Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH BUKU CERITA BERGAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN

MEMBACA SISWA KELAS III PADA PEMBELAJARAN BAHASA


INDONESIA DI SD N 25 LEBONG

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 (S1)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Oleh:

ANISYAH
NIM. 20591025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
TAHUN 2024

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang memiliki peran

penting di sekolah dasar, karena Bahasa memiliki peran yaitu antara lain

sebagai sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, dan juga

sarana pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Melalui bahasa

seseorang dapat menyampaikan pesan, perasaan, pikiran, gagasan dan

pengalamannya kepada orang lain. Kemampuan berbahasa Indonesia dapat

ditingkatkan melalui kegiatan belajar dengan menggunakan Bahasa yang baik.

Mengingat peran penting Bahasa Indonesia tersebut, maka diharapkan dan

sudah sewajarnya pemerintah dalam hal ini Mendikbud memberikan perhatian

lebih dalam melakukan peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan Tujuan

mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan

berkomunikasi peserta didik dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik

dan benar, baik secara lisan maupun secara tulis, serta menumbuhkan apresiasi

terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.1 Pembelajaran Bahasa

Indonesia mencakup empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca dan

menulis. Salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi kompetensi penting

bagi peserta didik dalam kehidupan adalah membaca.

Keterampilan pertama dalam bahasa adalah membaca. Keterampilan

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis, yang


1
Budi Susanti, Dengan Menggunakan Media Potongan-Potongan Kata Dapat
Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring Dikelas 1 Sd Negeri 05 Kabawean, Jurnal PGSD
FKIP Universitas Bengkulu, ISSN. 1693 8577, 2016, hlm. 331-339

1
reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan mendapat

informasi ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru. Semua yang

diperoleh melalui bacaan itu akan memungkinkan orang tersebut mampu

mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas

wawasannya.2

Membaca akan membuat seseorang dapat mencari serta memperoleh

informasi, mencakup isi dan memahami bacaan. Seseorang mampu menerima

informasi yang disampaikan secara lisan dengan baik jika mampu membaca

informasi dengan baik pula. Keterampilan membaca yang baik membuat siswa

mampu memahami apa yang di sampaikan oleh penulis. Dengan demikian

maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh

siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu,

pembelajaran membaca disekolah dasar mempunyai peran yang penting yang

harus dilakukan dengan intensif agar siswa mampu membaca dengan baik.3

Kreatifitas guru dalam mengajar salah satunya berupa metode

mengajar dan penggunaan media pembelajaran. Karena bagaimanapun pada

masa sekarang ini pada sebuah sistem pendidikan modern fungsi guru sebagai

penyampai pesan pendidikan tampaknya memang sangat perlu dibantu dengan

media pembelajaran agar proses belajar mengajar pada khusunya dan proses

pendidikan pada umumnya dapat berlangsung secara efektif.

2
Slamet, Pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia Dikelas Rendah dan Kelas Tinggi
Di Sekolah Dasar (Surakarta: UNS Pers, 2017), hlm. 46
3
Esti Ismawati dan Faraz Umaya, Belajar Bahasa Di Kelas Awal (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2017), hlm. 50

2
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada siswa kelas III di

SDN 25 Lebong. Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu guru yaitu

Ibu Tulastri, S. Pd, ia mengatakan bahwa kelas III SD ada sebanyak 27 orang

dan diantaranya ada 2 orang yang membaca nya masih mengeja. Berdasarkan

keterangan yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan membaca awal

peserta didik kelas rendah ternyata masih kurang, ditandai dengan masih

banyak peserta didik yang belum lancar membaca, masih banyak yang belum

mengeja, masih banyak yang belum bisa membedakan antara huruf abjad yang

satu dengan huruf lainnya, dan masih kurang memahami bacaan. Kenyataan

yang terlihat pada proses pembelajaran berlangsung dikelas yaitu kurang nya

minat siswa dalam membaca khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia

sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran dan juga disebabkan

oleh minimnya metode pembelajaran dan masih kurangnya media

pembelajaran yang digunakan pendidik pada saat proses belajar berlangsung.

Pada umumnya guru masih menggunakan metode konvensional yang hanya

berpusat pada pendidik dan peserta didik tidak ikut aktif dalam proses

pelajaran berlangsung, sehingga pendidik akan sulit untuk melihat

kemampuan membaca awal peserta didik yang sudah lancar dan yang belum

lancar membaca.4

Dalam memperhatikan betapa pentingnya kemampuan membaca awal

di sekolah dasar, pertama sebaiknya pembelajaran membaca mendapat

perhatian besar oleh guru Bahasa Indonesia maupun dari guru kelasnya

4
Tulastri, S. Pd, Wawancara, 24 Februari 2024

3
sendiri. Pembelajaran membaca di sekolah dasar, lebih terfokus pada

pengenalan huruf-huruf abjad, tetapi kurang memperhatikan kecepatan dalam

kemampuan membaca.

Alasan menunjukan bahwa membaca awal di sekolah dasar ini sangat

penting adalah kenyataan bahwa pembelajaran membaca tidak hanya berperan

dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak tetapi lebih dari itu yaitu,

untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari mata pelajaran

lainnya.

Selanjutnya kemampuan membaca awal di kelas rendah sangat penting

agar siswa bisa membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan

tepat. Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca

awal dipengaruhi oleh keaktifan dan kreatifitas guru yang mengajar di kelas

rendah dan yang paling penting agar siswa bisa melanjukan ke tahap kelas

yang lebih tinggi lagi.

Dari permasalahan-permasalahan teridentifikasi bahwa banyak faktor

yang mempengaruhi rendahnya kemampuan membaca awal kelas rendah di

sekolah dasar Kabupaten Lebong seperti: kurangnya perhatian dari guru dalam

proses belajar membaca awal dimana membaca awal tersebut memuat bebrapa

indikator yang harus dicapai oleh siswa yaitu, ketepatan, kejelasan suara, dan

kelancaran merupakan hal yang perlu diperhatikan ketika pelajaran

berlangsung, disebabkan oleh faktor penghambat yaitu minimnya guru dalam

penggunaan media pembelajaran, banyak siswa yang belum bisa membaca

4
dan guru harus mempunyai stategi yang khusus agar peserta didik semangat

dalam proses belajar membaca, banyak siswa yang belum mengenal huruf

alfabet disini peran guru harus membimbing dan mengajarkan peserta didik

yang belum mengenal huruf.

Dari permasalahan diatas mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Buku Cerita Bergambar Terhadap

Kemampuan Membaca Siswa Kelas III Pada Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SD N 25 Lebong”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian dilakukan antara lain

sebagai berikut:

1. Rendahnya keterampilan membaca peserta didik pada saat membaca cerita

2. Selama proses pembelajaran hanya menggunakan buku paket yang isi

ceritanya kurang menarik

3. Penggunaan media buku cerita bergambar pada pembelajaran Bahasa

Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar belum pernah dilakukukan di

SD N 25 Lebong

4. Adanya keterbatasan sekolah dan guru dalam menyediakan dan

mengembangkan media pembelajaran

5
C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh peneliti, maka peneliti

membatasi masalah ini yaitu:

1. Kemampuan membaca peserta didik

2. Pembelajaran yang dibahas dalam penelitian pembelajaran Bahasa

Indonesia

3. Media pembelajaran berupa buku cerita bergambar terhadap kemampuan

membaca peserta didik kela III di SD N 25 Lebong

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan yang

akan diteliti yaitu:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan membaca siswa yang diajar

menggunakan buku cerita bergambar dengan membaca siswa yang diajar

secara konvensional pada siswa kelas III di SD N 25 Lebong?

2. Apakah terdapat pengaruh terhadap kemampuan membaca siswa setalah

penggunaan media pembelajaran buku cerita bergambar pada

pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas III di SD N 25 Lebong?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan membaca siswa yang diajar

menggunakan buku cerita bergambar dengan membaca siswa yang diajar

secara konvensional di SD N 25 Lebong

6
2. Untuk mengetahui pengaruh terhadap kemampuan membaca siswa setalah

penggunaan media pembelajaran buku cerita bergambar pada

pembelajaran Bahasa Indonesia di SD N 25 Lebong

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan-

kegunaan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis dari penelitian ini diharapkan untuk dapat lebih

memahami dan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca

terkait hasil yang dijabarkan didalam penelitian ini.

2. Secara Praktis

1. Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengupayakan dan

mengoptimalkan penggunaan media buku cerita bergambar dalam

pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III di SD N

25 Lebong.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana

pengguanaan media buku cerita bergambar dalam mempengaruhi

kemampuan membaca siswa pada pelajaran Bahasa Indoneisa

kelas III di SD N 25 Lebong

7
2. Bagi Siswa

Manfaat bagi siswa adalah supaya tidak menjadi bosan dalam

mengikuti pembelajaran tersebut dan menambah pengalaman baru

dalam pembelajaran.

3. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dan ilmu pengetahuan peneliti yang lebih luas dalam mengajar siswa

khususnya mengguanakan media pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan membaca siswa pada proses pembelajaran dalam

pembinaan calon pendidik.

8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori

1. Buku Cerita Bergambar

a) Pengertian Buku Cerita Bergambar

Buku bergambar yang disebutkan adalah buku yang berisi

gambar, dan ada juga teks cerita pendek yang berhubungan dengan

gambar dan kosakata yang dapat diceritakan melalui ilustrasi dan teks.5

Sejarah Ilustratif adalah seni menggunakan gambar statis yang

disusun untuk membentuk cerita kain. Menggunakan gambar cerita

dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat membaca gambar yang

disajikan dan diharapkan dapat memahami kata dan kalimat

berdasarkan gambar tersebut. Minat siswa pada cerita bergambar

membuat mereka lebih bersemangat, lebih bahagia, lebih bersemangat,

dan lebih sadar mengatakan itu mungkin. Gambar dan kata dan kalimat

dan kalimat dalam cerita.6

b) Teknik Penggunaan Media Buku Cerita Bergambar

Langkah-langkah membacakan cerita dengan alat peraga buku

cerita bergambar adalah sebagai berikut:

1) Pencerita sebaiknya membaca terlebih dahulu buku yang hendak

dibacakan didepan siswa. Guru memiliki keyakinan memahami

5
Asratul Hasanah, and Mai Sri lena, Analisis Kemampuan Membaca Permulaan dan
Kesulitan yang dihadapi Siswa Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol, 3. No. 5,
2021, hlm. 3297
6
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung:
Angkasa Bandung, 2008), hlm. 8

9
cerita, menghayati unsur drama, dan melafalkan setiap kata dalam

buku dengan tepat serta tahu pasti makna tiap-tiap kata tersebut.

Dengan demikian konsentrasi anak terhadap cerita menjadi tidak

tertanggu dan rentang perhatian anak terhadap cerita manjadi 5

menit lebih panjang dari biasanya. b. Pencerita tidak terpaku pada

buku, sebaiknya guru memperhatikan reaksi siswa saat

membacakan buku tersebut. Hal ini bermanfaat bagi guru karena

dengan melihat reaksi siswa, guru dapat mendeteksi para siswa

yang kreatif, karena siswa kreatif mempunyai reaksi yang kreatif

serta belajar dengan cara-cara yang kreatif.

2) Pencerita membacakan cerita dengan lambat (slowly) dengan

kalimat ujaran yang lebih dramatik daripada urutan biasa. Hal ini

bertujuan agar siswa dapat meresapi isi cerita yang disampaikan

oleh guru sehingga siswa dapat membangun imajinasinya dari

cerita yang mereka dengar. Melalui imajinasi tersebut siswa

membangun pengetahuan sehingga dapat melahirkan ide-ide yang

dituangkan lewat cerita yang mereka bangun dari imajinasinya.7

3) Pada bagian-bagian tertentu, pencerita berhenti sejenak

untukmemberikan komentar, atau meminta para siswa

memberikankomentar mereka. Dengan demikian dapat memberi

kesempatan pada siswa untuk berkomentar terhadap cerita yang

disampaikan dan dapat merangsang siswa untuk mengajukan

7
Sadiman, Media Pendidikan (Pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya)
(Jakarta: Grafindo Persada, 2012), hlm. 31

10
pertanyaanseputar cerita yang disampaikan seperti tokoh, alur

cerita danakhir dari cerita tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut

yang merangsang siswauntuk menemukan ide kreatifnya.

4) Pencerita memperhatikan semua siswa dan berusaha untuk

menjalin kontak mata. Dengan menjalin kontak mata tersebut, guru

dapat melihat siswa-siswayang mempunyai rentangperhatian

panjang, dimana rentang perhatian tersebut merupakan salah satu

ciri siswa kreatif.

5) Pencerita sebaiknya sering berhenti untuk menunjukan gambar-

gambar di dalam buku, dan pastikan semua siswa dapat

melihatgambar tersebut. Dengan memberi kesempatan siswa

untukmelihat gambar, maka akan memberi kesempatan anak untuk

berfantasi dengan gambar tersebut.

6) Pastikan bahwa jari selalu siap dalam posisi untuk membuka

halaman selanjutnya. Siswa-siswa yang kreatif mempunyai rasa

ingin tahu yang kuat, mereka akan selalu bertanya khususnya

tentang kelanjutan cerita yang dibacakan guru. Oleh karena itu

guru harus selalu siap untuk memposisikan jarinya untuk membuka

halaman selanjutnya.

7) Pencerita sebaiknya malakukan pembacaan sesuai rentang atensi

siswa dan tidak bercerita lebih dari 10 menit. Hal ini bertujuan agar

siswa tidak bosan terhadap cerita yang disampaikan oleh pencerita.

Kebosanan tersebut akan menghambat proses kreatifnya karena

11
jika para siswa bosan mereka tidak akan bisa berekplorasi sesuai

dengan apa yang mereka kehendaki. Karena dengan bereksplorasi

siswa membangun rasa percaya diri. Rasa percaya diri itulah yang

akan menjadi bekal siswa untuk mengorganisasikan kemampuan

diri.

8) Pencerita sebaiknya memegang buku disamping kiri bahubersikap

tegak lurus kedepan.Saat tangan kanan pencerita menunjukan

gambar, arah perhatiandisesuaikan dengan urutan cerita.

9) Pencerita memposisikan tempat duduk ditengah agar anak

bisamelihat dari berbagai arah sehingga anak dapat melihat

gambarsecara keseluruhan.

10) Pencerita melibatkan siswa dalam cerita supaya terjalin komunikasi

multiarah. Komunikasi yang multiarah tersebut akan merangsang

siswa untuk terlibat dengan kegiatan berceritatersebut. Apabila

siswa terlibat dalam kegiatan cerita maka siswa akan mendapatkan

kosakata baru lebih banyak. Kosakatatersebut akan menjadi bekal

siswa untuk menjadi pencerita alami.Hal ini dikarenakan siswa

yang kreatif menikmati permainandengan kata-kata serta sebagai

pencerita yang alami.

11) Pencerita tetap bercerita pada saat tangan membuka halaman buku.

12) Pencerita sebaiknya menyebutkan identitas buku, seperti judulbuku

dan pengarang supaya para siswa belajar menghargai. Dengan

gurumenyebutkan judul dan pengarangnya, kosakata siswa

12
menjadibertambah. Kosakata tersebut yang akan mendorong siswa

untukmengembangakan imajinasi dalam cerita yang dibuatnya.8

c) Macam-macam dan Jenis Buku Cerita Bergambar

Buku cerita bergambar mempunyai beberapa jenis serta

karakteristik. Jenis-jenis buku cerita bergambar berikut ini:

1) Fiksi

Buku fiksi merupakan buku yang menceritakan imajinasi,

karakter, rekaan atau sesuatu yang tidak ada dan benar-benar

terjadi. Kategori yang termasuk dalam fiksi berupa kisah-kisah

hewan, misteri, horor, cerita fantasih yang penulis buat sesuai

dengan imajinasinya.

2) Historis

Buku historis merupakan buku-buku yang mendasarkan diri

pada kenyataan atau suatu fakta di masa lalu. Buku ini mencakup

kejadian sebenarnya, tempat, dan karakter yang merupakan bagian

dari sejarah.

3) Informasi

Buku informasi merupakan buku yang menyampaikan

informasi asli. Buku informasi memberikan kabar serta data

sebagaimana adanya, tidak ada yang di kurangi maupun di lebih-

lebihkan. Berguna untuk menambah keterampilan, wawasan, dan

juga bekal teoritis dalam batas-batas tertentu bagi anak.

8
Musfiroh, Tadkiroatun, Bercerita Untuk Anak Usia Dini (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2005), hlm. 143

13
4) Biografi

Biografi merupakan cerita atau informasi tentang

kehidupan seseorang sejak lahir sampai kematiannya jika sudah

meninggal.

5) Cerita rakyat

Cerita rakyat merupakan cerita atau kisah yang berasal dari

masyarakat serta tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di

masa lalu.

6) Kisah nyata

Kisah nyata berfokus pada peristiwa nyata yang sebenarnya

dari sebuah situasi atau peristiwa.9

Buku cerita bergambar sekarang semakin berkembang serta

memiliki bermacam-macam dan jenisnya. Adapun macam-macamnya

yaitu:

1) Cerita bergambar memberikan keutamaan kepada gambar sebagai

objek, yang mana tulisan hanya berfungsi sebagai penjelasan

mengenai gambar. Pada buku cerita bergambar ini di utamakan

sekali adalah gambar, teks hanya untuk memperjelas maksud yang

terkandung dari gambar tersebut.

2) Cerita bergambar yang mana ilustrasi di buat spesial untuk

menampilkan teks. Ini berarti tulisan dibuat terlebih dalu,

sementara ilustrasi hanya berfungsi sebagai penambahan atau

9
McElmeel, Character Educationa: A Book Guide For Teachers, Librarians, And
Parents (United states: Teacher Ideas press, 2002), hlm. 59

14
penjelasan. Dalam buku cerita bergambar ini di utamakan sekali

teks, gambar hanya untuk memperjelas maksud yang terkandung

didalam teks.

3) Cerita bergambar terdapat ilustrasi murni yang merupakan

dekorasi, memiliki sedikit hubungan atau tidak sama sekali dengan

isi teks. Dalam buku cerita bergambar ini diutamakan sekali adalah

teks sehingga siswa harus benar-benar memahami isi teks,

sementara gambar hanya untuk pelengkap teks bahkan sama sekali

tidak berkaitan dengan teks.10

Beberapa karakteristik buku cerita bergambar antara lain adalah:

1) Buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung, gaya

penulisannya sangat sederhana dan pemilihan bahasa yang

sederhana dapat dengan mudah dipahami oleh siswa dilengkapi

dengan gambar yang memperjelas maksud dari isi teks.

2) Buku cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri, di dalam

buku cerita bergambar terkadang memiliki sejumlah konsep atau

judul besar perpembahasan.

3) Konsep yang tertulis dapat dengan mudah dipahami oleh para

siswa.

4) Terdapat ilustrasi atau gambar yang melengkapi teks bacaan

sehingga membuat siswa semakin mudah untuk memahami

10
Lina Marita Zonna, Penggunaan Buku Cerita Bergambar Dalam Menumbuhkan
Kemampuan Membaca Anak Kelompok B Di Tk Pertiwi 1 Tirtobinangun Kabupaten Nganjuk,
(Program Studi Pg-Paud, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya), hlm. 5

15
maksud yang disampaikan oleh teks tersebut juga membuat siswa

lebih teringat akan isi teks11.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa jenis buku cerita bergambar antara lain fiksi,

historis, informasi, biografi, cerita rakyat, kisah nyata. Ada berbagai

jenis buku cerita bergambar yang dikembangkan saat ini seperti cerita

bergambar yang mengutamakan gambar sebagai objek, yang mana

tulisan hanya berfungsi sebagai penjelasan dari gambar. Dalam buku

cerita bergambar ini yang diutamakan sekali adalah gambar, teks

hanya untuk memperjelas maksud yang terkandung di dalam gambar

tersebut. Cerita bergambar di mana ilustrasi dibuat spesial untuk

menampilkan teks. Ini bermaksud bahwa tulisan di buat terlebih dalu,

sementara ilustrasi hanya berfungsi sebagai penambahan. Pada buku

cerita bergambar yang di utamakan sekali adalah teks, gambar hanya

untuk memperjelas maksud yang terkandung dalam teks. Cerita

bergambar terdapat ilustrasi murni yang merupakan dekorasi, memiliki

sedikit hubungan atau tidak sama sekali dengan isi teks.

Dalam buku cerita bergambar diutamakan sekali adalah teks

jadi siswa harus betul-betul memahami isi teks, sementara gambar

hanya untuk pelengkap teks bahkan tidak sepenuhnya terkait dengan

teks. Adapun karakteristik buku cerita bergambar bersifat ringkas dan

11
Faizah, Keefektifan cerita bergambar untuk pendidikan nilai dan keterampilan
berbahasa dalam pembelajaran bahasa indonesia (Jakarta: Cakrawala Pendidikan, 2009), hlm.
252

16
langsung, gaya penulisannya yang sederhana serta pemilihan bahasa

yang sederhana dapat dengan mudah di pahami oleh siswa, dilengkapi

dengan gambar yang bisa memperjelas maksud dari teks. Buku cerita

bergambar yang mengandung berbagai konsep yang berseri, dalam

buku cerita bergambar terkadang memiliki sejumlah konsep atau judul

yang bagus. Konsep yang tertulis dapat dengan mudah dipahami oleh

para siswa. Terdapat ilustrasi atau gambar yang melengkapi teks

bacaan sehingga semakin membuat siswa lebih mudah dalam

memahami maksud yang disampaikan oleh teks tersebut membuat

siswa lebih teringat.

d) Fungsi buku cerita bergambar

a) Cerita bergambar membantu mengembangkan emosi anak.

b) Buku bergambar membantu anak-anak belajar tentang dunia dan

membuat mereka sadar akan keberadaan mereka di masyarakat dan

alam. Anak-anak dapat belajar tentang kehidupan lokal.

c) Buku bergambar membantu anak-anak belajar tentang orang lain,

hubungan, dan perkembangan emosi.

d) Buku bergambar membantu menghibur anak-anak. Bertujuan

untuk mendapatkan kesenangan dan kegembiraan batin.

e) Buku bergambar dapat membantu anak-anak menghargai

kehidupan. Baik lisan maupun ilustrasi untuk mendukung setiap

persembahan hidup.

17
f) Buku bergambar membantu merangsang imajinasi anak. Buku

bergambar dan buku bergambar memiliki fungsi untuk merangsang

dan mengembangkan imajinasi anak.12

e) Kelebihan dan kekurangan gambar

Kelebihan dan kekurangan gambar adalah: (1) Gambar dapat

mengubah ide abstrak menjadi bentuk yang lebih realistis. (2) Mudah

digunakan karena tidak membutuhkan banyak perangkat. (3) Gambar

juga dapat digunakan untuk tingkat mata pelajaran dan disiplin

akademik. Ada beberapa kelemahan dalam fotografi. (1) Gambar tidak

dapat menunjukkan gerakan. (2) Siswa terkadang tidak mengerti cara

menginterpretasikan gambar.

Kesimpulan dari beberapa pernyataan teoretis di atas bahwa

keuntungan dari gambar adalah bahwa ide-ide abstrak dapat diubah

menjadi sesuatu yang lebih realistis, dan bahwa gambar dapat

digunakan di semua tingkat kelas dan di berbagai bidang studi.

Kelemahan lukisan ini adalah tidak dapat menunjukkan gerakan dan

terkadang siswa tidak dapat memaknai lukisan tersebut.13

2. Kemampuan Membaca

a) Pengertian Kemampuan Membaca

Membaca adalah salah satu aktivitas yang melafalkan atau

mengeja sebuah tulisan. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam

12
Sunnasih, Kemampuan Membaca Anak Sekolah Dasar Kelas Rendah Bagian Dari
Pengembangan Bahasa. Naturalistic: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran. Vol. 2,
No. 1, 2017, hlm. 40
13
Riga Zahara Nurani, Fajar Nugraha, and Heris Mahendra, Analisis Kesulitan Membaca
Permulaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu, Vol. 5 No. 3, 2021, hlm. 1463

18
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang menyatakan bahwa

membaca adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Ada lima

arti dari kata “baca” atau “membaca” ialah:14

1) Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, dapat dengan

membaca maupun membaca dalam hati.

2) Mengeja maupun mengucapkan apa yang tertulis.

3) Melafalkan sesuatu yang tertulis.

4) Mempelajari isi sebuah tulisan, simbol, gambar dll.

Membaca merupakan proses psikologis dalam menetapkan arti

kata-kata tertulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak mata,

pembicaraan batin, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipelajari,

dan pengalaman pembacanya. Membaca bisa juga diartikan sebagai

proses berpikir, yang termasuk didalamnya mengartikan, menafsirkan

arti, dan menerapkan ide-ide daril ambang.15

Kegiatan membaca sangat diperlukan karena siapapun yang

menginginkan perkembangan dan peningkatan diri membaca juga

dapat meningkatkan daya pikiran dan mempertajam pandangan, serta

menambah wawasan.16

14
Supadmi Rejeki, Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran PAKEM (Aktif, Efektif, dan Menyenangkan. Social, Humanities, and Educatianol
Studies (SHEs): Conference Series, Vol 3, No. 2, 2020, hlm. 2233
15
I Ketut Artana, Perpustakaan, Masyaratak, dan Pembudayaan gemar membaca.
ACAR YA PUSTAKA.” Jurnal Ilmiah dan Informasi.” Vol. 1, No. 2, hlm. 20
16
Nining Hadani, Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini melalui
Kegiatan Permainan Kartu Kata di TK Al-Fauzan Desa Ciharashas Kecamatan Cilaku Kabupaten

19
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca

adalah proses menangkap atau memperoleh konsep-konsep yang

dimaksud oleh pengarangnya, menginterpretasi, mengevaluasi konsep-

konsep pengarang, dan merefleksikan atau bertindak sebagaimana

yang dimaksud dari konsep-konsep itu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kemampuan” bararti

potensi, “membaca” artinya mengamati dan memahami apa yang di

tulis. Petty dan Jensen menyebutkan membaca mempunyai prinsip-

prinsip, diantaranya membaca adalah simbol berbentuk tulisan dan

membaca yaitu memberikan pikiran yang disampaikan penulis bacaan.

Maka dengan kata lain membaca merupakan aktivitas sejumlah kerja

kognitif termasuk persepsi dan rekognisi.17

Kemampuan membaca adalah salah satu fungsi kemanusian

yang tertinggi, didunia modern kemampuan membaca bisa menjadikan

sesorang mempunyai ilmu yang luas, bijaksana, dan memiliki nilai–

nilai lebih dibandingkan orang yang tidak membaca sama sekali,

sedikit membaca atau hanya membaca bacaan tidak berkualitas. Baca

atau membaca dapat dirtikan sebagai kegiatan menelusuri, memahami,

hingga mengeksplorasi berbagai simbol. Simbol dapat berupa

rangkaian hurufhuruf, dalam suatu tulisan atau bacaan, bahkan gambar.

Cianjur. Empowerment : Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah. Vol. 6, No. 1,
2017, hlm. 20
17
Siska Kusmayanti, Membaca Permulaan Dengan Metode Multisensori. Jurnal
Pendidikan UNIGA, Vol 13. No.01 (2019), hlm. 223

20
Untuk mengajari anak membaca, harus diawali dengan tahap

pengenalan huruf, merangkai huruf-huruf membentuk suku kata,

hingga membentuk kalimat. Membaca awal merupakan proses belajar

membaca bagi pendidikan kelas awal/dasar. Pada tahap ini siswa

belajar untuk memperoleh keterampilan membaca, menguasai teknik–

teknik membaca dan mampu membaca dengan baik dan benar.

Kemampuan membaca dikelas awal sangat berperan penting sebagai

pondasi atau dasar penentu keberhasian siswa. Jika pembelajaran

membaca di kelas awal tidak tuntas, maka akan sangat mempengaruhi

proses pembelajaran pada kelas selanjutnya. Oleh karena itu, guru

perlu merancang pembelajaran membaca yang baik dan menyenangkan

dimana agar siswa merasa nyaman dan bergembira ketika mengikuti

pembelajaran membaca berlangsung.18

Kemampuan membaca bagi Sekolah Dasar (SD) kelas rendah

merupakan kemampuan yang kompleks yang dapat dikuasai melalui

proses bertahap selama masa prkembangan anak, karena ada proses

bertahap, tidak salah jika anak dipersiapkan sejak dini untuk mengenal

dan menguasai kemampuan membaca awal.19

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan siswa

18
Mochmahsun and Miftakul Koiriyah, Meningkatkan Keterampilan Membaca melalui
Media Big Book pada Siswa Kelas IA MI Nurul Islam Pasirian Lumajang. Bidayatuna : Jurnal
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Vol 2. No. 1, hlm. 61
19
Sunnasih, Kemampuan Membaca Anak Sekolah Dasar Kelas Rendah Bagian Dari
Pengembangan Bahasa. Naturalistic : Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 2. No.
1 (2017), hlm. 40

21
dalam melakukan tahapan proses membaca yang berlangsung pada

kelas-kelas awal yaitu kelas I, II, dan III dengan penekanan pada

pengenalan huruf dengan bunyi bahasa. Membaca permulaan

memberikan kecakapan unrtuk mengubah rangkaian huruf menjadi

rangkaian bunyi sehingga secara aktif bisa menyerap informasi dari

sistem tulisan yang berasal dari media tulis. Adapaun indikator dalam

kemampuan membaca adalah yaitu:

1) Mengenal simbol-simbol huruf vokal dan konsonan

2) Mampu membedakan kata yang memiliki huruf awal yang sama

3) Mampu membedakan kata yang memiliki suku kata awal yang

sama.

4) Mampu menyusun suku kata menjadisebuah kata.

b) Tujuan

Tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta

memperoleh informasi dari sumber tertulis. Informasi ini diperoleh

melalui proses pemaknaan terhadap bentuk-bentuk yang ditampilkan.

Secara lebih khusus membaca sebagai suatu ketrampilan bertujuan

untuk mengenali aksara dan tanda-tanda baca, mengenali hubungan

antara aksara dan tanda baca dengan unsur linguistik yang formal, serta

mengenali hubungan antara bentuk dengan makna atau meaning.20

Berdasarkan maksud, tujuan atau keintensifan serta cara dalam

membaca di bawah ini, menurut Anderson dalam Tarigan yang dikutip

20
Kholid Harras, Hakekat Mebaca. Jakarta : Depdikbud PPGLP. (2011), h. 8 - 9

22
dari Uci Sugiarti berpendapat membaca memiliki tujuan sebagai

berikut:21

1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta

(reading for details orfacts). Membaca tersebut bertujuan untuk

menemukan atau mengetahui penemuanpenemuan telah dilakukan

oleh sang tokoh, untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat

oleh sang tokoh.

2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main

ideas).

3) Membaca untuk mengetahui topik atau masalah dalam bacaan.

Untuk menemukan ide pokok bacaan dengan membaca halamn

demi halaman.

4) Membaca untuk mengetahui ukuran atau susunan, organisasi cerita

(reading forsequenceor organization). Membaca tersebut bertujuan

untuk mengetahui bagian-bagian cerita dan hubungan antar bagian-

bagian cerita.

5) Membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi (reading

for inference). Pembaca diharapkan dapat merasakan sesuatu yang

dirasakan penulis.

6) Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan

(reading for classify). Membaca jenis ini bertujuan untuk

menemukan hal-hal yang tidak wajar mengenai sesuatu hal.

21
Uci Sugiarti, Pentingnya Pembinaan Kegiatan Membaca Sebagai Implikasi
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Basatra : Jurnal Unimed ac.id. vol 1. No. 2( 2012)

23
7) Membaca untuk menilai atau mengevaluasai (reading to evaluate).

c) Indikator Kemampuan Membaca

Adapun indikator kemampuan membaca yang di nilai adalah

sebagai berikut:

1) Ketepatan menyuarakan tulisan: Siswa mengucapkan tulisan

dengan jelas dan lancar

2) Kewajaran lafal: Siswa melafalkan tulisan dengan baik dan benar

3) Kewajaran intonasi: Siswa mengucapkan kata dan kalimat secara

baik dan benar

4) Kelancaran: Siswa membaca dengan lancar semua bacaan

5) Kejelasan suara: Siswa membaca dengan suara jelas dan lantang

sehingga dapat di dengar semua siswa.22

d) Kriteria Membaca

Secara umum aspek kebahasaan yang di nilai dalam membaca

mempunyai 4 kriteria di antaranya sebagai berikut:15

1) Membaca bersuara, yang dinilai di antaranya:

(a) Ketepatan menyuarakan tulisan

(b) Kewajaran lafal

(c) Kewajaran intonasi

(d) Kelancaran

(e) Kejelasan suara

22
Darmiyati Zuchdi dan budiasih, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Rendah (Yogyakarta: PAS, 2001), hlm. 50

24
2) Pemahaman isi, yang dinilai di antaranya :

(a) Bahasa dan lambang tulisan

(b) Gagasan/isi(menjawab pertanyaan: apa,siapa,kapan,dimana,dll)

(c) Makna/ nilai yang terkandung di dalamnya

(d) Nada

3) Penalaran dalam menangkap/memahami isi

4) Kecepatan23

e) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, baik

membaca permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman).

Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca adalah:

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan

neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi

yang tidak menguntungkan bagi siswa untuk belajar, khususnya

belajar membaca. Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran,

dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar

membaca siswa. Analisis bunyi misalkan yang dianggap sukar bagi

siswa yang mengalami gangguan dalam berbicara dan mendengar.

Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat

penglihatannya, beberapa siswa mengalami kesukaran belajar

membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya

23
Supriyadi, dkk. Materi Pokok Bahasa Indonesia 2, (Jakarta: Dapertemen P dan K,
1992), hlm. 129

25
kemampuan siswa dalam membedakan simbol-simbol cetakan,

seperti huruf-huruf, angka- angka, dan kata-kata misalnya anak

belum bisa membedakan b dengan q dan d. Perbedaan pendengaran

(auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan

kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting

dalam menentukan kesiapan membaca siswa24.

2) Faktor Intelektual

Istilah intelegensi adalah suatu kegiatan berpikir yang

terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang

diberikan dan meresponsnya secara tepat. Inteligensi ialah

kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan,

berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.

Secara umum intelegensi siswa tidak sepenuhnya mempengaruhi

berhasil atau tidaknya siswa dalam membaca. Faktor metode

mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut

mempengaruhi kemampuan membaca pada siswa. 25

3) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan

kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan tersebut

mencakup:

24
Iskandar wassid dan Dadang Sunender, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 289.
25
Safari, Pengujian dan penilaian bahasa dan sastra Indonesia (Jakarta: PT.
Kartanegara, 2002), hlm. 91-92.

26
(a) Latar belakang dan pengalaman siswa di rumah

Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan

kemampuan bahasa siswa. Kondisi di rumah mempengaruhi

pribadi dan penyesuaian diri siswa dalam masyarakat. Kondisi

itu pada gilirannya dapat membantu siswa, dan dapat juga

menghalangi siswa belajar membaca Rahim (2008: 18). Rumah

juga berpengaruh pada sikap siswa terhadap buku dan

membaca.

Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap

kegiatan sekolah dimana siswa belajar, dapat memacu sikap

positif siswa terhadap belajar, khususnya belajar membaca.

Kualitas dan luasnya pengalaman siswa di rumah juga penting

bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya

merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa

lalu siswa memungkinkan untuk siswa lebih memahami apa

yang dibaca.

(b) Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan

tetangga merupakanfaktor yang membentuk lingkungan rumah

siswa. Status sosial ekonomi siswa mempengaruhi kemampuan

verbal siswa. Semakin tinggi sosial ekonomi siswa maka

semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Siswa yang mendapat

contoh bahasa yang baik dari orang tua mendorong siswa akan

27
mendukung perkembangan bahasa dan intelegnsi siswa atau

dengan kemampuan membaca siswa. Siswa yang berasal dari

rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam

lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam

akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.26

4) Faktor Psikologis

Faktor lain yang mempengaruhi kemajuan kemampuan

membaca siswa adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup:

(a) Motivasi

Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca.

Kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk

mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan

kepada siswa praktek pengajaran yang relevan dengan minat

pengalaman siswa sehingga siswa memahami belajar itu

sebagai suatu kebutuhan.

Motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang

belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar siswa

mempengaruhi minat siswa dalam belajar dan hasil belajar

siswa.

(b) Minat

Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha-

usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai

26
Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai
Pendekatan, Metode, Teknik, dan Media Pembelajaran (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 176

28
minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam

kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian

membacanya atas kesadarannya sendiri. Seseorang guru harus

berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai

motivasi yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai

minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca.

(c) Kematangan Sosio dan Emosi serta Penyesuaian Diri

Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi

pada tingkat tertenu. Siswa yang mudah marah, menangis, dan

bereaksi secara berlebihan ketika siswa tidak mendapatkan

sesuatu, atau menarik diri akan mendapat kesulitan dalam

pelajaran membaca. Siswa yang lebih mudah mengontrol

emosinya akan lebih mudah memutuskan perhatiannya pada

teks yang dibacanya. Pemutusan perhatian pada bahan bacaan

memungkinkan kemajuan kemampuan siswa dalam memahami

bacaan akan meningkat.

Percaya diri sangat dibutuhkan oleh siswa. Siswa yang

kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa

mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas

itu sesuai dengan kemampuannya. Siswa sangat bergantung

29
kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan

mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.27

f) Kesulitan-Kesulitan dalam Membaca

Kesulitan membaca awal merupakan kondisi dimana peserta

didik mengalami kendala dan membaca yang di sebabkan dari

beberapa faktor sehingga siswa merasa sulit dan tidak bisa untuk

menulis mengeja dan lambat dalam membaca suku kata, serta

mempunyai kemampuan dibawah rata–rata.28

Kesulitan dalam belajar membaca awal tentunya berbeda antara

satu dengan anak lainnya. Anak yang memiliki kesulitan dalam

membaca cenderung memiliki hasil belajar yang rendah pula. Dalam

pembelajaran membaca awal, terdapat kesulitan yang biasanya ditemui

oleh siswa. Ada beberapa kesulitan dalam membaca awal, yaitu:29

a) Belum mampu membaca huruf vokal, vokal rangkap dan konsonan

rangkap.

b) Belum mampu membaca kalimat.

c) Belum bisa mengeja.

d) Cepat lupa kata yang telah dieja.

e) Belum mampu membaca dengan tuntas

27
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hlm.
16
28
Novika Dian Dwi Lstari, et al, Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Belajar
Membaca Permulaan Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu, Vol 5 No. 4 (2021), hlm. 2613
29
Riga Zahara Nurani, Fajar Nugraha, and Heris Mahendra, Analisis Kesulitan Membaca
Permulaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu, Vol. 5, No. 3 (2021), hlm. 1463

30
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia

a. Pengertian Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan

kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian

rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang

membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama,

bahasa Indonesia kita pergunakan sebagai alat untuk menyatukan nilai-

nilai social budaya nasional kita.30

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran

wajib bagi seluruh peserta didik disemua jalur dan jenjang pendidikan

formal. Namun, pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya dikelola

dengan sistem yang utuh dan menyeluruh.31

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar; kajian

teoritis kearah implementasi pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai

alat pemahaman kepada guru SD dalam melaksanakan pembelajaran

Bahasa Indonesia secara benar. Guna menanggapi kemajuan masa kini

dan yang akan datang, bangsa Indonesia perlu memosisikan dirinya

menjadi bangsa yang berbudaya baca tulis. Untuk itu perlu dilakukan

upaya pengembangan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun

nonformal.

30
Uyu Mu‟awwanah, Bahasa Indonesia 1 (Depok: CV. Madani Damar Madani, 2015),
hlm. 11
31
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2009), hlm. 45

31
Pengembangan melalui pendidikan formal, dimulai dari

Sekolah Dasar. Jenjang sekolah ini berfungsi sebagai pusat budaya dan

pembudayaan baca tulis. Sekolah Dasar sebagai penggalan pertama

pendidikan dasar, seyogyanya dapat membentuk landasan yang kuat

untuk tingkat pendidikan selanjutnya. Ini berarti bahwa sekolah harus

membekali lulusannya dengan kemampuan dan keterampilan dasar

yang memadai, diantaranya keterampilan berbahasa.

b. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia

Karakter seseorang tidak terbentuk dalam hitungan detik

namun membutuhkan proses yang panjang dan melalui usaha tertentu.

Karakteristik siswa adalah karakteristik khusus yang dimiliki setiap

siswa sebagai individu atau sebagai kelompok, yang diperhitungkan

dalam proses menyelenggarakan pembelajaran. Analisis karakteristik

awal peserta didik ialah salah satu cara yang dilakukan dalam

memahami; Persyaratan, kebutuhan, bakat dan minat peserta didik.

Ada tiga hal Karakteristik individu peserta didik yang perlu

diperhatikan, yaitu:

(1) Karakteristik yang berkenaan dengan kemampaun awal seperti

kemampaun intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang

berkaitan dengan aspek psikomotor.

(2) Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status

sosial kultural.

32
(3) Karakteristik yang berkenaan32

Karakteristik anak usia sekolah dasar adalah senang melakukan

kegiatan manipultif, ingin serba konkret, dan terpadu. Berdasarkan

karakteristik itu, maka pendekatan atau model pembelajaran yang

diasumsikan cocok bagi peserta didik usia sekolah dasar adalah model

pembelajaran yang didasarkan pada interaksi sosial dan pribadi.

Pendidikan karakter dengan proses pembelajaran Bahasa

Indonesia memiliki hubungan satu dengan yang lain. Pendidikan

karakter terkandung dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terdapat nilai-nilai pendidikan

karakter diantaranya kejujuran, intelektualitas, sopan santun, dan

rasional.

Adapun karateristik mata pelajaran bahasa indonesia ialah

menjadi modal dasar untuk belajar dan bekerja karena berfokus pada

kemampuan literasi yaitu sebagai berikut:

1) Mata pelajaran bahasa indonesia sebagai sarana komunikasi

Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berhubungan dan

berkomunikasi dengan manusia lain. Media komuniukasi paling

efektif yang dipakainya adalah bahasa. Dengan menggunakan

bahasa, mereka bisa menyatakan maksud, ide, pikiran, dan

32
Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: Alumni, 1994), hlm. 43.

33
gagasannya. Di sisi lain, maksud, ide, pikiran, dan gagasan tersebut

agar terpahami dengan tepat makna oleh manusia lain.

Dengan media bahasa kita bisa berkomunikasi dengan

seluruh manusia dari berbagai penjuru dunia yang berbeda. Dengan

media bahasa kita bisa menyampaikan maksud, pikiran, dan

gagasan yang akan bisa dipahami oleh generasi ratusan tahun

mendatang.33

2) Mata pelajaran bahasa indonesia membentuk keterampilan

berbahasa reseptif (menyimak,dan membaca)

a) Keterampilan menyimak

Keterampilan menyimak adalah kemampuan

memahami pesan-pesan yang diungkapkan pembicara melalui

lambang-lambang bunyi. Dalam keterampilan ini indera yang

paling berfungsi adalah indera pendengaran dan konsentrasi.

Menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa di

antara empat keterampilan berbahasa yang lain seperti menulis,

membaca, dan berbicara. Kegiatan menyimak berperan penting

dalam pengembangan kemampuan berbahasa seseorang

terutama para siswa. Namun, pembelajaran menyimak bukan

semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala

sesuatu informasi, melainkan ada proses pemahaman yang

harus dikembangkan.

33
Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
hlm. 12.

34
Proses menyimak memerlukan perhatian serius para

siswa. Menyimak berbeda dengan mendengar atau

mendengarkar. Pada kegiatan mendengar mungkin si

pendengar tidak memahami apa yang didengar. Pada kegiatan

mendengarkan sudah ada unsur kesengajaan, tetapi belum

diikuti unsur pamahaman karena itu belum menjadi tujuan.

Kegiatan menyimak mencakup mendengar, mendengarkan,

dan disertai usaha untuk memahami bahan simakan. Oleh

karena itu dalam kegiatan menyimak ada unsur kesengajaan,

perhatian, dan pemahaman, yang merupakan unsur utama

dalam setiap peristiwa menyimak. Penilaiannyapun selalu

terdapat dalam peristiwa menyimak, bahkan melebihi unsur

perhatian. Komponen faktor-faktor penting dalam menyimak

adalah sebagai berikut:

(1) Membedakan antar bunyi fonemis.

(2) Mengingat kembali kata-kata.

(3) Mengidentifikasi tata bahasa dari kelompok kata.

(4) Mengidentifikasi bagian-bagian pragmatik, ekspresi, dan

seperangkat penggunaan yang berfungsi sebagai unit

sementara mencari arti/makna.

(5) Menghubungkan tanda-tanda linguistik ke tanda-tanda para

linguistik (intonasi) dan kelompok nonlinguistik (situasi

yang sesuai dengan objek supaya terbangun makna,

35
menggunakan pengetahuan awal (yang kita tahu tentang isi

dan bentuk dan konteks yang telah siap dikatakan untuk

memperkirakan dan kemudian menjelaskan makna.

(6) Mengulang kata-kata penting dan ide-ide penting34.

b) Keterampilan membaca

Sedangkan Hakekat membaca adalah pemahaman.

Teknik apapun yang dianjurkan oleh pakar linguistik, pada

akhirnya kiat sebagai pelaku kegiatan membaca dituntut untuk

bisa memahami isi bacaan yang kita baca. Membaca tanpa

pemahaman adalah sia-sia. Keterampilan membaca adalah

keterampilan memahami lambang-lambang tulisan yang

diungkapkan penulis melalui sebuah bacaan. Keterampilan

membaca ada dua tingkatan, yaitu:

(1) Membaca Tingkat Dasar

Kemampuan menyuarakan lambang-lambang

tulisan yang disampaikan penulisnya.

(2) Membaca Tingkat Lanjut

Kemampuan memahami lambang-lambang tulisan

yang diungkapkan penulisnya melalui sebuah bacaan.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta

dipergunakan oleh pembaca untuk meperoleh pesan, yang

hendak disampaikan penulis melalui media kata-

34
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 200-201

36
kata/bahasa tulis. Dari segi linguistik, membaca adalah

suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi

(econding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding)

adalah menghubungkan kata-kata tulis (Writen Word)

dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang

mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang

bermakna.

Tujuan utama dalam mebaca adalah untuk mencari

serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami

makna bacaan. Makna arti erat sekali berhubungan dengan

maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Seorang

guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar

bahwa membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks,

yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian

keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan

perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga

komponen, yaitu:

(1) Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca.

(2) Korelasi anksara berserta tanda-tanda baca dengan

unsur-unsur linguistik yang formal.

37
(3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau

meaning.35

c) Memiliki keterampilan berbahasa produktif (berbicara, dan

menulis)

(1) Keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara adalah kemampuan

mengekspresikan pikiran/ide melalui lambang- lambang

bunyi. Seorang pembicara yang handal dan terlatih mampu

memilih kata-kata yang efektif dan gaya yang tepat

sehingga mudah dipahami dan bahkan memukau

pendengarnya. Seorang ahli pidato (orator) adalah contoh

dari pembicara yang handal.Untuk dapat berbicara di depan

umum, diperlukan wawasan, teknik dan perencanaan yang

matang.

Sebelum berbicara, pikirkan dahulu sesuatu yang

menjadi tujuan, pokok pikiran yang ingin disampaikan, dan

siapa yang menjadi pendengar/hadirin. Adapun faktor-

faktor yang mempengaruhi baik buruknya berbicara antara

lain:

35
Syaiful Bahri, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 28.

38
(a) Gaya Berbicara

(1) Gaya ekspresif, gaya bicara ekspresif ditandai

dengan spontanitas, lugas, gaya ini digunakan saat

mengungkapkan perasaan, bergurau, mengeluh, atau

bersosialisasi.

(2) Gaya perintah, gaya ini menunjukan kewenangan

dan bernada memberikan keputusan.

(3) Gaya pemecahan masalah, gaya ini bernada

rasional, tanpa prasangka, dan lemah lembut.

(b) Metode Panyampaian

(1) Penyampaian mendadak.

(2) Penyampaian tanpa persiapan.

(3) Penyampaian dari naskah.

(4) Penyampaian dari ingatan.

Kesuksesan yang diperoleh seseorang

pembicara, bukan hanya ditentukan oleh materi dan

cara berbicara yang menarik, melainkan juga oleh

situasi yang memungkinkan pendengar memberikan

apresiasi atau tidak berharap pembicara. Untuk itu

pembicara harus menciptakan kesan yang positif

sebelum mulai berbicara. Hal-hal yang dapat

menciptakan kesan posistif antara lain:

39
(a) Pakaian yang rapi dan serasi

(b) Sikap tubuh yang mengesankan

(c) Ekspresi wajah yang menyenangkan

(d) Tata karma yang baik

(2) Keterampilan menulis

Keterampilan menulis adalah kemampuan

mengekpresikan pikiran melalui lambang-lambang tulisan.

Keterampilan menulis ini termasuk dalam keterampilan

aktif, karena penulis aktif mengolah pesan (informasi) yang

ingin disampaikan kepada pembaca. Keterampilan ini relatif

sulit karena melibatkan olah pikir, pilihan kata, susunan

bahasa, gaya kepenulisan sehingga tidak terjadi kesalahan

komunikasi antara penulis dan pembaca.

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan

lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu

bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-

orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut

kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.

Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-

kesatuan ekspresi bahasa.36

36
Puji santosa, dkk., Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesiadi SD (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009), hlm. 3.

40
c. Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup

komponen kemampuan barbahasa dan kemampuan bersastra yang

meliputi aspek- aspek sebagai berikut :

1. Mendengarkan, seperti mendengarkan berita, petunjuk,

pengumuman, perintah, dan bunyi atau suara, bunyi bahasa lagu,

kaset, pesan, penjelasan, laporan, ceramah, khotbah, pidato,

pembicaraan nara sumber, dialog atau percakapan, pengumuman

serta perintah yang didengar dengan memberikan respon secara

tepat serta mengapresiasi sastra berupa dongeng, cerita anak-anak,

cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun dan

menonton drama anak.

2. Berbicara, seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan,

menyampaikan sambutan, dialog, pesan, pengalaman, suatu proses,

menceritakan diri sendiri, teman, keluarga, masyarakat, benda,

tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar seri, kegiatan sehari-

hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran,

peraturan, tata petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi dan

berekspresi sastra melalui kegiatan menuliskan hasil sastra berupa

dongeng cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak,

syair lagu, pantun, dan drama anak.

3. Membaca, seperti membaca huruf, suku kata, kata, kalimat,

paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib,

41
pengumuman, kemus, ensiklopedi, serta mengapresiasi dan

berekspresi, sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa

dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi

anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.

4. Menulis, seperti menulis karangan naratif dan normatif dengan

tulisan rapi dan jelas dengan memerhatikan tujuan dan ragam

pembaca, pemakaian ejaan dan tanda baca , dan kosa kata yang

tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk,

serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan

menulis hasil sastra berupa cerita dan puisi.37

Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran Bahasa Indonesia

diatas, maka pembelajaran Bahasa Indonesia mengarah kepada

peningkatan kemapuan berkomunikasi, karena keempat kemampuan

berbahasa tersebut saling berkaitan dan memiliki peranan penting

dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

B. Kajian Penelitian Yang Relavan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Marwati Marwati, Muhammad Basri

dengan judul “Pengaruh penggunaan media buku cerita terhadap

kemampuan membaca siswa pada pembelajaran bahasa indonesia kelas

IV SD” JKPD (Jurnal Kajian Pendidikan Dasar) 3 (1), 451-461, 2018

37
Apri Damai Sagita Krissandi, dkk, Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SD, (Jakarta:
Media Maxima, 2017), hlm. 68.

42
Hasil penelitian berdasarkan analisis deskriptif didapatkan bahwa

kemampuan membaca siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia baik

siswa yang diajar dengan perlakuan penggunaan media buku cerita

maupun yang diajar tidak menggunakan media buku cerita termasuk

kategori tinggi, tetapi persentasi kemampuan membaca siswa yang diajar

setelah perlakuan dengan menggunakan media buku cerita, pada kategori

sangat tinggi lebih besar dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa

menggunakan media buku cerita. Analisis inferensial menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan membaca siswa yang

diajar dengan penggunaan media buku cerita. Dari uji hipotesis dua sampel

yang berpasangan didapatkan bahwa kemampuan membaca siswa pada

pembelajaran Bahasa Indonesia siswa yang diajar dengan menggunakan

media buku cerita kemampuan membacanya meningkatdari 61, 84%

menjadi 74, 63% dibandingkan dengan yang diajar tanpa menggunakan

media buku ceritameningkatdari 61, 84% menjadi 76, 63% pada siswa

kelas IV SD Inpres Tala‟borong Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten

Gowa38.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya teliti yaitu

pada terletak pada objek penelitian dimana penelitian ini meneliti siswa

kelas IV sedangkan penelitian saya meneliti siswa kelas III. Adapun

persamaan penelitian ini dengan penelitian saya yaitu sama-sama meneliti

media pembelajaran yaitu buku cerita bergambar, masalah yang ada dalam
38
Marwati Marwati, Muhammad Basri, Pengaruh penggunaan media buku cerita
terhadap kemampuan membaca siswa pada pembelajaran bahasa indonesia kelas IV SD, JKPD
(Jurnal Kajian Pendidikan Dasar) 3 (1), 451-461, 2018

43
penelitian yaitu sama-sama tentang kemampuan membaca peserta didik,

mata pelajaran yang diteliti sama-sama mata pelajaran bahasa Indonesia,

dan sama-sama meneliti pada tingkat SD.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fita Apriatin, Ida Ermiana, Heri

Setiawandengan judul “Pengaruh Buku Cerita Bergambar Terhadap

Kemampuan Membaca Pemahaman Dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Siswa Kelas III Sdn Gugus 04 Kecamatan Pujut”. Renjana

Pendidikan Dasar 1 (2), 77-84, 2021.

Hasil penelitian berdasarkan hasil posttest diperoleh nilai rata-rata

kemampuan membaca pemahaman siswa pada kelas eksperimen adalah

87, 2 dan pada kelas kontrol adalah 78, 1. Hasil perhitungan uji-t diperoleh

nilai t hitung> t tabel yaitu (3,385> 2,018). Hal tersebut artinya

menunjukkan bahwa hipotesis yang diterima adalah hipotesis alternatif

(Ha) yang berbunyi ada pengaruh buku cerita bergambar terhadap

kemampuan membaca pemahaman dalam pembelajaran bahasa Indonesia

siswa kelas III SDN gugus 04 Kecamatan Pujut tahun pelajaran

2020/2021.39

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya teliti yaitu

terletak pada sekolah yang diteliti, dimana penelitian saya meneliti di SD

25 Lebong, sedangkan penelitian ini meneliti SDN gugus 04 Kecamatan

Pujut. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian saya yaitu sama-

sama meneliti media pembelajaran yaitu buku cerita bergambar, masalah


39
Fita Apriatin, Ida Ermiana, Heri Setiawan, Pengaruh Buku Cerita Bergambar
Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa
Kelas III Sdn Gugus 04 Kecamatan Pujut, Renjana Pendidikan Dasar 1 (2), 77-84, 2021.

44
yang ada dalam penelitian yaitu sama-sama tentang kemampuan membaca

peserta didik, mata pelajaran yang diteliti sama-sama mata pelajaran

bahasa Indonesia, dan sama-sama meneliti pada tingkat SD kelas III.

3. Penelitian Ayu Resti Putri dengan judul “Pengaruh Media Buku Cerita

Bergambar Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas III

SD N 05 Berangah Tahun Ajaran 2022/2023”. Pendas: Jurnal Ilmiah

Pendidikan Dasar 8 (1), 440-453, 2023.

Hasil penelitian berdasarkan analisis uji-t menunjukkan bahwa ada

perbedaan hasil kemampuan membaca pemhaman siswa kelas kontrol dan

kelas eksperimen dilihat pada kolom t-test for equality of means dengan

nilai Sig.[2-tailed] yaitu 0, 05> 0,000 bahwa t-hitung (8,048)> t-tabel

(2,063). Ini berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan penggunaan media

buku cerita bergambar terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa

kelas 3 SDN 05 Berangah Desa Beleka Kecamatan Praya Timur.40

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya teliti yaitu

terletak pada sekolah yang diteliti, dimana penelitian saya meneliti di SD

25 Lebong, sedangkan penelitian ini meneliti SDN SDN 05 Berangah

Desa Beleka Kecamatan Praya Timur. Adapun persamaan penelitian ini

dengan penelitian saya yaitu sama-sama meneliti media pembelajaran

yaitu buku cerita bergambar, masalah yang ada dalam penelitian yaitu

sama-sama tentang kemampuan membaca peserta didik, mata pelajaran

40
Ayu Resti Putri dengan judul, Pengaruh Media Buku Cerita Bergambar Terhadap
Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas III SD N 05 Berangah Tahun Ajaran 2022/2023,
Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 8 (1), 440-453, 2023.

45
yang diteliti sama-sama mata pelajaran bahasa Indonesia, dan sama-sama

meneliti pada tingkat SD kelas III.

C. Kerangka Berpikir

Setelah peneliti mempelajari masalah pada BAB I dan mengkaji teori-

teori pada BAB II maka dapat dikembangkan menjadi kerangka berfikir.

Pembelajaran membaca sering kali mengalami problem yang menyebabkan

siswa menjadi tidak termotivasi dan merasakan kejenuhan atau enggan

membaca. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan media pembelajaran

yang kurang bervariasi. Sehingga membuat siswa tidak berniat dan enggan

mengikuti pembelajaran membaca. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil

bacaan yang diperoleh siswa. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut,

didalam pembelajaran membaca guru harus mempunyai strategi pembelajaran

dan inovasi media pembelajaran yang digunakan untuk membuat siswa

tertarik akan pembelajaran membaca.

Pendidikan bertugas mempersiapkan proses pembelajaran termasuk

dalam hal ini menciptakan kegiatan belajar yang kondusif, menyenangkan,

membangkitkan motivasi dan menggairahkan. Kebosanan atau kemalasan ini

menimbulkan rendahnya minat dan motivasi siswa untuk berpartisipasi dalam

aktivitas kegiatan belajar mengajar. Jika hal tersebut terus menerus terjadi

maka bukan tidak mungkin prestasi juga ikut turun, dan tujuan pembelajaran

yang terencana dalam standar kompetensi lulusan tidak dapat dipenuhi.

Pembelajaran keterampilan membaca dengan media buku cerita

bergambar yang dilakukan peneliti diharapkan agar pembelajaran lebih

46
menarik dan lebih variatif. Media buku cerita bergambar adalah suatu

perantara atau media bagi anak yang berbentuk media yang isi ceritanya

memiliki keindahan dan kenikmatan anak, serta dilengkapi dengan gambar-

gambar yang menarik, lucu, dan juga menyenangkan supaya anak menjadi

gemar dan senang membaca dengan demikian membaca menjadi suatu hal

kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang anak. Oleh karena itu

berdasarkan asumsi sementara ada kecenderungan bahwa pembelajaran

Bahasa Indonesia menggunakan buku cerita bergambar gema insani pada

pembelajaran membaca nyaring lebih efektif dibandingkan tanpa media atau

menggunakan media buku kumpulan cerita anak hebat. Penjelasan lebih

lanjut mengenai kerangka berfikir akan dijelaskan dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

yang diajukan dalam penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan hanya disusun berdasarkan pengamatan awal sebelum dilakukan

47
eksperimen pada objek penelitian dan dipadukan dengan hasil kajian terhadap

literatur yang relevan dengan bidang penelitian, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan analisis data

penelitian.

Hipotesis penelitian ada dua macam, yaitu hipotesis kerja (ha) dan

hipotesis nol (ho). Hipotesis kerja (hipotesis yang akan diuji) dinyatakan

dalam bentuk kalimat positif dan hipotesis nol dinyatakan dalam bentuk

kalimat negatif. Adapun hipotesis penelitian dan pengembangan ini adalah

sebagai berikut:

Ho: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pembelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas III di SD N 25 Lebong sebelum dan sesudah

dalam meningkakan kemampuan membaca siswa

Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan pada pembelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas III di SD N 25 Lebong sebelum dan sesudah

dalam meningkakan kemampuan membaca siswa.

48
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

penelitian kuantitatif. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data

penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistika. Penelitian

ini dilakukan dengan mengumpulkan data berupa angka, atau data berupa

kata-kata atau kalimat yang dikonversi menjadi data yang disajikan dalam

angka.41

Metodologi yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini yaitu

metode eksperimen. Sementara itu, metode penelitian eksperimen dalam

pandangan sugiyono, yaitu dapat diartikan sebagai penelitian yang digunakan

untuk memastikan kegiatan penelitian dalam keadaan terkendali serta mencari

pengaruh tertentu pada situasi yang berbeda.42 Penelitian ini menggunakan

pre-eksperimental dengan desain one grup pretest-posttest. Dimana tidak ada

kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian ini.Proyek ini

dibandingkan dengan pre-test dan post-test untuk kelompok yang akan dites.

Model yang digunakan terlihat seperti:

Tabel 3.1
Desain Penelitian
Pretest Treatment Post test
O1 X O2

41
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis data
Sekunder (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 20
42
Sugiyono, Pendidikan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D (Bandung, Alfabeta, 2014), hlm.
6.

49
Sumber: Abdul Rahmat, Gorontalo: Ideas Publising 2020
Keterangan :

O1= Tes Awal (pre-test)

X = Perlakuan (treatment)

O2= Test Akhir (Post Test)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN 25 Lebong, Lebong dan waktu penelitian

dilakukan pada Tahun 2024.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi menurut Babbie dalam Sugiyono adalah elemen

penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoritis

menjadi target hasil penelitian. Populasi merupakan semua anggota

manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam satu

tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari dari hasil

suatu penelitian. 43 Pada penelitian ini, populasi yang dipakai yaitu siswa

kelas III SDN 25 Lebong. Seluruh siswa berjumlah 27 siswa.

2. Sampel

Sampel merupakan jumlah populasi yang dipilih untuk dijadikan

sumber data. Syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa sampel harus

diambil dari bagian populasi. Yang dapat diambil sebagai sampel dalam

penelitian ini adalah populasi akses, yaitu jumlah anggota kelompok yang

43
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi
Aksara,2014), hlm. 53

50
ditemui dilapangan dan bukan populasi target. Sugiyono berpendapat bahwa

sampel itu sendiri adalah suatu bagian dari nilai dan karakteristik populasi.

Sampel disini akan menjadi perwakilan dari populasi.44 Pada penelitian ini

sampel merupakan seluruh anggota populasi, yaitu seluruh siswa kelas III

SDN 25 Lebong sebagai objek penelitian.

Tabel 3.2
Populasi Penelitian Anak kelas 3 SDN 25 Lebong
Laki-Laki Perempuan
19 Orang 8 Orang

D. Variable Penelitian

1. Variabel Independen (X)

Variabel Independen (X) menurut Sugiyono menyatakan bahwa,

“variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent,

dalam bahasa Indonesia sering disebut juga variabel bebas, variabel bebas

adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Variabel independen atau

variabel bebas pada penelitian ini adalah Media Buku Cerita Bergambar (X)

2. Variabel Dependen (Y)

Variabel Dependen (Y) menurut Sugiyono “sering disebut sebagai

variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut

sebagai variabel terikat, variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.

44
Moh Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia,2017), hlm. 25

51
Dalam SEM (Structura Equation Modeling) Pemodelan Persamaan

Struktural, variabel dependen disebut juga sebagai variabel indogen. Maka

yang menjadi variabel dependen atau variabel terikat (Y) pada penelitian ini

adalah Hasil Kemampuan Membaca.45

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan

untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan

atau bakat yang di miliki oleh individu atau kelompok. Dalam

penelitian ini instrument tes yang diberikan merupakan tes tertulis

berupa tes objektif bentuk Multiple Choice. Tes ini terdiri dari pretest

dan postest yang dibuat relatif sama dilihat dari kognitifnya. Tes awal

(pretest) digunakan untuk melihat kemampuan membaca dasar peserta

didik sebelum menggunakan buku cerita bergambar. Sedangkan tes

akhir (postest) digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

pemahaman peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.

Sebelum tes ini diberikan terlebih dahulu diuji cobakan untuk

diketahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

45
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta,
h. 39-64

52
b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk pengumpulan data yang

berbentuk tertulis dan tercetak tentang fakta-fakta yang akan dijadikan

sebagai bukti fisik penelitian dan hasil penelitian dokumentasi yaitu

mengenai keadaan SD N 25 Lebong, profil sekolah, jumlah peserta

didik, kegiatan peserta didik dan lain-lain yang berkaitan dengan

penelitian.

c. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan

dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan

secara sistematis. Observasi dalam penelitian ini adalah observasi

secara langsung mengenai proses pembelajaran yang dilakukan

disekolah.46

d. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk

mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya jawab.

Wawancara digunakan untuk mengetahui permasalahan kemampuan

membaca peserta didik terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesi dan

tentang penerapan metode buku cerita bergambar. Dengan melakukan

tanya jawab lisan kepada guru kelas III di SD N 25 Lebong dengan

menggunakan lembar wawancara.

46
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
hlm. 71

53
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berkaitan dengan kualitas pengumpulan data

tentang ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data, oleh

karena itu instrument yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya belum

tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen

tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda

sebanyak 25 butir soal untuk mengetahui kemampuan membaca melalui

pretest dan postest pelajaran Bahasa Indonesi peserta didik.

F. Uji Instrumen Penelitian

1. Uji Validasi

Pengujian validasi menggunakan korelasi produk momen, apabila

rhitung ≥ rtabel maka butir pernyataan dapat dikatakan valid. Adapun

rumusnya yaitu:

∑ (∑ ) (∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y

N : Banyaknya subyek

∑ XY : Jumalah hasil kali skor X dengan skor Y

∑ X : Jumlah seluruh skor X

∑ Y : Jumlah seluruh skor Y

∑ X2 : Jumlah X2

∑ Y2 : Jumlah Y2

54
2. Uji Realibilitas Instrumen

Reliabilitas suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut dianggap

sudah cukup baik.47 Reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus

KR 20 (Nurrachman, 2015: 59) Rumus tersebut adalah sebagai berikut.48


( )( )

Keterangan:

= reliabilitas instrumen

K = banyaknya butir soal atau butir pertanyaan

Vt = varians total

P = proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir

(proporsi subjek yang mendapat skor 1)

q = proporsi subjek yang mendapat skor 0 (q = 1-p)

Untuk melihat pedoman kriteria reliabilitas dapat kita lihat pada table

dibawah ini:

Table 3.2 49
Kriteria reliabilitas

Koefisien reliabilitas ( ) Kriteria


≤ 0,20 Sangat rendah
0,20 < 0,40 Rendah
0,40 < 0,60 Sedang
0,60 < 0,80 Tinggi
0,80 < 1,00 Sangat tinggi

47
Arikunto, op. cit. hal.176
48
Nurrachman, Latifa. "Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa
yang Menggunakan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) pada Konsep Fungi." (2015).
49
Jihad, Asep. Evaluasi pembelajaran (Jakarta: Multi Pressindo, 2008), hlm. 29

55
3. Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus beriku:

P=

Keterangan:

P : Indeks/ taraf kesukaran tiap soal

B : Banyaknya siswa yang menjawab benar

Js : jumlah seluruh peserta yang ikut tes

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh,

makin sulit soal tersebut. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh

makin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesukaran soal adalah sebagai

berikut:

Table 3.3
Kriteria Tingkat Kesukaran

Nilai P Kategori
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 - 1,00 Mudah

4. Daya Pembeda

Daya pembeda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam

membedakan kelompok peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi

dengan peserta didik yang memiliki kemapuan rendah.

56
Perhitungan daya pembeda dilakukan dengan menggunakan AnatesIV4.

Daya pembeda tiap butir-butir soal ditentukan dengan rumus:

D=

Keterangan:

D : daya pembeda soal

J : Jumlah pwserta tes

JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P

sebagai indeks kesukaran

PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Daya pembeda dari perhitungan diinterpretasikan dengan

menggunakan kriteria yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Table 3.4
Tabel Kriteria Daya Pembeda

Nilai Daya Beda Interpretasi


0,70-1,00 atau lebih Sangat baik
0,40-0,69 Baik
0,20-0,39 Cukup
0,00-0,19 ke bawah Buruk

57
G. Teknik AnalisiS Data

1. Uji persyaratan

a. Uji Normalitas

Uji normalisasi mempunyai tujuan yaitu untuk dapat mengetahui

data yang normal dan untuk membuktikan data penelitian normal atau

tidak normal. Rumus yang digunakan untuk mengukur uji normalitas

adalah rumus Chi Kuadrat (hitung), atau data dihitung dengan SPSS 26

yaitu sebagai berikut:

( )

Keterangan:

X2 = uji chi kuadrat

F0 = Data frekuensi diperoleh dari sampel X

Fe = Frekuensi di popolasi

Dengan kriteria penguji:

X2hitung≤X2tabel, Maka nilai berdistribusi data normal, jika

X2 hitung≥ X2 tabel,Maka nilai berdistribusi data tidak normal. Jika data

tidak normal maka akan digunakan uji statistik non parmetrik yaitu uji

MannWhitney.

Dengan keterangan nilai signifikan lebih ˃ 0,05 maka nilai

dinyatakan berdistribusi normal dan jika nilai signifikan lebih ˂ 0,05

maka nilai dinyatakan berdistribusi tidak normal.

58
b. Uji Homogenitas

Tujuan dari uji homogenitas untuk mengetahui apakah nilai dari pre-

test dan juga post-test berdistribusi homogen atau tidak, pengujian juga

bisa dilakukan menggunakan varian atau uji F dengan memakai rumus

yaitu, sebagai berikut:

Keterangan:

F= Nilai F hitung

ѕ₁²= Nilai Varian terbesar

ѕ₂²= Nilai Varian terkecil

kriteria pengujian:

Jika Fhitung ≥ dari Ftabel, maka tidak homogen dan jika Fhitung≤dari

Ftabel, maka homogen

Kemudian penulis juga mengolah data dengan menggunakan

bantuan aplikasi Statistical Package for Sosial Sciences (SPSS) versi 26.

Untuk menguji homogenitas dat a, dengan kriterian sebagai berikut: Jika

nilai signifikat lebih ˃ dari 0,05 maka data Homogen. Jika nilai signifikat

lebih ˂ dari 0,05 maka data tidak Homogen.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk membandingkan rata-rata nilai pretest

dan posttest. Pengolahan data dengan uji-t sampel berpasangan biasanya

digunakan dalam penelitian yang menggunakan satu kelompok desain

pretest dan posttest.

59
Berikut adalah rumus uji t-test sebagai berikut:

( )( )

Keterangan:

ѕ₁²= varians sampel 1

ѕ₂²= varians sampel 2

r = korelasi antara dua sampel

𝑥₁= rata-rata sampel 1

𝑥₂= rata-rata sampel 2

ѕ₁= simpangan baku sampel 1

ѕ²= simpangan baku sampel 2

H. Definisi Operasional
1. Media Buku Cerita Bergambar (BCB)
Buku cerita bergambar merupakan cerita berbentuk buku, dimana
ada gambar yang menjadi perwakilan dari cerita yang saling berkaitan
serta terdapat goresan pena yang bisa mewakili cerita yang ditampilkan
oleh gambar. Melalui media gambar bisa memperkuat daya ingat siswa
dan mempermudah pemahaman siswa untuk memahami isi cerita. Buku
bergambar adalah salah satu bentuk seni visual yang penting serta bisa
diakses oleh siswa sebab menyampaikan kesempatan pada siswa untuk
mengeksplorasi pengalaman sendiri serta memahami nilai-nilai yang
terkandung pasa keluarga dan masyarakat.
2. Kemampuan membaca
Kemampuan membaca adalah kesanggupan seseorang dalam
mengucapkan, mengeja, melafalkan, dan memahami secara kritis dan
evaluative dalam keseluruhan isi bacaan.
3. Pelajaran Bahasa Indonesia

60
Pelajaran artinya dipelajari atau dijarkan, Bahasa Indonesiaatau suatu mata
pelajaran wajib yang ada disetiap jenjang pendidikan.

61
DAFTAR PUSTAKA
Anita Kurniya Sari “Pengaruh Penggunaan Media Cerita Bergambar Terhadap
Peingkatan Keterampilan Menyimak Dan Membaca Pada Anak
Berkesulitan Belajar Kelas II SDN Petoran Jebres Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010”, (Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010).

Asratul Hasanah, and Mai Sri lena, Analisis Kemampuan Membaca Permulaan
dan Kesulitan yang dihadapi Siswa Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan. Vol, 3. No. 5, 2021, hlm. 3297

Ben Kei Daniel and Tony Harland, „Higher Education Research Methodology‟,
Higher Education Research Methodology, 2017.

Budi Susanti, Dengan Menggunakan Media Potongan-Potongan Kata Dapat


Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring Dikelas 1 Sd Negeri 05
Kabawean, Jurnal PGSD FKIP Universitas Bengkulu, ISSN. 1693 8577,
2016, hlm. 331-339

Departemen Pendidikan Nasioanl, KBBI ( Jakarta: Balai Pustaka, Jakarta, 2007)

Dr. H. Dalman, M.Pd, Keterampilan Membaca (Jakarta : Rajawali Pers, 2013)

Esti Ismawati dan Faraz Umaya, Belajar Bahasa Di Kelas Awal (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2017)

Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa


(Bandung: Angkasa Bandung, 2008)

Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: PT. Bina Aksara,
2000)

I Ketut Artana, Perpustakaan, Masyaratak, dan Pembudayaan gemar membaca.


ACAR YA PUSTAKA.” Jurnal Ilmiah dan Informasi.” Vol. 1, No. 2, hlm.
20

Jihad, Asep. Evaluasi pembelajaran (Jakarta: Multi Pressindo, 2008)

Kholid Harras, Hakekat Mebaca (Jakarta : Depdikbud PPGLP, 2011)

Ma‟as Sobirin, Belajar & Pembelajaran Di Sekolah Dasar (Semarang: Fatawa


Publishing, 2018)

Mika Istova dan Tatat Hartati, Pengaruh Media Film Animasi Fiksi Islami Untuk
Meningkatkan Kemampuan Menyimak Dan Berbicara Siswa Sekolah
Dasar, JPSD Vol. 2 No. 1, (Maret 2016) ISSN 2301-671X, hlm. 73

62
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2009)

Mochmahsun and Miftakul Koiriyah, Meningkatkan Keterampilan Membaca


melalui Media Big Book pada Siswa Kelas IA MI Nurul Islam Pasirian
Lumajang. Bidayatuna : Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Vol
2. No. 1, hlm. 61

Nining Hadani, Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini melalui


Kegiatan Permainan Kartu Kata di TK Al-Fauzan Desa Ciharashas
Kecamatan Cilaku Kabupaten Cianjur. Empowerment : Jurnal Ilmiah
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah. Vol. 6, No. 1, 2017, hlm. 20

Novika Dian Dwi Lstari, et al, Analisis Faktor-Faktor Yang Menghambat Belajar
Membaca Permulaan Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu, Vol 5
No. 4 (2021), hlm. 2613

Nurrachman, Latifa. "Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara


Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) dan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project
Based Learning) pada Konsep Fungi." (2015).

Riga Zahara Nurani, Fajar Nugraha, and Heris Mahendra, Analisis Kesulitan
Membaca Permulaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu,
Vol. 5 No. 3, 2021, hlm. 1463

Riga Zahara Nurani, Fajar Nugraha, and Heris Mahendra, Analisis Kesulitan
Membaca Permulaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Jurnal Basicedu,
Vol. 5, No. 3 (2021), hlm. 1463

Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Paduan Peneliian, (Jakarta: Prestasi


Pustakarya,2006)

Siska Kusmayanti, Membaca Permulaan Dengan Metode Multisensori. Jurnal


Pendidikan UNIGA, Vol 13. No.01 (2019), hlm. 223

Siti Herawati “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring Dengan


Pengunaan Media Gambar Pada Siswa Kelas II Madrasah Ibtidaiyah
Assa’adiyah Attahiriyah VII Tahun Ajaran 2015/2016”, (Skripsi Fakultas
Imu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016)

Slamet, Pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia Dikelas Rendah dan Kelas
Tinggi Di Sekolah Dasar (Surakarta: UNS Pers, 2017)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif, R & D (Bandung:


Alfabeta, 2014)

63
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
(Jakarta:Rineka Cipta, 2013)

Sunnasih, Kemampuan Membaca Anak Sekolah Dasar Kelas Rendah Bagian Dari
Pengembangan Bahasa. Naturalistic: Jurnal Penelitian Pendidikan dan
Pembelajaran. Vol. 2, No. 1, 2017, hlm. 40

Sunnasih, Kemampuan Membaca Anak Sekolah Dasar Kelas Rendah Bagian Dari
Pengembangan Bahasa. Naturalistic : Jurnal Penelitian Pendidikan dan
Pembelajaran, Vol 2. No. 1 (2017), hlm. 40

Supadmi Rejeki, Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan


Model Pembelajaran PAKEM (Aktif, Efektif, dan Menyenangkan. Social,
Humanities, and Educatianol Studies (SHEs): Conference Series, Vol 3,
No. 2, 2020, hlm. 2233

Syaiful Bahari Djamarah, Guru dan Anak Didik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005)

Uci Sugiarti, Pentingnya Pembinaan Kegiatan Membaca Sebagai Implikasi


Pembelajaran Bahasa Indonesia. Basatra : Jurnal Unimed ac.id. vol 1. No.
2( 2012)

Uyu Mu‟awwanah, Bahasa Indonesia 1 (Depok: CV. Madani Damar Madani,


2015)

Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar: Dasar dan Teknik


Metodologi Pengajaran (Bandung: Tarsito, 1982)

64

Anda mungkin juga menyukai