Anda di halaman 1dari 20

PELAKSANAAN DEMOKRASI PANCASILA DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Rahmatullah, S. IP.,M. Si

Disusun Oleh:

Kelompok 6

1. Nurhana (R011211012)
2. Nurqalbi Maulina Arif (R011211026)
3. Nuur Aziizah (R011211040)
4. Makaria Ekri Rasanto (R011211054)
5. Andi Rismawati (R011211068)
6. Aisyah Wardah ( R011211082 )
7. Sri Wahyuni Said (R011211096)
8. Andi Nabila Tenri Ukie (R011211110)
9. Nur Syahidatul ( R011211124 )

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas Kehadirat Allah SWT Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di
Indonesia”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Pelaksanaan Demokrasi Pancasila
di Indonesia”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rahmatullah, S. IP.,M. Si. selaku
dosen pengampu Pancasila. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 14 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3. Tujuan.............................................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Konsep Pelaksanaan Demokrasi Pancasila Di Indonesia .................................................. 3
B. Realita Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia .................................................... 6
C. Masalah Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia.................................................. 8
D. Solusi dalam Mengatasi Masalah Demokrasi Pancasila di Indonesia ............................. 12
BAB III .................................................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia adalah negara hukum yang menerapkan sistem demokrasi. Hukum
dipergunakan bangsa Indonesia untuk melegitimasi kekuasaan, sehingga kekuasaan
tersebut dapat diakui. Negara hukum secara konstitusional telah disebutkan pada UUD
1945. Penggunaan istilah negara hukum mempunyai perbedaan antara sesudah dilakukan
amandemen dan sebelum dilakukan amandemen. Sebelum amandemen UUD 1945, yang
berbunyi bahwa, Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum. Sedangkan
setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 yakni Negara Indonesia adalah negara
hukum, istilah negara tersebut dimuat dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3).
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turun serta
memerintah dengan perantara wakil-wakilnya atau pemerintah. Secara garis besar
demokrasi berarti gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Pelaksanaan demokrasi di
Indonesia di dasari oleh Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi
yang bersumber dari pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali
berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia,
kemudian akan timbul dasar falsafah negara yang disebut dengan Pancasila yang terdapat,
tercermin, terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Demokrasi Pancasila merupakan
demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia, dihayati dan diintegrasikan
oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak lepas dari rasa kekeluargaan. Para pakar
berpendapat bahwa demokrasi Pancasila itu salah satu bentuk demokrasi yang mampu
menjawab tantangan zaman. Sehingga, hal ini menjadi titik fokus pembahasan penulis,
mengenai bagaimana pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana konsep pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana realita yang terjadi dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia?
1.2.3 Masalah apa yang timbul dari pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia?
1.2.4 Solusi yang diberikan dari pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia?

1
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui konsep pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia.
1.3.2 Mengetahui realita yang terjadi dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia.
1.3.3 Mengetahui masalah yang timbul dari pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia.
1.3.4 Mengetahui solusi dari pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia sehingga dapat
mengatasi setiap masalah-masalah yang ada.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pelaksanaan Demokrasi Pancasila Di Indonesia


Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dapat mengubah suatu hal dalam
hidup mereka. Sedangkan Pancasila adalah dasar dalam pedoman bangsa Indonesia.
Demokrasi Pancasila merupakan paham demokrasi berdasarkan kekeluargaan dan gotong
royong yang diperuntukkan kepada kesejahteraan rakyat dimana paham tersebut tercantum
dalam pembukaan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila diatur dalam pasal 1 ayat
2 UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Keikutsertaan rakyat dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara yang ditentukan dalam perundang-undangan
yang berlaku merupakan perluasan dasar dari makna demokrasi itu sendiri. Hal tersebut
berarti, keinginan dari rakyat dapat disalurkan melalui berbagai media seperti, lembaga-
lembaga Negara maupun melalui organisasi politik, organisasi massa, dan media politik
lainnya. Demokrasi Pancasila meliputi bidang pemerintahan atau politik, sistem
masyarakat seperti politik, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.
Paham demokrasi Pancasila mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Dimana pada asas
musyawarah mufakat dan kekeluargaan atau gotong royong merupakan prinsip dan nilai
luhur yang hakikatnya dikembangkan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya
yang harapkan menjadi falsafah / ideologi negara yang sangat mungkin dapat berkembang
sesuai dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang pluralistik. Pancasila keempat
merupakan rumusan dari demokrasi Pancasila yang menjadi rangkaian totalitas dan terkait
erat antara satu sila dengan sila lainnya secara bulat dan utuh yaitu mencerminkan
kehidupan masyarakat Indonesia yang mengutamakan musyawarah dan asas kekeluargaan
yang sangat tinggi dalam bermasyarakat. Paham yang dianut dalam sistem kenegaraan
Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip Demokrasi Pancasila sebagai berikut.
• Memastikan adanya perlindungan HAM.
• Keputusan diambil berdasarkan musyawarah.
• Adanya badan peradilan independen yang bebas dari intervensi pemerintah atau
kekuasaan lainnya.

3
• Adanya partai politik dan organisasi sosial politik sebagai media untuk
menyalurkan aspirasi rakyat.
• Rakyat merupakan pemegang kedaulatan dan dilaksanakan berdasarkan UUD 1945.
• Berperan sebagai pelaksana dalam PEMILU.
• Adanya keseimbangan antara kewajiban dan hak.
• Kebebasan individu harus bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, dan negara.
• Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
• Penyelenggaraan pemerintah berdasarkan hukum, sistem konstitusi, dimana
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat

a. Isi dari Demokrasi Pancasila sebagai berikut.


1. Pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 dan penjabarannya yang dituangkan dalam
Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.
2. Demokrasi Pancasila harus menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
3. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan.
4. Demokrasi Pancasila harus bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam
Penjelasan UUD 1945, yaitu negara hukum yang demokratis.
5. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggungjawab secara moral kepada Tuhan YME,
diri sendiri, dan orang lain.
6. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
7. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
8. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
b. Ciri-ciri demokrasi Pancasila sebagai berikut.
1. Kedaulatan berada ditangan rakyat
2. Berdasarkan asas kekeluargaan dan bergotong royong
3. Tidak adanya partai pemerintah dan partai oposisi
4. Adanya keselarasan antara hak dan kewajiban
5. Menghargai sesama manusia
6. Ketidaksetujuaan terhadap kebijakan pemerintah
7. Tidak menggunakan sistem monopartai
8. Pemilu dilaksanakan secara luber
9. Mendahulukan kepentingan rakyat

4
Dalam sistem pemerintahan demokrasi Pancasila terdapat tujuh sendi pokok yang menjadi
landasan, yaitu :
• Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Seluruh tindakan harus
dilaksanakan berdasarkan hukum. Kedudukan semua warga Indonesia sama dimata
hukum
• Indonesia menganut sistem konstitusional. Pemerintahan sistem konstitusional
(hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas).
• MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi. MPR adalah pemegang
tertinggi kekuasaan negara, terdapat dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 kekuasaan
tertinggi ada ditangan rakyat dan sepenuhnya dilakukan oleh MPR.
• Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara
pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga mesti tunduk
dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib
menjalankan putusan-putusan MPR.
• Pengawasan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR
mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden
dan DPR mesti saling memainkan pekerjaan sama dalam pembentukan undang-undang
termasuk APBN.
• Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR. Presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat dan
menghentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi
kepada presiden. Hal ini berlandaskan pada sistem kabinet kita yaitu kabinet
presidensial/kepresidenan.
• Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Kepala Negara memiliki kekuasaan
tidak tak terbatas yang harus memperhatikan suara DPR dimana DPR ini sejajar dengan
presiden (kepala Negara).

5
B. Realita Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia
Dalam pelaksanaan demokrasi, terdapat nilai partisipasi dan kedaulatan yang wajib
dijalankan oleh seluruh warga negara. Pemilu merupakan suatu kesempatan dan sarana bagi
seluruh rakyat untuk menyalurkan segala aspirasi politiknya dan memilih para wakil rakyat
terbaik untuk menjabat sebagai lembaga legislatif maupun menjabat sebagai presiden dan
wakilnya secara damai.
Pelaksanaan pemilihan presiden di Indonesia pada dasarnya merupakan perwujudan
dari prinsip demokrasi, di antaranya menjamin kebebasan individu dan persamaan hak
politik. Pemilihan presiden secara langsung masuk dalam kategori proses demokrasi
formal, menindak lanjuti jaminan terhadap persamaan hak politik tersebut. Pemilihan
presiden juga merupakan instrumen proses pendalaman demokrasi dan upaya menciptakan
pemerintahan yang efektif di Indonesia setelah pelaksanaan pemilihan umum legislatif.
Proses pendalaman demokrasi tersebut dapat berasal dari negara dan masyarakatnya.
Dilihat dari sisi negara, proses pendalaman demokrasi dapat bermakna apabila
terdapat pengembangan kelembagaan untuk menciptakan kepercayaan di semua aktor
politik dan terdapat pengembangan kapasitas administratif yang menyertai kelembagaan
yang telah dibentuk. Sedangkan dari sisi masyarakatnya, proses pendalaman demokrasi
dapat bermakna apabila terdapat penguatan peran serta masyarakat dalam aktivitas politik
formal. Penguatan peran tersebut salah satunya melalui pelaksanaan pemilihan presiden.
Dengan cara tersebut peran masyarakat akan selalu mengimbangi implementasi program
pemerintah dan mendapatkan dukungan dari masyarakat secara penuh .
Sistem pemilu ini juga merupakan perwujudan demokrasi sebagai wujud dari sila
keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia belum mencerminkan
bahwa pelaksanaannya sebagai perwujudan sila keempat Pancasila karena masih terdapat
beberapa macam konflik. Penyebabnya pun beragam, mulai dari partai yang tidak
mencerminkan demokrasi, konfik internal partai, calon yang tidak bisa menerima
kekalahan dan pendukung tidak realistis menghadapi kekalahan calon yang didukungnya .
Masyarakat pada saat ini selalu menginginkan adanya kemudahan dalam hidupnya.
Tak terkecuali dalam hal memilih pemimpin negaranya. Sudah pasti mereka menginginkan
pemimpin negara yang dapat menyejahterakan bangsa sesuai dengan yang termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945. Tapi terkadang masyarakat salah mengartikan tindakan para elite
politik hanya mementingkan kepentingan kelompoknya bukan menomorsatukan
kepentingan rakyat. Contohnya adalah pada saat masa kampanye, para calon presiden dan

6
wakilnya berlomba-lomba utuk memenangkan suara rakyat dengan berbagai cara
yang mereka tempuh. Dalam konteks ini tidak jarang malah terjadi budaya money politic
dan penyebaran isu-isu yang belum tentu kebenarannya.
Pemilu Presiden 2019 kemarin menjadi pemilu yang istimewa selain karena diikuti
oleh kandidat yang telah bertarung pada pemilu periode sebelumnya, juga karena
pelaksanaannya serentak dengan pemilu legislatif . Dinamika politik ketika era pemilihan
umum dan pemilihan presiden 2019 semakin memanas terlebih ketika tanggal 20 April
2019 BPN Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melaporakan terdapat
sekitar 1.200 daftar sementara kecurangan pemilihan presiden kepada Bawaslu (Badan
Pengawas Pemilu). Pun hal yang sama dilakukan oleh pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin yang
melapor kepada Tim Kampanye Nasional bahwa terdapat 14.843 laporan dugaan
kecurangan atau pelanggaran yang menguntungkan pasangan Prabowo-Sandiaga .
Menegangnya kompetisi dan kontestasi di pemilihan presiden tahun 2019 lalu yang melalui
kampanye juga diwarnai kegaduhan baik di media massa maupun di media sosial.
Masyarakat turut serta menyuarakan emosinya yang mengundang keprihatinan karena
berujung pada urusan hukum akibat dari ujaran kebencian dan berita bohong (hoax) yang
mereka lontarkan. Isu politik agama dalam pemilihan presiden kemarin juga menambah
panasnya dinamika persoalan yang terjadi di masa kampanye. Kedua pasangan calon
presiden dan wakil presiden sama-sama mengklaim bahwa suara mereka mewakili umat
muslim. Politisasi agama dalam kampanye saat itu semakin menambah ketegangan sosial
yang akhirnya berdampak pada timbulnya rasa ketidakpercayaan antar masyarakat dan
hilangnya rasa saling menghargai antar sesama. Padahal seharusnya demokrasi yang
konsolidasi adalah demokrasi yang menjunjung tinggi nilai budaya positif, antara lain
adalah saling menghargai dan mempercayai. Isu politisasi agama yang kedua paslon saling
memperebutkan suara umat muslim terjadi karena Indonesia merupakan negara yang
mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, sehingga keadaan tersebut sudah lazim
terjadi di setiap pemilihan umum.
Namun, hal tersebut tidak menjamin paslon mendapatkan suara terbanyak. Padahal,
dilaksanakannya pemilihan umum baik untuk memilih anggota legislatif maupun untuk
menentukan presiden dan wakilnya, bukan hanya untuk menandai suksesnya
kepemimpinan seseorang namun juga merupakan sebuah kesempatan untuk mengevaluasi
kinerja pemerintahan dan memperdalam penerapan demokrasi agar lebih berkualitas dan
bermartabat sesuai dengan perundang-undangan. Selain isu politisasi agama, pada masa
Pemilu 2019 juga diwarnai dengan adanya fenomena politik identitas tentang SARA

7
bahkan terjadi peningkatan suasana sektarian yang terjadi di berbagai media sosial.
Literatur politik maupun sosiologi mengategorikan identitas menjadi dua kategori, antara
lain : 1) Identitas sosial meliputi agama, ras, etnis, kelas, gender dan seksualitas. 2) Identitas
politik meliputi nasionalitas dan kewarganegaraan. Adanya identitas membuat suatu
pembeda antarkelompok yang dapat menimbulkan perpecahan apabila tidak memahami
betul konsep kebhinekaan, terlebih di Indonesia terdapat bermacam-macam suku/adat, ras,
bahasa, agama, dan budaya. Pada Pemilu 2014 dan 2019, permasalahan SARA telah
dieksploitasi oleh para aktor politik. Efeknya adalah penggunaan politik identitas yang
disebarkan dengan cepat melalui media sosial. Dalam Pemilu, politik identitas adalah
strategi kampanye. Sehingga tidak hanya solidaritas sosial tapi juga fondasi demokrasi
negara yang dipertaruhkan.

C. Masalah Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia


Reformasi politik 1998 telah menghasilkan berbagai perubahan yang signifikan
secara konstitusional dan regulatif demi perbaikan kualitas demokrasi. Namun demikian,
yang perlu diperhatikan adalah mandat secara konstitusional dan regulatif tersebut belum
tentu bisa diimplementasikan secara paripurna. Dengan kata lain, resultansi implementasi
perubahan-perubahan yang ditetapkan belum tentu ideal. Beragam permasalahan masih
dimungkinkan terjadi sehingga memberikan distraksi atau hambatan terhadap tercapainya
cita-cita ideal dari demokrasi itu sendiri, yakni rakyat Indonesia yang aman, adil, sejahtera
kehidupannya.
Demokrasi sendiri mempunyai persoalan-persoalan yang dimana jika persoalan
tersebut tidak terselesaikan maka demokrasi tidak bisa berjalan dengan semestinya. Penulis
secara garis besar membagi persoalan-persoalan dalam demokrasi tersebut dalam tiga
pokok masalah, yaitu tirani mayoritas, pemerintahan yang tidak efektif, dan konflik etnis
serta nasional. Pada umumnya persoalan tersebut dapat terjadi dikarenakan masyarakat
belum mengerti betul mengenai batas-batas antara ruang publik dengan ruang privat,
sehingga masih banyak yang mengutamakan kepentingan golongan atau individu di dalam
kancah perpolitikan masing-masing negara. Kondisi seharusnya dalam demokrasi adalah
jika ada golongan yang berkuasa itu tidak akan selamanya atau dalam jangka waktu yang
panjang karena golongan yang kalah akan berusaha menjadi pemenang, dan begitu
seterusnya, berulang-ulang, sehingga ruang kosong yang terdapat dalam demokrasi dapat

8
terjaga kekosongannya. Kalau pun ada yang mengisi itu hanya bersifat sementara, dan harus
bersifat sementara.

Tidak dipungkiri bahwa meskipun demokrasi bergerak lurus mengikuti arah orientasi
yang diharapkan, Indonesia belum berada dalam situasi dan kondisi demokrasi yang ideal.
Sebagian kalangan, termasuk pemikir utama demokrasi Samuel P. Huntington, menyebut
fenomena ini sebagai transisi demokrasi. Ada banyak realitas empiris yang mendukung
pernyataan ini. Masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila di
Indonesia :

• Pertama, meskipun pemilihan umum (Pilpres dan Pilkada) sudah digelar secara
langsung dengan menempatkan rakyat sebagai direct voters, akan tetapi proses dan
resultansinya belum selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi. Apa yang terjadi pada
Pilpres langsung sejak digelar pada 2004, begitu juga dengan Pilkada, adalah maraknya
praktik oligarki partai politik, politik uang (Money politics) untuk mendulang suara
rakyat, masifnya produksi hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye hitam, serta
penggunaan politik identitas sebagai strategi untuk memecah belah masyarakat. Belum
lagi jika memperhitungkan adanya kecurangan dalam proses pemilihan umum yang
berlangsung. Dalam tataran hasil, banyak kepala daerah produk Pilkada langsung yang
terjerat kasus korupsi.
• Kedua, partai politik adalah pilar utama demokrasi. Fungsi partai politik pascareformasi
semakin vital tatkala sirkulasi elite dalam pemilihan umum “mewajibkan” para
kandidat disokong oleh partai politik. Artinya, siapa pun yang hendak menjadi bupati,
wali kota, anggota parlemen, hingga presiden, harus dicalonkan melalui partai politik.
Memang dalam skema Pilkada terdapat posibilitas pencalonan dari calon independen,
tapi skalanya masih kecil dan belum dimandatkan secara konstitusional pada pemilihan
presiden. Namun demikian, terdapat jurang yang lebar antara kondisi ideal (das sollen)
dengan realitas (das sein). Masih banyak partai politik yang terjebak pada oligarki dan
oportunistis politik, sehingga lebih mengutamakan kepentingan elite dan pertimbangan
finansial dalam hajatan demokrasi seperti pemilihan umum.
• Ketiga, kunci utama agar demokrasi tidak terjerumus ke arah mobokrasi adalah
penguatan pada sistem hukum dan peradilan. Artinya, segala bentuk proses politik dan
pemerintahan, termasuk sistem ekonomi yang dijalankan, harus patuh pada kaidah
hukum-hukum positif yang berlaku, utamanya UUD NRI 1945 sebagai sumber hukum

9
tertinggi. Akan tetapi realitas yang terjadi masih jauh dari gambaran ideal. Masih
banyak regulasi yang tumpang-tindih antara pusat dan daerah menunjukkan bahwa
aspirasi rakyat yang diserap mengalami sumbatan. Overlapping regulasi ini tak akan
mungkin terjadi apabila perumusannya melibatkan suara dan kepentingan rakyat.
Pemerintah pusat dan daerah juga kerap tidak kompak dalam menyikapi permasalahan
seperti yang tampak dalam penanganan pandemi COVID-19 akhir-akhir ini. Yang
paling fatal yang terjadi saat ini adalah aparat hukum yang melanggar hukum itu
sendiri. Kasus keterlibatan petinggi Polri dan Kejagung RI dalam kasus Djoko Tjandra
merupakan “tamparan” keras terhadap demokrasi yang berjalan.
• Keempat, kehidupan yang berjalan lebih demokratis ternyata tak selalu berkorelasi
lurus dengan kesejahteraan. Problematika ini dapat kita temui pada kehidupan sosial
politik dan ekonomi di Papua. Meskipun sudah diberikan otonomi khusus, bahkan
diberikan keleluasaan untuk membentuk Majelis Rakyat Papua (MRP), daerah Timur
Indonesia ini masih terus bergolak. Sebagian tuntutan pemisahan yang disuarakan
dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi dan kesejahteraan yang belum membaik. Sudah
barang tentu realitas ini perlu dibedah dari perspektif demokrasi untuk mengurai benang
kusut dan mencari solusi atas permasalahan yang ada.
• Kelima, eksistensi masyarakat sipil atau masyarakat madani yang mulai terdistraksi
kepentingan elite dan politik. Masyarakat madani merupakan kunci penting purifikasi
demokrasi yang sedang berjalan. Keberadaan masyarakat madani yang fokus pada isu-
isu reformasi seperti peradilan yang bersih, pemilihan umum yang LUBER dan
JURDIL, penghormatan terhadap HAM, serta tata kelola pemerintahan yang
demokratis menjadi kunci penting dalam arah gerak reformasi. Namun demikian,
keberadaan masyarakat madani saat ini perlahan tapi pasti mulai kehilangan elan
vitalnya. Makin banyak figur penting masyarakat madani yang masuk ke lingkaran
kekuasaan sehingga berdampak pada pelemahan kelompok masyarakat madani
tersebut. Yang tak kalah krusial adalah banyaknya kelompok masyarakat madani yang
“gulung tikar” karena permasalahan pendanaan operasional.

Ada banyak lagi kendala-kendala demokrasi lainnya yang belum tuntas hingga hari
ini, seperti isu-isu pelanggaran HAM masa lampau yang belum selesai, kecenderungan
penguatan TNI dalam kehidupan politik sehingga dianggap membahayakan
demokrasi, dual legitimacy antara eksekutif dan legislatif sehingga menimbulkan
inefektivitas dalam perumusan kebijakan, yang mana semua problematika tersebut

10
bermuara pada belum berjalannya demokrasi yang sesuai dan mengadopsi nilai-nilai luhur
yang termaktub dalam Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai dasar negara dan konstitusi.
Inilah yang menjadi tugas penting pemerintah dan masyarakat hari ini untuk membawa
demokrasi, baik secara proses dan resultansi agar dapat memenuhi mandat reformasi dan
konstitusi, yakni kehidupan sosial politik yang bersih dan demokratis, serta rakyat yang
adil, makmur, dan sejahtera.

11
D. Solusi dalam Mengatasi Masalah Demokrasi Pancasila di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak boleh lepas dari konteks sosio-historis
bangsa Indonesia. Sekalipun pada perkembangannya terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, hal tersebut tidak boleh menjadi
alasan bagi kita untuk berhenti berusaha merealisasikan demokrasi Indonesia dalam bentuk
nyata. Demokrasi Indonesia mengidealkan sinergi antara demokrasi politik dan demokrasi
ekonomi. Sosio-demokrasi ini hanya bisa terwujud apabila ada partisipasi aktif dari seluruh
rakyat Indonesia. Demokrasi bagaimanapun merupakan alat untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Rakyat harus terlibat secara aktif dalam bidang politik
dan ekonomi tanpa ada kesenjangan di dalamnya. Nilai-nilai kolektif, kesetaraan, serta
kemanusiaan yang diuraikan Hatta sebagai paradigma mental-kultural demokrasi Indonesia
harus dihayati dan dilaksanakan secara penuh dalam proses ini. Singkatnya, mewujudkan
sosio-demokrasi sama artinya dengan melaksanakan revolusi demokrasi. Ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk melaksanakan revolusi demokrasi.
Langkah pertama dengan mewujudkan kaum intelektual sebagai agen perubahan.
Kaum intelektual, meminjam istilah Edward Said merupakan individu yang dikaruniai
bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan, dan mengartikulasikan pesan,
pandangan, sikap, filosofi dan pendapatnya kepada publik. Kaum intelektual harus terlibat
aktif dalam ranah politik ataupun kultural dalam memajukan bangsa. Hal tersebut telah
dibuktikan dalam sejarah bangsa Indonesia ketika para pribumi terpelajar menjadi pelopor
kebangkitan nasional. Singkatnya, kaum intelektual memiliki tanggung jawab historis
untuk memperbaiki kondisi bangsa yang karut-marut. Dengan demikian, kaum intelektual
harus dapat menunjukkan perannya sebagai agen perubahan untuk mengakomodir
kepentingan rakyat banyak. Ide-ide kerakyatan harus diperjuangkan secara serius sehingga
hak-hak sosial, ekonomi, serta politik rakyat dapat terpenuhi.
Langkah kedua adalah mendorong negara agar mampu menciptakan regulasi yang
melindungi hak-hak ekonomi rakyat. Kapitalisme global telah membuat para pemilik
modal memonopoli sumber daya ekonomi yang tersedia. Sistem ini yang kemudian
melahirkan eksploitasi dalam masyarakat. Eksploitasi ini membuat begitu banyak rakyat
jatuh miskin. Negara harus hadir dan menyelesaikan persoalan ini. Regulasi terhadap
pengelolaan ekonomi harus dibuat agar rakyat tidak semakin hidup sengsara dalam sistem
ekonomi Kapitalis. Negara harus menerapkan menyelenggarakan perekonomian yang
berjiwa kooperasi. Perekonomian yang berjiwa kooperasi dicirikan pelaksanaan roda
perekonomian yang melibatkan rakyat secara aktif sejak proses produksi hingga hasil akhir.

12
Negara harus menjamin rakyat memiliki hak yang setara untuk mengelola sumber daya
alam dan faktor-faktor produksi. Hal ini hanya dapat terwujud apabila pemerintah baik
eksekutif maupun legislatif peka terhadap permasalahan rakyat dan memiliki keberanian
untuk memperjuangkan hal tersebut. Negara harus mampu mengedepankan kepentingan
rakyat dan tidak tunduk kepada kepentingan para pemilik modal. Jika hal ini terwujud,
kesejahteraan rakyat dapat tercipta dan hak-hak ekonomi rakyat dapat terpenuhi.
Langkah terakhir adalah menjadikan rakyat sebagai subyek demokrasi penuh. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara melibatkan rakyat dalam keputusan-keputusan
strategis negara. Salah satu contohnya ialah dengan melakukan referendum untuk
memutuskan kenaikan harga BBM. Keterlibatan langsung rakyat melalui referendum ini
penting karena pemerintah harus memastikan kebijakan yang diambilnya didukung penuh
oleh rakyat. Apabila hasil referendum ternyata rakyat menolak kenaikan harga BBM, maka
pemerintah harus mencari opsi kebijakan lain. Hal tersebut juga berlaku dalam kebijakan
strategis lain. Langkah ini secara praktis akan meminimalisir kepentingan golongan elit
terhadap kebijakan strategis negara karena harus berhadapan langsung dengan suara rakyat.
Dengan demikian rakyat benar-benar terlibat aktif dalam proses penyelenggaraan negara
karena segala kebijakan pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari rakyat.
Kedaulatan rakyat dapat terwujud melalui langkah ini.
Easton (1963:3) menyatakan bahwa sistem politik akan dapat berjalan baik serta
menghasilkan output yang baik bila mendapat dukungan (supporting system) serta
mendapatkan tentangan (oposan system). Dukungan dan tentangan harus ada agar sistem
politik dapat berjalan dengan seimbang. Keseimbangan antara tentangan dan dukungan
baru dapat berjalan bila tidak ada permutlakan dan penghilangan kebenaran.
Musyawarah berasal dari kata bahasa Arab yang diartikan oleh Moh Kosnoe
sebagai pembahasan bersama untuk mencapai suatu keputusan sebagai penyelesaian dari
suatu masalah bersama (Budiharjo. 1975: 53-54). Semenjak beberapa tahun pemerintah
berusaha menginduksi kemampuan musyawarah ke warganya tetapi hasil yang dicapai
belum begitu menggembirakan. Musyawarah sudah digunakan oleh bangsa Indonesia
secara berabad-abad, karena itu founding fathers bangsa Indonesia menyinergikan antara
musyawarah dengan hikmah kebijaksanaan, kerakyatan dan perwakilan, sinergi itu
kemudian dijadikan sebagai Sila 4 Pancasila. Musyawarah menjadi membahas suatu
masalah yang dipecahkan secara bersama- sama. Perkataan Musyawarah harus
mengandung unsur-unsur sebagai berikut

13
1. Musyawarah adalah suatu ciri khas dari pengambilan keputusan berdasarkan gagasan
kerakyatan yang berpegang pada hikmah kebijaksanaan.
2. Masalah yang diperbincangkan adalah masalah yang hidup di dalam masyarakat yang
menghendaki suatu pemecahan.
3. Menggunakan pikiran sehat yang mempertimbangkan kesejahteraan umum.
4. Pertimbangan ini harus diolah menuju kepada kebulatan pikiran dari semua peserta
5. Semua peserta termasuk mereka yang memberi amanat harus menjalankan keputusan
ini dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab (Moh Kosnoe dalam Budiharjo.
1975:65)
Musyawarah terkait pula dengan kebulatan kehendak dan permufakatan. Kebulatan
kehendak diartikan tidak ada persoalan terkait perjuangan kepentingan, kebulatan
kehendak merupakan akibat dari pertukaran pikiran yang dilakukan dalam suasana ingin
memberi sumbangan bagi kepentingan masyarakat seluruhnya. Sedangkan permufakatan
berarti adanya dua atau lebih pihak yang saling berbeda kepentingannya, hasil dari saling
memberi dan menerima. Tetapi dalam pasal 1 Ketetapan MPRS No. XXXVII/1968 arti
mufakat itu hampir sama dengan kebulatan kehendak. Dalam pasal 2 Tap MPRS No.
XXXVII mengemukakan konsepsi terkait musyawarah sebagai berikut:
• Musyawarah bersendikan kesadaran dan rasa tanggung jawab bersama dari pimpinan
dan para peserta atas hak dan kewajiban masing-masing untuk menghadiri
musyawarah. Oleh karena itu pada dasarnya seluruh pimpinan dan anggota
musyawarah wajib menghadirinya.
• Musyawarah dapat diadakan apabila seluruh golongan musyawarah terwakili atau
sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota hadir dalam hal tidak semua
golongan- golongan musyawarah terwakili.
Revolusi demokrasi merupakan jalan yang bisa ditempuh untuk memperbaiki
demokrasi Indonesia. Rakyat Indonesia tentu sudah mulai jenuh dan kecewa melihat
pelaksanaan demokrasi yang didominasi oleh golongan elit sehingga membutuhkan
perubahan. Disisi lain melaksanakan demokrasi revolusi tentu tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Kita perlu belajar kembali menggali nilai-nilai demokrasi Indonesia. Nilai-
nilai tersebut mencakup nilai kolektivisme, kesamaan derajat, serta kemanusiaan. Nilai-
nilai tersebut harus dihayati dan diamalkan untuk melaksanakan dan mewujudkan sosio-
demokrasi. Pada akhirnya untuk menjawab pertanyaan saya di atas, saya berkeyakinan

14
bahwa revolusi bisa dimulai dari mana saja dan aktor utama revolusi merupakan rakyat
yang memiliki kesadaran serta keberanian untuk mengubah karut-marut demokrasi
Indonesia. Kita harus mampu menjadi aktor revolusi tersebut.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep Demokrasi telah dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kemajemukan politik dan munculnya pusat-pusat kekuasaan baru di luar Negara berimbas bagi
Indonesia, telah menjadi ciri sistem politik Indonesia mutakhir. Bila di masa lalu sentralisasi
kekuasaan sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan, sekarang tidak lagi.
Fenomena strong state sekarang digantikan oleh strong society, dan negara yang dahulu
diwarnai oleh strong leader pun dewasa ini telah digeser oleh weak leader. Indonesia harus
secara terus menerus membangun budaya demokrasi melalui pendidikan politik yang baik dan
sosialisasi nilai-nilai demokrasi ke tengah-tengah masyarakat, juga harus membangun suatu
demokrasi yang paling workable diterapkan di Indonesia. Artinya, demokrasi yang dapat
berfungsi dengan baik, yang menjamin stabilitas politik terpeliharanya kesatuan dan persatuan
bangsa, memungkinkan pemerintah mampu menjalankan fungsinya secara maksimal untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan yang maksimal kepada masyarakat, dan mengayomi
rakyat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gianto. 2019. Pendidikan Filsafat Pancasila dan Kewarganegaraan. Sidoarjo: Uwais Inspirasi
Indonesia.

Muchlis, Indra. 2019. Negara Hukum dan Demokrasi. Yogyakarta: Trussmedia Grafika

Purnawati, Evi. 2020. Perjalanan Demokrasi di Indonesia. Diunduh 13 September 2021.


https://jurnal.unpal.ac.id/index.php/solusi/article/download/290/248.

Surbakti, Krista. 2019. Tugas Makalah dan Hasil Wawancara Tentang Demokrasi Pancasila.
https://osf.io/hgfjn. (online) Diakses pada 13 September 2021 pukul 23.49

Habib, Miftahul. 2015. Suatu Gagasan Memperbaiki Demokrasi Indonesia. Jurnal Demokrasi
Di Indonesia Dulu, Kini, dan Esok. Hal 49-68.

Anugrah, Boy. 2021. Problematika demokrasi. https://kumparan.com/boy-


anugerah/problematika-demokrasi-indonesia-1vB397csg1B (diakses 11 September 2021)

Hapsari A, Hasan S. (2020). Pemilu Presiden 2019 dalam Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia.
Diakses pada 14 September 2021 pukul 16:02 Wita dari
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&as_ylo=2020&as_vis=1&q=reali
ta+pelaksanaan++%22demokrasi+di+indonesia%22&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p%3Dkucp
yanK8Q4J

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20293130-S1487-Permasalahan%20demokrasi.pdf

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/integralistik/article/download/13737/7523

17

Anda mungkin juga menyukai