ID Model Knowledge Management Studi Perbandingan Bappeda Kota Surabaya Dan Kabupate
ID Model Knowledge Management Studi Perbandingan Bappeda Kota Surabaya Dan Kabupate
Administrasi Negara
2
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.
e-mail: muhf2@yahoo.com
Abstrak
Pada era globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sangat
cepat dan kedua hal tersebut merupakan daya saing organisasi untuk mengembangkan
diri. Konsekuensinya, dalam mengerjakan tugas pokok dan fungsi harus berbasis
pengetahuan dan bukan common sense. Oleh karena itu knowledge management
menjadi penting keberadaannya dalam setiap organisasi. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat Model Knowledge Management, khususnya terkait dengan akuisisi,
diseminasi, dan aplikasi pengetahuan pada Bappeda Kota Surabaya dan Kabupaten
Sragen. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh
melalui angket yang disebarkan kepada kepada pegawai Bappeda pada Kota Surabaya
dan Kabupaten Sragen. Kedua daerah dan instansi di masing-masing daerah dipilih
secara purposive. Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa instansi Bappeda karena
tuntutan tugas dan fungsinya sangat tergantung pada pengetahuan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan dalam hal akuisisi pengetahuan antara kedua kota
tersebut. Kota Surabaya banyak menggunakan teknologi dalam mengakusisi
pengetahuan seperti pra-musrembang secara online. Sedangkan kabupaten Sragen
masih menggunakan cara konvensional melalui rembuk warga. Untuk diseminasi
pengetahuan kedua kota tersebut memiliki kesamaan model yaitu menggunakan e-
Government. Sedangkan dalam mengaplikasikan pengetahuan kedua kota tersebut
baru sebatas dalam bentuk SOP, notulen rapat, dan belum memiliki penerbitan berkala
seperti jurnal dan majalah.
Kata kunci: Knowledge Management, Akusisi, Diseminasi, dan Aplikasi Pengetahuan.
Abstract
In the era of globalization, the advancement of science and technology take place in
amasingly fast pace, and both are determinant of organizational competitiveness in
advancing itself. Consequently, the execution of tasks and functions must be knowledge-
based rather than a common sense. Therefore, knowledge management becomes
important for every organization. This study attempts to investigate knowledge
management, especially in relation to acquisition, dissemination and application of
Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114
100
nowledge at the Planning Board of Sragen Regency and the City of Surabaya. This
study employs a descrtiptive quantitative method. Data were gathered using
questionnaires distributed to staff at the Planning Board of Sragen Regency and City of
Surabaya. Both local government and institutions were selected purposively. The
researcher assumes that a Planning Board, by the nature of its functions, is a type of
organization which is highly reliant knowledge. The results of the study shows that
there are differences between planning Boards in both local governments in terms of
knowledge acquisition. The city of Surabaya intensively employs technology in acquiring
knowledge such as online local planning deliberation (e-Musrenbang). Sragen regency
on the other hand uses a rather traditional method called Citizen Deliberation (rembuk
warga). For dissemination of knowledge, both local governments share the similar
models, that is using e-Government. In the application of knowledge both local
governments are in the stage of using standard operational procedures, meeting
minutes, and they both have not run publications such as journal or magazine.
Keywords: Knowledge Management, knowledge Acquisition, knowledge Dissemination,
knowledge Application.
Sebagaimana dikatakan oleh Dalkir bahwa tugas pokok dan fungsi Bappeda
diatas, Knowledge Management adalah membuat perencaan kegiatan
merupakan proses pengelolaan pada Pemerintah Daerah Kota Surabaya
pengetahuan yang sifatnya siklus, dan dan Kabupaten Sragen dimana dalam
berulang secara terus menerus tidak melaksanakan perencanaan daerah
bersifat linier. Olehnya itu, dalam banyak membutuhkan data dan
penelitian ini peneliti melihat pertama pengetahuan.
proses akusisi dalam menangkap dan
Teknik sampling yang dipilih yaitu
menciptakan pengetahuan yang
purposive sampling. Peneliti menentukan
dilakukan oleh instansi Bappeda Kota
sendiri sampel yang diambil karena ada
Surabaya dan Bappeda Kabupaten
pertimbangan keterbatasan waktu
Sragen, kedua proses desiminasi
penelitian dan jumlah anggota tim
pengetahuan dengan melihat media dan
peneliti. Jadi, sampel tidak diambil
strategi yang digunakan oleh kedua lokus
secara acak, melainkan ditentukan
penelitian tersebut dan terakhir proses
sendiri oleh peneliti. Selain itu dengan
pengetahuan tersebut diaplikasikan pada
menggunakan purposive sampling
tugas pokok dan fungsi pada instansi
diharapkan kriteria sampel yang
yang menjadi lokus penelitian.
diperoleh benar-benar sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan.
Dokumentasi juga dilakukan oleh media pengelolaan aset yang masih menjadi
cetak karena setiap dilakukan temuan. Hal ini menandakan bahwa
pembahasan selalu diliput oleh media penggunaan teknologi dalam proses kerja
massa. belum sepenuhnya digunakan dan masih
bersifat parsial.
Berikutnya ditelusuri bentuk
pendokumentasian pengetahuan yang Untuk Bappeda Kota Surabaya,
paling populer di instansi pemerintah. teknologi dominan yang telah diterapkan
Ada kecenderungan Laporan dan pada instansi adalah “sistem informasi
Publikasi di Website Instansi manajemen” (36,5%) dan “e-
mendapatkan popularitas yang Government”, “Internet dan Intranet”
meningkat akhir-akhir ini. Popularitas (23,1%). Menurut Kepala Bidang Kesra
pendokumentasian melalui website tidak dan Pemerintahan Bappeda Kota
terlepas dari mulai menjamurnya tren Surabaya, Bappeda kota Surabaya
penggunaan website dikalangan instansi memiliki newsletter yang diterbitkan
pemerintah. Penggunaan website berkala secara online (paperless).
merupakan salah satu bentuk Bahkan masyarakat pada tingkat RT dan
pendokumentasian secara elektronis RW sudah mampu mengusulkan
yang paling mudah dilakukan dan paling program dan kegiatannya secara online.
banyak tersedia sehingga dapat dipahami Di Bappeda Kota Surabaya pegawai juga
jika populer dimanfaatkan. Untuk sudah memiliki group online baik secara
mengetahui hal ini maka kepada keseluruhan maupun per unit kerja. Hal
responden ditanyakan teknologi apa ini sangat membantu pegawai dalam
yang telah diterapkan pada instansi berkomunikasi dalam menyelesaikan
mereka untuk mendoumentasikan pekerjaan yang di Bappeda sifatnya lintas
pengetahuan, dengan opsi jawaban: sektor. Undangan rapat misalnya pada
tingkatan jabatan tertentu cukup dengan
a. Internet dan Intranet
menggunakan SMS.
b. Data inventaris kantor
Pembahasan selanjutnya masih
c. Sistem Informasi Manajemen tentang diseminasi pengetahuan adalah
pembuatan notulen rapat dalam rangka
d. e-Government
pendokumentasian pengetahuan.
Pada Bappeda Kabupaten Sragen Pertanyaan spesifik yang diajukan
tergambar bahwa pendapat responden kepada responden adalah apakah
terbesar sekitar 49,9 persen yang notulen rapat dibuat, dengan opsi
mengatakan menggunakan “Internet dan jawabannya:
Intranet”. Selebihnya sebesar 19,5 persen
a. Selalu
mengatakan teknologi yang digunakan
adalah “data inventaris kantor” dan b. Kadang-kadang
“sistem informasi manajemen”. Hanya
c. Tidak pernah
sebagian kecil, yakni sekitar 17,1 persen
mengatakan menggunakan “e- Untuk Bappeda Kabupaten Sragen
Government”. Hal ini dikatakan juga oleh pendapat responden tentang pembuatan
Kabid Pendataan dan Survei Bappeda notulen rapat adalah 52,2 persen yang
Kabupaten Sragen bahwa hasil survei mengetakan “selalu” dibuat, dan 43,3
mereka didokumentasikan dalam bentuk persen mengatakan “kadang-kadang”
dokumen yang tercetak, tidak notulen rapat dibuat. Sedangkan untuk
menggunakan sistem informasi. Masih Bappeda Kota Surabaya, 91,7 persen
menurut Kabid Pendataan dan Survei responden menjawab “notulen rapat
bahwa walaupun laporan kegiatan sudah selalu dibuat” dan hanya 8,3 persen yang
dibuat tetapi belum WTP karena mengatakan “kadang-kadang dibuat”.
Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114
108
Menurut Kepala Bidang Kesra dan diikutkan Diklat Teknis yang berkaitan
Pemerintahan Bappeda kota Surabaya, dengan perencanaan dan penggunaan
notulensi untuk rapat yang membahas teknologi informasi. Kemudian
tentang perencanaan dan pembangunan dokumentasi yang digunakan dalam
yang menjadi tugas dan fungsi Bappeda bentuk laporan kegiatan dan notulen
sangat penting. Rapat yang sifatnya rapat. Mentoring dilakukan bila terjadi
lebih sederhana yang dilaksanakan pada mutasi pegawai dimana pegawai yang
unit kerja terkecil lingkup Bappeda maka baru dimutasi diberi bimbingan oleh
notulensinya hanya dilakukan oleh staf atasan langsung maupun sesama
di unit itu sendiri atau langsung pegawai yang digantikan. Sedangkan
dilakukan oleh pimpinan rapat, yang kegiatan rotasi pada Bappeda Kota
dalam hal ini Kepala Bagian, Kepala Surabaya dilakukan untuk penyegaran
Bidang, Kepala Sub Bagian atau Kepala organisasi dan ini dilakukan secara
Sub Bidang. terencana.
Masih terkait dengan diseminasi
pengetahuan maka kepada responden Aplikasi
diajukan pertanyaan mengenai metode Aplikasi pengetahuan pada
apa yang digunakan untuk pengelolaan penelitian ini adalah upaya untuk
pengetahua di instansi mereka. Opsi mendayagunakan pengetahuan untuk
jawaban yang disediakan adalah: mendukung produktifitas dan kualitas
a. Pelatihan kerja pegawai serta kinerja organisasi,
seperti melalui implementasi Standar
b. Mentoring Operasional Prosedur, Evaluasi, dan lain
c. Dokumentasi sebagainya.
d. Rotasi Sering standar operasional prosedur,
kegiatan monitoring dan evaluasi serta
Sebanyak 38,9 persen responden kegiatan lainnya bagi organisasi hanya
pada Bappeda Kabupaten Sragen dijadikan formalitas dalam bentuk
mengatakan metode desiminasi dokumen laporan belaka. Dokumen yang
pengetahuan mereka melalui ada belum dijadikan sebagai acuan
“pelatihan”, 30,6 persen melalui dalam melakukan proses pelayanan atau
“dokumentasi”, dan 25,0 persen perencanaan selanjutnya. Untuk
mengatakan melalui “mentoring”. mengungkap hal ini, maka kepada
Sementara pada Bappeda Kota Surabaya, responden diajukan pertanyaan apakah
35,5 persen mengatakan diseminasi ada SOP atau sejenisnya di instansi
pengetahuan dilakukan melalui metode mereka, dengan opsi jawaban:
“pelatihan”, 25,8 persen dengan
menggunakan metode “mentoring”, 24,2 a. Ya
persen responden mengatakan b. Tidak
menggunakan metode dokumentasi dan
yang paling sedikit adalah mereka yang Pada Bappeda Kabupaten Sragen,
mengatakan menggunakan metode rotasi sebanyak 73,9 persen responden
(14,5%). menyatakan “Ya” ada SOP atau
sejenisnya dan hanya 26,1 persen yang
Penjelasan lebih jauh dapat dilihat mengakui belum ada SOP atau
dari hasil wawancara dengan Kepala sejenisnya. Lebih lanjut Kabid Pendataan
Bidang Kesra dan Pemerintahan Bappeda dan Survei mengatakan bahwa standar
Kota Surabaya. Menurutnya, pelatihan pelayanan dan SOP pelayanan sudah ada
digunakan untuk menterap pengetahuan bahkan sudah dibuatkan peraturannya
dari luar dimana biasanya pegawai tetapi yang menjadi masalah adalah
Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114
109
implementasi dari standar pelayanan Walaupun demikian, dari interview
dan SOP yang belum digunakan dengan Kabid Pendataan dan Survei
sepenuhnya pada proses pelayanan. diketahui bahwa SOP ada peraturan yang
Lagi-lagi dapat dikatakan bahwa standar mengatur dan sudah dievaluasi tetapi
pelayanan dan SOP masih hanya sekedar penggunaannya dalam bekerja masih
dokumen persyaratannya dan belum kadang-kadang. Hal ini dapat diartikan
dibudayakan pada perilaku pelayanan. bahwa SOP belum dijadikan perilaku
dalam melakukan proses pekerjaan,
Untuk responden pada Bappeda Kota
tetapi baru sekedar untuk kelengkapan
Surabaya bahkan 91,7 persen
administrasi.
mengatakan “Ya” ada SOP dan hanya 8,3
persen mengatakan “tidak ada”. Hal ini Untuk responden pada Bappeda Kota
dikonfirmasi oleh unsur pimpinan yang Surabaya, sebanyak 79,2 persen
dalam hal ini Kepala Bidang Kesra dan mengatakan “selalu” menggunakan SOP
Pemerintahan yang mengatakan bahwa dalam bekerja, dan hanya 20,8 persen
SOP dan sejenisnya memiliki peranan yang mengatakan “kadang-kadang”
yang sangat penting, dimana pada setiap menggunakan SOP dalam bekerja.
kegiatan perencanaan dan pelaporan Menurut Kepala Bidang Kesra dan
terdapat SOP dan prosedur tetap. Hal ini Pemerintahan Bappeda Kota Surabaya,
berdampak pada lancarnya kegiatan. SOP atau Job Description dan Prosedur
Karena sifat pekerjaan di Bappeda tidak Tetap adalah aspek penting dalam
hanya menyangkut program dan kegiatan organisasi yang sangat dinamis yang
internal organisasi maka SOP dan Protap cenderung mengalami perubahan.
sangat penting untuk menjadi Perubahan tersebut dilakukan karena
pedoman bagi internal maupun tuntutan peraturan atau tuntutan
eksternal organisasi. kebutuhan masyarakat. Dalam
pelaksanaan Musrenbang misalnya,
Indikator selanjutnya yang terkait
Pra-Musrenbang dilakukan dengan
aplikasi pengetahuan adalah
menggunakan teknologi informasi.
penggunaan SOP dalam bekerja sebagai
Semua program bisa dilakukan secara
salah satu bentuk aplikasi pengetahuan.
online berdasarkan kriteria yang telah
Untuk itu, bagi yang menjawab “Ya” pada
ditentukan oleh Bappeda sehingga
pertayaan sebelumnya ditanya lebih jauh
semua kegiatan dapat berjalan secara
apakah menggunakannya secara nyata
efektif dan efisien.
dalam bekerja, dengan alternatif
jawaban: Lebih lanjut Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda kota Surabaya
a. Selalu
menjelaskan SOP, Job Description, dan
b. Kadang-kadang Prosedur tetap merupakan pedoman
c. SOP hanya sebagai kelengkapan yang harus dipatuhi oleh seluruh
administratif pegawai. Dalam pengajuan usulan
kegiatan dan anggaran oleh SKPD
d. Tidak pernah misalnya, pegawai pada unit yang
Pada Bappeda Kabupaten Sragen menangani perencanaan SKPD tertentu
65,2 persen responden mengatakan harus memenuhi syarat-syarat yang telah
“selalu” menggunakan SOP dalam ditetapkan.
bekerja, 30,4 persen mengatakan Indikator selanjutnya dari aplikasi
“kadang-kadang” menggunakan SOP atau pemanfaatan pengetahuan adalah
dalam bekerja, dan hanya 4,3 persen melakukan evaluasi kegiatan untuk
yang mengatakan “SOP hanya sebagai mengetahui kekurangan dan hambatan
kelengkapan administrasi” saja. dari pelaksanaan tugas, sehingga bisa
Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114
110