Anda di halaman 1dari 7

TUGAS RANGKUMAN ARTIKEL

ANGGOTA KELOMPOK
Adzrok Qonita (2118011123)
Annisa Septiarini Mas Gede (2118011106)
Ghaitsa Lulua (2118011107)
Ghistavera Izvantia (2118011151)
Liza Anggraeni (2118011038)
Muhammad Ariq Naufal (2118011077)
Ridwan Hardiansyah (2118011023)

UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2021/2022
Artikel I : Critical Incidents Dalam Dinamika Kelompok Tutorial

Pendahuluan

Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu
pendekatan dalam proses pendidikan yang komprehensif. Salah satu ciri khas PBL adalah
adanya kegiatan diskusi tutorial. Metode pembelajaran ini menggunakan skenario yang
disusun secara saksama dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu berdasarkan topik
tertentu. Metode kegiatan ini adalah diskusi kelompok kecil mahasiswa dan difasilitasi
seorang tutor. Namun, kegiatan diskusi tutorial ini tidak selalu berjalan sesuai harapan, ada
banyak faktor yang mempengaruhi dinamika dalam kelompok tutorial yang akhirnya
menyebabkan diskusi kelompok tidak berjalan (dysfunctional group). Salah satu penyebab
yang dapat mengganggu dinamika kelompok adalah adanya berbagai critical incident.
Kejadian kritis adalah hasil interpretasi individu terhadap makna suatu kejadian.

Critical Incidents dalam Dinamika Kelompok Tutorial

1. Definisi

Critical incidents adalah semua bentuk kejadian yang terjadi selama diskusi
tutorial yang; menimbulkan efek samping yang cukup bermakna terhadap
kelangsungan proses diskusi tutorial; mengubah pandangan tutor terhadap hal-hal
yang menentukan keberhasilan dalam diskusi tutorial; atau mendorong tutor untuk
mengubah pendekatan yang dilakukan dalam menjalankan perannya sebagai tutor.

2. Six success inhibitor faktors dari Dolmans et al. yang melatarbelakangi


terjadinya kejadian kritis selama diskusi tutorial

Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran kolaboratif dalam PBL.


Keempat faktor ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu faktor motivasional (motivasi dan
kohesi) dan faktor kognitif (interaksi dan elaborasi). Selain itu, ada 2 faktor lain yang
ikut berperan, yaitu faktor partisipasi dan kepribadian. Berikut ini adalah keenam
faktor tersebut.

a. Motivasi

Seorang mahasiswa harus memiliki keinginan untuk menunjukkan apa yang


telah ia pelajari kepada kelompoknya. Setiap anggota harus dapat memotivasi
anggota lainnya sehingga dapat mencapai tujuan bersama.

b. Kohesi

Ada 2 tipe kohesi, yaitu task cohesion yang mengacu pada pembagian
tanggung jawab di antara anggota kelompok untuk mencapai tujuan yang
memerlukan usaha dan social cohesion mengacu pada sifat dan kualitas dari
ikatan emosional di antara anggota kelompok, misalnya rasa saling peduli.

c. Interaksi

Dalam diskusi tutorial diperlukan interaksi antaranggota kelompok, seperti


diskusi, saling mendengarkan, memberikan umpan balik, dan menerima kritik
secara terbuka.

d. Elaborasi

Setiap anggota kelompok mengemukakan pendapatnya berdasarkan


pengetahuan yang mereka miliki, menjelaskan pengetahuan yang mereka pahami
kepada teman-teman dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan yang dibahas.

e. Partisipasi

Diskusi tutorial dapat menjadi tidak efektif bila ada ketidakseimbangan


partisipasi antar anggota kelompok, misalnya mahasiswa terlalu diam, tidak
melakukan belajar mandiri, dan membiarkan tugas kelompok dilakukan oleh satu
atau beberapa mahasiswa saja.

f. Kepribadian

Mahasiswa yang merasa superior dari mahasiswa lain atau mahasiswa yang
tidak dapat menerima kritik merupakan contoh kepribadian yang dapat
mengganggu dinamika kelompok.

3. Klasifikasi Kejadian Kritis Selama Diskusi Tutorial Menurut Kindler et al. (2009)
Dibagi Menjadi Dua Kategori

a. Kategori mahasiswa secara individual (Individual student category)


Mahasiswa yang terlalu diam, mahasiswa yang selalu datang terlambat atau tidak
datang dalam diskusi tutorial, mahasiswa yang dipengaruhi masalah pribadi, mahasiswa
berprestasi rendah, mahasiswa yang memberikan informasi yang tidak jelas kebenarannya
(relying on anecdotal or questionable information), kurangnya perhatian pada ilmu- ilmu
dasar, challenged by tutorial process.

b. Kategori yang memengaruhi dinamika kelompok (group dynamic category).


Adanya ketegangan antara seorang mahasiswa ataupun kelompok dengan tutor
(tension between a student or group and tutor), komentar atau perilaku mahasiswa yang tidak
pantas, mahasiswa yang dominan (dominant student), adanya ketegangan di antara
mahasiswa dalam kelompok (tension within the group), kesulitan dengan proses tutorial
(difficult with the tutorial process).

4. Contoh Situasi Nyata Critical Incident dalam Diskusi Tutorial

Beberapa situasi dari setiap faktor penghambat diskusi tutorial sebagai berikut.
a. Kurangnya elaborasi
Misalnya : penugasan yang tidak dilakukan
b. Kurangnya interaksi
Misalnya: adanya siswa yang membaca dari catatan
c. Kurangnya partisipasi
Misalnya: partisipasi yang terbatas
d. Kepribadian yang sulit
Misalnya: Terdapat seseorang yang mendominasi kegiatan tutorial tersebut, sehingga dia
tidak mengindahkan pertanyaan atau pernyataan dari kawan yang lain.
e. Kurangnya kohesi
Misalnya: ada yang tidak bertanya ketika sedang membahas, maka yang lain berfikir hal itu
tidak perlu dipertanyakan
f. Kurangnya motivasi
Misalnya: kareanya kurangnya motovasi, ada seorang mahasiswa yang tidak belajar mandiri
terlebih dahulu, sebelum kegiatan tutorial.

5. Peran Faktor Lain dalam Kejadian Kritis Selama Diskusi Tutorial

a. Kualitas umpan balik


Tutor dan anggota lain yang tidak memberikan umpan balik akan membuat mahasiswa tidak
mengerti kesalahan yang mereka perbuat dan tidak dapat memperbaiki di kemudian hari.

b. Proses assessment
System assessment yang memiliki validasi rendah tidak dapat mendorong mahasiswa untuk
berpikir dalam, sehingga mereka mengikuti tutorial semata mata hanya untuk pemenuhan tugas kuliah
mereka.

c. Sarana prasarana
Sarana prasarana yang kurang memadai membuat mahasiswa kesulitan mencari sumber
pembelajaran yang mereka butuhkan.

d. Kualitas skenario atau kasus


Terdapat beberapan kriteria yang meningkatkan kasus dalam tutorial atau PBL :
1. Masalah diberika petunjuk dan didorong berpikir analitis
2. Masalah dapat mendorong belajar mandiri
3. Masalah sesuai dengan tujuan pembelajaran setiap blok
4. Masalah dapat meningkatkan minat mahasiswa
5. Masalah dapat menggambarkan hubungan dengan profesi di masa yang akan datang
6. Masalah disesuaikan dengan pengetahuan mahasiswa.

e. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang sering memengaruhi adalah jadwal seperti jadwal ujian dan jadwal
organisasi.

Penutup

Salah satu ciri khas kurikulum berbasis kompetensi adalah adanya diskudi tutorial yang dapat
mendorong siswa menjadi pembelajar yang aktif, dan mengarahkan pada kemampuan kognitif, serta
mengaplikasikan , menstimulasikan motivasi, dan mengajarkan kemampuan professional. Terdapat
beberapa hal yang dapat memoengaruhi kesuksusan kelompok seperti, ketidakseimbangan dalam
partisipasi, kurangnya kohesi, elaborasi, motivasi, interaksi, dan kepribadian yang suli. Selain itu
terdapat juga faktor penghambat lainnya. hal hal yang menjadi critical incident harus dihindari
sehingga dinamika kelompok dapat berjalan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Artikel II : The Tuckman's Model Implementation, Effect, and Analysis &
The New Development Of Jones Lsi Model On A Small Group

Pendahuluan

Kompleksitas dunia kita saat ini semakin meningkat. Struktur organisasi berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya. Terlepas dari itu, penggunaan model tertentu dapat berdampak pada proses
implementasi sampai batas tertentu. Oleh karena itu, penggunaan model tertentu dapat memainkan
peran utama dalam organisasi tugas-tugas tersebut. Model Tuckman telah menjadi salah satu yang
paling berpengaruh dan dikenal dengan baik.

Literatur review

Kajian dinamika kelompok telah menjadi perhatian. Ada banyak sumber dalam literatur yang
berbicara tentang kelompok dan kelompok perkembangan. Yang paling populer adalah Tuckman
(1965) dan Tuckman dan Jensen (1977). Hasil tinjauan pustaka menyeluruh mengenai model tersebut
kemudian diringkas menjadi “forming,” “storming,” “norming,” dan “performing,” dan tahap kelima
“adjourning” ditambahkan kemudian sebagai hasil pengembangan penelitian.

Metodologi

Dikumpulkan data dari sekelompok kecil mahasiswa pascasarjana yang mempelajari


kursus negosiasi di perguruan tinggi administrasi bisnis di universitas Amerika di Emirates.
Peserta kelompok umur berkisar antara 20 – 35 tahun dengan ukuran sampel relatif kecil dan
ada total 25 siswa terdiri dari 17 laki-laki dan 8 perempuan. Persentase tertinggi adalah siswa
Emirat dan sisanya dari bagian yang berbeda dari wilayah Timur Tengah. Siswa diminta
untuk melakukan simulasi bermain peran negosiasi. Peserta diminta untuk bernegosiasi
jual/beli mobil bekas dan diberi waktu 30 menit untuk penyelesaian suatu tugas.

Pendahuluan Model

Model Tuckman adalah model pengembangan yang dibuat pada tahun 1965 oleh
Bruce W. Tuckman dan dimodifikasi pada tahun 1977 dalam upaya kolaboratif Tuckman dan
Mary Ann Conover Jensen. Model asli dimulai dengan empat tahap: forming, storming,
norming dan perfoming. Tahap kelima ditambahkan dalam model revisi: adjourning. Fokus
keseluruhan model ini pada fungsi kelompok dalam dua dimensi: hubungan interpersonal dan
aktivitas tugas (Bonebright, 2010). Model itu digambarkan sebagai "untuk digunakan untuk
menggambarkan" mengembangkan kelompok untuk 20 tahun ke depan” (Tuckman 1984,14).

Analisis Model

1. Forming
Peserta membentuk sendiri timnya yang terdiri dari 5 anggota, namun bersifat fleksibel
tergantung jumlah keseluruhan peserta dengan tujuan untuk menciptakan keharmonisan dan
kekompakan dalam kelompok. Tahap ini mengembangkan interpersonal peserta, mengukur
perilaku, serta mengembangkan kepemimpinan mereka.

2. Storming
Pada tahap ini, studi kasus berperan sebagai agen perubahan karena sifatnya berdasarkan
deskripsi. Terjadi perubahan emosi dan perilaku yang dapat menimbulkan konflik. Pada
awalnya siswa akan mencoba membiasakan diri, lalu menemukan cara untuk bekerja bersama
yang lain, kemudian akan muncul kelompok setuju dan tidak setuju.

3. Norming
Tim mulai menemukan cara untuk meredakan konflik. Terdapat satu anggota tim entah
dari mana yang menyelesaikan konflik sehingga lebih banyak penyederhanaan pikiran. Di
situlah kohesi dan harmoni berlaku

4. Performing

Pada tahap keempat, anggota mulai bernegosiasi untuk mencapai hasil yang tidak
merugikan untuk segala pihak. Anggota akan menyampingkan keuntungan pribadi dan fokus
pada tujuan utama tim mengakibatkan anggota berperan sebagai penyelesai masalah dan
melakukan penawaran untuk kesuksesan keseluruhan tim. Tahap ini disebut sebagai tahap
fungsionalitas, fleksibilitas, dan kinerja.

5. Adjouring
Setelah tujuan tercapai, perayaan keberhasilan negosiasi tim dapat meningkatkan
kepercayaan diri tim, juga sebagai motivasi untuk negosiasi selanjutnya. Tahap ini terkadang
juga dijadikan sebagai tahap berkabung akibat rasa ketidakpercayaan diri dan ambiguitas saat
menyelesaikan tugas sehingga disarankan untuk membuat rencana transisi di tahap ini untuk
mengurangi rasa ketidakpercayaan diri dan ambiguitas yang muncul dari tahap ini.

Kesimpulan

Ditemukan bahwa Model Tuckman dapat diimplementasikan dalam pengaturan kelas dengan
tahapan kecuali tahap terakhir, adjourning, yang mungkin tidak dapat diterapkan. Model baru yang
diusulkan berdasarkan tiga elemen penting: Leading (L), Structuring (S) dan Implementing (I). Bagian
leading termasuk mempersiapkan siswa untuk kasus. Fokus pada tahap ini adalah pada dua dimensi:
tujuan, tugas dan kerangka waktu. Bagian kedua dari tahap ini adalah structuring. Bagian ketiga
adalah tahap implementing. Selama bagian ini, implementasi yang sebenarnya sedang terjadi. Ada
beberapa tantangan yang dihadapi selama tahap ini, seperti konflik di antara tim, perlawanan terhadap
perubahan, pendapat yang berbeda, berbagai sudut pandang, perspektif yang berbeda, benturan
pemikiran dan sudut pandang, sikap emosional, dan perubahan perilaku.

Anda mungkin juga menyukai