Anda di halaman 1dari 84

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Statistik dan statistika


Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar perkataan seperti misalnya: dijalan tol setiap
bulan terjadi 13 kali kecelakaan mobil, untuk keperluan hidup sehari-hari sebuah keluarga
menghabiskan tidak kurang dari Rp 50.000 rupiah, ada 5% dari jumlah lulusan SD di Jawa-
Timur tidak melanjutkan lagi ke SLTP dan sebagainya. Perkataan-perkataan ini sebenarnya
adalah perkataan yang berhubungan dengan statistika.
Seorang pimpinan menggunakan statistika untuk mengevaluasi kegiatan perusahaan ditahun
sebelumnya, dan merencanakan kegiatan-kegiatan perusahaan ditahun-tahun berikutnya dengan
merencanakan tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan untuk memajukan perusahaannya.
Untuk merencanakan itu seorang pemimpin perusahaan menyusun dan menyajikan angka-angka
yang diperlukan perusahaannya dalam sebuah daftar atau tabel , inilah yang dinamakan dengan
statistik.
Jadi, yang dimaksud dengan statistik adalah kesimpulan fakta berbentuk angka yang disusun
dalam bentuk daftar atau tabel yang menggambarkan suatu persoalan.
Untuk mendapatkan sekumpulan data yang digunakan untuk menjelaskan masalah dan
menarik kesimpulan yang benar tentunya harus melalui beberapa proses, yaitu meliputi proses
pengumpulan data, pengolahan data dan penarikan kesimpulan. Untuk itu semua kita
memerlukan pengetahuan tersendiri yang disebut dengan statitistika.
Dengan demikian yang dimaksud dengan statistika adalah ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan data, penganalisisan data,
penarikan kesimpulan berdasarkan data yang ada.

1.2. Pengertian Data


Menurut pengertiannya data adalah sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran
tentang suatu keadaan atau masalah, baik yang berupa angka-angka maupun yang berbentuk
kategori, misalnya : baik, buruk, tinggi, rendah dan sebagainya.
Agar tidak menimbulkan suatu kesalahan dalam pengolahan datanya, maka penelitian
membutuhkan data yang baik. Data dikatakan baik apabila memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut :
a. Obyektif : Data yang dikumpulkan harus dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
b. Relevan : Data yang dikumpulkan mempunyai kaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti.
2
c. Sesuai Zaman (up to date) : Data tidak boleh ketinggalan zaman (usang), dengan
berkembangnya waktu dan teknologi maka menyebabkan suatu kejadian dapat mengalami
perubahan dengan cepat.
d. Representatif : Data yang dikumpulkan melalui sampling harus dapat mewakili dan
menggambarkan keadaan populasinya.
e. Dapat dipercaya : Data yang dikumpulkan diperoleh dari sumber data yang tepat.

1.3. Macam-macam Data


A. Menurut sifat Data
a. Data Kualitatif : Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka.
Misalnya baik, buruk, tinggi, rendah, besar, kecil dan sebagainya.
b. Data Kuantitatif : Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (bilangan).
Misalnya Jumlah mahasiswa STKIP 1000 orang,Tinggi rata-rata mahasiswa adalah 160cm
dan sebagainya.

B. Menurut Cara Memperoleh Data


a.Data Primer : adalah data yang dikumpulkan langsung pada sumber datanya. Misalnya
suatu perusahaan sabun cuci akan meneliti penggunaan sabun cuci dalam sebuah
keluarga baik merek yang disukai , banyak pemakaiannya, jenis sabunnya dan
sebagainya, maka pengumpulan datanya dilakukan langsung dengan mendatangi setiap
rumah tangga untuk memperoleh informasi yang diinginkan.
b.Data Sekundair : adalah data yang dikumpulkan tidak langsung dari sumber datanya
tetapi melalui pihak lain. Misalnya Data penduduk, data pendapatan, data daya beli
masyarakat dan sebagainya, data-data tersebut diperoleh melalaui Biro Pusat Statistik
(BPS).

C. Menurut Sumber Data


a.Data Internal : adalah data yang menggambarkan keadaan dalam suatu organisasi
itu sendiri. Misalnya data internal suatu perusahaan adalah meliputi data pegawai, data
keuangan, data peralatan, data keuangan dan sebagainya
b.Data Eksternal : adalah data yang menggambarkan keadaan diluar organisasi itu.
Misalnya data yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu perusahaan,
seperti data mengenai daya beli masyarakat, data tentang selera masyarakat, data
keadaan ekonomi masyarakat dan sebagainya.
3
D. Menurut Cara Penyusunan Data
a.Data Nominal : adalah data yang memuat angka, tetapi angka tersebut tidak
mempunyai arti apa-apa. Angka yang terdapat pada data ini hanya merupakan simbol atau
tanda dari obyek yang akan dianalisis. Misalnya data yang berkaitan dengan jenis kelamin,
untuk memudahkan dalam pengolahan datanya maka data tersebut diubah kedalam
bentuk angka, seperti jenis kelamin laki-laki diberi simbol angka 1 dan jenis kelamin
perempuan diberi simbol angka 2. Angka 1 dan angka 2 disini hanya merupakan simbol
atau kode saja, nilai angka 2 tidak lebih besar dari angka 1. Dan urutan angka tersebut
tidak mempunyai arti apa-apa.
b.Data Ordinal : adalah data statistik yang mempunyai daya berjenjang, tetapi per-
bedaan antara angka yang satu dengan angka yang lainnya tidak tetap, atau mempunyai
interval yang tidak tetap.
Misalnya, dari hasil suatu tes matematika dalam suatu kelas diperoleh : Andi mendapat
rangking 1, Budi mendapat rangking 2, Chica mendapat rangking 3. Angka 1 diatas
mempunyai nilai lebih tinggi daripada angka 2 maupun angka 3, tetapi data ini tidak dapat
menunjukkan perbedaan kemampuan antara Andi, Budi dan Chica secara pasti. Sebab,
rangking 1 tidak berarti mempunyai kemampuan dua kali lipat dari rangking 2 maupun
mempunyai kemampuan tiga kalilipat dari rangking tiga. Perbedaan kemampuan dari
rangking 1 dan rangking 2 mungkin saja tidak sama dengan perbedaan kemampuan antara
rangking 2 dengan rangking 3
c.Data Interval : adalah data dimana antara satu data dan data lainnya mempunyai jarak
yang sama dan telah ditetapkan sebelumnya. Data interval ini banyak digunakan dalam
penelitian pendidikan, seperti : tes bakat tes kecerdasan yang kesemuanya diukur dengan
interval yang sama dan telah ditetapkan sebelumnya. Ciri lain dari data interval ini adalah
tidak mempunyai titik nol dan titik maksimum yang sebenarnya. Nilai nol dan titik
maksimum tidak mutlak. Jika suatu tes intelegensi menghasilkan nilai yang berkisar antara
0 sampai 200, disini nilai 0 bukan menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kecerdasan
yang minimal. Nilai nol hanya menunjukkan tempat paling rendah dari prestasi pada tes
tersebut dan nilai 200 menunjukkan prestasi paling tinggi.
d.Data Ratio : Data yang mempunyai interval yang sama dan mempunyai nilai nol mutlak.
Misalkan dari hasil suatu pengukuran panjang, berat dan sebagainya. dalam data ratio ini,
nilai nol betul-betul tidak mempunyai nilai (nol mutlak). Misalnya nol meter berarti tidak
mempunyai panjang, nol kilogram berarti tidak mempunyai berat. Dalam data ratio terdapat
skala yang menunjukkan kelipatan, misalnya 20 meter berarti 2 x 10 meter, 15 kilogram
berarti 3 x 5 kilogram dan sebagainya.
4
1.4. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian kegiatan yang paling penting adalah dalam pengumpulan data.
Setelah data terkumpul lalu diolah, hasil dari pengolahan data inilah yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan atau untuk menguji hipotesis.
Karena hasil pengolahan data ini dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan, maka data
yang dikumpulkan haruslah data yang benar. Agar data yang dikumpulkan baik dan benar, maka
instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data harus baik dan benar pula.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
misalkan :
1. Tes.
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur
keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh seseorang
atau kelompok.

Ada beberapa macam tes yang dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, antara lain :
a.Tes Kepribadian : adalah tes yang digunakan untuk mengungkapkan kepribadian seseorang.
b.Tes Bakat : Tes bakat atau talent test adalah tes yang digunakan untuk mengukur atau
mengetahui bakat seseorang.
c.Tes Prestasi : adalah tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah
mempelajari sesuatu.
d.Tes Intelegensi : adalah tes yang digunakan untuk membuat penaksiran atau perkiraan
terhadap tingkat intelektual seseorang dengan cara memberikan berbagai
tugas kepada orang yang diukur intelegensinya.
e.Tes Sikap atau Attitude tes : adalah tes yang digunakan untuk mengadakan pengukuran
terhadap sikap seseorang.

2. Wawancara
Wawancara adalah instrumen pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh informasi
secara langsung dari sumbernya.
Ada beberapa faktor yang berpangaruh atas jalannya arus informasi dalam melaksanakan
wawancara ini antara lain : pewawancara, responden, pedoman wawancara dan situasi
wawancara.
a.Pewawancara : adalah petugas pengumpul informasi yang diharapkan dapat
menyampaikan pertanyaan dengan jelas dan merangsang responden untuk menjawab semua
pertanyaan dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan benar.
5
b. Responden : adalah pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawab semua
pertanyaan dengan jelas, benar dan lengkap. Dalam pelaksanaan wawancara, diperlukan
kesediaan dari responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pewawancara.
c. Pedoman wawancara : pedoman ini memuat teknis berwawancara, yang biasanya dituangkan
dalam bentuk daftar pertanyaan agar proses wawancara dapat berjalan dengan baik.
d.Situasi wawancara : adalah hubungan antara waktu dan tempat wawancara dilaksanakan.
Waktu yang tidak tepat menjadikan pewawancara merasa canggung untuk mewawancarai
dan respondenpun merasa enggan untuk diwawancarai.

Sifat pertanyaan dalam wawancara, dapat dikatagorikan menjadi :


a.Wawancara terpimpin : yaitu wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
menurut daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
b.Wawancara bebas : yaitu wawancara yang dilakukan dengan melakukan tanya-jawab yang
bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara tetap menggunakan tujuan
penelitian sebagai pedoman. Dalam cara ini responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia
sedang diwawancarai.
c.Wawancara bebas terpimpin : yaitu perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara
terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan
garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

3. Angket
Angket atau disebut juga dengan kuesioner adalah instrumen pengumpul data yang
digunakan dalam teknik komunikasi tidak langsung. Maksudnya adalah responden dalam
menjawab pertanyaan yang tertulis diberikan secara tidak langsung. Daftar pertanyaan dapat
dikirimkan kepada responden melalui media tertentu, bisa media cetak ataupun media elektronik
atau yang lainnya.
Tujuan dari penyebaran angket ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang lengkap
mengenai masalah dari responden tanpa khawatir bila responden memberikan jawaban yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
Ada beberapa jenis angket yang sering digunakan, misalnya :
a. Angket berstruktur : dalam jenis angket ini jawaban dari pertanyaan yang diajukan telah
disediakan. Responden tinggal memilih salah satu jawaban yang dianggap sesuai dengan
dirinya. Jadi pertanyaannya bersifat tertutup.
6
b.Angket tak berstruktur : dalam jenis angket ini pertanyaan yang diajukan dalam bentuk
terbuka. Sehingga responden diberikan kebebasan dalam memberikan jawaban menurut
pendapatnya sendiri.

1.5.Pembulatan Bilangan

1.Jika pecahan yang akan dibulatkan adalah kurang dari 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya maka pecahan tersebut dihilangkan :

Contoh : X = 64,543 dibulatkan menjadi = 64,54


Y = 64,5432 dibulatkan menjadi = 64,54

2. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu lebih dari 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan seterusnya,
maka pecahan tersebut akan dibulatkan menjadi 1

Contoh : X = 64,548 dibulatkan menjadi = 64,55


Y = 64,5482 dibulatkan menjadi = 64,55

3. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu tepat sama dengan 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya, maka pecahan tersebut akan dibulatkan menjadi 1 untuk bilangan yang
sebelumnya ganjil.

Contoh : X = 63,50 dibulatkan menjad i = 64


Y = 63,500 dibulatkan menjadi = 64

4. Jika pecahan yang akan dibulatkan itu tepat sama dengan 0,05 atau 0,005 atau 0,0005 dan
seterusnya, maka pecahan tersebut akan dihilangkan untuk bilangan yang sebelumnya
genap.

Contoh : X = 62,50 dibulatkan menjadi = 62


Y = 64,500 dibulatkan menjadi = 64
7
BAB II
CARA MENYAJIKAN DATA

2.1. Menyajikan Data


Untuk keperluan menyusun laporan atau menganalisa data maka data yang telah kita
peroleh disusun, diatur dan disajikan agar menjadi lebih jelas dan menarik.
Dalam menyajikan data ini ada dua cara yang sering digunakan yaitu dengan menyusun
dalam bentuk Tabel dan Diagram.
Berikut ini diberikan beberapa contoh dan cara menyajikan data dalam bentuk daftar
statistik, macam-macam daftar statistik yang telah dikenal diantaranya adalah :
a. daftar baris kolom
b. daftar kontingensi
c. daftar distribusi frekuensi

2.1.1. Cara Pembuatan Tabel atau Daftar Statistik


Skema secara garis besar untuk membuat daftar statistik adalah seperti berikut ini :

JUDUL DAFTAR

JUDUL KOLOM

BADAN DAFTAR

CATATAN JUDUL BARIS SEL

1. Judul daftar : ditulis ditengah-tengah pada bagian atas, ditulis dalam huruf besar
2.Judul Kolom dan judul Baris : ditulis secara singkat dan jelas
3. Sel-sel : tempat menuliskan nilai data.
Pada halaman berikut ini diberikan beberapa contoh dari daftar statistik :
8
a. Contoh daftar Baris Kolom
JUMLAH MAHASISWA
UNIVERSITAS X
TAHUN 1995-1997
1995 1996 1997

FAKULTAS LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN

TEKNIK 125 25 112 27 153 17


EKONOMI 145 68 133 67 146 89
HUKUM 68 47 45 79 34 42
JUMLAH 338 140 290 17 3 333 148

Catatatan : data fiktif

b. Contoh daftar Kontingensi


Data yang terdiri atas dua variabel dimana setiap variabel terdiri atas b katagori dan variabel
yang lain terdiri dari k katagori.
Dapat dibuat daftar kontingensi berukuran b x k dimana b menyatakan baris dan k
menyatakan kolom :
BANYAK SISWA DIDERAH A
MENURUT TINGKAT SEKOLAH DAN JENIS KELAMIN
TAHUN 1999
TINGKAT SEKOLAH
JENIS
KELAMIN SD SLTP SMU JUMLAH
LAKI-LAKI 4.758 2.795 1.459 9.012
PEREMPUAN 4.032 2.116 1.256 7.404
JUMLAH 8.790 4.911 2.715 16.416

c.Contoh daftar distribusi frekuensi


Apabila data kuantitatif dibuat tersebut dibuat beberapa kelompok maka akan diperoleh daftar
distribusi frekuensi, (khusus untuk daftar distribusi frekuensi ini akan dibahas secara khusus ),
berikut adalah contoh daftar distribusi frekuensi :

Umur mahasiswa universitas X


Akhir tahun 1970
UMUR JUMLAH
MAHASISWA Pada kolom kedua yaitu jumlah
17-20 1.172 mahasiswa biasanya ditulis dengan f berasal dari
singkatan frekuensi.
21-24 2.758
25-28 2.976
29-32 997
33-36 20.5
JUMLAH 8.108
9
2.1.2. Cara Menyajikan data Dalam Bentuk Diagram
Setelah mempelajari cara penyajian data dalam bentuk Tabel, berikut ini akan dibahas
bagaimana cara menyajikan data dalam bentuk Grafik dan Diagram.
Tujuan dari menyajikan data satatistik dalam bentuk Grafik ataupun Diagram adalah untuk
memudahkan dalam memberikan informasi secara visual.

A. Cara Pembuatan Diagram Lambang


a. Diagram Lambang
Diagram lambang yaitu untuk menyajikan data statistik dalam bentuk gambar-
gambar dengan ukuran trrtentu untuk menunjukkan jumlah masing-masing data.

Jumlah penjualan mobil merek X


tahun 1992-1996
No Tahun Jumlah
1 1992 30
2 1993 40
3 1994 70
4 1995 50
5 1996 60
JUMLAH 250

dari data diatas diubah dalam diagram lambang menjadi seperti berikut ini :

Jumlah penjualan mobil merek X


tahun 1992-1996
No Tahun Jumlah
1 1992 30
2 1993 40
3 1994 70
4 1995 50
5 1996 60

Keterangan :
: 10 mobil
10
a. Diagram Batang
Digunakan untuk membandingkan suatu data dengan data secara keseluruhan. Dalam
pembuatan diagram ini yang perlu diperhatikan adalah :
1. Skala yang digunakan harus dimulai dari titik nol
2. Diagram batang dapat dibuat secara vertikal atau horisontal
3. Skala dari tinggi maupun lebar diagram batang harus sama
4. Dalam penyajian daiagram batang harus dilengkapi dengan judul.

Contoh :
1. NILAI EKSPOR NON-MIGAS
TAHUN 1991-1995
NO TAHUN NILAI EKSPOR
1 1991 15.380
2 1992 19.008
3 1993 24.825
4 1994 27.170
5 1995 31.716

JUMLAH 118.099

Dari tabel diatas selanjutnya akan disusun dalam diagram batang seperti yang dapat dilihat pada
halaman berikut ini :

NILAI EKSPOR NON MIGAS


TAHUN 1991-1995

30.000

20.000

10.000

91 92 93 94 95
11
2. Dalam penyajiannya diagram batang dapat dibuat dengan menampilkan dua buah atau
lebih batang untuk menyatakan suatu nilai dalam satu waktu tertentu.

HASIL PENJUALAN

SEPATU OLAH RAGA DAN SEPATU KULIT


(bulan Januari s.d Juni)
BANYAK SEPATU YANG TERJUAL
BULAN KE :
SEPATU OLAH RAGA SEPATU KULIT
Januari 300 100
Februari 400 150
Maret 500 150
April 200 100
Mei 300 150
Juni 200 100

Diagram batangnya :

500

400

300

200

100

jan feb maret april mei juni


keterangan :
sepatu olah raga

sepatu kulit
12
d. Diagram Garis
Diagram Garis digunakan untuk menggambarkan suatu data serba berkesinambungan atau
data yang berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu.
Contoh : Misalkan data curah hujan dikota Bogor selama tahun 1996 sebagai berikut :
NO BULAN CURAH HUJAN
1 Januari 290
2 Februari 580
3 Maret 230
4 April 320
5 Mei 100
6 Juni 50
7 Juli 90
8 Agustus 110
9 September 170
10 Oktober 290
11 November 310
12 Desember 220

Berdasarkan tabel diatas,dibuat diagram garisnya :

Curah hujan
CURAH HUJAN KOTA BOGOR
500 TAHUN 1996

400

300

200

100

bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13
e. Diagram Lingkaran

Penyajian data dalam bentuk diagram lingkaran didasarkan pada pembagian sebuah lingkaran
dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis data yang akan disajikan.
Contoh :
Data pekerjaan orang tua siswa di sebuah SMA “X” disuatu kota.
NO PEKERJAAN ORANG TUA FREKUENSI
1 Wiraswasta 200
2 PNS 100
3 Petani 50
4 TNI 30
5 Lain-lain 20
Jumlah 400

Dari informasi data pekerjaan diatas, dapat dibuat diagram lingkarannya :


200
1. Wiraswasta = x100% = 50%
400
digambar = 50% x 360o =180o

100
2. PNS = x100% = 25%
400
digambar = 25% x 360o =90o

50
3. Petani = x100% = 12,5%
400
digambar = 12,5% x360o = 45o

30
4. TNI = x100% = 7,5%
400
digambar = 7,5% x 360o=27o

20
5. Lain-lain = x100% = 5%
400
digambar = 5% x 360o = 18o
14
dari hasil perhitungan diatas, dapat dibuatkan gambarnya sebagai berikut :
1. Wiraswasta digambar =180o
2. PNS digambar = 90o
3. Petani digambar = 45o
4. TNI digambar =27o
5. Lain-lain digambar = 18o

dari data diatas , maka bentuk diagram lingkarannya adalah sebagai berikut :

PEKERJAAN ORANG TUA SISWA SMA "X"

30 20
Wiraswasta
50
PNS
Petani
200
TNI
100 Lain-lain
15
BAB III
DISTRIBUSI FREKUENSI

3.1. Pengertian Distribusi Frekuensi


Distribusi frekuensi adalah suatu susunan data mulai dari data terkecil sampai dengan data
terbesar dan membagi banyaknya data menjadi beberapa kelas.
Dalam bab terdahulu telah disinggung sedikit mengenai daftar distribusi frekuensi , berikut ini
kita akan membahas bagaimana cara pembuatan daftar distribusi frekuensi.
Sebelum kita pelajari bagaimana cara meyusun daftar distribusi frekuensi, akan dijelaskan
terlebih dahulu istilah-istilah yang akan kita pakai dalam penyusunannya nanti.
Kelas interval : yaitu banyak data dikelompokkan dalam bentuk a-b, dimana data dimulai dari
data yang bernilai a sampai dengan data yang bernilai b. Diurutkan dari
data terkecil sampai dengan data terbesar, secara berurutan mulai kelas
interval pertama sampai dengan interval terakhir.
Frekuensi : yaitu bilangan-bilangan yang menyatakan berapa buah terdapat data
tersebut dalam suatu kelas interval tertentu.
Ujung kelas interval : yaitu bilangan yang terletak disebelah kiri dan kanan suatu kelas interval,
yang terletak disebelah kiri kelas interval disebut ujung bawah dan disebelah
kanan disebut dengan ujung atas.
Panjang kelas interval : yaitu selisih positif antara tiap dua ujung bawah yang berurutan.
Batas kelas interval : yaitu ujung bawah kelas dikurangi 0,5 sedangkan batas atas adalah
ujung atas ditambah dengan 0,5 (untuk data yang dicatat sampai dengan satu
satuan, untuk data hingga satu desimal desimal batas bawah yaitu ujung
bawah dikurangi 0,05 dan batas atas yaitu ujung atas ditambah 0,05, jika
tercatat hingga dua desimal maka angka pengurang/penambahnya menjadi
0,005 dan begitu seterusnya).
Nilai Tengah : yaitu nilai data yang diambil sebagai wakil dari kelas interval itu yaitu
dengan menggunakan rumus : ½ (ujung bawah + ujung atas)
16
3.2. Cara Menyusun Distribusi Frekuensi
Untuk penyusunan daftar distribusi frekuensi kita lihat contoh berikut ini, misalkan kita
mempunyai kumpulan data nilai tentang pelajaran matematika dari sebanyak 80 siswa. .
Data nilai matematika dari 80 siswa adalah sebagai berikut :
75 84 68 82 68 90 62 88 93 76
88 79 73 73 61 62 71 59 75 85
75 65 62 87 74 93 95 78 72 63
82 78 66 75 94 77 63 74 60 68
89 78 96 62 75 95 60 79 71 83
67 62 79 97 71 78 85 76 65 65
73 80 65 57 53 88 78 62 76 74
73 67 86 81 85 72 65 76 75 77

Data nilai matematika diatas masih merupakan data mentah (raw data).
Data tersebut belum dapat menggambarkan keadaan siswa, misalnya berapa banyak siswa yang
mempunyai nilai antara 66-72 ?, atau berapa banyak siswa yang mempunyai nilai dibawah 65 ?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini kita perlu membuat daftar distribusi frekuensi
terlebih dahulu.
Cara membuat daftar distribusi frekuensi, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini :
a. Menentukan Rentang (Jangkauan)
Rentang atau Jangkauan adalah selisih antara data terbesar dengan data terkecil.
Dinotasikan sebagai :

R = Xmaks-Xmin

Keterangan :
R = rentang
Xmaks = data terbesar
Xmin = data terkecil

Contoh :
Rentang dari data nilai matematika 80 siswa adalah :
R = Xmaks - Xmin
Xmaks = data terbesar =97
X min = data terkecil = 53
R = 97 – 53 = 44
17
b. Menentukan Banyak Kelas Interval
Banyak kelas harus dibuat sedemikian rupa agar semua data nilai bisa tercakup
didalamnya. Bila kelas intervalnya terlalu sedikit maka informasi yang diberikan akan
menjadi tidak lengkap, karena jumlah kelas yang sedikit maka akibatnya interval
kelasnya menjadi besar sehingga variasi yang terinci secara individual akan hilang. Atau
sebaliknya bila jumlah interval terlalu banyak maka perhitungan menjadi tidak praktis
dan pola frekuensinya menjadi kosong.
Untuk menetapkan banyak kelas interval, dapat digunakan aturan Sturges yaitu
sebagai berikut ini :

K= 1+ (3,3) Log n

Keterangan:
K = banyak kelas
N = banyak data
(3,3) = bilangan konstan

Contoh :
Dari data nilai matematika diatas diperoleh :
K= 1+ (3,3) log 80
K = 1 + (3,3) (1,9091)
K = 1 + 6,3 = 7,3 (dibulatkan menjadi 7 )
Jadi banyak kelas intrerval dari data nilai matematika adalah sebanyak : 7 kelas
interval.

c. Panjang Kelas Interval


Panjang kelas interval adalah rentang dibagi dengan banyaknya kelas. Maka untuk
menentukan panjang kelas interval ini digunakan rumus :

Re n tan g
P=
BanyakKelas

Contoh :
Dari data nilai matematika diatas :
Rentang = 97 - 53 = 44
Banyak kelas (K) = 7
44
Panjang kelas = = 6,28 (ambil P=7 karena jika diambil P=6 ada data yang
7
tidak masuk).
18
d. Pilih ujung bawah kelas interval pertama yaitu sama dengan data terkecil dari sekumpulan
data tadi, atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus lebih
kecil dari panjang kelasnya.

e. Dari perhitungan yang telah dilakukan, kita mulai menyusun kelas interval pertama
dengan panjang kelas 7 dan ujung bawah kelas pertama kita ambil 52. Dengan demikian
kelas interval pertama adalah 52-58, kelas interval kedua 59-65 dan seterusnya.

f. Dalam menyusun daftar sebaiknya kita gunakan daftar penolong, untuk memudahkan
dalam menghitung berapa frekuensi data yang terdapat dalam suatu kelas interval,
misalnya seperti dibawah ini :
Nilai Turus Frekuensi
52 - 58 ll 2
59 - 65 llll llll llll l 16
66 – 72 llll llll ll 12
73 – 79 llll llll llll llll llll ll 27
80 – 86 llll llll 10
87 – 93 llll lll 8
94 - 100 llll 5
Jumlah 80

Dengan demikian daftar distribusi frekuensi dari data nilai sebanyak 80 siswa tadi adalah
sebagai berikut ini :
Tabel 3.1
Nilai Matematika Siswa

NILAI FREKUENSI
52 – 58 2
59 - 65 16
66 - 72 12
73 - 79 27
80 - 86 10
87 - 93 8
94 – 100 5
Jumlah 80
19
3.3. Distribusi Frekuensi Relatif dan Komulatif
a. Distribusi Frekuensi Relatif
Daftar Distribusi Frekuensi Relatif yaitu frekuensi dari sebuah daftar distribusi yang
dinyatakan dalam bentuk persen, maka untuk mencari frekuensi relatif setiap kelas
intervalal adalah :
2
Frekuensi Relatif kelas pertama : Frel = x100% = 2.5%
80
15
Frekuensi Relatif Kelas kedua : F rel = x100% = 18.75%
80

Dari daftar distribusi Frekuensi diatas diperoleh Daftar Distribusi Frekuensi Relatif sebagai
berikut :

Tabel 3.2
Nilai Matematika Siswa

NILAI FREKUENSI ABSOLUT FREKUENSI RELATIF (%)


52 – 58 2 2,50
59 - 65 16 20,00
66 - 72 12 15,00
73 - 79 27 33,75
80 - 86 10 12,50
87 - 93 8 10,00
94 – 100 5 6,25
80 100
20
b. Distribusi Frekuensi Komulatif
Distribusi Frekuensi Kumulatif ada dua macam yaitu Distribusi Kumulatif Kurang Dari dan
Distribusi Kumulatif Lebih Dari

Tabel 3.3a tabel 3.3b


NILAI UJIAN SISWA NILAI UJIAN SISWA
(KUMULATIF KURANG DARI) (KUMULATIF ATAU LEBIH)

NILAI FREKUENSI NILAI FREKUENSI


KUM KUM
Kurang dari 52 0 52 atau Lebih 80
Kurang dari 59 2 59 atau Lebih 78
Kurang dari 66 18 66 atau Lebih 62
Kurang dari 73 30 73 atau Lebih 50
Kurang dari 80 57 80 atau Lebih 23
Kurang dari 87 67 87 atau Lebih 13
Kurang dari 94 75 94 atau Lebih 5
Kurang dari 101 80 101 atau Lebih 0

c. Histogram dan Poligon Frekuensi


Apabila dari data telah dikelompokkan untuk menggambarakan grafiknya adalah sebagai
berikut :

30

25 poligon frekuensi

20

15

10

51,5 58,5 65,5 72,5 79,5 86,5 93,5


21
BAB IV
UKURAN PEMUSATAN DATA

Maksud dari ukuran pemusatan data adalah nilai tunggal dari data yang dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas dan singkat mengenai keadaan pusat data yang dapat mewakili
seluruh data.
Ada beberapa macam ukuran pemusatan data yang akan kita pelajari antara lain rata-rata,
median, modus, kuartil, desil, dan persentil.

a. Rata-rata Hitung (mean)


1. Rata-rata hitung data tunggal
Untuk menentukan rata-rata hitung data tunggal dapat diperoleh dengan cara
menjumlahkan seluruh nilai data dan membagi dengan banyak data.
Rumusnya :

_
X = x
n
_
Keterangan : X = rata-rata
n

x
i =1
n = jumlah seluruh data

Contoh :
- Hitung rata-rata dari 6, 5, 9, 7, 8, 8, 7, 6.
Penyelesaian :
5+6+6+7+7+8+8+9
Rata-rata =
8
_
56
X= =7
8
rumus lainnya adalah :

X =
_
fi X i

f i

Keterangan:
fi = frekuensi
xi = nilai data
22
Contoh :
Dari 40 siswa yang mengikuti ulangan matematika didapat data sebagai berikut : siswa
yang memperoleh nilai 4 ada 5 orang, nilai 5 ada 10 orang, nilai 6 ada 12 orang,nilai 7
nilai 8 ada 3 orang dan nilai 9 ada 2 orang.
Penyelesaian :
Xi fi f i xi
4 5 20
5 10 50
6 12 72
7 8 56
8 3 24
9 2 18

JUMLAH 40 240

_
x =
fxi i

f i

20 + 50 + 72 + 56 + 24 + 18 240
= = =6
40 40

2. Rata-rata hitung data yang telah dikelompokkan


Untuk mencari rata-rata dari data yang telah dikelompokkan dalam daftar distribusi
frekuensi misalnya, rumus yang dapat digunakan ada dua yaitu cara yang menggunakan nilai
tengah (titik tengah) dan cara Coding.
Rumus titik tengah yang digunakan adalah :

X =
fx
i i

f i

Keterangan :
fi = frekuensi
Xi = nilai tengah
23
Contoh :

1. Untuk mencari rata-rata dengan menggunakan cara nilai tengah adalah sebagai berikut :
Nilai xi fi f i xi
52 – 58 55 2 110
59 – 65 62 6 372
66 – 72 69 7 483
73 – 79 76 20 1520
80 – 86 83 8 664
87 – 93 90 4 360
94 – 100 97 3 291
Jumlah 50 3800

3800
Maka rata-rata yang didapat adalah = = 76
50
Sedangkan untuk mencari rata-rata dengan menggunakan rumus coding adalah sebagai berikut
ini :

X = xo + p  f i Ci 
_

 f 
 i 

Keterangan :
xo = titk tengah yang dipilih sebagai coding.
c = harga coding untuk nilai tengah yang terpilih diberi harga 0.
fi = frekuensi

Dalam menggunakan cara coding , yaitu pilih salah satu nilai (bisa dipilih kelas interval yang
mana saja)., misalkan ambil kelas interval yang mempunyai frekuensi terbesar. Untuk kelas
interval terbesar tersebut diberikan harga c=0, harga c untuk kelas yang lainnya adalah –1,-2,-
3,….(untuk kelas interval sebelum kelas interval yang terpilih tadi) dan 1,2,3 ….. (untuk kelas
setelah kelas interval yang terpilih).
24
Contoh :
2. Sekarang dari data yang sama dengan diatas akan kita hitung rata-ratanya dengan
menggunakan cara coding, seperti berikut ini :

Nilai fi xi ci fi ci
52 – 58 2 55 -3 -6
59 – 65 6 62 -2 -12
66 – 72 7 69 -1 -7
73 – 79 20 76 0 0
80 – 86 8 83 1 8
87 – 93 4 90 2 8
94 – 100 3 97 3 9

Jumlah 50 0

_
7
Jadi rata-rata = x = 76 + (0)
50
= 76

b. Median
Median (Me) adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah diurutkan, mulai dari data
terkecil sampai dengan data terbesar.

Contoh :
1. Median data tunggal
- Banyak data ganjil
a. Diketahui : 65, 70, 90, 40, 35, 45, 70, 80, 5
Tentukan Mediannya.
Setelah diurutkan datanya menjadi : 35, 40 , 45, 50, 65, 70, 70, 80, 90
Jadi Me = 65.
- Banyak data genap
b. Diketahui data : 3, 2, 5, 2, 4, 6, 6, 7, 9, 6
Tentukan Mediannya.
Setelah diurutkan : 2, 2, 3, 4, 5, 6, 6, 6, 7, 9.
5+6
Jadi Me = = 5,5
2
25
2. Median data yang telah dikelompokkan.
Untuk mencari Me data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :

 1 n−F 
Me = b + p 2 
 f 

Keterangan :
b = batas bawah kelas Median
p = panjang kelas Median
f = frekuensi kelas Median
F = jumlah semu frekuensi dengan sebelum kelas Median

Contoh :

1. Carilah median dari daftar distribusi frekuensi berikut ini :

Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50

Dari tabel diatas diketahui :


n=50
P=7
F= 2+6+7 =15
f=20
b= 72,5
 12 .50 − 15 
Jadi Me = 72,5 + 7 
 20 
 25 − 15 
= 72,5 + 7 
 20 
 10 
= 72,5+ 7 
 20 
= 72,5 + 7 (1/2)
= 72,5 + 3,5 = 76
26
c. Modus
Modus adalah untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi atau data yang paling
sering muncul.
Modus ini bila dibandingkan dengan ukuran lainnya, tidak tunggal adanya. Berarti sekumpulan
data bisa mempunyai lebih dari sebuah Modus.
1. Modus data tunggal
Diketahui : 65, 70, 90, 40, 40, 40, 40, 35, 45, 70, 80, 50
Tentukan Modus
Setelah diurutkan datanya menjadi : 35, 40 , 40, 40, 40, 45, 50, 65, 70, 70, 80, 90
Jadi Mo = 40
2. Modus untuk data yang telah dikelompokkan.
Untuk mencari Mo data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :

 b1 
Mo = b + p 
 b1 + b2 
Keterangan :
b = batas bawah kelas Modus
p = panjang kelas Modus
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas berikutnya.
a. Carilah modus dari daftar distribusi frekuensi berikut ini :

Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
b1 = 20-7= 13 ; b2= 12 ; p = 7
Maka modusnya adalah :
 13 
Mo = 72,5 + 7  
 13 +12 
 13 
= 72,5 +  
 25 
= 72,5 + 3,64
= 76,14
27
d. Kuartil
Adalah sekumpulan data yang dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak.
Karena dibagi empat sama banyak maka terdapat 3 buah kuartil yaitu : Kuartil pertama (K 1),
Kuartil kedua (K2) dan Kuartil ke tiga (K3)
Untuk menentukan nilai dari kuartil yaitu :
a. Susun data menurut urutan nilainya.
b. Tentukan letak kuartil
c. Tentukan nilai kuartil
Menentukan letak kuartil digunakan rumus :

i(n + 1)
Ki= data ke
4
untuk i = 1,2,3

1. Kuartil data tunggal


Contoh :
Data : 7, 6, 4, 5, 6, 9, 7, 6, 8, 4, 7, 8
Setelah data diurutkan : 4, 4, 5, 6, 6, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 9.
1(12 + 1)
- letak K1 : data ke =3 1
4
4
nilai K1 = 5 + 1
4 (6-5) = 5 ¼

2(12 + 1) 26
- letak K2 : data ke = = 6 12
4 4
nilai K2 = 6 + 1
2 (7 − 6) = 6 ½
3(12 + 1) 39
- letak K3 : data ke = = 9 34
4 4
nilai K3 = 7 + 3
4 (8 − 7) = 7 ¼
2 . Kuartil untuk data yang telah dikelompokkan.
Untuk mencari Kuartil data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :

 in 
 −F 
K i = b + p 4 
 f 
 
 
Keterangan :
b = batas bawah kelas Ki
p = panjang kelas Ki
F = frekuensi kelas sebelum kelas Ki
f = frekuensi kelas Ki.
28
Contoh :
1. Carilah median dari daftar distribusi frekuensi berikut ini :

Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
Tentukan K3 dari data distribusi frekuensi diatas ..
3.50
Letak data = 37,5
4
 in 
 −F 
K i = b + p 4 
 f 
 
 

 3.50 
 − 35 
K 3 = 79,5 + 10 4  = 79,5 +1,25
 20 
 
 
= 80,75

e. Desil
Desil adalah nilai yang membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama, setelah data
disusun dari data terkecil hingga data terbesar
Untuk menentukan letak Di :

i(n + 1) Keterangan :
Di = D i = ke
desil data
i ke Di = desil ke i
10 n = banyak data
untuk i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9
29
Contoh :
1. Desil data tunggal
Diketahui nilai data : 42, 46, 55, 60, 68, 70, 75, 90, 92, 94.
4(10 + 1)
Letak Di = data ke =4,4
10
Nilai Di = 60 +0,4 (68-60) = 63,2

2 . Desil untuk data yang telah dikelompokkan.


Untuk mencari Desil, data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :

 in 
 −F  Keterangan :
b = batas bawah
Di = b + p 10 
p = panjang kelas Di
 f 
  F = Jumlah frekuensi sebelum kelas Di
  f = frekuensi kelas Di
n = Jumlah data

Contoh :
Carilah D3 , untuk data kelompok sebagai berkut ini :
Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
Penyelesaian :
in 3.50
Letak D3 = = = 15 , maka letak D3 adalah data ke 15
10 10
 3.50 
 −8
Nilai data D3 = 65,5+7  10 
 7 
 
 
= 65,5 +7 = 72,5
30
f. Persentil

Persentil adalah nilai yang membagi data menjadi seratus bagian yang sama, setelah data
disusun dari data terkecil hingga data terbesar
Untuk menentukan letak Pi :

i(n + 1) Keterangan :
Pi = data ke
100 i = persentil ke i
untuk i = 1,2,3……….,99 n = banyak data

ontoh :
1. Diketahui nilai data : 42, 46, 55, 60, 68, 70, 75, 90, 92, 94.

Tentuka Nilai P20


20(10 + 1)
Letak P20 = data ke = 2,2
100

Nilai P20 = 46 + 0,2 (55-46) = 47,8

Untuk mencari persentil, data yang telah dikelompokkan digunakan rumus :

 in 
 −F 
Pi = b + p 100 
 f 
 
 

Keterangan :
b = batas bawah
p = panjang kelas Pi
F = Jumlah frekuensi sebelum kelas Pi
f = frekuensi kelas Pi
n = Jumlah data

2. Carilah P20 untuk data kelompok sebagai berkut ini :

Nilai fi
52 – 58 2
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3
Jumlah 50
31

in 20.50
Letak P20 = = = 10 , maka letak P20 adalah data kelas interval ke 3
100 100
 20.50 
 −8
Nilai data P20 = 65,5+7  100 
 7 
 
 
= 65,5 + 2 = 67,5
32
BAB IV
UKURAN VARIABILITAS DATA

Ukuran variabilitas data (penyebaran data) adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa
besar penyimpangan nilai-nilai data dari nilai-nilai pusat datanya.
Sebagai illustrasi perhatikan contoh berikut ini , diberikan nilai suatu mata pelajaran dari dua
kelompok siswa, yaitu :

A 70 65 60 60 60 65 70 65 75 60
B 90 80 70 30 10 75 75 50 80 90

Dari data diatas apabila kita hitung rata-ratanya adalah :

650
Rata-rata kelompok A = = 65
10
650
Rata-rata kelompok B = = 65
10
Ternyata, rata-rata kelompok A adalah sama dengan rata-rata kelompok B, tetapi apabila
dilihat penyebaran datanya maka nilai data kelompok A lebih merata dari pada kelompok B.
Pada kelompok A rentang antara nilai setiap siswa dengan nilai rata-ratanya tidak jauh
berbeda, sedangkan nilai pada kelompok B rentang nilai siswanya mempunyai variasi yang cukup
besar yaitu antara 20-90. Jika nilai rata-rata ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam belajar maka kelompok A jauh lebih baik dibanding dengan kelompok B.

4.1. Simpangan Rata-rata


a. Simpangan rata-rata data tunggal.

dimana :
n

x
i =1
i −x
SR = Simpangan rata-rata
SR =
n x = nilai rata-rata
xi = data ke-I
n = banyak data

Untuk mencari simpangan rata-rata data yang telah dikelompokkan maka digunakan
rumus :


dimana :
 fi x − x
i
fi = frekuensi data ke-i
SR = xi = titik tengah data ke-I
 fi −
x = rata-rata
33
Contoh :
1. Simpangan rata data tunggal
Hitung simpangan rata-rata dari data berikut : 4,5,6,7,7,7,8,8,9,9
Jawab :
4+5+6+7+7+7+8+8+9+9 70
X = = =7
10 10

4−7 + 5−7 + 6−7 + 7−7 + 7−7 + 7−7 + 8−7 + 8−7 + 9−7 + 9−7
SR =
10
3 + 2 +1+ 0 + 0 + 0 +1+1+ 2 + 2 12
= = = 1,2
10 10
Jadi simpangan rata-ratanya = 1,2

2. Simpangan rata-rata data kelompok

Nilai fi
Carilah simpangan rata-rata jika
52 – 58 2 diketahui dari data seperti disamping ini !
59 – 65 6
66 – 72 7
73 – 79 20
80 – 86 8
87 – 93 4
94 – 100 3

Jumlah 50

Penyelesaian :
dari data diatas telah dihitung nilai x = 76
Nilai fi xi xi-x fi xi-x
52 – 58 2 55 21 42
59 – 65 6 62 14 84
66 – 72 7 69 7 49
73 – 79 20 76 0 0
80 – 86 8 83 7 56
87 – 93 4 90 14 56
94 – 100 3 97 21 63

Jumlah 50 350


 fi x − x
i
SR =
 fi
350
= =7
50
34
4.2. Simpangan Baku (deviasi standard)

a. Simpangan Baku data tunggal.


Jika x1, x2, x3 …………xn adalah nilai data x dan rata-ratanya X , maka untuk mencari

simpangan baku (s) adalah : s = var iansi


Dari data diatas untuk mencari variansi (s 2) adalah :

( x1 − x) 2 + ( x 2 − x) 2 + ( x3 − x) 2 .................(x n − x) 2
s2 =
n −1
n
( xi − x) 2
= 
i =1 n −1
Jadi untuk mencari simpangan baku adalah :

s=
 (x i − x) 2
n −1

1. Hasil ulangan matematika seorang siswa selama 7 kali adalah sbb : 3,5,5,6,7,8,8
Hitung simpangan bakunya :
3 + 5 + 5 + 6 + 7 + 8 + 8 42
X= = =6
7 7

no xi xi − x (x − x)
i
2

1 3 -3 9
2 5 -1 1
3 5 -1 1
4 6 0 0
5 7 1 1
6 8 2 4
7 8 2 4
jumlah 42 20

20
S2 = =3,3
6
Deviasi standard = 3,3 = 1,82
35
Rumus lain untuk mencari variansi data tunggal adalah :

n xi2 − ( xi ) 2
s2 =
n( n − 1)

Contoh :
2. Diketahui lima buah data sebagai berikut : 8,7,10,11,4 hitunglah variansi dan
simpangan baku nya dengan menggunkan rumus diatas !
Penyelesaian :

No xi xi2
1 8 64
2 7 49
3 10 100
4 11 121
5 4 16
Jumlah 40 350

Dengan menggunakan rumus diatas maka diperoleh :

n xi2 − ( xi ) 2
s =
2
n(n − 1)

5.(350 ) − (40) 2
=
5(4)

1750 − 1600 150


= = = 7,5
20 20
s= 7,5 = 2,74

b. Simpangan baku data Kelompok


Untuk data kelompok untuk mencarai simpangan baku digunakan rumus :

n f i xi − ( f i xi )
2 Dimana : xi = titik tengah
fi = frekuensi
s =
2

n(n − 1)
36
contoh :
1. Untuk mencari variansi dan simpangan baku dengan menggunakan cara nilai tengah
adalah sebagai berikut :

Nilai xi fi f i xi xi2 f i xi2


52 – 58 55 2 110 3025 6050
59 – 65 62 6 372 3844 23064
66 – 72 69 7 483 4761 33327
73 – 79 76 20 1520 5776 115520
80 – 86 83 8 664 6889 55112
87 – 93 90 4 360 8100 32400
94 – 100 97 3 291 9409 28227
Jumlah 50 3800 293700

Dengan menggunakan rumus diatas diperoleh :

50.(293700 ) − (3800 ) 2
S2 =
50(49)
14.685.000 − 14.440.000
=
2450
245.000
=
2450
=100

maka simpangan baku = 100 =10

Untuk mencari Variansi dan simpangan baku dapat juga digunakan cara Coding, rumusnya
adalah :

 n fi ci2 − ( fi ci ) 2  Dimana : p =panjang kelas


s = p 
2 2  Ci = angaka koding
 n(n − 1) 
 
37
Contoh :
2. Carilah Variansi dan simpangan baku dengan menggunakan cara Coding :
Nilai xi fi ci fi ci ci2 fi ci2
52 – 58 55 2 -3 -6 9 18
59 – 65 62 6 -2 -12 4 24
66 – 72 69 7 -1 -7 1 7
73 – 79 76 20 0 0 0 0
80 – 86 83 8 1 8 1 8
87 – 93 90 4 2 8 4 16
94 – 100 97 3 3 9 9 27
Jumlah 50 0 100

Dengan menggunakan rumus diatas maka diperoleh :

 50 x100 − 0 
s2 = 49 
 50(49) 
245.000
= =100
2450
maka simpangan baku = 100 =10
c. Simpangan baku Gabungan
Jika diketahui k buah subsampel berukuran sebagai berikut ini :
Subsampel 1 : berukuran n1 dengan simpangan baku s1
Subsampel 2 : berukuran n2 dengan simpangan baku s2
……………………………………………………..
Subsampel k : berukuran nk dengan simpangan baku sk
Subsampel tersebut digabungkanmenjadi n = n 1 + n2 +………. Nk

Maka variansi gabungannya dapat dihitung dengan rumus :

(n − 1) s1 + (n2 − 1) s2 + .........(nk − 1) sk
2 2 2
s = 1
2

(n1 + n2 + ..........nk ) − k

K = banyaknya variansi gabungan


38

Contoh :
3. Dari suatu penelitian terhadap subsampel pertama yang berukuran 14 dengan simpangan
bakunya s=2,75 dan pada subsampel kedua beukuran 23 dengan simpangan bakunya 3,08.
Tentukan variansi dan simpangan baku gabungannnya.
Penyelesaian :

2
(14 − 1)( 2,75) 2 + (23 − 1)(3,08) 2
S = = 8,77
(14 + 23) − 2

Maka simpangan baku gabungan = 8,77 = 2,96


39
BAB V
UKURAN KEMIRINGAN dan KERUNCINGAN

5.1. Ukuran Kemiringan

Ukuran Kemiringan : adalah koefisien untuk menyatakan kemiringan suatu model


distribusi.

a. Distribusi Positif
distribusi Positif terjadi apabila :
nilai Mo < Me < X

Mo Me x

b.Distribusi Simetris

distribusi Simetris terjadi apabila :


nilai Mo= Me= X

Mo = Me= x

c. Distribusi Negatif

distribusi Negatif terjadi apabila :


nilai X <Me< Mo

x Me Mo
40
Untuk mengetahui kemiringan kurvanya dapat diselidiki dengan menggunakan rumus sebagai
berikut ini :

a. Koefisien Kemiringan Pertama Pearson

X − Mo
Koefisien Kemiringan (KK) =
s

dimana : X = Rata-rata
Mo = Modus
s = Simpangan Baku

b. Koefisien Kedua dari Pearson

x
3( X − Me)
Koefisien Kemiringan (KK)=
s

dimana : X = Rata-rata
Me = Median
s = Simpangan Baku

c. Menggunakan Nilai Kuartil

K 3 − 2 K 2 + K1
Koefisien Kemiringan (KK)=
K 3 − K1
dimana : K1 = kuartil pertama
K2 = kuartil kedua
k3 = kuartil ketiga

d.Menggunakan Nilai Persentil

P90 − 2 P50 + P10


Koefisien Kemiringan (KK) =
P90 − P10

dimana : P90 = Persentil ke-90


P50 = Persentil ke-50
P10 = Persentil ke-10

e. Untuk mengetahui kemiringan kurvanya dapat ditentukan melalui kriteria-kriteria Model


Distribusi berikut ini :

1. Jika koefisien kemiringan lebih kecil dari 0 (KK<0)


maka berdistribusi Negatif.
2. Jika koefisien kemiringan lebih besar dari 0 (KK>0)
maka berdistribusi Positif.
3. Jika koefisien kemiringan = 0 (KK=0) maka berdistribusi Simetris.
41
5.2 Ukuran Keruncingan
Ukuran Keruncingan (kurtosis) : adalah derajad kepuncakan dari suatu distribusi,
diambil relatif terhadap distribusi Normal.

a. Leptokurtis
Leptokurtis : adalah sebuah distribusi yang mempunyai puncak
relatif tinggi

b. Platikurtis

Platikurtis : adalah sebuah distribusi yang mempunyai puncak


mendatar

c. Mesokurtis

Mesokurtis : adalah distribusi yang mempunyai puncak tidak


terlalu tinggi maupun tidak mendatar

Untuk mengetahui keruncingan kurvanya dapat dtentukan dengan menggunakan rumus


sebagai berikut ini :

d. Rumus-rumus Kurtosis

dimana :
2 ( K 3 − K1 )
1
K1 = kuartil ke-1
k3 = kuartil ke-3
Koefisien Kurtosis (K) =
P90 − P10 P10 = Persentil ke-10
P90 = Persentil ke-90

e. Kriteria Model Distribusi :


1. Jika koefisien kurtosis lebih kecil dari 0,263 (K<0,263 maka berdistribusi Platikurtis.
2. Jika koefisien kurtosis lebih besar dari 0,263 (K>0,263) maka berdistribusi Leptokurtis
3. Jika koefisien kurtosis sama dengan 0,263 (K=0,263) maka berdistribusi Mesokurtis.
42
BAB VI
DISTRIBUSI NORMAL DAN KEGUNAANNYA

6.1. Distribusi GAUSS


Distribusi Gauss : merupakan salah satu dari distribusi normal yang berasal dari distribusi
dengan peubah acak kontinu, kurvanya disebut kurva Normal.

1. Fungsi dari Distribusi Gauss dituliskan sebagai berikut :

x−
1 −1 ( )2
f ( x) = e
2

2
keterangan :
 = konstanta besarnya = 3.14
e = konstanta besarnya = 2,72
 = parameter yaitu rata-rata populasi
 = parameter yaitu simpangan baku populasi

2. Fungsi dari Distribusi NORMAL BAKU diberikan :


1 − 1 z2
f (Z ) = e 2
2

rumus diatas adalah hasil transformasi,


x−
yang digunakan adalah : z = : untuk populasi

x−
z= : untuk sampel
s

3. Sifat Distribusi Normal


1.Grafiknya selalu terletak diatas sumbu x
2.Bentuk grafiknya simetris terhadap x= 
0.3989
3.Modus tercapai pada  =

4.Grafiknya Asymtotis terhadap sumbu X
5.Luas daerah grafik sama dengan satu satuan
43
6.2. CARA MEMBACA DAFTAR DISTRIBUSI
NORMAL (DAFTAR z)

1. Daftar distribusi Z adalah seperti dibawah ini :


Z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0,0
00 0 0.0
0,1
0,1
0,2
0,3
0,2
0,4

2. Hitung nilai Z hingga dua desimal


3. Gambar sketsa kurvanya

z=0

4. Tentukan nilai Z, kemudian buat garis tegak lurus melalui Z=0 hingga memotong garis kurva,

dengan demikian luas kurva dibagi dua sama besar

Nilai dari Z ada dua kemungkinannya yaitu nilai positif (a) atau negatif (b).

z=0 +z -z z=0
5. Luas yang tertera dalam daftar adalah luas daerah antara garis yang tegak lurus melalui titik
Z=0 sampai dengan nilai Z yang akan dicari dibawah garis lengkung kurva.
6.Dalam daftar , dibawah kolom Z carilah nilai Z sampai dengan satu desimal sedangkan desimal
yang kedua didapat pada baris paling atas.
7.Dari nilai Z daerah desimal yang terdapat pada kolom paling kiri (kolom Z) ditarik garis
kekanan, dan dari baris teratas (baris angka) ditarik garis lagi sehingga bertemu dengan garis
dari kolom Z tadi. Pertemuan kedua garis ini merupakan titik koordinat dan titik ini
menunjukkan besarnya luas yang dicari.
44
CONTOH :
1. Luas antara Z=0 dan Z = 1,25
Dari kolom 1,2 kemudian tarik lurus kekanan hingga
bertemu dengan bilangan yang terdapat dibawah kolom
berangka 5.
Bilangannya = 3944

z=0 z=1,25
Maka luasnya adalah = 0,3944 atau sebesar 39,44 %.

2. Luas antara Z=0 dan Z = -2,13


Dari kolom 2,1 kemudian tarik lurus kekanan hingga
bertemu dengan bilangan yang terdapat dibawah kolom
berangka 3.
Bilangannya = 4834

z=-2,13 z=0
Maka luasnya adalah = 0,4834 atau sebesar 48,34 %.

3. Luas antara Z=-1,73 dan Z = 2,51


Cari luas z=1,73 yaitu 0,4582 ditempatkan pada daerah
negatif kemudian, cari luas z=2,51 yaitu 0,4940
ditempatkan didaerah positif.

z=-1,73 z=0 z=2,51

Maka luasnya adalah = 0,4582+0,4940 =0,9522 atau sebesar 95,22 %.

4. Luas antara Z=-2,73 dan Z =- 0,98


Cari luas z=-2,73 yaitu 0,4968 ditempatkan pada daerah
negatif kemudian, cari luas z=0,98 yaitu 0,3365
ditempatkan didaerah negatif.

z=-2,73 z=-0,98

Maka luasnya adalah = 0,4968-0,3365 =0,1603 atau sebesar 16,03 %.


45
5. Luas antara Z>-1,09
Cari luas z=-1,09 yaitu 0,3621 ditempatkan pada daerah
negatif kemudian, yang dicari
adalah luas derah lebih besar z=-1,09

z=-1,09

Maka luasnya adalah = 0,03621+0,5000 =0,8621 atau sebesar 86,21 %.


46
BAB VII
UJI NORMALITAS
Uji Normalitas data seringkali digunakan dalam analisiis statitistika inferensial untuk satu
atau lebih kelompok sampel. Normalitas sebaran data dijadikan syarat untuk menentukan jenis
statistik apa yang akan digunakan dalam analisis data selanjutnya.
Salah satu cara untuk menguji normalitas sebaran data adalah dengan menggunakan rumus Chi-
Kuadrat (Kai-Square notasinya = 2 ),
lLangkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Menghitung Rata-rata x
2. Menentukan Standard Deviasi
3.Buat daftar Distribusi Frekuensi
4.Tentukan Batas Kelas
5.Tentukan transformasi Normal Standard batas kelas Z , rumus

bk − x
. .Z=
Sd

bk = batas kelas
X = rata-rata
Sd = standard deviasi
6. Tentukan Luas (L) setiap kelas interval dengan menggunakan daftar Z.
7. Tentukan Frekuensi Ekpektasi (fh) ,dengan rumus

fh = n x L

n = banyak data
L= Luas setiap kelas
8. Hitung nilai 2 dengan rumus

( fo − fh) 2
2 =  fh
fh =frekuensi harapan
fh = frekuensi observasi

9. menentukan derajad kebebasan db = k-3 , dimana k = banyak kelas

10. Penentuan Normalitas :


Jika 2 hitung < 2tabel = Sampel berdistribusi Normal
Jika 2 hitung  2tabel = Sampel tidak berdistribusi Normal
47
Contoh :
1. Misalkan data berikut ini adalah data tentang skor siswa dalam menyelesaikan ujian
matematika disuatu sekolah menengah, diketahui rata-rata=56 dan simpangan baku = 11,7.
ujilah apakah sebarannya berdistribusi normal?

30 40 60 50 60 70 50 50 40 50
40 70 60 70 60 70 50 60 80 50
70 60 40 50 30 50 50 50 60 60
50 70 60 70 70 50 70 60 60 50

Dari data diatas dapat disusun datar distribusi frekuensi sebagai berikut , diketahui rata-rata=56
dan simpangan baku = 11,7.

Kelas Interval fo Batas Kelas Z Luas (L) fh


30 – 38 2 29,5 - 38,5 -2,26 -1,49 0,0562 2,248
39 – 47 4 38,5 - 47,5 -1,49 -0,73 0,1646 6,584
48 – 56 13 47,5 - 56,5 -0,73 0,04 0,2833 11,332
57 – 65 11 56,5 - 65,5 0,04 0,81 0,2750 11,000
66 – 74 9 65,5 - 74,5 0,81 1,58 0,1519 6,076
75 – 83 1 74,5 - 83,5 1,58 2,35 0,0477 1,908
Jumlah 40

( fo − fh) 2
Selanjutnya adalah mencari  2
hitung , dengan rumus 2
=
fh
(2 − 2,48) 2 (4 − 6,584) 2 (13 − 11,332 ) 2 (11 − 11) 2
Maka diperoleh  hitung =
2
+ + + +
2,248 6,584 11,332 11
(9 − 6,076) 2 (1 − 1,908) 2
+ = 3,125
6,076 1,908
Dengan demikian 2 hitung= 3,125 ,
Dan 2tabel (3) = 11,33
Karena 2 hitung < 2tabel diperoleh bahwa sebaran sampel berdistribusi Normal
48
BAB VIII
PENGANTAR PADA STATISTIK INFERENSIAL

Statistik inferensial adalah lanjutan dari statistik deskriptif, dimana dalam statistik deskriptif
telah dipelajari tentang teknik-teknik deskripsional, seperti menghimpun dan menyusun data ,
mengolah dan menganalisis data, sehingga memperoleh gambaran yang teratur dan ringkas
setelah itu selanjutnya dalam statistik inferensial akan dipelajari tentang cara penarikan
kesimpulan yang bersifat umum, menyusun suatu ramalan ataupun melakukan penaksiran. Oleh
karena itu statistik inferensial disebut juga dengan statistik induktif.
Dalam statistik inferensial akan dibahas tentang statistik parametrik dan non-parametrik
berikut persyaratan yang diperlukan untuk penggunaannya sebagai alat bantu dalam suatu
penelitian. Tetapi dalam kuliah kita statistik non-parametrik dibuat dalam matakuliah tersendiri,
oleh karena itu yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah statistik parametrik saja
sedangkan untuk statistik non-parametrik akan dibahas secara tersendiri pada semester
berikutnya.
Dalam perkembangan metode stratistik, teknik-teknik inferensi pertama yang muncul
adalah teknik-teknik yang membuat sejumlah asumsi mengenai sifat-sifat populasi dari mana
skor-skor itu diambil. Karena nilai-nilai populasi adalah “parameter” maka teknik statistik disebut
statistik parametrik.
Dalam statistik parametrik mensyaratkan tentang distribusi populasi yaitu harus berdistribusi
normal. Interpretasi terhadap uji parametrik didasarkan pada distribusi normal dan juga skor
yang dianalisis paling tidak berasal dari pengukuran skala interval.
Sebagai illustrasi agar pemenuhan persyaratan pengolahan data dengan menggunakan
statistik parametrik adalah dengan mengambil contoh teori Galton.
Teori ini mengatakan bahwa jika sekelompok anak dikumpulkan secara acak (tanpa dipilih),
maka akan terdapat kelompok-kelompok
yang mempunyai perbedaan kemampuan,
yaitu sekelompok anak pandai, kelompok
anak sedang (rata-rata) dan kelompok anak
berkemampuan rendah. Jika dinyatakan
dalam bentuk kurva maka kurvanya akan
berbentuk kurva normal seperti gambar
disamping ini
49
8.1. Populasi dan Sampel
A. Populasi.
Seorang peneliti dapat melaksanakan penelitian yang bersifat penelitian populasi ataupun
penelitian sampel.
Populasi dapat diartikan sebagai :
1. Keseluruhan subyek penelitian.
2. Kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
3. Sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas.

- populasi berdasarkan penggolongannya yaitu :


a. Populasi Terbatas
Populasi terbatas adalah sekelompok data yang jelas batasnya secara kuantitatif sehingga
relatif dapat dihitung jumlahnya.
Contoh : 200.000 lulusan SMU di jawabarat tahun 1998.
b. Populasi tidak terbatas
Populasi tak terbatas adalah sekelompok data yang tidak dapat ditentukan batasnya sehingga
relatif tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah.
Contoh : percobaan dengan mengundi sepasang dadu sampai tak terhingga dan setiap
sepasang angka yang muncul dicatat dengan demikian tak terhingga banyaknya.

- Populasi berdasarkan sifatnya


a. Populasi Homogin : adalah sumber data yang mempunyai sifat yang sama.

b.Populasi Heterogin : adalah sekelompok data yang memiliki sifat atau keadaan yang
bervariasi. Untuk populasi yang demikian perlu ditetapkan batas-batasnya, baik
secara kualitatif maupun kuanti-tatifnya.

Hasil dari obyek yang diteliti (sampel) harus dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan dan
kesimpulan tersebut diberlakukan untuk populasi.

B. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, cara pengambilan sampel disebut dengan sampling.
Sampel yang mewakili dari populasi disebut dengan sampel yang representatif.
Banyaknya populasi disebut dengan ukuran populasi , sedangkan banyaknya sampel disebut
dengan ukuran sampel. Pengumpulan data dari seluruh populasi disebut dengan sensus.
50
Alasan dilakukan sampling adalah :
1. Ukuran populasinya terlalu besar : populasi yang besar akan memerlukan biaya yang besar
dan memerlukan waktu yang lama serta tenaga yang banyak.
2. Biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kegunaan hasil penelitian : apabila biaya
yang digunakan tidaklah sebanding dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan.
3. Penelitian bersifat merusak : apabila yang diteliti adalah obyek penelitian yang mudah rusak.
4. Obyek penelitian yang homogin : karena karakteristik dari populasi jelas akan sama.

8.2. Teknik Sampling


Teknik sampling adalah merupakan teknik (cara) pengambilan sampel yang dilakukan oleh
seorang peneliti, pada dasarnya teknik sampling ini dikelompokkan menjadi dua yaitu :
- Probability sampling
misalnya :
1. Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling).
2. Sampling Acak Strata Proporsional (Proportionate Stratified Random Sampling).
3. Sampilng Acak Strata tak Proporsional (Disproporsionate Stratified Random Sampling.)
4. Sampling Area (Cluster Sampling).
- Non-Probability sampling
1. Sampling Sistematis (Systematic Sampling)
2. Sampling Kuota (Quota Sampling)
3. Sampling Aksidental (Accidental Sampling)
4. Sampling Purposif (Purposely Sampling)
Uraian dari teknik sampling diatas adalah sebagai berikut :
a. Probability sampling
Probability Sampling yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang sama terhadap
anggota (subyek) populasi untuk dipilih sebagai sampel.

1. Sampling Acak Sederhana


(Simple Random Sampling)
Sampling random (acak) dilakukan terhadap populasi yang bersifat homogin, penggunaan cara
ini memungkinkan peneliti mengambil sampel secara obyektif karena setiap anggota populasi
mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Contoh : menggunakan cara undian, dilakukan dengan jalan memberikan nomor pada setiap
anggota populasi, lalu membuat nomor pada kertas kecil. Setelah itu dilakukan
pengundian satu persatu hingga mencapai sejumlah sampel yang diinginkan.
51
2. Sampling Acak Strata Proporsional
(Proportionate Stratified Random Sampling)

Cara strata digunakan untuk populasi yang berkelompok (memiliki stratum), dengan tujuan
agar anggota populasi terpilih secara acak dan setiap kelompok yang ada pada populasi dapat
terwakili.
Contoh : Misalkan akan meneliti penguasaan siswa terhadap mata pelajaran matematika,
penelitian dilakukan terhadap 30.000 siswa. Siswa tersebut terdiri dari 15.000 siswa SD, 10.000
siswa SMP dan 5.000 siswa SMU. Sedangkan sampel yang dibutuhkan sebanyak 600 siswa.
Maka ratio antara banyak sampel dan banyak populasi adalah 1/50.
a. Banyak sampel siswa SD diambil sebanyak = (1/50) x 15.000 = 300 siswa
b. Banyak sampel siswa SMP diambil sebanyak = (1/50) x 10.000 = 200 siswa
b. Banyak sampel siswa SMU diambil sebanyak = (1/50) x 5.000 = 100 siswa.

3. Sampilng Acak Strata tak Proporsional


(Disproporsionate Stratified Random Sampling)

Cara ini dilakukan untuk pengambilan sampel, apabila populasi berstrata tetapi tidak
proporsional. Misalnya suatu perusahaan mempunyai pegawai sebagai berikut: 3 orang lulusan
S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1, 800 orang lulusan SMA, 700 orang lulusan SMP .
Dari kondisi yang demikian itu maka lulusan S3 maupun S2 diambil semuanya sebagai sampel
karena jumlah kedua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok lulusan SMA
maupun SMP.
4. Sampling Area (Cluster Sampling)
Cara ini digunakan untuk menentukan sampel bila obyek/subyek yang akan diteliti atau
sumber datanya sangat luas, misalnya penduduk suatu negara, propinsi atau kabupaten.
Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan
sampelnya berdasarakan pada daerah populasi yang ditetapkan.
Misalnya suatu penelitian dilakukan dengan menggunakan populasinya adalah penduduk
negara Indonesia. Maka perlu diingat bahwa Indonesia mempunyai 32 propinsi, dan misalnya
sampel yang akan diambil adalah dari 10 propinsi, pengambilan dari 10 propinsi itu dilakukan
secara random (acak). Sedangkan kita tahu bahwa propinsi-propinsi di negara kita itu berstrata
maka pengambilan sampelnya harus dilakukan dengan Sampling Acak Strata Proporsional yang
telah dibahas terdahulu.
Cara pengambilan sampel secara sampling Area ini pada intinya adalah melalui dua tahap yaitu
tahap pertama menentukan daerah (area) dan tahap berikutnya baru menentukan subyek
(anggota sampel) yang diinginkan.
52
b. Non-Probability sampling : adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan yang
sama untuk setiap anggota (subyek) populasi untuk dipilih menjadi sampel.

1. Sampling Sistematis (Systematic Sampling)


Cara sistematik hampir sama dengan cara random, namun dilakukan dengan lebih sistematis,
yaitu dengan mengikuti suatu pola tertentu dari nomor anggota populasi yang dipilih secara
random, berdasarkan pada jumlah sampel yang diiinginkan.
Contoh : Misalkan dikehendaki sebuah sampel berukuran 60 dari populasi yang berukuran
600. Maka setiap anggota dari populasi diberi nomor dari 001 sampai 600. Jumlah
populasi tersebut dibagi menjadi 60 kelompok (subpopulasi), sehingga diperoleh
setiap kelompoknya terdiri dari 10 subyek.
Subpopulasi pertama terdiri dari nomor 001 sampai 010, dan subpopulasi kedua
berisi subyek bernomor 011 sampai 020 dan seterusnya.
Sehingga demikian setiap kelompok(subpopulasi) diwakili oleh 1 subyek yang
diambil dengan cara random.
2. Sampling Kuota (Quota Sampling)
Cara kuota atau jatah adalah didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel secara kuota adalah
dengan menetapkan jumlah sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan banyaknya jatah
yang akan diberikan. Dengan demikian banyaknya jatah itulah yang dijadikan dasar untuk
pengambilan sampel yang diperlukan.
3. Sampling Aksidental (Accidental Sampling)
Sampling Aksidental adalah cara penentuan sampel berdasarkan “secara kebetulan”, artinya
siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sebagai sampel.
Tentu saja apabila subyek yang ditemui tersebut dipandang sesuai sebagai sumber data
yang diperlukan.
4. Sampling Purposif (Purposely Sampling)
Sampling purposif adalah cara penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yang diambil oleh peneliti. Pengambilan sampel dengan cara ini hasilnya akan
baik apabila dilakukan oleh orang yang ahli, yang mengerti benar mengenai karakter
populasinya. Oleh karena itu cara sampling purposif ini akan lebih cocok untuk penelitian
yang bersifat studi kasus, karena banyak aspek dari kasus tunggal yang representatif yang
akan diamati dan dianalisa.
53
BAB IX
HIPOTESIS

Hipotesis : adalah jawaban sementara yang sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang
telah disusun dalam suatu penelitian.
Hipotesis berasal dari dua kata yaitu “ hypo” yang berarti dibawah dan “thesa” yang berarti
kebenaran. Dengan demikian jika seorang peneliti telah mendalami permasalahan dalam
penelitiannya dengan benar, maka harus membuat teori sementara yang kebenarannya masih
perlu diuji. Selanjutnya peneliti tadi bekerja atas dasar hipotesis iyang telah ditentukan.
Ada dua jenis Hipotesis yaitu :
1. Hipotesis Nol (Ho) : yaitu suatu pernyataan tentang tidak adanya perbedaan.
Hipotesis nol sering disebut dengan hipotesis statistik, karena biasanya digunakan dalam
penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik.
2. Hipotesis Alternatif : adalah hipotesis lawan dari pada hipotesis nol tadi, disebut juga
dengan hipotesis kerja atau hipotesis penelitian.
Apabila dalam perhitungannya Ho ditolak maka Ha inilah yang diterima.

Selanjutnya, hipotesis alternatif tadi masing-masing dibagi menjadi hipotesis terarah dan tidak
terarah.
Berikut ini diberikan contoh-contoh dan hipotesis alternatif yang terarah dan tidak terarah.
a. Hipotesis Alternatif terarah :
- Prestasi belajar matematika siswa sekolah lanjutan yang membahas soal-soal formatif
dirumah lebih baik daripada yang membahas disekolah.
b. Hipotesis Alternatif tidak terarah :
- Terdapat perbedaan prestasi belajar matematka siswa sekolah lanjutan yang membahas
soal-soal formatif dirumah dengan yang membahasnya disekolah.

Rumusan hipotesis yang terarah maupun yang tidak terarah adalah untuk mendukung
penggunaan teknik statistik yang tepat dalam menguji hipotesis sebagai penarikan kesimpulan.
Ada kalanya dalam merumuskan hipotesis itu benar tetapi setelah datanya dikumpulkan dan
diolah ternyata hipotesis itu ditolak. Dalam hal ini bukan hipotesisnya yang salah tetapi mungkin
salah dalam perhitungan atau mungkin faktor instrumen, atau variabel lain yang tidak terkontrol.
Bisa juga peneliti salah dalam menuliskan hipotesisnya dan setelah diuji diperoleh kesimpulan
bahwa hipotesis tersebut salah. Sebagai contoh misalkan seorang peneliti menuliskan
hipotesisnya adalah seperti berikut: “ Latihan soal tidak mempengaruhi prestasi siswa”.
Pernyataan tersebut tampak bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya, dan dapat
54
dikatakan bahwa hipotesis tersebut salah. Tetapi setelah data dikumpulkan dan dilakukan
penganalisisan datanya, ternyata diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis tersebut dapat dibuktikan
keberlakuannya. Sehingga peneliti tersebut mengambil kesimpulan bahwa tidak perlu berlatih
menyelesaikan soal untuk berprestasi dalam matematika. Tentu saja penafsiran ini sangat keliru.
Jadi kesalahannya terletak pada perumusan hipotesisnya.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika melakukan penarikan kesimpulan dalam merumuskan
hipotesis adalah seperti berikut ini :
Keadaan yang sebenarnya
Keputusan
benar salah
Terima Hipotesis Tidak membuat kesalahan Kesalahan tipe II
Tolak hipotesis Kesalahan tipe I Tidak membuat kesalahan
a. Kesalahan tipe I : adalah menolak hipotesis yang seharusnya diterima
b. Kesalahan tipe II : adalah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.
Oleh karena kesalahan itu bisa terjadi pada setiap saat setelah dilakukan pengujian,
sedangkan penelitian tetap harus berjalan maka kedua tipe kesalahan tersebut dinyatakan
sebagai peluang (probality). Peluang terjadinya kesalahan tipe I disebut sebagai  dan peluang
terjadinya kesalahan tipe II disebut dengan .

9.1.Taraf Signifikansi dan Taraf Keyakinan


Apabila kedua kesalahan tersebut dinyatakan dalam bentuk probabilitas, maka pengertiannya
adalah sebagai berikut :
1.Kesalahan tipe I disebut kesalahan  yang dalam penggunaannya disebut sebagai taraf
signifikansi (taraf nyata/ taraf keberartian). Sedangkan 1-  disebut dengan taraf keyakinan
Karena taraf keberartian ditentukan oleh peluang yang diambilnya. Semakin kecil tingkat
peluang kemelesetannya, maka semakin besar tingkat keberartiannya.
Misalkan dalam suatu penelitian seorang peneliti menentukan harga  = 0,01 hal ini akan
sangat berarti bila dibandingkan dengan  = 0,05 Karena  = 0,01 berarti dalam 100 kali
percobaan hanya 1 kali terjadi kemelesetan, sedangkan untuk  = 0,05 berarti dalam 100 kali
percobaan 5 kali mengalami kemelesetan.
2. Kesalahan tipe II disebut kesalahan . Dalam penggunaannya disebut dengan ciri operasi
(C.O). 1- disebut kuasa pengujian.
55
9.2. Derajad Kebebasan
Derajad kebebasan adalah tingkat kebebasan untuk bervariasi sehingga tidak terjadi
kekeliruan dalam penafsiran. Derajad kebebasan ini sebagai patokan dalam membaca tabel
statistik berkaitan dengan batas ratio penolakan (kritis), yaitu batas saat suatu hasil perhitungan
statistik disebut signifikan. Rumus dari pada derajad kebebasan ini tergantung pada statistik yang
akan digunakan.

5.4. MACAM-MACAM HIPOTESIS


1. Hipotesis Deskriptif : adalah merupakan dugaan terhadap nilai satu variabel dalam satu
sampel, walaupun didalamnya bisa terdapat beberapa katagori.
Contoh :
Ho : Kecenderungan calon mahasiwa memilih jurusan matematika.
Ha : Kecenderungan calon mahasiwa memilih jurusan bukan matematika.

2. Hipotesis Komparatif : adalah merupakan dugaan terhadap perbandingan nilai dari


dua sampel atau lebih.
Macam-macam komparasi, misalnya :
a. Komparasi berpasangan dalam dua sampel atau lebih.
b. Komparasi independen dalam dua sampel atau lebih.
Contoh :
a. Komparasi berpasangan dalam dua sampel atau lebih
Ho : Tidak tedapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan menggunakan metode belajar X.
Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran
dengan menggunakan metode belajar X.

b. Komparasi independen dalam dua sampel atau lebih.


Ho : Tidak tedapat perbedaan antara karyawan, dosen dan mahasiswa dalam
memilih jenis olah raga.
Ha : Terdapat perbedaan antara karyawan, dosen dan mahasiswa dalam memilih
jenis olah raga.
56
3. Hipotesis Assosiatif : Hipotesis assosiatif merupakan dugaan terhadap hubungan antara dua
variabel atau lebih.
Ho : Tidak tedapat hubungan antara jenis profesi dengan jenis olah raga yang
disenangi.
Ha : Terdapat hubungan antara jenis profesi dengan jenis olah raga yang
disenangi.

9.2. Pengujian Hipotesis


1. Uji dua pihak
Pengujian ini dilakukan jika hipotesis alternatifnya (Ha) menggunakan pernyataan yang “tidak
sama” ,
Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho jika hasil perhitungan statistik yang diperoleh
nilainya adalah sama atau berada diantara kedua ujung nilai kritisnya (K) pada derajad
kebebasan (db) dan taraf signifikansi tertentu

Daerah penolakan Ho daerah penolakan Ho


Daerah Penerimaan Ho

-K K
Luas daerah penolakan = ½ 
Contoh : a : Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa anatara siswa yang tempat
tinggalnya jauh dengan siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan sekolah .
57
2. Uji satu pihak (pihak Kanan)
Pengujian ini dilakukan jika hipotesis alternatifnya (Ha) menggunakan pernyataan “ lebih
besar ”
Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho jika hasil perhitungan statistik yang diperoleh nilainya
lebih kecil atau sama dengan nilai kritisnya (K) pada derajad kebebasan (db) dan taraf
signifikansi tertentu ()
daerah penolakan

Daerah penerimaan

K
Luas daerah penolakan = 
Contoh : Ha : Nilai rata-rata Matematika dari kelompok A lebih besar dari pada nilai
rata-rata Matematika kelompok B.

3. Uji satu pihak (pihak Kiri)


Pengujian dilakukan jika hipotesis alternatifnya (Ha) menggunakan pernyataan “Kurang dari ”
Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho jika hasil perhitungan yang diperoleh nilainya sama
atau lebih besar dari nilai kritisnya (-K) pada derajad kebebasan (db) dan taraf signifikansi
tertentu ()

daerah penolakan

Daerah penerimaan

-K Luas daerah penolakan = 

Contoh : Ha : Nilai rata-rata Matematika dari kelompok A lebih kecil dari pada nilai
rata-rata Matematika kelompok B.
58
BAB X
UJI SATU SAMPEL
( UNI VARIAT)

10.1. Uji Diskriptif Satu Sampel

Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel yaitu dapat menggunakan uji t dan uji z. Uji
Z dilakukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian satu perlakuan apabila simpangan baku
populasinya diketahui, bila simpangan baku populasi tidak diketahui maka dapat digunakan uji t.

A. UJI t
Langkah dalam melaksanakan pengujiannya adalah :
1. Menentukan sampel yang representatif
2. Merumuskan Hipotesis yang akan diuji
3. Menghitung rata-rata
4. menghitung simpangan baku
5. Menghitung harga t (t hitung)
rumus yang digunakan untuk menentukan t hitung adalah :

x − o
t=
s
n

Dimana :
t = nilai t yang dihitung,selanjutnya disebut t hitung
x = rata-rata x
o = nilai yang dihipotesiskan
s = simpangan baku
n = jumlah anggota sampel

6. Melihat harga t tabel untuk dibandingkan dengan t hitung sesuaikan dengan hipootesis
yang diberikan untuk menguji hipotersisnya.
7. Membuat keputusan pengujian hipotesis
59
a. Uji Dua pihak (two tails test)
Untuk menguji hipotesis yang menggunakan uji dua pihak ini, apabila hipotesis alternatif (Ha)
nya berbunyi : “tidak sama dengan, berbeda dsbnya”.
Kriteria pengujiannya yaitu apabila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho atau terletak
diantara harga t tabel, maka t Ho diterima dan Ha ditolak dengan db=n-1.

Daerah penolakan daerah penolakan

Daerah penerimaan

K K
Luas daerah penolakan = ½ 

Contoh :
1. Perusahaan lampu pijar X mempromosikan bahwa lampu buatan dari perusahaannya bisa
tahan pakai sekitar 800 jam. Akhir-akhir ini timbul dugaan bahwa lampu yang diproduksi
masa pakainya sudah berubah. Untuk itu dilakukan penelitian dengan menguji 50 buah lampu
sebagai sampelnya. Ternyata rata-rata masa pakainya hanya 792 jam. Diketahui pula bahwa
Simpangan baku masa hidup lampu adalah 55 jam. Selidiki apakah kualitas lampu tersebut
sudah berubah atau belum, dengan mengambi  = 0,05.

Penyelesaian :
Daerah penolakan daerah penolakan
Daerah penerimaan

-2,01 2,01
Ho :  = 800 jam, masa pakai lampu 800 jam
Ha :   800 jam, masa pakai lampu telah berubah tidak 800 jam lagi

x = 792
s = 55
n = 50
60
Setelah digunakan rumus diatas, maka diperoleh t hitung :
792 − 800
t= = -1,029
55
50
Untuk melihat t tabel, karena db = 50-1= 49 tidak ada pada tabel didapat dengan cara
interpolasi yaitu :

t (0,975)(40) = 2,02
9
t (0,975) (49) = 2,02 – (0,020)
20
t ( 0,975)(60)= 2,00 = 2,02 – 0,009 = 2,01

dengan demikian t hitung terletak diantara t tabel , maka Ho diterima


Kesimpulan : masa pakai lampu adalah 800 jam. (kualitas lampu belum berubah)

a. Uji Satu pihak (one tail test)


1. Uji pihak kanan
Untuk menguji hipotesis yang menggunakan uji satu pihak (pihak kanan), yaitu apabila
hipotesis alternatif (Ha) nya berbunyi : “lebih besar, lebih dari ”.
Kriteria pengujiannya yaitu terima Ho apabila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho
atau t hitung lebih kecil atau sama harga t tabel (K) , jika Ho diterima maka Ha ditolak dengan
db=n-1.
Daerah penolakan
Daerah penerimaan

k
Luas daerah penolakan =  K
61
Contoh :
2. Seorang peternak ayam mengatakan bahwa dengan menyuntikkan semacam hormon tertentu
kepada seekor ayam maka akan menambah berat telurnya rata-rata 4,5 gram. Untuk meneliti
kebenaran atas perkataan peternak tersebut maka dilakukan penelitian dengan mengambil
sampel secara acak sebanyak 31 butir dari ayam yang telah diberi suntikan. Ternyata setelah
ditimbang beratnya rata-rata 4,9 gram dengan simpangan baku 0,8 gram. Apabila ditetapkan
 = 0,05, selidiki apakah cukup beralasan perkataan dari peternak tersebut ?

penyelesaian :

Daerah penolakan
Daerah penerimaan

1,70
Luas daerah penolakan = 

Ho :  = 4,5 gram , ayam disuntik dengan yang tidak disuntik tidak bertambah 4,5 gram.
Ha :  > 4,5 gram, suntikan hormon berakibat berat telur lebih besar dari 4,5 gram.
x = 4,9
s = 0,8
n = 31

Setelah digunakan rumus diatas, maka diperoleh t hitung :


4,9 − 4,5
t= = 2,86
0,8
31
db =31-1=30 ;  = 0,05 maka t tabel = 1,70
Dengan demikian t hitung > t tabel maka Ho ditolak

Kesimpulan : suntikan hormon berakibat berat telur lebih besar dari 4,5 gram.
62
1. Uji pihak Kiri
Untuk menguji hipotesis yang menggunakan uji satu pihak kiri, yaitu apabila hipotesis
alternatif (Ha) nya berbunyi : “lebih kecil, kurang dari ”.
Kriteria pengujiannya yaitu terima Ho apabila t hitung berada pada daerah penerimaan Ho
atau t hitung lebih besar atau sama dengan harga t tabel (K) , jika Ho diterima maka Ha
ditolak dengan db=n-1.

Daerah penolakan

Daerah penerimaan

k
Luas daerah penolakan = 

Contoh :
Banyak masyarakat yang mengeluh dan mengatakan bahwa berat bersih dari susu kaleng
merek A tidak sesuai lagi dengan yang tertera pada label yang sebesar 5 kg. Akhirnya pihak
lembaga konsumen mengadakan penelitian, diambil secara acak sebanyak 23 kaleng susu
sebagai sampel. Dari 23 kaleng susu tersebut berat rata-ratanya 4,9 kg dan simpangan
bakunya 0,2 kg. Dengan mengambil =0,05 bagaimanakah apakah benar keluhan masyarakat
tersebut ?

Daerah penolakan
Daerah penerimaan

1,72
Luas daerah penolakan = 

Ho :  = 5 kg , berat bersih setiap kaleng susu adalah 5 kg.


Ha :  < 5 kg, berat besih setiap kaleng susu kurang dari 5 kg .
x = 4,9
s = 0,2
n = 23
63
Setelah digunakan rumus diatas, maka diperoleh t hitung :

4,9 − 5
t= = -2,380
0,2
23
db =23-1=22 ;  = 0,05 maka t tabel = -1,72
Dengan demikian t hitung < t tabel maka Ho ditolak

Kesimpulan : berat bersih setiap kaleng susu telah kurang dari 5 Kg.
Dengan kata lain keluhan masyarakat tentang berat bersih setiap kaleng susu
berkurang adalah benar adanya.

B. Uji Z (uji Proporsional)


Uji Z dapat digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian satu perlakuan yang
menggunakan prosentase.
Langkah-langkah seperti pada uji t yaitu :
1. Menentukan sampel yang representatif
2. Merumuskan Hipotesis yang akan diuji
3. Menguji Normalitas sebaran data
4. Menghitung rata-rata
5. Menghitung simpangan baku
6. Menghitung harga Z (Z hitung), dengan rumus :

x
−p
Z= n
p(1 − p)
n

X = banyak data yang termasuk katagori hipotesis


N = banyak data
P = proporsi pada hipotesis

7. Menguji Hipotesis
8. Memberikan kesimpulan
64
Contoh :
Misalkan data berikut ini adalah data tentang skor siswa dalam menyelesaikan ujian matematika
disuatu sekolah menengah,
30 40 60 50 60 70 50 50 40 50
40 70 60 70 60 70 50 60 80 50
70 60 40 50 30 50 50 50 60 60
50 70 60 70 70 50 70 60 60 50

Ho : Pelajaran matematika di SMA belum dipahami dengan baik.


Ha : Pelajaran matematika di SMA dapat dipahami dengan baik.

Kriteria hipotesis : jika banyak siswa yang memiliki nilai 60 keatas adalah :

0% - 33 % Kurang dipahami
34% - 67 % Cukup dipahami
68 % - 100% Dipahami dengan baik
Dari data diatas dapat ditentukan bahwa siswa yang memiliki nilai  60 ada sebanyak 21 siswa
atau hanya 52 % (kurang dari 68% )
Oleh karena itu akan diuji apakah prosentase diatas masih cukup berarti (signifikan) atau dengan
kata lain apakah hipotesis diatas diterima atau ditolak?.
Langkah selanjutnya adalah :

1.Tes Normalitas sebaran datanya (misalkan setelah diuji sebaran datanya adalah normal)
x
− p
2. Perhitungan Z : Z= n
p (1 − p )
n
x = 21
p = 68% =0,68
n = 40
21
maka Zhitung = − (0,68)
40
0,68(0,32 )
40
0,525 − 0,68
=
0, 22
40
− 0,155
=
0,005
− 0,155
= = -2,09
0,074
Untuk  = 0,01 maka Z tabel = 2,58
Dengan demikian -Z ½(1-)< Zhitung < Z ½ (1-) , maka Hipotesis nol diterima

Kesimpulannya : pelajaran matematika belum dapat dipahami dengan baik.


65
ANALISIS KOMPARASIONAL BIVARIAT

11. Analisis Komparasional Bivariat


Analisis komparasional bivariat digunakan untuk menguji tentang ada atau tidaknya
perbedaan antara variabel yang sedang diteliti.
Sehingga diperoleh kesimpulan apakah perbedaan ini cukup signifikan.
Langkah untuk melakukan pengujian hipotesisnya adalah :

1. Menentukan Hipotesis
2. Menentukan sampel yang representatif
3. Mengusahakan beberapa hal dari kedua kelompok yang akan dibandingkan
agar relatif sama.

4. Mengetes normalitas dari distribusi masing-masing kelompok

5. Jika ternyata keduanya berdistribusi normal, dilanjutkan dengan tes


homogenitas

6. Jika kedua variansinya homogen dilanjutkan dengan tes t

7. Jika salah satu atau dua distribusi tersebut tidak normal, maka digunakan
statistik Non-Parametrik, yaitu : Mann Whitney, Wilcoxon tergantung pada
sampelnya.

8.Jika kedua distribusi tersebut Normal, tetapi tidak homogin maka dilanjutkan
dengan tes t’

Contoh :
Seorang peneliti akan mencoba membandingkan dua metoda mengajar A dengan metode
mengajar B. Untuk keperluan itu ia membentuk dua kelompok sampel, dimana satu kelompok
sebagai kelas eksperiman dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut dibuat
sedemikian rupa hingga mempunyai kondisi yang sama, kelas eksperimen diberi metode
mengajar A dengan siswa sebanyak 32 dan kelas kontrol diberi metode mengajar B dengan siswa
sebanyak 34 siswa, akan dibandingkan metode mana yang lebih baik ?

Penyelesaian :
1. Hipotesis yang diajukan :
Ho : tidak tedapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
Ha : tedapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.

2. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh bahwa


a. Rata-rata kelas Eksperimen = 61,82
Variansi = 16,512
b. Rata-rata kelas Kontrol = 62,61
Variansi = 15,562
66

3. Dimisalkan dari hasil uji Normalitas kelas Kontrol dan maupun kelas Eksperimen
berdistribusi normal
(untuk uji normalitas dilakukan seperti pada bab terdahulu)

4. Tes Homogenitas Dua Varians

a. Mencari Nilai F Hitung

Vb = variansi besar
Vb Vk = variansi kecil
F=
Vk

(16,51) 2
Maka : F= = 1,12
(15,56) 2

b. Mencari F tabel

dk1 = n1-1
dk2 = n2-1

db1 = derajad kebebasan pembilang


db2 = derajad kebebasan penyebut
db1 = 32-1 = 31
db2 = 34-1 = 33

maka yang akan dicari adalah F ( 3133 )


karena dalam tabel tidak ada maka dicari dengan interpolasi :

F ( 3032 ) = 2,34
F ( 3033 ) = 2,34 –1/2 (0,04)
F ( 3034 ) = 2,30 = 2,34 – 0,02 = 2,32

F ( 4032 )= 2,25
F ( 4033 ) = 2,25 –1/2 (0,04)
F ( 4034 ) = 2,21 = 2,25 – 0,02 = 2,23

F ( 3033) = 2,32
F ( 3133 ) = 2,32 –1/10 (0,09)
F ( 4033 ) = 2,23 = 2,32 – 0,009 = 2,31
67

Penentuan Homogenitas :

Jika F hitung  F tabel : Kedua variansi Homogen


Jika F hitung  F tabel : Kedua variansi Tidak Homogen

Dalam persoalan ini :


F hitung = 1,12
Kedua variansi Homogen
F tabel = 2,31

5. Uji Hipotesis

a. Menentukan t tabel
- derajad kebebasan t ,

db = n1+n2 - 2

db = 32 +34 –2 =64

- t (1- 1/2  ) = t 0,99 (64) =?

t (60) = 2.39
t (64) = 2,39 – 4/60 (0,03 )≥
t (120) = 2,36 = 2,39 – 0,002 =2,38

b. mencari deviasi standard gabungan

(n1 − 1)V 1 + (n2 − 1)V 2


dsg =
n1 + n2 − k

maka :
(32 − 1)(16,51) 2 + (34 − 1)(15,56) 2
dsg =
32 + 34 − 2

= 16,03
68

c. menentukan t hitung

x1 − x 2
t = 1 1
dsg +
n1 n 2

61,82 − 62,61 − 0,79


thitung = = = -0,20
1 1 3,92
(16,03) +
32 34

Daerah penolakan Ho daerah penolakan Ho

Daerah penerimaan Ho

K = -2,38 - 0,20 K=2,38

thitung ada dalam daerah penerimaan Ho,


maka dengan demikian Ho diterima

Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
69
11.2. Uji t’

Uji t’ ini digunakan apabila kedua sampel yang akan dibandingkan tersebut berdistribusi
normal, tetapi kedua variansinya tidak homogin.
Untuk menentukan haraga t’ , digunakan rumus :

x1 − x2
t’ = v1 v2
+
n1 n2

Dimana : x1 , x2 = rata-rata masing-masing kelompok sampel


V1 , V2 = variansi masing-masing kelompok sampel
n1 , n2 = banyak sampel masing-masing kelompok

w1t1 + w2t 2
menghitung nilai kritisnya nk = 
w1 + w2

v1 v2
dengan : w1= ; w2=
n1 n2

t1=t(1- ½  )(n1-1)
t2=t(1- ½  )(n2-1)

Contoh :

Seorang peneliti akan mencoba membandingkan dua metoda mengajar A dengan metode
mengajar B. Untuk keperluan itu ia membentuk dua kelompok sampel, dimana satu kelompok
sebagai kelas eksperiman dan kelas yang lain sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut dibuat
sedemikian rupa hingga mempunyai kondisi yang sama, kelas eksperimen diberi metode
mengajar A dengan siswa sebanyak 30, rata-rata kelas A=105,35 ,variansinya =25,542 dan
kelas kontrol diberi metode mengajar B dengan siswa sebanyak 27 siswa, rata kelas B =84,31 ,
variansinya = 16,48.2 Kedua metode mengajar tersebut akan dibandingkan metode manakah
yang lebih baik ? ambil  =0,05

Penyelesaian :

1 Hipotesis yang diajukan :


Ho : tidak tedapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
Ha : terdapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B.
70
2. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh bahwa
a. Rata-rata kelas Eksperimen = 105,35
Variansi = 25,542

b. Rata-rata kelas Kontrol = 84,31


Variansi = 16,48 2

. Mencari Nilai F Hitung

Vb = variansi besar
Vb Vk = variansi kecil
F=
Vk

(25,54) 2
Maka : F= = 2,40
(16,48) 2

b. Mencari F tabel
Nilai F tabel telah dihitung pada pembahasan terdahulu yaiitu F(30/27) = 1,88

Dengan demikian F hitung = 2,40


F hitung ≥ F tabel maka kedua variansinya
F tabel = 1,88 tidak homogin

3. Karena kedua variansinya tidak homogin maka langkah selanjutnya adalah menentukan t’
hitung, yaitu :

x1 − x2
t‘ = v1 v2
+
n1 n2

105,35 − 84,31
=
25,54 2 16,48 2
+
32 34

= 3.69
71

w1t1 + w2t 2
menghitung nilai kritisnya nk = 
w1 + w2

25,54 2 16,48 2
dengan : w1= =21,74 ; w2= =10,06
30 27

t1=t(1- ½  )(n1-1) =2,04


t2=t(1- ½  )(n2-1) =2,05

(21,74)(2,04) + (10,06)(2,05)
maka nk =  = 2,04
21,74 + 10,06

penolakan Ho daerah penolakan Ho

Daerah penerimaan Ho

K = -2,04 K=2,04

thitung ada diluar daerah penerimaan Ho,


maka dengan demikian Ho ditolak, maka

kesimpulannya : terdapat perbedaan yang signifikan antara metode A dengan metode B .


72
BAB XII
ANALISIS MULTIVARIAT

Dalam suatu kegiatan penelitian seorang peneliti tidaklah selalu membandingkan antara dua
varibel saja, tetapi bisa juga melibatkan lebih dari dua variable.
Analisis yang akan dibahas berikut ini adalah untuk membandingkan anatara 3 variabel atau
lebih. Teknis analisis untuk 3 variabel atau lebih ini dinamakan : teknik Analisis Multivariat.

Langkah-langkah dalam Teknis Analisis Multivariat adalah sebagai berikut :


1. Menentukan Hipotesis
2. Menentukan sampel yang representatif
3. Tes Homogenitas Variansinya (Untuk menentukan tes homogenitas digunakan
tes BARLETT

4. Apabila variansinya Homogin, selanjutnya dilakukan dengan analisis variansi


(Anava) satu faktor

5. Apabila variansinya tidak homogin maka langkah pengujiannya adalah seperti


pada analisis Bivariat yaitu diuji sepasang-sepasang.

contoh :

1. Misalkan seorang peneliti akan menguji 4 macam makanan ternak (A1,A2,A3,A4). Untuk
mengetahui makanan ternak mana yang lebih baik jika makanan ternak tersebut diberikan
pada ternak tertentu. Sebagai sampel diambil ternak sebanyak 10 (n=10 untuk setiap
kelompok) , maka dibutuhkan ternak sebanyak 40 ekor ternak. Dari keempat kelompok
tersebut segala sesuatunya diusahakan sama.
Setelah dalam jangka waktu tertentu, ternak tersebut ditimbang (untuk mengetahui berat
badannya) dan hasilnya adalah sebagai berikut :

TERNAK BERAT TERNAK


A1 9 8 7 5 6 8 8 7 9 8
A2 7 5 6 7 5 7 7 8 6 7
A3 4 6 5 5 7 6 6 6 4 6
A4 5 3 6 4 5 4 5 6 4 3

Ho : tidak terdapat perbedaan kualitas dari keempat makanan ternak tersebut


Ha : terdapat perbedaan yang signifikan antara keempat makanan ternak tersebut
 = 0,01

A.TES HOMOGENITAS
(Untuk menentukan tes homogenitas digunakan tes BARLETT)

1.Variansi dan Rata-rata


V1=1,61 X1=7,5
V2=0,94 X2=6,5
V3=0,94 X3=5,5
V4=1,17 X4 =4,5
73
2. Menghitung variansi Gabungan

Vg=
 (n i − 1)Vi
(n1 + n 2 + n3 .... + n k ) − k

k= banyak variansi yang digabungkan


maka :

9  (1,61) + 9  (0,94) + 9  (0,94) + 9  (1,17) 41,94


Vg = = = 1,165
10 + 10 + 10 + 10 − 4 36

Langkah selanjutnya adalah untuk melihat homogenitas Variansnya dengan menggunakan uji
 , rumusnya adalah :
2
 2 hitung = 2,3026 {B-  (n i − 1) LogVi }, B = nilai Barllet

catatan :

● Jika  2 hitung  2 tabel = maka keempat varians homogen


● jika  2 hitung  2 tabel = perlu diberikan angka koreksi

1 2
dengan rumus :  k2 =  hitung
K
 k2 = adalah hasil yang telah dikoreksi
k = faktor koreksi

dimana :

  
k=1+
1

1
−
1 

3(k − 1) 
   (ni − 1) 
n1 − 1  

3.Menghitung Nilai B (Barlett)

B = ( log Vg )  (n − 1) i

maka :

B = log 1,165 (36)


= 2,388
74
4.Menghitung Nilai  2

 2 hitung = 2,3026B −  (ni − 1) LogVi 

 (n i − 1) log Vi = 9.(Log 1,61) +9.(log 0,94) + 9.(Log 0,94)+9.(log 1.17) =


= 1, 9899

maka : 2 hitung = 2,3026 { 2,388-1,9899}


= 2,3026 (0,3981}
= 0,9167

5.Mencari Nilai  2 tabel


 2 0,99( k −1) =  2 0,99(3) = 11,3 , dimana k = banyak perlakuan

6.Menentukan Homogenitas Varians

dari hasil perhitungan ternyata  2 hitung  2 tabel maka keempat variansnya


homogen.

contoh untuk penggunaan faktor koreksi:

Misalkan  hitung
2
= 11,5 karena lebih besar daripada  2 tabel maka perlu diberikan angka
koreksi, sehingga perhitungannya adalah sebagai berikut :

1   1  1 

k = 1+  −

 n1 − 1   (ni − 1) 
3(k − 1)  

1 1 1 1 1  1 
=1+  + + + − 
3(4 − 1)  9 9 9 9  9 + 9 + 9 + 9 
1 4 1 
=1+  − 
9  9 36 
5 113
= 1+ =
108 108
maka nilai  2 hitung setelah diberikan angka koreksi menjadi :

 hitung
2
=
108
(11,5) = 11,0 hasil nya adalah :  2 hitung  2 tabel
113
● jika setelah dikoreksi ternyata  2 hitung  2 tabel maka variansinya tidak homogen
75
B. ANALISIS VARIANS SATU FAKTOR

1.Tabel Statistik

STATISTIK A1 A2 A3 A4 TOTAL
n 10 10 10 10 40

x 75 65 55 45 240

x 2
577 431 311 213 1532

x 7,5 6,5 5,5 4,5

2.Perhitungan

a. Menghitung Jumlah Kuadrat Total

( XT ) 2
JKT = X 2
T −
nT

(240 ) 2
Maka : ● JKT = 1532 -
40
57600
= 1532- = 92
40

b.Menghitung Jumlah Kuadrat antar Kelompok

( Xi) 2 ( X T ) 2
JKA =  ni

nT

(75)2 (65)2 (55)2 (45)2 (240)2


Maka : ● JKA = + + + −
10 10 10 10 40

= 1490 – 1440 = 50
76

b. Menghitung Jumlah Kuadrat dalam Kelompok

JKd = JKT - JKA

maka :
● JKd = 92 – 50 = 42

d.Menghitung Derajad Kebebasan antar Kelompok

db A = a-1

a = banyak Kelompok

maka ● dbA = 4 -1 = 3

e. Menghitung Derajad Kebebasan dalam Kelompok

db d = n T-a

maka : ● dbd = 40 – 4 =36

f . Menghitung derajad Kebebasan Total

dbT = nT -1

maka : ● db T = 40 -1 = 39

g. Menghitung rata-rata Kuadrat antar Kelompok

Rk A = JkA : dbA

maka : ● Rk A = 50 : 3 = 16,67
77
h.Menghitung Rata-rata Kuadrat dalam Kelompok

RKd = JKd : dbd

maka : ● RKd = 42 : 36 = 1,17

i. Menghitung F

F = RK A : RKd

maka : ● F = 16,67 : 1,17 = 14,25

J. Menentukan F daftar

F  ( dbA│dbd) = F 0,01 (3│36)

maka : ● F daftar (3│36) = 4,38

k. Kesimpulan

● Jika F hitung  F tabel = maka Ho ditolak

● Jika F hitung < F tabel = maka Ho diterima

karena F hitung> Ftabel maka Ho ditolak

kesimpulan : dari keempat pupuk tersebut berbeda signifikan, pupuk yang terbaik adalah
pupuk yang mempunyai rata-rata terbesar

catatan : apabila pada  = 0,01 tidak berbeda maka uji pada  = 0,05
78
BAB XIII
ANALISIS KORELASI DAN REGRESI

1. Koefisien korelasi
Korelasi (r) adalah hubungan antara dua (atau lebih) variabel, misalnya sebuah penelitian
akan mengungkap hubungan antara nilai matematika (X) dengan nilai fisika (Y). Maka untuk
menyatakan kuat atau lemahnya hubungan antara variabel ini dapat diukur dengan koefisien
korelasi (angka korelasi). Selain itu koefisien korelasi juga memperlihatkan arah korelasi antara
variabel. Arah korelasi ada yang positif yaitu menunjukkan adanya korelasi sejajar yang searah.
Dengan demikian jika variabel X naik maka variabel Y akan naik juga, sebaliknya jika variabel X
turun maka varibel Y juga ikut turun. Ada pula arah korelasi yang yang negatif, yaitu
menunjukkan adanya korelasi sejajar, tetapi berlawanan arah (berkebalikan), jadi apabila varibel
X naik maka terjadi sebaliknya yaitu varibel Y malah menjadi turun.
Besarnya angka korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1, artinya suatu korelasi antara
varibel bernilai paling kecil nol dan paling besar 1. Apabila koefisien korelasi bernilai nol maka
dikatakan bahwa varibel tersebut tidak berkorelasi, dan apabila koefisien korelasi bernilai 1
berarti antara variabel tersebut berkorelasi sempurna. Suatu koefisien korelasi bisa bernilai
negatip (-), tanda negatip ini tidak memperlihatkan besarnya nilai korelasi tetapi untuk
menunjukkan arah dari korelasi tersebut.

2. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (KD) adalah kuadrat dari koefisien korelasi dikalikan dengan 100. Jadi
Koefisien Determinasi (KD) = r 2.100, koefisien determinasi mengandung arti bahwa besarnya
prosentase varibel yang satu ditentukan oleh variabel yang lain.
Misalnya diketahui bahwa koefisien korelasi antara varibel X dengan variabel Y besarnya adalah
r=0,7520 maka r2 = 0,5655. Dengan demikian dapat ditentukan besarnya Koefisien
Determinasi yaitu (KD) = 0,5655 X 100 = 56,55. Ini berarti 56,55 % varibel Y turut ditentukan
oleh variabel X dan sebesar 43,45% ditentukan oleh variabel lain.
79

3. Regresi Linier Sederhana


Arti dari koefisien korelasi yaitu untuk memperlihatkan arah dan kekuatan hubungan dari dua
variabel (atau lebih), sedangkan untuk mengetahui ketergantungan suatu varibel terhadap
variabel lain diperlukan suatu teknik analisis yaitu regresi linier sederhana.
Pada korelasi antara dua variabel misalkan varibel Y dan varibel X, hubungan antara koefisien
korelasi dan regresi linier dapat dijelaskan yaitu “semakin tinggi korelasi antara dua varibel, maka
semakin dekatlah kedudukan kedua varibel X dan varibel Y. Apabila koefisien korelasi bernilai =1,
maka kedudukan setiap nilai X dan nilai Y terletak pada satu garis linier”.
Analisis Regresi Linier Sederhana tidak hanya mengukur derajad keeratan hubungan antara
variabel tetapi juga menduga besarnya arah hubungan itu.
^
Bentuk Umum persamaan regresi adalah : Y = a + bX
Apabila korelasi antara variabel X dengan varibel Y dapat dijelaskan oleh suatu persamaan regresi
^
linier sederhana misalkan Y = 0,5 + 2X maka ini berarti: “setiap kali nilai X ditingkatkan sebesar
X=2 maka nilai variabel Y nilainya menjadi Y=4,5”.

B. CARA MENENTUKAN PERSAMAAAN REGRESI


Misalkan sebuah penelitian untuk mengatahui apakah terdapat hubungan antara variabel X
dengan variabel Y.
Dari hasil pengumpulan data diperoleh :
Tabel 6.1
Subyek X Y X2 Y2 XY
A1 80 90 6400 8100 7200
A2 60 80 3600 6400 4800
A3 70 70 4900 4900 4900
A4 50 60 3500 3500 3000
A5 60 50 3600 2500 3000
JUMLAH 320 350 21000 25500 22900
80
a. Menentukan Persamaan Regresi : Y= a + bx
( X 2 )( Y ) − ( X )( Y )
untuk menghitung : a =
n  X 2 − ( X ) 2

n( XY ) − ( X )( Y )
b=
n X 2 − ( X ) 2

X = variabel pertama
Y = variabel kedua
Dari tabel 6.1 diperoleh :
(21.000 )(350 ) − (320 )(22.900 )
a = = 8,46
5(21.000 ) − (320 ) 2
5(22.900 ) − (320 )(350 )
b= = 0,96
5(21.000 ) − (320 ) 2

Maka persamaan Regresi : Y = 8,46 + 0,96 X

c. Menguji Linieritas Regresi menggunakan tabel Anava


Sumber Varians Jumlah Kuadrat Rerata Kuadrat
(SV) db (JK) (RK)

Ketidak Cocokan (TC) dbTC JK TC RKTC


RKTC/RKKK
Kekeliruan (KK) dbKK JKKK RKKK

1.Jumlah kuadrat Regresi a (Jka)

( Y ) 2
JKa =
n

(350 ) 2
Maka : Jka = = 24.500
5
2. Jumlah Kuadrat Regresi b terhadap a (Jk b/a)

 ( X )(Y ) 
Jkb / a = b XY − 
 n 

(320)(350)
maka : Jk b/a = 0,96 { 22.900 - } = 480
5
81
3. Jumlah kuadrat Residu (Jk R)

JkR =  Y 2 − Jka − Jkb / a

maka : Jk R = 25.500 –24.500 –480 = 520

4. Jumlah kuadrat Kekeliruan (Jk KK)


Jk KK =   Y −
2
( Y) 
2

 ns = banyak nilai sama


 ns 

maka :
urutkan variabel X, dan variabel mengikuti :
kelas X Y
1 50 60
60 50
2
60 80
3 70 70
4 80 80

 (50 + 80) 2 
maka : Jk KK =  50 2 + 80 2 −  = 450
 2 

5. Derajad Kebebasan Kekeliruan (db KK)

db KK = n - k k = banyak kelas

maka db KK = 5 – 4 = 1

6. Derajad Kebebasan Ketidak cocokan (dbTC)

db TC = k –2
k = banyak kelas

maka db TC = 4 – 2 = 2
82
7. Jumlah Kuadrat Ketidak cocokan (Jk TC)

Jk TC= JkR - JkKK

maka Jk TC = 520 – 450 = 70

8. Rata-rata Kuadrat Kekeliruan (Rk KK)

JkKK
Rk KK =
dbKK

450
maka Rk KK = = 450
1
9. Rata-rata Kuadrat Ketidakcocokan (Rk TC)

JkTC
Rk TC =
dbTC
70
maka Rk KK = = 35
2
10. F ketidak cocokan F TC (F hitung)

RkTC
F TC =
RkKK

35
maka FTC = = 0,078
450

C. Pemeriksaan Linieritas Regresi


Kriteria : FTC  F tabel : Regresi Linier
FTC ≥ F tabel : Regresi tidak linier

F TC = 0,078
F tabel = F 0,01 (dbTC/dbKK)
= F 0,01 (2/1) = 0,4999
Karena FTC < F tabel maka Regresi Linier
83
Menentukan Korelasi Dua Variabel
Langkah Pengujiannya :
1. Merumuskan Hipotesis
2. Menentukan Persamaan Regresi
3. Menguji Linieritas Regresi
4. Jika Regresinya linier, selanjutnya dihitung koefisien korelasi (r)
Dengan menggunakan rumus :

n XY − ( X )( Y )
r=
n X 2

− ( X ) n Y 2 − ( Y )
2 2

5. Uji hipotesis berdasarkan kofisien korelasi (r)


Jika r hitung  r tabel : Ho ditolak
r hitung  r tabel : ho diterima

6. Untuk melihat kontribusi varibel yang satu terhadap varibel yang lain maka perlu
dihitung Koefisien Determinasi (KD)= r2 x 100.

7. Apabila regresinya tidak linier, maka digunakan statistika non-Parametrik

Contoh :
1. Suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara nilai Matematika dengan nilai Fisika.
Apakah siswa yang pandai dalam matematika akan pandai juga dalam mata pelajaran fisika
?. Sebagai sampel diambil sebanyak 40 orang siswa.
Misalkan X = adalah nilai matematika
Y = adalah nilai fisika
Penyelesaian :
a. Hipostesis
Ho : Tidak terdapat korelasi antara nilai matematika dengan nilai fisika
Ha : Terdapat korelasi antara nilai matematika dengan nilai fisika

b. Menentukan Persamaan regresi


Misalkan persamaan regresinya : Y = a + bX
Misalkan setelah dilakukan perhitungan diperoleh persamaan regresinya : 0,6 + 0,86 X
84
c. Menguji Linieritas Regresi
Misalkan setelah diuji ternyata persamaan regresi tersebut adalah Linier
(lihat lagi cara pengujian Linieritas Persamaan Regresi)

d. Menghitung Koefisien korelasi


Misalkan setelah dihitung datanya diperoleh :
n = 40  XY = 1360,29
 X = 40  X = 1362 ,5
2

Y = 230,3 Y = 1365,25
2

dengan menggunakan rumus :


n XY − ( X )( Y )
r=
n X 2

− ( X ) n Y 2 − ( Y )
2 2

40(1360,29) − (229,6)(230,3)
diperoleh = r =
40(1362,5) − (229,6) 40(1365,25) − (230,3) 
2 2

r = 0,92

e. Pengujian Hipotesis
r hitung = 0,92
r hitung > r tabel maka Ho ditolak
r tabel (N=40; =0,05) = 0,312
Kesimpulan : Terdapat korelasi positif antara nilai matematika dengan nilai fisika.
Artinya siswa yang pandai dalam mata pelajaran matematika maka
siswa tersebut pandai juga dalam mata pelajaran fisika.

f. Menentukan Koefisien determinasi

Perhitungan ini untuk mengetahui kontribusi varibel X terhadap varibel Y,

KD = r2 x 100
= (0,92)2 X 100
= 0,8464 X 100
= 84,64

Jadi nilai matematika siswa berkontribusi terhadap nilai fisika sebesar 84,64 % sisanya yaitu
sebesar 15,36 % ditentukan oleh variabel lain.

Anda mungkin juga menyukai