RSUD BANYUASIN
TAHUN 2018
579 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
580 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
7. Angiografi
8. Dll
581 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Balanced vasodilator : nitroprusside, prazosin,
doksazosin
ACE Inhibitor : Captopril, enalapril,
lisinopril, dll
ARB dapat digunakan jika terdapat kontraindikasi
penggunaan ACEI
Penyekat beta : bisoprolol, metoprolol dan
carvedilol dapat digunakan pada keadaan yang
sudah stabil (NYHA II dan III). Dimulai dengan dosis
rendah dan dititrasi dalam beberapa minggu hingga
dosis optimal tercapai
Obat-obat lain :
582 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri
atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal
jantung
Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan
Laboratorium
Darah rutin, urinalisis, ureum/kreatinin, elektrolit
Analisa gas darah
Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin T) dapat
meningkat jika penyebabnya infark miokard
Foto Thoraks
Opasifikasi hilus di bagian basal paru kemudian dapat
meluas kea rah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan
efusi pleura.
Ekokardiografi
Dapat menggambarkan penyebab gagal jantung: kelainan
katup, hipertrofi ventrikel kiri (hipertensi), segmental
motion abnormality (penyakit jantung koroner). Pada
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium kiri.
583 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
intubasi endotrakeal suction dan ventilator/ bipep.
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada
5. Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit
sampai total dosis 15 mg
6. Diuretik: furosemide 40-80 mg iv bolus dapat diulangi
atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip
kontinyu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
7. Bila perlu (tekanan darah turun/ terdapat tanda-tanda
hipoperfusi): drip dopamine 2-5 µg/kgBB/menit atau
dobutamine 2-10 µg/kgBB/menit atau kombinasi
keduanya untuk menstabilkan hemodinamik
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard akut
9. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
584 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
ENDOKARDITIS INFEKTIF
Faktor Pencetus:
Ekstraksi gigi
Kateter kandung kemih
Tindakan obstetric ginekologi
Radang saluran nafas
Dan lain-lain
Mikroorganisme penyebab:
Subakut :
Yang terbanyak adalah Streptokokus viridans (50%),
Stafilokokus aureus dan Streptokokus atau Stafilokokus
yang lain, jamur, virus dan Candida
Akut :
Terbanyak adalah Stafilokokus aureus
2. Akut
Yang menonjol adalah gejala infeksi
585 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dan vitamin.
586 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
RSUD BANYUASIN
ANGINA PECTORIS
587 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Antagonis kalsium dapat berupa diltiazem atau
nifedipine
Antagonis beta
Antiplatelet
588 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
RSUD BANYUASIN
Pemeriksaan radiologis:
Foto toraks dapat membantu melihat adanya edema paru
Elektrokardiogram:
Berupa elevasi segmen ST yang diikuti dengan inversi
gelombang T dan terbentuknya gelombang Q. Dapat juga
disertai perubahan yang khas berupa depresi ST atau inversi
T tanpa adanya Q.
Laboratorium:
Adanya kenaikan enzim jantung serum, yaitu CKMB, LDH,
alfa HBDH dan SGOT.
5. Penatalaksanaan Umum:
Tirah baring total (ICCU), monitor EKG, tekanan darah,
589 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
oksimetri
Infus darurat
Oksigen
Bila sakit sekali morfin 2-5 mg IV dapat diulang 10
menit samapi rasa nyeri menghilang. Dapat pula
diberikan Meperidin HCL 25-50 mg IV setiap 15 menit
bila perlu.
Diet: puasa hingga bebas nyeri, kemudian diberikan
diet jantung I-II dalam 24 jam
Berikan pelunak feses, laktulosa (laxadin) 2x15 ml
Dapat diberikan tranquilizer minor
Khusus:
Aspirin 160-354 mg sehari
Bila alergi aspirin, intoleransi atau tidak responsif
dapat diberikan tiklopidin atau klopidogrel
Nitrogliserin/ isosorbide dinitrate sublingual, bila perlu
intravena dalam 1-2 hari
Trombolisis: streptokinase 1,5 juta unit dalam 1 jam
jika elevasi segmen ST > 0,1 mV pada dua atau lebih
sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV
pada dua atau lebih sadapan precordial berdampingan,
waktu mulai nyeri dada < 12 jam, usia < 75 tahun.
Penyekat beta dapat diberikan jika tidak ada
kontraindikasi
Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan
terutama pada infark miokard akut yang luas, atau
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi
Antagonis kalsium: verapamil untuk infark miokard
NSTEMI atau angina pektoris tidak stabil bila nyeri
tidak teratasi
Antikoagulan
6. Komplikasi Aritmia ringan sampai yang berat
Rupture septum atau aneurisma, rupture korda
Gagal jantung ringan sampai berat, syok kardiogenik
Penyakit serebrovaskuler
Pericarditis
Dressler Syndrome
Angina paska infark
590 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
ARITMIA
4. Diagnosis a. Aritmia Supraventrikul: SVES < SVT < PAT < AF < Atrial
Flutter, Irama Nodal, Sindrom WPW
Aritmia Ventrikel: VES, VT, VF, Ventricular Flutter,
Torsade des Pointes
b. Gangguan konduksi
Tingkat Supraventrikel: sinus arrest, SA block, sinus
bradikardia, Sick Sinus Syndrome, asistol (dengan atau
tanpa escape beat/escape rhythm)
Tingkat AV node: AV block (derajat I, derajat II= Mobitz I/
tipe Wenckebach, Mobitz II, 2:1 AV block, 3:1 AV block,
derajat III= total AV block)
Tingkat Ventrikel (Berkas His): RBBB, LBBB, LAHB,
LPHB, bifascular/trifascular block, idioventricular rhythm.
5. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan aritmia adalah hanya simptomatis,
sepanjang tidak ada keluhan atau komplikasi yang
membahayakan, aritmia tidak diterapi. Terapi terutama
ditujukan kepada penyebabnya, baru kemudian mengatasi
dampak/ komplikasi yang akan atau telah terjadi (syok
kardiogenik, gagal jantung dan sebagainya) untuk
penyelamatan hidup seseorang.
Berikut adalah beberapa patokan terapi standard untuk
beberapa jenis aritmia yang sering dijumpai:
591 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
AF yang timbul baru berkenaan dengan SKA. Terapi AF
perlu dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
mengembalikan ke irama sinus (konversi) dan
mencegah respons ventrikel yang cepat (perlambatan
respons ventrikel). Konversi hanya diusahakan untuk
mencegah terjadinya fenomena tromboemboli dan
biasanya dilakukan pada AF yang baru terjadi (6-8
minggu) misalnya pada SKA atau sesudah operasi/
koreksi katup mitral. Konversi dilakukan dengan
sulfas chinidin dari dosis awal 3-4 x 100 mg sampai
maksimum 2000 mg/hari. Alternatif lain dapat dipakai
disopiramid 3-4 x 100 mg/hari. Konversi per oral ini
dapat dilakukan secara rawat jalan, dilihat hasilnya
dalam dua minggu. Bila tidak berhasil dilakukan
defibrilasi (DC Shock) dengan dosis 75-100 Joule
beberapa kali. Bila AF sudah berlangsung lama tidak
perlu dikonversi namun perlu dicegah terjadinya
fenomena tromboemboli dengan anti agregasi trombosit
seperti asetosal dosis rendah. Perlambatan respons
ventrikel ditujukan untuk mencegah terjadinya gagal
jantung dilakukan dengan digitalis atau penyekat beta
(propranolol, atenolol atau metoprolol).
d. Sindrom WPW
Ditandai dengan adanya interval PR yang memendek,
gelombang delta dan melebarnya QRS. Bila terjadi AF
atau PSVT tidak boleh diberikan terapi seperti di atas
(verapamil, penyekat beta atau digitalis) melainkan
diberikan disopiramid atau defibrilasi. Ini disebabkan
karena dengan obat golongan tersebut impuls fisiologi
melalui AV node dapat ditekan tetapi sebagai
kompensasinya, impuls dapat melalui jalur asesoris
yang patologis sehingga sampai di ventrikel
menimbulkan takikardi ventrikel yang ganas. Penderita
dengan sindrom WPW yang tenang tidak dirawat.
592 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
sulfas atropine dari dosis ringan 0,25-2 mg sesering
mungkin sampai respons denyut jantung yang wajar
(>50 kali per menit), bila gagal perlu dipasang pacu
jantung permanen. Penderita yang sering mengalami
sinkop perlu dirawat.
h. Torsades de Pointes
Torsades de Pointes merupakan aritmia ventrikel yang
ganas yang justru tidak diobati dengan anti aritmia
dan harus segera diberantas dengan MgSO4 sedangkan
anti aritmia yang sedang diberikan harus dihentikan.
i. Blok AV Total
Pada blok AV total impuls dari simpul SA dan AV tidak
593 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dapat diteruskan ke berkas His sehingga ventrikel
membuat otomatisasinya sendiri dengan akibat tidak
adekuatnya sistem kardiovaskular. Bila keadaan
hemodinamik masih dapat ditoleransi, masih
diusahakan peransangan simpul SA dengan sulfas
atropine 0,50-2,00 mg iv sesering mungkin sampai
dapat dipasang alat pacu jantung temporer kemudian
permanen. Penderitanya dirawat bila dalam konteks
IMA atau sering mengalami sinkop.
j. Henti Jantung
Henti jantung ditandai dengan hilangnya kesadaran,
tekanan darah/nadi tak terukur, tidak adanya
pernafasan. Bila tidak secepatnya dilakukan resusitasi
jantung paru di tempat kejadian maka dapat
meninggal dalam waktu singkat. Obat-obatan yang
diperlukan untuk resusitasi ini adalah antara lain
adrenalin (kalau perlu intrakardial), CaCl 2 atau Ca
glukonas, bikarbonas natrium, sulfas atropine yang
semuanya diberikan secara bolus iv sampai keadaan
hemodinamiknya teratasi. Defibrilasi diberikan sesuai
indikasi yang dinilai dari monitor EKGnya. Drip
dopamine diberikan langsung untuk mengatasi syok
kardiogenik yang sedang berlangsung. Seluruh
penderita aritmia yang dirawat baru dipulangkan
setelah keadaan hemodinamiknya cukup stabil.
594 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PENYAKIT JANTUNG KATUP
PNEUMONIA
595 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, parasit dan
basil lainnya. Termasuk kelompok penyakit ini adalah abses
paru dan piotorak (emfisema).
1. Pneumonia Tipikal
Mempunyai gejala klinis yang klasik berupa panas
tinggi, serangan cepat dan akut, batuk dahak
purulent, nyeri dada dan sesak nafas, foto torakl lesi
konsolidasi. Etiologi pneumonia tipikal biasanya
bakteri aerob gram positif, gram negatif dan bakteri
anaerob.
2. Pneumonia Atipikal
Biasanya panas tidak terlalu tinggi, serangan lebih
lambat, batuk kering atau dahak mucoid, sesak nafas
tidak nyata, foto toraks lesi difus.Etiologi pneumonia
atipikal biasanya Mikoplasma, Chlamydia, dan
Legionella.
4. Pemeriksaan Foto toraks akan terdapat lesi konsolidasi atau difus pada
Penunjang lapangan paru, lesi perselubungan untuk pleuropneumonia
dan piotoraks, lesi air fluid level untuk abses paru.
Ditemukan leukositosis, hitung jenis dominan PMN bergeser
ke kiri. Khusus: ditemukan mikroorganisme penyebab infeksi
melalui biakan darah, sputum, aspirasi trans trakeal,
transbronkial dan transtorakal.
596 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
8 mg
7. Komplikasi Berupa pneumonia toksik berupa gangguan kesadaran dan
sesak nafas hebat kemudian diikuti dengan adanya syok.
Pneumonia tipikal sering menimbulkan komplikasi berupa
pleuropneumonia, piotoraks dan abses paru.
597 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
bulan dan terdiri dari emfisema paru, bronchitis kronis dan
penyakit saluran nafas perifer.
598 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
8. Komplikasi Pneumotoraks
Infeksi sekunder (eksaserbasi akut)
Kor pulmonal
Kelelahan otot pernafasan
1. Definisi Tumor ganas paru adalah tumor ganas dari saluran nafas
parenkim paru.
599 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
3. Bentuk Klinis Batuk kronis tanpa dahak, dapat disertai dahak, nyeri dada,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise.
600 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
diperiksa dengan potong beku untuk memastikan
bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB
mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta
diperiksa secara patologi anatomi.
b. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat kuratif
atau paliatif. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi
bagian dari kemoradioterapi neoadjuvant untuk
KPKBSK stage IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi pilihan terapi kuratif.
601 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Leukosit > 3000/ dl
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker
paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis
tumor dan tampilan harus lebih dari 60 menurut skala
Karnofsky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat anti
kanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan tertentu, penggunaan satu jenis obat
antikanker dapat dilakukan.
602 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
CAP II (sisplatin, adriamisin, siklofosfamid)
PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
Doksetaksel + sisplatin atau karboplatin
Gefitinib oral (digunakan sebagai terapi adjuvan)
LPB= BB x TB / √3600
603 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Evaluasi dilakukan terhadap:
Respons subjektif yaitu penurunan keluhan klinik
Respons semisubjektif yaitu perbaikan tampilan
dan bertambahnya berat badan
Respon objektif
Efek samping obat
d. Targeted Therapy
Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang
selektif atau targeted therapy mulai digunakan untuk
KPKBSK. Kelebihan dari obat-obat itu adalah
pemberian yang lebih sederhana yaitu per oral. Jenis
yang mulai digunakan adalah obat yang bekerja
sebagai inhibitor pada reseptor epidermal growth factor
(EGFR), antara lain gefitinib, erlotinib, cetuximab. Obat
golongan ini diindikasikan pemberiannya sebagai
adjuvant yaitu diberikan setelah pemberian terapi
definitive selesai diberikan.
e. Imunoterapi
Hasil penelitian menunjukkan adanya jejak imunologi
pada penderita kanker paru. Berdasarkan ini telah
beredar luas di pasaran beberapa teknik dan obat
komplemen (misalnya keladi tikus, buah merah,
ramuan cina, dll) yang diyakini dapat mengobati
kanker dengan cara memperbaiki atau meningkatkan
sistem imun tubuh, tetapi belum ada hasil penelitian
yang secara bermakna dapat menyokong manfaatnya.
Penggunaan IL-2 sebagai imunoterapi mulai
dikembangkan dalam uji klinik yang terbatas.
f. Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan
meskipun belum ada hasil penelitian di Indonesia yang
menyokong manfaatnya.
g. Terapi Gen
Teknik dan manfaat pengobatan ini masih dalam
penelitian. Protocol pemberian panduan obat
604 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
paklitaksel dan karboplatin tiap 3 minggu.
Dosis:
Paklitaksel: 175 mg/m2
Karboplatin: AUC-5
ASMA BRONKIAL
605 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
menyebabkan bronkus menjadi hiperaktif. Faktor:
predisposisi genetic, pencetus dan agrevator menyebabkan
terjadinya serangan asma bronchial.
3. Bentuk Klinis Sesak nafas disertai nafas berbunyi secara akut maupun
berkala merupakan keluhan utama terjadinya serangan
asma. Serangan asma lebih sering terjadi pada malam hari.
Faktor pencetus dan aggravator sangat berperan terjadinya
serangan asma. Faktor pencetus seperti infeksi, allergen
inhalasi atau makanan, olahraga, polusi udara, iritan seperti
asap rokok, bau-bauan, obat-obatan dan emosi. Faktor
aggravator seperti rhinitis, sinusitis dan refleks asam
lambung.
5. Diagnosis Gejala klinik yang khas dan perubahan uji faal paru setelah
pengobatan dengan bronkodilator.
606 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
1. Definisi TB paru dan TB ekstra paru adalah infeksi kronik pada paru
dan jaringan tubuh lain yang disebabkan oleh Mikobakterium
tuberculosis ditandai dengan pembentukkan granuloma dan
adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
3. Bentuk Klinis Batuk kronik (lebih 3 minggu) dapat disertai darah, malaise
(badan lesu, lemah, tidak bersemangat), nafsu makan
menurun, berat badan menurun, demam tidak terlalu tinggi,
keringat pada sore menjelang malam, rasa flu yang tidak
sembuh.
607 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
4. Pemeriksaan Terutama ditemukan kelainan pada lapangan atas kedua
Fisik paru atau pada segmen apikobasalis, bila terdapat infiltrate
yang luas maka ditemukan stem fremitus meningkat, perkusi
redup, bunyi pokok vesikuler meningkat dan adanya bunyi
tambahan ronki halus nyaring dan krepitasi. Bila ada kavitas
dapat terdengar bunyi amforik.
Obat TB:
1. Streptomisin 1 gr (suntikan)
2. Rifampisin 450 mg dan 600 mg (oral)
3. INH 400 mg (oral)
4. Pirazinamid 500 mg (oral)
5. Etambutol 500 mg dan 250 mg (oral)
6. Vitamin B kompleks (oral)
7. Obat batuk hitam (oral)
7.Komplikasi Dapat terjadi batuk darah massif (lebih dari 500 ml/hari),
pleuritis eksudatif TB (pleura effusion), pneumotoraks TB,
empyema TB, TB ekstra paru lain seperti meningitis TB, dll.
608 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
NIP. 19730313 200604 2 009
REFLUKS ESOFAGITIS
609 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
6. Penatalaksanaan 1. Kurangi berat badan
2. Diet rendah lemak, pantang rokok, kopi alkohol, coklat
dan lain-lain.
3. Obat-obatan: antasida, H2RA, obat golongan prokinetik,
sitoprotektif, PPI
7. Komplikasi Striktura esophagus
8. Prognosis Baik
AKALASIA
610 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
4. Diagnosis Esofagogram
Endoskopi
Manometri esofagus
5. Penatalaksanaan a. Medikamentosa:
Nitrogliserin 0,3-0,6 mg SL
ISDN 2,5 - 5 mg SL atau 10-20 mg per oral
Nifedipin 10-20 mg per oral atau SL
b. Dilatasi mekanik
c. Operasi
6. Prognosis Umumnya baik
GASTRITIS EROSIF
611 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018
TUKAK PEPTIK
3. Bentuk Klinis Rasa nyeri epigastrium, rasa terbakar, nyeri spontan tengah
malam, mual, muntah, berat badan menurun, hematemesis,
melena.
4. Diagnosis Foto barium lambung dan duodenum’
Endoskopi
5. Penatalaksanaan a. Non medikamentosa
Istirahat
Hindari stress
Hindari merokok, minuman keras, kopi, makanan
612 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
meransang seperti cabe, merica, cuka dll
Diet: makan lunak dengan porsi kecil-kecil dan sering,
makanan yang mengandung susu, biscuit dan lain-
lain
b. Medikamentosa
Psikofarmaka
Antasida, antikolinergik, H2RA, sitoprotektor, inhibitor
pompa proton, eradikasi kuman H.Pylori, dll.
6. Komplikasi Perdarahan, perforasi
KOLESISTITIS
3. Bentuk Klinis Gejala klasik adalah nyeri hilang timbul abdomen kanan atas
terutama setelah makan makanan yang mengandung lemak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perabaan di daerah
kantong empedu, dapat disertai dengan peritonitis lokal.
Ikterus terjadi bila ada hambatan dari aliran empedu.
613 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
ERCP
5. Penatalaksanaan Istirahat
Pemberian makanan parenteral, diet ringan tanpa lemak
Obat: penghilang rasa nyeri, antispasmodik, petidin,
antibiotic
Bedah: kolesistektomi
6. Komplikasi Perforasi saluran empedu
Ikterus obstruksif
Sepsis
7. Tindak Lanjut Operasi
Atasi sepsis
8. Prognosis Baik
PANKREATITIS
614 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
sebelah kanan atau kiri, tergantung pada sisi pankreas
yang terkena. Nyeri bersifat memdadak yang
intensitasnya meningkat dan akhirnya menetap. Nyeri
dapat menyebar ke punggung, dada, pinggang
belakang dan abdomen bawah.
Demam
Takikardi
Mual dan muntah
Anoreksia
Kebanyakan pasien disertai ikterus
Distensi abdomen
Bising usus menghilang
Asites (karena ruptur pankreas)
Dispnoe (terjadi karena iritasi diafragma, efusi pleura)
Hemodinamik tidak stabil (syok)
Tanda Cullen dapat positif (warna kebiruan di sekitar
umbilicus akibat hemoperitoneum)
Tanda Grey-turnue dapat positif (warna merah
kecoklatan di daerah flank karena infiltrasi darah
retroperitoneal diantara jaringan).
Dapat dijumpai nodul eritematosa pada kulit karena
nekrosis lemak subkutan. Biasanya ukurannya tidak
lebih dari 1 cm dan terletak dikulit bagian ekstensor.
Dapat dijumpai poliarthritis.
4. Pemeriksaan Amylase dan lipase serum sangat meningkat lebih dari
Penunjang 3x nilai normal.
Pemeriksaan kadar SGOT, SGPT, bilirubin dan alkoholi
pesfatase untuk mendukung batu saluran empedu
sebagai etiologi pancreatitis.
Kalsium serum (biasanya terjadi hiperkalsemia akibat
saponifikasi lemak di Retroperitoneum)
Periksa kadar elektrolit, ureum, kreatinin, glukosa
Adanya hemokonsentrasi merupakan pemeriksaan
yang sensitive, yang menunjukkan penyakit yang
berat.
CRP dapat diperiksa 24-48 jam setelah omset gejala.
CRP 150 mg/dl menunjukkan pancreatitis berat.
Analisis gas darah diperlukan bila pasien mengalami
dispneu
USG Abdomen : edema pankreas, asites, batu/studge
saluran empedu, dilatasi saluran empedu (rutin
dikerjakan)
CT Scan Abdomen : untuk membedakan antara
pancreatitis intertitia atau pancreatitis rekrotikans
( dilakukan pada kasus yang tidak jelas)
Rontgen Thoraks : efusi pleura
MRI – MRCP: untuk pasien yang terdapat
kontraindikasi pada pemeriksaan CT Scan dengan
kontras.
Endosonografi : untuk mendapatkan gambaran
pankreas dan saluran bilier yang lebih jelas (bila
tersedia)
ERCP : untuk evaluasi saluran bilier dan pankreas.
ERCP digunakan sebagai alat diagnosis sekaligus
615 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
terapi.
5. Diagnosis Kolelitiasi
Banding Ulkus yang mengalami perforasi
Appendicitis akut
Obstruksi usus
Trauma
Pancreatitis akibat obat, konsumsi alcohol akut
Kelainan paru, jantung, ginjal.
Hipertrigliseridemia
Hiperkalsemia
Porfiria akut
6. Penatalaksanaan a. Pankreas Ringan
Rehidrasi agresif
Penghilang rasa nyeri : golongan OAINS
Asupan makanan oral jika nyeri membaik
Pantau hasil laboratorium dan pemeriksaan
pencitraan
b. Pancreatitis Berat
Dianjurkan perawatan intensif
Terapi cairan agresif
Terapi nutrisi
Penghilang rasa nyeri (morfin bila perlu)
Lakukan ERCP segera
Identifikasi proses nekrosis
Antibiotic bila terdapat infeksi
Catatan ;
616 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
617 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
masing jenis virus, dan ditemukan kelainan LFT, dimana
kelainan SGOT dan SGPT lebih menonjol.
SIROSIS HEPATIS
3. Bentuk Klinis Pada tingkat awal, gejala umumnya samr-samar dan tidak
618 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
khas, umumnya penderita merasakan tidak fit seperti
biasanya, penderita merasa lebih cepat letih.
Pada tingkat lanjut timbul ikterus, asites edema spider naevi,
palmar eritema, ginekomastia, atropi testis, varises
esophagus, koma hepatikum, dll.
619 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
HEPATITIS FULMINANT
620 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Evaluasi EKG, EEG dan foto thorak
Pasang infuse dekstrose 10%, martos 10
6. Komplikasi Edema serebral, perdarahan, septicemia, hipoglikemia,
gangguan pernafasan dan gangguan faal ginjal.
Derajat 0 :
Tanpa gejala, tes psikometrik negative/ subklinis/
621 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
minimal: klinis atau status mental normal, terdapat
gangguan memori/ neuromuscular minimal, tes
psikometrik positif
Derajat I :
Euphoria, cemas, bingung ringan, depresi, gangguan
bicara, gangguan siklus tidur
Derajat II :
Letargi, bingung meningkat, mengantuk, perubahan
kepribadian nyata, perubahan perilaku, disorientasi
minimal waktu dan ruangan.
Derajat III :
Bicara kacau, sangat bingung, rasa kantuk berat,
disorientasi berat waktu dan tempat, tidak dapat
melakukan aktivitas mental
Derajat IV :
Koma
622 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018
ABSES HATI
Gejala subjektif :
Pembesaran hati
Nyeri tekan
Fluktuasi
Ikterik ringan
Terjadi distensi abdomen
4. Diagnosis Klinis
623 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
USG
Serologis
Adanya pus pada punksi percobaan
Kultur dan resistensi test
5. Penatalaksanaan Istirahat
Diet TKTP
Antibiotik untuk amuba: metronidazol 4 x 500 mg
selama 5-10 hari
Bila diameter abses lebih dari 7 cm, terapi diteruskan
dengan nivaquin 3x10 mg selama 3 minggu
Antibiotik untuk bakteri:broad spektrum antibiotik
atau sesuai dengan hasil tes resistensi selama 2-4
minggu
Kombinasi metronidazol dan antiobik bila disangka
abses campuran
Tindakan:
Aspirasi cairan pus, terutama bila abses akan pecah
atau kurang respon dengan pengobatan
624 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
HIPERTENSI
Derajat Hipertensi:
5. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang
625 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Darah/ urin rutin
Kimia darah: ureum, kreatinin, BSN/BSPP, profil
lipid, asam urat, Na+ K+
Foto Thoraks
ECG
Fundoskopi mata
Ekokardiografi kalau perlu
USG ginjal/ saluran kemih
b. Farmakologik
Diuretik atau beta bloker, alfa bloker, ACEI, Ca-
antagonis, ARB
Kombinasi dari diuretik dan salah satu pilihan
Kombinasi dari diuretik atau 2 pilihan obat lain
Pada krisis hipertensi dipilih obat yang bekerja cepat
dengan menggunakan obat-obat injeksi (nicardipin,
catapress, herbesser, isokat)
7. Komplikasi CVD (Cerebro Vascular Disease)
HHD (Hypertensive Heart Disease)
PJK (Penyakit Jantung Koroner)
626 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
627 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
4. Bentuk Klinis Pada insufisiensi ginjal/ PGK ringan tidak dijumpai
adanya keluhan apa-apa
Pada PGK sedang/ berat dapat dijumpai
Keluhan: rasa lemah, cepat, nafsu makan kurang,
mual/muntah, sukar tidur, gangguan konsentrasi,
kejang
Kelainan jasmani: pucat, kulit kering, hipertensi sampai
dekompensasi kordis, pernafasan Kussmaul, fetor
uremikum, kesadaran menurun sampai koma
628 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
o Gangguan tulang:
Diet rendah fosfat
Kalsium kalsitral (1,25-dihidrasi Vit D)
o Metabolik asidosis:
Natrium Bikarbonat tablet atau infus
o Hiperkalemia:
Batasi intake kalium dengan pemberian
cairan exchange resin ba/K polysterene
sulfonat
Jika terjadi aritmia: bikarbonat Na iv/ ca
glukonas 10% (10-20 cc) IV diberikan
secara drip
o Gatal:
Diet rendah fosfat, antihistamin
629 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
630 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Kimia : ureum, kreatinin, asam urat, Na+ K+
Pemeriksaan penunjang: Ro BNO, USG ginjal/ saluran
kemih
5. Perjalanan PGA prerenal dan post renal baik bila faktor etiologi
Penyakit dapat diatasi
PGA renal terdapat 3 fase: fase oliguria, poliuria dan fase
konvalesens
6. Penatalaksanaan Tentukan jenis PGA
Atasi faktor etiologi
PGA renal/ NTA
Diet rendah protein 0,6-0,75 g/ kgBB/ hari
Jumlah kalori secukupnya
Garam dibatasi
Monitor intake-output cairan tiap hari
7. Komplikasi Infeksi
Hipertensi, dekompensasi kordis
Asidosis metabolic
Koma uremikum
Gangguan elektrolit: hiperkalemia, hipokalemia,
hiponatremia.
8. Prognosis PGA prerenal
PGA renal/NTA bisa sembuh
PGA post renal hilangkan penyebab
631 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
PIELONEFRITIS AKUT
632 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018
1. Definisi Suatu keadaan yang bersifat akut dan difus dari glomerulus
atas dasar terjadinya suatu reaksi imunologik.
2. Gejala Klinis Edema pada kelopak mata terutama pada pagi hari, biasa
disertai dengan edema tungkai
Buang air kecil sedikit, berwarna kemerah-merahan
seperti air cucian daging
Kadang-kadang ada hipertensi
3. Pemeriksaan Rutin :
Penunjang Darah: LED meningkat
Urin: proteinuria (+1 - +2), hematuria RBC 3/lpb,
selinder globular/ eritrosit
Khusus: titer ASTO ≥ 160 IU, HbsAg positif
4. Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan laboratorium rutin
Pemeriksaan khusus titer ASTO, HbsAg dan adanya
riwayat penyakit parasit (malaria) pada masa lampau,
menunjang diagnosis
5. Penatalaksanaan Istirahat (tidak total)
Diet rendah garam III, cukup kalori protein dibatasi 0,8
g/kgBB/hari
Diuretik: HCT/ furosemid bila ada edema
Antihipertensi bila ada hipertensi
6. Komplikasi Terjadi gagal ginjal akut
633 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
7. Prognosis Baik untuk sebagian besar penderita (> 90%)
SISTISIS
634 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
SINDROMA NEFROTIK
635 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Ateroskerosis
Penyakit ginjal kronis
DEMAM TIFOID
2. Etiologi o Anamnesis
636 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Gangguan fungsi hati
Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan
kadar titer Widal > 4 kali lipat setelah 1 minggu
memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal dengan
titer antibody O 1/320 atau H 1/640 disertai dengan
gambaran klinis khas menyokong diagnosis.
3. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis
Simtomatis
Antimikroba:
Pilihan utama: kloramfenikol 4x500mg sampai dengan 7 hari
bebas demam
Alternatif lain:
Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol)
Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu
Sefalosporin generasi ke III: yang terbukti efektif
adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100cc
selama ½ jam per infuse sekali sehari, selama 3-5 hari.
Dapat juga diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2x1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari ke-3
atau menjelang hari ke-4): norfloksasin 2x400 mg/hari
selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Pada kasus toksik tofoid (demam tifoid disertai
gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan
neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak
masih dalam batas normal langsung diberikan
kombinasi kloramfenikol 4x500mg dengan ampisilin 4
x 1 gram dan deksametason 3x5mg). Kombinasi
antibiotik hanya diindikasikan pada toksik tifoid,
peritonitis atau perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau
demam tifoid yang mengalami renjatan septik dengan
dosis 3x5 mg.
Kasus Tifoid Karier
Tanpa kolelitiasis => pilihan regimen terapi selama 3
bulan
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30
mg/kgBB/hari
Amoksisilin 100mg/kgBB/hari + Probenesid 30
mg/kgBB/hari
637 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Kotrimoksazol 2x2 tablet/ hari
Dengan kolelitiasis => kolesistektomi + regimen
tersebut di atas selama 28 hari kolesistektomi + salah
satu regimen berikut:
Siprofloksasin 2x750 mg/hari
Norfloksasin 2x400 mg/hari
Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus
urinarius
Eradikasi Schistosoma haematobium:
Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3
dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan regimen terapi untuk
tifoid karier seperti di atas.
638 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
639 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas
manifestasi perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/
atau mudah memar
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
III : Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
IV : Renjatan: tekanan darah dan nadi tidak teratur
5. Penatalaksanaan Nonfarmakologis:
Tirah baring
Makanan lunak
Farmakologis:
Simtomatis: antipiretik parasetamol bila demam
Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran
protocol
Tatalaksana DBD cairan intravena: RL atau Ringer
Asetat 4-6 jam/kolf, koloid/plasma ekspander pada
DBD stadium III dan IV bila diperlukan
Tranfusi darah dan komponen darah sesuai dengan
indikasi
Pertimbangkan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV
dengan koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
6. Komplikasi Renjatan, perdarahan, KID
640 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
MALARIA
2. Diagnosis Anamnesis:
Riwayat demam intermiten atau terus menerus
Riwayat dari atau pergi ke daerah endemik malaria
Trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan
demam kemudian timbul keringat yang banyak).
Pada daerah endemik, trias malaria mungkin tidak
ada, diare dapat merupakan gejala utama
Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva pucat
Sclera ikterik
Splenomegaly
Laboratorium
Sedian darah tebal dan tipis ditemukan Plasmodium
Serologi malaria (+) sebagai penunjang
641 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
mmHg, disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit mukosa > 1oC)
7. Perdarahan spontan dari lubang hidung, gusi,
saluran cerna, dan/ atau disertai gangguan
koagulasi intravaskuler
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam
setelah pendingin pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma
< 15 mEq/l)
10.Hemoglobulinuria makroskopik oleh karena infeksi
malaria akut (bukan karena efek samping obat
antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
11.Diagnosis paska kematian dengan ditemukannya P.
falciparum yang padat pada pembuluh darah kapiler
jaringan otak
4. Pemeriksaan Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes
Penunjang fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit,
hemostatis, rontgen toraks dan EKG
642 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Hari I : 4 tablet (200 mg)
Hari II : 4 tablet (200 mg)
Hari III : 4 tablet (200 mg)
- Amodiaquin
Hari I : 4 tablet (600 mg)
Hari II : 4 tablet (600 mg)
Hari III : 2 tablet (600 mg)
- Klorokuin basa 150 mg
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam
kemudian)
Hari II dan III : 2 tablet
atau
Hari I dan II : 4 tablet
Hari III : 2 tablet
- Bila perlu ditambahkan terapi radikal:
Ditambahkan primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis
tunggal); infeksi campur: primakuin 1x15 mg
selama 14 hari => resisten dengan pengobatan
tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat
3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari
3. Malaria berat
Artesunat iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam
ke-0,12,24 dilanjutkan satu kali per hari
Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500
ml D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimal
2000mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula
darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum
obat per oral atau sampai hitung parasit malaria
sesuai target (total pemberian parenteral dan per
oral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali per hari)
Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan
dengan tetrasiklin 94 mg/kgBB diberikan 4 kali
sehari atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari
Perhatian:
SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Primakuin
tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi atau penderita
defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila
obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada
perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka
dosis selanjutnya diturunkan 30-50%. Kortikosteroid
merupakan kontraindikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan:
Hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit
pad H1 50% H0 dan H3 < 25% H0. Pemeriksaan diulang
sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali
pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan:
Klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/ minggu
diminum tiap minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah
643 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
endemic sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan
daerah endemik atau doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai
1 (satu) hari sebelum pergi ke daerah endemic malaria hingga
4 minggu setelah meninggal daerah endemis.
644 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
645 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dan ekstremitas, produksi urin dan perbaikan
kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda
kelebihan cairan (peningkatan tekanan vena jugularis,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen).
Sebaiknya dievaluasi dnegan CVP (dipertahankan 8-12
mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori
per hari
- Oksigenasi sesuai kebutuhan
Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang
progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau
kegagalan otot pernafasan.
- Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi,
diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah
sistolik > 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan > 30 mL/jam. Dapat digunakan
vasopressor seperti dopamine dengan dosis > 8
µg/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 µg/kgBB/menit,
fenilefrin 0,5-8µg/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5
µg/kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat
digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-
28 µg/kgBB/menit, dopamine 3-8 mcg/kgBB/menit,
epinefrin 0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase
inhibitor (amrinon dan milrinon).
- Transfusi komponen darah sesuai indikasi
- Koreksi gangguan metabolik: elektrolit, gula darah dan
asidosis metabolic (secara empiris dapat diberikan bila
pH< 7,2 atau bikarbonat serum < 9 mEq/L, dengan
disertai upaya perbaikan hemodinamik)
- Nutrisi yang adekuat
- Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
- Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
- Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya
tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis
100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam
dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan
untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali kontrol atau
antikoagulan lainnya
6. Komplikasi Gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik
ireversibel
646 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
DIARE
2. Diagnosis Anamnesis
BAB encer
mual muntah
dengan atau tanpa demam
nyeri perut
rasa haus dan bibir kering
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tanda-tanda dehidrasi seperti rasa haus, mata cekung,
ubun-ubun besar cekung (pada anak), bibir kering,
turgor perut kurang, air mata kurang, asidosis
metabolik (pernafasan Kussmaul)
Laboratorium
Darah perifer lengkap
Ureum kreatinin
Elektrolit (Na+, K+ dan Cl-)
Analisa gas darah
Immunoassay (toksin bakteri, antigen virus dan antigen
protozoa) dan feses lengkap
Biakan dan resistensi feses
647 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Jumlah cairan yang diberikan
Jalan masuk atau cara pemberian cairan
2. Memberikan terapi simtomatik
Koreksi gangguan asam basa
Antimikroba hanya diberikan bila disebabkan oleh
infeksi Vibrio cholera, tetrasiklin dosis 50 mg/kgBB
dibagi dalam 4 dosis selama 3 hari. Bila disebabkan
oleh Shigella diberikan kotrimoksozol 2 x 960mg/ hari
selama 3 hari
Obat spasmolitik tidak dianjurkan pada diare yang
disebabkan infeksi.
648 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
HIV/AIDS (SIDA)
649 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Banding
650 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
HELMINTIASIS
651 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
TETANUS
2. Diagnosis Anamnesis:
Kejang setelah mengalami luka atau trauma yang
terkontaminasi dengan tanah, kotoran binatang atau
logam berkarat. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan dan
kesulitan membuka mulut sering merupakan gejala awal
tetanus.
Pemeriksaan Fisik:
Compos mentis, rigiditas, spasme otot dan disfungsi
otonomik, risus sardonicus.
Klasifikasi beratnya tetanus:
Laboratorium:
Leukosit mungkin meningkat, perubahan non spesifik
dapat dijumpai pada EKG, enzim otot meningkat.
652 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
c. Menetralisir eksotoksin dengan ATS:
- Dosis awal ATS 20.000 IU im dan 20.000 IU iv
- Selanjutnya 10.000 IU im/hari sampai gejala hilang
d. Mengatasi kejang dapat diberikan diazepam 2 amp dalam
500cc D5% 20 tetes/ menit, dosis diazepam dapat
dinaikkan sampai 4 amp dalam 500 cc sesuai klinik
e. Mencegah terjadinya efek samping, misalnya pada otot
jantung dan otot pernafasan
Catatan:
653 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
FILARIASIS
2. Diagnosa Anamnesis:
Demam, menggigil dan berkeringat, nyeri kepala, mual,
muntah, fotofobia, nyeri otot, dan pembengkakan tungkai
Pemeriksaan Fisik:
Fase akut radang saluran getah bening, orkhitis,
limfadenitis, splenomegali, infiltrate paru-paru milier
Laboratorium: eosinofilia dan ditemukannya microfilaria
dalam darah
654 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
MIKOSIS
2. Diagnosa Anamnesis :
Panas, menggigil, kelelahan, batuk nonproduktif, rasa
tidak enak di dada depan, nyeri otot, dan kadang-kadang
reaksi hipersensitivitas, batuk kronis yang disertai
sputum dan darah. Pada kandidiasis kulit dan mukosa
ditemukan sebagai bercak berwarna putih yang konfluen
dan melekat pada mukosa.
Pemeriksaan Penunjang :
Pada foto toraks tampak gambaran nodul lobar atau
multilobar infiltrate, efusi pleura dan kavitas. Dalam
darah tepi didapatkan eosinofilia ringan. Gambaran
pseudohifa di sediaan apus pada kultur kerokan dapat
menegakkan diagnosis kandidiasis superfisial.
LEPTOSPIROSIS
655 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
1. Definisi Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen
dari famili Leptospiraceae.
7. Prognosis Bonam
INTOKSIKASI OPIAT
656 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
heroin, opium, pentaxokain, kodein, loperamid dan
dekstrometorfan.
657 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
rencana rehabilitasi
7. Prognosis Dubia
CHIKUNGUNYA
2. Diagnosis Anamnesis :
658 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah,
sakit perut, nyeri sendi dan otot terutama sendi lutut,
pergelangan kaki dan persendian tangan dan kaki, serta
bintik-bintik merah di kulit terutama badan dan lengan.
Pemeriksaan Fisik :
Suhu tinggi, tourniquet positif, petekie, hepatomegali,
makulopapular rash, limfadenopati.
Laboratorium: leucopenia, trombositopenia
3. Diagnosis Demam dengue, demam berdarah dengue
Banding
4. Pemeriksaan Diagnosis pasti bila terdapat salah satu dari :
Penunjang a. Pemeriksaan titer antibody naik 4 kali lipat
b. Deteksi antibody IgM Chikungunya
c. Isolasi virus dalam serum
d. Deteksi virus dengan PCR
5. Penatalaksanaan Tidak ada vaksin atau obat khusus
Istirahat untuk mengurangi keluhan akut dan minum
banyak air
Pengobatan berupa simtomatik dan suportif
Non Steroid Anti Inflammation Drug (NSAID) untuk
atralgia, bila atralgia menetap dapat diberikan klorokuin
fosfat 250 mg.
659 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
potensial menyerang manusia. Potensi transmisi dari burung
ke burung dan dari burung/unggas ke manusia
dimungkinkan karena adanya kombinasi strain A1 dengan
tropisme yang sama.
2. Diagnosis Anamnesis:
Riwayat demam yang tinggi dan timbul mendadak, terdapat
gejala influenza like illness (ILI) seperti batuk, pilek, sakit
tenggorokan dan suara serak. Bila berat terdapat tanda-
tanda radang paru-paru (pneumonia).
Pemeriksaan Fisik:
Suhu badan mencapai ≥ 38oC
Bila berat: terdapat tanda-tanda radang paru-paru yaitu
ronkhi basah sedang/kasar.
Dalam mendiagnosis kasus flu burung ada 4 kriteria yang
ditetapkan yaitu:
660 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
pemeriksaan H5N1 nya diterima oleh WHO sebagai
konfirmasi:
Isolasi virus H5N1
Hasil PCR H5N1 positif
Peningkatan > 4x lipat titer antibody netralisasi
untuk H5N1 dari specimen konfalensens
dibandingkan dengan specimen akut (diambil < 7
hari setelah awitan gejalan penyakit), dan titer
antibody netralisasi konfalensens harus pula >
1/80.
Titer antibody mikro netralisasi H5N1 > 1/80 pada
specimen serum yang diambil pada hari ke > 14
setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif
uji serologi lain, misalnyan titer H1 sel darah merah
kuda >1/160 atau western blood spesifik H5 positif.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto thorak PA dan lateral harus
dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Gambaran infiltrate di paru menunjukkan bahwa
kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang
dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus
dengan gejala klinis flu burung tetapi hasil foto thorak
normal sebagai langkah diagnosis dini.
661 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
(nekropsi), specimen dikirim untuk pemeriksaan
patologi anatomi dan PCR.
4. Diagnosis Demam dengue, infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain,
Banding bakteri atau jamur, demam thypoid, HIV dengan infeksi
sekunder, TB Paru.
INFEKSI NOSOKOMIAL
662 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
3. Pemeriksaan Kultur darah, urin, pus, sputum, jaringan, tinja, rongga
Penunjang hidung dan orofaring.
663 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan focus
infeksi. Penyebab: infeksi, obat, sarcoma, limfoma
FUO pada pasien neutropenia (jumlah leukosit PMN <
500/mm3) adalah demam > 38,3 oC, dalam 3 hari
perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif
dari dugaan fokus infeksi. Penyebab: infeksi.
FUO pada geriatri adalah demam > 38,3 oC, dalam 3 hari
perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat
jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam.
Penyebab: neoplasma, penyakit kolagen, infeksi
FUO pada pasien pediatrik (usia < 18 tahun) adalah
demam > 38,3oC selama lebih dari 8 hari, sudah
dilakukan pemeriksaan insentif selama 3 hari bila pasien
dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat
jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam.
Penyebab: infeksi, penyakit kolagen, neoplasma
FUO pada pasien nosokomial demam > 38,3 oC timbul
pada pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai
dirawat serta pada mulai dirawat serta pada masa
permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab
demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil
pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus
infeksi. Penyebab: infeksi.
FUO iatrogenic adalah demam > 38,3oC akibat
penggunaan obat: penisilin, sefalosporin, sulfonamide,
atropin, fenitoin, prokainamid, amfoterisin, interferon,
interleukin, rifampisin, INH, makrolid, klindamisin,
vankomisin, aminoglikosida, alupurinol.
2. Diagnosis Anamnese dan pemeriksaan fisik:
Riwayat penyakit secara terperinci: pola demam, ada
tidaknya infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran nafas
bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau sakit
pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri
dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik
Riwayat pekerjaan, perjalanan kontak dengan orang sakit
atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-obatan
(termasuk rokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit
pasien, kelenjar getah bening, lubang orifices pasien.
Laboratorium: sesuai mikroorganisme yang terkait
5. Penatalaksanaan Simtomatis
Uji terapeutik dengan antibiotic, kortikosteroid atau obat
antiinflamasi non steroid tidak dianjurkan kecuali bila
penyakit progresif dan potensial fatal sehingga terapi
empiric diperlukan
6. Komplikasi Sepsis, renjatan sepsis
664 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
7. Prognosis Dubia
665 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Virus, KSHV (The Kaposi’s Sarcoma associated Herpes
Virus), human retrovirus dan RNA virus
c. Paparan lingkungan/kerja: insektisida
2. Diagnosis Riwayat pembesaran kelenjar getah bening/ massa tumor
di tempat lain (tulang, intra abdomen, hidung, lambung,
dsb)
Riwayat demam tanpa sebab yang jelas
Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologi tumor: sesuai dengan limfoma
non-hodgkin (LNH)
3. Diagnosis Limfoma hodgkin, limfadenitis, tuberculosis, toksoplasmosis,
Banding filariasis, tumor padat yang lain
Reevaluasi pengobatan:
666 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Akibat efek samping pengobatan:
Aplasia sumsum tulang
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
Gagal ginjal oleh obat sisplatin
Neuritis oleh obat vinkristin
7. Prognosis Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky
mass, keadaan umum pasien dan ada tidaknya gangguan
organ yang mempengaruhi pengobatan
ANEMIA HEMOLITIK
667 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Kelainan rantai globin : Thalassemia, Hb SS, dll
b. Di dapat (Acquired)
Kelainan Imunitas
Mikroangiopati dan trauma: katup jantung buatan,
DIC, Hemolytic Uremia Syndrome (HUS) dan TTP
(trombotik trombositopeni purpura).
Infeksi: Clostridium, mycoplasma, Bartonella,
mononucleosis, malaria.
Bahan Fisik : radiasi, panas
Bahan Kimia : Bisa Ular, Bisa Serangga.
PNH dan PCH
3. Pemeriksaan Retikulosit meningkat, bilirubin indirect meningkat.
Penunjang Comb test direct (+) dan indirect (+): Anemia Hemolitik
Autoimun.
Enzim G6PD menurun : Anemia Defisiensi G6PD.
Sumsum tulang: seri eritrosit hiperaktif
Hb Elektroforese: terdapat kelainan pada thalassemia.
4. Penatalaksanaan a. Akut: awasi shock, sepsis dan akut tubular nekrosis, beri
kortikosteroid.
b. Kronis: tergantung etiologi, kortikosteroid,
immunoglobulin, antibiotic, kadang-kadang diperlukan
transfusi darah.
1. Definisi Anemia karena kekurangan zat besi didalam serum dan atau
sumsum tulang.
Klasifikasi derajat defisiensi besi:
668 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
eritropoeisis tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
2. Kehilangan Fe Meningkat
Perdarahan G.I.T : haemorrhoid, ulkus,
ankilostomiasis, dll
Menstruasi berlebihan
Donor darah
Haemoglobin
Kelainan Haemostasis, dll
669 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
NIP. 19730313 200604 2 009
670 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Rheumatoid Artritis
Rheumatoid Fever
SLE
Trauma
Akut Miokard Infark, dll
c. Keganasan
Karsinoma
Limfoma
Leukemia, dll
3. Gambaran Klinis Tergantung pada penyakit dasar dan beratnya anemia,
biasanya anemianya ringan dan tidak progresif.
Gambaran Laboratorium
Biasanya anemianya normositer normokrom, sebagian
dengan hipokrom mikrositer (Lebih kurang 30%)
Retikulosit rendah, trombosit dan leukosit normal
Besi serum normal, kadang-kadang rendah, saturasi
transferin rendah, TIBC menurun, ferritin serum normal
atau meningkat.
Sumsum tulang : Normoseluler, Ferritin normal
4. Diagnosis 1. Anemia Defisiensi Fe
Banding 2. Thalassemia
5. Penatalaksanaan Obati penyakit dasarnya, anemianya akan membaik
dengan perbaikan dari penyakit yang mendasarinya.
Recombination Human EPO
ANEMIA APLASTIK
671 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Trombosit < 20.000/ul
Retikulosit < 10%
b. Anemia Aplastik
Sumsum tulang hipoplastik
Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah
seperti pada anemia aplastik berat
2. Etiologi Idiopatik
Sekunder: obat (Kloramfenikol), kimia (benzene), infeksi
(Epstein Barr Virus, hepatitis), kehamilan, radiasi.
Herediter Syndrom Fancony.
Obat-Obatan lain: NSAID, Sulfonamid, antityroid,
furosemid, kortikosteroid, penicillamine, allopurinol,
senyawa Mas.
3. Diagnosis Anamnesis :
Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan
kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
(hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah.
Gejala anemia: rasa lemas/ lemah, pucat, pusing, sesak
nafas/gagal jantung, berkunang-kunang
Tanda-tanda infeksi: sering demam
Akibat trobositopenia: perdarahan (menstruasi lama,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit,
hematuria, buang air besar campur darah, muntah
darah)
Pemeriksaan Fisik :
Konjungtiva palpebra pucat
Takikardi
Tanda perdarahan
Pemeriksaan Penunjang :
Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, serologi virus
(hepatitis, parvovirus)
672 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
intravena selama 5 hari
o Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA
yang cocok
Respon terapi
Komplit: granulosit > 1000/ µL, trombosit > 100.000/µL,
Hb normal
Parsial: granulosit > 500/ µL, tidak membutuhkan
transfusi darah merah dan trombosit
Minimal: granulosit > 500/µL, membutuhkan transfusi
darah merah dan trombosit
Tidak berespons: anemia aplastik berat menetap
7. Komplikasi Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia
berat
LEUKEMIA AKUT
2. Diagnosis a. Anamnesis:
Gejala anemia : rasa lemas/lemah, pucat, pusing,
sesak nafas/gagal jantung, berkunang-kunang.
Tanda-tanda infeksi : sering demam
673 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi
lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
dibawah kulit, hematuria, bab campur darah, muntah
darah)
b. Pemeriksaan Fisik : pucat, demam, pembesaran KGB
superficial, organomegali, ptekiae / purpura / ekimosis.
c. Pemeriksaan Penunjang: aspirasi sumsum tulang, hitung
jenis sel blast dan / atau progranulosit > 30%
3. Diagnosis Syndrome mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia
Banding kronis.
674 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Respon terapi
a. Komplit
Hitung jenis sel blast dan atau pragranulosit
<5% pada sitologi aspirat sumsum tulang
Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit
>3000/ul, granulosit >1500/ul dan trombosit
>100.000/ul
b. Partial
Hitung jenis sel blast dan atau progranulosit 5-
10% pada sitologi aspirasi sumsum tulang.
Pada darah tepi dapat ditemukan sel blast
c. Tidak Respon
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit
>10% pada sitologi aspirat sumsum tulaang.
6. Komplikasi Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan
trombopenia/koagulasi intravascular disseminate.
7. Prognosis Malam
2. Diagnosis Anamnesis
Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir,
jenis tumor yang diderita (limfoma Burkitt, leukemia
limfoblastik akut dan limfoma limfoblastik akut dan
limfoma derajat tinggi lainnya)
Pemeriksaan Fisik
Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya
675 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
pernafasan Kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria
bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada
hiperkalemia).
Laboratorium
Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat
darah, penurunan kalsium darah, analisis gas darah
(AGD) menunjukkan asidosis metabolic, urinalisa
menunjukkan pH urin < 7 dan terdapat kristal asam urat.
7. Prognosis Malam
676 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
677 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pemeriksaan Fisik
Perdarahan (lokasi dan beratnya)
Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan
jaundice atau stigmata penyakit kronik
Tanda infeksi (bakteremia/ infeksi HIV)
Tanda penyakit autoimun (arthritis, goiter, nefritis,
vaskulitis)
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi: hitung trombosit < 150.000/µL dengan
tidak dijumpai sitopenia lainnya, pemeriksaan
morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda
yang berukuran lebih besar
Laboratorium kimia rutin dan enzim hati
Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV,
rubella)
Pemeriksaan ACA, Coomb’s test, C3, C4, ANA, anti
dsDNA
Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada
komplikasi, kecuali masa perdarahan yang
memanjang
Pemeriksaan punksi sumsum tulang: magakariosit
normal atau meningkat
Pemeriksaan autoantibodi trombosit
2. Diagnosis Berkurangnya produksi trombosit/ aplasia megakariosit
Banding baik yang congenital atau didapat
Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme,
hipotermia)
Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder, drug
induced, kehamilan, dll)
Pseudotrombositopenia akibat EDTA terlalu banyak pada
spesimen darah tepi.
3. Pemeriksaan Laboratorium : darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin,
Penunjang ACA, Coomb’s test, C3, C4, ANA, anti dsDNA, serologi virus,
anti HIV, antibody antitrombosit.
Sitologi : aspirasi sumsum tulang.
4. Penatalaksanaan
ITP akut: (anak-anak: self limiting)
Trombosit > 30.000/µl, asimtomatik/ purpura minimal:
tidak diterapi rutin
Trombosit < 20.000/µl dengan perdarahan bermakna
atau < 10.000/µl dengan purpura minimal: steroid
(prednisone 1-2 mg/kgBB/hari)
Perdarahan yang mengancam jiwa: dirawat, steroid
injeksi dosis tinggi (metal prednisolon 30
mg/kgBB/hari) atau steroid oral dosis tinggi
(prednisone 4-8 mg/kgBB/hari) dan transfusi trombosit
ITP kronik (dewasa)
678 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
trombosit
Transfusi PRC sesuai kebutuhan
Transfusi trombosit bila:
Perdarahan massif
Adanya ancaman perdarahan otak/SSP
Persiapan untuk operasi besar
Perawatan RS untuk pasien dengan:
679 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018
680 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
berkurang pada anggota tubuh yang terkena
Pemeriksaan Fisik
Edema, eritema, peningkatan suhu lokal tempat yang
terkena, pembuluh darah vena teraba, Homan’s sign
Berdasarkan data tersebut di atas sering ditemukan
negative palsu
Prosedur diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi
3. Diagnosis Sindroma paska flebitis, varises, gagal jantung, trauma,
Banding refluks vena, selulitis, limfangitis, abses inguinal, keganasan
dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis
kontak, eritema nodosum, kehamilan, flebitis superficial,
paralisis.
Farmakologis:
a. Antikoagulan
Heparin (unfractionated)
Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip mulai
1000 IU/jam
Target aPTT 1,5 -2,5 x kontrol, bila:
aPTT < 1,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis tetap
aPTT > 2,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam
Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam
Hari III : aPTT diperiksa tiap 24 jam
Warfarin
Warfarin dapat dimulai segera sesudah pemberian
heparin dengan dosis harian 10-16 mg malam hari,
681 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
hari II diturunkan
INR diperiksa setelah 4-5 hari kemudian dengan
target 2-3. Bila target INR tercapai, heparin dapat
dihentikan 24 jam berikutnya
Lama pemberian tergantung ada tidaknya faktor
resiko
Bila tidak ada faktor resiko, dapat distop dalam 3-6
bulan
Bila ada faktor resiko dapat diberikan lebih lama
atau bahkan seumur hidup
Cara penyesuaian dosis INR
INR 1,1-1,4
Hari I : naikkan 10-20% dari total dosis mingguan
Mingguan : naikkan 10-20% dari total dosis
mingguan
Kembali 1 minggu
INR 1,5-1,9
Hari I : naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Mingguan : naikkan 5-10% dari total dosis
mingguan
Kembali 2 minggu
INR 2,0-3,0
Tidak ada perubahan
Kembali 1 minggu
INR 3,1-3,9
Hari I: kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
Mingguan: kurangi 5-15% dari dosis total
mingguan
Kembali 2 minggu
INR 4,0-5,0
Hari I: tidak dapat obat
Mingguan: kurangi 10-20% dari dosis total
mingguan
Kembali 1 minggu
INR > 5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
682 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
trombositopenia akibat heparin, osteoporosis pada pasien
yang mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis 10.000
U/hari.
2. Diagnosis Klinis:
683 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pemeriksaan Penunjang:
684 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
6. Komplikasi Gagal organ, syok/ hipoperfusi, thrombosis vena dalam, KID
fulminan
7. Prognosis Malam
TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL
2. Diagnosis Anamnesis:
Sakit seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki
serta berdenyut, cenderung timbul kembali disebabkan
panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki
ditinggikan (eritromialgia).
Gejala-gejala iskemik serebrovaskular kadang tidak
spesifik seperti sakit kepala, pusing, defisit neurologi
fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi
arteri retina
Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang,
pertumbuhan fetus terhambat
Pemeriksaan Fisik:
Splenomegali (40%)
Tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi
yang terkena
685 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pemeriksan Laboratorium:
Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml
Laju endap darah normal
Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa,
hipogranular), fragmen trombosit
Masa perdarahan normal
Faktor VIII/ Von Willebrand normal
3. Diagnosis Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder
Banding
4. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi
Penunjang trombosit, laju endap darah, masa perdarahan, faktor VIII/
Von Willebrand, tes agregasi dengan epinefrin.
686 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
2. Diagnosis Anamnesis:
Keluhan sakit kepala, mual, muntah, gangguan penglihatan,
sinkop, suara serak, sesak nafas, disfagia dan sakit
punggung
Pemeriksaan Fisik:
Distensi tubuh sebelah atas, edema muka, leher, lengan dan
dada atas, sianosis.
Pemeriksaan Penunjang:
Foto dada menunjukkan masa paratrakeal atau di
mediastinum
CT scan dada membantu memperlihatkan luasnya masa
3. Diagnosis Tumor mediastinum: tumor ganas, teratoma, limfoma
Banding malignum
Tumor paru
687 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
4. Penatalaksanaan Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan
gejala pada 70% kasus, dosis harian dimulai dengan
dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengecilan
massa tumor yang dibutuhkan
Pada limfoma maligna atau kanker paru jenis SCLC,
kemoterapi akan sama efektifnya dengan radioterapi.
5. Komplikasi Trombsosis vena jugularis dan otak
HIPERKALSEMIA
688 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia
adalah kemoterapi yang efektif.
5. Komplikasi Gagal ginjal akut
HIPERURISEMIA
689 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
5. Komplikasi Batu ginjal dan gagal ginjal
690 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
o Kadar urea nitrogen urin (> 24 g/24 jam
menunjukkan katabolisme protein berlebihan),
kadar ferritin darah.
3. Pemeriksaan Masalah nutrisi
Penunjang Antropometri: tebal lemak, indeks massa tubuh dan
massa otot
Laboratorium: hitung limfosit, albumin dan prealbumin
darah, urea nitrogen urin, feritin darah
Penanganan nyeri
Pemeriksaan radiologi: foto, USG, bone scan, CT scan, MRI
untuk mengetahui jenis nyeri dan lokasinya
Penanganan infeksi
- Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung
jenis, kultur darah, kultur urin, kultur sputum, swab
tenggorok uuntuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan
terhadap koloni jamur
- Foto toraks
Masalah efek sampan sitostatika
- Pemeriksaan fisik: luas permukaan tubuh, tingkat
kemampuan berperan, mencari sumber infeksi
- Pemeriksaan laboratorium: DPL dengan hitung jenis,
fungsi ginjal, urinalisis, asam urat rendah, fungsi hati,
kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala.
- Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan ekokardiografi
4. Penatalaksanaan Masalah nutrisi
Indikasi terapi:
a. Pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per
hari
b. Bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB
sebelum sakit
c. Kadar albumin serum < 3,5 g/dl
d. Terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
Cara pemberian:
a. Enteral melalui saluran cerna per oral, lewat selang
nasogastrik, jejunostomi, gastrotomi
691 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
b. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa
atau pasien tidak mau dilakukan gastrostomi/
jejumostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral
karena dapat diberikan cairan dengan osmolaritas
tinggi dan dalam waktu lama (6 bulan – 1 tahun).
Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan thrombosis
Penanganan nyeri
Pengobatan medikamentosa/ farmakologi
- Pada nyeri ringan pengobatan dimulai dengan
asetaminofen atau OAINS, kemudian dievaluasi
dalam 24-72 jam, bila masih nyeri ditambahkan
amitriptilin 3 x 25 mg atau opioid ringan seperti
kodein sampai dengan 6 x 30 mg/ hari
- Pada nyeri sedang pengobatan dimulai dengan
opioid ringan kemudian dievaluasi dalam 24 jam,
bila masih nyeri obat diganti dengan opioid kuat,
biasanya dipakai morfin intravena dimulai dengan
dosis dititrasi sampai pasien bebas nyeri.
- Pada nyeri berat pengobatan morfin intravena sejak
awal dan dievaluasi sampai hitungan jam sampai
nyeri terkendali baik. Setelah didapat dosis optimal
maka pemberian morfin intravena diganti dengan
morfin oral masa kerja pendek 4-6 jam dengan
perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20
mg/24 jam maka dosis oral sebanyak 3 x 20 mg/24
jam (60 mg), diberikan 6 x 10 mg atau 4 x 15
mg/hari. Bila setelahnya dosis terkendali baik maka
diganti morfin oral kerja lama dengan dosis 2 x 30
mg/ hari. Bila nyeri belum terkendali, morfin
dinaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat dan
dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman pada VAS.
- Obat adjuvant diberikan sesuai pengkajian, bila
penyebabnya neuropatik maka selain obat-obat
tersebut ditambahkan GABA (gabapentin), bila nyeri
somatik akibat metastasis bila metastatis luas dan
multipel maka pilihan utamanya adalah radioterapi
dan dapat ditambahkan bifosfat.
Penanganan infeksi
- Infeksi oleh bakteri gram negatif
Kombinasi antibiotic beta laktam dengan
aminoglikosida
Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem,
meropenem
- Infeksi oleh bakteri gram positif
Staphylococcus epidermidis sering resisten pada
berbagai macam antibitoka, diberikan vankomisin
dan teikoplanin
692 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- Infeksi jamur
Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada pasien
neutropenia dengan demam berkepanjangan setelah
pemberian antibiotic spectrum luas untuk beberapa
hari tanpa adanya bakteremia
- Infeksi virus
Dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa
imunosupresi, sehingga beberapa pusat
menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada
pasien yang diperkirakan akan mengalami
neutropenia berat untuk waktu yang lama.
693 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
diberikan hidrasi intravena 3000 ml/m 2, alupurinol
500 mg/m2 per oral, bila kadar asam urat > 7 mg/dl
diberikan alkalinisasi urin dengan natrium
bikarbonat dengan mempertahankan pH urin di atas
7.
POLISITEMIA VERA
Perjalanan klinis:
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi
teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam
batas normal
b. Fase burn out atau spent out
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti
remisi, kadang timbul anemia
694 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
c. Fase mielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif,
menyerupai mielofibrosis dan metaplasia myeloid.
d. Fase terminal
2. Etiologi Proliferasi sel eritroid yang independen faktor pertumbuhan
(eritropoetin).
Kategori A
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan
krom radioaktif Cr-51. Pada pria ≥ 36 ml/kg dan pada
wanita ≥ 32 ml/kg
2. Saturasi oksigen arterial ≥ 92% (pada polisitemia vera,
saturasi oksigen tidak menurun)
3. Splenomegali
Kategori B
1. Trombositosis: trombosit ≥ 400.000/ml
2. Leukositosis: leukosit ≥ 12.000/ml
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score meningkat > 100
(tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900 pg/ml dan atau UB12BC
dalam serum ≥ 2.200 pg/ml.
4. Diagnosis Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah
Banding atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindroma
paraneoplastik.
695 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
sitopenia problematic
- Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti
pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan
berat badan atau hiperurikosuria yang sulit
diatasi
Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah
mempertahankan hematokrit 42% pada wanita dan
47% pada pria untuk mencegah timbulnya
hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi
flebotomi terutama untuk semua pasien pada
permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur.
Indikasi:
- Polisitemia vera fase polisitemia
- Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika
Ht > 55% (target Ht 55%)
- Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada
derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat
hiperviskositas dan penurunan shear rate.
Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi.
Indikasi:
- Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
- Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali
sebulan
- Trombositosis yang terbukti menimbulkan
thrombosis
- Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan
antihistamin
- Splenomegali simtomatik/ mengancam rupture limfa
Cara pemberian:
- Hidroksiurea 800-1200 mg/mm2 hari atau 10-15
mg/kg/kali diberikan dua kali sehari.
Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara
intermiten untuk pemeliharaan.
- Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2
mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan dosis
pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
- Busulfan 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari.
Bila tercapai target, dilanjutkan pemberian secara
intermiten untuk pemeliharaan.
Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3
mCi/m2/hari intravena, bila per oral dinaikkan 25%.
Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu pemberian p32
pertam:
- Mendapat hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Dapat diulang jika diperlukan
- Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari
dosis pertama, diberikan setelah 10-12 minggu dosis
pertama.
Pasien diperiksa setiap 2 atau 3 bulan setelah keadaan
stabil.
696 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Kemoterapi biologi (sitokin)
Pengobatan suportif
- Hiperurisemia: allupurinol 100-600 mg/hari
- Pruritus dengan urtikaria: antihistamin, PUVA
- Gastritis/ ulkus peptikum: antagonis reseptor H2
- Antiagregasi trombosit anagrelid
7. Komplikasi Thrombosis, perdarahan, mielofibrosis
SYOK ANAFILAKTIK
697 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
anafilaktik yang disertai dengan syok :
a. Antibiotik (penisilin, streptomisin, sefalosporin,
sulfonamid)
b. Salisilat dan derivatnya
c. Preparat besi
d. Vaksin
e. Anti bisa ular (ABU)
f. Zat kontras
g. Obat kemoterapi
h. Muscle relaxant, anti konvulsan
i. OAT
j. Thiopental
k. Kuinidin
l. Hormone insulin, ACTH
m. Enzim (kemopapain, asparaginase)
3. Gambaran Klinis Gambaran klinis reaksi anafilaksis sangat bervariasi, dapat
ringan, tetapi juga berat sampai menyebabkan kematian.
Gejala-gejala pada umumnya dapat dibagi dalam gejala
prodromal, kardiovaskular, pulmonary, saluran cerna dan
kulit.
a. Gejala prodromal
Rasa tidak enak, lemah, gatal di hidung dan palatum,
bersin, telinga berdenging, dada rasa tertekan
b. Gejala kardiovaskular
Takikardi, palpitasi, hipotensi (dapat syok sampai
meninggal)
c. Gejala pulmonal
Rhinitis, bersin, gatal hidung dan palatum, gejala ini
diikuti dengan spasme bronkus yang berat dan sesak,
anoksia sampai apnea.
d. Gejala gastrointestinal
Nausea, muntah, sakit perut dan diare. Kadang-
kadang gejala gastrointestinal dan pulmonal timbul
bersamaan sehingga secara serentak penderita akan
mengeluh sesak, suara serak, disfagia, nausea dan
rasa tercekik yang menyebabkan penderita bertambah
panik.
e. Gejala kulit
Rasa gatal, urtikaria, angioedema. Bila terjadi spasme
vaskular dan perembesan, cairan keluar pembuluh
darah, kulit akan menjadi pucat.
698 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
sebelumnya. Bila terapi lebih cepat diberikan maka
prognosisnya lebih baik. Prognosis dipengaruhi juga oleh
cara pemberian dan dosis antigen, semakin berat dosis maka
reaksi semakin berat.
ALERGI MAKANAN
699 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dengan kadar puncak 40-60 menit setelah serangan dan
masih tetap tinggi setelah beberapa jam adalah tes yang
sensitif. Pemeriksaan histamine serum yang meningkat
walau sesaat dapat juga dilakukan.
3. Gejala Klinis Pada sindroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
a. Kelainan kulit
Eritema, papul, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di
samping itu dapat juga terjadi purpura. Jika disertai
purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada bentuk
yang berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan selaput lender/ mukosa diorifisium
Yang tersering adalah pada mukosa mulut (100%),
kemudian lubang alat genital (50%), lubang hidung (8%)
dan anus (4%). Kelainannya berupa vesikel dan bula
yang cepat memecah hingga menjadi erosi, ekskoriasi
700 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak
ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di
mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorius
bagian atas dan esophagus sehingga menyebabkan
penderita sukar atau tidak dapat menelan. Adanya
pseudomembran di faring dapat memberikan keluhan
sukar bernafas.
c. Kelainan mata
Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Kelainan
mata yang lain dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, simblefaron, ulkus kornea dan iridosiklitis.
701 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dosis 2 x 80 mg.
702 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
ALERGI OBAT
1. Definisi Bagian dari reaksi obat yang tidak diinginkan yang disebut
reaksi adversi. Reaksi ini tidak hanya menimbulkan
persoalan baru di samping penyakit dasarnya, tetapi kadang-
kadang dapat membawa kematian. Contoh: reaksi adversi
yang potensial sangat berbahaya adalah hiperkalemia,
intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi
anafilaktik, sedangkan gatal karena alergi obat dan efek
mengantuk antihistamin merupakan contoh reaksi adversi
obat yang ringan.
703 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
misalnya induks, enzim suatu obat yang
mempengaruhi metabolism obat lain.
704 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
waktu 1-5 hari.
d. Tipe IV
Manifestasi klinisnya dapat berupa reaksi paru akut
seperti demam, sesak, batuk, infiltrate paru dan efusi
pleura. Obat yang paling sering menyebabkan reaksi
ini adalah nitrofurantoin.
Nefritis interstitial, ensefalomielitis, hepatitis dapat
juga merupakan manifestasi reaksi alergi obat. Namun
yang paling sering adalah dermatitis kontak. Gejalanya
baru timbul bertahun-tahun setelah sensitisasi.
Contohnya pemakaian obat topical (sulfa, penisilin
atau tantihistamin). Bila pasien telah sensitif, gejala
dapat muncul 18-24 jam setelah obat dioleskan.
5. Diagnosis a. Anamnesis
Wawancara mengenai riwayat penyakit merupakan cara
yang paling penting untuk diagnosis alergi obat. Masalah
yang timbul adalah :
- Apakah gejala yang dicurigai timbul sebagai manifestasi
alergi obat atau karena penyakit dasarnya
- Bila pada saat yang sama pasien mendapat lebih dari
satu macam obat.
b. Tes kulit
Tes kulit yang ada pada saat ini hanya terbatas pada
beberapa macam obat (penisilin, insulin, sediaan serum)
sedangkan untuk obat-obatan yang lain masih diragukan
nilainya.
Hal ini karena beberapa hal antara lain:
1. Kebanyakan reaksi alergi obat disebabkan hasil
metabolismenya dan bukan oleh obat aslinya
2. Beberapa macam obat bersifat sebagai pencetus
705 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
lepasnya histamine (kodein, tiamin), sehingga tes
positif yang terjadi adalah semu (false positive).
3. Konsentrasi obat terlalu tinggi, juga menimbulkan
hasil positif semu
4. Sebagian besar obat mempunyai berat molekul kecil
sehingga hanya merupakan hapten, oleh sebab itu
sukar untuk menentukan antigennya. Tes kulit ini
adalah tes kulit yang lazim dipakai untuk reaksi alergi
tipe I (anafilaksis). Sedangkan tes temple (patch test)
bermanfaat hanya untuk obat-obat yang diberikan
secara topical (tipe IV).
c. Laboratorium
1. Pemeriksaan tes kulit untuk reaksi alergi tipe I
2. RAST (Radio Allergo Sorbent Test) untuk menentukan
adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen
3. Pemeriksaan Coombs indirek untuk diagnosis reaksi
sitolitik (tipe II) seperti pada anemia hemolitik
4. Pemeriksaan fiksasi komplemen atau reaksi aglutinasi
untuk trombositopenia
5. Pemeriksaan hemaglutinasi dan komplemen dapat
menunjang reaksi obat tipe III yang dibuktikan dengan
adanya antibody IgG atau IgM terhadap obat.
6. Penatalaksanaan a. Hentikan pemakaian obat yang dicurigai, kalau mungkin
semua obat dihentikan, tetapi bila tidak mungkin berikan
obat yang esensial saja dan diketahui paling kecil
kemungkinannya menimbulkan reaksi alergi. Dapat juga
diberikan obat lain yang rumus kimianya berlainan.
b. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya
reaksi alergi obat. Gejala yang ringan biasanya hilang
sendiri setelah obat dihentikan. Pengobatan kasus yang
lebih berat tergantung pada erupsi kulit yang terjadi dan
derajat berat reaksi pada organ-organ lain
c. Pada kelainan kulit yang berat seperti pada sindrom
Stevens-Johnson, pasien harus dirawat
d. Kelainan sistemik yang berat seperti anafilaksis harus
ditatalaksana dengan baik
e. Pada urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin
saja biasanya sudah memadai
f. Untuk vaskulitis, penyakit serum, kelainan darah, hati,
nefritis interstitial, dll diperlukan kortikosteroid dosis
tinggi (60-100 mg prednisone atau ekuivalennya) sampai
gejala terkendali dan selanjutnya diturunkan dosisnya
secara bertahap selama satu sampai dua minggu.
7. Pencegahan Cara yang efektif untuk mencegah atau mengurangi
terjadinya reaksi alergi obat yaitu :
- Memberikan obat hanya kalau ada indikasinya. Yang
sudah tepat indikasinya, barulah ditanyakan secara teliti
riwayat alergi obat di masa lalu selanjutnya kepada pasien
diberikan obat yang mempunyai rumus imunokimia yang
berlainan.
- Memperhatikan reaksi silang di antara obat seperti
penisilin dengan sefalosporin, gentamisin dengan
kanamisin atau streptomisin, sulfa dengan obat-obat
golongan sulfonylurea.
706 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- Member catatan kepada penderita dengan alergi obat yang
harus ditunjukkan kepada dokter sebelum penderita
mendapat pengobatan
- Membagikan epinefrin pada penderita persiapan dengan
riwaya syok anafilaktik.
OSTEOARTRITIS
707 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
khusus, peningkatan sel leukosit yang tidak lebih dari
1000/mm3.
- Radiologi sendi yang terserang. Terbanyak digunakan
kriteria dari Kellgren dan Lawrence. Gambaran radiologi
dapat berupa osteofit, penyempitan celah sendi, sklerosis
tulang subkondrial (eburnasi) dan kista subkondrial
- Artroskopi. Terlihat gambaran kerusakan atau
menghilangnya rawan sendi
4. Komplikasi Deformitas sendi
708 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
709 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- Radiologi sendi. Gambaran radiologi dapat berupa
pembengkakan jaringan lunak, kalisifikasi pada tofus,
erosi bulat atau oval yang dikelilingi oleh tepi yang
sklerotik.
4. Penatalaksanaan 1. Penyuluhan
2. Pengobatan fase akut:
- Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai
terjadi perbaikan inflamasi atau tanda-tanda toksik,
dosis tidak melebihi 8 mg per 24 jam
- Obat anti inflamasi non steroid
- Glukokortikoid dosis rendah: 5-15 mg/hari.
3. Pengobatan hiperurisemia
- Diet rendah purin
- Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe
produksi berlebihan), misalnya alupurinol
- Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah)
- Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada
stadium akut.
5. Komplikasi - Tofus
- Deformitas sendi
- Nefropati gout, gagal ginjal
710 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
ARTRITIS REUMATOID
711 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
inflamasi kronik berupa jaringan granulasi dan fibrosis.
4. Penatalaksanaan - Penyuluhan
- Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
- Obat anti inflamasi non steroid
- Obat remitif (DMARD), misalnya kloroquin dengan dosis 1
x 250 mg per hari, metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali
seminggu, salazofirin dosis 3-4 x 500 mg per hari, garam
emas per oral dosis 3-9 mg per hari atau subkutan dosis
awal 10 mg, dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis
25 mg per minggu dan dinaikkan menjadi 50 mg per
minggu selama 20 minggu, selanjutya diturunkan setiap 4
minggu sampai dosis kumulatif 2000 mg.
- Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat
mungkin untuk mengatasi keadaan akut atau
kekambuhan. Dapat diberikan dengan dosis 20 mg
prednisone dosis terbagi dan segera di tapering off.
- Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2
sendi dapat diberikan injeksi steroid intraartikular seperti
triamsinolon acetonide 10 mg atau metilprednisolon 20-40
mg.
- Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan
ortosis
- Operasi untuk RA dengan deformitas.
5. Komplikasi - Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)
- Sindrom terowongan karpal
712 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
OSTEOPOROSIS
4. Penatalaksanaan a. Penyuluhan
b. Proteksi sendi, terutama stadium akut
c. Asupan kalsium yang adekuat, bila perlu berikan
713 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
suplementasi kalsium
d. Vitamin D, bila ada tanda-tanda defisiensi vitamin D
e. Hindari faktor resiko, misalnya glukokortikoid, anti
konvulsan, siklosporin A dan sebagainya
f. Analgetik atau obat anti inflamasi non steroid, untuk
mengatasi nyeri
g. Terapi pengganti hormonal biasanya diberikan
estrogen terkonjugasi 0,625-1,25 mg per hari
dikombinasi dengan progesterone 2,5-10 mg per hari.
Pada wanita paska menopause diberikan secara
kontinu, sedangkan pada wanita pra menopause
diberikan secara siklik.
714 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
DIABETES MELITUS
715 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Keluhan tidak khas DM
- Lemah
- Kesemutan
- Gatal
- Mata kabur
- Disfungsi ereksi
- Pruritus vulva
Faktor resiko DM tipe 2
Usia ≥ 45 tahun
Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2,
disertai dengan faktor resiko:
- Kebiasaan tidak aktif
- Turunan pertama dari orang tua dengan DM
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >
4000 g atau riwayat DM Gestasional
- Hipertensi ( TD ≥ 140/90 mmHg)
- Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl atau trigliserida ≥ 250
mg/dl
- Menderita Polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau
keadaan klinis lainnya yang terkait dengan
resistensi insulin
- Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
- Riwayat penyakit kardiovaskular
Pemeriksaan Laboratorium:
Kolesterol total, kolesterol LDL, Kolesterol HDL,
trigliserida
HbA1C
Albuminuria mikro
716 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pemeriksaan Penunjang lain:
EKG
Foto Thorak
Funduskopi
3. Diagnosis - Hiperglikemia reaktif
Banding - Toleransi Glukosa Terganggu (TGT=IGT)
- Glukosa darah puasa terganggu (GDPT=IFG)
4. Pemeriksaan Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, LED
Penunjang Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
Kreatinin
SGPT, albumin/globulin
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
HbA1C
Albuminuria mikro
5. Penatalaksanaan Edukasi
Meliputi pemahaman tentang:
- Penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan
DM
- Penyulit DM
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
- Hip
- oglikemia
- Masalah khusus yang dihadapi
- Cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan keterampilan
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
717 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Hamil
- Trimester I. II + 300 kalori
- Trimester III + 500 kalori
Rumus BROCCA
BB idaman = (TB-100)-10%
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10%
lagi
BB kurang : < 90% BB idaman
BB normal : 90-110% BB idaman
BB lebih : > 110 BB idaman
Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit
Intervesi Farmakologis
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)
- Sulfonylurea
- Glinid
Penambah sensitifitas terhadap insulin
- Metformin
- Tiazolidindion
Penghambat glucosidase alfa
- Acarbose
Insulin
Indikasi
o Penurunan BB yang cepat
o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Ketoasidosis diabetic
o Hiperglikemia Hiperosmolar non Ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal
o Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA
stroke)
o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dana tau alergi terhadap OHO
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO
tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemia oral
yang berbda mekanisme kerjanya.
718 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Penekanan kembali tata laksana non-farmakologis
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis)
719 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis)
Sasaran tidak tercapai
Insulin atau terapi kombinasi 4 OHO siang hari + Insulin
malam
Sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tercapai:
Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir
B. Kronik
Makroangiopati
- Pembuluh coroner
- Vascular perifer
- Vascular otak
Mikroangiopati
Neuropati
Gabungan
Kardiopati : PJK, Kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetic
Disfungsi ereksi
720 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
721 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
i. Kelebihan salisilat
j. Drug-induced acidosis
k. Ensefalopati karena infeksi
l. Trauma kapitis
4. Pemeriksaan Pemeriksaan cito
Penunjang - Gula Darah
- Elektrolit
- Ureum, kreatinin
- Aseton darah
- Urine rutin
- Analisa gas darah
- EKG
Pemantauan
- Gula darah : tiap jam
- Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam. Selanjutnya
sesuai keadaan
- Analisa gas darah : bila Ph < 7 saat masuk, diperiksa
setiap 6 jam s/d Ph > 7,1, selanjutnya setiap harisampai
stabil
Pemeriksaan Lain (sesuai indikasi)
- Kultur darah
- Kultur urin
- Kultur Pus
5. Penatalaksanaan Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way
1. Cairan :
NaCl 0,9% diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama,
lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada jam
ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jam kelima
dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam
sekitar 5 liter
Jika Na+> 155 mEq/L, ganti cairan dengan NaCl
0,45%
722 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
3. Kalium
Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip
RI dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada
gagal ginjal. Tidak ditemukannya gelombang T
yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah
urine cukup adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
4. Bicarbonate
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi
yang mengancam
5. Tatalaksana Umum
O2 bila PO2 < 8 mmHg
Antibiotic adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hyperosmolar (> 380
mOsml)
Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis
- Tekanan darah, frekeunsi nadi, frekuensi
pernafasan, temperature setiap jam
- Kesadaran setiap jam
- Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
- Produksi urin setiap jam
- Cairan infus yang masuk setiap jam
- Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan
penunjang)
6. Komplikasi - Syok hypovolemik
- Edema paru
- Hipertrigliseridemia
- Infark Miokard Akut
- Hipoglikemia
- Hypokalemia
- Hiperkloremia
- Edema otak
- Hipokalsemia
7. Prognosis Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya
infark miokard akut, sepsis, syok
723 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
HIPOGLIKEMIA
1. Definisi Kadar glukosa darah < 70 mg/dl, atau kadar glukosa darah <
80 mg/dl dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
Kelebihan obat/dosis obat: terutama insulin atau obat
hipoglikemik oral.
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative menurun:
gagal ginjal kronik, pasca persalinan.
Asupan makanan tidak adekuat: jumlah kalori atau
waktu makan tidak tepat.
Kegiatan jasmani berlebihan
2. Diagnosis Gejala dan tanda klinis
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah
turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit
bicara, kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir,
atau tangan gemetar.
Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan
atau tanpa kejang.
Anamnesis
- Pucat, diaphoresis
- Tekanan darah
- Frekuensi denyut jantung
- Penurunan kesadaran
- Defisit neurologik fokal transien
724 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :
725 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dengan glucometer
- Bila GDS < 50 mg/dl + bolus dekstrose 40% 50 ml
IV
- Bila GDS < 100 mg/dl + bolus dekstrose 40% 25
ml IV
4. Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian dekstrose
40%
- Bila GDS < 50 mg/dl + dekstrose 40% 50 ml IV
- Bila GDS < 100 mg/dl + bolus dekstrose 40% 25
ml IV
- Bila GDS < 100-200 mg/dl + bolus dekstrose 40%
ml IV
- Bila GDS 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan
kecepatan drip dekstrose 40%
5. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut
pemantauan GDS setiap 2 jam, dengan protocol sesuai
diatas. Bila GDS 200 mg/dl pertimbangkan mengganti
infus dengan dekstrose 5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut
pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan protocol sesuai
diatas. Bila GDS > 200 mg/dl pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrose 5% atau NaCl 0,9
7. Selanjutnya buat kurva BSS
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan
pemberian antagonis insulin, seperti: adrenalin,
kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM
(bila penyebab insulin). Bila pasien belum sadar, GDS
sekitar 200 mg/dl hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus
dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan mannitol 1,5-2
g/kgbb IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain
kesadaran menurun.
6. Komplikasi Mortalitas
7. Prognosis Dubia
726 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
Berdasarkan konsistennya:
Nodul lunak
Nodul kistik
Nodul keras
Nodul sangat keras
2. Diagnosis Anamnesis Umum:
- Sejak kapan benjolan timbul
- Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah
atau tetap.
- Cara membesarnya : cepat atau lambat
- Pada awalnya berupa satu benjolan membesar menjadi
beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
- Riwayat keluarga
- Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil /
muda
- Perubahan suara
- Gangguan menelan, sesak nafas
- Penurunan berat badan
- Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan Fisik
Umum
Local
727 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- Konsistensi
- Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitarnya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran kelenjer getah bening regional
- Pamberton’s Sign
3. Diagnosis Struma Nodosa pada :
Banding Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa
pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
menopause infeksi, stress lain
- Tiroiditis akut
- Tiroiditis subakut
- Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif
(Riedel)
- Simple goiter
- Struma endemic
- Kista tiroid, kista degenerative
- Adenoma
- Karsinoma tiroid primer, metastatic
- Limfoma
4. Pemeriksaan - Lab : T4 atau fT4, T3 dan TSH
Penunjang - Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid
Bila hasil lab : non-toksik
Bila hasil (awal) toksik, tetapi hasil scan : cold
nodule, syarat sudah menjadi eutiroid.
- USG Tiroid
Pemantauan kasus nodul yang tidak dioperasi
Pemandu pada BAJAH
- Sidik Tiroid
Bila klinis : ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH
(2x) jinak
Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
- Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga
dengan karsinoma tiroid, diperiksakan kalsitonin)
- Pemeriksaan antiglobulin bila TSHs meningkat, curiga
penyakit Hashimoto.
5. Penatalaksanaan Sesuai hasil BAJAH maka terapi:
1. Ganas : operasi tiroidektomi near-total
2. Curiga
- Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong
beku (VC)
Bila hasil = gans, operasi tiroidektomi near-total
Bila hasil = Jinak, operasi lobektomi atau
tiroidektomi near-total
- Altermatif : sidik tiroid.
Bila hasil = cold nodule, operasi
3. Tak cukup/sediaan tak representative
- Jika nodul solid (saat BAJAH): ulang BAJAH
Bila klinis curiga gans tinggi, operasi labektomi
4. Jinak
Terapi dengan levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis
- Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)
- Dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari)
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis dosis
728 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
naik menjadi 2 x 100 ug sampai 4-6 minggu
kemudian evaluasi TSH (target 0,1-0,3 ulU/L
Supresi TSH dipertahankan sampai 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil
mengecil > 50% dari volume awal
729 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
DISLIPIDEMIA
Kolesterol Total
< 200 mg/dl idaman
200-239 mg/dl borderline tinggi
≥ 240 tinggi
Kolesterol HDL
< 40 mg/dl rendah
≥ 50 mg/dl tinggi
Untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung coroner (PJK)
diperhatikan faktor-faktor resiko lainnya.
Faktor resiko positif
Merokok
Umur (pria ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun
Kolesterol HDL rendah
Hipertensi (TD > 140/90 atau dalam terapi anti
hipertensi
Faktor resiko negatif
Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor
resiko dari perhitungan total.
ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk
730 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
menghitung besarnya resiko PJK pada pasien dengan ≥ 2
faktor resiko, meliputi : umur, kadar kolesterol total
kolesterol HDL, kebiasaan merokok dan hipertensi.
Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan resiko PJK
dalam 10 tahun.
731 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- AIDS: inhibitor protease
HDL rendah sekunder, karena:
- Malnutrisi
- Obesitas
- Merokok
- Penghambat beta
- Steroid anabolik
4. Pemeriksaan Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia > 20 tahun
Penunjang setia[ 5 tahun sekali
- Kadar kolesterol total
- Kadar kolesterol LDL
- Kadar kolsterol HDL
- Kadar trigliserida
- Kadar glukosa darah
- Tes fungsi hati
- Urine lengkap
- Tes fungsi ginjal
- TSH
- EKG
5. Penatalaksanaan Untuk hiperkolesterolemia
Penatalaksaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup
Diet
Lemak jenuh <7% kalori total
PUFA hingga 10% Kalori total
MUFA hingga 10% kalori total
Lemak total 25-35% kalori total
Karbohidrat 50-60% kalori total
Protein hingga 15% kalori total
Serat 20-30% g/hari
Kolestero < 20 mg/dl/hari
Latihan jasmani
Penurunan BB bagi yang gemuk
Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alcohol
6. Komplikasi - Aterosklerosis
- Penyakit jantung coroner
- Stroke pankreatitis akut
7. Prognosis Dubia ad bonam
732 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
TIROTOKSIKOSIS
Hipertiroidisme
- Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid
- Akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan
Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme
karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik
(Plummer dan adenoma toksik). Penyebab lain ialah tiroiditis,
penyakit tropoblastik, pemakaian berlebihan yodium, obat
hormone tiroid dll.
Krisis tiroid
Keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya timbul pada pasien dengan
dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik dan
berhubungan dengan faktor resiko :
- Infeksi
- Operasi
- Trauma
- Zat kontras beriodium
- Hipoglikemia
- Partus
- Stress emosi
- Penghentian obat anti-tiroid
- Terapi I131
- Ketoasidosis diabetikum
- Tromboemboli paru
- CVD/ Stroke
- Palpasi tiroid terlalu kuat
733 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
- Mudah lelah
- BAB sering
- Oligomenore/ amenore dan libido turun
- Takikardia
- Fibrilasi atrial
- Tremor halus
- Reflex meningkat
- Kulit hangat dan basah
- Rambut rontok
- Bruit
3. Diagnosis Hipertiroidisme primer
Banding - Penyakit Graves
- Struma multinodosa toksik
- Adenoma toksik
- Metastasis karsinoma tiroid fungsional
- Struma ovarii
- Mutasi reseptor TSH
- Obat: kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)
Hipertiroidisme sekunder
- Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH
- Sindrom resistensi hormone tiroid
- Tumor yang mensekresi HCG
- Tirotoksikosis gestational
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang TSHs
T4 atau FT4
T3 atau FT3
TSH Rab
Kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian
obat antitiroid)
Sidik tiroid/ tiroid scan: terutama membedakan
penyakit plummer dari penyakit Graves dengan
komponen nodosa
EKG
Foto Thoraks
Indikasi
- Mendapatkan remisi yang menetap atau
memperpanjang remisi pada pasien muda dengan
734 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
struma ringan-sedang dan tirotoksikosis
- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif
- Persiapan tiroidektomi
- Pasien hamil dan lanjut usia
- Krisis tiroid
Penyekat adrenergik beta pada awal terapi, sementara
menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu
pemberian antitiroid: propanolol dosis 40-200 mg dalam
4 dosis
Tindakan bedah
Indikasi:
- Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak
respons dengan antitiroid
- Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat
dosis tinggi
- Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat
menerima yodium radioaktif
- Adenoma toksik, struma multinodusa toksik
- Graves yangb berhubungan dengan satu atau lebih
nodul
Radioablasi
Indikasi:
- Pasien berusia ≥ 35 tahun
- Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi
- Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat
antitiroid
- Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
- Adenoma toksik, struma multinodusa toksik
735 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
mg atau metimazol 60-100 mg
- Blockade ekskresi hormon tiroid
Solutio Lugol (saturated solution of potassium iodida)
8 tetes tiap 6 jam
- Beta bloker
Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan
respons (target: frekuensi jantung < 90x/ menit)
- Glukokortikoid
Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam
- Bila refrakter terhadap terapi di atas: plasmaferesis,
dialysis peritoneal
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi antibiotik, dll
6. Komplikasi Penyakit Graves: penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati
Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis
pada pengobatan dengan obat antitiroid
Krisis tiroid: mortalitas
736 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RSUD BANYUASIN
KISTA TIROID
Pemeriksaan Fisik
Umum
Lokal:
o Nodus tunggal atau majemuk atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pemberton’s sign
737 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Nodul lunak mudah digerakkan
Multinodul tanpa nodul yang dominan dan konsistensi
sama
Anamneses dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan
kecurigaan ke arah keganasan tiroid
Umur < 20 tahun dan > 70 tahun
Gender laki-laki
Nodul disertai disfagia, serak atau obstruksi jalan
nafas
Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu ke bulan)
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak
atau dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit
nodul tiroid jinak)
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, ireguler dan
sulit digerakkan
Paralisis pita suara
Temuan limfadenopati servikal
Metastasis jauh (paru-paru, dll)
738 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
RSUD BANYUASIN
TAHUN 2018
739 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD BANYUASIN
GESTOSIS
PRE-EKLAMPSIA BERAT
Bila didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini pre-
eklampsia digolongkan berat.
1. Tekanan darah sistolik lebih/sama dengan 160 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih/sama dengan 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun
ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
2. Proteinuria lebih 5g / 24 jam dalam pemeriksaan
kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc / 24
jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin plasma.
4. Gangguan virus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen.
6. Edema paru-paru dan sianosis.
7. Pertumbuhan janin intra uterin yang terlampir.
740 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
8. Adanya “the HELLP Syndrome” (H:Hemolysis; ELL:
Elevated enzymes; P: low platelet count).
3. Diagnosis Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilesi
Banding
4. Pemeriksaan a. Preeklamsi ringan : Urine lengkap
Penunjang b. Preeklamsi berat/eklamsia
Pemeriksaan Laboratorium :
- Hemoglobin, Hematokrit
- Urine lengkap
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi hati
- Fungsi ginjal
5. Penatalaksanaan Preeklamsia ringan : istirahat dan sedative.
Preeklamsia berat / Eklamsia : antihipertensi dan anti
kejang.
PREEKLAMSIA RINGAN
a. Rawat Jalan (Ambulatoir)
1. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
2. Diet : Cukup protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam
3. Sedativa ringan (kalau tidak bisa istirahat) tablet
Phenobarbital 3 x 30 mg per oral, selama
b. Pada preeklamsia ringan yang dirawat
1. Pada kehamilan preterm (<37 minggu)
a. Bila tekanan darah mencapai normotensif
selama perawatan, persalinannya ditunggu
sampai aterm
b. Bila tekanan darah turun, tetapi belum
mencapai normotensif selama perawatan, maka
kehamilannya > 37 minggu
2. Pada kehamilan aterm (>37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran
tanggal persalinan.
3. Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila
perlu memperpendek kala II dengan bantuan
tindakan bedah obstetri.
PREEKLAMSIA BERAT
Rawat segera, tentukan jenis perawatan / tindakan
A. Aktif berarti kehamilan segera diakhiri / diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal.
B. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal.
A. Perawatan Aktif
a. Indikasi
Indikasiperawatan aktif ialah bila didapatkan satu /
lebih keadaan dibawah ini :
I. Ibu
1. Kehamilan > 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda / gejala impending
eklamsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak
dimulainya pengobatan medisinal terjadi
741 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
kenaikan tekanan darah setelah 24 jam sejak
dimulainya perawatan medisinal, gejala-
gejala status quo (tidak ada perbaikan).
II. Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda IUGR
III.Laboratorik
Adanya HELLP syndrome
b. Pengobatan Medicinal
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan larutan ringer lactate 500 cc (60-125
cc/jam)
4. Antasida
5. Diet : cukp protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam
6. Pemberian obat anti kejang : mgSO4
c. Pengobatan Obstretrik
Cara terminasi kehamilan :
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
Amniotomi + oksitosin drip dengan syarat skor
bishop > 5
2. Seksio cesaria bila :
1. Syarat oksitosin tidak dipenuhi atau adanya
kontra indikasi oksitosin drip.
2. 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum
masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk
dilakukan terminasi dengan Seksio Cesaria.
Sdah Inpartu :
Kala I :
Fase laten : Sektio Cesaria
Fase aktif :
1. Amniotomi
2. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi
pembukaan lengkap, dilakukan seksio cesaria.
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II
diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan
oksitosin drip dilakukan sekurang-kurangnya 30
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
B. Pengelolaan Konservatif
a. Indikasi
Kehamilan preterm (<37 minggu) tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsia dengan keadaan
janin baik
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan secara aktif. Hanya loading dosis
MgSO4 tidak diberikan IV cukup IM saja
c. Pengobatan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
disini tidak ada terminasi
2. Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda preeklamsia ringan,
742 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medisinal dan harus diterminasi
6. Perawatan 1. Obat anti kejang
MgSO4 :
a. Loading dose
- 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 cc intravena
selama 4 menit
- Disusul 8 g.I.m MgSO4 40% dalam larutan 25 cc
diberikan pada bokong kiri dan kanan masing-
masing 4 gr
b. Maintenance dose
- Tiap 6 jam diberikan lagi 4 g.I.m MgSO4
c. Dosis tambahan
-
d.
2.
7. Prognosis
1. Definisi
2. Diagnosis
3. Diagnosis
Banding
4. Pemeriksaan
Penunjang
5. Penatalaksanaan
6. Komplikasi
7. Prognosis
743 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018
8. Definisi
9. Diagnosis
10. Diagnosis
Banding
11. Pemeriksaan
Penunjang
12. Penatalaksan
aan
13. Komplikasi
14. Prognosis
15. Definisi
744 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
16. Diagnosis
17. Diagnosis
Banding
18. Pemeriksaan
Penunjang
19. Penatalaksan
aan
20. Komplikasi
21. Prognosis
745 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN TELINGA HATI TENGGOROKAN
KEPALA DAN LEHER
RSUD BANYUASIN
Polip Hidung
1. Definisi
2. Diagnosis
3. Diagnosis
Banding
4. Pemeriksaan
Penunjang
5. Penatalaksanaan
6. Komplikasi
7. Prognosis
746 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009
747 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s