Anda di halaman 1dari 29

PEDOMAN PRAKTIKUM ZOOLOGI

KOLEKSI, FIKSASI, PRESERVASI, PENGAMATAN DAN IDENTIFIKASI


SPESIMEN

Dosen Pengampu:
Dr. Hanum Isfaeni, M.Si

Disusun Oleh:
Erfina Damayanti 1304620013
Tiara Nabila 1304620055
Khalisdhia Falah Baldimaron 1304620056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
BAB I 
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran Kingdom Animalia dalam Biologi merupakan salah satu bagian penting
dari pembelajaran klasifikasi makhluk hidup. Materi Animalia ini banyak bermuatan konsep-
konsep tentang dasar-dasar klasifikasi makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri
pada tiap tingkat taksonomi tertentu, terutama pada materi Invertebrata. Invertebrata merupakan
materi yang penting untuk dikuasai oleh mahasiswa karena sebagian besar isi materi dari
Kingdom Animalia berkaitan dengan konsep-konsep invertebrata. Karakteristik materi ini
bersesuaian dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai selama proses pembelajaran materi
Kingdom Animalia yang diajarkan di semester 3, yaitu mahasiswa mampu menerapkan prinsip
klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan bentuk tubuh, simetri
tubuh, rongga tubuh dan reproduksi.
Dalam mempelajari Kingdom Animalia, keterampilan klasifikasi ini merupakan
keterampilan yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang siswa sebagai keterampilan
dasar dalam mempelajari dasar pengelompokkan makhluk hidup. Dalam proses klasifikasi,
mahasiswa berusaha menemukan keteraturan pola dari suatu objek, peristiwa, makhluk hidup,
dan sebagainya dengan memperhatikan hubungan antar yang lain sehingga diperoleh persamaan
dan perbedaan dari objek tersebut.

Menurut Watson & Miller (2009), siswa pada tingkat sekolah dasar dan menengah
(junior) lebih banyak melakukan klasifikasi hewan berdasarkan sistem artificial classification
(klasifikasi buatan), yaitu mengelompokkan hewan-hewan berdasarkan pengetahuan umum dan
apa yang mudah terlihat seperti pengelompokkan berdasarkan warna tubuh, bentuk tubuh, dan
cara makan hewan Hal ini merupakan bentuk keterampilan klasifikasi tetapi tidak menunjukkan
level berpikir tingkat tinggi, sebab pengelompokkan dengan dasar ini biasa dibelajarkan pada
siswa jenjang sekolah menengah. Maka daripada itu pembuatan media awetan sangat diperlukan
dalam pembelajaran.

Media awetan merupakan sumber belajar yang sesuai untuk diterapkan pada materi
invertebrata dimana siswa dapat mendeskripsikan ciri-ciri umum dari setiap perwakilan hewan
invertebrata secara detail (Mega dan Soeparjitno, 2017). Media awetan akan memberikan
pengalaman belajar yang konseptual dan teoritis karena disajikan secara detail dan riil
(Dikmenli, 2009 dalam Sobirin et al., 2013). Hal tersebut juga ditunjang pula dengan panduan
praktikum yang membantu siswa untuk mempelajari materi agar lebih terarah, memudahkan dan
memberikan informasi dalam melakukan kegiatan praktikum (Arifah et al., 2014).

Nematoda adalah cacing silinder, melingkar dengan belahan menyilang dan jarak
panjangnya dari 200 µ sampai 40 cm (pada Ascaris, parasit dalam usus manusia) dan 9 meter
pada parasit dalam paus. Cacing ini triploblastik, tanapa segmen dan terututup , kulit ari yang
fleksibel tapi liat, dibawahnya hanya ada lapisan otot melintang. Tidak ada sistem darah atau
sirkulasi lainnya.

Nematoda atau cacing bulat, berbeda secara keseluruhan dari platyhelminthes dan
nemertines. Nematode dikenal dengan kulit ari tebal kasar di sisi luarnya dan didalamnya ada
tekanan hidrostatik yang tinggi. Mereka terlihat sama dan memberikan tekanan. Sulit untuk
melihat bagaimana bentuk lain dapat dijaga, karena ada sekitar satu juta spesies. Pilum ini ada
dimana-mana: nematoda hidup bebas di laut, air tawar dan habitat darat juga parasit pada hewan
dan tumbuhan. Berdasarkan permasalahan tersebut tujuan penelitian ini adalah dapat mengetahui
cara mengoleksi, fiksasi, preservasi, pengamatan, dan identifikasi serta keselamatan kerja dalam
melakukan praktikum pada hewan avertebrata yang nantinya panduan praktikum ini layak
digunakan sehingga membantu mahasiswa dalam mempelajari materi hewan avertebrata.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana latar belakang, maka rumusan masalah pada makalah ini antara lain:
1. Bagaimana ciri dan karakterisitik organisme pada filum nematoda?
2. Bagaimana pengoleksian: Sampling, Fiksasi, Preservasi spesies filum nematoda dengan
memperhatikan keselamatan kerja?
3. Bagaimana pengamatan dari spesies pada filum nematoda?
4. Bagaimana identifikasi dari spesies pada filum nematoda?
5. Bagaimana keselamatan kerja di laboratorium saat melakukan pengamatan spesies pada
filum nematoda?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, didapatkan tujuan sebagai berikut:
1. Memahami bagaimana ciri dan karakterisitik organisme pada filum nematoda.
2. Memahami pengoleksian: Sampling, Fiksasi, Preservasi spesies filum nematoda dengan
memperhatikan keselamatan kerja.
3. Memahami pengamatan dari spesies pada filum nematoda.
4. Memahami cara identifikasi dari spesies pada filum nematoda.
5. Memahami keselamatan kerja di laboratorium saat melakukan pengamatan spesies pada
filum nematoda.
BAB II
PEDOMAN I:
 KOLEKSI, FIKSASI, PRESERVASI, DAN KESELAMATAN KERJA

1.1 Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk koleksi dan fiksasi spesimen
 Alat:
1. gunting/ cutter
2. gunting tanaman
3. sekop/ soil sampler
4. pisau
5. alat tulis
6. stapler
7. sarung tangan plastik
8. masker
9. boxs pendingin
10. timbangan

 Bahan :
1. Lakban besar
2. kertas label
3. kantong plastik gelap/ hitam
4. kertas koran
5. media pembawa berupa tanah atau media tumbuh, tanaman atau bagian tanaman yang
diduga mengandung nematoda.
6. Menggunakan kantong plastik rangkap 2 (label diselipkan diantaranya)
1.2 Teknik Koleksi 
Teknik ini dilakukan untuk memperoleh sampel atau contoh media pembawa
yang representatif sebagai bahan pengujian filum nematoda. Cacing pipih hidup
cenderung pecah ketika ditangani karena sangat lengket dan halus. Cacing pipih akan
sering menempel pada substrat jika ada upaya untuk mengambilnya, dan bisa pecah atau
rusak parah. Mereka harus dimanipulasi dengan hati-hati dengan menggunakan ranting
atau serasah daun.
Teknik pengumpulan pasif adalah yang terbaik yaitu dengan biarkan spesimen
merangkak ke ranting, lalu pindahkan cacing pipih ke wadah bersih. Jejak bahan kimia
atau bahan makanan dalam wadah dapat membunuh specimen. Cacing gemuk dan
cacing  spesies kecil, akan cepat rusak dan hancur jika ditangani dengan tidak hati-hati,
terutama jika kondisinya hangat. Jika perlu dalam cuaca panas, masukkan spesimen ke
dalam lemari pendigin untuk waktu yang singkat agar dingin. Deteriorasi biasanya
ditandai dengan cacing yang mencair'-istilah yang akurat untuk kematian yang cepat dan
karakteristik kerusakan tubuh cacing pipih darat. Jika hal ini terjadi, segera banjiri
spesimen dengan cairan fixatif. Identifikasi cacing pipih yang terdekomposisi sebagian
dimungkinkan.

1. Ekstraksi Dari Tanah Untuk Nematoda Sista (metode kering)


Metode ini digunakan untuk mengumpulkan nematoda sista dari tanah.
Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Sampel tanah dibiarkan kering angin sampai terurai/remah. Tanah yang
menggumpal dapat dihaluskan dengan hati-hati sampai berbentuk remah.
b. Nematoda sista diambil atau dikumpulkan menggunakan kuas atau spatula kecil
di bawah mikroskop stereo.
2. Ekstraksi Sista Dari Tanah Untuk Nematoda Sista (metode basah)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan nematoda sista dari tanah khususnya
untuk mendapatkan nematoda dari genus Heterodera. Tahapan yang dilakukan
sebagai berikut:
a. Sampel tanah sebaiknya dalam bentuk remah. Tanah yang menggumpal diuraikan
secara hati-hati.
b. Sampel tanah dimasukkan ke dalam gelas Beaker yang telah diisi air (± 1⁄4 bagian
kapasitas gelas Beaker), kemudian diaduk perlahan-lahan sampai tercampur rata
dan biarkan mengendap. Dengan cara ini partikel tanah akan mengendap di dasar
sedangkan nematoda sista akan terapung di permukaan air.
c. Sista diambil dengan saringan, dikeringkan di atas tisu. Setelah kering sista dan
material lainnya dimasukkan ke dalam aseton 70% atau etanol 70%. Dengan cara
ini sista akan mengapung diatas dan material lainnya akan mengendap.
d. Nematoda sista dikumpulkan menggunakan saringan berupa kertas saring di atas
corong dan diamati dibawah mikroskop stereo.
e. Preparat sidik pantat (perineal pattern) dibuat untuk keperluan identifikasi.

2. Teknik Fiksasi
Sebelum spesimen nematoda difiksasi dengan bahan pengawet, adalah penting
untuk mematikannya guna mempertahankan integritas struktur. Hal ini dilakukan
dengan cara memberikan suhu kira-kira 60oC, di dalam air atau fiksatif.  Air atau
fiksatif panas dapat digunakan untuk menaikkan suhu sampai 60oC, diikuti dengan
pendinginan secara cepat dengan air atau fiksatif dingin. Jika penangas air tidak
tersedia, untuk mempertahankan suhu air atau fiksatif pada 60oC dapat dilakukan
dengan menambahkan air mendidih dengan volume yang sama dengan air yang berisi
nematoda agar mencapai suhu yang sesuai untuk membunuh nematoda dengan cara
pemanasan. Cara lain, oven dengan suhu 55–60oC dapat digunakan untuk
memanaskan nematoda dalam air yang dangkal, dengan pengamatan berinterval 1
menit, hingga nematoda mati. Selama proses mematikan nematoda dengan cara
pemanasan, adalah penting untuk tidak memberi panas yang berlebih atau merebus
nematoda, karena hal ini akan mengganggu struktur dalamnya.
Metode yang paling sederhana untuk mengfiksasi nematoda ialah dengan
menambahkan formaldehid pekat agar kadar akhirnya menjadi 2-5% atau membunuh
dengan cara pemanasan dengan larutan formaldehid panas yang konsentrasinya dua
kali lipat. Spesimen sebaiknya dibiarkan di dalam fiksatif sekurang-kurangnya selama
12 jam, tetapi sebaiknya selama 2 minggu, sebelum dilakukan proses selanjutnya.
Penyimpanan di dalam larutan formaldehid untuk jangka panjang juga diperbolehkan.
Fiksatif lain yang biasa digunakan adalah larutan TAF (formaldehid 3%,
trietanolamin 0,2% dalam air suling) dan larutan FA4:1 (formaldehid 4%, asam asetat
0,1% dalam air suling), tetapi kedua larutan ini kurang baik untuk penyimpanan
jangka panjang. Etanol tidak dapat digunakan sebagai fiksatif untuk mempelajari
morfologi nematoda, tetapi digunakan untuk mengawetkan nematoda yang akan
dianalisis DNA-nya.
Fiksasi nematoda dapat dilakukan dengan berbagai macam larutan fiksasi seperti
etanol, formalin dan asam cuka. Tujuan dari fiksasi ini adalah untuk mencegah agar
nematoda tidak mengalami kerusakan karena serangan mikroorganisme dari air yang
bersifat parasit yang dapat menyerang nematoda dalam larutan tersebut.

A. Suspensi Nematoda 
Salah satu cara untuk melakukan fiksasi nematoda adalah dengan suspensi
nematoda. hasil ekstraksi – isolasi diendapkan selama 15 menit, volume airnya
dikurangi hingga volume suspensi nematoda menjadi 15 ml. Kemudian
dipanaskan dalam larutan fiksasi (FAA) hingga suhu 70 – 800C, selanjutnya
dituangkan ke dalam suspensi nematoda sebanyak 3-4 kali volume suspensi
nematoda. Kemudian nematoda dibiarkan selama 3-4 hari agar mengalami fiksasi
secara sempurna.

B. Metode narkotik (anestesi) untuk spesies kecil (panjang 30-40 mm) dan
panjang tipis (tebal 1-2 mm)
a. Dalam wadah bersih cttanol 10% (1 bagian 95 % etanol +9 bagian air keran)
biarkan cacing pipih memanjang dan merangkak sepenuhnya.
b. Lendir dan tanah yang melekat akan terlepas dari cacing. Bersihkan puing-
puing dari sekitar cacing -sikat halus berguna untuk ini. Lcave spesimen
dalam etanol untuk narkotika.
c. Saat cacing dinarkotik, siapkan label spesimen. Siapkan juga potongan label
atau kartu arsip kosong agar sesuai dengan spesimen melalui.
d. Vial harus cukup besar untuk menampung 10-25 ml atau lebih fiksatif, dan
cukup panjang untuk menampung spesimen yang ditampung.
e. Jika cacing tidak sensitif terhadap sentuhan (hingga 5 menit untuk cacing
kecil yang tipis, lebih lama untuk spesies yang lebih besar dan lebih tebal),
keluarkan cacing dengan hati-hati, menggunakan forsep, dari larutan narkotik
dan letakkan di atas tisu wajah yang basah, spons basah atau basah jari-
perhatian besar diperlukan karena spesimen akan sangat lengket.
f. Dengan forsep halus atau tisu wajah yang lembab dengan hati-hati singkirkan
sisa tanah dan lendir yang menempel dari spesimen. Jika Anda mengalami
kesulitan dengan prosedur ini, segera hentikan dan perbaiki spesimen apa
adanya.
g. Dengan menggunakan tang yang dibasahi, letakkan cacing pipih di bawah
perut dan lurus pada label terbalik pada kartu arsip. Jika dua spesimen
tersedia, tempatkan satu perut spesimen paling atas, perut lainnya di bawah
kartu.
h. Tempatkan spesimen yang dipasang pada kartu atau label dalam vial yang
penuh dengan fiksatif, spesimen harus terendam seluruhnya, dan volume
fiksatif setidaknya 10-20 kali volume spesimen.
i. Jika memungkinkan, simpan spesies cacing gemuk yang berbeda dalam botol
terpisah.
j. Pastikan label berada di dalam vial bersama dengan spesimen.

C. Metode untuk spesimen besar, tebal, panjang dan kuat


a. Dalam wadah berisi air bersih, biarkan cacing pipih memanjang dan
merangkak sepenuhnya.
b. Lendir dan tanah yang melekat akan terlepas dari cacing.
c. Tiriskan air dan tanah dari wadah dengan hati-hati.
d. Ketika cacing benar-benar memanjang dan lurus, dengan cepat membanjiri
dengan air yang sangat panas (280 °C), air mendidih mendidih, atau lebih
disukai fiksatif panas
e. Segera tuangkan air panas dengan hati-hati dan tuangkan fiksatif dengan hati-
hati ke atas spesimen. Cacing pipih harus sepenuhnya terendam.
f. Biarkan cacing pipih dalam fiksatif selama sekitar 30 menit sebelum
dipindahkan- sampai pengawet memiliki waktu untuk bertindak, spesimen
akan menjadi sangat halus. Tutup wadah agar fiksatif tidak menguap.
g. Spesimen dapat dengan aman dibiarkan dalam fiksatif berbasis formaldehida
selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
h. Jika perlu membelah spesimen agar muat di dalam wadah, potong kira-kira 10
mm di depan mulut.

3. Teknik Preservasi 
Perekatan Spesimen
Perekatan spesimen secara permanen dilakukan dengan cara memindahkannya ke
dalam gliserol dengan metode evaporasi lamban. Mula-mula spesimen diletakkan
dalam beberapa ml gliserol 2–5% dalam air suling di dalam cawan gelas yang
dangkal. Air diuapkan dalam waktu seminggu di dalam oven yang bersuhu kira-kira 
40oC atau di dalam desikator. Cawan ditutup dengan tutup yang longgar untuk
memperlambat laju penguapan.
Untuk memindahkan spesimen yang menarik ke kaca obyek, satu persatu
nematoda perlu diambil di bawah mikroskop binokuler. Hal ini dilakukan dengan
jarum halus, bulu yang diruncingkan, bulu mata yang ditempelkan pada jarum, atau
sejenisnya. Nematoda dipisahkan setahap demi setahap ke permukaan dan diangkat
melalui tegangan permukaan dengan gerakan tajam akhir dari jarum.  Perlakuan ini
dilaksanakan dalam cawan yang dangkal namun diperlukan pengaturan ulang fokus
mikroskop secara teratur. Praktek perlu dilakukan agar menjadi ahli dalam proses ini,
tetapi keahlian ini dapat mudah dikuasai untuk memperoleh individu nematoda secara
efisien.
Pindahkan beberapa sampai sepuluh nematoda yang mewakili berbagai tingkatan
pada setetes gliserol tanpa air di atas kaca obyek yang bersih. Gunakan jarum untuk
menaruh spesimen di tengah dan pastikan bahwa spesimen tidak mengambang. Untuk
melindungi nematoda agar tidak lumat, beberapa potong serat gelas, kaca penutup
yang pecah (No. 0), atau bilah lilin disusun di sekeliling spesimen. Kaca penutup,
sebaiknya yang bundar, ditaruh di atas tetesan tadi untuk menghindari mengalirnya
gliserol keluar dari kaca penutup. Jika digunakan bilah-bilah lilin atau lingkaran lilin
(digunakan dalam bentuk cair yang dibiarkan membeku), kaca obyek perlu diletakkan
di atas kompor listrik untuk mencairkan lilin. Selanjutnya kaca penutup di segel.
Dahulu Glyceel digunakan secara rutin, namun sekarang tidak lagi dapat diperoleh,
sebagai gantinya dapat digunakan misalnya dua bagian resin epoksi (misalnya 5 min.
Araldite) atau DePeX (dari berbagai pemasok bahan kimia). Walaupun cat kuku
digunakan, perekatan dengan cara ini tidak tahan lama di daerah yang beriklim
hangat.
BAB III
PEDOMAN II: 
PENGAMATAN DAN IDENTIFIKASI SPESIMEN, KESELAMATAN KERJA

3.1 Pengamatan dan Identifikasi Spesimen Pengambilan Sampel Untuk Pemeriksaan


Nematoda

Prosedur Kerja 
a. Pengambilan Sampel Dari Barang Kiriman (Consigment)
1) Sampel diambil dari bagian tanaman (akar, umbi, batang, daun, biji) yang bergejala
dan diduga terserang nematoda. Pemeriksaan nematoda dalam kegiatan sertifikasi
ekspor, sampel yang diambil termasuk tanah disekitar perakaran tanaman. 
2) Jumlah sampel yang diambil : 
a) Untuk jenis tanaman dalam bentuk akar rimpang, seperti jahe, kunyit, kencur,
sampel primer yang diambil sekurang-kurangnya 3 rimpang (secara acak
diagonal). Sampel sebaiknya mewakili 10% dari jumlah keseluruhan barang
kiriman yang diperiksa atau disesuaikan.
b) Untuk jenis tanaman umbi-umbian seperti lilium, lisianthus dan bawang merah,
sampel primer diambil sebanyak 3 umbi (secara acak diagonal). Sampel
sebaiknya mewakili 10% dari jumlah keseluruhan barang kiriman yang diperiksa
atau disesuaikan.
c) Untuk biji-bijian seperti gandum, padi (biji-bijian yang diserang nematoda) tomat,
padi dan kubis, jumlah sampel primer 100 gr (secara acak diagonal). Sampel
sebaiknya diambil sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan barang kiriman yang
diperiksa atau disesuaikan. 
d) Untuk jenis tanaman atau cutting, diambil minimal sebanyak 3 tanaman/ cutting
(secara acak diagonal). Sampel sebaiknya mewakili 10% dari jumlah keseluruhan
barang kiriman yang diperiksa atau disesuaikan. 
e) Sampel biji untuk pemeriksaan Aphelenchoides besseyi minimal 100 butir (ISTA,
2005) 
b. Pengambilan Sampel Dalam Pemantauan atau Pemeriksaan Nematoda di
Lapangan 
1) Sampel tanah harus diambil dari tanaman yang menunjukkan gejala sakit atau diduga
sakit dan dari tanaman sehat. 
2) Setiap pengambilan sampel tanah agar diupayakan untuk menyertakan tanaman atau
bagian tanaman, misalnya akar, batang, daun dan sebagainya. 
3) Sampel tanah dan akar diambil sebanyak 100 g dari daerah perakaran. 
4) Sampel akar sebaiknya bagian yang masih muda dan masih mengalami pertumbuhan. 
5) Untuk mendapatkan nematoda dari batang-ranting, sampel diperoleh dengan cara
memotong cabang/ranting sepanjang 15-20 cm. 
6) Pengambilan sampel tanaman yang berukuran kecil, seperti strawberry dilakukan
dengan mengambil seluruh tanaman dan tanah di sekitar perakaran 
7) Sampel tanah yang diambil sebaiknya memiliki kelembaban cukup (sesuai kapasitas
lapang). Khusus untuk ekstraksi nematoda sista atau cyst forming nematodes, sampel
tanah diambil dari tanah yang relatif kering atau disesuaikan dengan spesies
nematoda. 
8) Sampel tanah diambil di daerah perakaran (rhizosphere) pada kedalaman (jeluk) 7,5 -
45,0 cm. Untuk tanaman tahunan (seperti cengkeh, mangga, rambutan, duku, durian,
kopi, lada, jeruk, alpukat, sawo, jambu, kelapa, manggis, markisa, vanili, apel, kelapa
sawit, karet, kakao, dan sebagainya) sampel tanah diambil dari kedalaman 30 – 38
cm. 
9) Jumlah sampel tanah dan tanaman harus mencukupi sehingga hasil ekstraksi dapat
menggambarkan kepadatan populasi nematoda. 
10) Jika sampel tanah dan tanaman berasal dari areal yang luasnya 3 ha atau lebih,
sebaiknya sampel dibagi menjadi beberapa bagian (tidak disatukan). 
11) Jika lahan kurang dari 500m2 minimal 8 – 10 subsampel; untuk lahan 500 m2 – 0,4
ha minimal 1 - 15 subsampel; untuk lahan 0,4 – 2 ha minimal 20 subsampel atau 40
subsampel jika memungkinkan. 
12) Pengambilan sampel di lapangan secara umum dapat diambil 30 – 50 titik Pedo
13) Sampel tanah dan tanaman dimasukkan ke dalam tempat yang dapat mencegah
kekeringan dan diletakkan pada tempat yang teduh untuk menghindari kematian
nematoda. 
14) Pada setiap sampel (tanah atau bagian tanaman) diberi label yang berisi keterangan
lengkap mengenai sampel tersebut. 
15) Pada waktu mengambil sampel, keterangan mengenai sejarah pertanaman,
pengelolaan tanah dan tanaman, jenis gulma pada lahan tersebut, tipe dan jenis tanah,
lokasi geografi, waktu penaman dan pengambilan sampel sebaiknya dicatat untuk
bahan pertimbangan.
Gambar 1. (a) Pengambilan sampel berdasarkan distribusi sebaran nematoda (sumber :
Price, T.V. 2001) ; (b) macam-macam soil sampler (sumber : http://www.labsafety.com/);
(c) cara pengambilan sampel dengan soil sampler (sumber : http://nematode.unl.edu/scn/
scnsamp. htm) 

Gambar 2. Jeluk kedalaman pengambilan sampel 0 – 20 cm dari permukaan tanah (pada


lapisan biosfer), pada ujung-ujung perakaran/akar muda (bagian yang dilingkari) (sumber
: http://commons.wikimedia.org/) 

Gambar 3. Pengambilan sampel : (a) sampel primer (tanah) dihomogenkan dan diambil
min 100 gr; (b) sampel akar minimal 10 gr; (c & d) pengemasan sampel pada kantung
plastic / plastic klip, dan diberi label; (e) sampel dilindungi dari kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan suhu mendadak (misalnya dibungkus kertas Koran dan
dimasukkan ke dalam karton) selanjutnya dikirim ke laboratorium (sumber :
http://nematode.unl.edu/scn/ scnsamp.htm) 

c. Penanganan Sampel Kiriman 


1) Sampel tanah dan akar dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna gelap dan
kuat. 
2) Setiap sampel harus diberi label yang berisi keterangan lengkap tentang sampel
tersebut. 
3) Sampel kemudian diletakkan dalam tempat yang terlindung untuk mencegah
terjadinya kerusakan akibat fluktuasi suhu dan kelembaban selama perjalanan. 

d. Penanganan Sampel Kerja 


1) Sampel kerja yang diterima di laboratorium diagendakan sesuai tanggal masuk
laboratorium dan sedapat mungkin segera dilakukan ekstraksi. Nematoda yang
diperoleh selanjutnya diidentifikasi dan dicatat populasinya. Jika populasi nematoda
yang diperoleh jumlahnya banyak, spesimen nematoda dapat disimpan setelah
diawetkan (difiksasi) dan identifikasi dapat dilanjutkan sampai jangka waktu yang
relatif lama. 
2) Apabila ekstraksi tidak dapat segera dilakukan maka sampel tanah, tanaman atau
bagian tanaman sebaiknya disimpan pada kondisi yang tidak merusak sampel, yaitu: 
pada suhu antara 4 oC (untuk daerah beriklim dingin dan sedang).  pada suhu 10 –
16oC (untuk daerah yang lebih hangat/di daerah lintang pertengahan).  pada suhu 16
– 18oC untuk daerah tropik dan subtropik. 
3) Sampel tanah, tanaman atau bagian tanaman yang disimpan pada suhu di atas 32oC
dapat mempercepat kematian nematoda, sedangkan suhu di bawah 3oC menyebabkan
nematoda tidak aktif. 

e. Penanganan Spesimen dan Sisa Sampel Kerja 


1) Spesimen nematoda hasil ekstraksi dapat disimpan dalam larutan fiksatif misalnya
larutan FAA (Formalin, Asam asetat, Alkohol) atau larutan TAF (Triethanolamine-
formalin). Pembuatan larutan fiksatif terlampir. Untuk menghambat kerusakan,
spesimen dan fiksatif dimasukkan ke dalam botol gelap. Dengan demikinan preparat
nematoda dapat dibuat kapan saja atau sewaktu-waktu jika diperlukan. 
2) Sisa sampel kerja berupa tanah, tanaman atau bagian tanaman dapat dibuat koleksi
basah. Jika sisa sampel kerja berlebih harus dimusnahkan atau disterilisasi terlebih
dahulu sebelum dibuang. Sterilisasi dapat dilakukan dengan autoclave pada suhu
121ºC, tekanan 15 psi selama minimal 15 menit. 
3) Sampel tanah yang mengandung nematoda cysta disimpan sebagai koleksi kering. 

IDENTIFIKASI SPESIMEN
1. Bursaphelenchus xylophilus 
Domain : Eukaryota 
Kingdom : Metazoa 
Phylum : Nematoda 
Family : Parasitaphelenchidae 

Nama Ilmiah Lainnya: 


Aphelenchoides xylophilus Steiner & Buhrer, 1934 
Bursaphelenchus lignicolus Mamiya & Kiyohara, 1972 

Nama Umum : pine wood nematode 


                         pine wilt nematode 

Nematoda betina: kepala menonjol (tinggi), off-set, memiliki 6 bibir; knob stylet kecil;
oesophageal gland berbentuk silindris, panjang 3-4 lebar badan; lubang excretory terletak
pada pertemuan antara oesophagus dengan intestine, biasanya setingkat dengan cincin
syaraf; hemizonid ± 0,67 lebar tubuh di belakang median bulb; vulva berada di bagian
posterior; alat reproduksi monodelphic, lurus; kantong post uterine berkembang dengan
baik; ekor berbentuk sub silindris, ujungnya membulat, mucron biasanya tidak ada,
namun pada beberapa spesimen kadang-kadang terdapat mucron 1-2 µm. 
Nematoda jantan: secara umum hampir sama dengan nematode betina; spicule besar
dan sangat melengkung sehingga posisi transverse bar hampir parallel dengan axis tubuh,
pangkal spicle membulat, rostrum kokoh dan runcing, ujung distal masing-masing spicule
melebar membentuk struktur menyerupai piringan yang disebut cucullus; ekor
melengkung dan runcing; bursa berukuran kecil; terdapat 7 caudal papillae ; sepasang
adanal; satu preanal ventromedian papilla dan 2 pasang postanal. 

2. Anguina tritici 
Domain : Eukaryota 
Kingdom : Metazoa 
Phylum : Nematoda 
Family : Anguinidae 

Nama Ilmiah Lainnya: 


Anguillulina tritici (Steinbuch) Gervais & Van Beneden, 1859 
Tylenchus scandens (Schneider) Cobb 
Tylenchus tritici (Steinbuch) Bastian, 1865 
Vibrio tritici Dujardin, 1845 

Nama Umum : 
wheat gall nematode 
eelworm disease 
Keterangan : a. Foto seluruh tubuh , b. anterior, c. posterior
Deskripsi 
Anulasi sangat halus, biasanya hanya bisa terlihat di bagian oesophageal; lateral
field memiliki 5 atau lebih incisures halus dan hanya dapat dilihat pada specimen muda;
daerah bibir pendek dan pipih, sedikit menonjol; bibir terdiri dari 6 lingkaran melintang;
procorpus membesar, menyempit pada pertemuan dengan median bulb; oesophageal
gland bentuknya bervariasi, kadang kala berupa tabung tidak beraturan dan tidak
overlapping dengan intestine; cardia kecil; ekor mengecil, ujungnya tumpul. Kromosom :
2n=38 
Nematoda betina: tubuh gemuk, melingkar kearah ventral jika mati (dengan
pemanasan); isthmus kadang kala membesar di bagian posterior dipisahkan dengan
daerah glandular/kelenjar oleh penyempitan; alat reproduksi yang mengarah ke bagian
depan/anterior berkembang baik; ovary melekuk 2 sampai 3 kali dan mengandung
banyak oocyte.; alat reproduksi yang mengarah ke bagian posterior bentuknya sederhana
berupa kantong vulva; bibir vulva jelas; uterus berisi banyak telur. Nematoda
jantan:tubuh kadang kala melengkung kearah dorsal jika dimatikan dengan pamanasan;
testis melekuk duakali atau lebih; spermatocyt tersusun menyerupai untaian (rachis) dan
berakhir pada sel penutup. Panjang vas deferens ± 200µm, dipisahkan dengan testis oleh
penyempitan; spicule berpasangan, kokoh dan melengkung, masing-masing memiliki
ventral ridge yang memanjang dari ujung ke bagian yang membesar; gubernakulum
sederhana; bursa dimulai dari depan spicule dan berakhir di dekat ujung ekor
3. Anguina agrostis 
Domain : Eukaryota 
Kingdom : Metazoa 
Phylum : Nematoda 
Family : Anguinidae

Nama Umum: 
rye grass nematode, 
bent grass nematode 

Deskripsi (Chizhov, 1980) 


Nematoda betina: tubuh berbentuk spiral atau berbentuk huruf “C”; anulasi kutikula
sangat halus; daerah bibir berbentuk set off, tinggi 3-4um; procorpus berbentuk silindris;
bagian tengahnya sedikit membesar, terdapat penyempitan sebelum median bulb; isthmus
pendek dan sempit; basal bulb berkembang baik, berbentuk trapezium namun tidak
overlapping dengan intestine; ovary melekuk 2 sampai 3 kali; spermatheca memanjang
mengandung 10-12 oocyte dan dipisahkan dengan kelenjar preuteral oleh penyempitan;
kelenjar preuteral panjang mengandung sampai 20 telur, dipisahkan dari uterus oleh
penyempitan (oviduct); cabang uterine post vulva (mengarah ke posterior) kira-kira
setengah jarak antara vulva dengan anus; ekor pendek, mengecil dan ujungnya runcing. 
Nematoda jantan: jika dimatikan dengan pemanasan bentuknya hamper lurus; testis
biasanya melekuk 1 sampai 2 kali; bursa dekat ke ujung ekor (sub terminal)/tidak sampai
ujung ekor. Anguina agrsotis adalah nematode yang sangat merusak pada bent grass
seperti terjadi di USA, New Zealand (Southey, 1973). Daerah sebar: Eropah, Asia (USSR
Timur Jauh), USA dan Canada, Australia, New Zealand, Afrika Selatan. 

4. Aphelenchoides arachidis
Domain : Eukaryota 
Kingdom : Metazoa 
Phylum : Nematoda 
Order : Aphelenchida 
Family : Aphelenchoididae

Deskripsi 
Aphelenchoides arachidis termasuk ke dalam kelompok genus nematode
yang besar dan kompleks, mencakup kira-kira 150 spesies.
Nematoda betina: tubuh berbentuk silindris dengan anulasi halus, jarak anulasi di bagian
tengah tubuh 0,8 µm; lebar lateral field 1,8-2,4 µm dengan 2 incisure; bagian depan
daerah bibir memipih, tinggi 2,5-3µm dan lebar 6-8,5 µm, sedikit tersklerotisasi; panjang
stylet 11-12 µm dengan basal knob yang jelas; cincin syaraf terletak kira-kira selebar
tubuh di belakang mediun bulb; vulva berupa celah dengan bibir sedikit menebal; alat
reproduksi mono-prodelphic, lurus kadang-kadang melekuk; ekor 22-28 µm, sub
cylindroid, ujungnya tumpul dan terdapat mucron. Nematoda jantan: testis berbentuk
lurus dengan 1 atau 2 lekukan; memiliki 3 pasang caudal papillae:adanal agak ke
belakang di pertengahan panjang ekor atau sebelum ujung ekor; spicule berbentuk
rosethorn, panjang dorsal limb 15-25 µm; ekor meruncing, ujungnya sedikit runcing atau
tumpul atau meruncing secara tidak beraturan, kadang-kadang terdapat muycron kecil.

5. Heterodera zeae Koshy 


Domain : Eukaryota 
Kingdom : Metazoa 
Phylum : Nematoda 
Family : Heteroderidae 

Nama umum (English): 


Corn cyst nematode 
Maize cyst nematode

Nematoda betina: tubuh membesar, berbentuk buah lemon, berwarna putih kekuningan
(pearly-white); vulva menonjol; kutikula bagian anterior memiliki pola zig-zag dan
berubah menjadi pola bergelombang di sekitar kerucut vulva berpadu dengan garis putus-
putus secara melintang; terdapat 2 anulasi di kepala, anulasi kedua lebih lebar dari yang
pertama; stylet berbentuk silindris, knob berkembang baik dan bagian depannya datar;
leher panjang; median bulb berbentuk bulat, katup berkembang baik; lubang excretory
terletak di sekitar oesophageal gland lobe; oesophageal gland lobe tunggal, bentuk dan
ukuran bervariasi; ovary 2 buah; kerucut vulva berkembang baik, celah vulva agak
panjang; anus sangat kecil, tidak jelas, berdekatan dengan vulva; memiliki kantong telur,
biasanya berukuran kecil, kadangkala besar (1/3-1/2 panjang tubuh); kebanyakan telur
berada di dalam tubuh, hanya sebagian kecil diletakkan di dalam kantong telur. 
Sista: sista berbentuk buah lemon dengan tonjolan kepala dan vulva, berwarna coklat
muda, kutikula tebal, tidak memiliki subcrystalline layer; pola pada kutikula berbentuk
zig-zag; kerucut vulva sangat jelas; terdapat garis-garis cuticular ridge di sekitar celah
vulva dan fenestra; fenestra berupa ambifenestrate (terdiri dari 2 semi-fenestra); anus
tidak terlihat jelas; terdapat bullae menyerupa 4 jari tangan; underbridge sederhana,
pendek dan tipis; celah vulva cukup panjang. 
Nematoda muda (J2): tubuh berbentuk vermiform dan silindris, mengecil di kedua ujung
tubuh; pada kepala terdapat 4-5 anulasi; kerangka kepala berkembang sedang; stylet
berbentuk silindris, knob agak menonjol ke arah depan; panjang stylet ± 20-25 µm (23.0
± 0.26 µm (Koshy et al. 1971); jarak dari pangkal stylet ke muara dorsal oesophageal
gland 4-5 µm; median bulb terlihat jelas dengan katup yang berkembang dengan baik;
basal bulb overlapping dengan intestine di bagian dorsal atau lateral; hemizonid terlihat
jelas, panjang 1-2 anulasi, terletak dekat lubang excretory; anus jelas, phasmid kecil
namun nampak jelas; pada lateral field terdapat 4 buah garis; ekor pendek, hyaline,
meruncing namun ujungnya tumbul
Nematoda jantan: sangat jarang ditemukan. 

No Keterangan Gambar
Spesimen

1. SEM Caption:
spicula (tengah)
ciri dari species
Bursaphelenchus
xylophilus, yang
merupakan
nematoda
perusak pinus.
Perbesaran 5000
kali.
2.  Nematoda betina
dewasa a. sketsa;
b. foto nematoda
betina pada puru
benih gandum. 

3.  a. juvenile dan


telur A. agrostis
dari puru pada
benih rumput
Holcus mollis. b.
Betina and
juveniles

4. Aphelenchoides
arachidis pada
testa benih
kacang tanah

5. 

a. kumpulan
specimen
nematode sista
jagung, H. zeae,
b. kerucut vulva
(permukaan luar
kerucut vulva H.
Zeae seperti
terlihat dengan
mikroskop
elektron scaning)

3.2 Keselamatan Kerja


Berikut ini adalah beberapa petunjuk keselamatan kerja laboratorium secara umum: 
a. Selalu memakai pelindung mata yang tepat dalam pekerjaan kimia, penanganan kerja dan
area penyimpanan. Lensa kontak biasanya tidak boleh dipakai. Lengkapi dengan goggles,
namun dengan alasan terapi, lensa kontak dapat dipakai. 
b. Selalu mengetahui bahaya yang terkait dengan bahan yang sedang digunakan dalam
laboratorium. 
c. Selalu menggunakan pakaian pelindung laboratorium (jas laboratorium) yang sesuai. 
d. Membatasi rambut panjang dan pakaian longgar. Jangan memakai sepatu hak tinggi,
sepatu berujung terbuka, sandal atau sepatu yang terbuat dari bahan tenun. 
e. Selalu mencuci tangan dan lengan dengan sabun dan air sebelum meninggalkan area
kerja. Hal ini berlaku bahkan jika Anda telah memakai sarung tangan. 
f. Jangan melakukan pekerjaan apapun berbahaya ketika sendirian di laboratorium.
Setidaknya dua orang harus hadir. Mahasiswa harus diawasi oleh instruktur setiap saat. 
g. Jangan melakukan pekerjaan, persiapan, atau percobaan yang tidak diijinkan. 
h. Jangan pernah menghilangkan bahan kimia, agen biologis, atau bahan radioaktif dari
fasilitas tanpa otorisasi yang sah 
i. Beradaptasilah dengan lokasi peralatan darurat seperti alarm kebakaran, pemadam
kebakaran (APAR), pencuci mata darurat, dan shower keselamatan. Ketahuilah prosedur
tanggap darurat. 
j. Gunakan peralatan dan bahan berbahaya hanya untuk tujuan yang dimaksudkan. 
k. Jangan hisap pipet kimia menggunakan mulut Anda saat memindahkan larutan.
Sebaliknya, Anda harus selalu menggunakan bola pipet untuk menghisap larutan. 
l. Jangan pernah meninggalkan percobaan tanpa pengawasan ketika sedang dipanaskan atau
bereaksi.
m. Jauhkan peralatan kembali dari tepi bangku laboratorium untuk mencegah tumpahan.
n. Laporkan setiap kecelakaan, walaupun bersifat kecil. 
BAB IV
KESIMPULAN

Media awetan merupakan sumber belajar yang sesuai untuk diterapkan pada materi
invertebrata dimana siswa dapat mendeskripsikan ciri-ciri umum dari setiap perwakilan hewan
invertebrata secara detail. Media awetan akan memberikan pengalaman belajar yang konseptual
dan teoritis karena disajikan secara detail dan riil. Hal tersebut juga ditunjang pula dengan
panduan praktikum yang membantu siswa untuk mempelajari materi agar lebih terarah,
memudahkan dan memberikan informasi dalam melakukan kegiatan praktikum.
Nematoda adalah cacing silinder, melingkar dengan belahan menyilang dan jarak
panjangnya dari 200 µ sampai 40 cm (pada Ascaris, parasit dalam usus manusia) dan 9 meter
pada parasit dalam paus. Cacing ini triploblastik, tanapa segmen dan terututup , kulit ari yang
fleksibel tapi liat, dibawahnya hanya ada lapisan otot melintang. Tidak ada sistem darah atau
sirkulasi lainnya.
Teknik koleksi dilakukan untuk memperoleh sampel atau contoh media pembawa yang
representatif sebagai bahan pengujian filum nematoda. Cacing pipih hidup cenderung pecah
ketika ditangani karena sangat lengket dan halus. Cacing pipih akan sering menempel pada
substrat jika ada upaya untuk mengambilnya, dan bisa pecah atau rusak parah. Mereka harus
dimanipulasi dengan hati-hati dengan menggunakan ranting atau serasah daun.teknik koleksi
dibagi menjadi 2 yaitu:
 Ekstraksi Dari Tanah Untuk Nematoda Sista (metode kering)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan nematoda sista dari tanah.
 Ekstraksi Dari Tanah Untuk Nematoda Sista (metode kering)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan nematoda sista dari tanah.
Teknik Fiksasi merupakan Teknik yang dilakukan dengan mematikannya terlebih dahulu
una mempertahankan integritas struktur. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan suhu kira-
kira 60˚C, di dalam air atau fiksatif. Metode yang paling sederhana untuk mengfiksasi nematoda
ialah dengan menambahkan formaldehid pekat agar kadar akhirnya menjadi 2-5% atau
membunuh dengan cara pemanasan dengan larutan formaldehid panas yang konsentrasinya dua
kali lipat
Teknik Peservasi atau Perekatan spesimen secara permanen dilakukan dengan cara
memindahkannya ke dalam gliserol dengan metode evaporasi lamban. Mula-mula spesimen
diletakkan dalam beberapa ml gliserol 2–5% dalam air suling di dalam cawan gelas yang
dangkal. Air diuapkan dalam waktu seminggu di dalam oven yang bersuhu kira-kira 40˚C atau di
dalam desikator. Cawan ditutup dengan tutup yang longgar untuk memperlambat laju
penguapan.
Daftar Pustaka

Arifah, I., Arif, M., & Siska, D.F. 2014. Pengembangan Buku Petunjuk Praktikum Berbasis
Guided Inquiry untuk Mengoptimalkan Hands on Mahasiswa Semester II Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Purworejo Tahun Akademik 2013/2014.
Radiasi. 5(1): 24-28.
Dikmenli. (2009). Conceptual Problem in Biology-Related Topics in Primary Science and
Technology Textbooks in Turkey. Journal of Environmental and Science Education. 4
(4): 429-440
Kordali S, Cakir A, Mavi A, Kilic H, Yildirim A. 2005. Screening of chemical composition and
antifungal and antioxidant activities of the essential olis from thee Turkish Artemisia
Spesies. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53: 1408-1416.
Mega, R.K., & Soeparjitno, S. 2017. Pengembangan Media Video Pembelajaran Materi Pokok
Invertebrata Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X
IPA
Raharjo, R. (2017). Pengelolaan Alat Bahan dan Laboratorium Kimia. Jurnal Kimia Sains Dan
Aplikasi, 20(2), 99-104. Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA di
Sobirin, M., Isnawati dan Ambarwati, R. 2013. Pengembangan Media Awetan Poriferauntuk
Pembelajaran Biologi Kelas X. BioEdu 2 (1): 19-22.
Sketsa morfologi nematoda (Sumber : www.apsnet.com; www.entnemdept.ufl.edu) 

Anda mungkin juga menyukai