Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dina Lestari Saragih

Kelas : XII IPS-3


Tanggal: 3 maret 2020

PENTINGNYA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR


MENGAJAR

Makna dan hakikat belajar seringkali hanya diartikan sebagai penerimaan informasi dari sumber
informasi (guru dan buku pelajaran). Akibatnya, guru masih memaknai kegiatan mengajar
sebagai kegiatan memindahkan informasi dari guru atau buku kepada siswa. Proses mengajar
lebih bernuansa ‘memberi tahu’ daripada ‘membimbing siswa menjadi tahu’, sehingga sekolah
lebih berfungsi sebagai ‘pusat pemberitahuan’ daripada sebagai pusat ‘pengembangan potensi
siswa’. Perilaku guru yang selalu ‘menjelaskan’ dan ‘menjawab langsung’ pertanyaan siswa
merupakan salah satu contoh tindakan yang menjadikan sekolah sebagai pusat pemberitahuan.

Pandangan belajar yang lebih bersifat ‘menyerap’ informasi berakibat pada perilaku mengajar
yang lebih bersifat ‘menuangkan’ informasi (baca: memberitahu), Hal ini pada akhirnya dapat
membuat siswa memiliki sifat ketergantungan pada orang lain. Pada pandangan
‘konstruktivisme’, Belajar diartikan sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap
informasi dan atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa
dan dimantapkan bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan
awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap makna (baca: pengetahuan) yang
sudah jadi kebiasaan guru. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa, hasil ulangan siswa pada akhir
KBM beragam padahal mereka mengalami PBM yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat
yang sama. Pengetahuan ternyata tidak pindah begitu saja dari guru ke siswa, melainkan
dibangun sendiri oleh siswa.

Akibat logis dari pengertian belajar di atas, maka mengajar merupakan kegiatan partisipasi guru
dalam membangun pemahaman siswa. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam
membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa
dalam membangun gagasannya. Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan
pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Partisipasi
guru hendaknya dibatasi pada peran fasilitator dan mitra-belajar, misalnya dengan cara bertanya
yang merangsang berpikir dan berbuat, mempertanyakan, meminta kejelasan, atau menyajikan
situasi berpikir untuk siswa.

Tetapi, kualitas berbahasa Indonesia para siswa yang telah lulus SMA masih saja jauh dari apa
yang dicita-citakan sebelumnya, yaitu untuk dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Hal ini masih terlihat dampaknya pada saat mereka mulai mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi. Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Indonesia, baik secara
lisan maupun tulisan yang klise masih saja terlihat. Seolah-olah fungsi dari pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah tidak terlihat maksimal.Pelajaran bahasa Indonesia memang dianggap
sebagai dasar dari semua pelajaran yang ada di sekolah. Tanpa pelajaran bahasa Indonesia yang
baik, pelajaran lain kemungkinan juga akan menjadi kurang baik pula. Dalam pelajaran bahasa
Indonesia setiap siswa diharapkan dapat mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara baik.
Kalau pengetahuan dan praktik pelajaran bahasa Indonesia kurang baik siswa tidak dapat
menyampaikan mengungkapkan pelajaran lain secara baik pula, misalnya dalam menjawab soal,
menganalisis, menguraikan jawaban, dsb.Pelajaran bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat
sekolah sejak kelas 1 SD. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mereka
memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran bahasa Indonesia hanya mencakup
membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. baik berupa karangan bebas
hingga mengarang dengan ilustrasi gambar sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya, Pola yang
digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pengajaran bahasa Indonesia
yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar
bahasa Indonesia. Hal tersebut dipersulit dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib.
Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang
membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran bahasa
Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja. dengan kualitas yang memuaskan
serta dengan menggunakan ejaan dan tanda baca yang memadai ialah anak-anak di kelas jarang
menulis dengan kata- kata mereka sendiri. Mereka lebih sering menyalin dari papan tulis atau
buku pelajaran. Dari data tersebut menggambarkan hasil dari KBM bahasa Indonesia di sekolah
masih belum maksimal. Walaupun jam pelajaran bahasa Indonesia sendiri memiliki porsi yang
cukup banyak.

Seharusnya pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan dunia menulis (mengarang)
yang lebih hidup dan bervariatif. Dimana seharusnya siswa telah dilatih untuk menunjukkan
bakat dan kemampuannya dalam menulis: esai, cerita pendek, puisi, artikel, dan sebagainya.
Namun, selama ini hal itu dibiarkan mati karena pengajaran bahasa Indonesia yang tidak
berpihak pada pengembangan bakat menulis mereka. Pengajaran Bahasa Indonesia lebih bersifat
formal dan beracuan untuk mengejar materi dari buku paket. Padahal, keberhasilan kegiatan
menulis ini pasti akan diikuti dengan tumbuhnya minat baca yang tinggi di kalangan siswa.

Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuat pelajaran ini menjadi pelajaran yang kalah
penting dibanding dengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minat baca maupun
minat untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia semakin tampak menurun. Padahal, bila
kebiasaan menulis sukses diterapkan sejak SMP maka seharusnya saat SMA siswa telah dapat
mengungkapkan gagasan mereka secara kreatif baik dalam bentuk deskripsi, narasi, maupun
eksposisi yang diperlihatkan melalui pemuatan tulisan mereka berupa Surat Pembaca di
berbagai surat kabar.

Dengan demikian, apresiasi dari pembelajaran bahasa Indonesia menjadi jelas tampak
prakteknya dalam kehidupan sehari-hari. Bila diberikan bobot yang besar pada penguasaan
praktek membaca, menulis, dan apresiasi sastra dapat membuat para siswa mempunyai
kemampuan menulis jauh lebih baik Hal ini sangat berguna sekali dalam melatih memanfaatkan
kesempatan dan kebebasan mereka untuk mengungkapkan apa saja secara tertulis, tanpa beban
dan tanpa perasaan takut salah.

Setelah melihat pada ilustrasi dari pola pengajaran tersebut kita dapat melihat adanya
kelemahankelemahan dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. KBM belum sepenuhnya
menekankan pada kemampuan berbahasa, namun lebih pada penguasaan materi. Hal ini terlihat
dari porsi materi yang tercantum dalam buku paket lebih banyak diberikan dan diutamakan oleh
para guru bahasa Indonesia, sedangkan pelatihan berbahasa yang sifatnya lisan ataupun
praktek.Untuk itu,selaku pemuda-pemudi bangsa kita harus mampu menjunjung tinggi nilai dan
penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai