) (n − 1) i
maka :
Misalkan hitung
2
= 11,5 karena lebih besar daripada 2 tabel maka perlu diberikan angka
koreksi, sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut :
1 1 1
k = 1+ −
n1 − 1 (ni − 1)
3(k − 1)
1 1 1 1 1 1
=1+ + + + −
3(4 − 1) 9 9 9 9 9 + 9 + 9 + 9
1 4 1
=1+ −
9 9 36
5 113
= 1+ =
108 108
maka nilai 2 hitung setelah diberikan angka koreksi menjadi :
hitung
2
=
108
(11,5) = 11,0 hasil nya adalah : 2 hitung 2 tabel
113
● jika setelah dikoreksi ternyata 2 hitung 2 tabel maka variansinya tidak homogen
75
B. ANALISIS VARIANS SATU FAKTOR
1.Tabel Statistik
STATISTIK A1 A2 A3 A4 TOTAL
n 10 10 10 10 40
x 75 65 55 45 240
x 2
577 431 311 213 1532
2.Perhitungan
( XT ) 2
JKT = X 2
T −
nT
(240 ) 2
Maka : ● JKT = 1532 -
40
57600
= 1532- = 92
40
( Xi) 2 ( X T ) 2
JKA = ni
−
nT
= 1490 – 1440 = 50
76
maka :
● JKd = 92 – 50 = 42
db A = a-1
a = banyak Kelompok
maka ● dbA = 4 -1 = 3
db d = n T-a
dbT = nT -1
maka : ● db T = 40 -1 = 39
Rk A = JkA : dbA
maka : ● Rk A = 50 : 3 = 16,67
77
h.Menghitung Rata-rata Kuadrat dalam Kelompok
i. Menghitung F
F = RK A : RKd
J. Menentukan F daftar
k. Kesimpulan
kesimpulan : dari keempat pupuk tersebut berbeda signifikan, pupuk yang terbaik adalah
pupuk yang mempunyai rata-rata terbesar
catatan : apabila pada = 0,01 tidak berbeda maka uji pada = 0,05
78
BAB XIII
ANALISIS KORELASI DAN REGRESI
1. Koefisien korelasi
Korelasi (r) adalah hubungan antara dua (atau lebih) variabel, misalnya sebuah penelitian
akan mengungkap hubungan antara nilai matematika (X) dengan nilai fisika (Y). Maka untuk
menyatakan kuat atau lemahnya hubungan antara variabel ini dapat diukur dengan koefisien
korelasi (angka korelasi). Selain itu koefisien korelasi juga memperlihatkan arah korelasi antara
variabel. Arah korelasi ada yang positif yaitu menunjukkan adanya korelasi sejajar yang searah.
Dengan demikian jika variabel X naik maka variabel Y akan naik juga, sebaliknya jika variabel X
turun maka varibel Y juga ikut turun. Ada pula arah korelasi yang yang negatif, yaitu
menunjukkan adanya korelasi sejajar, tetapi berlawanan arah (berkebalikan), jadi apabila varibel
X naik maka terjadi sebaliknya yaitu varibel Y malah menjadi turun.
Besarnya angka korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1, artinya suatu korelasi antara
varibel bernilai paling kecil nol dan paling besar 1. Apabila koefisien korelasi bernilai nol maka
dikatakan bahwa varibel tersebut tidak berkorelasi, dan apabila koefisien korelasi bernilai 1
berarti antara variabel tersebut berkorelasi sempurna. Suatu koefisien korelasi bisa bernilai
negatip (-), tanda negatip ini tidak memperlihatkan besarnya nilai korelasi tetapi untuk
menunjukkan arah dari korelasi tersebut.
2. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (KD) adalah kuadrat dari koefisien korelasi dikalikan dengan 100. Jadi
Koefisien Determinasi (KD) = r 2.100, koefisien determinasi mengandung arti bahwa besarnya
prosentase varibel yang satu ditentukan oleh variabel yang lain.
Misalnya diketahui bahwa koefisien korelasi antara varibel X dengan variabel Y besarnya adalah
r=0,7520 maka r2 = 0,5655. Dengan demikian dapat ditentukan besarnya Koefisien
Determinasi yaitu (KD) = 0,5655 X 100 = 56,55. Ini berarti 56,55 % varibel Y turut ditentukan
oleh variabel X dan sebesar 43,45% ditentukan oleh variabel lain.
79
n( XY ) − ( X )( Y )
b=
n X 2 − ( X ) 2
X = variabel pertama
Y = variabel kedua
Dari tabel 6.1 diperoleh :
(21.000 )(350 ) − (320 )(22.900 )
a = = 8,46
5(21.000 ) − (320 ) 2
5(22.900 ) − (320 )(350 )
b= = 0,96
5(21.000 ) − (320 ) 2
( Y ) 2
JKa =
n
(350 ) 2
Maka : Jka = = 24.500
5
2. Jumlah Kuadrat Regresi b terhadap a (Jk b/a)
( X )(Y )
Jkb / a = b XY −
n
(320)(350)
maka : Jk b/a = 0,96 { 22.900 - } = 480
5
81
3. Jumlah kuadrat Residu (Jk R)
Jk KK = Y −
2
( Y)
2
maka :
urutkan variabel X, dan variabel mengikuti :
kelas X Y
1 50 60
60 50
2
60 80
3 70 70
4 80 80
(50 + 80) 2
maka : Jk KK = 50 2 + 80 2 − = 450
2
db KK = n - k k = banyak kelas
maka db KK = 5 – 4 = 1
db TC = k –2
k = banyak kelas
maka db TC = 4 – 2 = 2
82
7. Jumlah Kuadrat Ketidak cocokan (Jk TC)
JkKK
Rk KK =
dbKK
450
maka Rk KK = = 450
1
9. Rata-rata Kuadrat Ketidakcocokan (Rk TC)
JkTC
Rk TC =
dbTC
70
maka Rk KK = = 35
2
10. F ketidak cocokan F TC (F hitung)
RkTC
F TC =
RkKK
35
maka FTC = = 0,078
450
F TC = 0,078
F tabel = F 0,01 (dbTC/dbKK)
= F 0,01 (2/1) = 0,4999
Karena FTC < F tabel maka Regresi Linier
83
Menentukan Korelasi Dua Variabel
Langkah Pengujiannya :
1. Merumuskan Hipotesis
2. Menentukan Persamaan Regresi
3. Menguji Linieritas Regresi
4. Jika Regresinya linier, selanjutnya dihitung koefisien korelasi (r)
Dengan menggunakan rumus :
n XY − ( X )( Y )
r=
n X 2
− ( X ) n Y 2 − ( Y )
2 2
6. Untuk melihat kontribusi varibel yang satu terhadap varibel yang lain maka perlu
dihitung Koefisien Determinasi (KD)= r2 x 100.
Contoh :
1. Suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara nilai Matematika dengan nilai Fisika.
Apakah siswa yang pandai dalam matematika akan pandai juga dalam mata pelajaran fisika
?. Sebagai sampel diambil sebanyak 40 orang siswa.
Misalkan X = adalah nilai matematika
Y = adalah nilai fisika
Penyelesaian :
a. Hipostesis
Ho : Tidak terdapat korelasi antara nilai matematika dengan nilai fisika
Ha : Terdapat korelasi antara nilai matematika dengan nilai fisika
Y = 230,3 Y = 1365,25
2
r = 0,92
e. Pengujian Hipotesis
r hitung = 0,92
r hitung > r tabel maka Ho ditolak
r tabel (N=40; =0,05) = 0,312
Kesimpulan : Terdapat korelasi positif antara nilai matematika dengan nilai fisika.
Artinya siswa yang pandai dalam mata pelajaran matematika maka
siswa tersebut pandai juga dalam mata pelajaran fisika.
KD = r2 x 100
= (0,92)2 X 100
= 0,8464 X 100
= 84,64
Jadi nilai matematika siswa berkontribusi terhadap nilai fisika sebesar 84,64 % sisanya yaitu
sebesar 15,36 % ditentukan oleh variabel lain.