Anda di halaman 1dari 38

DARI PANDU-PANDU MENJADI GERAKAN PRAMUKA

(1912-1961)

NAMA : MUHAMAD ICHSAN NOVIANANTO


NTA : 1005.18.03.221.3812

KARYA TULIS INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI


SYARAT KECAKAPAN UMUM PRAMUKA JENJANG PANDEGA

RACANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


GUGUSDEPAN JAKARTA TIMUR 03.221-03.222
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
UNTUK MENGIKUTI SEMINAR CALON PANDEGA

Calon pandega dengan identitas di bawah ini:

Nama : Muhamad Ichsan Noviananto

NTA : 1005.18.03.221.3812

Judul Secapa : Dari Pandu-pandu Menjadi Gerakan Pramuka (1912-


1961)

Dinyatakan telah selesai melaksanakan penyusunan Seminar Calon Pandega,


sehingga yang bersangkutan diizinkan mengikuti Seminar Calon Pandega.

Jakarta, 20 Juli 2021

Pembimbing Secapa

Sukma Ramadhan, S.Pd.

i
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR CALON PANDEGA

Judul : Dari Pandu-pandu Menjadi Gerakan Pramuka (1912-1961)

Disusun oleh

Nama : Muhamad Ichsan Noviananto

NTA : 1005.18.03.221.3812

Dinyatakan lulus dalam SECAPA (Seminar Calon Pandega) dan memenuhi syarat
untuk memperoleh surat keterangan lulus (setelah revisi) dari Biro Pengembangan,
Penalaran dan Evaluasi (Banpanev) Racana Universitas Negeri Jakarta.

Jakarta, 2021

Menyetujui,

Purna/Pandega Pembimbing

Mengesahkan,
Komisi Penguji Secapa

Kak Sutrisno Kak Alan Supriyadi Kak Sukma Ramadhan


Penguji I Penguji II Penguji III

ii
KATA PENGANTAR

Salam Pramuka,

Alhamdulillahi rabbil alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya karya tulis yang berjudul “Dari Pandu-
Pandu Menjadi Gerakan Pramuka (1912-1961)” dapat terselesesaikan.

Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat jenjang yang harus
ditempuh dalam proses kepandegaan Racana Universitas Negeri Jakarta. Selain itu,
karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kemampuan dan keterampilan
agar lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Kak


Sutrisno selaku pengampu poin SECAPA yang memberikan dukungan dalam
penulisan. Kepada Kak Sukma Ramadhan selaku pembimbing dalam karya tulis ini
yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingannya sehingga karya tulis ini
dapat terselesaikan dengan baik. Kepada Kak Alan selaku Pandega Racana UNJ
dan kepada rekan-rekan di Racana yang telah mendukung tulisan ini. Semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi diri penulis, anggota Racana UNJ, juga peminat
sejarah pramuka.

Jakarta, 20 Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... i


UNTUK MENGIKUTI SEMINAR CALON PANDEGA .................................. i
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR CALON PANDEGA .......................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................3
C. Pembatasan Masalah...............................................................................3
E. Tujuan Penulisan .....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................5
A. Landasan Teori ........................................................................................5
1. Heuristik ...................................................................................................5
2. Verifikasi ..................................................................................................5
3. Intepretasi ................................................................................................6
4. Historiografi .............................................................................................6
B. Uraian Masalah .......................................................................................7
1. Latar Belakang Terbentuknya Kepanduan ..........................................7
2. Kepanduan Pada Masa Hindia Belanda ...............................................9
3. Kepanduan Pada Masa Pendudukan Jepang .....................................17
4. Kepanduan Pada Masa Awal Kemerdekaan ......................................22
5. Kepanduan Pada Masa Demokrasi Parlementer ...............................25
6. Terbentuknya Gerakan Pramuka........................................................27
BAB III PENUTUP ..............................................................................................30
A. Kesimpulan ............................................................................................30
B. Saran .......................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan Pramuka adalah sebuah organisasi kepanduan yang
berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961
tanggal 20 Mei 1961 sebagai organisasi kepanduan nasional satu satunya
yang diakui oleh negara Indonesia. Gerakan Pramuka pada hakikatnya
adalah sebuah organisasi pendidikan nonformal kepada anak-anak muda
dengan anggota dewasa sebagai penanggung jawab melalui prinsip dasar
kepramukaan dan metode kepramukaan yang bertujuan untuk membentuk
kepribadian baik, kecakapan hidup, dan akhlak yang mulia serta
mengamalkan nilai-nilai Pancasila1.

Pemuda pada fakta sejarahnya mempunyai andil yang sangat besar


dalam mencapai proses kemerdekaan. Lahirnya Budi Utomo pada tanggal
20 Mei 1908 sebagai tonggak perjuangan kebangkitan nasional menjadi
momentum titik balik pemuda melakukan kiprahnya dalam perjuangan,
salah satunya adalah melalui kepanduan.

Gerakan Pramuka tidak serta-merta langsung terbentuk, melainkan


mempunyai sejarah yang cukup panjang dengan dibawanya kepanduan oleh
Belanda yaitu “Nederlands Padvinder Organisatie” (NPO) yang
keanggotaannya khusus dan terbatas membuat lahirnya pandu pribumi
pertama yaitu “Javaanse Padvinder Organisatie” (JPO) yang diprakarsai
oleh Mangkunegaran VII hingga menyebabkan organisasi politik yang ada
pada saat itu membuat kepanduan di bawah naugannya masing-masing
seperti Teruna Kembang, Pandu Kebangsaan, Wira Tamtama, Hibzul
Wathan, dll. Lahirnya kepanduan pada masa itu yang cukup banyak
membuat persatuan agak terpecah, terlebih lagi dengan beragam corak

1
UU No 12 Tahun 2010

1
politik organisasi yang berbeda-beda dengan pemahamannya yang juga
cukup beragam membuat pandu-pandu membutuhkan waktu yang lama
untuk bersatu. Upaya yang dilakukan membuahkan hasil dengan
terbentuknya Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang berisikan para
remaja berasas kebangsaan.

Perang dunia II pecah, Belanda mengalami kemunduran hingga


menyerahkan Indonesia menjadi wilayah jajahan negeri matahari terbit
yaitu Jepang. Jepang yang mempunyai kekuasaan langsung membentuk
kekuatan militer di seluruh Indonesia dan melarang setiap organisasi politik
maupun kepemudaan. Jepang memerintah dengan pemerintahan militer
membentuk pasukannya sendiri seperti Pembela Tanah Air (PETA),
Seinendan, Keibodan dll. Para pemuda kemudian dimasukkan kedalam
pasukan-pasukan yang dibentuk oleh Jepang. Pemimpin tiap pandu pada
masa tersebut akhirnya terpaksa membubarkan kepanduannya dan menurut
pada Pemerintahan Jepang2. Kepanduan telah bubar, tapi tekad para pemuda
yang berada dalam pasukan bentukan Jepang tetap ada sehingga mereka
aktif dalam organisasi bentukan Jepang dan mempelajari banyak hal yang
dilatih kepada mereka.

Tahun-tahun menjelang selesainya perang Dunia II ditandai dengan


jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang membuat pemerintah
Jepang menyerah kepada sekutu pada tanggal 14 agustus 1945. Keadaan
tersebut memberikan keuntungan kepada Indonesia dengan adanya
“vacuum of power” atau kekosongan kekuasaan. Desakan para pemuda
dengan membuat skenario penculikan Ir. Soekarno membuahkan hasil
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ditandai proklamasi
pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan memberikan peluang kembali kepada pandu-pandu


untuk menjalankan aktivitasnya, namun Indonesia ternyata mengalami

2
Gatot Ahmad Abdulmuchni, Kepanduan Indonesia dari masa ke masa, (Jakarta: Balai Pustaka,
1951), h. 45.

2
revolusi fisik yang membuat pasang surut gerakan pandu. Setelah Indonesia
mendapatkan kedaulatan penuh, pandu-pandu menjadi terpecah karena
banyaknya partai politik yang terbentuk dengan pemahaman yang berbeda-
beda. Perjuangan persatuan pandu-pandu membuahkan hasil dengan
diterbitkannya Keppres 238 tahun 1961 yang meleburkan pandu-pandu
menjadi Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya kepanduan yang diakui.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis mengidentifikasi beberapa
masalah yang akan dijadikan bahan penulisan sebagai berikut.

1. Apa latar belakang berdirinya pandu-pandu?


2. Bagaimana peran pandu-pandu dalam upaya mempersatukan
kepanduan?
3. Bagaimana proses terbentuknya Gerakan Pramuka?

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan dasar pemikiran, makalah ini
akan membahas peran pandu-pandu atas terbentuknya Gerakan Pramuka.
Untuk menghindari meluasnya pembahasan gerakan kepanduan yang
berjumlah ratusan, maka penulis membuat pembatasan masalah dan hanya
ingin mendalami beberapa kepanduan yang berperan dalam sebuah federasi
demi pembentukan Gerakan Pramuka.

Pembatasan kurun waktu pembahasan sejarah kepanduan dimulai


dari periode awal terbentuknya Pandu Belanda oleh P.Y Smits dan Majoor
de Yager yang menjadi ilham berdirinya pandu-pandu bentukan pribumi
dari masa Hindia Belanda, pendudukan Jepang, awal kemerdekaan,
demokrasi parlemen hingga terbentuknya Gerakan Pramuka (1912-1961).

3
D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang yembahas tentang peran pandu-


pandu dalam mencapai persatuan pembentukan Gerakan Pramuka, penulis
ingin merumuskan masalah dalam penulisan ini yaitu peran pandu-pandu
dalam proses terbentuknya Gerakan Pramuka.

E. Tujuan Penulisan
Secara akademis, dapat dijadikan salah satu referensi atau sumber
atau pembelajaran bagi para pelajar, guru, mahasiswa, ataupun akademisi
dan penulis di Indonesia. Bagi anggota pramuka, makalah ini dapat menjadi
sumber referensi dalam dalam penyelesaian Poin SKU Penegak dan
Pandega No. 12 yaitu “Dapat menjelaskan sejarah Kepramukaan Indonesia
dan Dunia”. Dapat mengubah pola pikir para pramuka mengenai konsep
perbedaan kepanduan dan Gerakan Pramuka serta dapat menanamkan nilai-
nilai nasionalis karena sejarah yang cukup panjang hingga nyawa para
pahlawan yang menjadi bayaran demi terbentuknya Gerakan Pramuka.

Secara psikis, penulisan ini untuk mengetahui apa yang menjadi


motivasi masyarakat membentuk pandu dan bertekad untuk menjadi satu
pandu yaitu Gerakan Pramuka.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Cara ilmiah bisa diartikan sebagai kegiatan penulisan yang
dilakukan dengan ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Rasional adalah kegiatan penulisan yang dilakukan dengan cara yang masuk
akal sehingga bisa dijangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-
cara yang dilakukan bisa diamati oleh indra manusia. Sedangkan sistematis
adalah penulisan menggunakan langkah-langkah tertentu yang berifat logis.
Dalam makalah ini, penulis menggunakan model deskriptif naratif yaitu
mendeskripsikan secara logis dan sistematis dalam penulisan ini3.
Sedangkan, metode penulisan yang digunakan adalah metode sejarah
dengan pendekatan studi kepustakaan. Metode sejarah Menurut Nugroho
Notosusanto terdiri dari empat tahapan yaitu, heuristik, verifikasi,
interpretasi, dan historiografi4.

1. Heuristik
Heuristik merupakan pemilihan dan pengumpulan sumber-sumber
yang berisikan informasi mengenai suatu topik penulisan tertentu. Pada
tahap ini penulis mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan
pandu-pandu dan Gerakan Pramuka. Proses pencarian sumber dilakukan
melalui internet. Dalam pencaharian tersebut diperoleh sumber sekunder
berupa artikel, jurnal, dan buku-buku mengenai pandu-pandu dan Gerakan
Pramuka.

2. Verifikasi
Tahap kedua dari penulisan sejarah ini yaitu verifikasi atau kritik
sumber. Verifikasi terbagi menjadi dua yaitu kritik intren dan kritik

3
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sejarah Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta:
Gramedia,1993) h. 9
4
Notosusanto, Nugroho, Hakekat sedjarah dan azas-azas metode sedjarah (Jakarta: Mega
Bookstore) h. 22

5
ekstren5. Kritik sumber bertujuan untuk mencari otentisitas atau data-data
yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern . Dalam tahap mengkritik
sumber secara intern penulis mengkritik isi dari sumber yang telah
ditemukan. Kemudian, penulis mengkritik isinya sesuai dengan apa yang
dibutuhkan dalam penulisan ini yakni sumber yang mengkaji bagaimana
perjalanan awal terbentuknya pandu hingga terbentuknya Gerakan
Pramuka. kritik ekstern juga dilakukan yaitu dengan memperhatikan
tanggal, waktu dan siapa pengarangnya, serta menguji seberapa kredibelitas
isi buku yang membahas pandu-pandu dan Gerakan Pramuka

3. Intepretasi
Tahap ketiga yaitu interpretasi atau penafsiran sumber yang telah di
verifikasi. Penulis menafsirkan fakta sejarah yakni tentang bagaimana
perjalanan pandu-pandu yang ingin bersatu namun terkendala dalam
perbedaan corak dan keberagaman yang dimiliki masing-masing pandu
hingga tercapainya persatuan dan pembentukan Gerakan Pramuka

4. Historiografi
Tahap terakhir dalam metode penulisan sejarah adalah historiografi.
Historiografi adalah yang dari masa lampau berdasarkan data yang
diperoleh untuk merangkai sejarah6. Historiografi mengungkapkan hasil
penulisan dalam bentuk tulisan yang sistematis, logis, dan jelas sesuai
kaidah penulisan ilmiah. Tahapan ini merupakan tahapan penting dalam
menjelaskan topik penulisan, sehingga penulisan ini terlihat jelas dan
mudah dimengerti, serta bisa menjawab pertanyaan yang diajukan di dalam
perumusan masalah diatas. Penulisan penulisan ini akan menggunakan
metode deskriptif naratif, sehingga penulis akan menguraikan hasil
penulisan menjadi suatu rangkaian kejadian.

5
Dudung Abdurrahman, Metode Penulisan Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 58
6
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: Benteng Pustaka, 2005),h. 69.

6
B. Uraian Masalah
1. Latar Belakang Terbentuknya Kepanduan
Kepanduan dipelopori oleh Robert Stephenson Smyth Baden-
Powell, Baden-Powell Gilwell atau yang biasa disapa Baden Powell. Baden
Powell lahir di Paddington, London pada tanggal 22 Februari 1857. Baden
Powell merupakan anak ke-8 dari 10 bersaudara. Ayahnya adalah Domine
H.G. Baden-Powell adalah pendeta gereja Inggris sekaligus profesor atau
guru besar ketua Geometri di Universitas Oxford dan Ibunya adalah
Hanrietta Grace Smyth yaitu puteri dari William T. Smyth yang merupakan
seorang admiral kerajaan Inggris. Prof. Domine meninggal pada 11 Juni
1960 yang artinya membuat Baden Powell yatim sejak umur 3 tahun
sehingga dituntut untuk mandiri terlebih lagi didikan ny. Hanrietta yang
keras dalam mendidik7. Baden Powell sejak kecil senang dengan karya-
karya ilmuan seperti Charles Darwin, Babbage, George Elliot dll. Saat
masih kecil, Baden Powell juga sudah menunjukkan bakat menggambarnya
yang baik, menggunakan kedua tangan dengan baik dan terkadang
menghibur orang sekitar dengan seruan binatang atau kicauan burung.

Baden Powell mendapatkan pendidikan pertamanya di Sekolah Rose


Hill dekat dengan rumah lama ayahnya di Spelhurst sehingga membuat
Baden Powell dapat mengeksplorasi kesenangannya karena masih banyak
hutan. Beasiswa yang didapat membuat Baden Powell melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Charterhouse. Baden Powell selain pandai dalam
pelajaran eksakta juga pandai dalam kesenian seperti bermain piano, biola,
marching band, menembak, melukis, teater dan sepakbola sehingga dia di
juluki bathing towel yang artinya bersemangat dalam pelajaran seni tapi
kurang bersemangat dalam pelajaran yang di kelas. Setelah lulus dari
Charterhouse pada usia 19 tahun, Baden Powell melanjutkan karier dengan
mendaftar dinas militer atas bantuan dari pamannya yaitu Kolonel Henry

7
E.E Reynolds, Story of Baden Powell, (London: Unwin brothers, 1957), h. 1.

7
Smyth yang merupakan komandan dari Royal Militer Academy di
Woodich. Berhasil bergabung dan lulus dari Akademi Militer dengan
pangkat pembantu letnan. Pada bulan September 1876 Baden Powell
mendapat tugas pertamanya di India dan bergabung dengan pasukan hussars
ke-13 dengan spesialisasi sebagai pengintai, pembuatan peta, dan
pemeriksaan. Pengalaman selama 10 tahun di India ini Baden Powell
mempunyai banyak metode-metode yang nantinya akan digunakan sebagai
pelatihan dalam kepanduan. Sekembali dari India ke kampung halamannya
di Inggris, Baden Powell membawa manuskrip yang berjudul “Aids to
Scouting” yang berisikan tentang buku panduan untuk para militer dalam
latihan yang praktis8.

Pada Bulan Juli 1899, Baden Powell ditugaskan untuk


mempertahankan daerah Rhodesia (Matabelland) dan Bechuanaland karena
akan terjadi perpecahan perang antara Inggris dengan bangsa Boer. Baden
Powell membuat markas di kota Mafeking dengan menggunakan alam
sebagai pertahanannya. Mempertahankan kota Mafeking dalam kurun
waktu yang lama membuat kesusahan dalam bahan pangan. Jumlah pasukan
yang berkurang membuat keadaan semakin memburuk, lalu seorang kepala
staff Lord Edward Cecil memutuskan menggunakan anak laki-laki untuk
membantu mempertahankan kota Mafeking. Anak-anak tersebut kemudian
dilatih sebagai pendukung dalam ketersediaan bahan di dapur dan juga
sebagai penyampai pesan Baden Powell kepada pasukan yang lain sehingga
kota Mafeking dapat dipertahankan dengan total 127 hari. Para pemuda
tersebut akhirnya diberikan lencana sebagai bentuk penghargaan atas
dedikasinya membantu mempertahankan kota Mafeking dari serangan
bangsa boer. Berita keberhasilan ini membuat Baden Powell dianggap
sebagai pahlawan9.

8
Andri BOB Sunardi, “Boyman Ragam Latih Pramuka”, (Bandung: Darma Utama, 2016), h. 21.
9
Mario dan Boni, Gerakan Pramuka Mempersiapkan Generasi Muda, (Sejarah dan
Perkembangan Pramuka Indonesia), (Jakarta: Lestari Kiranatama, 2014), h. 130.

8
Baden Powell kembali ke Inggris dan mendapati bukunya sangat
diminati banyak kalangan digunakan untuk latihan. Baden Powell kemudian
diamanahkan oleh pemimpin Boys Brigade Inggris, William Smyth untuk
melatih anggota muda. Baden Powell membuat rancangan untuk pelatihan
dan pada 25 Juli 1907 diajaklah 20 pemuda untuk berkemah dan berlatih di
Pulau Brownsea selama 8 hari. Para pemuda dilatih bertahan hidup di alam
liar dan juga diisi dengan cerita-cerita pada masa Baden Powell berperang
dan juga banyak permainan agar para pemuda tersebut tidak jenuh dan
tertarik dalam kegiatan tersebut. Setelah kegiatan tersebut, Baden Powell
menuliskannya dalam buku yang berjudul “Scouting for Boys” dan
diterbitkan pada bulan Januari 1908. Buku tersebut tersebar luas dan
memikat banyak pemuda untuk membelinya dan menganggap bahwa pandu
merupakan hal yang hebat sehingga mereka berminat untuk bergabung
dalam kepanduan. Pada akhir tahun 1909 yang mendaftar untuk bergabung
dalam pandu ini berjumlah 60 ribu orang dan terus bertambah.

Pada tanggal 4 September 1909 saat dilaksanakannya The Crystal


Palace Rally yang diikuti lebih dari 10.000 remaja, Baden Pawell disambut
dengan raungan riuh selamat datang dari pandu-pandunya dan ribuan topi
yang berputar di atas tongkat-tongkat para pandu. Hal tersebut merupakan
awal mula dari lahirnya kepanduan10.

2. Kepanduan Pada Masa Hindia Belanda


Kepanduan menyebar hingga ke banyak negara, salah satunya
adalah Negara Belanda yang membentuk kepanduannya pada tahun 1910.
Pada tahun 1912, Pemerintahan Belanda membuka cabang kepanduan di
Hindia Belanda yang bernama “Nederlands Padvinder Organisatie” (NPO)
atau Organisasi Pandu Belanda oleh P.Y Smits dan Majoor de Yager di
Batavia. Kepanduan ini diperuntukkan para remaja dan pemuda Belanda
yang berada di Hindia Belanda. Pada tahun 1914 meletus perang dunia 1,
keadaan tersebut membuat kepanduan ini melepaskan diri dari kwartir besar

10
E.E Reynolds, Op.Cit., h. 37.

9
yang ada di Belanda lalu membentuk kwartir besarnya sendiri dan
mengubah namanya menjadi “Nederlands Indische Padvinder
Vereeninging” (NIPV) atau Persatuan Pandu-pandu Belanda pada 4
september 1914. Pelepasan kwartir dan pengubahan nama ini juga membuat
anggota NIPV tidak hanya warga Belanda, melainkan penduduk pribumi
dapat menjadi anggota namun hanya pribumi tertentu saja yang dapat
mengikuti kepanduan ini11.

Melihat kepanduan Belanda yang semakin populer di kalangan


masyarakat pribumi membuat S.P Mangkunegara VII membentuk
kepanduannya sendiri di Surakarta dengan nama “Javaanse Padvinder
Organisatie” (JPO). JPO ini merupakan kepanduan pertama yang dimiliki
oleh pribumi pada masa Hindia Belanda. JPO buatan dari mangkunegara ini
menjadi perhatian dari organisasi yang lain karena pelatihan yang diajarkan
oleh JPO juga modern selaras dengan pengajaran yang diberikan oleh NIPV.
Tertarik akan hal itu membuat Kasunan Pakubuwana X membuat pasukan
militer Truna Kembang berubah menjadi Kepanduan Truna Kembang12.

Organisasi keagamaan yaitu Muhammadiyah di bawah pimpinan


K.H Ahmad Dahlan tertarik untuk membentuk kepanduannya sendiri,
kemudian didirikanlah “Padvinder Muhammadiyah” atau Pandu
Muhammadiyah yang di pelopori oleh Sarbini, Sjiradj Dahlan, dan
Somoedirdjo. namun pada tahun 1920 berubah nama menjadi “Hizbul
Wathan” (HW) atau Tentara Tanah Air. Di tahun yang sama sarekat islam
juga membentuk kepanduannya yaitu “Wira Tamtama”. Pada tahun 1921
Budi Utomo juga mendirikan organisasi kepanduan yaitu “Nationale
Padvinder” atau Kepanduan Nasional yang diketuai oleh Aslam Adi
Warsito.

11
NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 13.
12
ibid

10
Jong Java merupakan organisasi kepemudaan yang memiliki
banyak cabang. Supardi sebagai ketua Jong Java cabang
Mataram/Yogyakarta memutuskan untuk membentuk kepanduan “Jong
Java Padvinder” (JJP) Atau Pandu Pemuda Jawa atas dasar masukan dari
Rustiman dan Subiono tahun 1921. Dengan terbentuknya JJP ini
mengilhami kongres Jong Java V untuk memasukkan gerakan JJP ini ke
dalam Organisasi. Berkat Jong Java Cabang Bandung ini menghilhami
Jong Java Cabang lain untuk membentuk kepanduan di bawah naungannya
sendiri. Jong Java Jakarta kemudian dijadikan pusat pada gerakan
kepanduan ini. Pada Tahun 1923, Jong Java cabang Bandung juga
mendirikan kepanduan. Dalam kesepakatan Jong Java Bandung ini
membentuk nama kepanduan yang berbeda, yaitu “Nationale Padvinder
Organisatie” (NPO) Atau Organisasi Pandu Nasional dengan ketua
Safiodin. Ketika Safiodin berpindah ke Jember, maka ketua NPO kemudian
dilimpahkan kepada Ir. Soekarno dan Sekretaris Mr. Soenarjo. Walaupun
berbeda dalam nama, JJP Pusat tetap mendukung NPO karena memang
memiliki cita-cita dan tujuan yang sama. Dengan diangkatnya Ir. Soekarno
menjadi komando NPO membuat beberapa anggota keluar dan membentuk
kepanduannya sendiri yaitu “Jong Indonecish Padvinder
Organisatie”(JIPO). Timbul rasa persatuan yang makin tinggi, lalu para
pelajar dan mahasiswa membentuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPPI). Untuk anak-anak atau remaja dimasukkan ke dalam Pandu
Kebangsaan (PK)13.

Pada 2 April 1926 berdiri kepanduan islam di bawah naungan Jong


Islamitend bond yaitu “Nationaal Indonesische Padvinderij” (NATIPIJ)
atau pandu nasional Indonesia. Pada tahun yang sama didirikan pula
kepanduan di bawah naungan Sarekat Islam secara nasional yang

13
NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 13-14.

11
sebelumnya adalah Wira Tamtama kemudian berubah menjadi “Sarekat
Islam Afdeling Padvinderij” (SIAP)14.

Pada tahun 1926 terlaksana kongres pemuda 1 dengan tujuan dan


cita-cita yang sama untuk persatuan kemudian membentuk Jong Indonesia.
Demi persatuan juga kemudian NPO dan JIPO kemudian digabungkan
menjadi “Indonesische Nationale Padvinders Organisatie” di bawah
pimpinan Ir. Soekarno. Namun tetap saja ada yang menolak lalu membentuk
kepanduan baru lagi yaitu “Pandu Indonesia”(PI).

Organisasi politik yang ada pada saat itu seperti sedang berlomba
membentuk pandu dengan coraknya masing-masing walaupun sebenarnya
satu tujuan yaitu merdeka. Banyak yang berpikir dan berhasrat untuk
bersatu maka pada tanggal 23 mei 1928 diadakanlah pertemuan pandu-
pandu dengan hasil membentuk sebuah federasi yaitu “Persaudaraan Antara
Pandu Indonesia”(PAPI). Dengan terbentuknya PAPI ini memudahkan
kerja sama dan latihan tiap pandu yang dapat menopang persatuan. Dengan
adanya PAPI ini sebagai awal bersatunya seluruh Pandu di Indonesia.
Pergantian nama padvinder menjadi pandu atau kepanduan ini atas dasar
pemikiran K.H. Agus Salim karena pemerintahan Hindia Belanda melarang
adanya penggunaan kata padvinder15.

Tekanan dari pemerintah Hindia Belanda tentunya sangat banyak.


Ancaman yang diberikan cukup beragam. Mulai dari diasingkan atau
bahkan penjara. Dengan banyaknya tekanan yang ada, PPPI berencana
melasungkan Kongres Pemuda II. Dipimpin oleh Sugondo Djoyopuspito
maka terlaksana Kongres Pemuda II ini pada tanggal 27-28 Oktober 1928.
Syair lagu yang dikumandangkan dalam Kongres Pemuda II ini adalah
Indonesia Raya. Penggalan lagu Indonesia Raya adalah:

“Disanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku”

14
Gatot Ahmad Abdulmuchni, Op.Cit. h. 33-34.
15
Chafid Firman, “Tunas Pandu Pengetahuan Umum”, (Surabaya: CV Garuda Mas Sejahtera,
2017), h. 11.

12
“Majulah negrinya, majulah pandunya, untuk Indonesia Raya”
Pandu pada bait lagu tersebut dimaksudkan bahwa tiap warga
Indonesia merupakan pandu yang harus mendukung persatuan dan kesatuan
bangsa demi mencapai kemerdekaanya. Setiap warga negara wajib
mempunyai jiwa pandu walaupun tidak bergabung dalam kepanduan seperti
WR. Supratman yang menciptakannya.

Hasil dari Kongres ini yaitu Sumpah Pemuda yang berbunyi,

“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah Indonesia”
“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia”
“Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”
Pada tahun 1929, PAPI melakukan pertemuan yang kedua di Jakarta.
Agenda yang dibahas adalah peleburan semua organisasi kepanduan
menjadi satu. Tentu saja hal ini ditolak oleh banyak pihak karena memang
corak dari beberapa organisasi induknya yang berbeda. Karena tidak
mendapatkan satu suara yang sama, dibentuk dua panitia untuk membahas
lebih lanjut masalah perencanaan pelaksanaan kepanduan yang berasas
kebangsaan dan keagamaan.

Hasilnya terbentuk menjadi dua macam fusi, yang pertama adalah


kepanduan berasas kebangsaan dan yang kedua adalah kepanduan berasas
keagamaan. Namun hanya kepanduan berasas kebangsaan saja yang
terbentuk16. Pada tanggal 13 September 1930 dibuat pertemuan di Jakarta
oleh fusi kebangsaan dan lahir Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang
merupakan peleburan dari PK/JJP, Pandu Pemuda Sumatra (PPS) dan
INPO. KBI merupakan organisasi gerakan nonpolitik yang berasaskan
kebangsaan. Organisasi ini tidak melarang setiap anggotanya untuk

16
Ibid, h. 37.

13
berpolitik, namun ketika di dalam kepanduan, maka harus berasas
nonpolitik.

KBI mempunyai tujuan mendidik putra/putri bangsa agar menjadi


warga negara yang sehat dan berguna bagi nusa bangsa. KBI juga berusaha
mempersatukan tiap pandu yang berasaskan kebangsaan pada tiap daerah.
Susunan KBI terdiri dari:

Ketua : Suwardjo Tirtosoepono.


Wakil Ketua I : Soeratno Sastromidjojo.
Wakil Ketua II : Prof. Dr. Bahder Djohan.
Penulis Umum : Soeghandi Pritmoadmojo.
Penulis II : Mr. Koenrjoro Poerbopranoto.
Bendahara : Soeharmen Kartoredjo.
Pembantu : Patah, Mr. Hendromartono dan Koestio.

Untuk kwartir besar KBI terdiri dari :

Komisaris Besar : dr. Moewardi.


Ajun Komisaris Besar : Soenardjo Atmoedipoerwo.
Penulis : Soeadirman.
Komisaris Penuntun : Soerip Sumowidagdo.
Komisaris Pandu : dr. Abdoel Aziz Saleh.
Komisaris Pandu Muda : dr. Santo.
Komisaris Golongan Putri :Sutarman, Soeratmi Aminah,
Soenarti, dan Prabandari.
Pembantu untuk kursus pemimpin : Mr. Santoso.
Kepanduan Bangsa Indonesia yang sudah terbentuk susunannya
kemudian melaksanakan kongres pertamanya di Ambarwinangunan,
Yogyakarta pada bulan Desember 1930. Kongres tersebut diikuti oleh 2/3
jumlah cabang atau 57 cabang yang tersebar di Jawa, Sumatra, dan Madura.
Kongres ini membiacarakan tentang rumusan peraturan-peraturan yang
berasal dari ketiga kepanduan yang telah dilebur guna menjadi pedoman
KBI kedepannya. Kongres ini bisa dikatakan sebagai Jambore Nasional KBI
yang pertama.

Pada bulan Juni 1931 diadakan sebuah pertemuan para pemimpin


KBI di Purworejo yang berhasil menetapkan warna merah putih sebagai
warna setangan leher, lalu bendera KBI dengan asas kebangsaan serta

14
mengesahkan lagu resmi KBI ciptaan W.R Soepratman. Setahun kemudian
KBI mengadakan kembali Jambore Nasional yang diketuai oleh Komisari
Besar Moewardi di Malang yang diikuti oleh 69 cabang KBI. Pertemuan ini
membahas tentang organisasi dan teknis yang menentukan arah KBI dalam
konsolidasi ke dalam dan ke luar. Kemudian KBI melangsungkan kembali
Jambore Nasional di Solo pada tanggal 20-24 Juni 1932. Hasil dari
Pertemuan ini adalah membukukan pertemuan sebelumnya seperti
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Petunjuk Pelaksana dll, lalu
membentuk Kwartir Daerah. Terbentuknya Kwartir Daerah, kemudian
masing masing daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat
mengadakan Jambore Daerah masing-masing. Hal ini tentu menarik minat
masyarakat di tiap daerahnya17.

Pada 3 Desember 1934, Baden Powell berkunjung ke Indonesia


untuk melihat kepanduan yang ada di Indonesia. Kunjungan Baden Powell
ini diatur oleh NIPV . NIPV yang merupakan kepanduan Belanda berusaha
untuk menggabungkan diri dengan kepanduan milik pribumi dengan
maksud agar diakui oleh Kepanduan Internasional. Tentu saja hal tersebut
ditolak oleh para pandu Indonesia yang mempunyai keteguhan hati untuk
mempertahankan pada prinsipnya. Cita-cita mengikuti Jambore Dunia
akhirnya pupus, oleh karena itu pada 1935 di Pasar Minggu diadakan sebuah
pertemuan oleh pengurus KBI untuk mengadakan “All Indonesian
Jambore” yaitu Jambore untuk seluruh pandu yang ada di Indonesia, kecuali
NIPV dan organisasi sayapnya.

Pada tahun 1937, Jambore Dunia yang ke-5 diadakan di


Vogelensang-Bloemendaal, Belanda. NIPV Melarang Non-NIPV
mengikuti Jambore ini untuk menghalangi kepanduan pribumi mempunyai
kontak dengan Kepanduan Internasional. Demi mencapai pengakuan
internasional dan juga masalah faktor biaya pada akhirnya kepanduan

NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 23-25.

15
pribumi memilih tunduk pada NIPV dan bergabung menjadi kesatuan agar
diakui internasional. Pada akhirnya Indonesia bergabung dengan Kontingen
Hindia Belanda menjadi peserta dalam Jambore Dunia. Jambore Dunia ini
diikuti oleh 54 negara dengan total 28 ribu peserta dengan dengan rincian
kontingen dari Indonesia dan kontingen Hindia Belanda adalah 70 orang
pemuda yang berisikan gabungan antara 27 Indonesia, 14 Tionghoa, dan 29
Belanda18.

Cita-cita mengadakan “All Indonesian Jambore” akhirnya


terlaksana pada tahun 1938, cukup terlambat dari yang diniatkan pada tahun
1935. Bertemunya seluruh pandu ini akhirnya mengembangkan yang
semula PAPI menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia
(BPPKI) pada tanggal 30 April 1938. BPPKI mempunyai susunan:

KBI : Ketua
KAKI : Penulis
NATIPIJ : Bendahara
SIAP : Pengurus Teknik
Dasar dari BPPKI adalah rasa cinta kasih terhadap nusa dan bangsa
Indonesia, beserta sesama manusia. BPPKI memiliki sifat persaudaraan dan
bertujuan untuk mengekalkan persaudaraan dengan kata perdamaian, saling
menghargai, tolong menolong, berkerja sama dan meninggikan nilai
kepanduan Indonesia. Anggota yang dapat diterima oleh BPPKI adalah
seluruh kepanduan yang ada di Indonesia, kecuali NIPV dan organisasi
sayapnya19.

Pada tahun 1939, BPPKI yang berada di Bandung melakukan


konferensi untuk mengubah nama “All Indonesian Jambore” menjadi
“Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” (PERKINO). Pengubahan
nama ini bermaksud melangsungkan cita-cita kebangsaan sesuai juga
dengan sumpah para pemuda yaitu menjunjung tinggi bahasa persatuan,

18
Pujo Semedi, “Padvinders, Pandu, Pramuka: Youth and State in the 20th Century Indonesia”,
(Pembangunan Afrika, Vol. XXXVI, Nos 3 & 4, 2011) h. 27.
19
Gatot Ahmad Abdulmuchni, Op.Cit. h. 39-40.

16
bahasa Indonesia. PERKINO I direncanakan dilaksanakan pada akhir Juli
tahun 1940 yang bertempat di Solo, namun karena Perang Dunia II baru
meletus membuat keadaan internasional cukup terguncang sehingga pada
tanggal 7-8 Februari 1941 baru diputuskan bahwa PERKINO 1 akan
diadakan pada tanggal 19-23 Juli 1941. Dr. Marthohusodo ditunjuk sebagai
ketua dan KBI Cabang mataram dan Badan Persaudaraan Kepanduan
Mataram (BPKM) ini ditunjuk sebagai tuan rumah dan panitia
penyelenggara20.

PERKINO I mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan juga


Pemerintah Yogyakarta secara morel maupun materiel. Resepsi
dilangsungkan dengan upacara kenaikan bendera dan api unggun. Sri Sultan
Hamengkubuwono (HB) IX yang hadir pada saat pengibaran bendera
PERKINO pada saat itu adalah bendera “Merah Putih” yang di tengahnya
berlukiskan banyak pandu dan diiringi oleh lagu Indonesia Raya. BPPKI
memiliki cita-cita menyatukan Jambore kepanduan dengan tidak membeda-
bedakan corak dan mempunyai rencana untuk membuat pakaian yang
seragam. PERKINO direncanakan akan diadakan tiap tiga tahun sekali,
namun pecah perang di Asia menyebabkan jatuhnya kekuasaan Hindia
Belanda ke Pemerintahan Jepang.

3. Kepanduan Pada Masa Pendudukan Jepang


Pada tanggal 8 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour.
Dengan penyerangan melalui udara ini membuat Amerika ikut terjun dalam
Perang Dunia II. Jepang bergabung dengan Blok Fasis yaitu Jerman dan
Italia, sedangkan Belanda bersama dengan Amerika dalam Blok Sekutu.
Perang Dunia II pada tahun awal meletus jauh dimenangkan oleh Blok
Fasis. Pada 8 Maret 1942, Angkatan Perang Kerajaan Belanda Letnan,
Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van
Starkenborgh melakukan perundingan dengan Panglima Tertinggi Tentara

20
Sukisworo dan Dyah, “Gerakan Pramuka di Indonesia (1940-1961)”, (Jurnal Pendidikan
Sejarah Volume 5 Edisi 1, 2018), h. 101.

17
Dai Nippon, Jenderal Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Belanda
enggan menyerahkan Hindia Belanda kepada Jepang, namun karena Jepang
yang menggertak menggunakan militer membuat Belanda menyerah tanpa
syarat kepada Jepang21.
Kedatangan Jepang yang awalnya disambut baik oleh bangsa
Indonesia karena propaganda 3 A, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Kebijakan awal Jepang adalah
melarang menggunakan bahasa Belanda dan Inggris dalam kehidupan
sehari-hari karena pertimbangan politik praktis dan semata-mata untuk
usaha perang, lalu mengizinkan mengibarkan bendera merah putih serta
menyanyikan Indonesia Raya. Tentu saja hal tersebut sangat
menggembirakan bagi masyarakat Indonesia saat itu karena menambah
kecintaan terhadap negara dan bangsa serta mempertinggi derajat bangsa.
Propaganda anti barat terus digulirkan oleh Jepang sehingga memupuk cinta
tanah air semakin dalam.
Pada bulan Mei 1942, Jepang mendirikan San A Seinen Kunrensyo
(Pendidikan Pemuda Tiga) di Jatinegara. Pemimpin dari pendidikan ini dari
seorang Jepang yaitu Wakabayashi dan seorang Indonesia yaitu A. Latief.
Peserta pendidikan ini berumur 14-18 tahun bekas dari kepanduan atau
gerakan pemuda lain. Pendidikan ini hanya berlangsung sebentar saja, yaitu
setengah bulan. Cara pendidikannya sangat disiplin yaitu melatih bangun
pagi, melakukan tugas dapur, olahraga, belajar bahasa Jepang, dan
beperang.
Pada tanggal 7 Juli 1942, disepakati sebagai hari pemuda namun
terjadi insiden jembatan marcopolo yaitu berperang melawan Cina. Tanggal
tersebut dianggap permulaan gesekan yang terjadi antara Amerika melawan
Jepang. Semangat para pemuda timbul untuk membela dan menggunakan
semboyan “Asia untuk bangsa Asia”.

21
Hendri F Isnaeni, “Dalih Belanda Enggan Menyerah”, (https://historia.id/politik/articles/dalih-
Belanda-enggan-menyerah-DBNGD/page/1, diakes pada tanggal 17 Juli 2021 pukul 21.15 WIB)

18
Jepang sangat handal dalam melakukan doktrin, menyusup melalui
budaya dan pendidikan. Sistem pendidikan yang semula bercondong ke
barat diganti dengan sistem pendidikan Jepang. Jepang mendidik para
pemuda dengan dua cara, cara pertama adalah pendidikan dalam waktu
yang singkat bagi yang bermain di lapangan dan yang memakan waktu
berbulan-bulan untuk guru atau pamong praja. Cara kedua adalah
pendidikan melalui “Barisan Pemuda Asia Raya”. Kursus ini didirikan di
Jakarta dan memakan waktu tiga bulan dalam pelatihannya. Pendidikan
yang diberikan berorientasi pada semangat dan kemauan sehingga setiap
pemuda mempunyai kesempatan untuk mengikuti kursus ini. Pelajaran yang
diberikan dalam kursus ini terbagi menjadi dua, yaitu teknis dan teoritis.
Pendidikan secara teoritis mengajarkan tentang adab, kesopanan,
kebudayaan, ilmu kesehatan, ilmu bahasa, dan tentang propaganda
mengenai Jepang. Pendidikan secara teknis yaitu pendidikan di lapangan
yang mempelajari kode morse, isyarat, cabang olahraga, berpedang dan
pengetahuan tentang peperangan22.
Pada tanggal 27 Desember 1942, Pendidikan Barisan Pemuda Asia
Raya melakukan upacara yang dipimpin oleh Dr. Slamet Sudibjo yang
mengatakan bahwa dari pasukan ini akan disebar ke seluruh pulau Jawa
untuk melatih para pemuda lain.
Jepang yang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai tanah jajahan
mulai terlihat jati diri aslinya. Jepang memanfaatkan potensi Indonesia
mengandalkan pribumi menjadi Romusha. Tindakan-tindakan Jepang yang
semakin radikal, melarang menyanyikan Indonesia Raya dan mengibarkan
bendera merah putih, semua organisasi politik dan kepemudaan dilarang.
Larangan pemerintah Jepang terhadap pemuda dalam pelaksanaan
organisasi ini tidak meruntuhkan semangat para pemuda. Pada 6 Februari
1943, PERKINO II berhasil dilaksanakan yang artinya pemuda tetap berani
melaksanakannya walau sudah didubarkan. Kekalahan-kekalahan dalam

22
G.A. Warmansjah, dkk, “Sejarah Revolusi Fisik Daerah DKI Jakarta”, (Jakarta: Departemen
Kebudayaan RI, 1997) h. 33-34.

19
pertempuran melawan sekutu membuat pihak Jepang membentengi dengan
strategi bertahan, termasuk kepada wilayah jajahannya. Jepang mulai fokus
pada pasukan militer, oleh karena itu dibentuk organisasi semi militer
seperti Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), Seinendan23, Keibodan,
Heiho, dll. Para pemuda yang sebelumnya bergabung organisasi kepanduan
kemudian dimasukkan kedalam Seinendan, untuk anggota dewasa
dimasukkan ke dalam Keibodan dan para wanita dimasukkan ke Fuzinkai.
Organisasi bentukan Jepang yang cukup banyak ini akhirnya
menggoyahkan para pemuda, kemudian para pemimpin organisasi pemuda
dengan terpaksa membubarkan diri24.
Pada tanggal 9 Maret 1943 resmi dibentuk Seinendan, anggotanya
berkisar 3500 dari seluruh tanah jawa. Seinendan dididik dan dilatih untuk
mempertahankan bangsa walau sebenarnya menjadi pasukan cadangan
untuk melawan sekutu. Kepada anggota Seinendan diberikan latihan militer
strategi bertahan maupun menyerang. Seinendan kemudian membentuk
kantornya di Jalan Merdeka Utara No.7 Jakarta pada tanggal 10 Juli 1943.
Seinendan selain belajar bahasa Jepang juga mempunyai tugas penting
mengenai cadangan makanan sehingga tugasnya lebih banyak masalah
dapur seperti membuka ladang persawahan, pupuk, membuka hutan, dll.
PETA yang dibentuk pada tanggal 4 oktober 1943 ini banyak merekrut
pasukan dari Seinendan karena memang mereka terlebih dahulu
mendapatkan pelatihan militer sehingga memudahkan melatih PETA karena
sudah terdidik yang tergabung dalam PETA25.
Bangsa Indonesia mendapatkan banyak keuntungan dari organisasi
bentukan Jepang karena pengalaman dalam bertempur sangat berguna.
Mobilisasi para pemuda dalam kegiatan militer yang disiplin tentunya
meningkatkan mental para pemuda dan semakin memupuk rasa

23
Seinendan merupakan korps pemuda yang bersifat semi militer dan anggotanya terdiri dari para
pemuda yang berumur 14-25 tahun. M.C. Rickles, “Sejarah Indonesia Modern”,
(Yogyakarta:UGMPress,2007), hlm.305.
24
Gatot Ahmad Abdulmuchni, Op.Cit. h. 45.
25
G.A. Warmansjah, dkk, Op. Cit h. 78.

20
nasionalisme yang ada. Jepang yang tadinya berharap pasukan ini banyak
membantu dalam peperangan justru berbalik pada psikologis bangsa ini
dengan keberanian melawan penjajah. Keuntungan dari ini bisa dilihat dari
jumlah pemuda dan para pahlawan nyata seperti Sukarni dan Latief
Hendradiningrat yang tergabung dalam pasukan Seinendan. Tercatat
terdapat 500 ribu pemuda yang tergabung dalam Seinendan, 1 juta pemuda
yang tergabung dalam Keibodan, 42 ribu pemuda yang tergabung dalam
Heiho, dan PETA terdiri dari 69 batalyon dengan jumlah anggota 38 ribu
pemuda di wilayah Jawa dan 20 ribu pemuda di Sumatera, serta Hizbullah
dan Fisabilillah sekitar 50 ribu pemuda26.
Sejak 1942 Jepang sudah mulai mengalami banyak kekalahan dalam
pertempuran Asia. Pada 1945 menjadi tahun terakhir Jepang dalam
berperang dan ditandai dengan kekalahan telaknya dalam pertempuran Iwo
Jima dan Okinawa. Peperangan daerah Asia Timur ini di dimenangkan oleh
pihak sekutu dan pada saat konferensi postdam telah meminta Jepang untuk
menyerah tanpa syarat. Penyerahan Jepang kepada sekutu tak kunjung
dilaksanakan menyebabkan sekutu geram dan melancarkan aksi bombardir.
Bom Atom yang pertama dimuntahkan di Hiroshima pada tanggal 6
Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Luluh lantahnya
pihak Jepang membuat para petinggi berniat untuk menyerah. Rapat
pimpinan Jepang dilaksanakan dan pada 10 Agustus 1945, Sutan Syarir
mendengar melalui Radio bahwa Jepang berniat menyerah kepada sekutu.
Tentunya hal tersebut sangat menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Pada
14 Agustus 1945, Jepang secara resmi menyerah kepada sekutu. Beragam
upaya dilakukan bapak bangsa untuk meraih kemerdekaan dan akhirnya
ditandai pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan di proklamirkan
kemerdekaan negara Indonesia27.

26
Yasmis, “Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia”, (Jurnal Sejarah Lontar Vol. 4 No.
2, 2007), h. 30.
27
Alhidayat Parinduri, “Alasan Jepang Menyerah Kepada Sekutu: Sejarah, Kapan & Sebab
Akibat”, (https://tirto.id/alasan-Jepang-menyerah-kepada-sekutu-sejarah-kapan-sebab-akibat-
gbGV, diakses pada tanggal 17 Juli 2020 pukul 23:36 WIB)

21
4. Kepanduan Pada Masa Awal Kemerdekaan
Pada bulan September 1945, para pemimpin pandu mulai bergerak
lagi mengadakan pertemuan di Gedung “Balai Mataram” Yogyakarta.
Kepanduan yang hadir adalah KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, PK, Tri Darma,
dan Kepanduan Asas Katholik Indonesia (KAKI).
Pada tanggal 27-29 Desember 1945, kepanduan mengadakan
kongres kembali di Surakarta, Jawa Tengah. Kongres ini diikuti oleh KBI,
Hizbul Wathan, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri
Dharma, Katholike Padvindersbond, Al Wathani, Hizbul Islam, Sinar
Pandoe Kita, Kepandoean Rakjat Indonesia, Pandoe Kesultanan, Pandoe
Indonesia, dan Pandoe Pasundan yang berjulam sekitar 300 orang. Pada
tanggal 28 Desember 1945 disepakati perubahan nama dari Pandu Republik
Indonesia (PARI) menjadi Pandu Rakyat Indonesia (PRI) atau disebut
Pandu Rakyat. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disesuaikan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang baru lahir
serta mempunyai pakaian yang seragam dengan asas yang sama yaitu
Pancasila. Rumusan Pandu Rakyat didasarkan atas:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Keadilan Sosial
5. Kedaulatan Rakyat
Pandu Rakyat Indonesia membentuk kepengurusan baru dengan
dipilihnya mantan ketua KBI yaitu dr. Moewardi sebagai Ketua, Hertog
sebagai Komisaris Besar Umum Bagian Putra dan Ny. Soehariah Soetarman
sebagai Komisaris Besar Umum Bagian Putri. Pada saat peresmian PRI ini
dipimpin oleh dr. Moewardi, para pandu mengucapkan ikrar “Janji Ikatan
Sakti” yang berbunyi:

1. Melebur segenap perkumpulan kepanduan Indonesia dan dijadikan


satu organisasi Kepanduan Rakyat Indonesia
2. Tidak akan menghidupkan lagi kepanduan yang lama

22
3. Tanggal 28 Desember dipilih menjadi hari pandu bagi seluruh
Indonesia
4. Mengganti setangan leher yang beraneka warnanya dengan warna
“Hitam”

Ki Hajar Dewantara yang menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran,


dan Kebudayaan mempunyai gagasan pendidikan yaitu:
Ing Ngarso Sing Tulodo
Ing Madya Mangun Karso
Tut Wuri Handayani
Pemerintah Indonesia mendukung gerakan ini dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Nomor
93/Bag. A pada 1 Februari 1947. Gagasan dari Ki Hajar Dewantara ini
kemudian diadopsi sebagai sistem among dalam pendidikan kepramukaan.
Pada tanggal 25 Maret 1947 Ir. Soekarno menerima jabatan kehormatan
sebagai pelindung nasional organisasi.

Pada tanggal 23 Agustus 1945, pasukan sekutu membawa


Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang dipimpin oleh van
Mook. Tujuan dari Nica ini adalah tidak ingin melepaskan bekas tanah
jajahannya mengingat pidato dari Ratu Wilhemina adalah staatkundige
concept atau konsepsi kenegaraan yang berniat menjadikan wilayah Hindia
Belanda menjadi daerah persemakmurannya. Van Mook sadar bahwa
Indonesia telah merdeka, sehingga beragam upaya dilakukan dan berujung
pada perjanjian linggarjati. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda mengingkari
janjinya dengan melangsungkan Agresi Militer Belanda I28. Agresi militer
membuat kegiatan PRI terganggu, salah satunya pada 17 Agustus 1947
dimana para pandu membuat api unggun yang diadakan di Jalan
Pengangsaan No. 56 ini mendapat serangan dari pihak Belanda yang
membuat gugur seorang pandu Bernama Soeprapto29. Gencatan senjata
kemudian dilakukan dan berakhir pada perjanjian Renville.

28
Iswara N Adity, “Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati”,
(https://tirto.id/agresi-militer-i-saat-Belanda-mengingkari-perjanjian-linggarjati-cs8T, diakses pada
tanggal 18 Juli 2021 pukul 04.05 WIB)
29
Lukman Aqsa, “Daras Pendidikan Kepramukaan”, (Bengkulu: LP2 STAIN, 2015), h. 36.

23
Pada tanggal 18 Desember 1948, Istana Rijswijk mendapat kabar
bahwa Belanda membatalkan perjanjian Renville secara sepihak. Keesokan
harinya Belanda kembali melanggar perjanjian dengan melancarkan Agresi
Militer Belanda II30. Ir Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan
ke Bangka. Belanda menyebar berita bahwa Indonesia telah bubar karena
pimpinannya telah menyerah, akan tetapi sebenarnya Ir. Soekarno telah
memberikan mandat kepada Syarifudin Prawiranegara untuk menjalankan
Pemerintah Darurat Rebuplik Indonesia (PDRI). Agenda pandu dilarang
oleh Belanda, hubungan pandu antar tiap daerah menjadi terputus. Pandu
berkerja membantu militer Indonesia melawan aksi aksi militer Belanda.
Usaha para pandu membuahkan hasil dengan membentuk Kwartir Pusat di
daerah Sumatra di bawah pimpinan dr. Sahir yang berkedudukan di Bukit
Tinggi. Pandu juga berhasil membentuk badan penghubung dengan daerah
di luar RI yang dipimpin oleh dr. Moewardi. Pandu melaksanakan tugas
membentuk pos-pos di daerah pendudukan Jawa Barat dan Jawa Timur,
serta perbatasan garis dermakasi untuk memudahkan hubungan dengan
pusat pimpinan di Yogyakarta. Pada bulan September 1948, dr. Moewardi
diculik hingga ini tidak diketahui jasadnya dimana31.

Di daerah pendudukan Belanda, PRI telah dilarang berdiri. Keadaan


ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera
Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda
(KIM). Kepanduan daerah lain berusaha untuk bangkit kembali sampai pada
akhirnya Belanda menyerahkan kedaulatan dengan perjanjian Konferensi
Meja Bundar (KMB) yang menyatakan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) berubah penjadi Republik Indonesia Serikat (RIS)

30
Hendi Johari, “Langkah Gila Belanda di Yogyakarta”,
(https://historia.id/militer/articles/langkah-gila-Belanda-di-yogyakarta-DwjNO/page/1, diakses
pada tanggal 18 Juli 2021 pukul 04.20 WIB)
31
NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 39.

24
5. Kepanduan Pada Masa Demokrasi Parlementer
Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950
dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara sebagai konstitusi.
Organisasi kepanduan mulai kembali pecah karena banyaknya ormas dan
parati politik membentuk kepanduannya sendiri lagi. Pandu Rakyat
Indonesia yang sebelumnya terputus hubungan antara cabang dan pusat,
kini telah kembali normal sehingga mereka memandang bahwa perlu untuk
mengadakan kongres kembali.

Pada tanggal 22-24 Desember 1950, PRI berhasil melangsungkan


kongres luar biasa (kongres kedua) di Yogyakarta. Pembahasan yang dikaji
ialah loyalitas para pandu. Konges II juga mengeluarkan beberapa putusan,
yaitu :

1. Menerima konsepsi baru yang memberikan kesempatan kepada


golongan khusus untuk menghidupkan bekas organisasinya masing-
masing.
2. Selain mengadakan konsolidasi di dalam, PRI juga memulai langkah
untuk mendapatkan pengakuan internasional.
3. Dalam rangka memperingati 5 tahun terbentuknya PRI, pada tanggal
28 Desember 1950 PRI akan menerbitkan sebuah buku yang
berjudul “Panca Warsa”32.

Kongres Luar Biasa ini juga membahas pergantian susunan


kepengurusan karena Ketua dari PRI yaitu dr. Moewardi yang telah gugur
menjadikan kekosongan ketua dalam organisasi PRI. Hasil sususan
pengurus berdasar kongres adalah :

Ketua : Soeratno Sastroamidjojo


Wakil Ketua I : dr. Santo
Wakil Ketua II : dr. Sahir
Penulis I : Soeghandi Primoatmojo
Penulis II : Himodigdojo
Bendahara I : Reoswo
Bendahara II : S. Moeljosoehardjo
Anggota : Ibu S. Santo, Hertog, Soemardjo, Sartono

32
Ibid, h. 43.

25
Soemarminto, dan, Tartib Prawirohardjo.

Banyaknya organisasi kepanduan yang lahir dari berbagai ormas


maupun parpol yang membentuk, membuat pemerintah mencabut
Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Nomor
93/Bag. A pada 1 Februari 1947 yang menyatakan bahwa PRI sebagai satu-
satunya pandu digantikan dengan Keputusan Menteri PP Nomor
23441/Kab, Tanggal 6 September 1951 yang mengizinkan berdirinya
pandu-pandu lain. Keputusan ini membuat pandu semakin banyak hingga
sekitar 100 organisasi kepanduan berdiri33.
Pandu-pandu bermunculan menciptakan hasrat untuk membentuk
persatuan kepanduan kembali. Wakil-wakil tiap pandu mengirimkan dalam
pertemuan kepanduan di Jakarta. Hasil dari pertemuan ini adalah
memutuskan untuk membentuk Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO). IPINDO
yang merupakan sebuah federasi sekaligus bertindak satu kesatuan dalam
hubungan dengan World Organization of Scouts Movements (WOSM) atau
kepanduan dunia. IPINDO yang merupakan badan federasi akhirnya
membuat pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pengajaran,
Pendidikan, dan Kebuadayaan No. 8997 tanggal 12 maret 1952. Pada tahun
1954 terbentuk Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia (PKPI) dan
Persaudaraan Organisasi Pandu Puteri Indonesia (POPPINDO).
Pada tanggal 22-27 Februari 1954, IPINDO melangsungkan
pertemuan untuk membahas ingin memperingati dasawarsa Indonesia.
Kolonel dr. Aziz dan Letkol Pirngadi mendukung agenda tersebut sehingga
terlaksana pada tanggal 10-20 Agustus 1955. Perayaan ini dihadiri higga
6000 pandu yang berasal dari 82 macam kepanduan, padahal yang terdaftar
tergabung dalam IPINDO hanya berjumlah 6634.

33
Admin Rubasan Jakut, “Selamat Hari Pramuka Yang Ke – 59”. (http://rupbasan-
jakut.kemenkumham.go.id/profil/sejarah-pemasyarakatan?view=article&id=505, diakses pada
tanggal 19 Juli 2021 pukul 00.26 WIB)
34
NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 48.

26
Pada tahun 1956, IPINDO mengundang wakil pandu-pandu
mengadakan pertemuan membahas kemurnian dan kelestarian serta fungsi
pandu. Pertemuan tersebut sepakat akan mengadakan seminar berkerja sama
dengan pemerintah. Pada tanggal 21-24 Januari di Tugu, Bogor, IPINDO
berhasil melaksanakan Seminar Kepanduan yang dipimpin oleh Sultan
Hamengku Buwono IX. Departemen PP&K merasa bahwa pandu ini sangat
penting perannya dalam pendidikan nasional dan berkepribadian bangsa,
maka pada tanggal 25-27 November 1958 di Ciloto, Departemen PP&K
melaksanakan Seminar Kepanduan II.
Pada Pemilu tahun 1955, Partai Komunis (PKI) Indonesia
menduduki posisi keempat dengan perolehan suara 16,4%. Perolehan suara
PKI yang begitu besar, tentunya membuat tidak senang Angkatan Darat
karena PKI pernah melakukan pemberontakan dan juga sebelumnya tidak
pernah menduduki jabatan pemerintahan maupun legislatif35. Kepanduan
Putra Indonesia (KPI) yang merupakan Pandu dari Partai Komunis ini juga
mengalami gesekan dengan IPINDO. Kepanduan milik Partai Komunis ini
kerap kali menyebarkan dan menghasut untuk membenci IPINDO karena
dianggap sebagai pro barat yang terkenal dengan Kapitalisme dan
Imperialismenya. Gerakan dari golongan kiri ini membuat khawatir Sri
Sultan Hamengkubuwono IX sebagai pemimpin dari Kepanduan Nasional
ini. Sri Sultan kemudian bertemu dengan Ir. Soekarno membahas
permasalahan tersebut dan sepakat untuk membentuk suatu badan nasional
yang mengatur urusan kepanduan36.

6. Terbentuknya Gerakan Pramuka


Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah
dekrit yang mengubah sistem pemerintahan dari demokrasi parlementer
menjadi demokrasi terpimpin. Presiden Soekarno menyatakan

35
Fadrik Aziz Firdausi, “Kesuksesan PKI di Pemilu Daerah Bikin Partai Lain Gusar”,
(https://tirto.id/kesuksesan-pki-di-pemilu-daerah-bikin-partai-lain-gusar-djEw, diakses pada
tanggal 19 Juli 2021 pukul 02.00 WIB)
36
Sukisworo dan Dyah, Op.Cit, h. 103.

27
kekecewaannya karena pandu terpecah belah ini bertemu dengan HB IX.
Sultan HB IX berencana menyatukan seluruh pandu dengan nama
“Pramuka” yang diambil dari kata “Poromuko”. Pramuka ini artinya
menjadi “yang berada di muka” atau “Prajurit Teladan”.

Ikatan Pandu Indonesia mulai mengambil banyak Tindakan. Pada


tanggal 6-8 Mei 1960, IPINDO yang dipimpin oleh Sultan HB IX
melakukan pertemuan yang menghasilkan keputusan diangkatnya Sultan
HB IX menjadi bapak pandu. Pada tanggal 19 Mei 1960 diadakan
pertemuan kedua yang menghasilkan keputusan untuk melakukan peleburan
IPINDO, PKPI, dan POPPINDO. Peleburan dilaksanakan pada pertemuan
ketiga yang berlangsung dari tanggal 26-28 Mei 1960 dengan membentuk
badan baru yaitu Persatuan Kepanduan Indonesia (PERKINDO) dan Sri
Sultan HB IX sebagai ketua. Cita-cita menjadi satu pandu nasional ini
membuat PERKINDO mengajak KPI untuk bergabung, namun tidak
berhasil37.

Pada tanggal 19 November – 3 Desember 1960, MPR melakukan


sidang membahas Pendidikan dalam Rencana Pembangunan Nasional
Semesta Berencana dan yang menyangkut bidang pendidikan kepanduan.
Peraturan tersebut dituangkan pada Ketetapan MPRS Nomor
II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan
Nasional Semesta Berencana. Ketetapan ini mewajibkan pemerintah
melaksanakannya sehingga pada tanggal 9 Maret 1961, para tokoh pandu-
pandu berkumpul di Istana Merdeka mendegarkan pidato Ir. Soekarno yang
melaksanakan amanat MPRS tersebut. Gagasan penyatuan kepanduan
akhirnya disepakati dan diberikan nama “Gerakan Pramuka” sebagai
organisasi satu-satunya yang diakui untuk menyelenggarakan pendidikan

37
Pujo Semedi, Op.Cit, h.30.

28
kepanduan38. Pertemuan 9 Maret 1961 dijadikan sebagai hari Tunas
Gerakan Pramuka.

Membentuk Gerakan Pramuka ini presiden kemudian membentuk


panitia yang terdiri atas Sultan HB IX sebagai ketua, Brigjen TNI Azis
Saleh, Prof, Dr. Prijono, Muljadi Djojomartono, dan Achmadi sebagai
anggota. Panitia berhasil menyusun segala kebutuhan kemudian dituangkan
pada Keputusan Presiden No. 238 tahun 1961 yang ditandatangi pada 20
Mei 1961 berisikan tentang Gerakan Pramuka adalah satu-satunya
organisasi yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi
anak-anak dan pemuda Indonesia dan pada tanggal 14 agustus 1961,
Gerakan Pramuka resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia,
oleh karena itu 14 agustus menjadi “Hari Pramuka”.

38
NN, Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan Kepramukaan, (Jakarta : Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, 1987), h. 52.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hal-hal
yang melatarbelakangi lahirnya pandu-pandu pada masa Hindia
Belanda adalah dengan diperkenalkannya kepanduan oleh Belanda
yaitu NPO. Kepanduan yang sangat menarik membuat rakyat Hindia
Belanda pada saat itu tertarik bergabung, namun karena NPO
anggotanya ekslusif membuat kesultanan dan organisasi rakyat Hindia
Belanda yang ada pada saat itu menciptakan kepanduannya masing-
masing.
Pendidikan kepanduan yang menciptakan rasa nasionalis
membuat para pandu-pandu berhasrat untuk menjadi satu. Berbagai
cara ditempuh oleh pandu-pandu, mulai dari berdiskusi hingga
menyepakati untuk bersatu. Pada masa penjajahan, para pandu masih
berusaha untuk bersatu melebur menjadi kepanduan, namun
keberagaman corak pada saat itu akhirnya hanya federasi-federasi saja
yang terbentuk seperti PPPI dan PAPI. Melihat cara-cara pandu dalam
upaya penyatuan pada masa sebelum kemerdekaan ternyata masih
belum efektif. Usaha federasi pada akhirnya hanya berhasil membentuk
dua buah fusi yaitu kebangsaan dan keagamaan dimana fusi
kebangsaan ini berhasil melebur dari banyaknya pandu-pandu yang ada
menjadi KBI.
Pada saat setelah meraih kemerdekaan, jumlah kepanduan
cukup signifikan banyaknya. Para pandu kemudian berkumpul dan
sepakat membentuk Pandu Rakyat Indonesia, namun kembali lagi
terganjal oleh masa-masa revolusi fisik dimana hubungan antar daerah
menjadi terputus. Indonesia meraih kemerdekaan penuh dan menjalani
politik demokrasi parlementer membuat pemerintah mengizinkan

30
lahirnya pandu-pandu sehingga terlahirlah beragam pandu kembali.
Lahirnya banyak pandu akhirnya perwakilan tiap pandu bertemu dan
sepakat membentuk IPINDO sebagai federasi tiap pandu sekaligus
mewakili hubungan luar negeri. Selain IPINDO, terdapat POPPINDO
dan PKPI sebagai federasi untuk wanita. IPINDO kemudian melakukan
banyak cara melalui seminar kepanduan untuk berproses menjadi satu
pandu. Cara-cara yang mereka tempuh melalui seminar-seminar yang
berulang kali yaitu peleburan antara IPINDO, PKPI, dan POPPINDO
ternyata efektif dalam proses penyatuan menjadi satu pandu dengan
membentuk PERKINDO. Usaha PERKINDO akhirnya menuai hasil
yang diharapkan yaitu dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 238
Tahun 1961 dimana seluruh pandu digabungkan menjadi satu dalam
sebuah Gerakan Pramuka.

B. Saran
Penulisan historis mengenai sejarah Gerakan Pramuka ini dapat
digunakan sebagai referensi untuk memenuhi proses pengujian SKU
untuk para penegak dan pandega karena dalam SKU penegak maupun
pandega mempunyai poin tersendiri dimana mereka dapat menjelaskan
mengenai sejarah Gerakan Pramuka. Penulisan ini masih terdapat
kekurangan sumber-sumber primer, disarankan untuk para pembaca
agar menambah mencari referensi sumber-sumber primer karena dalam
penulisan historis, sumber primer merupakan hal yang utama.

31
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Abdulmuchni, Gatot Ahmad. 1951. “Kepanduan Indonesia dari masa ke masa”.
Jakarta: Balai Pustaka.
Abdurrahman, Dudung. 1999. “Metode Penulisan Sejarah”. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Aqsa, Lukman, 2015. “Daras Pendidikan Kepramukaan”. Bengkulu: LP2 STAIN.
Firman, Chafid. 2017. “Tunas Pandu Pengetahuan Umum”, (Surabaya: CV
Garuda Mas Sejahtera.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. “Pendekatan Ilmu Sejarah Dalam Metodologi
Sejarah”. Jakarta: Gramedia
Kuntowijoyo. 2005. “Pengantar Ilmu Sejarah”. Jakarta: Benteng Pustaka.
Mario dan Boni. 2014. “Gerakan Pramuka Mempersiapkan Generasi Muda,
(Sejarah dan Perkembangan Pramuka Indonesia). Jakarta: Lestari
Kiranatama.
NN. 1987. “Patah Tumbuh Hilang Berganti 75 tahun Kepanduan dan
Kepramukaan”. Jakarta : Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Notosusanto, Nugroho. “Hakekat sedjarah dan azas-azas metode sedjarah”.
Jakarta: Mega Bookstore
Reynolds. 1957. “Story of Baden Powell”. London: Unwin brothers.
Rickles, M. C. 2007. “Sejarah Indonesia Modern”. Yogyakarta: UGMPress.
Sunardi, Andri Bob. 2016.“Boyman Ragam Latih Pramuka”.Bandung: Darma
Utama.
Warmansjah, dkk. 1997 “Sejarah Revolusi Fisik Daerah DKI Jakarta”. Jakarta:
Departemen Kebudayaan RI.

Sumber Jurnal :

Semedi, Pujo. 2011. “Padvinders, Pandu, Pramuka: Youth and State in the 20th
Century Indonesia”. Pembangunan Afrika, Vol. XXXVI, Nos 3 & 4.
Sukisworo dan Dyah. 2018. “Gerakan Pramuka di Indonesia (1940-1961)”.
Jurnal Pendidikan Sejarah Volume 5 Edisi 1.
Yasmis. 2007. “Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia”. Jurnal Sejarah
Lontar Vol. 4 No. 2.

32
Sumber Internet:
Admin Rubasan Jakut, “Selamat Hari Pramuka Yang Ke – 59”. (http://rupbasan-
jakut.kemenkumham.go.id/profil/sejarah-
pemasyarakatan?view=article&id=505, diakses pada tanggal 19 Juli 2021
pukul 00.26 WIB)
Alhidayat Parinduri, “Alasan Jepang Menyerah Kepada Sekutu: Sejarah, Kapan
& Sebab Akibat”, (https://tirto.id/alasan-Jepang-menyerah-kepada-sekutu-
sejarah-kapan-sebab-akibat-gbGV, diakses pada tanggal 17 Juli 2020
pukul 23:36 WIB)
Fadrik Aziz Firdausi, “Kesuksesan PKI di Pemilu Daerah Bikin Partai Lain
Gusar”, (https://tirto.id/kesuksesan-pki-di-pemilu-daerah-bikin-partai-lain-
gusar-djEw, diakses pada tanggal 19 Juli 2021 pukul 02.00 WIB)
Hendi Johari, “Langkah Gila Belanda di Yogyakarta”,
(https://historia.id/militer/articles/langkah-gila-Belanda-di-yogyakarta-
DwjNO/page/1, diakses pada tanggal 18 Juli 2021 pukul 04.20 WIB)
Hendri F Isnaeni, “Dalih Belanda Enggan Menyerah”,
(https://historia.id/politik/articles/dalih-Belanda-enggan-menyerah-
DBNGD/page/1, diakes pada tanggal 17 Juli 2021 pukul 21.15 WIB)
Iswara N Adity, “Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian
Linggarjati”, (https://tirto.id/agresi-militer-i-saat-Belanda-mengingkari-
perjanjian-linggarjati-cs8T, diakses pada tanggal 18 Juli 2021 pukul 04.05
WIB)

Sumber Hukum:
UU No. 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka

33

Anda mungkin juga menyukai