Anda di halaman 1dari 347

FILSAFAT

PENDIDIKAN

Dr. Sardianto Markos Siahaan, M.Si., M.Pd.

PENERBIT PERCETAKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002, bahwa:

Kutupian Pasal 113

(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagai
mana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf h
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana dengan paling banyak Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagai
mana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau
huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 empat) tahun dan/atau pidana dengan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
4.000.000.000,- (empat miliar rupiah)
FILSAFAT
PENDIDIKAN

EDISI PERTAMA

Dr. Sardianto Markos Siahaan, M.Si., M.Pd.


FILSAFAT PENDIDIKAN
Edisi Pertama
Copyright @ 2019

Penulis:

Dr. Sardianto Markos Siahaan, M.Si., M.Pd.

Desain Sampul

Fikri Yandi Kurniawan, S.Pd., M.Pd.

Penata Letak

Izzah Tiari, S.Pd., M.Pd.

Percetakan

Universitas Sriwijaya

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha pengasih,


karena atas berkat dan rahmatNya buku Filsafat Pendidikan ini dapat selesai
tepat pada waktunya.

Penulis mengharapkan nantinya buku ini dapat menjadi referensi bagi


mahasiswa, dosen maupun guru. Latar belakang penulisan buku ini
dikarenakan terbatasnya referensi yang dapat digunakan mahasiswa
maupun dosen dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan. Buku ini disusun
dengan memuat penjelasan yang didasarkan sumber referensi yang
terpacaya.

Buku Filsafat Pendidikan ini disediakan dalam bentuk cetak maupun


digital yang dapat diakses di laptop / komputer (dengan sistem operasi
windows). Dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat memiliki
pengetahuan yang memadai tentang konsep, teori pendidikan dan filsafat
pendidikan sehingga nantinya data diterapkan dalam dunia pendidikan.
Walaupun demikian, penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan dan kekeliruan pada buku edisi pertama ini. Oleh karena itu,
diharapkan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan buku ini pada
edisi selanjutnya agar nantinya buku ini dapat menjadi referensi yang benar-
benar berkualitas.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak


Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaf, MSCE (Rektor Universitas Sriwijaya) yang telah
memberikan dukungan pembiayaan melalui dana penelitian unggulan
kompetitif dengan anggaran DIPA Badan Layanan Umum Universitas
Sriwijaya tahun anggaran 2019 No. SP DIPA-042.01.2.400953/2019, tanggal
05 Desember 2018, sesuai dengan SK Rektor Penelitian Unggulan Kompetitif
i
Nomor: 0015/UN9/SK.LP2M.PT/2019, tanggal 21 Juni 2019. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Sofendi, MA., PhD (Dekan FKIP
Universitas Sriwijaya), Prof. Dr. Mulyadi Eko, M.Pd. (Sekretaris Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sriwijaya), Dr. Ismet,
M.Si (Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Sriwijaya) dan Dr.
Ketang Wiyono, M.Pd (Koordinator Program Studi Pendidikan Fisika FKIP
Universitas Sriwijaya) yang telah bersedia membaca dan memberikan
masukan berharga untuk perbaikan buku ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa


pendidikan fisika FKIP Unsri terutama angkatan 2017 yang telah ikut
memberikan berbagai kontribusi hingga selesainya penulisan buku ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Fikri dan Izzah yang telah
mendesain sampul buku ini serta memberikan pemikiran tentang desain
buku digital. Penulis juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penerbitan buku ini.

Semoga buku Filsafat Pendidikan ini bermanfaat untuk memajukan


dunia pendidikan dimasa yang akan datang.

Palembang, Oktober 2019


Penulis,

Dr. Sardianto Markos Siahaan, M.Si., M.Pd.

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN ................................................................. 1
1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 1
1.2 Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia ........................................ 2
1.2.1 Hakikat Manusia .................................................................................... 2
1.3 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan ................................... 15
1.3.1 Asas-asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia.... 15
1.3.2 Asas-asas Kemungkinan Pendidikan................................................. 21
BAB II MAKNA DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ....................................... 27
2.1 Pendahuluan ................................................................................................. 27
2.2 Makna Filsafat dan Pendidikan .................................................................. 28
2.2.1 Makna Filsafat ....................................................................................... 28
2.2.2 Arti Pendidikan .................................................................................... 31
2.3 Konsep Filsafat Pendidikan......................................................................... 33
2.4 Lingkup Filsafat Pendidikan ....................................................................... 38
2.5 Sifat Filsafat Pendidikan Mode Penyelidikan Filsafat ............................. 40
2.6 Fungsi Filsafat Pendidikan .......................................................................... 43
2.7 Hubungan antara Filosofi Mengajar dan Gaya Mengajar ....................... 44
2.7.1. Sifat Pelajar ........................................................................................... 45
2.7.2 Sifat Materi Subjek................................................................................ 45

iii
2.7.3 Bagaimana seharusnya Subjek membimbing kegiatan belajar
siswa? .............................................................................................................. 46
2.7.4 Tren perilaku untuk melaksanakan Posisi Filsafat seseorang ........ 47
Tugas/ Pertanyaan............................................................................................. 48
BAB III ALIRAN FILSAFAT IDEALISME ......................................................................... 49
3.1 Pendahuluan ................................................................................................. 49
3.2. Aliran Filsafat Idealisme ............................................................................. 51
3.3. Idealisme dan Filsafat Pendidikan ............................................................ 55
BAB IV FILSAFAT MATERIALISME .............................................................................. 65
4.1 Pendahuluan ................................................................................................. 65
4.2 Pengertian Filsafat Materialisme ................................................................ 66
4.3 Karakteristik Materialisme .......................................................................... 68
4.4 Ciri-ciri filsafat Materialisme: ..................................................................... 69
4.5 Sejarah Perkembangan Aliran Filsafat Materialisme ............................... 69
4.6 Tokoh Filsafat Aliran Materialisme ............................................................ 71
4.7 Macam-Macam Aliran Materialisme ......................................................... 80
4.7.1 Materialisme Mekanik ......................................................................... 80
4.7.2 Materialisme Dialektis/Dialektika ..................................................... 81
4.7.3 Materialisme Extrim ............................................................................. 82
4.7.4 Materialisme Metafisik ........................................................................ 82
4.7.5 Materialisme Vitalistis ......................................................................... 82
4.7.6 Materialisme Modern ........................................................................... 83
4.8 Implementasi Aliran Materialisme dalam Dunia Pendidikan ................ 83
4.8.1 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme ................. 83
4.8.2 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Behaviorisme ............. 83
iv
4.8.3 Pandangan Materialisme Terhadap Implikasi Pendidikan ............. 84
4.9 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Materialisme dalam
Pendidikan .......................................................................................................... 86
4.10 Kesimpulan ............................................................................................ 87
BAB V FILSAFAT REALISME ....................................................................................... 93
5.1 Pendahuluan ................................................................................................. 93
5.2 Pengertian Aliran Realisme ......................................................................... 95
5.3 Sejarah Aliran Realisme ............................................................................... 96
5.4 Tokoh Aliran Realisme ................................................................................ 97
5.5 Karya-karya Aristoteles ............................................................................. 100
5.6 Bentuk-Bentuk Aliran Realisme ............................................................... 103
5.6.1 Realisme Rasional ............................................................................... 103
5.6.2 Realisme Klasik ................................................................................... 104
5.6.3 Realisme Religius................................................................................ 104
5.6.3 Realisme Natural Ilmiah .................................................................... 105
5.6.4 Neo Realisme dan Realisme Kritis ................................................... 105
5.7 Jenis-jenis Aliran Realisme Modern ......................................................... 106
5.8 Ciri-ciri Kelompok yang Mengikuti Aliran Realisme ............................ 106
5.9 Konsep Filsafat Menurut Aliran Realisme .............................................. 107
5.10 Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan
............................................................................................................................ 113
5.11 Implikasi Filsafat Realisme dalam Pendidikan ..................................... 114
1. Tujuan Pendidikan .................................................................................. 114
2. Kurikulum ................................................................................................ 114
5.12 Kelebihan dan Kelemahan Aliran Realisme dalam Pendidikan ......... 115
v
5.13 Kesimpulan ............................................................................................... 116
BAB VI FILSAFAT PRAGMATISME ............................................................................ 119
6.1 Pendahuluan .............................................................................................. 119
6.2 Pengertian Pragmatisme............................................................................ 121
6.3 Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme .......................................................... 125
6.4 Aliran-Aliran Dalam Pragmatisme ......................................................... 130
6.5 Implikasi Pragmatisme dalam pendidikan ............................................. 132
BAB VII FILSAFAT PROGRESIVISME ......................................................................... 143
7.1 Pendahuluan ............................................................................................... 143
7.2 Pengertian Filsafat Progresivisme ........................................................... 145
7.3 Latar Belakang Munculnya Filsafat Progresivisme ................................ 146
7.4 Tokoh-tokoh aliran Filsafat Progresivisme ............................................. 148
7.5 Pandangan Filsafat Progresivisme Tentang Pendidikan ....................... 150
7.6 Kesimpulan ................................................................................................. 158
Soal Latihan....................................................................................................... 159
BAB VIII FILSAFAT EKSISTENSIALISME .................................................................... 167
8.1 Pendahuluan ............................................................................................... 167
8.2 Pengertian Filsafat Eksistensialisme ........................................................ 168
8.3 Sejarah Filsafat Eksistensialisme............................................................... 169
8.4 Tokoh-tokoh Filsafat Eksistensialisme ..................................................... 170
8.5 Implikasi Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan .......................... 173
8.6 Implikasi filsafat Eksistensialisme dalam Kehidupan Sehari-hari ....... 175
8.7 Kesimpulan ................................................................................................. 177
BAB IX FILSAFAT ESSENSIALISME ........................................................................... 179

vi
9.1 Pendahuluan ............................................................................................... 179
9.2 Pengertian Filsafat Esensialisme ............................................................... 181
9.3 Esensialisme dalam Pendidikan ............................................................... 182
9.4 Ciri-Ciri Aliran Esensialisme .................................................................... 183
9.5 Latar Belakang Munculnya Esensialisme ................................................ 183
9.6 Tokoh-tokoh Aliran Essensialisme dan Pandangannya Mengenai
Pendidikan ........................................................................................................ 185
9.7 Konsep Pendidikan Esensialisme ............................................................. 194
9.7.1 Gerakan Back to Basic ........................................................................ 194
9.7.2 Prinsip-Prinsip Essensialisme dalam Pendidikan .......................... 195
9.8 Peranan dan Fungsi Esensialisme dalam Pendidikan ........................... 195
9.9 Pandangan Aliran Essensialisme di Bidang Pendidikan ....................... 196
9.9.1 Pandangan mengenai belajar ............................................................ 196
9.9.2 Pandangan mengenai kurikulum ..................................................... 197
9.9.3 Pandangan mengenai Teori Pendidikan ......................................... 200
9.9.4 Pandangan dan Sikap tentang Aliran Essensialisme ..................... 202
9.10 Kelebihan dan Kelemahan Aliran Essensialisme ............................ 205
9.11 Kesimpulan ............................................................................................... 206
Tugas dan Latihan ............................................................................................ 208
Jawaban ............................................................................................................. 208
Tugas / Pertanyaan.......................................................................................... 215
BAB X FILSAFAT PERENIALISME............................................................................... 217
10.1 Pendahuluan ............................................................................................. 217
10.2 Pengertian Aliran Perenialisme secara Etimologi dan Terminologi .. 219
10.2.1 Pengertian secara Etimologi ............................................................ 219
vii
10.2.2 Pengertian secara Terminologi ....................................................... 219
10.2.3 Pengertian Aliran Perenialisme ...................................................... 220
10.3 Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme ......................................... 221
10.3.1 Pandangan Filsuf Atau Tokoh Aliran Perenialisme ..................... 223
10.4 Hakikat Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme.............................. 228
10.5 Konsep Dasar Aliran Perenialisme......................................................... 229
10.5.1 Tentang pendidikan ......................................................................... 229
10.5.2 Tujuan Pendidikan ........................................................................... 230
10.5.3 Hakikat Guru .................................................................................... 230
10.5.4 Hakikat Murid .................................................................................. 231
10.5.5 Proses Belajar Mengajar ................................................................... 231
10.5.6 Kurikulum ......................................................................................... 233
10.6 Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme ............................................ 234
10.7 Implikasi Aliran PerenialismedalamPendidikan.................................. 235
10.7.1 Pendidikan ........................................................................................ 235
10.7.2 Tujuan pendidikan ........................................................................... 235
10.7.4 Kurikulum ......................................................................................... 236
10.7.5 Metode ............................................................................................... 236
10.7.6 Peranan guru dan peserta didik .......................................................... 236
10.8 Kelebihan Dan Kelemahan Aliran Perenialisme .................................. 236
10.8.1 Kelebihan ........................................................................................... 236
10.8.2 Kelemahan ......................................................................................... 237
10.9 Kesimpulan ............................................................................................... 238
Latihan ............................................................................................................... 239

viii
BAB XI FILSAFAT BEHAVIORISME ............................................................................ 241
11.1 Pendahuluan ............................................................................................. 241
11.2 Ciri Teori Belajar Behaviorisme .............................................................. 243
11.3 Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme ............................................ 244
11.3.1 Reinforcement and Punishment ..................................................... 244
11.3.2 Primary and Secondary Reinforcement ......................................... 245
10.3.3 Schedules of Reinforcement ............................................................ 246
11.3.4 Contingency Management .............................................................. 246
11.3.5 Stimulus Control in Operant Learning .......................................... 247
11.4 Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme ......................................... 248
11.5 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme .................................................... 249
11.6 Tujuan Pembelajaran Behaviorisme ....................................................... 250
BAB XII FILSAFAT KONSTRUKTIVISME ..................................................................... 257
12.1 Pendahuluan ............................................................................................. 257
12.2 Macam-Macam Konstruktivisme ........................................................... 259
12.2 1 Konstruktivisme personal ............................................................... 259
12.2.2 Konstruktivisme sosial..................................................................... 262
12.3 Implementasi Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan ................ 265
10.4 Kesimpulan ............................................................................................... 268
BAB XIII FILSAFAT NATURALISME............................................................................ 277
13.1 Pendahuluan ............................................................................................. 277
13.2 Pengertian Filsafat Naturalisme ............................................................. 278
13.3 Sejarah Dan Perkembangan Filsafat Naturalisme ................................ 279
13.4 Tokoh-Tokoh Yang Menganut Aliran Filsafat Naturalisme ............... 280

ix
13.5 Pandangan Filsafat Naturalisme Terhadap Pendidikan...................... 283
13.6 Kesimpulan ............................................................................................... 285
BAB XIV ................................................................................................................ 291
FILSAFAT PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA.......................................................... 291
14.1 Pendahuluan ............................................................................................. 291
14.2 Hakikat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) .............................. 292
14.3 Tokoh-Tokoh pendidikan yang berpengaruh pada Ki Hadjar
Dewantara ......................................................................................................... 295
14.3.1 Pestalozzi ........................................................................................... 295
14.3.2 Froebel ............................................................................................... 296
14.3.2 Maria Montessori .............................................................................. 296
14.4 Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam
pembelajaran Fisika ......................................................................................... 296
14.5 Kesimpulan ............................................................................................... 298
Latihan ............................................................................................................... 298
BAB XV FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA .............................................................. 299
15.1 Pendahuluan ............................................................................................. 299
15.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ............................................................ 302
15.2.1 Ajaran Metafisika dan Ontologi Pancasila .................................... 303
15.2.2 Epistomologi Pancasila .................................................................... 304
15.2.3 Aksiologi Pancasila .......................................................................... 305
15.3 Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional .. 305
15.4 Kesimpulan ............................................................................................... 307
BAB XVI FILSAFAT PENDIDIKAN BENJAMIN SAMUEL BLOOM ...................................... 309
16.1 Pendahuluan ............................................................................................. 309
x
16.2 Biografi Benjamin Samuel Bloom ........................................................... 310
16.3 Filsafat Pendidikan: Benjamin S. Bloom ................................................ 311
16.4 Revisi Taksonomi Bloom ......................................................................... 315
16.5 Prinsip Belajar yang Menjadi Landasan Filsafat Pendidikan Taksonomi
Bloom ................................................................................................................. 316
16.6 Kesimpulan ............................................................................................... 318
Latihan ............................................................................................................... 319
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................................... 320
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 321

xi
xii
BAB I

HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN

1.1 Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan pikiran,
perasaan dan alam bawah sadar. Oleh karenanya, manusia membutuhkan
pendidikan untuk mengembangkan kehidupannya demi memuaskan rasa
keingintahuannya. Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaannya yang lain. Hal yang
paling penting dalam membedakan manusia dengan makhluk lainnya
adalah bahwa manusia dilengkapi dengan pikiran, perasaan, dan keyakinan
untuk mempertinggi kualitas hidupnya di dunia.

Pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik untuk mengubah


sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Pendapat lain
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak tersebut cakap dalam
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

Bab 1 ini akan membantu Anda untuk memahami berbagai pengertian


dan aspek hakikat manusia dan berbagai aplikasi aspek hakikat manusia
terhadap pendidikan. Materi dalam modul ini dapat membantu Anda dalam
mengembangkan wawasan kependidikan Anda, yang kemudian dapat
berfungsi sebagai asumsi dalam rangka praktik pendidikan maupun studi
pendidikan selanjutnya.

1
FILSAFAT PENDIDIKAN

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 1 ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan:

1. pengertian dan hakikat manusia;


2. aspek-aspek hakikat manusia;
3. asas-asas keharusan atau perlunya pendidikan;
4. adanya asas-asas kemungkinan pendidikan;
5. pendidikan sebagai humanisasi;
6. pendidikan dan hak asasi manusia.

1.2 Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia

1.2.1 Hakikat Manusia


Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk
mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia
tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi
juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam rentang ruang dan waktu,
manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri. Hakikat
manusia dipelajari melalui berbagai pendekatan (common sense, ilmiah,
filosofis, religi) dan melalui berbagai sudut pandang (biologi, sosiologi,
antropobiologi, psikologi, politik).
Dalam kehidupannya yang riil manusia menunjukkan keragaman dalam
berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan
sebagaimana dikemukakan di atas, pengetahuan tentang manusia pun
bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut pandang dalam melakukan
studinya. Alasannya bukankah karena mereka semua adalah manusia maka
harus diakuikesamaannya sebagai manusia? (M.I. Soelaiman, 1988).
Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini
disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab dengan karakteristik
esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai manusia
2
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

yang berbeda dari yang lainnya. Contoh: manusia adalah animal rasional,
animal symbolicum, homo feber, homosapiens, homo sicius, dan sebagainya.
Mencari pengertian hakikat manusia merupakan tugas metafisika, lebih
spesifik lagi adalah tugas antropologi (filsafat antropologi). Filsafat
antropologi berupaya mengungkapkan konsep atau gagasan-gagasan yang
sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan karakteristik
yang sifatnya mendasar tentang manusia, berupaya menemukan
karakteristik yang secara prinsipil (bukan gradual) membedakan manusia
dari makhluk lainnya. Antara lain berkenaan dengan: (1) asal-usul
keberadaan manusia, yang mempertanyakan apakah ber-ada-nya manusia
di dunia ini hanya kebetulan saja sebagai hasil evolusi atau hasil ciptaan
Tuhan?; (2) struktur metafisika manusia, apakah yang esensial dari manusia
itu badannya atau jiwanya atau badan dan jiwa;(3) berbagai karakteristik
dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan
individualitas, sosialitas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengertian
hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar
tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat
manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” (principe de’etre) manusia.
Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan
tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang
memiliki sesuatu martabat khusus” (Louis Leahy, 1985). Aspek-aspek
hakikat manusia, antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh:
manusia sebagai makhluk Tuhan), struktur metafisikanya (contoh: manusia
sebagai kesatuan badan-roh), serta karakteristik dan makna eksistensi
manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai
makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan
sebagai makhluk beragama).

3
FILSAFAT PENDIDIKAN

1.2.1.1 ASPEK-ASPEK HAKIKAT MANUSIA

1.2.1.1.1 Manusia sebagai Makhluk Tuhan


Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan
oleh Tuhan YME. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan
suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi
ini. Kitab suci menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan
mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti Turab, Thien, Shal-shal,
dan Sualalah.

Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan


penyadaran diri (self-awarness). Oleh karena itu, manusia adalah subjek yang
menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala
sesuatu yang ada di luar dirinya (objek). Selain itu, manusia bukan saja
mampu berpikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar
tentang pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari
perbedaannya dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam
semesta manusia merupakan bagian dari padanya. Oleh sebab itu, selain
mempertanyakan asal usul alam semesta tempat ia berada, manusia pun
mempertanyakan asal-usul keberadaan dirinya sendiri.

Terdapat dua pandangan filsafat yang berbeda tentang asal-usul


alam semesta, yaitu (1) Evolusionisme dan (2) Kreasionisme. Menurut
Evolusionisme, alam semesta menjadi ada bukan karena diciptakan oleh sang
pencipta atau prima causa, melainkan ada dengan sendirinya, alam semesta
berkembang dari alam itu sendiri sebagai hasil evolusi. Sebaliknya,
Kreasionisme menyatakan bahwa adanya alam semesta adalah sebagai hasil
ciptaan suatu Creative Cause atau Personality yang kita sebut sebagai Tuhan
YME (J. Donal Butler, 1968). Menurut Evolusionisme beradanya manusia di
alam semesta adalah sebagai hasil evolusi. Hal ini, antara lain dianut oleh
Herbert Spencer (S.E. Frost Jr., 1957) dan Konosuke Matsushita (1997).
Sebaliknya, Kreasionisme menyatakan bahwa beradanya manusia di alam
4
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

semesta sebagai makhluk (ciptaan) Tuhan. Filsuf yang berpandangan


demikian, antara lain Thomas Aquinas (S.E. Frost Jr., 1957) dan Al-Ghazali
(Ali Issa Othman, 1987).

Dari kedua pandangan di atas (Evolusionisme dan Kreasionisme),


pandangan manakah yang dapat Anda terima? Coba bandingkan dengan
keyakinan Anda!

Kita memang tak dapat memungkiri tentang adanya proses evolusi


di alam semesta termasuk pada diri manusia, namun atas dasar keyakinan
agama tentu saja kita tak dapat menerima pandangan yang menyatakan
beradanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil evolusi dari
alam itu sendiri tanpa Pencipta. Di dalam metafisika khususnya dalam
kosmologi, paham evolusionisme juga ditentang melalui apa yang dikenal
sebagai argumen kosmologi yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang
ada harus mempunyai suatu sebab. Adanya alam semesta termasuk di
dalamnya manusia adalah sebagai akibat. Dalam pengalaman hidup, kita
menemukan adanya rangkaian sebab-akibat. Sebab pertama adalah sumber
bagi sebab-sebab yang lain, tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai
"Pribadi" atau "Khalik". Argumen semacam ini antara lain dikemukakan
oleh Muhammad Baqir Ash-Shadr (1991) dan Thomas Aquinas (Titus, et.al.,
1959).

Oleh karena manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan YME


maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami sendiri
adanya fenomena kemakhlukan (M.I. Soelaeman, 1988), antara lain berupa
pengakuan atas kenyataan adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia
daripada Tuhannya. Manusia merasakan dirinya begitu kecil dan rendah di
hadapan Tuhannya Yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Manusia memiliki
keterbatasan dan ketidakberdayaannya, manusia serba tidak tahu,
sedangkan Tuhan serba Maha Tahu. Manusia bersifat fana, sedangkan
Tuhan bersifat abadi, manusia merasakan kasih sayang Tuhannya, namun

5
FILSAFAT PENDIDIKAN

ia pun tahu begitu pedih siksa-Nya. Semua itu melahirkan rasa cemas dan
takut pada diri manusia terhadap Tuhannya, tetapi di balik itu diiringi pula
dengan rasa kagum, rasa hormat, dan rasa segan karena Tuhannya begitu
luhur dan suci. Semua itu menggugah kesediaan manusia untuk bersujud
dan berserah diri kepada penciptanya. Selain itu, menyadari akan maha
kasih sayangnya Sang Pencipta maka kepada-Nya manusia berharap dan
berdoa. Dengan demikian, dibalik adanya rasa cemas dan takut itu muncul
pula adanya harapan yang mengimplikasikan kesiapan untuk mengambil
tindakan dalam hidupnya. Adapun hal tersebut dapat menimbulkan
kejelasan akan tujuan hidupnya, menimbulkan sikap positif dan familiaritas
akan masa depannya, menimbulkan rasa dekat dengan penciptanya.

1.2.1.1.2 Manusia sebagai Kesatuan Badan–Roh


Para filsuf berpendapat yang berkenaan dengan struktur metafisik
manusia. Terdapat empat paham mengenai jawaban atas permasalahan
tersebut, yaitu Materialisme, Idealisme, Dualisme, dan paham yang
mengatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.

Materialisme. Gagasan para penganut Materialisme, seperti Julien de La


Mettrie dan Ludwig Feuerbach bertolak dari realita sebagaimana dapat
diketahui melalui pengalaman diri atau observasi. Oleh karena itu, alam
semesta atau realitas ini tiada lain adalah serba materi, serba zat, atau benda.
Manusia merupakan bagian dari alam semesta sehingga manusia tidak
berbeda dari alam itu sendiri. Sebagai bagian dari alam semesta, manusia
tunduk pada hukum alam, hukum kualitas, hukum sebab-akibat atau
stimulus-respon. Manusia dipandang sebagai hasil puncak mata rantai
evolusi alam semesta sehingga mekanisme tingkah lakunya (stimulus-
respon) semakin efektif. Yang esensial dari manusia adalah badannya,
bukan jiwa atau rohnya. Manusia adalah apa yang nampak dalam
wujudnya, terdiri atas zat (daging, tulang, dan urat syaraf). Segala hal yang
6
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah pada manusia dipandang hanya


sebagai resonansi saja dari berfungsinya badan atau organ tubuh.
Pandangan hubungan antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai
Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968).

Idealisme. Bertolak belakang dengan pandangan materialisme,


penganut Idealisme menganggap bahwa esensi diri manusia adalah jiwanya
atau spiritnya atau rohaninya, hal ini sebagaimana dianut oleh Plato.
Sekalipun Plato tidak begitu saja mengingkari aspek badan, namun menurut
dia, jiwa mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada badan. Dalam
hubungannya dengan badan, jiwa berperan sebagai pemimpin badan,
jiwalah yang mempengaruhi badan karena itu badan mempunyai
ketergantungan kepada jiwa. Jiwa adalah asas primer yang menggerakkan
semua aktivitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memiliki daya. Pandangan
tentang hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Spiritualisme
(J.D.Butler, 1968).

Dualisme. Dalam uraian terdahulu tampak adanya dua pandangan


yang bertolak belakang. Pandangan pihak pertama bersifat monis–materialis,
sedangkan pandangan pihak kedua bersifat monis– spiritualis. C.A. Van
Peursen (1982) mengemukakan paham lain yang secara tegas bersifat
dualistik, yakni pandangan dari Rene Descartes. Menurut Descartes, esensi
diri manusia terdiri atas dua substansi, yaitu badan dan jiwa. Oleh karena
manusia terdiri atas dua substansi yang berbeda (badan dan jiwa) maka
antara keduanya tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi (S.E. Frost
Jr., 1957), namun demikian setiap peristiwa kejiwaan selalu paralel dengan
peristiwa badaniah atau sebaliknya. Contohnya, jika jiwa sedih maka secara
paralel badanpun tampak murung atau menangis. Pandangan hubungan
antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai Paralelisme (J.D. Butler,
1968).

7
FILSAFAT PENDIDIKAN

Sebagai kesatuan badani-rohani, manusia hidup dalam ruang dan


waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai
kebutuhan, insting, nafsu, serta mempunyai tujuan. Selain itu, manusia
mempunyai potensi untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan
potensi untuk berbuat baik, potensi untuk mampu berpikir (cipta), potensi
berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa), dan memiliki potensi
untuk berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia memiliki aspek
individualitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan, dan keberagaman.
Implikasinya maka manusia itu berinteraksi atau berkomunikasi, memiliki
historisitas, dan dinamika.

1.2.1.1.3 Manusia sebagai Makhluk Individu


Sebagaimana Anda alami bahwa manusia menyadari keberadaan
dirinya sendiri. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan
perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai
pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia.
Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi,
memiliki perbedaan dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat unik
dan merupakan subjek yang otonom.

Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara
aspek badani dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai perbedaan
sehingga bersifat unik. Perbedaan ini baik berkenaan dengan postur
tubuhnya, kemampuan berpikirnya, minat dan bakatnya, dunianya, serta
cita-citanya. Pernahkah Anda menemukan anak kembar siam? Manusia
kembar siam sekalipun, tak pernah memiliki kesamaan dalam
keseluruhannya. Setiap manusia mempunyai dunianya sendiri, tujuan
hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya menunjukkan
eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita-cita untuk

8
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

menjadi seseorang tertentu, dan masing-masing mampu menyatakan "inilah


aku" di tengah-tengah segala yang ada.

Setiap manusia mampu menempati posisi, berhadapan, menghadapi,


memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (otonom). Oleh karena itu,
manusia adalah subjek dan tidak boleh dipandang sebagai objek. Berkenaan
dengan hal ini, Theo Huijbers menyatakan bahwa "manusia mempunyai
kesendirian yang ditunjukkan dengan kata pribadi" (Soerjanto P. dan K.
Bertens, 1983); adapun Iqbal menyatakannya dengan istilah individualitas
atau khudi (K.G. Syaiyidain, 1954).

1.2.1.1.4 Manusia sebagai Makhluk Sosial


Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap
individu menempati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap
individu mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka
juga mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan
sesamanya. Selain adanya kesadaran diri, terdapat pula kesadaran sosial
pada manusia. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat
mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini, Aristoteles menyebut
manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat (Ernst
Cassirer, 1987).

Terdapat hubungan pengaruh timbal balik antara individu dengan


masyarakatnya. Ernst Cassirer menyatakan: manusia takkan menemukan
diri, manusia takkan menyadari individualitasnya, kecuali melalui
perantaraan pergaulan sosial. Adapun Theo Huijbers mengemukakan
bahwa dunia hidupku dipengaruhi oleh orang lain sedemikian rupa
sehingga demikian mendapat arti sebenarnya dari aku bersama orang lain
itu (Soerjanto P. dan K. Bertens, 1983). Sebaliknya, terdapat pula pengaruh

9
FILSAFAT PENDIDIKAN

dari individu terhadap masyarakatnya. Masyarakat terbentuk dari individu-


individu, maju mundurnya suatu masyarakat akan ditentukan oleh
individu-individu yang membangunnya.

Oleh karena setiap manusia adalah pribadi (individu) dan adanya


hubungan pengaruh timbal balik antara individu dengan sesamanya maka
idealnya situasi hubungan antara individu dengan sesamanya itu tidak
merupakan hubungan antara subjek dengan objek, melainkan subjek
dengan subjek. Martin Burber menyebut situasi hubungan yang terakhir itu
sebagai hubungan I-Thou (Maurice S. Friedman, 1954). Berdasarkan hal itu
dan karena terdapat hubungan timbal-balik antara individu dengan
sesamanya dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing-masing,
maka hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan
sosialitas pada setiap manusia.

1.2.1.1.5 Manusia sebagai Makhluk Berbudaya


Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan,
hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan dengan
kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang
nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas
dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena
bersama kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957). Sejalan dengan ini, Ernst
Cassirer menegaskan bahwa "manusia tidak menjadi manusia karena
sebuah faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri atau akal budi,
melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya.
Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia" (C.A. Van Peursen,
1988).

Sebagaimana dinyatakan di atas, kebudayaan memiliki fungsi positif


bagi kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian apabila manusia

10
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaanpun dapat


menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia.
Contoh: dalam perkembangan kebudayaan yang begitu cepat, sejak abad
yang lalu kebudayaan disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis.
Martin Buber, antara lain mengemukakan keterhukuman manusia oleh
karyanya sendiri. Manusia menciptakan mesin untuk melayani dirinya,
tetapi akhirnya manusia menjadi pelayan mesin. Demikian pula dalam
bidang ekonomi, semula manusia berproduksi untuk memenuhi
kebutuhannya, tetapi akhirnya manusia tenggelam dan dikuasai produksi
(Ronald Gregor Smith, 1959).

Kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Kodrat dinamika


pada diri manusia mengimplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan
kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh kebudayaan
masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari
kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang-kadang terombang-
ambing di antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau
melestarikan bentuk-bentuk lama (tradisi), sedangkan yang lain terdorong
untuk menciptakan hal-hal baru (inovasi). Ada pergolakan yang tak
kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan
budaya (Ernst Cassirer, 1987).

1.2.1.1.6 Manusia sebagai Makhluk Susila


Menurut Immanuel Kant, manusia memiliki aspek kesusilaan karena
pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak
(categorical imperative). Contoh: jika kita meminjam barang milik orang lain
maka ada perintah yang mewajibkan untuk mengembalikan barang
pinjaman tersebut. (S.E. Frost Jr., 1957; P.A. Van Der Weij, 1988). Sehubungan
hal itu, dapatlah dipahami jika Henderson (1959) menyatakan: "Man is
11
FILSAFAT PENDIDIKAN

creature who makes moral distinctions. Only human beings question whether an act
is morally right or wrong".

Sebagai makhluk yang otonom atau memiliki kebebasan, manusia selalu


dihadapkan pada suatu alternatif tindakan yang harus dipilihnya. Hal ini
sebagaimana dikemukakan Soren Aabye Kierkegaard: "Yes, I perceive
perfectly that there are two possibilities, one can do either this or that" (Fuad Hasan,
1973). Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan
norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya. Oleh
karena manusia mempunyai kebebasan memilih dan menentukan
perbuatannya secara otonom maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan
pertanggung-jawaban atas perbuatannya.

1.2.1.1.7 Manusia sebagai Makhluk Beragama


Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial
eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku. Hal ini terdapat pada manusia manapun baik dalam rentang
waktu (dulu-sekarang-akan datang) maupun dalam rentang geografis
tempat manusia berada. Keberagamaan menyiratkan adanya pengakuan
dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu agama. Adapun yang dimaksud
dengan agama ialah "satu sistem credo (tata keimanan atau keyakinan) atas
adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; satu sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu; dan satu sistem
norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dan alam lainnya yang sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata
peribadatan termaksud di atas (Endang Saifuddin Anshari, 1982).

Seperti telah kita maklumi dari uraian terdahulu, manusia memiliki


potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Di lain

12
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu melalui utusan-utusanNya,


dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk dipikirkan oleh
manusia agar manusia beriman dan bertakwa kepadaNya. Manusia hidup
beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yang bersifat
mutlak maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan
sesuai agama yang dianut oleh masing-masing individu. Hal ini baik
berkenaan dengan sistem keyakinannya, sistem peribadatan maupun
pelaksanaan tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia serta hubungan manusia
dengan alam.

Dalam keberagamaan ini manusia akan merasakan hidupnya menjadi


bermakna. Tata cara hidup dalam berbagai aspek kehidupannya, jelas pula
apa yang menjadi tujuan hidupnya sebagai berikut.

a. Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural


dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat yang
mulia.
b. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yang luar biasa dan
tidak dapat dijelaskan: kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah
masuk ke dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yang bebas
kepadanya dunia alam world of nature, sejarah, dan masyarakat
sepenuhnya bergantung serta terus menerus.
c. Manusia adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya yang paling
menonjol. Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yang
menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap
rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa
masing-masing realita dan peristiwa.
d. Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah
satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas
kehadirannya sendiri, ia mampu mempelajari, menganalisis,
mengetahui, dan menilai dirinya.
13
FILSAFAT PENDIDIKAN

e. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini


memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan
menempatkannya di samping Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia
memiliki kekuatan ajaib semu quasi-miracolous yang memberinya
kemampuan untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya.
f. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yang ideal. Dengan ini berarti
ia tidak pernah puas dengan apa yang ada, tetapi berjuang untuk
mengubahnya menjadi apa yang seharusnya. Idealisme adalah faktor
utama dalam pergerakan dan evolusi manusia. Idealisme tidak
memberikan kesempatan untuk puas di dalam pagar-pagar kokoh
realita yang ada. Kekuatan inilah yang selalu memaksa manusia untuk
merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat, dan
mencipta dalam alam jasmaniah dan rohaniah.
g. Manusia adalah makhluk moral. Di sinilah timbul pertanyaan penting
mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yang ada antara manusia dan
setiap gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih
tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut
ikatan suci karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang
merasa rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka
demi ikatan ini.
h. Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi
uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala
yang bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur
dalam alam yang independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan
mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan
alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab
yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu
pada sistem nilai.

14
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

Gambar 1. Manusia sebagai makhluk beragama

1.3 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan


Hubungan sebab-akibat dari makna hakikat manusia terhadap
pendidikan, meliputi dua pokok permasalahan, yaitu tentang mengapa
manusia harus atau perlu dididik, dan mengapa manusia mungkin atau
dapat dididik. Dengan demikian, perlu dijelaskan tentang asas-asas
perlunya pendidikan bagi manusia sebagai implikasi dari hakikat manusia
terhadap pendidikan, dan asas-asas tentang kemungkinan pendidikan
sebagai implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan.

1.3.1 Asas-asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi


Manusia

1.3.1.1 Manusia sebagai Makhluk yang Belum Selesai


Manusia disebut “Homo Sapiens”, artinya makhluk yang mempunyai
kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah

15
FILSAFAT PENDIDIKAN

selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu di sekelilingnya yang


belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbullah ilmu
pengetahuan.
Dalam hidupnya manusia digerakkan sebagian oleh kebutuhan untuk
mencapai sesuatu, dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam
masyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan,
tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, dan juga tidak hanya
mempunyai sifat-sifat yang baik, namun juga mempunyai sifat-sifat yang
kurang baik.
Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, beradanya manusia
di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa Pencipta sebagaimana
diyakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan.
Berkenaan dengan ini, coba Anda simak pertanyaan berikut dan jawablah
berdasarkan pengalaman hidup Anda sendiri: setelah diciptakan Tuhan dan
setelah kelahirannya di dunia, "apakah manusia sudah selesai menjadi
manusia"?
Mari kita bandingkan antara manusia dengan benda-benda. Sama
halnya dengan manusia, benda-benda juga adalah ciptaan Tuhan. Namun
demikian, benda-benda berbeda dengan manusia, antara lain dalam hal cara
beradanya. Benda-benda hanya terletak begitu saja di dunia, tidak aktif
mengadakan "dirinya", dan tidak memiliki hubungan dengan
keberadaannya. Contohnya, sebatang kayu yang tergeletak diambil
manusia, lalu dijadikan kursi. Kayu tentu tidak aktif mengadakan "diri"nya
untuk menjadi kursi, melainkan dibuat menjadi kursi oleh manusia; dan kita
tidak dapat mengatakan bahwa kursi bertanggung jawab atas fakta bahwa
ia adalah kursi. Oleh sebab itu, dalam istilah Martin Heidegger benda-benda
di sebut sebagai "yang berada", dan bahwa benda-benda itu hanya
"vorhanden", artinya hanya terletak begitu saja di depan orang, tanpa ada
hubungannya dengan orang itu; benda-benda baru berarti sebagai sesuatu,
misalnya sebagai kursi jika dihubungkan dengan manusia yang
membuatnya, yang memeliharanya atau menggunakannya. Sebaliknya

16
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

manusia, ia bereksistensi di dunia. Artinya, manusia secara aktif


"mengadakan" dirinya, tetapi bukan dalam arti menciptakan dirinya
sebagaimana Tuhan menciptakan manusia, melainkan manusia harus
bertanggung jawab atas keberadaan dirinya, ia harus bertanggung jawab
menjadi apa atau menjadi siapa nantinya. Bereksistensi berarti
merencanakan, berbuat, dan menjadi sehingga setiap saat manusia dapat
menjadi lebih atau kurang dari keadaannya. Dalam kalimat lain dapat
dinyatakan bahwa manusia bersifat terbuka, manusia adalah makhluk yang
belum selesai "mengadakan" dirinya.
Sejalan dengan pernyataan terdahulu, telah dikemukakan bahwa
sebagai kesatuan badani-rohani manusia memiliki historisitas dan hidup
bertujuan. Oleh karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya
(misal ia berada karena diciptakan Tuhan, lahir ke dunia dalam keadaan
tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain,
dan seterusnya), serta sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai
tujuan hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan,
dan pengembangan diri. Ia adalah manusia, tetapi sekaligus "belum selesai"
mewujudkan diri sebagai manusia.

1.3.1.2 Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia


Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi ia tidak
secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai
aspek hakikat manusia.

Sebagai individu atau pribadi, manusia bersifat otonom, ia bebas


menentukan pilihannya ingin menjadi apa atau menjadi siapa di masa
depannya. Demikian halnya, benarkah bahwa mewujudkan berbagai aspek
hakikat manusia (atau menjadi manusia) adalah tugas setiap orang? Jika
setiap orang bebas menentukan pilihannya, bukankah berarti ia bebas pula
menentukan untuk tidak menjadi manusia? Memang tiap orang bebas
17
FILSAFAT PENDIDIKAN

menentukan pilihannya untuk menjadi apa atau menjadi siapa nantinya di


masa depan, tetapi sejalan dengan konsep yang telah diuraikan terdahulu
bahwa bereksistensi berarti berupaya secara aktif dan secara bertanggung
jawab untuk mengadakan diri sebagai manusia. Andaikan seseorang
menentukan pilihan dan berupaya untuk tidak menjadi manusia atau tidak
mewujudkan aspek-aspek hakikatnya sebagai manusia maka berarti yang
bersangkutan menurunkan martabat kemanusiaannya. Dalam konteks
inilah manusia menjadi kurang atau tidak manusiawi, kurang atau tidak
bertanggung jawab atas keberadaan dirinya sebagai manusia. Ia
menurunkan martabatnya dari tingkat human ke tingkat yang lebih rendah,
mungkin ke tingkat hewan, tumbuhan, atau bahkan ke tingkat benda.
Sebagai pribadi setiap orang memang otonom, ia bebas menentukan
pilihannya, tetapi bahwa bebas itu selalu berarti terikat pada nilai-nilai
tertentu yang menjadi pilihannya dan dengan kebebasannya itulah
seseorang pribadi wajib bertanggung jawab serta akan dimintai
pertanggung-jawaban. Oleh sebab itu, tiada makna lain bahwa berada
sebagai manusia adalah mengemban tugas dan mempunyai tujuan untuk
menjadi manusia, atau bertugas mewujudkan berbagai aspek hakikat
manusia. Karl Jaspers menyatakannya dalam kalimat: "to be a man is to become
a man", ada sebagai manusia adalah menjadi manusia (Fuad Hasan, 1973).
Implikasinya jika seseorang tidak selalu berupaya untuk menjadi manusia
maka ia tidaklah berada sebagai manusia.

Berbagai aspek hakikat manusia pada dasarnya adalah potensi yang


harus diwujudkan setiap orang. Oleh sebab itu, berbagai aspek hakikat
manusia merupakan sosok manusia ideal, merupakan gambaran manusia
yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia ideal tersebut
belum terwujud melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.

18
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

1.3.1.3 Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka


Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu keharusan
untuk menjadi manusia, ia diciptakan dalam susunan yang terbaik, dan
dibekali berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia. Namun demikian,
dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat terbuka atau
mengandung berbagai kemungkinan. Manusia berkembang sesuai kodrat
dan martabat kemanusiaannya atau mampu menjadi manusia, sebaliknya
mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak
sesuai dengan kodrat dan martabat kemanusiaannya.

Gehlen seorang pemikir Jerman mengemukakan hasil studi


perbandingannya tentang perkembangan struktur dan fungsi tubuh
manusia dengan binatang. Ia sampai pada kesimpulan yang sama dengan
Teori Retardasi dari Bolk, yaitu bahwa pada saat kelahirannya taraf
perkembangan manusia tidak lebih maju dari hewan, tetapi kurang maju
daripada hewan yang paling dekat dengan dia (primat) sekalipun. Manusia
lahir prematur dan tidak mengenal spesialisasi seperti hewan. "Ia adalah
makhluk yang ditandai kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982). Contoh
sebagai berikut: kerbau lahir sebagai anak kerbau, selanjutnya ia hidup
sesuai kodrat dan martabat kekerbauannya (mengkerbau atau menjadi
kerbau). Sebaliknya manusia, ia lahir sebagai anak manusia, tetapi dalam
kelanjutan hidupnya memanusia atau menjadi manusia adalah suatu
kemungkinan, mungkin ia memanusia, tetapi mungkin pula kurang atau
bahkan tidak memanusia. Jika dibandingkan dengan hewan, manusia
sepertinya dilahirkan terlalu dini. Sebelum ia disiapkan dengan spesialisasi
tertentu dan sebelum ia mampu menolong dirinya sendiri, ia sudah
dilahirkan. Akibatnya sebagi berikut.

1. Berbeda dengan hewan, kelanjutan hidup manusia menunjukkan


keragaman. Ragam dalam hal kesehatannya, dalam dimensi kehidupan
individualitasnya, sosialitasnya, keberbudayaannya, kesusilaannya, dan
keberagamaannya.
19
FILSAFAT PENDIDIKAN

2. Saat dilahirkannya, manusia belum mempunyai spesialisasi tertentu


maka spesialisasinya itu harus diperoleh setelah ia lahir dalam
perkembangan menuju kedewasaannya.

Anne Rollet mengemukakan bahwa sampai tahun 1976 para etnolog


telah mencatat kira-kira 60 anak-anak buas di seluruh dunia.Tidak diketahui
bagaimana awalnya anak-anak tersebut hidup dan dipelihara oleh binatang
yang hidup bersama atau dipelihara oleh kijang, kera, ada pula yang hidup
dengan serigala.Anak-anak tersebut tidak berperilaku bagaimana layaknya
manusia.Tidak berpakaian, agresif untuk menyerang dan menggigit, tidak
dapat tertawa, ada yang tidak dapat berjalan tegak, tidakberbahasa
sebagaimana manusia.(Intisari, No. 160 Tahun ke XIII, November1976).
Salah satu kasus serupa dikemukakan M.I. Soelaeman (1988), ia
mengemukakan suatu peristiwa yang dikenal dengan peristiwa manusia
serigala:

Seorang pemburu menemukan di tengah-tengah hutan belantara dua


orang anak sekitar enam dan tujuh tahun, ketika anak itu melihat pemburu,
mereka lari ....di atas kaki dan tangannya sambil mengeluarkan suara seperti
meraung-raung. Mereka masuk gua, mencari perlindungan pada seekor
....serigala. Tapi akhirnya kedua anak itu berhasil ditangkap dan kemudian
dibawa ke kota dan dijadikan bahan studi para ahli. Setelah melalui
kesukaran, kedua anak itu dapat dididik kembali seperti biasa.

Dari peristiwa di atas, kita dapat memahami bahwa kemampuan


berjalan tegak di atas dua kaki, kemampuan berbicara, dan kemampuan
berperilaku lainnya yang lazim dilakukan manusia yang berkebudayaan,
tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Demikian halnya dengan
kesadaran akan tujuan hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai
individualitas, sosialitasnya, tidakdibawa manusia sejak kelahirannya,
melainkan harus diperoleh manusia melalui belajar, melalui bantuan berupa
pengajaran, bimbingan, latihan, dan kegiatan lainnya yang dapat
dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Jika sejak kelahirannya
20
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

perkembangan dan pengembangan hidup manusia diserahkan kepada


dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain, kemungkinannya ia
hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.

Sampai di sini dapat dipahami bahwa manusia belum selesai menjadi


manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak
dengan sendirinya menjadi manusia, adapun untuk menjadi manusia ia
memerlukan pendidikan atau harus dididik. "Man can become man through
education only", demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori
pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil
studi M. J. Langeveld, bahkan sehubungan dengan kodrat manusia, seperti
dikemukakan Langeveld memberikan identitas kepada manusia dengan
sebutan Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980).

1.3.2 Asas-asas Kemungkinan Pendidikan


Manusia perlu dididik, implikasinya setiap orang harus melaksanakan
pendidikan dan mendidik diri. Permasalahannya: apakah manusia mungkin
atau dapat dididik? Hubungan antara manusia dengan pendidikan diawali
dari pertanyaan: "Apakah manusia dapat dididik? Ataukah manusia dapat
bertumbuh dan berkembang sendiri menjadi dewasa tanpa perlu dididik?"

Kendati disadari pengetahuan itu penting masih sering juga muncul


pertanyaan untuk apakah manusia memerlukannya? Bukankah tanpa
pengetahuan manusia juga bisa hidup. Bagi manusia, kegiatan mengetahui
merupakan kegiatan yang secara hakiki melekat pada cara beradanya
sebagai manusia. Istilahnya dalam filsafat ilmu “knowing is a mode of being”.
Secara kodrati manusia memiliki hasrat untuk mengetahui. Ada yang
hasratnya besar sehingga upaya pencarian pengetahuan sangat tinggi dan
tidak kenal menyerah. Akan tetapi, ada pula yang hasratnya rendah atau
biasa-biasa saja sehingga tidak bermotivasi mencari pengetahuan. Namun

21
FILSAFAT PENDIDIKAN

demikian, dapat dikatakan bahwa semua manusia punya keinginan untuk


tahu.

Dalam arti sempit pengetahuan hanya dimiliki makhluk yang bernama


manusia. Memang ada yang berpendapat berdasarkan instingnya, binatang
memiliki ‘pengetahuan’. Misalnya, setiap binatang tahu akan ada bahaya
yang mengancam dirinya atau ada makanan yang bisa disantap. Seekor
harimau tahu persis apa ada binatang di sekitarnya yang dapat dimangsa.
Seekor tikus juga tahu bahwa di sekitarnya ada kucing yang siap menerkam
dirinya sehingga berdasarkan instingnya dia segera mencari tempat yang
aman.

Manusia tidak dapat hidup berdasarkan instingnya saja, walau kadang-


kadang juga ada manusia yang memiliki insting yang kuat. Manusia
memiliki pengetahuan yang didasarkan atas insting sangat terbatas. Oleh
karena manusia merupakan satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang
diberi akal, maka ia dapat memperoleh pengetahuan tentang segala hal.
Hebatnya lagi, manusia tidak saja mampu memperoleh pengetahuan yang
diperlukan dalam hidupnya, tetapi juga mengembangkannya menjadi
beraneka ragam pengetahuan. Atas dasar studi fenomenologis yang
dilakukannya, M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa "manusia itu
sebagai animal educandum, dan ia memang adalah animal educabile". Jika kita
mengacu kepada uraian terdahulu tentang sosok manusia dalam berbagai
dimensinya, ada 5 asas antropologis yang mendasari kesimpulan bahwa
manusia mungkin dididik atau dapat dididik, yaitu (1) potensialitas, (2)
dinamika, (3) individualitas, (4) sosialitas, dan (5) moralitas.

22
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

1.3.2.1 Asas Potensialitas


Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai potensi yang ada
pada manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia, tetapi
untuk itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, dalam
aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan
norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang diakui. Ini adalah salah satu
tujuan pendidikan atau sosok manusia ideal berkenaan dengan dimensi
moralitas. Apakah manusia dapat atau mungkin dididik untuk mencapai
tujuan tersebut? Jawabannya adalah dapat atau mungkin sebab
sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa manusia
memiliki potensi untuk berbuat baik. Demikian pula dengan potensipotensi
lainnya. Berdasarkan hal itu maka dapat disimpulkan bahwa manusia akan
dapat dididik karena ia memiliki berbagai potensi untuk dapat menjadi
manusia.

1.3.2.2 Asas Dinamika


Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya.
Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang
telah ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan
diri agar menjadi manusia ideal baik dalam rangka interaksi atau
komunikasinya secara horizontal (manusia-manusia) maupun vertikal atau
transcendental (manusia-Tuhan).

Jika ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka


membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak
lain, manusia itu sendiri (peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi
manusia ideal. Oleh karena itu, dimensi dinamika mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.

23
FILSAFAT PENDIDIKAN

1.3.2.3 Asas Individualitas


Individu antara lain memiliki Kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda
dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai
keinginan dirinya sendiri. Sekalipun ia bergaul dengan sesamanya, ia tetap
adalah dirinya sendiri. Sebagai individu ia tidak pasif, melainkan bebas dan
aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.

Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia dalam rangka


mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya. Pendidikan bukan untuk
membentuk manusia sebagaimana kehendak pendidik dengan
mengabaikan dimensi individualitas manusia (peserta didik). Di pihak lain
manusia sesuaidengan individualitasnya berupaya untuk mewujudkan
dirinya. Oleh karena itu, individualitas manusia mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat didik.

1.3.2.4 Asas Sosialitas


Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan sesamanya, ia
butuh bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan
sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik. Setiap individu
akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Kenyataan ini
memberikan kemungkinan bagi manusia untuk dapat dididik sebab upaya
bantuan atau pengaruh pendidikan itu disampaikan justru melalui interaksi
atau komunikasi antar sesama manusia; dan bahwa manusia dapat
menerima bantuan atau pengaruh pendidikan juga melalui interaksi atau
komunikasi dengan sesamanya.

24
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

1.3.2.5 Asas Moralitas


Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan tidak
baik, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar
kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).

Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan


berdasarkan sistem nilai dan norma tertentu serta diarahkan untuk
mewujudkan manusia ideal, yaitu manusia yang diharapkan sesuai dengan
sistem nilai dan norma tertentu yang bersumber dari agama maupun
budaya yang diakui. Pendidikan bersifat normatif dan manusia memiliki
dimensi moralitas karena itu aspekmoralitas memungkinkan manusia untuk
dapat didik.

Atas dasar berbagai asas di atas, pendidikan mutlak harus dilaksanakan.


Jika berbagai asumsi tersebut diingkari, kita harus sampai pada kesimpulan
bahwa manusia tidak perlu didik, tidak akan dapat didik karena itu kita tak
perlu melaksanakan pendidikan.

Tugas/ pertanyaan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah tugas/pertanyaan berikut!
1. Jelaskanlah tentang hakikat mannusia dan aspek-aspek hakikat manusia
tersebut.

2. Jelaskan pengertian toleransi dan bersikap toleran terhadap orang lain


yang berbeda keyakinan agama dengannya. Tuliskan lima asas yang
menjadi landasan antropologisnya!

3. Pada asas dinamika, disebutkan bahwa dimensi dinamika


mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik. Dinamika yang

25
FILSAFAT PENDIDIKAN

seperti apa yang dimaksudkan dan bagaimana mengimplikasikan


dinamika tersebut dalam pendidikan?

4. Manusia sebagai makhluk sosial yaitu manusia yang dapat berinteraksi


satu sama lain merupakan salah satu aspek dari hakikat manusia,
bagaimana jika terdapat manusia yang tidak dapat menjalankan aspek
tersebut dan bagaimana cara mengatasinya?

5. Sikap toleransi haruslah dimiliki oleh setiap manusia, jika tidak, maka
akan terpecah belah. Bagaimana cara agar manusia memiliki sikap
toleransi tersebut?

6. Bagaimana konsep pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia?

7. Mengapa disebut sebagai “Manusia bersifat terbuka” dan berikan satu


contoh dalam kehidupan sehari-hari?

8. Bagaimana pelaksanaan pendidikan sesuai dengan asas-asas yang telah


disebutkan?

9. Sebutkan dan jelaskanlah sifat-sifat dari hakikat manusia!

10. Bagaimana penerapan sifat dari hakikat manusia dalam pelaksanaan


pendidikan?

11. Apakah kualitas manusia mempengaruhi berjalannya proses


pendidikan? Jika iya, jelaskan secara rinci!

26
BAB II
MAKNA DAN RUANG LINGKUP
FILSAFAT PENDIDIKAN

2.1 Pendahuluan
Filsafat dapat ditinjau sebagai ilmu maupun sebagai terapan, seperti
filsafat agama, filsafat Pancasila dan filsafat pendidikan. Kata filsafat erat
kaitannya dengan segala sesuatu yang dipikirkan oleh manusia, tetapi tidak
semua proses berpikir disebut filsafat. Filsafat dapat dikatakan sebagai
pemikiran yang meluas, mendasar dan menyeluruh dalam rangka pencarian
kebenaran atau pemahaman tentang nilai-nilai dan realitas dari sesuatu
yang sedang dipikirkan dengan cara yang sistematis dan rasional. Dikatakan
sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, dan
teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Ini menandakan bahwa
manusia memiliki dorongan alami untuk mengetahui diri mereka sendiri
dan dunia realitas mereka di mana mereka hidup. Pengertian tersebut,
memberikan makna bahwa filsafat dapat dikatakan sebagai panduan untuk
hidup, karena masalah yang ditanganinya mendasar dan meluas,
menentukan arah yang kita ambil dalam hidup dan bagaimana kita
memperlakukan orang lain dalam hidup ini. Karena itu kita dapat
mengatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia dipengaruhi dan
diatur oleh pertimbangan filosofis. Sebagai bidang studi, filsafat merupakan
salah satu disiplin ilmu tertua. Bahkan dapat dianggap sebagai ibu dari
semua ilmu pengetahuan.

27
FILSAFAT PENDIDIKAN

Pendidikan, seperti halnya filsafat juga erat kaitannya dengan


kehidupan manusia. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan juga sangat
penting dan dipengaruhi oleh filsafat. Berbagai bidang filsafat seperti filsafat
politik, filsafat sosial dan filsafat ekonomi berpengaruh pada berbagai aspek
pendidikan seperti prosedur pendidikan, proses, kebijakan, perencanaan
dan implementasinya, baik dari aspek teoritis dan maupun aspek praktis.

Untuk lebih memahami konsep Filsafat pendidikan, perlu terlebih


dahulu memahami arti dari istilah Filsafat dan Pendidikan.

Capaian Pembelajaran
Setelah membaca Bab 2 ini, Anda diharapkan dapat:

1. menyebutkan makna filsafat pendidikan.


2. menjelaskan ruang lingkup filsafat pendidikan.
3. menyebutkan berbagai fungsi filsafat pendidikan.
4. menjelaskan berbagai metode penyelidikan Filsafat
5. menggambarkan hubungan antara filsafat pengajaran dan gaya
pengajaran.

2.2 Makna Filsafat dan Pendidikan

2.2.1 Makna Filsafat


Filsafat adalah kata yang sederhana tapi memiliki cangkupan makna
yang sangat luas tak berbatas. Terdapat banyak sekali pengertian filsafat
secara terminologi. Kata Filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani:
philosophia, yang terdiri dari kata philos (suka, cinta) atau philia
(persahabatan, ketertarikan) dan kata sophos (kebijaksanaan, kebenaran,
hikmah, pengalaman, pengetahuan). Jadi, secara sederhana filsafat adalah
cinta yang dilakukan para individual untuk mencapai

28
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

kebijaksanaan/kebenaran. Adapun orangnya disebut filosof yang dalam


bahasa Arab disebut failasuf. Adapun pengertian Filsafat menurut beberapa
ahli, yaitu:
1. Cicero (106-43 SM): Filsafat adalah “ibu” dari semua seni (The mother of
all the arts). Ia juga mendefinisikan filsafat sebagai art vitae (seni
kehidupan).
2. Phytagoras (572-497 SM), yang menjadi filosof pertama yang
menggunakan kata filsafat dan mengemukakan pendapatnya bahwa
“manusia terbagi menjadi tiga tipe, yaitu yang mencintai kesenangan,
yang mencintai kegiatan, dan yang mencintai kebijaksaan (dekat
Tuhan)”
3. Plato (427-347 SM) berpendapat bahwa “objek filsafat ialah penemuan
yang memang nyata dan bersifat absolute, lewat dialetika”. Lalu
Aristoteles (384-332 SM), merupakan tokoh utama filosof klasik, yang
menurutnya “filsafat ialah kegiatan menyelidiki sebab-akibat atas semua
yang berwujud (ontology)”. Karena itu, menjadi dasar bahwa setiap hal
yang terjadi pasti tidak terlepas dari materi.
4. Aristoteles (384-322 SM): Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,
logika, retorika, etika, ekonomi, politik, danestetika. Kewajiban filsafat
adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian
filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab
telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
5. Imanuel Kant (1724-1804 M), mengatakan “filsafat adalah ilmu dasar
dan pangkal dari semua pengetahuan, yang mencangkup empat
persoalan:
a. Apa yang dapat diketahui? (Dijawab oleh metafisika)
b. Apa yang boleh dikerjakan? (Dijawab oleh etika/norma)
c. Sampai dimanakah pengharapan kita? (Dijawab oleh agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia? (Dijawab oleh antropolog)

29
FILSAFAT PENDIDIKAN

6. Al-Farabi (950 M), menjadi filosof Muslim terkenal sebelum Ibnu Sina
berkata, “Filsafat adalah ilmu alam yang maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya”.
7. Francis Bacon: Filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat
menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
8. Rene Descartes: Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana
Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
9. Harun Nasution (1973): Filsafat ialah berpikir menurut tata tertib
(logika), bebas, (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama dan
dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.

Dari pengertian yang ada, filsafat adalah landasan pokok dari seluruh
ilmu yang membawa dampak baik untuk manusia, dimana pengetahuan
tersebut bersifat radikal dan mutlak dalam mencari kebenaran dengan
tujuan ketika didapatkan, hasil yang diperoleh bisa dinalarkan dengan akal
logika manusia. Tegasnya, filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Filsafat bisa juga diartikan sebagai proses berpikir secara meluas, mendasar,
menyeluruh, secara sistematis untuk mencari sebuah kebenaran. Subjek
penyelidikan filsafat adalah realitas itu sendiri untuk memahami manusia
dan alam semesta. Filsafat terdiri atas berbagai bidang filsafat seperti filsafat
pendidikan, filsafat sosial, filsafat politik, dan filsafat ekonomi. Filsafat juga
memiliki aliran atau paham yang berbeda seperti idealisme, materialisme,
realisme, pragmatisme, progresivisme, eksistensialisme, esensialisme,
perenialisme, behaviorisme, konstruktivisme, naturalisme, dan sebagainya.
Di Indonesia dikenal aliran filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantoro dan
filsafat pendidikan Pancasila.

Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif.


Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai
dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun,
penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu tergantung pada
30
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa
lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau
bangsa lain. Sebaliknya, suatu yang dianggap benar oleh masyarakat atau
bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas Filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang
berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam
keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Filsafat mempunyai dua
cabang yaitu filsafat umum dan khusus. Filsafat pendidikan merupakan
cabang khusus dari filsafat. Filsafat mempunyai beraneka ragam aliran,
demikian halnya dalam filsafat pendidikan pun ditemukan berbagai aliran.
Beberapa aliran dipelopori para ahli pendidikan, yang didasarkan cara
pandang, pemahaman, dan perenungan yang berbeda sesuai kondisi zaman
saat itu. Semua aliran filsafat pendidikan mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing.

2.2.2 Arti Pendidikan


Pendidikan dalam bahasa Yunani: padegogik yang berarti ilmu menuntun
anak. Bangsa Romawi menganggap pendidikan: educare, “kegiatan
mengeluarkan dan menuntun potensi anak yang dibawa sejak lahir
kedunia”. Bangsa Jerman melihat pendidikan: erziehung dan setara dengan
educare, yakni: “pengaktifan kekuatan atau potensi”. Dan dalam bahasa
Jawa, pendidikan: panggulawentah, “pengolahan, mengubah kejiwaan,
mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, memotivasi
kepribadian”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik) yang bearti memelihara dan
memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Sedangkan pendidikan memiliki arti sebagai proses mengubah
sikap dan etika seseorang atau kelompok untuk mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki
Hajar Dewantara mengartikan “pendidikan sebagai daya upaya untuk

31
FILSAFAT PENDIDIKAN

memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup, yaitu: hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya”.

Dari pengertian pendidikan di atas, disimpulkan bahwa pendidikan


adalah upaya yang disengaja dan dilakukan secara sistematis untuk
mengubah hal yang buruk pada seseorang dan memelihara hal yang baik
dari sejak orang tersebut lahir ke dunia hingga akhir hayatnya untuk
mencapai kematangan jasmani maupun rohaninya, menjadi manusia
berkarakter dan berintegritas, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk kepribadian serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi anak bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, dan bertanggung jawab

Kata-kata pendidikan adalah sisi dinamis dari filsafat. Filsafat


memperhitungkan orbitnya, semua dimensi kehidupan manusia. Demikian
pula pendidikan juga mencerminkan sifat beragam kehidupan manusia.
Karena itu, pendidikan erat kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan
manusia dan lingkungan Hidup. Karenanya, istilah pendidikan memiliki
konotasi yang luas. Ini sulit untuk mendefinisikan pendidikan dengan
definisi tunggal. Para filsuf dan pemikir dari Socrates hingga John Dewey di
barat dan sejumlah filsuf India memilikinya berusaha mendefinisikan
pendidikan. Namun pendidikan dapat dipahami sebagai pengaruh yang
disengaja dan sistematis yang diberikan oleh orang dewasa melalui
instruksi, dan disiplin. Ini berarti perkembangan yang harmonis dari semua
kekuatan manusia; fisik sosial, intelektual, estetika dan rohani. Unsur-unsur
penting dalam proses pendidikan adalah kreatif pikiran, diri yang
32
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

terintegrasi dengan baik, tujuan dan pengalaman yang bermanfaat secara


sosialterkait dengan kepentingan individu, kebutuhan dan kemampuan
individu sebagai suatu kelompok sosial.
Tiga fungsi pendidikan menurut antropologi dan sosiologi berupa:

1. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam


sekitarnya, dengan tujuan akan muncul kemampuan menganalisis,
mengembangkan kreativitas dan produktivitas.
2. Melestarikan nilai yang akan menuntun kehidupan sehingga,
keberadaannya baik secara individual maupun social lebih berguna.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat
bagi kelangsungan dan kemajuan hidup bagi individu dan sosial.

Dari uraian diatas kesimpulan bahwa pendidikan sangatlah penting.


Dengan pendidikan seseorang akan dimungkinkan menjadi pribadi yang
lebih teratur dan lebih produktif dalam menjalani hidup. Manusia yang
memiliki tingkat produktivitas yang tinggi secara tidak langsung akan
meningkatkan mobilitas pertumbuhan suatu bangsa baik dibidang
ekonomi, sosial, budaya, moral dan bersifat berkelanjutan.

2.3 Konsep Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau
dibawa kemana” siswa kita. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang
melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh
sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat
tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan
sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu. Kajian
terhadap persoalan ini menelusuri hakekat manusia sehingga muncul
33
FILSAFAT PENDIDIKAN

beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya, manusia adalah makhluk


religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan sebagainya. Dari
telaah tersebut filsafat mencoba menelaah tiga pokok persoalan, yaitu
hakekat benar -salah (logika/ ilmu), hakekat baik - buruk (etika), dan
hakekat indah - tidak indah (estetika). Pada dasarnya, pandangan hidup
manusia mencakup ketiga aspek tersebut, sehingga ketiga aspek tersebut
sangat diperlukan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan
tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan pada hakekatnya adalah penerapan analisa filsafat
terhadap lapangan pendidikan. John Dewey mengatakan bahwa filsafat
adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran
mengenai pendidikan. Pemikiran sesuai cabang-cabang filsafat turut
mempengaruhi pelaksanaan pendidikan.
Metafisika merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat: hakikat
dunia, hakikat manusia termasuk hakikat anak. Anak adalah manusia yang
terdiri dari jasmani atau rohani atau keduanya. Metafisika memiliki
implikasi penting untuk pendidikan karena kurikulum sekolah berdasarkan
apa yang kita ketahui mengenai realita. Kenyataannya apa yang harus
diajarkan di sekolah, selalu memiliki pandangan mengenai realita.
a) Ontologi dan Pendidikan
1. Teologi
Masyarakat Indonesia berkeyakinan bahwa pencipta alam semesta
adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Setiap yang hidup akan kembali
kepada-Nya dan akan mempertanggung-jawabkan perbuatannya di
dunia. Keyakinan seperti itu akan mempengaruhi sistem pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat. Pendidikan akan selalu
mempertimbangkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagai
implikasinya mata pelajaran agama menjadi mata pelajaran pokok
dalam kurikulum.

34
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

2. Kosmologi
Implikasi kajian kosmologi terhadap pendidikan adalah kosmologi
akan mengisi kepribadian manusia dengan realita fisik. Siswa harus
mengenal alam yang menjadi tempat hidup, mengenal lingkungan,
mengenal hukum-hukum alam, hukum-hukum kausal, sehingga
mengerti akan keteraturan di jagad raya ini.
3. Manusia
Metafisika mempersoalkan hakikat realita, termasuk hakikat
manusia dan hakikat anak. Pendidikan merupakan kegiatan khas
manusiawi. Hanya manusia yang secara sadar melakukan
pendidikan untuk sesamanya. Pendidikan merupakan kegiatan
antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu
pembicaraan mengenai pendidikan tidak bisa lepas dari
pembicaraan mengenai manusia.
b) Epistemologi dan Pendidikan
Epistemologi diperlukan dalam menyusun kurikulum. Kurikulum
lazimnya diartikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan,
dapat diumpamakan sebagai jalan raya yang perlu dilewati siswa dalam
usahanya mengenal dan memahami pengetahuan. Agar mereka berhasil
dalam mencapai tujuan, perlu diperkenalkan sedikit demi sedikit tentang
hakikat pengetahuan
c) Aksiologi dan Pendidikan
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahas nilai baik dan
buruk serta indah dan jelek. Nilai terkait erat dengan pendidikan. Nilai
selalu menjadi pertimbangan dalam merumuskan tujuan pendidikan.
Perumusan tujuan pendidikan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai adalah
hampa. Selain itu, pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural
dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai.
Semua masyarakat manusia, dulu dan sekarang, memiliki kepentingan
dalam pendidikan. Meskipun tidak semua masyarakat menyalurkan
sumber daya yang cukup untuk mendukung kegiatan pendidikan. Anak-

35
FILSAFAT PENDIDIKAN

anak dilahirkan dalam kondisi buta huruf dan tidak mengetahui norma-
norma serta budaya masyarakat di mana mereka berada. Tetapi dengan
bantuan guru profesional yang berdedikasi dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya (sumber daya pendidikan yang disediakan melalui media dan
saat ini internet), dalam beberapa tahun mereka dapat membaca, menulis,
menghitung, dan bertindak dengan cara yang benar sesuai dengan budaya
yang ada. Dengan kata lain, pendidikan membekali individu dengan
pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk
menentukan dan mengejar tujuan mereka sendiri, dan juga memungkinkan
mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan mereka sebagai warga
negara yang baik.
Ada banyak permasalahan dalam pendidikan. Apakah Pendidikan
sebagai transmisi pengetahuan versus pendidikan sebagai upaya
menumbuhkan keterampilan inkuiri dan penalaran yang kondusif bagi
pengembangan otonomi (yang secara umum, adalah persoalan antara
pendidikan sebagai konservatif dan pendidikan sebagai progresif, dan juga
berkaitan erat dengan perbedaan pandangan tentang masalah
“kesempurnaan” manusia itu secara historis telah diangkat dalam
perdebatan tentang tujuan pendidikan). Pertanyaan tentang “apa
pengetahuan ini dan apa keterampilan itu” harus menjadi bagian dari
domain filsafat kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “bagaimana
belajar” dan “apa yang dipelajari” adalah dua masalah yang berhubungan
dengan pertanyaan tentang kapasitas dan potensi dan juga untuk proses
(tahapan) pengembangan manusia dan sejauh mana proses ini fleksibel dan
karenanya bisa dipengaruhi atau dimanipulasi. Perbedaan antara mendidik
versus mengajar versus pelatihan versus indoktrinasi. Hubungan antara
pendidikan dan pemeliharaan struktur kelas masyarakat, dan masalah
apakah kelas yang berbeda atau kelompok budaya dapat dengan adil
diberikan program pendidikan yang berbeda dalam konten atau dalam
tujuan. Apakah hak-hak anak, orang tua, dan kelompok sosial budaya atau
etnis, konflik dan jika mereka melakukannya, pertanyaan tentang hak siapa

36
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

yang harus dominan. Pertanyaan tentang apakah semua anak memiliki atau
tidak hak atas pendidikan yang disediakan negara, dan jika demikian,
apakah pendidikan ini harus menghormati kepercayaan dan kebiasaan
semua kelompok dan bagaimana hal ini dapat dicapai; dan seperangkat
masalah kompleks tentang hubungan antara pendidikan dan reformasi
sosial, berpusat pada apakah pendidikan pada dasarnya konservatif, atau
apakah itu bisa menjadi agen perubahan sosial.
Di sinilah filosofi pendidikan memainkan peran penting dalam
memberikan arahan bagi pendidikan pada berbagai isu serta memberikan
teori pengetahuan untuk pendidikan dikerjakan sebagaimana mestinya.
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah metode dengan pendekatan
pengalaman pendidikan. Ini adalah metode khusus yang membuatnya
filosofis. Metode filosofis sangat penting, komprehensif dan sintetis. Karena
itu,

1) Filsafat pendidikan adalah kritik terhadap teori umum pendidikan.


2) Ini terdiri dari evaluasi kritis dan refleksi sistematis atas teori-teori
umum.
3) Ini adalah sintesis dari fakta-fakta pendidikan dengan nilai-nilai
pendidikan.

Singkatnya, ini adalah proses filosofis untuk memecahkan masalah


pendidikan melalui metode filosofis, dari sikap filosofis untuk sampai pada
kesimpulan dan hasil filosofis. Dengan demikian, filsafat bertujuan untuk
mencapai hasil umum dan komprehensif.

37
FILSAFAT PENDIDIKAN

2.4 Lingkup Filsafat Pendidikan


Ruang lingkup filsafat pendidikan terbatas pada bidang pendidikan.
Jadi, filsafat pendidikan adalah filsafat di bidang pendidikan. Ruang lingkup
filsafat pendidikan berkaitan dengan masalah pendidikan.

Masalah-masalah ini terutama termasuk:

1) interpretasi dari sifat manusia, dunia dan alam semesta beserta sifatnya
hubungan dengan manusia,
2) interpretasi tujuan dan cita-cita pendidikan,
3) hubungan berbagai komponen sistem pendidikan,
4) hubungan pendidikan dan berbagai bidang kehidupan nasional
[ekonomi sistem, tatanan politik, kemajuan sosial, rekonstruksi budaya
dll.],
5) nilai-nilai pendidikan,
6) teori pengetahuan dan hubungannya dengan pendidikan.

Masalah yang disebutkan di atas merupakan ruang lingkup filsafat


pendidikan dan menjelaskan sifatnya. Dengan demikian, ruang lingkup
filsafat pendidikan meliputi:

a) Tujuan dan Cita-cita Filsafat Pendidikan

Pendidikan mengevaluasi secara kritis berbagai tujuan dan cita-cita


pendidikan. Tujuan dan cita-cita pendidikan ini telah diperkenalkan oleh
berbagai filsuf di waktu yang berbeda. Tujuan pendidikan adalah
pembangunan karakter, pembangunan manusia, pengembangan manusia
yang harmonis, persiapan untuk kehidupan dewasa, pengembangan
kewarganegaraan, penggunaan waktu luang, pelatihan untuk kehidupan
sipil, pelatihan untuk kehidupan internasional, pencapaian integrasi sosial
dan nasional, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan
untuk semua, menyamakan peluang pendidikan, memperkuat tatanan
politik yang demokratis dan pengembangan sumber daya manusia.
38
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

Tujuan-tujuan dari pendidikan ini disajikan oleh para pemikir


pendidikan di waktu dan iklim yang berbeda, diteliti dan dievaluasi.
Dengan demikian, filsafat pendidikan secara kritis mengevaluasi berbagai
tujuan dan cita-cita pendidikan yang dicapai.

b) Interpretasi tentang Sifat Manusia

Gambaran filosofis tentang sifat manusia adalah hasil dari sintesis fakta-
fakta yang dipinjam dari semua ilmu manusia dengan nilai-nilai yang
dibahas dalam berbagai ilmu normatif yang berbeda. Gambaran filosofis,
oleh karena itu, lebih luas dibandingkan dengan gambar manusia yang
diambil oleh biologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan antropologi dan ilmu
manusia lainnya.

c) Nilai Pendidikan

Nilai biasanya merupakan subjek filosofis karena lebih abstrak, integral


dan universal. Filsafat pendidikan tidak hanya mengevaluasi nilai-nilai
secara kritis tetapi juga mensistematisasinya dalam suatu hierarki. Nilai-
nilai pendidikan ditentukan oleh nilai-nilai filosofis. Nilai-nilai pendidikan
yang disebarkan oleh para filsuf yang berbeda telah diturunkan dari dunia
mereka sendiri, dan pandangan mereka tentang tujuan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, pengawasan pandangan dunia, pandangan, keyakinan
adalah fungsi spesifik dari filsafat dan perlu untuk perlakuan filosofis
terhadap nilai-nilai tersebut.

d) Teori Pengetahuan

Pendidikan terkait dengan pengetahuan. Pendidikan ditentukan oleh


sumber, batasan, kriteria dan sarana pengetahuan. Diskusi tentang semua
ini berada dalam yurisdiksi epistemologi, salah satu cabang filsafat, oleh
karena itu, area penting berfungsinya filsafat pendidikan terkait dengan
teori pengetahuan.

39
FILSAFAT PENDIDIKAN

e) Hubungan pendidikan dan berbagai bidang kehidupan nasional dan


berbagai komponen sistem pendidikan

Salah satu kontribusi terpenting dari filsafat pendidikan untuk


pendidikan adalah penyediaan kriteria untuk memutuskan hubungan
negara dan pendidikan, sistem ekonomi dan pendidikan, kurikulum,
organisasi dan manajemen sekolah. Kriteria penilaian di mana-mana
ditentukan oleh filsafat, oleh karena itu, filsafat pendidikan menyediakan
kriteria untuk evaluasi dan penilaian kritis dalam bidang-bidang ini.

2.5 Sifat Filsafat Pendidikan Mode Penyelidikan Filsafat


Filsafat pendidikan adalah salah satu bidang filsafat terapan. Ada tiga
cabang filsafat yaitu metafisika, epistemologi dan aksiologi.

• Metafisika adalah cabang filsafat yang menyelidiki prinsip-prinsip


realitas yang melampaui prinsip-prinsip ilmu tertentu. Ini berkaitan
dengan menjelaskan sifat dasar keberadaan dan dunia. Metafisika
adalah studi tentang sifat sesuatu. Ahli metafisika bertanya hal-hal
macam apa yang ada, dan seperti apa mereka. Mereka beralasan tentang
hal-hal seperti apakah orang memiliki kehendak bebas atau tidak, dalam
arti benda abstrak dapat dikatakan ada, dan bagaimana otak mampu
menghasilkan pikiran.
• Aksiologi: cabang penyelidikan filosofis yang mengeksplorasi estetika
dan etika.
▪ Estetika: studi pertanyaan filosofis dasar tentang seni dan
keindahan. Kadang-kadang filsafat seni digunakan untuk
menggambarkan hanya pertanyaan tentang seni, dengan "estetika"
istilah yang lebih umum. Demikian pula "estetika" kadang-kadang
diterapkan bahkan lebih luas daripada pada "filsafat keindahan":
pada "luhur," pada humor, pada yang menakutkan-pada respons apa
40
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

pun yang mungkin kita harapkan akan dihasilkan oleh karya seni
atau hiburan.
▪ Etika: studi tentang apa yang membuat tindakan benar atau salah,
dan tentang bagaimana teori tindakan benar dapat diterapkan pada
masalah moral khusus. Subdisiplin termasuk meta-etika, teori nilai,
teori perilaku, dan etika terapan.
• Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Ia
mencoba menjawab pertanyaan dasar: apa yang membedakan
pengetahuan yang benar (memadai) dari pengetahuan yang salah (tidak
memadai)? Secara praktis, pertanyaan ini diterjemahkan ke dalam
masalah metodologi ilmiah: bagaimana seseorang dapat
mengembangkan teori atau model yang lebih baik daripada teori yang
bersaing? Ini juga membentuk salah satu pilar ilmu pengetahuan kognisi
baru, yang berkembang dari pendekatan pemrosesan informasi ke
psikologi, dan dari kecerdasan buatan, sebagai upaya untuk
mengembangkan program komputer yang meniru kapasitas manusia
untuk menggunakan pengetahuan dengan cara yang cerdas. Ketika kita
melihat sejarah epistemologi, kita dapat melihat tren yang jelas, terlepas
dari kebingungan banyak posisi yang tampaknya saling bertentangan.
Teori-teori pengetahuan pertama menekankan sifatnya yang absolut dan
permanen, sedangkan teori-teori selanjutnya menekankan pada
relativitas atau ketergantungan situasinya, perkembangan atau
evolusinya yang berkelanjutan, dan interferensi aktifnya dengan dunia
dan subjek serta objeknya. Seluruh tren bergerak dari pandangan statis,
pasif pengetahuan ke arah yang lebih dan lebih adaptif dan aktif.
Seperti yang Anda tahu, berbagai cabang filsafat saling tumpang tindih.
Seorang filsuf yang mempertimbangkan apakah orang harus memberikan
kelebihan kekayaan kepada orang miskin mengajukan pertanyaan etis.
Namun, penyelidikannya mungkin membuatnya bertanya-tanya apakah
standar benar dan salah dibangun dalam struktur alam semesta, yang
merupakan pertanyaan metafisik. Jika dia mengklaim bahwa orang

41
FILSAFAT PENDIDIKAN

dibenarkan dalam mengambil sikap tertentu pada pertanyaan itu, dia


membuat setidaknya klaim epistemologis diam-diam. Pada setiap langkah
dalam penalarannya, ia akan ingin menggunakan logika untuk
meminimalkan kemungkinan dipimpin oleh kesalahan dengan kerumitan
dan ketidakjelasan pertanyaan yang besar. Dia mungkin sangat melihat
beberapa tulisan etis, metafisik, dan epistemologis dari para filsuf masa lalu
untuk melihat seberapa cerdasnya dia. para pendahulu beralasan tentang
masalah ini.
Aspek-aspek dari masing-masing cabang filsafat dapat dipelajari secara
terpisah, tetapi pertanyaan-pertanyaan filosofis memiliki cara untuk
mengarah ke pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya, sampai pada titik
bahwa penyelidikan penuh terhadap masalah tertentu pada akhirnya
cenderung melibatkan hampir seluruh usaha filosofis.
Satu pandangan tentang pendidikan percaya atau menganut pandangan
bahwa filsafat pendidikan berada di bawah payung aksiologi. Sebagai
cabang filsafat ia menggunakan metode filosofis untuk solusi masalah
filosofis dengan sikap filosofis untuk sampai pada kesimpulan filosofis.
Dalam proses yang komprehensif ini termasuk fakta-fakta mengenai
pendidikan dan mensintesisnya dengan nilai-nilai. Mazhab pemikiran lain
percaya bahwa pendidikan sebagai suatu disiplin memanfaatkan atau perlu
memasukkan semua mode penyelidikan filosofis; metafisik, aksiologis dan
epistemologis. Sebagai individu yang terlibat dalam proses pendidikan
langsung dari tujuan, tujuan, fungsi dan teori bangunan kita perlu melihat
tubuh pengetahuan atau menghasilkan pengetahuan baru berdasarkan tiga
mode penyelidikan filosofis.

42
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

2.6 Fungsi Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan melakukan berbagai fungsi. Mereka didiskusikan di
bawah ini:
a) Menentukan tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan memberikan ide orisinal mengenai semua aspek
pendidikan terutama tujuan pendidikan. Dikatakan bahwa filsafat
pendidikan memberikan pandangan yang berbeda, tetapi situasi ini tidak
berbahaya, melainkan membantu dalam memberikan pendidikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Perbedaan pandangan filsafat pendidikan
mencerminkan keragaman dan keragaman kehidupan manusia. Filsafat
pendidikan memandu proses pendidikan dengan menyarankan tujuan yang
sesuai dari keanekaragaman kehidupan dan memilih cara yang sesuai.
b) Menyelaraskan tradisi lama dan baru di bidang pendidikan
Dalam proses perkembangan sosial, tradisi lama menjadi usang bagi
masyarakat. Mereka digantikan oleh tradisi baru. Namun proses
penggantian ini tidak selalu mulus. Ia dihadapkan dengan banyak tentangan
dari bagian-bagian masyarakat ortodoks tertentu. Pada saat yang sama
harus diingat bahwa setiap 'lama' tidak ketinggalan zaman dan setiap 'baru'
tidak sempurna Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengoordinasikan
keduanya untuk menjaga keharmonisan antara keduanya. Fungsi ini dapat
dilakukan oleh filsafat pendidikan.
c) Memberikan para perencana pendidikan, administrator dan pendidik
dengan visi progresif untuk mencapai pengembangan pendidikan:

Spencer dengan tepat menunjukkan bahwa hanya seorang filsuf sejati


yang dapat memberikan bentuk praktis pada pendidikan. Filsafat
pendidikan memberikan perencana pendidikan, administrator dan
pendidik dengan visi yang tepat yang membimbing mereka untuk mencapai
tujuan pendidikan secara efisien.

d) Mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan zaman


modern:
43
FILSAFAT PENDIDIKAN

Komentator sosial telah memberikan banyak label pada periode sejarah


saat ini untuk beberapa itu adalah zaman informasi dan bagi yang lain itu
adalah post modernitas, kemudian modernitas, modernitas tinggi atau
bahkan zaman ketidakpastian. Satu tambahan lagi dari daftar ini mungkin
bahwa 'zaman sekarang adalah zaman Globalisasi ketika sebuah fenomena
tiba di kancah ekonomi pada tahun 1990 di India. Kata semboyan ini
memiliki implikasinya dalam tatanan sosial politik dan ekonomi negara
tempat pendidikan menjadi bagiannya. Filsafat pendidikan adalah kekuatan
yang membimbing, mengarahkan dan membebaskan yang membantu orang
muda dan masyarakat pada umumnya untuk menghadapi tantangan zaman
modern.

2.7 Hubungan antara Filosofi Mengajar dan Gaya Mengajar


Filsafat memandu proses pendidikan dalam berbagai cara. Seorang guru
yang mendekati pendidikan secara filosofis perlu menjawab empat
pertanyaan dasar yang memandu proses belajar mengajar berikut: Apa sifat
pelajar? Apa sifat materi pelajaran? Bagaimana seharusnya seseorang
menggunakan materi pelajaran untuk membimbing siswa menuju kegiatan
belajar yang bermakna? Kecenderungan perilaku apa yang harus
ditunjukkan seseorang untuk melaksanakan posisi filosofis seseorang?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini hanya akan membantu guru


untuk mengidentifikasi serangkaian preferensi, sebagai lawan dari
serangkaian perilaku yang termasuk dalam kategori yang saling eksklusif
untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Upaya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini tidak lain adalah filsafat pendidikan.

Filsafat dan berbagai sudut pandang filosofis memberi tahu kita bahwa
masing-masing pertanyaan ini memiliki perspektif filosofis yang berbeda
dianggap sebagai ekstrem dalam sebuah kontinum.
44
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

2.7.1. Sifat Pelajar


Untuk pertanyaan tentang sifat pelajar, Ini akan didefinisikan dalam
bentuk ekstrim kontinum dengan menggunakan istilah "Lockean" (pasif) dan
"Platonis" (aktif) "Lockean" adalah sebuah posisi karena John Locke, dalam
bukunya Essay Concerning Human Understanding, yang pertama kali menulis
tentang pikiran, adalah sebuah tabula rasa. Dia membayangkan operasi
pikiran sebagai mirip dengan tablet lilin kosong di mana data yang diambil
melalui indera akan membuat "kesan". Data sensorik yang diserap pelajar
membentuk sumber pengetahuan yang sebenarnya. Setiap operasi mental
kompleks yang melibatkan asosiasi, interpretasi, atau evaluasi data
sekunder mengarah pada perumusan pengetahuan yang semakin kompleks.

Gambar "Platonis" adalah gambar seorang guru yang sangat


menghormati apa yang dapat dikontribusikan oleh pelajar untuk
lingkungan belajar sehingga ia tidak ingin mereka "menyerap" materi
pelajaran yang ditentukan, karena guru melihat materi pelajaran. Dalam
keadaan seperti itu peserta didik dipandang sebagai unsur paling penting
dari lingkungan kelas karena mereka saling mengajar dan guru mereka
tentang masalah yang bermakna bagi mereka. Hampir semua peserta didik
memiliki pengetahuan yang terkunci di dalamnya yang dilepaskan melalui
interaksi. Konsep Platonis meyakini doktrin Reminiscence.

2.7.2 Sifat Materi Subjek


Istilah "Amorf" atau "Terstruktur" digunakan untuk menggambarkan
ekstrem pada kontinum pandangan guru tentang sifat materi pelajaran.
Istilah 'label amorf telah dicadangkan untuk pembelajaran hafalan, yang
menekankan bahwa setiap item yang akan dipelajari sama dalam
pentingnya setiap hal lain untuk dipelajari, oleh karena itu anak-anak tidak

45
FILSAFAT PENDIDIKAN

didorong untuk menemukan hubungan di antara item yang akan dipelajari


dan tidak ada item yang dipandang lebih penting daripada yang lain.

Ekstrim lain "terstruktur" kita mungkin berharap untuk menemukan


posisi yang diwakili oleh mereka yang memiliki pandangan yang cukup
realistis tentang apa yang subjek tidak pernah bisa capai. Istilah
"Terstruktur" seperti yang digunakan dalam konteks ini, adalah dari
pemahaman Bruner bahwa subjek apa pun harus dipandang memiliki
struktur alami yang dapat membantu menjelaskan hubungan antara
komponen-komponennya dan yang dapat digunakan untuk menemukan
informasi baru.

2.7.3 Bagaimana seharusnya Subjek membimbing


kegiatan belajar siswa?
Dua titik akhir dari kontinum adalah kognitif dan afektif. Konsep-
konsep ini bukan kategori yang saling eksklusif, melainkan masalah
penekanan dan preferensi. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang terlibat
dalam keputusan guru untuk menekankan kegiatan belajar kognitif atau
afektif, penting untuk mempertimbangkan tambahan berikut.

✓ Domain Kognitif - fakta, konsep dan generalisasi


✓ Domain afektif – Keyakinan dan nilai

Banyak sekali bukti yang dibawa siswa ke dalam sikap kelas yang
memengaruhi cara mereka memahami fakta, konsep, dan generalisasi.
Terkadang guru beruntung memiliki siswa yang membawa sikap positif
terhadap materi pelajaran yang ada. Sering sekali ditemukan siswa yang
membawa sikap yang tidak terlalu positif ke dalam kelas. Dalam situasi
seperti itu peran guru adalah membantu siswa berpikir kritis dengan

46
Bab 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan

mengubah generalisasi, kepercayaan, dan nilai menjadi hipotesis yang dapat


diuji. Kemudian guru menggunakan domain afektif.

2.7.4 Tren perilaku untuk melaksanakan Posisi Filsafat


seseorang
Istilah otoriter dan non-otoriter adalah dua ekstrem dari kontinum,
tetapi harus dipahami tidak hanya sebagai 'ketat' atau 'permisif'. Kata-kata
ini harus melampaui aspek manajemen kelas karena merupakan pendekatan
yang lebih inklusif untuk manajemen kelas. Ini adalah pandangan
berlebihan siswa dan materi pelajaran yang indikator ini telah dirancang
untuk memeriksa.

Sebagai contoh, anggaplah beberapa guru mendorong siswa untuk


melihat materi pelajaran hanya sebagai ahli di bidang itu mungkin
melihatnya; oleh karena itu para guru ini biasanya menerima untuk setiap
pertanyaan utama yang sedang diperiksa hanya satu jawaban yang benar
yang semua siswa tidak dapat adopsi dan pahami. Dengan demikian, kita
dapat mengatakan bahwa guru-guru ini dikatakan mendorong pemikiran
yang konvergen dan karenanya dalam konteks ini kita dapat menyebut
mereka sebagai guru 'otoriter'. Kebalikannya dapat dikatakan guru ‘non
otoriter’.

Guru perlu mengetahui Pos Posisi-posisi Filsafat 'yang mereka ambil


dan gunakan ketika mereka masuk ke ruang kelas atau berencana masuk ke
ruang kelas. Posisi-posisi filosofis memengaruhi cara mereka berinteraksi
dengan siswa dan memfasilitasi pembelajaran pada peserta didik baik secara
individu maupun kolektif.

Dengan demikian kita melihat bahwa cara kita menjawab pertanyaan


tentang sifat pelajar, materi pelajaran. Pasti mempengaruhi gaya mengajar

47
FILSAFAT PENDIDIKAN

kita. Apakah seorang guru otoritatif atau non otoriter, apakah metode
pengajaran konstruktivis atau metode ceramah dipengaruhi berdasarkan
filosofis yang mereka pegang. Latar belakang untuk mendekati masalah
pendidikan secara efektif. Karena itu, sangat penting bagi para pendidik
untuk memiliki wawasan yang mendalam tentang filosofi pendidikan.

Tugas/ Pertanyaan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah tugas/pertanyaan berikut!
1. Apa yang dimaksud filsafat pendidikan?
2. Diskusikan dan jelaskan, "Semua pertanyaan pendidikan pada akhirnya
pertanyaan filsafat".
3. Mengapa seorang guru harus mempelajari filsafat pendidikan?
4. Tentukan pendidikan dengan kata-kata Anda sendiri berdasarkan
berbagai definisi pemikir pendidikan.
5. "Ruang lingkup filsafat pendidikan tidak terbatas". Evaluasilah
pernyataan ini secara kritis.
6. Diskusikan hubungan antara Filsafat pendidikan dan gaya mengajar
seorang guru.

48
BAB III

ALIRAN FILSAFAT IDEALISME

3.1 Pendahuluan
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa
yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat
serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang
melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat
pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir,
berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya.
Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari
generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli
filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu
masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini
melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah
yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor
lain seperti latar belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman,
kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Ajaran filsafat yang berbeda-beda tersebut, oleh para peneliti disusun
dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan
klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem)
suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan criteria dalam
menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut
berbeda-beda pula.
Seorang ahli bernama Brubacher membedakan aliran-aliran filsafat
pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis; rekonstruksionisme; romantis

49
FILSAFAT PENDIDIKAN

naturalis; eksistensialisme; idealisme; realisme; rasional humanisme;


scholastic realisme; fasisme; komunisme; dan demokrasi. Pengklasifikasian
yang dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya overlapping dari masing-masing aliran.
Sebagian ahli mengklasifikasikan aliran filsafat pendidikan ke dalam
tiga kategori, yaitu kategori filsafat pendidikan akademik skolastik, kategori
filsafat pendidikan religious theistic, dan kategori filsafat pendidikan social
politik. Filsafat pendidikan akademik skolastik meliputi dua kelompok yang
tradisonal meliputi aliran perenialisme, esensialisme, idealisme, dan
realisme, dan progresif meliputi progresivisme, rekonstruksionisme, dan
eksistensialisme. Filsafat religious theistik meliputi segala macam aliran
agama yang paling tidak terdiri dari empat besar agama di dunia ini, dengan
segala variasi sekte-sekte agama masing-masing. Sedangkan filsafat
pendidikan social politik terdiri dari humanisme, nasionalisme, sekulerisme,
dan sosialisme.
Bab 3 ini hanya membahas masalah aliran idealisme. Bab ini terdiri dari
pengertian idealisme secara filsafat; idealisme menurut aliran filsafat
pendidikan; dan tokoh-tokoh yang beraliran idealisme.

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 3 ini, Anda diharapkan dapat:

1. menjelaskan pengertian aliran idealisme.


2. menyebutkan tokoh-tokoh pada aliran idealisme.
3. mengelompokkan macam-macam aliran idealisme.
4. menjelaskan sejarah aliran idealisme.
5. menjelaskan prinsip-prinsip aliran idealisme.
6. menyebutkan 2 contoh implikasi idealisme pada pendidikan.
7. menyebutkan kelebihan dan kekurangan pada aliran idealisme.
8. menjelaskan konsep dasar aliran idealisme.
9. menjelaskan idealisme lawan dari materialisme.
10. menjelaskan aliran idealisme menurut pandangan pemikiran Plato.
50
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

11. membedakan antara aliran idealisme subyektif, idealisme obyektif dan


idealisme personal.
12. mengklasifikasikan peranan filsafat menurut aliran idealisme yang
ditinjau dari ontologi, metafisika, epistimologi dan aksiologi.
13. mengimplementasikan aliran idealisme dalam pendidikan.
14. mengidentifikasikan konsep pengetahuan menurut aliran idealisme.
15. menegaskan implikasi idealisme pendidikan terhadap tujuan
pendidikan.
16. memperjelas peran pendidik dan peserta didik menurut aliran
idealisme.
17. merancang metode pendidikan yang digunakan dalam aliran idealisme.

3.2. Aliran Filsafat Idealisme


Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates.
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan
jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat
rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan
dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang
serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap
atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran
yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan
idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak
bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan
dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang
tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil
51
FILSAFAT PENDIDIKAN

adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap
kelas menurut kapasitas masing-masing dalam masyarakat sebagai
keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang
cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke
bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira,
prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling
atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan
latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan
berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran
tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan
istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan
menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-
angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan
metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan
sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu
intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun
dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif
(Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan
alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama,
yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam
lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada
yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan
sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di
dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan

52
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea
merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya
tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar.
Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling
akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali
kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal
dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh
atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi
bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat
yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan
dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami
pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-
gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat
yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil
adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya
hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban
baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa berbagai macam
pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan
tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan
cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak
pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan
dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme
disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam
pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan
bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi
aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme
mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang
53
FILSAFAT PENDIDIKAN

sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda
yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha
yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya.
Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain
karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau berbagai hal yang
sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh
materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan
dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah
jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata
dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang
tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran
filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan
terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan
manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui
apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-
unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini
disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang
hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan
keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa
pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi
betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap
memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya
yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang
dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea
yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang
kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama
yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu
yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan
dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran

54
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu


pengetahuan (Ali, 1990:28).

3.3. Idealisme dan Filsafat Pendidikan


Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan
masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap
pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran
pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan,
jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-
tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-
1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran
idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis
tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula
B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking.Kemudian muncul pula Rupert C.
Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di
Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education
dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia,
Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini
pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-
prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang
hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-
satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme.
Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan
manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam
semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus
mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan
sebagai ekspresi realitas spiritual.

55
FILSAFAT PENDIDIKAN

Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang


gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang
sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan,
“Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau
tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang
guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga
kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar
ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri,
sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme
senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya
sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini
dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas.
Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa
spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai
apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan
bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang
perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan
fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya
berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat,
melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan
untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak
didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki
kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu
menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu

56
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan


pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk
hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya
terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan
rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan
sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang
juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme
berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak
didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari
siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru
haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5)
Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi
yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus
bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga
menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru
harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu
mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
(11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa
belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13)
Guru haruslah bersikap demokratis dan mengembangkan demokrasi; (14)
Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme
harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih
banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan
pengalamannya senantiasa actual.

Kesimpulan

57
FILSAFAT PENDIDIKAN

Soal Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan idealisme adalah sistem filsafat yang
menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), jiwa (soul), roh
(spirit) atau daripada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material?
Serta berikan 1 contohnya!
2. Apa yang dimaksud dengan idealisme merupakan kebalikan dari
materialisme?
3. Bagaimana aliran idealisme menurut pemikiran Plato?
4. Apa perbedaan aliran idealisme subyektif, idealisme obyektif dan
idealisme personal?
5. Bagaimana peranan filsafat menurut aliran idealisme?
6. Bagaimana implementasi idealisme dalam pendidikan?
7. Bagaimana konsep pengetahuan menurut aliran idealisme?
8. Bagaimana implikasi idealisme pendidikan terhadap tujuan
pendidikan?
9. Bagaimana peran pendidik dan peserta didik menurut aliran idealisme?
10. Bagaimana metode pendidikan yang digunakan dalam aliran idealisme?

Jawaban
1. Aliran idealisme ini mementingkan ide pikiran, jiwa dan rohnya
daripada fisik atau benda/materialnya. Contohnya, jika seseorang
memiliki ide yang cermelang namun fisiknya cacat, maka orang yang
memiliki aliran idealisme akan bangga dengan orang tersebut. Contoh
lainnya, jika kita diberikan tugas oleh guru untuk merancang percobaan
sederhana fisika maka langkah yang pertama kita fikirkan itu adalah ide
yaitu kira-kira meranang percobaan sederhana fisika seperti apa yang
akan kita buat padahal materialnya belum ada, tetapi kita sudah
memikirkan idenya. Jadi, menurut paham ini ide dulu baru materialnya.
Tanpa ada ide maka wujud atau material tidak akan ada.
2. Aliran idealisme lawan dari materialisme. Materialisme adalah paham
dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-
benar ada. Dengan kata lain, materialisme ini sesuatu yang bisa diamati

58
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

atau bisa dilihat oleh panca indra. Berarti idealisme tidak bisa diamati
atau tidak bisa dilihat oleh panca indra, karena ide adalah gagasan. Jika
seseorang mempunyai ide maka orang lain tidak bisa lihat ide yang
dimiliki oleh orang tersebut hanya diri orang itu yang mengetahui tetapi
orang lain tidak bisa mengetahuinya.
3. Sebagai seorang filsuf, Plato mencoba menyelesaikan permasalahan
mengenai mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indera
dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan indera atau
pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap atau berubah-ubah,
sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak berubah-ubah
Sebagai contoh, di dalam pengalaman hidup sehari-hari, kita mengenal
banyak jenis manusia ada yang lelaki dan ada yang perempuan.
Kelelakian dan keperempuanannyapun berbeda-beda. Tetapi, dunia
akal budi (idea) hanya mengenal satu manusia saja yang bersifat tetap
dan tidak berubah. Dunia pengalaman disebut sebagai dunia “semu”
atau dunia bayang-bayang. Sedangkan dunia idea (akal budi)
disebutnya sebagai “dunia asli”. Jadi, manusia yang kita saksikan
melalui pengalaman ini, yang jumlah dan jenisnya beraneka ragam,
merupakan bayang-bayang dari manusia yang hanya ada satu di dunia
idea itu. Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu.
Menurut Plato yang tidak berubah itu pasti bukan yang bersifat
fisik/materi, karena yang materi jelas berubah dan berbeda-beda.
4. Perbedaan aliran idealisme subyektif, idealisme obyektif dan idealisme
personal adalah sebagai berikut.
• Idealisme Subyektif
Kaum idealis subyektif mengatakan bahwa tak mungkin ada benda atau
persepsi tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut,
subyek seakan-akan menciptakan obyeknya bahwa apa yang riil itu
adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.
• Idealisme Obyektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar
ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan
apa yang sudah terdapat dalam susunan alam. Menurut idealisme
objektif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil
dari ciptaan ide universal.
• Idealisme personal
59
FILSAFAT PENDIDIKAN

Idealisme personal menganggap realitas dasar bukan pemikiran yang


abstrak atau pemikiran yang khusus tetapi merupakan seseorang, suatu
jiwa atau seorang pemikir. Sebagai aliran idealism personal
menunjukkan perhatian yang besar pada etika dan sedikit pada logika.
5. Peranan peranan filsafat menurut aliran idealisme yang ditinjau dari
ontologi, metafisika, epistimologi dan aksiologi adalah sebagai berikut.
1) Ontologi-idealisme
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan
ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda
adalah ruhani atau spirit:
• Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupoan manusia. Sehingga materi hanyalah
badannya bayangan atau penjelmaan.
• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.
• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda
tidak ada, yang ada energi itu saja.
2) Metafisika-idealisme
Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan
rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang
bersifat fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih
berperan.
3) Epistimologi-idealisme
Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan
kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai
oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
Ketika idealisme menekankan realitas dunia ide dan akal pikiran dan
jiwa, maka dapat diketahui bahwa teori mengetahui
(epistemologi)nya pada dasarnya adalah suatu penjelajahan secara
mental mencerap ide-ide, gagasan dan konsep-konsep. Dalam
pandangannya, mengetahui realitas tidaklah melalui sebuah
pengalaman melihat, mendengar atau meraba, tetapi lebih sebagai
tindakan menguasai ide sesuatu dan memeliharanya dalam akal
pikiran.
60
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

4) Aksiologi-idealisme
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
Demikian kemanusiaan merupakan bagian dari ide mutlak, Tuhan
sendiri. Idea yang berpikir sebenarnya adalah gerak yang
menimbulkan gerak lain.
6. Implementasi idealisme dalam pendidikan sebagai berikut.
• Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan,
tetapi juga harus menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah
direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
• Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik
untuk memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai
warisan sosial.
• Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan
spiritual. Memperkenalkan suatu spirit intelektual guna
membangun masyarakat yang ideal.
• Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-
nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara
bersama-sama.
• Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu,
kurikulum seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima
perkembangan.
• Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta
didik dengan hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.
7. Teori pengetahuan idealisme mengemukakan pandangannya bahwa
pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak
lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan yang sebenarnya,
pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena
akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda benda di luar
penjelmaan material. Demikian menurut Plato. Hegel menguraikan
konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa
pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan
manusia tentang realitas adalah benar dalam arti sistematis. Jadi pada

61
FILSAFAT PENDIDIKAN

intinya, pengetahuan tidak diperoleh dari pengalaman indera melainkan


dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas jiwa.
8. Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Tujuan pendidikan
menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk
individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak
didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,
memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah
perlunya persaudaraan sesama manusia. Sedangkan tujuan secara
sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan
yang berkaitan dengan Tuhan. Maka, secara umum pendidikan
idealisme merumuskan tujuan pendidikan sebagai pencapaian manusia
yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang
lebih tinggi dan ideal.
9. (a) Peran pendidik menurut aliran idealism sebagai berikut.
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru.
Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun
intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem
sekolah selain guru. Guru hendaknya bekerjasama dengan alam dalam
proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan
lingkungan pendidikan bagi para siswa. Seorang guru mesti masuk ke
dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia
berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya
membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar
ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme
berfungsi sebagai:
• Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik
62
Bab 3 Aliran Filsafat Idealisme

• Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari


siswa
• Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik
• Guru haruslah menjadi pribadi terbaik dan guru menjadi teman dari
para muridnya
• Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah
murid untuk belajar dan guru harus mampu belajar bagaimanapun
keadaannya
• Guru harus bisa menjadi idola para siswa dan bersikap demokratis
• Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi teladan para siswanya
• Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil
(b) Peran peserta didik menurut aliran idealisme
Siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-
bakatnya. Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi
tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan
merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama
pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.
10. Pendekatan dalam mengajar hendaknya mendorong siswa untuk
memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, memberikan
keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan
menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial,
meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran dan mendorong siswa
untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.
Pembelajaran dalam pandangan idealisme salah satunya adalah
penyampaian melalui uraian kata-kata, sehingga materi yang diberikan
ke anak didik terkesan verbal dan abstrak. Atas dasar itu, maka
idealisme rupanya kurang punya gairah untuk melakukan kajian-kajian
yang langsung bersentuhan dengan objek fisik, karena dalam
pandangannya kegiatan-kegiatan tersebut berkaitan dengan bayang-
bayang inderawi daripada realitas puncak.

63
FILSAFAT PENDIDIKAN

Tugas/Pertanyaan

64
BAB IV

FILSAFAT MATERIALISME

4.1 Pendahuluan
Sebagaimana dijelaskan pada Bab 2, salah satu aliran filsafat pendidikan
adalah aliran materialisme. Aliran filsafat materialisme memandang bahwa
realitas seluruhnya adalah materi. Materialisme berpandangan bahwa
hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau super
natural.

Awal Materialisme dalam filsafat adalah lahirnya naturalism, demikian


Juhaya S. Pradja (2000:96) menjelaskan, kata “nature” atau alam yang dipakai
dalam filsafat bukan hanya terbatas pada alam lautan, gunung, dan
kehidupan liar. Akan tetapi, tercakup didalamnya astronomi yang
mencakup bagian-bagian yang luas dari ruang dan waktu, dari Fisika dan
Kimia serta analisisnya yang bersifat atom dan sub atom. Dalam perspektif
ini, kehidupan manusia mungkin tampak sebagai suatu perincian, tetapi
kata “alam” tidak merupakan kebalikan dari manusia, karya-karyanya serta
kebudayaannya. Alam mencakup semua itu dalam suatu system fenomena
yang satu serta tidak terbagi-bagi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, materi dapat dipahami sebagai


bahan; benda; segala sesuatu yang tampak. Materialisme adalah pandangan
hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan
manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan
segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Ini sesuai dengan kaidah dalam

65
FILSAFAT PENDIDIKAN

bahasa indonesia. Jika ada kata benda berhubungan dengan kata isme maka
artinya adalah paham atau aliran.

Capaian Pembelajaran
Setelah membaca Bab 2 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menyebutkan pengertian, sejarah dan karakteristik dari aliran materialisme


2. Menjelaskan sejarah perkembangan aliran materialisme
3. Menyebutkan tokoh-tokoh filsafat materialisme serta pandangannya
4. Mengelompokkan macam-macam filsafat materialisme
5. Menjelaskan implementasi aliran materialisme dalam dunia pendidikan
6. INDIKATOR
7. Mengidentifikasi pandangan agama terhadap aliran materialisme
8. Menjelaskan pandangan / pemikiran Heraklitus tentang “filsafat menjadi”
9. Menganalisis pemikiran aliran materialisme yang hanya mengakui hal yang
nyata bukan hal spiritual.
10. Menganalisis implikasi materialisme historis dalam pengembangan teknologi
11. Menganalisis materialsme dialektika/dialektis (perubahan kuantitas menjadi
kualitas) pada pembelajaran
12. Mengidentifikasi materialisme dalam pandangan politik
13. Memahami pandangan / pemikiran Parmenindes tentang “filsafat ada”
14. Mengidentifikasi materialisme hanya menggunakan kemampuan indera
15. Menganalisis salah satu ciri-ciri dari aliran materialisme
16. Menjelaskan perbedaan antara materialisme dengan idealisme

4.2 Pengertian Filsafat Materialisme


Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi
kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik, hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Ciri utamanya adalah
66
Bab 4 Filsafat Materialisme

menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat
objektif, sehingga bisa diukur, dikuantifikasi (dihitung), dan diobservasi.
Alam spiritual atau jiwa tidak menempati ruang dan tidak bisa disebut
sebagai esensi kenyataan, sehingga ditolak keberadaannya.
Kata materialisme terdiri dari kata "materi" dan "isme". Arti dari “materi”
dapat dipahami sebagai "bahan; benda; segala sesuatu yang tampak"
sedangkan “isme” yaitu paham atau aliran. Materialisme adalah pandangan
hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan
manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Sementara
itu, orang-orang yang hidupnya berorientasi kepada materi disebut sebagai
"materialis". Orang-orang ini adalah para pengusung paham (ajaran)
materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan semata (harta,
uang, dsb).
Sebagai teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan
tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada
dualisme atau pluralitas. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang
realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.
Istilah materialisme dapat diberi definisi dengan beberapa cara
diantaranya:
a) Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang
berada sendiri dan bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk
alam dan bahwa akal dan kesadaran (conciousness) termasuk didalamnya
segala proses pisikal merupakan mode materi tersebut dan dapat
disederhanakan menjadi unsur-unsur fisik.
b) Bahwa doktrin alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains
condong untuk menyajikan bentuk materialisme yang lebih tradisional.
Dalam arti sempit, materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa
semua bentuk dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi
dan gerak.

67
FILSAFAT PENDIDIKAN

Materialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan kondisi adalah


akibat yang lazim dari atau bentuk-bentuk yang lebih tinggi dalam hanya
merupakan bentuk yang lebih kompleks daripada bentuk inorganik atau
bentuk yang lebih rendah bentuk yang lebih tinggi tidak mengandung
materi atau energi baru dan prinsip sains fisik adalah cukup untuk
menerangkan segala yang terjadi atau yang ada. Semua proses alam, baik
anorganik atau organik telah dipastikan dan dapat diramalkan jika segala
fakta tentang kondisi sebelumnya dapat diketahui.

4.3 Karakteristik Materialisme


Karekteristik umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan
pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang
sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang (Randallet al,1942).
Asumsi tersebut menunjukkan bahwa:
1) Semua sains seperi biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi,
dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang
berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan
cabang dari sains mekanika.
2) Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatan-kegiatannya
(berpikir memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks
dari otak, sistem urat saraf atau organ-organ jasmani yang lainnya.
3) Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
keindahan dan kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-
nama atau semboyan, simbol subjektif manusia untuk situasi atau
hubungan fisik yang berbeda. Jadi, semua fenomena sosial maupun
fenomena psikologis adalah merupakan bentuk-bentuk tersembunyi
dari realitas fisik. Hubungan-hubungannya dapat berubah secara kausal
(sebab-akibat).

68
Bab 4 Filsafat Materialisme

4.4 Ciri-ciri filsafat Materialisme:


1) Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.
2) Tidak meyakini adanya alam ghaib.
3) Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
4) Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum.
5) Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.
6) Merupakan sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai
nara sumber dan juga sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada
dengan jalan dialetis.

4.5 Sejarah Perkembangan Aliran Filsafat Materialisme


Benih-benih materialisme sudah muncul sejak zaman Yunani kuno.
Sebelum muncul pertanyaan-pertanyaan filsafat idealistik (yang menonjol
sejak plato), filsafat Yunani berangkat dari filsafat materialisme yang
mengambil bentuk pada upaya untuk menyelidik tentang alam sebagai
materi. Bahkan mayoritas filosuf percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu
yang muncul dari ketiadaan. Materi alam dipelajari secara habis-habisan,
sehingga menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya substansi
menyusun alam kehidupan ini.
Pada abad pertama Masehi, paham materialisme tidak mendapat
tanggapan yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap
asing terhadap paham ini. Baru pada zaman pencerahan (Aufkalrung),
materialisme mendapat tanggapan dari penganut yang penting di Eropa
Barat.
Materialisme berpendirian bahwa pada hakikatnya sesuatu itu adalah
bahan belaka. Pandangan ini Berjaya pada abad ke-19. Materialisme jelas
tidak akan bisa hilang dan mati karena hidup ini sangat nyata, dimana
manusia terus saja mengembangkan diri dari ranah material. Zaman
kegelapan yang didominasi dengan agama yang menggelapkan kesadaraan

69
FILSAFAT PENDIDIKAN

jelas tak dapat membendung perkembangan material, yaitu teknologi yang


merupakan alat bantu manusia untuk mengatasi kesulitan material dan
membantu manusia memahami alam. Misalnya, dengan teleskop dapat
diketahui susunan jagat raya, dengan transportasi dan komunikasi
pertukaran pengetahuan semakin cepat. Idealisme yang subjektif jelas tidak
dapat dipertahankan.
Pada abad 19, muncul filsuf-filsuf materialisme asal Jerman seperti
Feuerbach, Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah yang kemudian
meneruskan keberadaan materialisme. Materialisme dan Empirisme adalah
perangsang munculnya IPTEK karena berpikir pada kegiatan melakukan
eksperimen-eksperimen ilmiyah yang memicu perkembangan ilmu dan
teknologi.
Filsafat materialisme beranggapan bahwa hubungan adalah hubungan
material yang saling mempengaruhi. Karenanya, memahami hubungan
harus menggunakan landasan berfikir yang materialis. Berfikir materialis
berarti percaya pada hukum-hukum materi, yaitu sebagai berikut:
Hukum I: “Materi itu ada, nyata, dan konkret”.
Materi itu ada dan nyata dalam hidup kita. Kita bisa
mengenali materi melalui indra kita. Jadi, bukan karena tak
tertangkap indra kita, lantas kita mengatakan bahwa sesuatu
itu tidak ada.
Hukum II: ”Materi itu terdiri dari materi-materi yang lebih kecil dan
saling berhubungan (dialektis)”.
Jadi, dialektika adalah hukum keberadaan materi itu sendiri.
Materi-materi kecil menyatu dan menyusun satu kesatuan
yang kemudian disebut sebagai materi lainya yang secara
kualitas lain. Karenanya namanya juga lain.
Hukum III: ”Materi mengalami kontradiksi”
Karena materi terdiri dari materi-materi yang lebih
kecil antara satu materi dengan materi lainnya mengalami
kontradiksi, atau saling bertentangan. Jika takada kontras,

70
Bab 4 Filsafat Materialisme

tak akan ada bentuk yang berbeda-beda. Jika tidak ada


kontradiksi, tak ada kualitas yang berbeda, kualitas baru,
atau kualitas yang menunjukkan adanya perubahan susunan
materi yang baru.
Hukum IV: ”Materi selalu berubah dan akan selalu berubah”
Perubahan dimulai dengan kontradiksi atau akibat pengaruh
antara materi-materi yang menyusunnya maupun karena
intervensi dari luar. Takada yang lebih abadi dari pada
perubahan itu sendiri.

4.6 Tokoh Filsafat Aliran Materialisme


Berikut ini merupakan beberapa tokoh filsafat aliran materialisme,
antara lain :
Thales (624-548S.M), Thales adalah ahli
filsafat pertama Yunani yang lahir di Miletus
sekitar tahun 624 S.M, di sebuah kota pelabuhan
Miletus yang ramai dan maju. Thales memiliki
minat yang luas karena banyak bepergian,
melakukan penyelidikan yang meliputi sejarah,
politik, geografi, astronomi, dan matematika.
Ia adalah peletak pertama filsafat dengan
menyatakan bahwa asas (arkhe) pertama bukanlah
Tuhan atau dewa-dewa Olympian yang bersarang
di langit sebagaimana kisah penuturan mitologi
Yunani. Apakah asas pertama dari kehidupan ini? Inilah pertanyaan
pertama yang paling fundamental dari filsafat. Thales menjawab, asas
pertama yang menyusun kehidupan adalah air. Mengapa air? Thales
berpandangan, air adalah sumber kehidupan yang utama. Tanpa air maka
tak ada kehidupan.

71
FILSAFAT PENDIDIKAN

Dalam pandangan dia, bumi ini terapung di atas air, seperti sebuah
perahu yang mengapung di lautan. Air menjadi sumber kehidupan yang
utama, unsur materi yang menghidupkan segala sesuatu ibarat getah
menjadi “jiwa” di dalam tumbuhan, darah menjadi “jiwa” bagi tubuh hewan
dan manusia, dan lautan luas menjadi sumber kehidupan bagi bumi
seisinya. Tanpa air maka kehidupan akan mengering dan mati.
Anaximenes (538-480 S.M), Anaximenes
adalah murid dari mazhab Milenia, murid
pertama Thales. Ia membantah Thales yang
menyatakan air sebagai prinsip yang pertama.
Ia menjelaskan bahwa prinsip pertama
kehidupan ialah unsur alam yang bernama
udara. Anaximenes menjelaskan, bahwa udara
merupakan unsur yang meniupkan kehidupan.
Jiwa adalah udara, api adalah udara yang
encer. Jika udara dipadatkan kembali oleh
proses pengembunan maka udara akan
menjadi air. Proses pemadatan berikutnya akan
menjadi tanah, hingga berkembang menjadi
batu. Di dalam udara terletak kesatuan dari unsur-unsur yang berlawanan.
Udara yang menyatukan suatu materi menjadi dingin atau panas. Udara
pula yang menjadi unsur pokok kehidupan, di mana manusia bisa bernafas
dan alam semesta bergerak dan berkembang. Tanpa udara maka kehidupan
akan diam, tanpa gerak dan mati karena kehilangan nafasnya.
Arti penting teori ini adalah pada perumusan tingkat perkembangan
kuantitas substansi yang sangat tergantung pada tingkat kepadatannya.
Anaximenes dalam menerangkan teorinya dengan menggunakan observasi
unsur-unsur alam, kepadatan dan pengembunan, perubahan materi-materi
yang menurutnya semua bersumber dari udara. Pencahayaan petir
menurutnya sebagai akibat dari pecahnya udara di luar awan, pelangi
sebagai akibat dari sinar matahari yang jatuh di awan, gempa bumi sebagai

72
Bab 4 Filsafat Materialisme

akibat retaknya bumi ketika kekeringan ditimpa air hujan. Demikianlah


Anaximenes memperagakan suatu refleksi dan observasi atas unsur-unsur
alam sebagai pusat dari penalaran dalam berfilsafat.
Heraklitus (540-475 S.M), seorang pemikir
besar yang meletakkan dasar pertama berpikir
bagi filsafat. Salah satu ungkapan yang
termasyur adalah “panta-rhai”, bahwa
kehidupan itu bergerak seperti air yang
senantiasa mengalir seperti aliran sungai.
Karena itu filsafatnya dikatakan filsafat
menjadi.
Ia menjelaskan bahwa asas pertama yang
menyusun kehidupan bukan air, bukan pula
angin, namun api. Api sebagai unsur utama
bagi kehidupan, seperti matahari menyinari bumi sebagai puncak dari api
dan yang menyusun kehidupan dengan penguapan dan perapiannya. Api
menjadi penerang dan yang menyalakan kehidupan. Ia menganggap jiwa
adalah campuran antara api dan air: api mewakili sifat kemuliaan dan air
mewakili sifat kenistaan. Demikianlah ia mulai memberi sifat dari unsur-
unsur materi yang ada.
Empedokles (492-432 S.M),
adalah warga Acragas, daerah
pesisir selatan Sisilia. Ia
menjelaskan bahwa prinsip
dasar kehidupan adalah zat
yang tersusun atas 4 unsur alam,
yakni api, udara, tanah, dan air.
Menurut pandangan
Empedokles, tidak ada suatu hal-hal yang baru terjadi, atau sesuatu itu
hilang. Semua merupakan hasil campuran dan perpisahan dari 4 unsur
tersebut secara abadi. Ke-4 unsur tersebut dipadukan oleh Cinta dan

73
FILSAFAT PENDIDIKAN

Perselisihan. Menurut Empedokles, Cinta dan Perselisihan adalah substansi


purba yang sederajat dengan air, tanah, udara, dan api.
Dalam suatu kurun waktu tertentu, ada kalanya Cinta berkuasa, dan
masa-masa di mana Perselisihan yang tampil berkuasa. Pada zaman di
mana Cinta berkuasa, adalah zaman keemasan dari suatu kekuasaan. Di
mana masyarakat memuja-muja dewa Aprodithe dan Cyprus. Perubahan-
perubahan di dunia ini tidak dikendalikan oleh tujuan apa pun, namun
hanya terjadi sebagai kebetulan dan keniscayaan. Suatu siklus yang
berlangsung silih berganti antara Cinta dan Perselisihan; bagaimana Cinta
menyatukan seluruh unsur-unsur, kemudian bagaimana Perselisihan
mencerai-beraikan unsur-unsur tersebut. Jadi setiap senyawa materi (zat)
bersifat fana dan hanya empat unsur di atas, bersama dengan mekanisme
Cinta dan Perselisihan, yang bersifat kekal.
Masih menurut Empedokles, dunia lahirian ini seperti bola. Bila zaman
keemasan tiba, maka cinta ada di dalam bola, dan perselisihan berada di luar
bola. Lantas berangsur-angsur, Perselisihan bergeser masuk ke dalam bola
sementara cinta terusir keluar. Secara konkret, pandangan Empedokles
juga mengandung metode dialektika (hukum pertentangan) di dalam
membedah gejala kehidupan obyektif ini. Ia menjadi pelanjut dan sistesis
dari para filosof materialis sebelumnya.
Epikuros (bahasa Yunani Kuno: Ἐπίκουρος,
Epíkouros, berarti "sekutu, rekan", hidup tahun 341–
270 SM) adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang
mendirikan sebuah mazhab filsafat yang disebut
epikureanisme.Epikuros beraliran empirisisme seperti
Aristoteles. Dalam kata lain, ia percaya bahwa
indra adalah satu-satunya sumber pengetahuan
yang dapat diandalkan di dunia. Dalam bidang
fisika, ia mendukung gagasan materialisme.
Ia mengajarkan bahwa satu-satunya yang ada
adalah atom dan kekosongan. Kekosongan ada di

74
Bab 4 Filsafat Materialisme

tempat yang tidak ada atom. Epikuros dan pengikutnya percaya bahwa
atom dan kekosongan itu tidak terbatas, sehingga alam semesta juga tak
terbatas.
Dalam De rerum natura, Lucretius mencoba memperkuat pendapat ini
dengan menggunakan contoh seorang lelaki yang melempar lembing di
tempat yang mungkin menjadi batas suatu alam semesta yang terbatas. Jika
lembing ini terlempar ke luar batas alam semesta, sebenarnya tidak ada
batas sama sekali. Di sisi lain, jika lembing tersebut terhalang oleh sesuatu
dan tidak dapat keluar dari batas, benda yang menghalangi lembing itu
berada di luar batas alam semesta.
Selain meyakini bahwa alam semesta dan jumlah atom di dalamnya itu
tidak terbatas, Epikuros dan para pengikutnya juga meyakini bahwa jumlah
dunia di alam semesta itu tidak terbatas.Epikuros mengajarkan bahwa
pergerakan atom itu tetap, abadi, dan juga tanpa awal ataupun akhir. Ia
meyakini bahwa terdapat dua macam pergerakan: pergerakan atom dan
pergerakan benda tampak. Keduanya merupakan pergerakan yang nyata
dan bukan ilusi.
Demokritos lahir di kota Abdera, Yunani
Utara.Ia hidup sekitar tahun 460 SM hingga 370
SM.Berikut merupakan pemikiran Demokritos :
Tentang Atom , Demokritos dan gurunya,
Leukippos, berpendapat bahwa atom adalah
unsur-unsur yang membentuk realitas. Di sini,
mereka setuju dengan ajaran pluralisme
Empedokles dan Anaxagoras bahwa realitas
terdiri dari banyak unsur, bukan satu.
Akan tetapi, bertentangan dengan
Empedokles dan Anaxagoras, Demokritos
menganggap bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibagi-bagi lagi.
Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi nama atom (bahasa
Yunaniatomos: a berarti "tidak" dan tomos berarti "terbagi")Selain itu, atom

75
FILSAFAT PENDIDIKAN

juga dipandang sebagai tidak dijadikan, tidak dapat dimusnahkan, dan


tidak berubah. Yang terjadi pada atom adalah gerak. Karena itu, Demokritus
menyatakan bahwa "prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan
kekosongan". Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu dapat bergerak.
Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar
matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela. Di
situ akan terlihat bagaimana debu bergerak ke semua jurusan, walaupun
tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak. Dengan demikian, tidak
diperlukan prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti
prinsip "cinta" dan "benci" menurut Empedokles. Adanya ruang kosong
sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak.
Tentang Dunia, dunia dan seluruh realitas tercipta karena atom-atom
yang berbeda bentuk saling mengait satu sama lain. Atom-atom yang
berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar, dan makin lama makin
banyak atom yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut. Kumpulan atom
yang lebih besar tinggal di pusat gerak tersebut sedangkan kumpulan atom
yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya. Demikianlah dunia terbentuk.
Tentang Manusia, Demokritos berpandangan bahwa manusia juga
terdiri dari atom-atom. Jiwa manusia digambarkan sebagai atom-atom
halus. Atom-atom ini digerakkan oleh gambaran-gambaran kecil atas suatu
benda yang disebut eidola. Dengan demikian muncul kesan-kesan indrawi
atas benda-benda tersebut.
Tentang Pengenalan, lalu bagaimana dengan kualitas yang diterima
oleh indra manusia, seperti pahit, manis, warna, dan sebagainya? Menurut
Demokritos atom-atom tersebut tidak memiliki kualitas, jadi darimana
kualitas-kualitas seperti itu dirasakan oleh manusia? Menurut Demokritos,
kualitas-kualitas seperti itu dihasilkan adanya kontak antara atom-atom
tertentu dengan yang lain. Misalnya saja, manusia merasakan manis karena
atom jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang licin. Kemudian manusia
merasakan pahit bila jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang kasar. Rasa

76
Bab 4 Filsafat Materialisme

panas didapatkan karena jiwa bersentuhan dengan atom-atom yang


bergerak dengan kecepatan tinggi.
Dengan demikian, Demokritos menyimpulkan bahwa kualitas-kualitas
itu hanya dirasakan oleh subyek dan bukan keadaan benda yang
sebenarnya. Karena itulah, Demokritos menyatakan bahwa manusia tidak
dapat mengenali hakikat sejati suatu benda. Yang dapat diamati hanyalah
gejala atau penampakan benda tersebut. Demokritos mengatakan:
"Tentunya akan menjadi jelas, ada satu masalah yang tidak dapat
dipecahkan, yakni bagaimana keadaan setiap benda dalam kenyataan yang
sesungguhnya. Sesungguhnya, kita sama sekali tidak tahu sebab kebenaran
terletak di dasar jurang yang dalam”.
Dengan demikan, Demokritos merupakan pelopor pandangan
materialism klasik, yang disebut juga “atomisme”.
Titus Lucretius Carus (ca. 99 SM - ca. 55 SM)
adalah penyair dan filsufRomawi. Satu-satunya
karyanya yang dikenal adalah sajak epik filosofis
tentang epikureanisme, De rerum natura (Tentang Sifat-
sifat Semesta). Sajaknya itu menjelaskan gagasan fisika
menurut kaum epikurean (termasuk atomisme) dan
psikologi.
Epicurus berpendapat bahwa jumlah mereka,
sementara besar, adalah tetap terbatas. (Sebagai
catatan Lucretius, jika atom bisa ukuran, beberapa
akan terlihat, dan bahkan mungkin besar.)
Karyanya De Rerum Natura adalah semacam epik yang merupakan karya
spektakuler yang merupakan sebuah hasil pemikiran filsafat tentang fisika
atom dan kosmologi.
Menurut Lucretius tidak ada yang eksis di jagad raya ini, melainkan
hanya atom-atom yang tidak rusak dalam berbagai ukuran, warna, rasa,
suhu dan sebagainya yang bergerak tidak teratur dalam ruangan kosong.

77
FILSAFAT PENDIDIKAN

Julien de la Mettrie (1709-1751), ia adalah seorang


filosof materialis kelahiran Saint Malo, Perancis yang
tak kenal kompromi. Gagasannya dirumuskan dalam
bukunya “Histoire naturelle de l’ame” atau The Natural
History of the Soul (1745) dan “L’home machine” (1748)
sebagai karya yang menggabungkan sistem fisika
Descartes dengan materialisme Inggris.
Menurut Lamettrie, berdasarkan pada
pengalaman, roh atau jiwa manusia sangat bergantung pada tubuh
manusia. Ia juga mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan
manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin.
Buktinya, bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan
jiwa tanpa bahan (badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang
dikeluarkan dari tubuh katak masih berdenyut (hidup) walau beberapa saat
saja.
Paul Heinrich Dietrich Baron von Holbach
(1723-1789) adalah seorang filsuf berkebangsaan
Prancis. Dia lahir pada tanggal 1 Desember tahun
1723 di Edesheim, dekat Landau, Rheinpalts,
Jerman. Baron von holbach mengemukakan suatu
materialisme ateisme. Materialisme ateisme
serupa dalam bentuk dan substansinya, yang
tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak.
Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak.
Pandangan materialismenya menyatakan
bahwa materi merupakan substansi dari segala
sesuatu yang dengan cara tertentu selalu menyentuh panca indera kita.
Satu-satunya yang “ada” ialah materi yang tunduk secara tertib pada
hukum-hukum gerakan mekanis. Pandangan Hollbach mencakup segala
segi dari kefilsafatan Perancis yang berdasarkan pada pengalaman.

78
Bab 4 Filsafat Materialisme

Thomas Hobbes dari Malmesbury


(lahir di Malmesbury, Wiltshire, Inggris, 5
April 1588 – meninggal di Derbyshire,
Inggris, 4 Desember 1679 pada umur 91
tahun) adalah seorang filsuf Inggris yang
beraliran empirisme. Pandangannya yang
terkenal adalah konsep manusia dari sudut
pandang empirisme-materialisme, serta
pandangan tentang hubungan manusia
dengan sistem negara.
Hobbes adalah seorang materialis. Ia
meyakini bahwa manusia (termasuk pikirannya, dan bahkan Tuhan)
terdiri dari materi. Meskipun tidak pernah disebutkan secara eksplisit
dalam karya-karyanya, Hobbes telah menyerang lawannya yang meyakini
hal-hal imaterial. Ia juga menyangkal adanya jiwa atau roh karena keduanya
hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme
menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.
Karl Marx (1818-1883), (bahasa
Jerman: [maɐ̯ks]; lahir 5 Mei
1818 – meninggal 14 Maret 1883 pada umur
64 tahun) adalah seorang filsuf, ekonom,
sejarawan, pembuat teori politik, sosiolog,
jurnalis dan sosialis revolusioner asal
Jerman.
Karl marx memberikan suatu
pandangan bahwa kenyataan yang ada
adalah dunia materi dan didalam suatu
susunan kehidupan yaitu masyarakat pada
muatannya terdapat berupa kesadaran-
kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang
kesemuanya merupakan suatu gambaran yang nyata.

79
FILSAFAT PENDIDIKAN

Pemikiran Karl mark disebut pula dialektik materialisme dan historis


materialisme. Di dalam berpikir, Karl Marx menggunakan dialektika dari
Hegel, oleh sebab itu disebut dialektika materialisme. Demikian pula
disebut historis materialisme karena berdasarkan kepada perkembangan
masyarakat atau sejarah atas materinya.

4.7 Macam-Macam Aliran Materialisme


Terdapat beberapa macam-macam yang terdapat pada aliran
materialisme, antara lain:

4.7.1 Materialisme Mekanik


Menurut materialisme mekanik, akal dan aktivitas-aktivitasnya
merupakan bentuk-bentuk behavior (pelaku makhluk hidup). Karena itu,
psikologi menjadi suatu penyelidikan tentang behavior, dan akibatnya, otak
serta kesadaran dijelaskan sebagai tindakan-tindakan otot, urat syaraf dan
kelenjar-kelenjar. Materialisme mekanik mempunyai daya tarik yang sangat
besar oleh karena kesederhanaannya.
Dengan menerima pendekatan itu, seseorang merasa telah dapat
membebaskan diri dari problema yang membingungkan selama berabad-
abad. Apa yang real (benar, sungguh-sungguh ada) dalam manusia adalah
badannya, dan ukuran kebenaran atau realitas adalah badannya, dan
ukuran kebenaran atau realitas adalah sentuhan penglihatan dan suara,
yakni alat vertivikasi eksperimental.
Karena kebanyakan orang banyak berhubungan dengan benda-benda
material, materialisme mekanik sangat menarik mereka. Suatu filsafat yang
menganggap bahwa hanya benda benda itulah yang real, tentu mempunyai
daya tarik bagi orang banyak.

80
Bab 4 Filsafat Materialisme

4.7.2 Materialisme Dialektis/Dialektika


Materialisme Dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada materi
(benda) dan metodenya dalektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu
mempunyai keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi dan
saling bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu adalah gerak yang
dialektis artinya pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih
tinggi atau lebih maju seperti spiral. Gerakan materi itu adalah gerakan
intern yaitu bergerak atau berubah karena dorongan dari faktor dalamnya
(motive force-nya). Yang disebut “Diam” hanya tampaknya atau bentuknya
sebab hakikat dari gejala yang tampaknya atau bentuknya diam itu isinya
tetap gerak.
Prinsip aliran materialisme dialektika memandang bahwa alam
semesta ini bukan tumpukan yang terdiri dari segala sesuatu yang berdiri
sendiri dan terpisah-pisah, tetapi merupakan satu keseluruhan yang bulat
dan saling berhubungan. Alam ini bukan suatu yang diam, tetapi selalu
dalam keadaan bergerak terus menerus dan berkembang. Dalam proses
perkembangannya, pada alam semesta ini terdapat perubahan dari
kuantitatif ke kualitatif, dan sebaliknya. Perkembangan tersebut disebabkan
oleh adanya pertentangan didalam benda itu sendiri.
Jika di urutkan, maka ciri-ciri materialisme dialektis/dialektika
mempunyai asas-asas, yaitu :
a) Asas gerak;
b) Asas saling berhubungan;
c) Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
d) Asas kontradiksi intern.

81
FILSAFAT PENDIDIKAN

4.7.3 Materialisme Extrim


Materialisme Extrim merupakan semua perubahan dan perkembangan
di dunia ini sama sekali gerak mesin, mesin dunia dan alam ini. Manusia
tidak mempunyai kedudukan istimewa sebagai benda alam.
Menurut Feurbach, hanya mengakui realitas alam manusia pun tak lain dari
benda alam. Pengetahuannya ialah pengalamannya, arah tujuannya ialah
cenderung alam. Adapun cenderung alam itu amat utama.
Pengetahuan hanya merupakan alat untuk memuaskan cenderung.
Kepuasan yang disetujui manusia itu, karena memang tujuannya
merupakan kebahagiaan manusia. Bagi kesusilaan dan tindakan manapun
juga serta dalam berpikir berlakulah sikap, terimalah dunia (alam) ini apa
adanya.

4.7.4 Materialisme Metafisik


Materialisme Metafisik adalah paham yang mengajarkan bahwa materi
itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya. Seandainya
materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karena faktor luar atau
kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar
selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai
hubungan antara satu dengan yang lainnya. Tokoh aliran filsafat ini adalah
Feurbach.

4.7.5 Materialisme Vitalistis


Dalam pandangan yang vitalistis ini diterima adanya prinsip hidup.
Yang hidup itu lain sekali dari yang tidak hidup. Walaupun memiliki
prinsip hidup, namun tidak berbeda dengan binatang pada intinya, maka
pandangan yang demikian itu disebut materialisme.

82
Bab 4 Filsafat Materialisme

4.7.6 Materialisme Modern


Materialisme modern mengatakan bahwa alam (universe) itu merupakan
kesatuan material yang tak terbatas, alam selalu ada dan akan tetap ada.

4.8 Implementasi Aliran Materialisme dalam Dunia


Pendidikan

4.8.1 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Positivisme


Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun
konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956).
Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber
teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992), filsafat positivisme
sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan
faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara
faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan
mengutamakan sains pendidikan.
Dikatakan positivisme, karena mereka beranggapan bahwa yang dapat
kita pelajari hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta, berdasarkan data-data
yang nyata yaitu yang mereka namakan positif.

4.8.2 Pandangan Materialisme Mengenai Belajar


Behaviorisme
Menurut behaviorisme apa yang disebut dengan kegiatan mental
kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik yang merupakan berbagai
kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak,
kita sebut berpikir, dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi, baik

83
FILSAFAT PENDIDIKAN

material yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada
diluar tubuh manusia.
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar merupakan proses
kondisionisasi lingkungan. Misalnya, dengan mengadakan percobaan
terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi
takut pada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil
pembentukan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing
di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah,
dapat diamati, dan dapat diukur (materialisme dan positivisme). Hal ini
mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar)
menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang
empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagai hasil belajar.

4.8.3 Pandangan Materialisme Terhadap Implikasi Pendidikan


Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan
positivism behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialism,
sebagai berikut:
a) Tema
Manusia yang baik efisien dihasilkan dengan proses pendidikan
terkontrol secara ilmiah. Dalam proses pembelajaran saat ini pendekatan
pembelajaran pada kurikulum 2013 yaitu saintific menggunakan langkah-
langkah ilmiah dalam menggali imformasi. Pendekatan ini relevan dengan
pandangan materialisme positivisme.
b) Tujuan Pendidikan
Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan
kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup social dan pribadi yang
kompleks. Perubahan perilaku tampak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional antara lain membentuk jiwa
mandiri, cerdas, dan kreatif. Namun pandangan materialisme kurang
memperhatikan aspek kompetensi spiritual.

84
Bab 4 Filsafat Materialisme

c) Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya, dan
organisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku. Muatan lebih
banyak didominasi pengetahuan alam dan sosial. Pengetahuan relegius,
moral, dan budipekerti kurang mendapat perhatian pada aliran
materialisme.
d) Metode
Pembelajaran lebih banyak menggunakan cara memberikan stimulus-
respon. Guru harus pandai memberikan rangsangan siswa untuk belajar,
melalui reinforcemen pemberian hadiah, dan penghargaan. Bentuk
penghargaan nyata, bisa menumbuhkan motivasi untuk melakukan
kegiatan.
e) Kedudukan Siswa
Materialisme menuntut siswa untuk giat belajar. Siswa tidak diberi
ruang kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran
sudah dirancang oleh guru. Siswa dipersiapkan untuk hidup sesuai harapan
orang tua atau guru. Kompetensi dalam diri siwa sulit untuk berkembang
dengan baik.
f) Peranan Guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses
pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
Pembelajaran lebih banyak diketahui guru, sementara siswa mengikuti
skenario yang telah disusun sesusuai yang dikehendaki guru.
7) Pandangan Materialisme Mengenai Belajar Empiris
Pandangan Thomas Hobbes, sebagai pengikut empirisme materialistis,
ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan awal dari segala
pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan
dikukuhkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberikan
kepastian pengetahuan melalui akal hanya memiliki fungsi mekanis semata,
sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
pengurangan.

85
FILSAFAT PENDIDIKAN

4.9 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Materialisme


dalam Pendidikan
Jika dibandingkan dengan aliran filsafat yang lain, aliran filsafat
materialisme adalah aliran yang mendapatkan kritikan dari berbagai pihak,
terutama dalam anggapannya yang hanya meyakini bahwa tidak ada
sesuatu selain materi yang bergerak. Mereka menganggap bahwa materi
berada diatas segala-galanya.
Untuk pendidikan, materialisme memandang bahwa proses belajar
merupakan proses kondisionisasi lingkungan serta menekankan pentingnya
keterampilan dan pengetahuan akademis empiris sebagai hasil kajian sains
atau alam, sedangkan perilaku sosial sebagai hasil belajar. Dan adapun
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh aliran filsafat aliran
materialisme dalam pendidikan adalah :
• Kelebihan
a. Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah
umum.
b. Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya
(handal), dan di organisasi, selalu berhubungan dengan sasaran
perilaku.
c. Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran
berprogram dan kompetensi.
• Kekurangan
a. Dalam dunia pendidikan, aliran materialisme hanya berpusat pada guru
dan tidak memberikan kebebasan kepada siswanya, baginya guru yang
memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses
pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar
siswa. Sedangkan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh
kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan
untuk hidup, mereka dituntu untuk belajar.
b. Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk pengetahuan material,
baik dalam buku-buku teks maupun proses belajar mengajar, yang
86
Bab 4 Filsafat Materialisme

terjadi adalah proses pengayaan pengetahuan kognitif tanpa upaya


internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh antara apa
yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
anak didik. Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu
mengubah sikap-perilaku mereka.
Jadi, aliran filsafat materialisme memandang bahwa materi lebih dulu
ada sedangkan ide atau pikiran timbul setelah melihat materi. Pada
dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil
interaksi meterial.

4.10 Kesimpulan
Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi
kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau fisik, hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Ciri utamanya adalah
menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat
objektif, sehingga bisa diukur, dikuantifikasi (dihitung), dan diobservasi.
Tokoh dari aliran filsafat materialisme yaitu, Thales, Anaximenes,
Heraklitus, Empedokles, Epikuros, Demokritos, Titus Lucretius Carus,
Julien de la Mettrie, Baron von Holbach, Thomas Hobbes, Karl Marx.
Terdapat beberapa macam-macam yang terdapat pada aliran materialisme,
antara lain : Materialisme Mekanik, Materialisme Dialektis/Dialektika,
Materialisme Extrim, Materialisme Metafisik, Materialisme Vitalistis, dan
Materialisme Modern.
Untuk pendidikan, materialisme memandang bahwa proses belajar
merupakan proses kondisionisasi lingkungan serta menekankan pentingnya
keterampilan dan pengetahuan akademis empiris sebagai hasil kajian sains
atau alam , sedangkan perilaku sosial sebagai hasil belajar.

87
FILSAFAT PENDIDIKAN

SOAL LATIHAN
1. Bagaimana pandangan agama terhadap filsafat aliran materialisme?
2. Mengapa pandangan/pemikiran dari Heraklitus dikatakan filsafat menjadi?
3. Aliran materialisme tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Kenyataan
spriritual seperti apa yang dimaksud? Jelaskan!
4. Bagaimana contoh dari pengembangan implikasi dalam teknologi pada
materialisme historis?
5. Bagaimana contoh dari materialsme dialektika/dialektis (perubahan kuantitas
menjadi kualitas) pada pembelajaran?
6. Bagaimana materialisme dalam pandangan politik?
7. Mengapa pandangan/pemikiran Parmenindes disebut dengan “filsafat ada”?
8. Mengapa aliran materialisme hanya mengakui kemampuan indera dan
menolak kemampuan akal?
9. Dalam ciri-ciri dari materialisme, terdapat “memposisikan ilmu sebagai
pengganti agama dan peletakan hukum”. Yang dimaksud dengan
menggantikan agama seperti apa? Mengapa harus menggantikan agama?
Bukankah ilmu dan agama tidak dapat dipisahkan?
10. Jelaskan perbedaan dari materialisme dan idealisme!

JAWABAN
1. Berikut ini adalah pandangan bebagai agama terhadap filsafat
materialisme:
a. Filsafat materialis bertolak belakang dengan ajaran agama apapun.
Filsafat materialis adalah paham yang memandang segala sesuatu
dari sudut materi, sedangkan di dalam semua agama tidak
mengajarkan umatnya untuk memandang segala sesuatu dari
materi, karena materi hanya bersifat sementara dan tidak ada yang
abadi.
b. Materialisme merupakan kenikmatan dunia semata
Materi hanya dapat dinikmati di kehidupan dunia, tidak dengan
akhirat. Oleh sebab itu, didalam agama tidak diajarkan untuk

88
Bab 4 Filsafat Materialisme

berpaham materialis. Karena dalam pandangan agama apapun,


masih ada kehidupan yang abadi setelah kehidupan di dunia ini
berlalu, dan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di
kekekalan abadi, tidak dapat diukur dengan materi di dunia ini.
c. Filsafat materialisme membuat manusia melupakan Sang Pencipta
Paham materialis yang memandang segalanya dari segi materi, tidak
dapat dipungkiri bahwa paham tersebut dapat membuat manusia
melupakan pencipta-Nya.

2. Pandangan Heraklitus “Panta rhei uden menei, semuanya mengalir dan


tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap” pemikiran Heraklitus ini
menjelaskan bahwa segala sesuatu tidak ada yang bersifat tetap (kekal),
semuanya berubah, mengikuti arus perubahan. Dari ada menjadi tiada,
dan dari tiada menjadi ada. Akhirnya dikatakan bahwa hakikat dari
segala sesuatu itu adalah menjadi, maka filsafatnya dikatakan filsafat
menjadi.
3. Alam spiritual atau jiwa, yang tidak menempati ruang, tidak bisa disebut
esensi kenyataan. Oleh karena itu ditolak keberadaannya dalam aliran
materialisme. Yang dimaskud spiritual disini adalah mempercayai
adanya roh atau alam ghaib dan pemikirannya berdasarkan jiwa (ide).
4. Menurut Karl Marx dalam pemikirannya tentang materialisme historis
yaitu “Manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak
membuatnya tepat seperti yang mereka sukai; mereka tidak
membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri,
melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi, ditentukan
dan ditransmisikan dari masa-lalu.” Contoh implikasi dalam teknologi
pada materialisme historis yaitu salah satunya dengan mendirikan
transportasi online seperti Gojek. Pendiri Gojek, telah membuat sejarah
baru dengan mendirikan perusahaan aplikasi Gojek yang dapat
mempermudah orang untuk berpergian. Aplikasi transportasi berbasis

89
FILSAFAT PENDIDIKAN

online bisa ada karena sebelumnya telah ditemukan Internet dan


smartphone.
5. Ada dua jenis perubahan, yakni perubahan kuantitas dan perubahan
kualitas. Perubahan kuantitas adalah satu jenis perubahan yang hanya
menyentuh besaran dari sesuatu hal atau benda. Sedangkan perubahan
kualitas adalah sebuah perubahan dari satu sifat ke sifat yang lain.
Hukum dialektika mengajarkan bahwa pada saat tertentu perubahan
kuantitas bisa beralih menjadi perubahan kualitas, bahwa perubahan
tidak selalu berada dalam garis lurus tetapi pada momen tertentu
mengalami loncatan. Contoh yang menggambarkan hukum dialektika
ini pada fisika yaitu, pada saat mendidihnya air. Ketika kita menaikkan
suhu air satu derajat dari 20 oC ke 21 oC, tidak ada perubahan kualitas.
Air masih berbentuk air, yang terjadi hanya perubahan kuantitas. Kita
bisa terus menaikkan suhu air ini satu derajat per satu derajat, hingga
suhu air mencapai 99 oC, dan air pun masih berbentuk air. Tetapi ketika
kita naikkan satu derajat lagi, dari 99 oC ke 100 oC, maka sesuatu loncatan
terjadi, sebuah perubahan kualitas terjadi. Air mendidih dan berubah
menjadi uap. Jadi perubahan satu derajat (perubahan kuantitas)
mengakibatkan mendidihnya air menjadi uap (perubahan kualitas). Hal
yang sama juga benar untuk perubahan dari air menjadi es.
6. Jika pandangan dunia politiknya berasal dari pemikiran materialisme,
maka peradaban yang tercipta pastilah penuh dengan materi. Karena
kaum meterialisme melihat segala sesuatu menjadi benar dan kebenaran
dengan tolak ukur materi (bahwa yang ada atau yang kekal adalah
materi). Pandangan dunia politik yang berpikiran materialisme juga
dapat menciptakan paradaban politik yang Atheistik. Segala aktivitas
politik yang dijalankan hanyalah kemauan dan keinginan subyektifitas
manusia, sehingga Tuhan ditenggelamkan dalam persepsi, perkataan
dan tindakan politik. Berdasarkan hal diatas, maka jika suatu bentuk
masyarakat terdeteksi menerapkan teori dan praktis politik yang
orientasinya hanya dititik beratkan pada hal-hal bersifat material, maka

90
Bab 4 Filsafat Materialisme

negara atau bangsa tersebut, pastilah mengadopsi pandangan dunia


materialisme pula dan peradaban yang diciptakannya kemungkinan
besar peradaban Atheistik, meski dalam tataran simbolisme mengaku
mengadopsi dan mendeklarasikan teori dan praktis politik yang
menjunjung tinggi nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
7. Dengan mengambil objek “alam”. Parmenides berpendapat bahwa arche
merupakan sesuatu yang bersifat tetap dan tidak berubah, serta hanya
ada satu. Yang ada itu tetap, tak mungkin berubah, tak mungkin
bergerak, juga tak mungkin kita kenal dan ketahui. Yang ada itu ada.
Inilah disebut kebenaran yang tidak mungkin dipungkiri. Dengan
uraian tersebut, Parmenides mengingkari gerak, perubahan atau
menjadi. Karena itu, filsafatnya disebut “filsafat ada”.
8. Karena, aliran materialisme hanya memandang sesuatu menggunakan
panca indera, salah satunya dengan indera pengelihatan, yaitu jika
melihat sesuatu yang benar-benar adanya atau yang benar-benar tampak
dan apa yang tidak di lihat secara langsung dengan alat indera nya maka
penganut aliran ini tidak akan mempercayai sesuatu tersebut dan tidak
diterima oleh akalnya.
9. Maksud dari menggantikan agama disini yaitu untuk memperdalam
ilmu pengetahuan yang telah didapat dengan menggunakan pandangan
materialisme. Bukan mengganti dalam artian menghapuskan agama itu
sendiri, tetapi hanya untuk memperdalam apa yang telah dipelajari dan
tidak pula mengesampingkan agama. Jika ditinjau dari perbedaannya,
ilmu dan agama tidak selalu beriringan, karena agama berhubungan
dengan Tuhan dan ilmu berhubungan dengan alam, agama
membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan
iman, ilmu diterima logika. Jadi, menggantikan disini maksudnya bukan
untuk menghapus atau mengesampingkan agama tetapi mempelajari
ilmu pengetahuan menggunakan filsafat aliran materialisme, dimana
filsafat itu sendiri yaitu pemikiran yang luas, mendasar dan menyeluruh
secara sistematis dan logis untuk mencari kebenaran.

91
FILSAFAT PENDIDIKAN

10. Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal
yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Idealisme adalah
suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang
bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan kultur
budaya dan kebiasaan.

PERTANYAAN

92
BAB V

FILSAFAT REALISME

5.1 Pendahuluan
Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan
karena membantu dalam memberikan informasi tentang hakikat manusia
sebagai dirinya sendiri baik secara horizontal maupun secara vertikal.
Sehingga kajian tentang realitas sangat dibutuhkan dalam menentukan
tujuan akhir pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat
yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif
sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang
melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan
perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas.
Disisi lain, kajian filosofis memberikan informasi yang berkaitan dengan
pengetahuan, sumber pengetahuan, nilai, dan seperti bagaimanakah
pengetahuan itu diperoleh, bagaimana manusia dapat memperoleh nilai
tersebut. Dengan nilai tersebut apakah pendidikan layak untuk diterapkan
dan lebih jauh akan membantu untuk menentukan bagaimana seharusnya
pendidikan itu dilaksanakan.
Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam
pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan
pendidikan yang menyangkut dengan tujuan, latar belakang, cara dan
hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang menyangkut struktur
kegunaannya.

93
FILSAFAT PENDIDIKAN

Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan,


khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang tidak dapat dijawab oleh
ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan
memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara
komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan
modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar
tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas.

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 5 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian aliran realisme.


2. Menjelaskan sejarah aliran realisme.
3. Menyebutkan tokoh-tokoh dalam aliran realisme.
4. Menyebutkan karya-karya Aristoteles.
5. Menjelaskan bentuk-bentuk aliran Realisme.
6. Mengelompokkan jenis-jenis aliran Realisme modern.
7. Menjelaskan ciri-ciri kelompok yang mengikuti aliran Realisme.
8. Menjelaskan konsep filsafat menurut aliran realisme.
9. Menjelaskan filsafat pendidikan Realisme.
10. Menjelaskan peranan filsafat pendidikan dalam pengembangan ilmu
pendidikan.
11. Menyebutkan implikasi filsafat Realisme dalam pendidikan.
12. Menyebutkan kelebihan dan kekurangan dari filsafat pendidikan
Realisme.

94
Bab 5 Filsafat Realisme

5.2 Pengertian Aliran Realisme


Realisme berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu real, atau yang
nyata, dapat diartikan juga yang ada secara fakta, tidak dibayangkan atau
diperkirakan. Adapun kata fakta dalam bahasa Indonesia berarti hal
(keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yg benar-benar
ada atau terjadi. Realisme juga berasal dari kata Latin realis yang berarti
nyata. Dalam bidang metafisika, realisme berarti konsep-konsep umum
yang disusun oleh budi manusia yang sungguh juga terdapat dalam
kenyataan, lepas dari pikiran manusia.
Aliran Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa realitas
sebagai dualitas. Aliran realisme memandang dunia ini mempunyai hakikat
realitas terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Hal ini berbeda dengan
filsafat aliran idealisme yang bersifat monistis yang memandang hakikat
dunia pada dunia spiritual semata. Hal ini berbeda dari aliran materialisme
yang memandang hakikat kenyataan adalah kenyatan yang bersifat fisik
semata.
Menurut Kattsof (1996:126) realisme dalam berbagai bentuk menarik
garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan
pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik.
Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia luar itu adalah nyata pada
sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan itu berbeda dengan
jiwa yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut. Maka dari itu
pengamatan, penelitian dan penarikan kesimpulan mengenai hasil-hasilnya
perlu agar dapat diperoleh gambaran yang tepat secara langsung atau tidak
langsung mengenai sesuatu.
Menurut Realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara
konseptual terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana
keadaannya bila dihayati oleh subjek tertentu dan selanjutnya akan
tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Sebagai aliran filsafat, realisme
berpendirian bahwa yang ada yang ditangkap panca indra dan yang
konsepnya ada itu memang nyata ada.

95
FILSAFAT PENDIDIKAN

Definisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran


kebenaran suatu gagasan mengenai sesuatu yaitu menentukan apakah
gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai
sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara
apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya
sesuatu itu.

5.3 Sejarah Aliran Realisme


Realisme merupakan suatu aliran yang lahir di Eropa pada abad ke 16-
17 yang menunjukkan keinginan untuk mengetahui segala sesuatu dalam
alam. Ini berarti beralihnya perhatian dari pelajaran-pelajaran tentang
manusia kepada realita (kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan alam).

Gagasan filsafat realisme terlacak dimulai sebelum periode abad masehi


dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles (384-322
SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu saja memiliki
pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam
keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran
yang membuatnya menjadi berbeda dengan Plato.

Ibarat Plato memulai filsafatnya dari sebelah selatan, Aristoteles justru


memulai dari sebelah utara. Filsafat Aristoteles tampak seperti antitesis
filsafat Plato yang justru memiliki corak idealisme. Oleh karena itu, jika Plato
meyakini bahwa apa yang sungguh-sungguh ada adalah yang ada dalam
alam idea, Aristoteles justru memandang bahwa apa yang di luar alam ide,
termasuk benda-benda yang terlihat indra bukanlah idea yang lahir dari
replikasi yang ada dalam pikiran atau mental.

Bagi Aristoteles, benda-benda itu sungguh pun tidak ada yang


memikirkannya ia tetaplah ada. Keberadaanya tersebut tidak ditentukan
96
Bab 5 Filsafat Realisme

oleh akal. Disini fokus perhatian Aristoteles terhadap kemungkinan sampai


pada konsepsi-konsepsi tentang bentuk universal melalui kajian-kajian atas
objek-objek material. Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar pertama bagi
lahirnya fisika modern serta sains.

5.4 Tokoh Aliran Realisme


1. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung Kalkidike di Trasia
(Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM
dalam usia 63 tahun. Dari kecil, Aristoteles mendapat asuhan dari ayahnya
sendiri. Ayahnya yang bernama Machaon adalahseorang dokter istana pada
Raja Macedonia Amyntas II. Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik
membedah. Oleh karena itu, perhatiannya banyaj tertumpah pada ilmu-
ilmu alam, terutama ilmu biologi.
Dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia menguasai berbagai ilmu
yang berkembang pada masanya. Tatkala ia berumur 18 tahun, ia dikirim ke
Athena diakademia Plato. Di kota itu, ia belajar pada Plato. Kecenderungan
berfikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang
sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Pandangan filsafat
Aristoteles berorientasi pada hal-hal yang konkret.
Aristoteles memang filosof luar biasa. Didikan yang diperolehnya pada
waktu kecil, ketika ia mempelajari teknik pembedahan dalam dunia
kedokteran dari ayahnya, memengaruhi pandangan ilmiah dan pandangan
filosofinya. Pengalaman bukanlah pengetahuan yang berupa bayangan
belaka. Menurut Aristoteles, alam idea bukan sekedar bayangan, seperti
yang diajarkan oleh Plato. Ia mengakui bahwa hakikat segala sesuatu tidak
terletak pada keadaan bendanya, melainkan pada pengertian
keberadaannya, yakni pada idea. Akan tetapi, idea itu tidak terlepas sama
sekali dari keadaan yang nyata. Aristoteles adalah murid Plato yang sangat
kritis. Kepada gurunya, Plato, ia menunjukkan bahwa ia sangat mencintai
kebenaran. Oleh karena itu, ia melakukan kritik yang tajam terhadap Plato
97
FILSAFAT PENDIDIKAN

yang berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu adalah idea yang terlepas
dari pengetahuan hasil indera. Selain idea hanya gambaran yang membatasi
idea. Bagi Aristoteles, idea dan pandangan manusia merupakan sumber
segala yang ada.
Pandangan Plato bagi Aristoteles merupakan filosofi tentang adanya
yang ada dan adanya yang tidak ada. Aristoteles melengkapinya dengan
pandangan bahwa manusia berpotensi mengembangkan idea dan
pengembangan tersebut dipengaruhi oleh penglihatan, pengalaman, dan
pengertian-pengertian, sehingga idea dan realitas segala yang ada menyatu
dalam suat terminologi filosofis.
Pandangannya lebih realis daripada pandangan Plato, yang didasarkan
pada yang abstrak. Ini akibat dari didikan pada waktu kecil, yang
menghadapkannya senantiasa pada kenyataan. Ia terlebih dahulu
memandang kepada yang konkret, yang nyata. Ia bermula dengan
mengumpulkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu disusunnya menurut ragam dan
jenis atau sifatnya dalam suat sistem. Kemudian, ditinjaunya
persangkutpautan satu sama lain. Ia ingin menyelidiki sebab-sebab yang
bekerja dalam keadaan yang nyata dan menjadi keterangannya. Pendapat
ahli-ahli filosofi yang terdahulu dari dia diperhatikannya dengan kritis dan
diperbandingkannya. Dan barulah dikemukakan pendapatnya sendiri
dengan alasan dan pertimbangan rasional. Oleh sebab itu, tidak
mengherankan, kalau Aristoteles mempelajari lebih dahulu ilmu terapan
dan ilmu pasti, bahkan ia menguasai ilmu yang sifatnya khas bagi kaum
ilmuwan spesialis. Baru setelah itu, ia meningkat ke bidang filsafat, untuk
memperoleh kesimpulan tentang yang umum.
Menurut Aristoteles, realitas yang objektif tidak saja tertangkap dengan
pengertian, tetapi juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika
yang tertinggi. Dasar itu ada tiga, yaitu : Pertama, semua yang benar harus
sesuai dengan adanya sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di
dalamnya ada pertentangan. Ini terkenal sebagai hukum identika; Kedua,
dari dua pertanyaan tentang sesuatu jika yang satu membenarkan dan yang

98
Bab 5 Filsafat Realisme

lain menyalahkan, hanya satu yang benar. Ini disebut hukum penyangkalan
(kontradikta). Inilah menurut Aristoteles yang terpenting dari segala
prinsip; Ketiga, antara dua pernyataan yang bertentangan mengiyakan dan
meniadakan, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Dasar ini disebut
hukum penyingkiran yang ketiga.
Aristoteles berpendapat bahwa ketiga hukum itu tidak saja berlaku bagi
jalan pikiran, tetapi juga seluruh alam takluk kepadanya. Ini menunjukkan
bahwa dalam hal membanding dan menari kesimpulan harus
mengutamakan yang umum.
Aristoteles adalah seorang murid Plato yang telah mengembangkan
gagasan bahwa sementara gagasan-gagasan mungkin penting bagi diri
mereka sendiri, pembelajaran yang utama tentang materi mengantarkan kita
pada gagasan-gagasan yang jelas yang lebih baik.
Menurut Aristoteles, gagasan-gagasan (atau bentuk-bentuk), seperti ide
tentang Tuhan atau ide-ide tentang sebuah pohon bisa ada walaupun tanpa
materi, tapi tidak ada materi yang ada tanpa bentuk.
Sifat penting dari sebuah biji pohon, sebagai contoh, merupakan hal-hal
yang penting bagi biji dan itulah perbedaan biji dari semua biji yang lain.
Sifat-sifat ini termasuk ukuranya, bentuk, berat dan warna. Tidak ada
biji yang serupa sama sekali, jadi kita bisa mengatakan bahwa beberapa sifat
penting dari suatu biji sebagaimana perbedaan yang mendasar dari hal hal
pada semua biji yang lain. Hal ini bisa disebut dengan “bebijian” dan itu
adalah hal yang universal dengan semua biji yang lain. Mungkin hal ini bisa
dipahami lebih baik dengan mengembalikan pada manusia pada poin ini.
Orang, juga, berbeda dalam sifat-sifat tertentu mereka. Mereka memiliki
perbedaan bentuk dan ukuran, dan tak ada dua orangpun yang sama persis.
Karena semua manusia sesungguhnya berpegang pada sesuatu yang
universal.

99
FILSAFAT PENDIDIKAN

2. Francis Bacon (1210-1292 M)


Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah
pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dan dunia
fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Pengetahuan
haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya bahwa kita sudah
terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil
kesimpulan. Menurut Bacon, ilmu yang benar adalah yang telah
terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh
sentuhan inderawi.

3. John Locke (1632-1704 M)


Ia adalah filosof Inggris yang banyak mempelajari agama Kristen.
Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan
sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang
digunakan. Ia juga menolak metode deduktif Descarte dan menggantinya
dengan generalisasi berdasarkan pengalaman atau disebut dengan induksi.
Locke termasuk orang yang mengagumi Descartes, tetapi ia tidak
menyetujui ajarannya. Bagi Locke, mula-mula rasio manusia harus
dianggap sebagai “lembaran kertas putih” dan seluruh isinya berasal dari
pengalaman. Bagi Locke, pengalaman ada dua, yaitu : pengalaman lahiriah
dan pengalaman batiniah.

5.5 Karya-karya Aristoteles


Berbagai macam cabang ilmu pengetahuan yang menjadikarya
Aristoteles bila diperinci terdiri dari delapan cabang yangmeliputi Logika,
Filsafat Alam, Psikologi, Biologi, Metafisika, Etika Politik, Ekonomi,
Retorika dan Poetika.

100
Bab 5 Filsafat Realisme

a. Logika
Aristoteles terkenal sebagai bapak logika, tapi tidaklah berarti bahwa
sebelumnya tidak ada logika. Aristoteleslah orang pertama yang
memberikan uraian secara sistema tistentang Logika. Logika adalah ilmu
yang menuntun manusia untuk berpikir yang benar dan bermetode. Dengan
kata lain logika adalah suatu cara berpikir yang secara ilmiah yang
membicarakan bentuk-bentuk pikiran itu sendiri yang terdiri dari
pengertian, pertimbangan, dan penalaran serta hokum-hukum yang
menguasai pikiran tersebut.
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga bagian yaitu Ilmu
pengetahuan praktis yang meliputi etika dan politik, Ilmu pengetahuan
produktif yaitu teknik dan seni, Ilmu pengetahuan teoretis yang meliputi
fisika, matematika, dan filsafat.
Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan Logika sebagai cabang ilmu
pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita dapat mempraktekkan
ilmu pengetahuan.

b. Metafisika
Dalam uraian ini Aristoteles mengkritik ajaran gurunya tentang ide-ide.
Menurut Aristoteles; yang sungguh ada itu bukanlah yang umum
melainkan yang khusus, satu persatu. Bukanlah manusia pada umumnya
yang ada, melainkan manusia ini, itu, Anas, dan lain-lain. Semuanya ada.
Jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato yang mengatakan
bahwa semua yang nampak hanyalah merupakan bayangan semata.
Menurut Aristoteles, tidak ada ide-ide yang umum serta merupakan
realita yang sebenarnya. Dunia ide diingkari oleh Aristoteles sebagai dunia
realitas, karena tidak dapat dibuktikan. Jadi, Aristoteles berpangkal pada
yang konkrit saja, yang satu persatu dan bermacam-macam, yang berubah
itulah yang merupakan realitas sebenarnya.

101
FILSAFAT PENDIDIKAN

c. Abstraksi
Bagaimana budi dapat mencapai pengetahuan yangumum itu
sedangkan hal-hal yang menjadi obyeknya tidak umum. Menurut
Aristoteles, obyek yang diketahui itu memang konkrit dan satu persatu, jadi
tidak umum. Yang demikian itu ditangkap oleh indera dan indera
mengenalnya. Pengetahuan indera yang macam-macam itu dapat diolah
oleh manusia (budi). Manusia itu menanggalkan yang bermacam-macam
dan tidak sama, walaupun tidak diingkari. Yang dipandang hanya yang
sama saja dalam permacaman itu. Pengetahuan yang satu dalam macamnya
oleh Aristoteles dinamai ide atau pengertian.
Jadi, Aristoteles tidak mengingkari dunia pengalaman, sedangkan ide
juga dihargainya serta diterangkan bagaimana pula mencapainya dengan
berpangkal pada realitas yang bermacam-macam. Maka selayaknya aliran
Aristoteles disebut “Realisme.”

d. Politik
1. Tujuan Negara
Aristoteles dalam bukunya menyatakan “bahwamanusia menurut
kodratnya merupakan “ZoonPoliticon” atau makhluk sosial yang
hidup dalam negara. Tujuan negara adalah memungkinkan warga
negaranyahidup dengan baik dalam arti sepenuhnya. Dengan
katalain, lembaga-lembaga yang ada di dalamnya, keluargadi dalam
suatu negara, hubungan antar negara tetangga semua baik.
2. Rumah Tangga
Aristoteles mengkritik pendapat Plato bahwa parapenjaga tidak
boleh hidup berkeluarga dan dilarangmempunyai milik pribadi.
Menurut Aristoteles, untukhidup menurut keutamaan manusia
perlu keluargadan butuh milik pribadi, tetapi kekayaan tidak
bolehditambah dengan sembarang cara.

102
Bab 5 Filsafat Realisme

3. Susunan Negara yang Paling Baik


Negara yang paling baik ialah negara yang diarahkanuntuk
kepentingan umum. Susunan negara yang palingbaik menurut
Aristoteles ialah “Politeia.” Politeia adalahdemokrasi moderat atau
demokrasi yang mempunyaiundang-undang dasar.

e. Etika
Dalam karya Aristoteles “Ethika Nicomachea” mengatakan dalam segala
perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan. Ia selalu mencari sesuatu
yang baik baginya. Dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai manusia,
maka tujuan yang tertinggi dan terakhir dari manusia adalah kebahagiaan.
Tugas etika ialah mengembangkan dan mempertahankan kebahagiaan itu.
Menurut Aristoteles, manusia hanya disebut bahagia jikaia menjalankan
aktivitasnya dengan baik. Dengan kata lain, agar manusia berbahagia ia
harus menjalankan aktivitasnya dengan baik.

5.6 Bentuk-Bentuk Aliran Realisme

5.6.1 Realisme Rasional


Realisme dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan
realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”.
Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius terutama Scholastisisme oleh
Thomas Aquinas. Aristoteles membahas teologi gereja dengan
menggunakan filsafat. Thomas Aquinas menciptakan filsafat baru dalam
agama Kristen, yang disebut Tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh
Neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.

Realisme Klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia


materi adalah nyata, dan berada di luar pikiran (ide) yang mengamatinya.
103
FILSAFAT PENDIDIKAN

Tetapi sebaliknya, Tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa


diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi karena
Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan
bahwa manusia merupakan suatu perpaduan atau kesatuan materi dan
rohani, dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan
bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke
dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari
kebahagiaan abadi.

5.6.2 Realisme Klasik


Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional.
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki
rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”,
dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident
merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi
merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran. Self evident
merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri.
Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self
evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk
membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan
artinya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan
atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.

5.6.3 Realisme Religius


Realisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ia
berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan
“order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan
adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu

104
Bab 5 Filsafat Realisme

proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan


diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam
alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan
filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana
belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.

5.6.3 Realisme Natural Ilmiah


Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme
biologis dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren pembawaan sosial
(social dispossition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat
kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan
penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (free will). Mereka
bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan
fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih,
kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat).

5.6.4 Neo Realisme dan Realisme Kritis


Selain aliran-aliran realisme, masih ada lagi pandangan lain yang
termasuk realisme. Aliran tersebut disebut “Neo Realisme” dari Frederick
Breed, dan “Realisme Kritis” dari Imanuel Kant. Menurut pandangan Breed,
filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip demokrasi. Prinsip
pertama demokrasi adalah hormat menghormati atas hak-hak individu.
Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah
tuntunan sosial dan individu. Istilah demokrasi harus di definisikan sebagai
pengawasan dan kesejahteraan sosial.

Realisme kritis di dasarkan atas pemikiran Imanuel Kant, seorang


pensistensis yang besar. Ia mensistensiskan pandangan yang berbeda antara
empirisme dan rasionalisme, antara skeptisisme dan paham kepastian
105
FILSAFAT PENDIDIKAN

antara eudaemonisme dengan puritanisme. Ia bukan melakukan elektisisme


yang dangkal, melainkan suatu sintesis asli yang menolak kekurangan yang
berada pada kedua pihak yang disintesiskannya, dan ia membangun filsafat
yang kuat.

5.7 Jenis-jenis Aliran Realisme Modern


Realisme adalah suatu istilah yang meliputi bermacam-macam aliran
filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama. Sedikitnya ada tiga aliran
dalam realisme modern.
1. Kecenderungan kepada materialisme dalam bentuknya yang modern.
Sebagai contoh, materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga
materialisme,
2. Kecenderungan terhadap idealisme. Dasar eksistensi mungkin dianggap
sebagai akal atau jiwa yang merupakan keseluruhan organik. James B.
Pratt dalam bukunya yang berjudul Personal Realism mengemukakan
bahwa bentuk realisme semacam itu, yakni suatu bentuk yang sulit
dibedakan dari beberapa jenis realisme obyektif,
3. Terdapat kelompok realis yang menganggap bahwa realitas itu
pluralistik dan terdiri atas bermacam-macam jenis; jiwa dan materi
hanya merupakan dua dari beberapa jenis lainnya.

5.8 Ciri-ciri Kelompok yang Mengikuti Aliran Realisme


1. Kelompok realis membedakan antara obyek pikiran dan tindakan
pikiran itu sendiri. Menekankan teori korespondensi untuk meneliti
kebenaran pernyataan-pernyataan. Kebenaran adalah hubungan erat
putusan kita kepada fakta-fakta pengalaman atau kepada dunia

106
Bab 5 Filsafat Realisme

sebagaimana adanya. Kebenaran adalah kepatuhan kepada realitas yang


obyektif.
2. Seorang realis menyatakan, ia tidak menjauhkan diri dari fakta yang
nyata. Menekan kemauan-kemauan dan perhatian-perhatiannya dan
menerima perbedaan dan keistimewaan benda-benda sebagai kenyataan
dan sifat yang menonjol dari dunia. Ia bersifat curiga terhadap
generalisasi yang condong untuk menempatkan segala benda di bawah
suatu sistem.
3. Kebanyakan kaum realis menghormati sains dan menekankan
hubungan yang erat antara sains dan filsafat. Tetapi banyak di antara
mereka yang bersifat kritis terhadap sains lama yang mengandung
dualisme atau mengingkari bidang nilai. Sebagai contoh, Alfred North
Whitehead yang mencetuskan 'filsafat organisme'. Ia mengkritik
pandangan sains yang tradisional yang memisahkan antara materi dan
kehidupan, badan dan akal, alam dan jiwa, substansi dan kualitas-
kualitas.

5.9 Konsep Filsafat Menurut Aliran Realisme


1. Metafisika Realisme
Menurut metafisika-realisme bahwa kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme), kenyataan material dan imaterial
(dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme). Metafisika realitas merupakan sisi lain idealisme. Jika
ontologis idealisme selalu merujuk bahwa yang ada adalah yang ideal atau
sesuatu yang ada dan bisa difikirkan, sebaliknya realisme justru meyakini
bahwa yang ada adalah sesuatu yang bisa teramati oleh indra.
Dalam pandangan tersebut realisme menjadikan indra atau pengamatan
sebagai instrumen atau epistemologi dalam memperoleh pengetahuan serta
kebenaran. Para realis termasuk Bacon, memandang bahwa ilmu
pengetahuan bukanlah suatu titik tempat bertolak dan mengambil
107
FILSAFAT PENDIDIKAN

kesimpulan darinya, melainkan ilmu pengetahuan sesuatu tempat sampai


ketujuan. Untuk memahami dunia, orang harus “mengamati”. Kemudian
mengumpulkan fakta, lalu membuat kesimpulan berdasarkan kepada fakta-
fakta itu dengan cara membuat argumentasi induktif yang logis.
Di sini bagi seorang realis, akal memiliki ide tentang sesuatu hal. Akan
tetapi, jika ia tidak bisa teramati oleh indra, sesuatu itu bukanlah sesuatu
yang ada. W.E Hocking dengan nada sarkastiknya membuat pernyataan,
betapa sebagai watak umum dari akal, realisme adalah sebuah
kecenderungan untuk menjaga diri dan preferensi hidup agar seseorang
tidak mencampuri keputusan tentang segala sesuatu dan membiarkan
objek-objek berbicara untuk dirinya.

2. Humanologi Realisme
Menurut humanologi-realisme bahwa hakekat manusia terletak pada
apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks
yang mempunyai kemampuan berpikir.

3. Epistemologi Realisme
Menurut epistemologi-realisme bahwa kenyataan hadir dengan
sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan
kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh
melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan
memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
Realisme berpandangan bahwa mengetahui itu sama artinya dengan
memiliki pengetahuan tentang suatu objek. Kognisi atau hasil mengetahui
itu melibatkan interaksi antara pikiran manusia dan dunia di luar pikiran
manusia. Bagi kaum realis, mengetahui adalah dua buah sisi proses yang
melibatkan sensasi dan abstraksi. Proses ini sesuai dengan konsep realis
tentang alam raya yang dualistik, tersusun atas materi dan struktur
(komponen dan forma). Bila sensasi diperkenalkan dengan objek dan

108
Bab 5 Filsafat Realisme

memberi kita informasi tentang aspek material dari objek ini dan kemudian
data masuk ke dalam pikiran kita seperti data yang masuk ke dalam
program komputer. Ketika masuk kedalam pikiran data sensor ini dipilih,
digolongkan dan didaftar. Melalui sesuatu proses abstraksi, akal sehat
merangkai data dalam dua kategori besar, yaitu sebagai sesuatu yang harus
ada yang selalu ditemukan dalam sebuah objek dan yang lainnya bersifat
kontingen atau kadang-kadang ditemukan dalam sebuah objek. Yang selalu
hadir itulah yang harus ada atau esensial bagi objek, disebut sebagai bentuk
atau struktur. Bentuk adalah objek tepat dari abstraksi.
Dengan pendapatnya ini juga, epistemologi kaum realisme disebut juga
epistemologi “teori pengamat” artinya manusia sebagai pengamat
kenyataan. Karena manusia biasanya terlibat dalam proses mengetahui yang
melibatkan sensasi dan abstraksi, “pengamatan” dapat berkisar dari hal-hal
yang paling kasar sampai pengumpulan data yang menggunakan cara-cara
terlatih serta tepat akurat. Melalui perjalanan waktu, manusia telah
mengembangkan alat paling canggih seperti teleskop, mikroskop, dan lain
lain.

4. Aksiologi Realisme
Menurut aksiologi-realisme bahwa tingkah laku manusia diatur oleh
hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih
rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.

5 Filsafat Pendidikan Realisme


Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan
pandangan John Locke bahwa akal, pikiran, dan jiwa manusia tidak lain
adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian
menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan dipandang
dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi
sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan
109
FILSAFAT PENDIDIKAN

dalam realisme kerap diidentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi


behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.

Murid adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab


ia dipandang sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang
telah pendidikan berikan. Disini dalam pengajaran setiap siswa atau subjek
didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti tunduk dan takluk sepatuh-
patuhnya untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah
ditetapkan sedemikian rupa.

Pada ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan


dibentuk untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense
sehingga mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang
ada. Sisi buruk pendidikan model ini kemudian cenderung lebih banyak
dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka dalam hal apa pun
akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan
secara indrawi.

Realisme memiliki jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah


satunya adalah dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di
Mosenius pada abad ke-17 dengan karya Orbic Pictusnya. Pada periode itu,
temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan dunia pendidikan dan dipandang
sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh dalam periode tersebut belum ada
satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan alat bantu visual
seperti gambar-gambar, perlu digunakan dalam pengajaran anak, terutama
dalam mempelajari bahasa. Diabad selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad
19, gagasan Moravi ini menginspirasi seorang pestalozzi. Ia menghadirkan
objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di dalam kelas.

Comenius dalam bukunya “Didacita Magna” (Didaktik besar), dan “Orbis


Sensualium Pictus” (Dunia panca indera dengan gambar-gambar)
merupakan peletak dasar didaktik modern. Ia mengubah cara berfikir anak
yang deduktif spekulatif dengan cara berfikir induktif, yang merupakan
110
Bab 5 Filsafat Realisme

metode berfikir ilmiah. Peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses


belajar mengajar, sehingga ia dijuluki sebagai Bapak keperagaan dalam
belajar mengajar. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh
Comenius adalah sebagai berikut:

1. Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik. Keberhasilan


dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan
suatu hasil perkembangan pribadinya.
2. Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line atau garis besar proses
belajar mengajar, silabus, dan rencana pembelajaran, dan sudah ada
pada awal pembelajaran.
3. Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus
menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar
pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
4. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya
yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
5. Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan
dengan pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang
utuh dan mengikuti perkembangan pengetahuan secara terus menerus.
6. Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya
membantu untuk pengembangan hakikat manusia, dan kepada peserta
didik ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai.
7. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua peserta
didik.

Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu


adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Dalam hubungannya
dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak
pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada
tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis
pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua
orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus

111
FILSAFAT PENDIDIKAN

seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia


dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang
paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus
beraneka ragam jenis pendidikan.
Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta
didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang
memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun,
yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan
pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan
kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan
kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan
pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.

Realisme dalam Pendidikan yaitu sebagai berikut:

1. Pendidikan sebagai Institusi Sosial


John Amos Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan
bahwa manusia tidak diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia
menjadi seorang manusia, budaya manusia harus memberi arah dan wujud
kepada kemampuan dasarnya.
Dalam bukunya Membangun Filsafat Pendidikan, Harry Broudy secara
eksplisit menekankan bahwa masyarakat mempunyai hak dengan
mengabaikan keterlibatan pemerintah, yang akan membawa pendidikan
formal di bawah wilayah hukumnya karena ini merupakan suatu lembaga
atau institusi sosial. Implikasinya yaitu pendidikan adalah kebutuhan dasar
dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua
masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan
pendidikan yang baik.

112
Bab 5 Filsafat Realisme

2. Siswa
Guru adalah pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-
centered), guru penentu materi pelajaran, guru harus menggunakan minat
peserta didik yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata
pelajaran sebagai sesuatu yang konkret untuk dialami peserta didik. Peserta
didik berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan, peserta
didik harus taat pada aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat
diperlukan untuk belajar. Peserta didik memperoleh disiplin melalui
ganjaran dan prestasi.

3. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan realisme adalah untuk penyesuaian diri dalam hidup
dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Pendidikan bertujuan
agar peserta didik dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah,
memperoleh keamanan dan hidup bahagia, dengan jalan memberikan
pengetahuan esensial kepada peserta didik. Pengetahuan tersebut akan
memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk memperoleh
keamanan dan hidup bahagia.

5.10 Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu


Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan adalah memberikan inspirasibagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan
bertujuan menghasilkan pemikiran tentangkebijakan dan prinsip-prinsip
pendidikan yang didasari olehfilsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikanmenerapkan serangkaian kegiatan berupa
implementasikurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik
gunamencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan ramburambudari
teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikanmemberikan inspirasi,

113
FILSAFAT PENDIDIKAN

yakni menyatakan tujuan pendidikanNegara bagi masyarakat, memberikan


arah yang jelas dan tepatdengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan
pendidikandan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-
rambudari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-
konsepyang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu mengajar materi
subjekterkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada
diripeserta didik.

5.11 Implikasi Filsafat Realisme dalam Pendidikan

1. Tujuan Pendidikan
Aristoteles berpendapat bahwa pendidikan bertujuan membantu
manusia mencapai kebahagiaan dengan mengembangkan potensi diri
seoptimal mungkin agar manusia menjadi unggul. Rasionalitas manusia
adalah kekuatan tertinggi manusia yang harus dikembangkan melalui
belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Manusia harus pula
memberanikan diri untuk mengenal diri, melatih potensi dan
mengintegrasikan berbagai peran dan tuntutan kehidupan sesuai
dengan tatanan rasional berjenjang.

2. Kurikulum
Kurikulum dikembangkan secara komprehensif mencakup semua
pengetahuan yang sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi
kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran
karena memiliki kecenderungan berorientasi pada peserta didik (subject
centeed).
1) Peranan Siswa
Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal
dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah

114
Bab 5 Filsafat Realisme

esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk


memperoleh hasil yang baik.
2) Peranan Guru
Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam
teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
3) Metode
Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak
langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode
contiditioning (Stimulus-Respon) adalah metode pokok yang
digunakan.

5.12 Kelebihan dan Kelemahan Aliran Realisme dalam


Pendidikan
Aliran filsafat realisme memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan,
adapun kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh aliran realisme
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Kelebihan:
1. Program pendidikan terfokus sehingga peserta didik dapat
menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup, dan dapat
melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup bermasyarakat.
2. Peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal
sehingga mampu mengikuti perkembangan Iptek.
3. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang baik sangat
penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola
berdasarkan pada suatu pedoman. Karena peserta didik perlu
mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat
kebaikkan.
4. Kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang
berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab

115
FILSAFAT PENDIDIKAN

sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan umum untuk


mengembangkan kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk
kepentingan bekerja.
5. Metodenya logis dan psikologis, semua kegiatan belajar berdasarkan
pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Metode
mengajar bersifat logis, bertahap dan berurutan.
b) Kelemahan:
1. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima
jenis pendidikan yang sama. Menurutnya pembawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi,
dan proses pendidikan harus seragam. Namun, tidak semua
manusia itu sama dalam menangkap pelajaran karena kemampuan
tiap orang berbeda-beda sehingga harus disesuaikan dalam proses
pendidikan.
2. Kekeliruan menilai persepsi, tidak ada penjelasan mengenai objek
khayalan/halusinasi, semua persepsi tergantung konteks visual.

5.13 Kesimpulan
Aliran Realisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa dunia
materi di luar kesadaran ada sebagai suatu yang nyata dan penting untuk
kita kenal dengan mempergunakan intelegensi. Segala yang di amati oleh
panca indera kita adalah suatu kebenaran.
Pengaruh aliran realisme dalam pendidikan, kemampuan dasar dalam
proses kependidikan yang di alami lebih ditentukan perkembangannya oleh
pendidikan atau lingkungan sekitar, karena empiris (pengalaman) pada
hakikatnya yang membentuk manusia. Seorang pendidik harus mempunyai
bekal filsafat dan memperkaya dengan teori-teori pembelajaran. Pendidikan
dalam realisme kerap diindentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi
behavioristik ke dalam ruang pengajaran dan tekanan-tekanan hidup yang

116
Bab 5 Filsafat Realisme

terarah dalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat


mekanistik. Sehingga diperlukan paradigma baru pendidikan yang menarik
dan memanfaatkan potensi siswa berdasarkan pengalaman adalah
pembelajaran kontruktivisme.

Tugas / Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan aliran realisme sebagai dualisme? Berikan
satu contoh dari aliran realisme sebagai dualisme!
2. Bagaimana aliran realisme menurut pandangan Aristoteles?
3. Apa definisi kebenaran menurut sudut pandang penganut aliran
Realisme?
4. Bagaimana teori pendidikan yang sesuaidengan aliran realisme?
5. Apa yang dimaksud dengan aksiologi-realisme menyatakan bahwa
tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh
melalui ilmu?
6. Apa pengaruh aliran realisme dalam pendidikan?
7. Pada pembelajaran fisika, metode pembelajaran seperti apa yang cocok
digunakan menurut aliran realaisme?
8. Berikan satu contoh dari realisme natural ilmiah dan neorealisme!
9. Bagaimana prinsip mengajar dalam pandangan realisme?
10. Bagaimana implikasi pendidikan sebagai institusi sosial?

117
FILSAFAT PENDIDIKAN

118
BAB VI

FILSAFAT PRAGMATISME

6.1 Pendahuluan
Abad ke-19 ditandai dengan pesatnya pertumbuhan pemikiran manusia
yang berpengaruh pada berbagai bidang kehidupan manusia. Berkembang
pesatnya ilmu secara berangsur-asur memisahkan antara filsafat dengan
ilmu. Bahkan tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan saja, di bidang lain
seperti teknologi, sosial, budaya serta politik, perubahannya pun dapat
dirasakan. Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari
hakikat pendidikan dan pelaksanaannya. Bahan yang dipelajari meliputi
latar belakang, tujuan, cara, hasil, dan hakikat pendidikan itu sendiri.
Metode yang dilakukan adalah dengan cara menganalisis secara kritis
struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk
memikirkan permasalahan-permasalahan pendidikan.
Filsafat telah mengalami perubahan sepanjang masanya dalam suatu
kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan
sebagai sasaran utamanya. Demikian juga pada filsafat pendidikan. Ada
beberapa aliran filsafat yang digunakan dalam dunia pendidikan yaitu salah
satunya aliran filsafat pragmatisme.
Aliran pragmatisme lahir di Amerika, sehingga sering dipandang
sebagai filsafat Amerika asli, tetapi sebenarnya pragmatisme berpangkal
pada filsafat empirisme Inggris. Pendiri filsafat pragmatisme sendiri adalah
Charles Sanders Peirce, William James dan John Dewey. Pragmatisme
timbul akibat dari Pemberontakan melawan sistem idealisme yang terlalu
memperdepankan intelektual dan bersifat tertutup. Pragmatisme
119
FILSAFAT PENDIDIKAN

diperkenalkan pertama kali oleh William James (1842-1910) di Amerika.


Empirisme modern di Inggris dan Jerman mempengaruhi berdirinya
pragmatisme, juga pengalaman sosial bangsa Amerika pada abad XIX dalam
perdagangan yang menekankan kerja keras dan kebijakan. Sehingga,
pragmatisme menjadi alat untuk menolong manusia dalam hidup sehari-
hari.
Istilah pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani), yang
berarti praktek atau berbuat atau tindakan. Bahwa segala sesuatu itu
tergantung dari hubungan dengan apa yang dapat dilakukan. Istilah lain
dalam menyebut aliran ini antara lain instrumentalisme dan eksperimentalisme.
Disebut instrumentalisme karena pada aliran ini menganggap bahwa dalam
hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan tujuan antara dan sementara
yang merupakan alat utuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam
bidang pendidikan. Dikatakan Eksperimentalisme karena menggunakan
metode eksperimen dan berdasarkan pada pengalaman dalam menentukan
kebenaran.
Pelaksanaan atau praktik hiduplah yang penting dalam aliran
pragmatisme, bukan cuma pendapat atau teori yang bersifat hipotesis.
Kebenaran diartikan sebagai hal yang dinamis yang mana kebenaran dibuat
sambil berjalan atau melaksanakan konsep hidup, karena kebenaran sifanya
dinamis. John Dewey mengambarkan konsep hidup terdapat dua unsur,
yaitu kecerdasan atau intelaktual manusia dan pengalaman. Kecerdasan
manusia merupakan sesuatu yang bersifat kreatif, sedangkan pengalaman
merupakan unsur yang terpokok dalam segala pengetahuan.

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 6 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian pragmatisme.


2. Menjelaskan sejarah aliran pragmatisme.
3. Menyebutkan tokoh-tokoh pada aliran filsafat pragmatism.
4. Menjelaskan pandangan filsafat pragmatisme terhadap berbagai
komponen esensial dalam pendidikan.
120
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

5. Menganalisis kekuatan dan kelemahan pragmatime.


6. Menjelaskan implikasi pragmatisme dalam pendidikan.
7. Menjelaskan evolusi filsafat pragmatisme dari tokoh-tokohnya
8. Menjelaskan metode pendidikan John Dewey
9. Menganalisis pandangan filsafat pragmatisme terhadap peserta didik
10. Menganalisis pandangan filsafat pragmatisme terhadap peran guru
11. Mengetahui metode pengajaran filsafat pragmatisme
12. Menganalisis prinsip aliran filsafat pragmatisme pada kurikulum
13. Menjelaskan pendapat John Dewey terhadap tujuan pendidikan
14. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar William James pada aliran filsafat
pragmatime

6.2 Pengertian Pragmatisme


Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pragmatisme berasal dari kata
pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan (practice) atau perbuatan
(action). Sedangkan Isme artinya aliran atau ajaran atau paham. Dengan
demikian Pragmatisme berarti suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang
benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia
menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima
sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang
praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah
“manfaat bagi hidup praktis”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh
Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu
teori itu benar kalau berfungsi (if it works).
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa
kebenaran tidak hanya dalam ucapan, dalil atau teori, tetapi lebih pada
faedah atau tindakan bagi kehidupan manusia. Ide ini merupakan budaya
dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang
lahir sebagai upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang
121
FILSAFAT PENDIDIKAN

terjadi pada awal abad ini. Dalam dialektika dan siklus sejarah, atau dalam
fenomenologi suatu faham ada yang mendahuluinya, sebagaimana
pragmatisme tidak lepas dari keberadaan dan perkembangan ide-ide
sebelumnya di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme
nerupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama” dan ini
merupakan kelanjutan dari Empirisme yang ada di Inggris, seperti yang
dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh
Thomas Hobbes (1558-1679) dan John locke (1632-1704). Pada awal
perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk
menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat dapat menjadi
ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia.
Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhirnya berkembang
menjadi suatu metoda untuk memecahkan berbagai perdebatan filosofis-
metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir mewarnai seluruh
perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani kuno. Dalam
usahanya untuk memecahkan masalah-masalah metafisik yang selalu
menjadi pergunjingan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan
suatu metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari konsekwensi praktis dari
setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang dianut masing-masing
pihak.
Pragmatisme dapat dikategorikan kedalam pembahasan mengenai teori
kebenaran (Theory of Truth), sebagaimana yang nampak yang menonjol
dalam pandangan William James dalam bukunya The Meaning of The Truth.
Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu
relatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah,
seperti perubahan kebudayaan, masyarakat, dan lingkungannya.
Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara
yang sama seperti kita menguji kebenaran pengetahuan dengan metode
empiris. Nilai moral atau etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari
segi teorinya. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara empiris
berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia, khususnya kehidupan

122
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

sehari-hari. Menurut pragmatisme, harus mempertimbangkan perbuatan


manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang
tampaknya memungkinkan untuk memecahakan masalah-masalah yang
dihadapi manusia. Nilai itu tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan
apapun tetapi disetujui setelah diadakan secara terbuka dan didasarkan atas
bukti-bukti empiris dan obyektif.
Pragmatisme melihat realitas dan dunia yang diamati tidak bebas dari
ide manusia dan sekaligus tidak terikat kepadanya. Sehingga realitas bagi
pragmatisme merupakan intereksi antara manusia dan lingkungannya,
yang berdampingan dan memiliki tanggung-jawab yang sama terhadap
realitas.
Pragmatisme melihat transformasi sosial yang terus menerus berubah
didasarkan pada pandangan Heracleitos (540-480 SM), dengan teorinya
panta rei, artinya mengalir terus menerus. Pragmatisme melihat manusia
sebagai makhluk secara biologis, sosial, dan psikologis senantiasa terus
menerus berkembang. Manusia hidup dalam keadaan menjadi (becoming)
atau on goingness. Sehingga Pragmatisme, dalam mengambil tindakan
tertentu, ada dua hal penting.
Pertama, ide atau keyakinan yang mendasari keputusan yang harus
diambil untuk melakukan tindakan tertentu. Kedua, tujuan dari tindakan itu
sendiri. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan suatu
paket tunggal dari metode bertindak yang pragmatis. Pertama-tama
manusia memiliki ide atau keyakinan itu yang ingin direalisasikan. Untuk
merealisasikan ide atau keyakinan itu, manusia mengambil keputusan yang
berisi: akan dilakukan tindakan tertentu sebagai realisasi ide atau keyakinan
tadi. Dalam hal ini, sebagaimana diketahui oleh Peirce, tindakan tersebut
tidak dapat diambil lepas dari tujuan tertentu. Dan tujuan itu tidak lain
adalah hasil yang akan diperoleh dari tindakan itu sendiri, atau
konsekwensi praktis dari adanya tindakan itu.
Apa yang dikatakan oleh Peirce tersebut merupakan prinsip pragmatis
dalam arti yang sebenarnya. Pragmatisme dalam hal ini tidak lain adalah

123
FILSAFAT PENDIDIKAN

suatu metode untuk menentukan konsekwensi praktis dari suatu ide atau
tindakan. Dalam perkembangannya, faham ini diterapkan dalam setiap
bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat
tentang tindakan manusia, maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi
bidang penerapan dari filsafat yang satu ini. Karena metode yang dipakai
sangat populer untuk di pakai dalam mengambil keputusan melakukan
tindakan tertentu, karena menyangkut pengalaman manusia sendiri, filsafat
inipun segera menjadi populer. Filsafat ini yang berkembang di Amerika
pada abad ke-19 sekaligus menjadi filsafat khas Amerika dengan tokoh-
tokohnya seperti Charles Sander Peirce (1839-1914), William James (1842-
1910), dan John Dewey (1859-1952) menjadi sebuah aliran pemikiran yang
sangat mempengaruhi segala bidang kehidupan orang Amerika.
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang
menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata,
Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang
praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme
yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian
pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak
mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak
memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna
bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan
kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati
demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu,
menolak segala intelektualisme, absolutism dan meremehkan logika formal.
Aliran pragmatisme pertama kali tumbuh di Amerika oleh Charles
Sanders Pierce, namun Pragmatisme sendiri berkembang pesat dan terkenal

124
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

di dunia melalui William James dan juga Jhon Dewey yang juga ikut andil
didalamnya. Pragmatisme itu sendiri berasal dari kata Yunani pragma yang
berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice).
Pragmatisme secara bahasa adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Para pragmatis selalu menolak
jika filsafat mereka dikatakan berlandaskan suatu pemikiran metafisik
sebagaimana metafisik tradisional yang selalu memandang bahwa dalam
hidup ini terdapat sesuatu yang bersifat absolute dan berada di luar
jangkauan pengalaman-pengalaman empiris. Dari itu, bagi mereka
seandainya pun realitas adikodrati memang ada, mereka berasumsi bahwa
manusia tidak akan mampu mengetahui hal itu.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa epistemologi pragmatisme
sepenuhnya berbasis pendekatan empiris, yakni apa yang bisa dirasakan
itulah yang benar. Artinya, akal, jiwa, dan materi adalah sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan. Sebab hanya dengan mengalamilah pengetahuan itu
dapat diserap. Pengalaman menjadi parameter ketika sesuatu dapat
diterima kebenarannya. Oleh karena itu, para pragmatis tidak nyaris pernah
mendasarkan satu hal kebenaran. Menurut mereka, pengalaman yang
pernah mereka alami akan berubah jika realitas yang mereka alami pun
berubah.

6.3 Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme


1. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan
berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan
yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu
filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu
teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua
pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme
tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk
125
FILSAFAT PENDIDIKAN

berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena


tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep
pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
Peirce mengemukakan dua metode yaitu metode pragmatik dan
prosedur penetapan makna. Yang dimaksud metode pragmatik merupakan
sebuah ide yang kita pikirkan itu bisa menjadi jelas. Metode pragmatik
bukan dimaksudkan untuk menetapkan makna semua ide melainkan untuk
konsep intelektual yang dimiliki struktur argumentatif atas fakta obyektif.
Prosedur Penetapan Makna merupakan urunan lain yang dari Peirce
pada pragmatisme. Pertama, suatu makna itu kosong bila tak dapat
diaplikasikan dalam situasi. Kedua, untuk dapat memberikan makna kita
harus membangun sekema sebagai kerangka teoretik untuk mendapatkan
isi konsep empirik yang signifikan.

Charles Sandre Peirce filsuf Amerikat Serikat

126
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

2. William James (1842-1910 M)


William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James,
Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir
yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan
kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan
humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin
mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh
dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untyuk menjawab
berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.

William James filsuf Amerika Serikat


Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will
to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism
(1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita
anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di
dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang
ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa
yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat
diubah oleh poengalaman berikutnya.

127
FILSAFAT PENDIDIKAN

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya,


kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang
disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat
bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan
hidup.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau
keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa
gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang
tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara
yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu
relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja.
Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi
orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih
tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu
memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian
hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme. Paham ini diturunkan kepada John
Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan ini
menghasilkan orang Amerika yang sekarang. Dengan kata lain, orang yang
paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah
William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat
mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum
moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini
berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup
untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan
manusianya itu sendiri.

128
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

3. John Dewey (1859-1952 M)


Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun
menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan
James.Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat
bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya
atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi
kebutuhan manusiawi.

Jhon Dewey filsuf Amerika Serikat


Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas
filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak
boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak
ada faedahnya. John Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat
instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman
dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang
logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara
utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-
konsekuensi di masa depan.

129
FILSAFAT PENDIDIKAN

Menurut John Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaannya. Sikap John Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya
dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan
nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat
hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa
dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut
oleh William James.

6.4 Aliran-Aliran Dalam Pragmatisme

1. Pragmatisme yang berpegang teguh pada praktik


Pada penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktik. Mereka
memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup
yang berlangsung terus-menerus yang didalamnya hal yang terpenting
ialah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-
konsekuensi yang bersifat praktis erat hubungannya dengan makna dan
kebenaran, demikian eratnya sehingga oleh seorang penganut
pragmatisme dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya
merupakan keunggulan.

2. Makna dan kebenaran berhubungan dengan konsekuensi-


konsekuensi
Sesungguhnya makna yang menyangkut ide dan kebenaran menyatakan
hubungan antara ide-ide yang dipandang berhubungan dan hubungan
dengan suatu yang ditunjuk oleh ide-ide tersebut. Seorang penganut
pragmatisme melakukan pendekatan terhadap penyelesaian masalah ini
dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
orang yang berfikir.
Pragmatisme membuat kebenaran menjadi pengertian yang dinamis dan
nisbi, sambil berjalan kita membuat kebenaran karena masalah-masalah
130
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

yang kita hadapai bersifat nisbi bagi kita. Untuk memberikan gambaran
mengenai masalah ini, kami memberikan tentang suatu tanggapan yang
kebetulan diantara para penganut pragmatisme sendiri tidak terdapat
kesepakatan. Tentang tanggapan “Tuhan Ada”, bicara secara
pragmatisme maka tidak ada konsekuensi praktis yang niscaya akan
timbul dari tanggapan tersebut.
Bahwasannya “Tuhan ada” tidaklah mengakibatkan suatu niscaya akan
terjadi. sejauh yang kita lihat, dunia tidak akan berbeda jika kita
beranggapan bahwa Tuhan tidak ada. Tampaknya yang merupakan
kelanjutan kenyataan tersebut ialah bahwa berbicara secara
pragmatisme bahwa pernyataan “Tuhan Ada”, tidak mengandung
makna terlepas benar-sesatnya.

3. Kenyataan suatu proses di dalam waktu


Ditinjau dari sudut ontologi, seorang penganut pragmatisme
memandang kenyataannya sebagai suatu proses di dalam waktu yang
didalamnya yang mengetahui nyata-nyata memainkan peranan yang
kreatif. Dalam arti yang konkrit “yang mengetahui” membuat hari
depan ketika ia membuat kebenaran, hari depan bukanlah sesuatu yang
telah ditentukan yang sepenuhnya tergntung pada masa lampau,
melainkan setiap langkah “yang mengetahui” untuk memasukkan
unsur baru yang bersifat menentukan.
Pilihan merupakan kemungkinan yang nyata dan tergantung pada
tindakan orang yang memperoleh pengetahuan ketika ia menghadapi
masalah-masalah dan berusaha untuk menyelesaikan. Seseorang yang
menganut pragmatisme berpegang pada adanya hal-hal yang nyata
yang tidak tergantung pada pengetahuan kita.

4. Instrumentalisme
John Dewey lebih suka menamakan cara penggambarannya mengenai
pragmatisme dengan memakai istilah pragmatisme dengan

131
FILSAFAT PENDIDIKAN

instrumentalisme, untuk memberikan tekanan pada hubungan antara


ajarannya dengan tori biologi tentang evolusi. John Dewey memandang
tiap-tiap organisme berada dalam keadaan perjuangan yang
berlangsung terus menerus terhadap alam sekitarnya dan
mengembangkan berbagai perabot yang memberikan bantuan dalam
perjuangan tersebut.

5. Daya tarik pragmatisme


Pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan ukuran
bagi makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari
penyelesaian masalah.

6.5 Implikasi Pragmatisme dalam pendidikan


1. Tujuan Pendidikan
Filosof paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus
mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri
terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
a. Kesehatan yang baik
b. Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
c. Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
d. Persiapan untuk menjadi orang tua
e. Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah
sosial
Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman
tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan
hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan /
memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.

132
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

2. Kurikulum
Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman
yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Menurut
para filosof paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki
diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan
yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum
pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji,
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum
tersebut akan berubah.

3. Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode
pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan
penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktik pembelajarannya,
metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan,
bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif,
sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-
sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh
siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.

4. Peranan Guru dan Siswa


Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan”
pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah
sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme
menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan,
hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan
kebutuhan yang dirasakannya.
Pada dasarnya pragmatisme dalam pembelajaran adalah berusaha
untuk lebih menekankan kepada metode dan pendirian daripada doktrin
filsafst yang sistematis, filsafat pragmatis dalam pendidikan ini juga sifatnya
kritis terhadap sistem-sistem silsafat sebelumnya. Pada Pragmatisme ini

133
FILSAFAT PENDIDIKAN

didalam pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaiman


berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
masyarakat.
Tujuan dari konsep pragmatisme ini dalam dunia pendidikan yang salah
satunya bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa agar mereka dapat
memahami kondisi disekitarnya dan dari situlah siswa diharap dapat
memahami, mengerti dan dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk untuk diri mereka dari pengaruh lingkungan sekitar.
Untuk membantu siswa guru harus berperan:
a. Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi.
Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh
aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
b. Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c. Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok
dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
d. Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan
dengan masalah.
e. Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana
mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap
siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa
“Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar
biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan
membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat
dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan
pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme
menolak segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari
pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan
absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.

134
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

Soal Latihan
1. Jelaskan secara singkat seperti apa aliran filsafat pragmatisme dan
berikan satu contoh nya!
2. Berikan uraikan singkat sejarah lahirnya aliran filsafat pragmatisme!
3. Bagaimana evolusi aliran filsafat pragmatime dari Charles S. Pierce, John
Dewey, dan William James?
4. Jelaskan secara singkat metode pendidikan yang diterapkan John
Dewey!
5. Bagaimana pandangan filsafat Pragmatisme terhadap peserta didik?
6. Bagaimana pandangan filsafat Pragmatisme terhadap peran guru?
7. Bagaimana cara metode pengajaran filsafat pragmatisme yang
menanamkan siswa untuk disiplin?
8. Bagaimana analisis prinsip aliran filsafat pragmatisme pada kurikulum?
9. Bagaimana pendapat John Dewey terhadap tujuan pendidikan?
10. Bagaimana prinsip-prinsip dasar William James pada aliran filsafat
pragmatisme?

Jawaban
1. Filsafat ini menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung
pada berfaedah tidaknya teori itu bagi manusia dalam penghidupannya.
Benar tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun teori, dinilai menurut
manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah tidaknya teori itu
dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, tujuan kita berfikir adalah
memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidup kita lebih maju dan
lebih berguna. Sesuatu yang menghambat hidup kita adalah tidak benar.
Sebagai contoh dalam memperoleh nilai A dalam suatu mata kuliah,
tidak peduli bagaimana proses yang kita lalui misalnya dalam UTS, UAS
mencontek demi mendapat nilai A, yang penting itu hasil akhir yang
diperoleh yaitu mendapat nilai A.
2. Pada awalnya istilah pragamatisme sebenarnya diambil oleh Peirce dari
Immanuel Kant. Kant pada awalnya memberi nama "keyakinan-
keyakinan hipotesa tertentu yang mencakup penggunaan suatu sarana
yang merupakan suatu kemungkinan real untuk mencapaitujuan

135
FILSAFAT PENDIDIKAN

tertentu”. Manusia mempunyai keyakinan-keyakinan yang berguna


tetapi hanya bersifat kemungkinan belaka, contohnya sebagaimana
dimiliki oleh seorang dokter yang member resep untuk menyembuhkan
penyakit tertentu. Tetapi Kant baru melihat bahwa keyakinan-keyakinan
pragmatis atau berguna seperti itu dapat di terapkan misalnya dalam
penggunaan obat atau semacamnya. Ia belum menyadari bahwa
keyakinan seperti itu juga cocok untuk filsafat. Karena Peirce sangat
tertarik untuk membuat filsafat dapat diuji secara ilmiah atau
eksperimental, ia mengambil alih istilah pragmatisme untuk merancang
suatu filsafat yang mau berpaling kepada konsekuensi praktis atau hasil
eksperimental sebagai ujian bagi arti dan validitas idenya. Filsafat
tradisional, menurut Peirce, sangat lemah dalam metode yang akan
memberi arti kepada ide-ide filosofis dalam rangka eksperimental serta
metode yang akan menyusul dan memperluas ide-ide dan kesimpulan-
kesimpulan sampai mencakup fakta-fakta baru.
Filsafat tradisional tidak menambah sesuatu yang baru. Dengan
sistemnya yang tertutup tentang kebenaran yang absolut, filsafat
tradisional lebih menutup jalan untuk diadakan penyelidikan dan
bukannya membawa kemajuan bagi filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dalam rangka itulah Peirce mencoba merintis suatu pemikiran filosofis
baru yang agak lain dari pemikiran filosofis tradisional. Pemikiran
filosofis yang baru ini diberi nama Pragmatisme. Pragmatisme lalu
dikenal pada permulaannya sebagai usaha Peirce untuk merintis suatu
metode bagi pemikiran filosofis sebagaimana yang dikehendaki di atas.
3. Evolusi aliran filsafat pragmatime dari Charles S. Pierce, John Dewey,
dan William James sebagai berikut.
• Charles S. Pierce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan
sementara/pegangan dasar) itu benar, bila bisa diterapkan dan
dilaksanakan menurut tujuan kita. Maksudnya yang penting itu
pengaruh ide pada tindakan, tidak penting seperti apa ide itu. Nilai
pengetahuan tergantung penerapannya yang nyata dalam masyarakat
atau oleh individu.

136
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

• John Dewey
Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan
aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia dan sekarang.
Tegasnya, tugas filsafat yang utama ialah memberikan garis-garis
pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu,
filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis
yang tidak ada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman
(experience), dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif
kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu sistem
norma-norma dan nilai. Menurut John Dewey akal hanya sarana, yang
penting bukan benar-salah tetapi bagaimana satu pengetahuan bisa
memberi manfaat secara nyata.
• William James
William James mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri,
lepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan
terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa
yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran, (artinya: dalam bentuk plural atau jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus, yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya

4. Di dalam bidang pendidikan, Jhon Dewey menganjurkan teori dan


metode learning by doing (belajar sambil melakukan). Dalam teori dan
metodenya ini, Jhon Dewey berpendapat bahwa untuk mempelajari
sesuatu, tidak perlu orang terlalu banyak mempelajari itu. Dalam
melakukan apa yang hendak dipelajari itu, dengan sendirinya ia akan
menguasai gerakan-gerakan atau perbuatan-perbuatan yang tepat,
sehingga ia bisa menguasai hal yang dipelajari itu dengan sempurna. Ia
mengambil contoh tentang seorang yang akan belajar berenang.
Menurutnya, seorang itu tidak perlu diajari macam-macam teori tetapi

137
FILSAFAT PENDIDIKAN

cukup ia langsung disuruh masuk kolam renang dan mulai berenang,


dengan cepat seorang itu akan menguasai kemampuan berenang.
5. Menurut pragmatisme, subyek didik adalah makhluk hidup yang
bertumbuh kembang dengan dan dalam interaksi secara aktif dengan
lingkungan hidup di sekitarnya. Realitas bagi pragmatisme juga bukan
suatu yang mati dan tak berubah, melainkan suatu yang dinamis dan
terus berubah. Untuk itu, pendidikan mesti berpusat pada kondisi
konkrit subyek didik dengan minat, bakat, dan kemampuannya serta
peka terhadap perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.
Dari sudut pandang epistemologi kaum pragmatis, siswa adalah
seseorang yang mempunyai pengalaman (George R. Knight, 1982). Ia
seorang individu berpengalaman yang mampu menggunakan
kecerdasannya untuk memecahkan situasi-situasi problematik. Siswa
belajar dari lingkungannya dan menjalani berbagai konsekuensi dari
tindakan-tindakannya.
6. Guru menurut pragmatisme bukanlah seseorang yang tahu apa yang
dibutuhkan siswa di masa depan. Untuk satu hal, kaum pragmatis
mengaku, tak seorangpun tahu apa yang siswa butuhkan sejak ia hidup
di dunia yang berubah secara terus-menerus. Guru dalam sebuah
sekolah yang pragmatik dapat dipandang sebagai anggota pelajar dalam
pengalaman pendidikan karena masuk kelas setiap hari menghadapi
dunia yang berubah. Namun, guru adalah anggota perjalanan yang lebih
berpengalaman dan oleh karena itu dapat dipandang sebagai
pembimbing atau direktur proyek. Dia adalah orang yang menasehati
dan membimbing aktivitas-aktivitas siswa dan dia menampilkan peran
ini di dalam konteks dan dengan keuntungan pengalaman yang lebih
luas. Tetapi, yang penting untuk dicatat, dia tidak mendasarkan
kegiatan-kegiatan kelas pada kebutuhan perasaannya sendiri.
7. Metode atau Cara yang dapat ditempuh pengajaran filsafat pragmatisme
yang menanamkan siswa untuk disiplin adalah:
1) Semua paksaan harus dibuang; guru harus membangkitkan “impulse
(minat)” anak didik, sehingga timbul kekuatan internal untuk belajar
mencapai “mastery” (ketuntasan).
138
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

2) Agar dapat muncul minat, guru harus intim dengan kecakapan dan
minat setiap murid. Tidak ada minat universal, maka minat dan
kemauan terhadap pelajaran pun berbeda-beda,
3) Guru harus menciptakan situasi di kelas sehingga setiap orang turut
berpartisipasi dalam proses belajar.
Metode pendidikan seharusnya berpusat pada siswa dengen member
banyak kebebasan memilih dalam mencari-cari situasi-situasi belajar
berpengalaman yang akan menjadi paling bermakna baginya. Dengan
demikian, metodologi pragmatisme adalah langsung dengan
pengalaman mereka. Dengan kata lain, anak-anak, menurut Jhon
Dewey, seharusnya secara bertahap berubah dari belajar berdasarkan
pengalaman langsung ke metode belajar yang seolah mengalami
sendiri/dialami orang lain. Metode ini seharusnya lebih bermakna
karena mereka membangun berdasarkan basis pengetahuan yang
ditemukan pada pengalaman-pengalaman signifikan dalam hidup
sehari-hari.
8. Pragmatisme menerapkan 4 prinsip berikut ini dalam kurikulum (Sooraj,
2013).
a. Prinsip Utilitas
Menurut prinsip ini, hanya subjek, aktivitas dan pengalaman yang
harus disertakan dalam kurikulum yang berguna bagi kebutuhan
anak saat ini dan juga memenuhi harapan masa depan kehidupan
orang dewasa juga. Seperti bahasa, kesejahteraan fisik, pelatihan
fisik, geografi, sejarah, sains, pertanian dan ilmu rumah untuk anak
perempuan harus disertakan dalam kurikulum.
b. Prinsip Bunga
Menurut prinsip ini, hanya aktivitas dan pengalaman di mana pada
anak yang menaruh minat harus disertakan dalam kurikulum.
Menurut John Dewey, minat ini terdiri dari empat varietas yaitu- (1)
minat dalam percakapan, (2) minat dalam penyelidikan, (3) minat
dalam konstruksi dan (4) minat terhadap ekspresi kreatif.
Mempertahankan jenis minat dalam pandangan ini, pada tahap
awal, kurikulum harus mencakup Membaca, Menulis, Menghitung,
Seni, Kerajinan-kerja, Ilmu Pengetahuan Alam dan pekerjaan praktis
lainnya yang sifatnya sederhana.

139
FILSAFAT PENDIDIKAN

c. Prinsip Pengalaman
Prinsip ketiga kurikulum pragmatik adalah aktivitas, panggilan dan
pengalaman anak. Ketiga hal ini harus diintegrasikan secara erat.
Kurikulum harus terdiri dari jenis pengalaman belajar seperti itu
yang mempromosikan pemikiran dan kebebasan asli untuk
mengembangkan sikap sosial dan tujuan.
d. Prinsip Integrasi
Kurikulum pragmatik membahas integrasi subyek dan aktivitas.
Menurut pengetahuan pragmatisme adalah satu kesatuan. Pragmatis
ingin membangun kurikulum yang fleksibel, dinamis dan terpadu
yang membantu anak yang sedang berkembang dan masyarakat
yang semakin banyak berubah seiring dengan kebutuhan, tuntutan
dan situasi yang dibutuhkan.
9. Jhon Dewey mengemukakan beberapa kriteria dalam menentukan
tujuan pendidikan, yaitu:
a. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan dari kegiatan yang
didasarkan atas kebutuhan peserta didik;
b. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan metode yang dapat
mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung;
c. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung.
10. William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap
pragmatisme, sebagai berikut:
a) Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak
dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
b) Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu
yang terjadi pada ide-ide dalam proses yang dipakai dalam situasi
kehidupan nyata.
c) Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi
keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya
tidak berlawanan dengan pengalaman praktisnya maupun
penguasaan ilmu pengetahuannya.
d) Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan
yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya
mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang
dunia tempat kita tinggal didalamnya
140
Bab 6 Filsafat Pragmatisme

Soal / Pertanyaan
1. Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan
penyelidikan dengan eksperimen (tindakan percobaan). Dari penjelasan
tersebut berikan salah satu contoh dari aliran pragmatism!
2. Bagaimana cara mengetahui bahwa cara pandang dan cara pikir
seseorang yang mempunyai sifat aliran pragmatisme?
3. Dalam pendidikan, bagaimana peran guru dalam menerapkan aliran
pragmatisme di sekolah?
4. Dari ke 3 prinsip dasar pragmatisme yang dijelaskan oleh Charles
Sanders Peirce (1839 M), berikanlah salah satu contoh dari ke 3 prinsip
tersebut?
5. Prinsip dasar terhadap pragmatisme menurut William James “bahwa
kebenaran tidaklah melekat dalam ide–ide tetapi sesuatu yang terjadi
pada ide–ide dalam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata”
berikanlah contohnya dari penjelasan tersebut?
6. Jelaskan perbedaan aliran pragmatisme dengan aliran idealisme?
7. Berikanlah contoh pembelajaran di sekolah terhadap aliran filsafat
pragmatisme?
8. Jelaskan apakah aliran filsafat pragmatisme harus didasari dari suatu
pengalaman?
9. Jelaskan apakah tujuan dan cita–cita seseorang termasuk dalam aliran
filsafat pragmatisme?
10. Jelaskan pandangan aliran filsafat pragmatisme terhadap pendidikan di
indonesia saat ini?

141
FILSAFAT PENDIDIKAN

142
BAB VII

FILSAFAT PROGRESIVISME

7.1 Pendahuluan
Sebagai hasil dari pemikiran para filosuf, filsafat telah melahirkan
berbagai macam pandangan dan aliran yang berbeda-beda. Pandangan-
pandangan filsuf itu ada kalanya saling menguatkan dan ada juga yang
saling berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang
mereka pakai juga berbeda-beda walaupun untuk objek dan masalah yang
sama. Karena perbedaan dalam pendekatan itu, maka kesimpulan yang
didapat juga akan berbeda. Perbedaan pandangan filsafat tersebut juga
terjadi dalam pemikiran filsafat pendidikan, sehingga muncul aliran-aliran
filsafat pendidikan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pendidikan adalah
upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis,
harmonis, dan dinamis guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat
pendidikan, dan yang akan uraikan di makalah ini adalah filsafat
pendidikan progresivisme. Dalam pandangannya progresivisme

143
FILSAFAT PENDIDIKAN

berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut


progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyela. tidak pernah sampai
pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara
individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan.

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 7 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian filsafat pendidikan progresivisme.


2. Menjelaskan latar belakang munculnya aliran filsafat pendidikan
progresivisme.
3. Menjelaskan tokoh-tokoh aliran filsafat pendidikan progresivisme.
4. Mengelompokkan pandangan-pandangan progresivisme tentang
pendidikan.
5. Mengidentifikasi kurikulum menurut aliran progresivisme
6. Menjelaskan aktivitas pendidikan menurut aliran progresivisme
7. Menjelaskan tujuan pendidikan aliran progresivisme
8. Menganalisis sejarah aliran progresivisme
9. Memahami pengertian aliran progresivisme
10. Mengemukakan pendapat mengenai belajar dalam aliran progresivisme
11. Menyimpulkan pandangan progresivisme dalam pendidikan
12. Menganalisis kaitan filsafat pendidikan dengan aliran progresivisme
13. Menerapkan aliran progresivisme pada peranan guru
14. Mengidentifikasi prinsip-prinsip pendidikan aliran progresivisme

144
Bab 7 Filsafat Progresivisme

7.2 Pengertian Filsafat Progresivisme


Aliran Progresivisme ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar
pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus
terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan. Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan
dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan
yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah- masalah yang
bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen
progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu
menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari
kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu
alam. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum.
Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal tidak
pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut
progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam
kebudayaan. Belajar berfungsi untuk: mempertinggi taraf kehidupan sosial
yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan
dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan
memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar
“naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman
sebaya Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan
kebaikan, baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan
bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh
rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat progesivisme
tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.

145
FILSAFAT PENDIDIKAN

Kita telah ketahui bahwa menurut aliran ini kehidupan manusia


berkembang terus menurus dalam suatu arah yang positif. Apa yang
dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, peserta didik bukanlah dipersiapkan untuk menghidupi
masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan
masa yang akan datang. Permasalahan hidup masa kini tidak akan sama
dengan permasalahan hidup masa yang akan datang. Untuk itu, peserta
didik harus diperlengkapi dengan strategi-strategi untuk menghidupi masa
yang akan datang dan pemecahan masalah yang memungkinkan mereka
akan mengatasi permasalahan-permasalahan baru dalam kehidupan.

7.3 Latar Belakang Munculnya Filsafat Progresivisme


Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran
filsafat yang berdiri sendiri, malainkan merupakan aliran suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan tahun 1918. Selama 20 tahun menjadi gerakan
yang sangat kuat di Amerika Serikat banyak guru yang ragu-ragu terhadap
gerakan ini. Gerakan progeresik terkenal luas karena reaksinya terhadap
formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan
disiplin keras belajar fisik dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat
dalam pendidikan. Pengaruh progresivisme terasa di seluruh dunia,
terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan
pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progresivisme ini.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan
sosialisasi. Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat
mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya.
Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu
dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja. Dengan
demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari
masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian
146
Bab 7 Filsafat Progresivisme

karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana


sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus
menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada
anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah
itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sistem pendidikan
dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing.
Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya
progresif. Tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus-menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu
yang inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian kembali sesuai
dengan tuntutan dari lingkungan. Biasanya aliran progresivisme ini di
hubungkan dengan pandangan hidup liberal (the liberal road to), dan culture.
Maksudnya adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut; fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh
suatu doktrin tertentu), curios (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran
dan open-minded (mempunyai hati terbuka).
Sejarah mengatakan perkembangan aliran Progresivisme dianggap
sebagai aliran pikiran yang baru muncul dengan jelas pada pertengahan
abad ke-19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh
kebelakang sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Hiraclitus (544),
Socrates (469), Protagoras (480) dan Aristoteles. Mereka pernah
mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur yang
ikut menyebabkan sikap jiwa yang disebut pragmatisme-Progresivisme.
Heraclitus mengemukakan bahwa sifat yang utama dari realita ialah
perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap didunia ini, semuanya berubah-
ubah, kecuali asa perubahan itu sendiri. Socrates berusaha mempersatukan
epsitemologi dan aksiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan adalah
kunci untuk kebajikan. Pengetahuan yang baik dapat dipelajari dengan
kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi
manusia untuk melakukan kebajikan. Ia percaya bahwa manusia sanggup
melakukan baik. Protagoras mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau

147
FILSAFAT PENDIDIKAN

nilai tidak bersifat mutlak, melainkan relatif, yaitu bergantung pada waktu
dan tempat. Sedangkan Aristoteles menyarankan moderasi dan kompromi
(jalan tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.
Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant,
dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran munculnya
aliran Progresivisme. Francis Bacon memberikan sumbangan dengaan
usahanya memperbaiki dan memperhalus metode ilmiah dalam
pengetahuan alam. Locke dengan ajarannya tentang kebebasan politik.
Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada didalam manusia
karena kodrat yang baik dari para manusia. Kant memuliakan manusia,
menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, memberi martabat manusia
suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa alam dan
masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan bergerak,
dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.

7.4 Tokoh-tokoh aliran Filsafat Progresivisme


Ada beberapa tokoh progresivisme yang berperan penting dalam
mengembangkan aliran ini, antara lain:

1. William James (1842 –1910)


William James seorang psychologist dan seorang filosuf Amerika yang
sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat
berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian
dia sangat pandai berceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai
pendiri Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti
juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan
nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran
itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu
pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa
dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
148
Bab 7 Filsafat Progresivisme

Buku karangannya yang berjudul Principles of Psychology yang terbit tahun


1890 yang membahas dan mengembangkan ide-ide tersebut, dengan cepat
menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah yang mengantar William
James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan Empirisme radikal.

2. John Dewey (1859 - 1952)


John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan
Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism"
yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata
pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child
Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding
masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam
bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari
kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Dewey
mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi
meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali
dengan versi pemikiran yang disebut instrumentalisme. Adapun ide
filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan dengan problema
pendidikan yang konkret, baik teori maupun praktik. Reputasi (nama baik)
internasionalnya terletak dalam sumbangan pikirannya terhadap filsafat
pendidikan Progressivisme Amerika.
Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli filsafat
profesional, akan tetapi juga karena perkembangan idenya yang
fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik dan
ilmu jiwa. Dia adalah juru bicara yang sangat terkenal di Amerika Serikat
dari cara-cara kehidupan demokratis. Diantara karya-karya Dewey yang
dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest
of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925),
dan yang paling fenomenal adalah Democracy and Education (1916).

149
FILSAFAT PENDIDIKAN

3. Hans Vaihinger (1852-1933)


Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti
praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-
satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma)
untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu
sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna untuk
menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa
kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.

7.5 Pandangan Filsafat Progresivisme Tentang Pendidikan


Filsafat merupakan sumber nilai dan norma hidup yang menentukan
warna dan martabat hidup manusia. Guru adalah pelaksana kegiatan-
kegiatan dalam menanamkan nilai dan norma pendidikan, namun filsafat
akan memberikan sumber-sumber dasar dan pedoman yang menentukan
arah dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hubungan fungsional antara filsafat dan pendidikan dapat
dilihat sebagai berikut:
a) Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang
dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyususn
teori-teori pendidikan.
b) Filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada
menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan
kehidupan yang nyata.
c) Filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teor-teori
pendidikan menjadi ilmu pendidikan. (Jalaludin dan Idi, 1997)
Filsafat pendidikan, dapat dikatakan paling erat kaitannya dengan
progresivisme, yaitu suatu aliran pemikiran yang menganjurkan bahwa
kebenaran ditentukan oleh fungsi. Progresivisme adalah aliran filsafat
pendidikan yang berfokus pada siswa dengan memberikan keterampilan
dan pengetahuan yang diperlukan tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi
150
Bab 7 Filsafat Progresivisme

juga untuk berhasil dalam masyarakat kontemporer dan kompetitif. Seperti


namanya, progresivisme adalah sebuah filosofi yang beradaptasi untuk
membantu siswa dalam masyarakat dan negara saat ini. Ini adalah filsafat
yang mempromosikan pendidikan bertujuan untuk membantu siswa dalam
mengembangkan jenis keterampilan pemecahan masalah yang akan
memungkinkan mereka untuk berfungsi dengan baik dalam masyarakat
kompetitif.
Progresivisme berfokus pada mendidik siswa dengan cara yang
membuat mereka menjadi orang dewasa yang produktif fungsi cekatan
dalam dunia yang senantiasa berubah. Progresivisme sebagai aliran
pendidikan ditopang oleh filsafat sosial John Dewey, yang menghendaki
implementasi sosial dalam dunia pendidikan. Gerakan pendidikan
progresivisme di satu pihak hadir sebagai protes, dan di pihak lain sebagai
visi atau pandangan. Pada awalnya, aliran ini hadir sebagai protes terhadap
pendidikan yang bersifat otoriter, resimentasi pemikiran, standarisasi
metode pendidikan yang ditetapkan oleh psikologi pendidikan (metode
latihan dan disiplin formal). Semulanya, pendidikan progresivisme
melaksanakan pendidikan yang berpusat pada anak dalam kehidupan riil.
Mereka menganjurkan prosedur pendidikan yang berdasarkan dorongan
tumbuh kodrati dari dalam, perkembangan pribadi secara merdeka, dan
minat spontan anak.
Henderson (1959) mengemukakan bahwa pendidikan progresivisme
dilandasi oleh filsafat naturalisme romantika dari Rousseau, dan
pragmatisme dari John Dewey. Dasar dari Rousseau yang melandasi
progresivisme adalah pandangan tentang hakikat manusia, sedangkan dari
pragmatisme Dewey adalah pandangan tentang minat dan kebebasan dalam
teori pengetahuan. Secara lebih detil mengenai aliran pemikiran filsafat
pendidikan progresivisme akan dibahas dalam bagian-bagian berikut ini.
Dasar filosofis dari aliran progresivisme adalah Realisme Spiritualistik
dan Humanisme Baru. Ada beberapa pandanagan filsafat progresivisme,
antara lain:

151
FILSAFAT PENDIDIKAN

1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut pandangan aliran ini adalah pendidikan
harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berintraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara
terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan
pemecahan masalah yang dapat digunakkan individu untuk menentukan,
menganalisis, dan memecahkan masalah. Pendidikan bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam
kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan. Selain itu,
pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang demokratis.
Proses belajar mengajar terpusatkan pada prilaku dan disiplin
diri. Tujuan keseluruhan pendidikan sendiri adalah melatih anak agar kelak
dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan
otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya
merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Agar
dapat bekerja siswa diharapkan memiliki keterampilan, alat dan
pengalaman sosial, dan memiliki pengalaman problem solving.

2. Kurikulum Pendidikan
Kalangan progresif menempatkan subjek didik pada titik sumbu sekolah
(child-centered). Mereka lalu berupaya mengembangkan kurikulum dan
metode pengajaran yang berpangkal pada kebutuhan, kepentingan, dan
inisiatif subjek didik. Jadi, ketertarikan anak adalah titik tolak bagi
pengalaman belajar. Imam Barnadib menyatakan bahwa kurikulum
progresivisme adalah kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi,
sehingga yang cocok adalah kurikulum yang berpusat pada pengalaman.
Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam
pengalaman-pengalaman siswa, dalam pemecahan masalah serta dalam
kegiatan proyek. Disini guru menggunakan ketertarikan alamiah anak

152
Bab 7 Filsafat Progresivisme

untuk membantunya belajar berbagai keterampilan yang akan mendukung


anak menemukan kebutuhan dan keinginan terbarunya. Akhirnya, ini akan
membantu anak (subjek didik) mengembangkan keterampilan-
keterampilan pemecahan masalah dan membangun informasi yang
dibutuhkan untuk menjalani kehidupan sosial. Kurikulum disusun dengan
pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial,
selain sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam
pengalaman-pengalaman siswa dan dalam pemecahan masalah serta dalam
kegiatan proyek.
Sekolah yang baik itu adalah sekolah yang dapat memberi jaminan para
siswanya selama belajar, maksudnya yaitu sekolah harus mampu
membantu dan menolong siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta
memberi keleluasaan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan
bakat dan minatnya melalui bimbingan guru dan tanggung jawab kepala
sekolah. Kurikulum dikatakan baik apabila bersifat fleksibel dan
eksperimental (pengalaman) dan memiliki keuntungan-keuntungan untuk
diperiksa setiap saat. Sikap progressvisme, memandang segala sesuatu
berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat yang sejenis, tercermin
dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang
edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang
teratur. Menurut Progresivisme, Kurikulum hendaknya :
a) Tidak universal melainkan berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang
ada
b) Disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik (minat, bakat, dan
kebutuhan setiap peserta didik) atau chil centered.
c) Berbasis pada masyarakat.
d) Bersifat fleksibel dan dapat berubah atau direvisi.

153
FILSAFAT PENDIDIKAN

3. Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran
progresivisme diantaranya adalah:
a) Metode Pendidikan Aktif
Pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas
yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada
setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
b) Metode Memonitor Kegiatan Belajar
Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan
bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar
berlangsung kegiatan belajar tersebut.
c) Metode Penelitian Ilmiah
Pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian ilmiah
yang tertuju pada penyusunan konsep.
d) Pemerintahan Pelajar
Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam
kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan
sekolah.
e) Kerjasama Sekolah Dengan Keluarga
Pendidikan Progresif mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah
dengan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi anak untuk mengekspresikan secara alamiah semua minat
dan kegiatan yang diperlukan anak.
f) Sekolah Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan
Sekolah tidak hanya tempat untuk belajar, tetapi berperanan pula
sebagai laboratoriun dan pengembangan gagasan baru pendidikan.

154
Bab 7 Filsafat Progresivisme

4. Belajar
Proses belajar terpusat pada anak dengan memberikan perhatian anak.
Namun guru tidak membiarkan anak mengikuti apa yang ia inginkan,
karena anak belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai.
Anak membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan
aktifitasnya. Anak didik adalah subjek aktif, bukan pasif, sekolah adalah
dunia kecil (miniatur) dari masyarakat besar, aktifitas ruang kelas
difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer sekolah
diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis. Mereka menganut
prinsip pendidikan perpusat pada anak (child-centered). Mereka
menganggap bahwa anak itu unik. Anak adalah anak yang sangat berbeda
dengan orang dewasa. Anak mempunyai alur pemikiran sendiri,
mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan
kecemasan sendiri yang berbeda dengan orang dewasa.

5. Peranan Guru
Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai
penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang
otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya.
Sebagai pembimbing karena guru mempunyai pengetahuan dan
pengalaman yang banyak di bidang anak didik maka secara otomatis
semestinya ia akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan
buntu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran
utama pendidik adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana
mereka harus belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan
berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam suatu
lingkungannya yang berubah.
Teori progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas pendidik sebagai
pembimbing aktivitas anak didik dan berusaha memberikan kemungkinan
lingkungan terbaik untuk belajar. Sebagai Pembimbing ia tidak boleh
menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-

155
FILSAFAT PENDIDIKAN

hak alamiah peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan


adalah pendekatan psikologis dengan keyakinan bahwa memberi motivasi
lebih penting dari pada hanya memberi informasi. Pendidik atau guru dan
anak didik atau murid bekerja sama dalam mengembangkan program
belajar dan dalam aktualisasi potensi anak didik dalam kepemimpinan dan
kemampuan lain yang dikehendaki. Dengan demikian dalam teori ini
pendidik/guru harus jeli, telaten, konsisten, luwes, dan cermat dalam
mengamati apa yang menjadi kebutuhan anak didik, menguji dan
mengevaluasi kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan
realistis. Hasil evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi
pembelajaran ke depan. Dengan kata lain guru harus mempunyai kreatifitas
dalam mengelola peserta didik, kreatifitas itu akan berkembang dan
berfariasi sebanyak fariasi peserta didik yang ia hadapi.

6. Peserta Didik
Teori progresivisme menempatkan pesrta didik pada posisi sentral
dalam melakukan pembelajaran. karena murid mempunyai kecenderungan
alamiah untuk belajar dan menemukan sesuatu tentang dunia di sekitarnya
dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi
dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan tersebut akan
memberikan kepada murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari
berbagai persoalan. Secara institusional sekolah harus memelihara dan
manjamin kebebasan berpikir dan berkreasi kepada para murid, sehingga
mereka memiliki kemandirian dan aktualisasi diri, namun pendidik tetap
berkewajiban mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan
kesalahan yang dihadapi murid khusunya dalam segi metodologi berpikir.
Dengan demikian prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah
sikap aktif, dan kreatif, bukan hanya menunggu seorang guru mengisi dan
mentransfer ilmunya kepada mereka. Murid tidak boleh ibarat “botol
kosong” yang akan berisi ketika diisi oleh penggunanya. Jika demikian yang
terjadi maka proses belajar mengajar hanyalah berwujud transfer of

156
Bab 7 Filsafat Progresivisme

knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini tidak akan
mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.
Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme menurut
Kneller (dalam Uyoh Sadullah, 2010) meliputi:
a. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
b. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak,
minat
individu yang dijadikan sebagai motivasi belajar.
c. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap
pemberian subject matter. Jadi, belajar harus dapat memecahkan
masalah yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak. Dalam
memecahkan suatu masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapa
tahapan yang disebut metode berpikir ilmiah, sebagai berikut:
✓ Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah
✓ Menganalisis masalh tersebut dan menduga atau menyusun
hipotesis-hipotesis yang mungkin
✓ Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas
masalah
✓ Memilih dan menganalisis hipotesis
✓ Mencoba, menguji, dan membuktikan
d. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada
siswa
e. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan
mengembangkan persaingan.
f. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi
pertumbuhan.

157
FILSAFAT PENDIDIKAN

7.6 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Filsafat progresivisme dalam wujud yang murni memperkenalkan
bahwa pendidikan selalu ada dalam nuansa proses pengembangan.
Pendidikan harus siap untuk memodifikasi metode dan kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan perkembangan pengetahuan dan
perubahan yang baru dalam lingkungan.
2. Pandangan progresivisme terhadap anak, adalah sebagai organism
yang memahami satu proses pengalaman. Anak merupakan bagian dari
lingkungan, hidup dalam dan dengan interaksi dengan segala apa yang
ada di lingkungannya. Anak selaku makluk alamiah terhubung dengan
benda-benda alamiah lainnya, sekaligus sebagai suatu perkembangan
sendiri.
3. Dengan tetap berpijak pada ide demokrasi, progresivisme menekankan
perkembangan kecerdasan kooperatif untuk mencapai pribadi yang
integral. Pribadi yang integral tidak cukup hanya dengan
menyumbangkan potensi dari dalam, tetapi harus dinteraksikan dengan
individu-individu lainnya.
4. Tujuan pendidikan progresivisme adalah memberikan keterampilan dan
alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungannya
yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang
dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah
yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis,
dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku
kooperatif dan disiplin diri, dimana kebudayaan sangat dibutuhkan dan
sangat berfungsi dalam masyarakat.
5. Pendidikan menurut aliran progresivisme ini menekankan kreativitas
murid, di mana ia dengan bebas mengekspresikan apa yang menarik
dalam pikirannya. Guru hanya bertugas untuk membimbing dan
mengarahkan maksud dan tujuan murid, tidak boleh lebih dari itu.

158
Bab 7 Filsafat Progresivisme

Kurikulum bersumber dari murid dan kemudian ia difasilitasi oleh


sekolah semaksimal mungkin. Aliran ini tidak berpatokan kepada
kurikulum yang sifatnya baku, sehingga untuk menilai hasil dari
pendidikan itu menjadi sangat sulit. Dan inilah yang menjadi
kelemahannya.

Soal Latihan
Cermatilah pertaanyaan-pertanyaan berikut, lalu usahakan memberikan
jawabannya. Bandingkanlah jawaban Anda dengan jawaban yang ada.

1. Tuliskan kurikulum yang baik menurut aliran progresivisme!


2. Bagaimana seharusnya pelaksanaan pendidikan yang dilakukan
dengan prinsip aliran progresivisme ini?
3. Jelaskan tujuan pendidikan menurut aliran progresivisme!
4. Bagaimana sejarah terbentuknya aliran progresivisme?
5. Apa yang dimaksud dengan aliran progresivisme?
6. Mengapa dalam aliran progresivisme proses belajar berpusat pada
siswa?
7. Simpulkan mengenai pandangan progresivisme dalam pendidikan
sekarang ini!
8. Bagaimana kaitan antara filsafat pendidikan dengan aliran
progresivisme?
9. Bagaimana peranan guru menurut aliran progresivisme?
10. Tuliskan Prinsip-prinsip pendidikan menurut aliran progresivisme!

159
FILSAFAT PENDIDIKAN

Jawaban
1. Kurikulum yang baik menurut pandangan aliran konstruktivisme
adalah:
a) Tidak universal melainkan berbeda-beda sesuai dengan kondisi
yang ada.
b) Disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik (minat, bakat, dan
kebutuhan setiap peserta didik) atau student centered.
c) Berbasis pada masyarakat.
d) Bersifat fleksibel dan dapat berubah atau direvisi.
2. Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan sesuai dengan prinsip aliran
progresivisme ini adalah:
a) Metode Pendidikan Aktif
Pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan
fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara
bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
b) Metode Memonitor Kegiatan Belajar
Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan
bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar
berlangsung kegiatan belajar tersebut.
c) Metode Penelitian Ilmiah
Pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian
ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep.
d) Pemerintahan Pelajar
Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam
kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan
sekolah.
e) Kerjasama Sekolah Dengan Keluarga
Pendidikan Progresif mengupayakan adanya kerjasama antara
sekolah dengan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan
yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengekspresikan secara
alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak.

160
Bab 7 Filsafat Progresivisme

f) Sekolah Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan


Sekolah tidak hanya tempat untuk belajar, tetapi berperanan pula
sebagai laboratoriun dan pengembangan gagasan baru pendidikan.

3. Tujuan pendidikan menurut aliran progresivisme

Tujuan pendidikan menurut pandangan aliran ini adalah pendidikan


harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berintraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan
secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah
keterampilan pemecahan masalah yang dapat digunakkan individu
untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Pendidikan bertujuan agar peserta didik memilki kemampuan
memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar
yang berada dalam proses perubahan.

4. Sejarah terbentuknya aliran progresivisme adalah sebagai berikut.

Gerakan progeresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme


dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin
keras belajar fisik dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam
pendidikan. Pengaruh progresivisme terasa di seluruh dunia, terlebih-
lebih di Amerika Serikat. John Dewey memandang bahwa pendidikan
sebagai proses dan sosialisasi. Maksudnya sebagai proses pertumbuhan
anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah
dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup
di sekolah saja. Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada
hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai
rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus, agar peserta didik dapat
berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian
kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan. Biasanya aliran
161
FILSAFAT PENDIDIKAN

progresivisme ini di hubungkan dengan pandangan hidup liberal (the


liberal road to), dan culture.

5. Aliran Progresivisme berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada


masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus
terpusat pada siswa bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan. Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh
pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan
mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam
adanya manusia itu sendiri.

6. Alasan mengapa aliran progresivisme proses belajar berpusat pada


siswa, adalah karena anak belum cukup matang untuk menentukan
tujuan yang memadai. Anak membutuhkan bimbingan dan arahan dari
guru dalam melaksanakan aktifitasnya. Anak didik adalah subjek aktif,
bukan pasif, sekolah adalah dunia kecil (miniatur) dari masyarakat
besar, aktifitas ruang kelas difokuskan pada praktik pemecahan
masalah, serta atmosfer sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif
dan demokratis. Mereka menganut prinsip pendidikan perpusat pada
anak (child-centered). Mereka menganggap bahwa anak itu unik. Anak
adalah anak yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak
mempunyai alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan sendiri,
mempunyai harapan-harapan dan kecemasan sendiri yang berbeda
dengan orang dewasa.

7. Berikut adalah simpulan mengenai pandangan progresivisme dalam


pendidikan sekarang ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan
kebaikan, baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan
bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu, filsafat

162
Bab 7 Filsafat Progresivisme

progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter yang tidak


akan cocok lagi digunakan pada masa sekarang. menurut aliran ini
kehidupan manusia berkembang terus menurus dalam suatu arah yang
positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu benar pada
masa yang akan datang. Oleh sebab itu, peserta didik bukanlah
dipersiapkan untuk menghidupi masa kini, melainkan mereka harus
dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Permasalahan hidup masa kini tidak akan sama dengan permasalahan
hidup masa yang akan datang. Untuk itu, peserta didik harus
diperlengkapi dengan strategi-strategi untuk menghidupi masa yang
akan datang dan pemecahan masalah yang memungkinkan mereka akan
mengatasi permasalahan-permasalahan baru dalam kehidupan.

8. Filsafat pendidikan, dapat dikatakan paling erat kaitannya dengan


progresivisme, yaitu suatu aliran pemikiran yang menganjurkan bahwa
kebenaran ditentukan oleh fungsi. Progresivisme adalah aliran filsafat
pendidikan yang berfokus pada siswa dengan memberikan
keterampilan dan pengethuan yang diperlukan tidak hanya untuk
bertahan hidup, tetapi juga untuk berhasil dalam masyarakat
kontemporer dan kompetitif. Seperti namanya, progresivisme adalah
sebuah filosofi yang beradaptasi untuk membantu siswa dalam
masyarakat dan negara saat ini. Ini adalah filsafat yang mempromosikan
pendidikan bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan
jenis keterampilan pemecahan masalah yang akan memungkinkan
mereka untuk berfungsi dengan baik dalam masyarakat kompetitif.
Progresivisme berfokus pada mendidik siswa dengan cara yang
membuat mereka menjadi orang dewasa yang produktif fungsi cekatan
dalam dunia yang senantiasa berubah.

9. Peranan guru menurut aliran progresivisme adalah sebagai penasihat,


pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas
penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya. Sebagai
163
FILSAFAT PENDIDIKAN

pembimbing karena guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman


yang banyak di bidang anak didik maka secara otomatis semestinya ia
akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan buntu dalam
memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama
pendidik adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana mereka
harus belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan
berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam suatu
lingkungannya yang berubah. Teori progresivisme ingin mengatakan
bahwa tugas pendidik sebagai pembimbing aktivitas anak didik dan
berusaha memberikan kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar.

10. Prinsip-prinsip pendidikan menurut aliran progresivisme adalah:

a) Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.


b) Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak,
minat individu yang dijadikan sebagai motivasi belajar.
c) Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden
terhadap pemberian subject matter.
d) Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada
siswa
e) Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan
mengembangkan persaingan.
f) Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan
bagi pertumbuhan.

164
Bab 7 Filsafat Progresivisme

TUGAS / PERTANYAAN
1. Apa hubungan kontruktivisme dalam pendidikan saat ini?
2. Bagaimana filsafat konstruktivisme dalam praksis pendidikan?
3. Buatlah 1 contoh penerapan aliran konstruktivisme dalam pendidikan?
4. Bagaimana pengaruh aliran konstruktivisme dalam pendidikan
indonesia saat ini?
5. Sebutkan dan jelaskan 3 contoh aliran konstruktvisme dalam kehidupan
sehari-hari?
6. Jelaskan pandangan aliran konstruktivisme tentang proses
pembelajaran, guru dan siswa?
7. Bagaimana hubungan antara konstruktivisme dengan aliran filsafat lain
dan teori belajar?
8. Bagaimana pengaruh konstruktivisme terhadap mahasiswa?
9. Bagaimana pegaruh konstruktivisme terhadap strategi pembelajaran?
10. Bagaimana pengaruh aliran konstruktivisme pada kurikulum 2013?

165
FILSAFAT PENDIDIKAN

166
BAB VIII

FILSAFAT EKSISTENSIALISME

8.1 Pendahuluan
Sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam
periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat
penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang
memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara
umum diartikan sebagai keberadaan. Paham ini memusatkan perhatiannya
kepada manusia, maka kerena itulah filsafat ini bersifat humanitis, yang
mempersoalkan seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan.

Studi filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre,


yang terkenal dengan diktumnya “human is condemned to be free”, manusia
dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas atau
“dalam istilah orde baru”, apakah eksistensialisme mengenal “kebebasan
yang bertanggung jawab”? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-
satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap
individu adalah kebebasan individu lain.

Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara
berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-
benda yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada

167
FILSAFAT PENDIDIKAN

di samping lainnya, tanpa hubungan. Namun, disamping itu semua


manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk
membedakan antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa
benda “berada” dan manusia “bereksistensi”.

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 8 ini, Anda diharapkan dapat:
1. Memaparkan definisi dari filsafat aliran eksistensialisme.
2. Menjelaskan sejarah filsafat aliran eksistensialisme.
3. Menjelaskan tokoh-tokoh dalam filsafat aliran eksistensialisme
4. Menjelaskan implikasi filsafat aliran eksistensialisme dalam pendidikan.
5. Menjelaskan implikasi filsafat aliran eksistensialisme dalam kehidupan
sehari-hari.

8.2 Pengertian Filsafat Eksistensialisme


Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai
gejala dengan berdasarkan pada eksistensinya, artinya bagaimana manusia
berada (bereksistensi) dalam dunia. Eksistensialisme adalah suatu gerakan
ptotes dalam filsafat modern. Istilah eksistensialisme bukan memberikan
suatu sistem filsafat secara khusus karena ada sejumlah perbedaan-
perbedaan yang besar antara bermacam-macam filsafat yang dikelompok
sebagai filsafat eksitensialisme

Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa


dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya itu ditentukan oleh akunya.
Karena manusia selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya.
Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan-
merencanakan yang berdasar pada pengalaman yang konkret. Gerakan ini
juga menolak untuk mengikuti suatu aliran, keyakinan, khususnya sistem

168
Bab 8 Filsafat Eksistensialisme

dari filsafat sebelumnya. Bagi kaum eksistensialis, filsafat traditional itu


bersifat dangkal, bersifat akademik, jauh dari kehidupan. Tema seperti ini
harus ditinjau dan diluruskan kembali.

Gerakan eksistensialisme ingin mengembalikan persoalan pada


eksistensinya. Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala
gejala berpangkal pada eksistensi. Titik sentralnya adalah manusia.
Eksistensi pada manusia adalah cara manusia berada di dunia ini. Cara
berada manusia itu berbeda dengan cara berada dari benda-benda. Benda-
benda itu tidak sadar akan keberadaannya, yang satu tidak berinteraksi
dengan yang disampingnya. Lain dengan manusia, ia bersama dengan
orang lain dan bersama dengan benda-benda disekitarnya dan benda-benda
itu menjadi berarti karena manusia.

8.3 Sejarah Filsafat Eksistensialisme


Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena latar
belakang ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat
pada masa Yunani ketika itu seperti protes terhadap rasionalisme Yunani,
khususnya pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah
Penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan
suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas
terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal dan primitif yang sangat
dari akademik. Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga
karena sadarnya beberapa golongan filsuf yang menyadari bahwa manusia
mulai terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat mereka
kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau mahluk yang
bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan
semua serba instant.

169
FILSAFAT PENDIDIKAN

8.4 Tokoh-tokoh Filsafat Eksistensialisme

a) Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855)

Lahir di kopenhagen, Denmark. Masa kecilnya ia habiskan di


perusahaan ayahnya. Ia mulai belajar teologi di universitas Kopenhagen.
Disini ia menentang keras pemikiran Hegel yang mendominasi di
Universitas tersebut. Dalam kurun waktu ia apatis terhadap agama ingin
hidup bebas dari kungkungan aturan agama.

Ide-Ide Pokok

Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang


“bereksistensi,”. Bersama dengan analisisnya tentang segi-segi
kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusan, dan ketakutan.

b) Friedrich Nietzsche (1844-1900)

Lahir pada tanggal 15 oktober di Reocken, Prusia, Jerman. Setelah


menyelesaikan sekolah menengah atas ia masuk Universitas Bonn dan
Leipzig di Universitas ini ia mendalami bidang pilologi, filsafat dan
sastra.

Ide-Ide Pokok

Neitzsche menduduki tempat yang sangat penting dalam gerakan


eksistensialisme yaitu ingin memberikan ringkasan pendek tentang
manusia dengan segala dimensinya tentang kematian. Pemikiran-
pemikiran ini akan melatar belakangi pandangan-pandangan beberapa
filsuf eksistensialis
170
Bab 8 Filsafat Eksistensialisme

c) Karl Jaspers (1883-1969)

Lahir di Oldenburg, Jerman Utara. Pada tahun 1901-1902 belajar hukum


di Universitas Heidelberg dan Munchen. Kemudian ia pindah ke
fakultas kedokteran dengan spesialisasi psikiatri. Tetapi kemudian ia
tertarik menekuni filsafat atas pengaruh Max Webert (ahli ekonomi dan
sosiologi terkenal).

Ide-Ide Pokok

Jaspers menjelaskan bahwa tujuan filsafat itu adalah mengembalikan


manusia kepada dirinya sendiri. Pemikiran eksistensi adalah pemikiran
yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengetasi
pengetahuan obyektif itu. Cara pemikiran seperti ini mempunyai
sasaran yakni manusia sadar akan dirinya sendiri.

d) Martin Heidegger (1889-1976)

Lahir di Baden, Jerman. Belajar di Konstanz kemudian ia masuk di


Universutas Freiburg jurusan teologi namun tak lama kemudian ia
beralih menekuni bidang filsafat. Ia meraih gelar doktor filsafat lewat
disertasinya “Die Lehre Vom Urteil im Psychologismus”.

Ide-Ide Pokok

Menurut Heidegger manusia itu terbuka bagi dunianya dan


sesamannya. Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan hal-hal
di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan,
pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraaan. unsur ini
dapat diekspresikan dalam berbagai reaksi seseorang.

171
FILSAFAT PENDIDIKAN

e) Gabriel Marcel (1889-1873)

Lahir di Paris, ia berasal dari keluarga Yahudi campuran. Marcel mulai


belajar filsafat di Lycee Carnot. Kemudian ia melanjutkan studinya di
Universitas Sorbonne dimana disana berkembang pesat dua aliran yang
saling mendominasi yakni positivisme dan idealisme dan Marcel berada
di pihak idealisme. Namun kelak ia tidak lagi menganut aliran ini ia
memberi andil besar dalam gerakan eksistensialisme.

Ide-Ide Pokok

Ada dua hal pemikiran Marcel yang harus kita ketahui. Pertama adalah
adanya pemikiran yang memisahkan antara subyek dan obyek dan
melihat benda dari luar sebagai obyek untuk menyelidikan ilmiah. Cara
seperti ini adalah suatu usaha pikiran manusia untuk dapat memasuki
bidang wujud. Kedua, adalah perbedaan antara mempunyai dan ada.
Menurut Marcel eksistensi manusia itu bukan terletak pada bahwa ia
ada tetapi lebih tertuju pada kehendak yang dapat menerobos baik
adanya maupun yang bukan adanya. Eksistensi itu bergerak dalam dua
kutub yaitu diantara tidak berada dengan berada.

f) Jean Paul Sartre (1905-1980)

Lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Dalam perkembangan pemikirannya


Sartre itu berhaluan kiri. Sasaran kritiknya terutama kaum kapitalis dan
tradisi-tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme
dan mengeritik para pemuja-pemuja idealisme. Pada tahun 1931 ia
mengajar sebagai guru filsafat Laon dan Paris. Pada periode ini ia
bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan ini, ia mendalami
fenomenologi dalam mengungkapkan filsafat eksistensialismenya.

172
Bab 8 Filsafat Eksistensialisme

Ide-Ide Pokok

Bagi Sartre pandangan eksistensialis adalah suatu doktrin yang


memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialisme mengajarkan
bahwa tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan
lingkungan dan sebjektifitas manusia.

8.5 Implikasi Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan


Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus
mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi
fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu
reaksi terhadap materialisme dan idealisme Pendapat materialisme
terhadap manusia adalah manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah
materi, manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek.

a) Peran guru

Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin


guru pada hari ini, besok lusa menjadi murid. Para guru harus memberikan
kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-
pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari
kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan banyak
orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang
mereka sukai: logika menunjukkan bahwa kebebasan memiliki aturan, dan
rasa hormat akan kebebasan orang lain itu penting.

Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan


dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki
siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian guru membimbing siswa
untuk mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir
relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan.

173
FILSAFAT PENDIDIKAN

b) Peserta Didik

Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional


dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa
dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan
jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan
pribadi, para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan
sosial.

c) Kurikulum

Aliran eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal


itu berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam
suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang
luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa
kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian
mereka sendiri, dan menarik kesimpulan mereka sendiri.

Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran


tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran
merupakan materi dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan
kesadaran akan dunianya. Kurikulum eksistensialisme memberikan
perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi
tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan introspeksi dan
mengenalkan gambaran dirinya. Pelajaran harus didorong untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan
yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Kurikulum yang diutamakan adalah kurikulum liberal. Kurikulum liberal
merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-
aturan. Oleh karena itu, disekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk
mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua.
174
Bab 8 Filsafat Eksistensialisme

d) Metode

Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode


apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan
dan karakter yang baik. Diskusi merupakan metode utama dalam
pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi
guru tentang mata pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para
siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan guru membantu
menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.

e) Evaluasi

Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu


terkait pada keputusan-keputusan individu, artinya, andaikan individu
tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi.
Individu sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali
bagi kepentingan dirinya. Jadi menurut aliran ini manusia itu sendirilah
yang dapat menentukan seseuatu itu baik atau buruk. Ungkapan dari aliran
ini adalah “Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada pribadinya
maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi
pribadinya maka itulah yang buruk.

8.6 Implikasi filsafat Eksistensialisme dalam Kehidupan


Sehari-hari
a) Kehidupan Kontemporer
Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah
sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini, jadi
kehidupan kontemporer adalah kehidupan yang tidak terikat oleh aturan-
aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Misalnya orang
dihadapkan pada tahun 2014, ya inilah zaman kontemporer kita.

175
FILSAFAT PENDIDIKAN

b) Hubungan Eksistensialisme dan Kehidupan


Kontemporer
Para penganut eksistensialisme tidak mempersoalkan esensi dari segala
yang ada. Adanya dunia ini adalah awal untuk dimana kemudian kita akan
memikirkan keberadaanya tersebut begitupun kita hidup dimasa kini
(kontemporer) adalah bagaimana cara kita menghadapinya. Maka, untuk
dapat memikirkan eksistensi dalam kehidupan kontemporer kita harus tahu
lebih dulu secara empiris bahwa sesuatu atau kehidupan kontemporer itu
ada, lalu kemudian kita pun dapat memikirkannya. Pandangan ini pun lebih
dikenal dengan eksistensialisme-empiris, yaitu eksistensi yang dimana di
awali dengan adanya sesuatu terlebih dahulu atau dalam pandangan Martin
Heidegger di sebut ada dalam dunia (being in the world).

Heidegger sangat kritis terhadap manusia pada zaman sekarang, karena


mereka hidup secara dangkal, dan sangat memperhatikan kepada benda,
kuantitas dan kekuasaan personal. Manusia modern tidak mempunyai akar
dan kosong oleh karena ia telah kehilangan rasa hubungan kepada wujud
yang sepenuhnya. Benda yang kongkrit harus ditingkatkan, sehingga
manusia itu terbuka terhadap keseluruhan wujud. Hanya dengan
menemukan watak dinamis dari eksistensilah, manusia dapat diselamatkan
dari kekacauan dan frustasi yang mengancamnya. Seseorang harus hidup
secara otentik sebagai suatu anggota dari kelompok yang hanya tergoda
dengan benda-benda dan urusan hidup sehari-hari. Tetapi manusia dapat
jika ia mau, hidup secara otentik ia memusatkan perhatiannya kepada
kebenaran yang ia dapat mengungkapkannya, menghayati kehidupan dalam
contoh kematian, dan dengan begitu memandang hidupnya dengan
perspektif yang baru.

Eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan


keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah
yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya, dan tahu bagaimana cara

176
Bab 8 Filsafat Eksistensialisme

menempatkan dirinya. Manusia yang sadar akan eksistensinya di dunia


haruslah juga tahu bagaimana cara dia menghadapi kehidupan sesuai
zamannya. Dalam kehidupan masa kini (kontemporer) banyak sekali
problematika yang harus dihadapi, maka manusia yang tahu eksistensinya
dan diberi kebebasan pasti bisa menghadapi problematika tersebut.

Namun, menjadi eksistensialis bukan selalu harus menjadi seorang yang


lain dari pada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu
yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang
unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat
sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung
jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh,
mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti guru, dokter,
desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh
eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi guru atas keinginan orang tua,
atau keinginan sendiri.

Demikianlah bahwa eksistensialisme sebagai suatu gerakan pemikiran di


dalam kehidupan manusia tentu dapat membawa suatu pengaruh yang
cukup besar. Eksistensi dari eksistensialisme itu sendiri sampai hari ini
memasuki ranah-ranah ilmu pengetahuan yang lain yang di mana tidak
selalu berkisar seputar itu-itu saja. Namun sesuai dengan pesatrnya
perkembangan zaman, eksistensialisme pun akhirnya menyesuaikan diri
dengan zaman tersebut, inilah konsistensi dari pemikiran eksistensialisme
untuk selalu bereksistensi

8.7 Kesimpulan
Setelah sedikit mengenal filsafat eksistensialisme serta implikasinya
terhadap pendidikan. Setiap pemikiran filsafat lahir tidak pernah lepas dari
konteks zamannya, demikian pula dengan eksistensialisme.
Eksistensialisme mengedepankan otonomi manusia dalam berhadapan

177
FILSAFAT PENDIDIKAN

dengan perkembangan sains dan teknologi. Secara epsitemologis, ada hal


yang menarik dari eksistensialisme, bahwa manusia hendaknya menjadi
manusia yang autentik, yang jujur dan memutuskan apa yang baik bagi
dirinya secara bertanggung jawab dengan rasionalitas dan perasaannya,
tidak mencari justifikasi dan legitimasi dari sesuatu yang seakan-akan
berada di luar dirinya, tetapi sebenarnya adalah kehendak diri yang dibalut
norma sosial atau norma agama. Dari penjelasan di atas dapat di ambil
kesimpulan, antara lain:

1. Filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa


cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Filsafat ini
memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Eksistensi
adalah cara manusia ada di dunia ini. Cara berada manusia berbeda
dengan cara beradanya benda-benda materi tang lain. Cara beradanya
manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada kerjasama
dan komunikasi serta dengan penuh kesadaran.

2. Filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi


atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya (materialisme dan
idiealisme) atau situasi dan kondisi dunia.

3. Ada beberapa tokoh-tokoh aliran eksistensialisme, antara lain: Soren


Aabye Kierkegaard, Jean Paul Sartre, Martin Haidegger, J.P. Sartre.

4. Filsafat eksistensialisme memiliki beberapa pandangan tentang realitas,


pengetahuan, nilai, pendidikan, tujuan pendidikan, dan peranan guru.

178
BAB IX

FILSAFAT ESSENSIALISME

9.1 Pendahuluan
Pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat
mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai
itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh
waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah berasal dari kebudayaan
dan filsafat yang korelatif selama 4 abad belakangan ini, dengan
perhitungan Zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-
pandangan esensialistis awal. Essensialisme percaya bahwa pendidikan
harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia.
Dalam dunia pendidikan, manusia memiliki rasionalitas berpikir untuk
memecahkan masalahnya, baik berupa reaksi, aksi maupun keinginan (cita-
cita). Pengertian masing-masing suatu kesimpulan sebagai belum final,
valid, tidak mutlak dan lain sebagainya, memberi kebebasan untuk
menganut atau menolak suatu aliran. Sikap demikian pra kondisi bagi
perkembangan aliran-aliran filsafat, salah satunya adalah esensialisme
Filsafat Esensial merupakan filsafat pendidikan konservatif yang
dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap praktek pendidikan progresif di
sekolah-sekolah, para esensialis berpendapat bahwa fungsi utama sekolah
adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda
dimana pendidikan harus nilai-nilai luhur yang tertata jelas.
Esensialisme bukan merupakan bangunan filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan terhadap pendidikan progresivisme. Pada umumnya

179
FILSAFAT PENDIDIKAN

pemikiran aliran pendidikan esensialisme dilandasi dengan filsafat


tradisional idealisme klasik dan realisme. Dua aliran tersebut adalah
pendukung esensialisme, namun tidak melebur menjadi satu dan tidak
melepaskan karakteristiknya masing-masing.
Esensialisme secara umum menekankan pada pilihan kreatif,
subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan
hakikat atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realita.

Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan Bab 9 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menyebutkan pengertian aliran essensialisme.


2. Menjelaskan ciri-ciri dari aliran essensialisme.
3. Menjelaskan sejarah yang melatarbelakangi lahirnya aliran
essensialisme
4. Menyebutkan tokoh-tokoh dalam aliran essensialisme dan pandangan
mereka tentang pendidikan.
5. Menjelaskan konsep pendidikan essensialisme
6. Menjelaskan prinsip-prinsip aliran essensialisme dalam pendidikan.
7. Menjelaskan peran dan fungsi essensialisme dalam pendidikan
8. Menjelaskan pandangan aliran esensialisme di bidang pendidikan.
9. Menjelaskan pandangan dan sikap tentang aliran essensialisme.
10. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh aliran
Essensialisme.

180
Bab 9 Filsafat Essensialisme

9.2 Pengertian Filsafat Esensialisme


Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential
(inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.
Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari
perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealisme dan realisme. Aliran
ini menginginkan munculnya kembali kejayaan yang pernah diraih,
sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle age” (zaman ini akal
terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengetahuan, kehidupan diwarnai oleh
dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin menggantikannya
dengan kebebasan dalam berpikir.
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang
menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Yang
dimaksud dengan kebudayaan lama itu ialah yang telah ada semenjak
peradaban manusia yang pertama. Akan tetapi, yang paling mereka
pedomani ialah peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang
tumbuh dan berkembang di sekitar abad 11, 12, 13, dan 14 Masehi. Di dalam
zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha
untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta
kebudayaan purbakala, terutama di zaman Yunani dan Romawi dulu.
Renaissance itu merupakan reaksi terhadap tradisi dan sebagai puncak
timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak pada semua cabang
dari aktivitas manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu terletak dalam
ajaran para ahli filsafat dan ahli-ahli ilmu pengetahuan yang telah mampu
menembus lipatan kurun waktu dan yang telah banyak menimbulkan
kreasikreasi bermanfaat sepanjang sejarah umat manusia. Dalam zaman
Renaissance itu muncullah tahap-tahap pertama dari pemikiran-pemikiran
essensialis yang berkembang selanjutnya sepanjang perkembangan zaman
Renaissance itu sendiri. Dan di zaman modern ini diperkembangkan lagi
oleh para pengikut dan simpatisan ajaran filsafat tersebut, hingga menjadi
aliran filsafat yang teguh berdiri sendiri.

181
FILSAFAT PENDIDIKAN

Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai


kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di
mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang
jelas.
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme.
Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran
tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat
bahwa pendidikan harus bersendikan nilai -nilai yang dapat
mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan
yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan.

9.3 Esensialisme dalam Pendidikan


Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Menurut esensialisme
pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji
ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang masa sehingga nilai-nilai
yang tertanam dalam warisan budaya / sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras
dan susah payah selama beratus tahun, di dalam telah teruji dalam gagasan-
gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.

182
Bab 9 Filsafat Essensialisme

9.4 Ciri-Ciri Aliran Esensialisme


Ciri-ciri filsafat pendidikan Essensialisme menurut William C. Bagley
adalah sebagai berikut :

1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama yang sering tumbuh dari upaya-
upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena
dorongan dari dalam diri siswa.
2. Pengawasan pengarahan dan bimbingan orang dewasa yang melekat
dalam masa balita yang panjang atau adanya keharusan
ketergantungan yang khusus.
3. Adanya cara untuk menegakkan disiplin.

4. Essensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang


pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah adalah pesaingnya
memberikan teori yang lemah.

9.5 Latar Belakang Munculnya Esensialisme


Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang
pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed,
dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang
di sebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley
sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "Teacher
College" Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah
menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang
berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan
terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin
tertentu. Nilai-nilai yang di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan
dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang. Kesalahan dari
kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada
183
FILSAFAT PENDIDIKAN

kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus


yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena
sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di atasi
dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan
yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap
masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia.
Essensialisme mengadakan protes terhadap progressvisme, namun
dalam proses tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan
pandangan proregssvisme seperti halnya yang dilakukan perenialisme. Ada
beberapa aspek dari progresivisme yang secara prinsipil tidak dapat
diterimanya. Mereka berpendapat bahwa betul ada hal-hal yang esensial
dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial tersebut apabila manusia
berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin idealisme, mungkin realisme,
namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemologi Dewey.
Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai
pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada,
dan juga didukung oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai
tergantung ada apa dan bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek
tertentu, dan selanjutnya tergantung pola pada subjek tersebut. Menurut
idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap
orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui/
menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan
orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan
peragaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Menurut Realisme
pengetahuan tersebut terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan
tertentu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut Idealisme,
pengetahuan timbul kerena adanya hubungan antara dunia kecil dengan
dunia besar.
Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada
nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang
masa. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada

184
Bab 9 Filsafat Essensialisme

nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan


kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang
jelas. essensislisme suatu aliran filsafat yang lebih merupakan perpaduan
ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi
lainnya. Oleh karena itu wajar jika ada yang mengatakan Platolah sebagai
peletak asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democratos
sebagai peletak dasar-dasarnya. Kendatipun aliran ini kemunculan aliran ini
di dasari oleh pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles,
namun bukan berarti kedua aliran ini lebur kedalam paham
esensialisme. Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai
reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat
ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena
kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.

9.6 Tokoh-tokoh Aliran Essensialisme dan Pandangannya


Mengenai Pendidikan
Adapun para pemikir besar (tokoh) yang telah dianggap sebagai peletak
dasar asas-asas filsafat paham (aliran) esensialisme, yaitu terutama yang
hidup pada zaman klasik; Plato, Aristoteles, Demokritos. Plato dianggap
sebagai bapak obyektive idealisme dan juga sebagai peletak dasar teori
modern dalam esensialisme. Sedangkan Aristoteles dan Demokritos,
keduanya dianggap sebagai bapak obyektive realisme. Kedua ide tersebut
(idealisme dan realisme) itulah yang menjadi latar belakang thesis
essensialisme.

185
FILSAFAT PENDIDIKAN

Beberapa toko aliran essensialisme yaitusebagai berikut:

1. Desiderius Erasmus Roterodamus

Lahir pada 28 Oktober 1466 dan wafat pada tanggal 12 Juli 1536, dikenal
sebagai Erasmus atau Erasmus dari Rotterdam, adalah seorang teolog,
pengajar, kritikus sosial, imam Katolik, dan humanis Renaisans
berkebangsaan Belanda. Erasmus adalah seorang akademisi klasika dan
menulis dengan gaya Latin murni. Di kalangan humanis, ia dijuluki
"Pangeran Para Humanis", dan disebut "mahkota kemuliaan para humanis
Kristen"
Penggalan kronologis dijatuhkan kepada periode sebelum dan sesudah
tahun tiga puluh abad ini. Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang
hidup pada akhir Abad ke-15 dan permulaan Abad ke-16, adalah tokoh yang
mula-mula sekali memberontak terhadap pandangan hidup yang berpijak
kepada “dunia lain.” Tokoh ini berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat
humanis dan bersifat internasional, yang dapat diikuti oleh kaum tengahan
dan aristocrat. Pendidikan yang seperti ini memberikan kemungkinan dapat
berlangsungnya perubahan yang diharapkan oleh Erasmus tersebut.

186
Bab 9 Filsafat Essensialisme

2. John Amos Comenius (1592-1670)

John Amos Comenius (bahasa Ceko: Jan Ámos Komenský; bahasa


Slowakia: Ján Amos Komenský; bahasa Jerman: Johann mos Comenius;
bahasa Polandia: Jan Amos Komeński; bahasa Latin: Iohannes Amos
Comenius; lahir di Moravia, Ceko, 28 Maret 1592 – meninggal di
Amsterdam, Belanda, 15 November 1670 pada umur 78 tahun) adalah
seorang guru, ilmuwan pendidik dan penulis Ceko. Sumbangan Comenius
begitu berbobot, sehingga di kemudian hari ia menerima gelar kehormatan
Bapa Pendidikan Modern. John Amos Comenius (Jan Ámos Komenský,
nama aslinya dalam Bahasa Ceko) lahir pada tanggal 28 Maret 1592, di
Moravia, kawasan yang kini dikenal sebagai Republik Ceko. Ia adalah anak
bungsu dari lima bersaudara, satu-satunya putra dari pasangan suami-istri
yang cukup berada dari golongan rakyat jelata.
John Amos Comenius adalah pendidik Renaisans pertama yang
berusaha untuk mensistematisasikan proses pengajaran. Tokoh ini dengan
menilik pandangan-pandangannya, dapat disebut seorang realis yang
dogmatis. Ia berkata antara lain bahwa hendaklah segala sesuatu diajarkan
melalui indera karena indera adalah pintu gerbang jiwa. Jadi pintu gerbang
187
FILSAFAT PENDIDIKAN

dari pengetahuan itu sendiri. Disamping itu, Comenius mempunyai


pendirian bahwa karena dunia itu dinamis dan bertujuan, tugas kewajiban
pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.

3. John Locke (1632-1704)

John Locke (lahir 29 Agustus1632 – meninggal 28 Oktober1704 pada


umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu
tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat
politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan
rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur
terpenting di era Pencerahan. Selain itu, Locke menandai lahirnya era
Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan
Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di
dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan
pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-
eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan
sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang
digunakan oleh Descartes. Ia juga menolak metode deduktif Descartes dan
menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman; jadi, induksi.
188
Bab 9 Filsafat Essensialisme

Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran


matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi
juga tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis.Karya-karya Locke
yang terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay
Concerning Human Understanding), "Tulisan-Tulisan tentang Toleransi"
(Letters of Toleration), dan "Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises
of Government)
John Locke adalah tokoh dari Inggris yang dikenal sebagai “pemikiran
dunia ini”, ia berusaha agar pendidikan menjadi dekat dengan situasi-situasi
dan kondisi. John Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.

4. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827)

Johann Heinrich Pestalozzi adalah seorang pendidik yang mempelopori


sistem pendidikan baru di Swiss dan dikenal sebagai Pendiri Sekolah Dasar
Modern. Lahir: 12 Januari 1746, Konfederasi Swiss Lama, meninggal: 17
Februari 1827, Brugg, Swiss. Johann Heinrich Pestalozzi, Reformator
pendidikan Swiss, yang menganjurkan pendidikan bagi kaum miskin dan

189
FILSAFAT PENDIDIKAN

menekankan metode pengajaran yang dirancang untuk memperkuat


kemampuan siswa sendiri.
Johann Heinrich Pestalozzi percaya sedalam-dalamnya mengenai alam
dalam arti peninjauan yang bersifat naturalistis. Alam dengan sifat-sifatnya
tercermin pada manusia, yang karenanya manusia memiliki kemampuan-
kemampuan wajarnya, disamping itu Pestalozzi percaya hal-hal yang
transdental, dengan mengatakan bahwa manusia itu mempunyai hubungan
transdental langsung dengan Tuhan.

5. Johan Friedrich (1782-1827)

Pandangan serba Transdental ini Nampak pula pada Johan Friedrich


(1782-1827) dengan corak pandangannya yang bersifat kosmis-sintetis.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dan merupakan bagian dari alam
ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuan dari hukum-hukum
alam. Dengan tertarik kepada pendidikan anak kecil, ia memandang anak
sebagai makhluk yang berekspresi kreatif. Dalam tingkah laku demikian ini
tampak adanya kualitas metafisis, maka tugas pendidik adalah memimpin
anak didik ini kearah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai dengan
pernyataan dari Tuhan.

190
Bab 9 Filsafat Essensialisme

6. Johann Friedrich Herbart (1776-1841)

Johann Friedrich Herbart (lahir di Oldenburg, Jerman, 4


Mei1776 – meninggal di Göttingen, Jerman, 14 Agustus1841 pada umur 65
tahun) adalah seorang tokoh pendidik raksasa asal Jerman yang ternama
dan berpengaruh pada akhir abad 18 dan awal abad 19.[1] Pemikiran Herbart
yang berkaitan dengan pokok pembahasan ini adalah mengenai akal dan
pikiran manusia, menurutnya akal adalah kumpulan gagasan dan pendidik
perlu menolong pelajar untuk menambah pengetahuan.[1] Herbart
mengutamakan mutlaknya pengetahuan dan pengertian dalam kurikulum,
yang mengurangi pentingnya perasaan dan keterampilan jasmani.

Johann Friedrich Herbart, salah seorang murid Immanuel Kant, adalah


tokoh yang selalu bersifat kritis. Ia berpendirian bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan yang mutlak, yang
berarti antara lain penyesuian dengan hukum-hukum kesusilaan. Proses
untuk mencapai tujuan pendidikan ini oleh Herbart disebutkan pengajaran
yang mendidik.

191
FILSAFAT PENDIDIKAN

7. William T. Harris (1835-1909).

William Torrey Harris (10 September 1835 - 5 November 1909) adalah


seorang pendidik, filsuf, dan ahli kamus Amerika. Lahir di North Killingly,
Connecticut, ia kuliah di Phillips Academy di Andover, Massachusetts. Dia
menyelesaikan dua tahun di Yale, kemudian pindah ke barat dan mengajar
sekolah di St. Louis, Missouri, dari tahun 1857 hingga 1880, di mana dia
adalah pengawas sekolah dari tahun 1868 hingga 1880, dan mendirikan,
dengan Susan E. Blow, taman kanak-kanak publik permanen pertama di
Amerika. pada tahun 1873. Di St. Louis, di mana William Torrey Harris
melembagakan banyak gagasan berpengaruh untuk memperkuat lembaga
struktural sistem sekolah umum dan prinsip-prinsip dasar filosofis
pendidikan. Perubahannya mengarah pada perluasan kurikulum sekolah
umum untuk menjadikan sekolah menengah sebagai institusi penting bagi
individu dan untuk memasukkan seni, musik, studi ilmiah dan manual, dan

192
Bab 9 Filsafat Essensialisme

juga sebagian besar bertanggung jawab untuk mendorong semua sekolah


umum untuk memperoleh perpustakaan

Sebagai tokoh Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Heggel ini


berusaha menetapkan idealisme objektif pada pendidikan umum. Menurus
Harris, tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang tidak terelakkan (pasti) bersendikan kesatuan
spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah
turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada
masyarakat.

Essensialisme memiliki pandangan bahwa pendidikan sebagai


pemeliharaan kebudayaan. Paham ini menginginkan agar kembali kepada
kebudayaan lama, karena warisan sejarah telah membuktikan adanya
kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. Menurut paham ini pula
pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan
kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan
sejarah. Kebudayaan yang demikian merupakan suatu hal yang mampu
mengemban hari kini dan masa depan umat manusia. Kebudayaan itu
bersumber dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang besar, yang
ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat menetap.

Esensialisme memandang bahwa kebudayaan modern dewasa ini


terdapat gejala-gejala penyimpangan dari jalan yang telah ditanamkan oleh
kebudayaan warisan masa lalu. Menurut paham ini, kebudayaan moder
sekarang terdapat kesalahan, yaitu kecenderungannya, bahkan gejala-gejala
penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan. Fenomena-fenomena sosial kultural yang tidak diinginkan, hanya
dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan. Dalam hal
pendidikan, esensialisme menyebutkan Educationas cultural conservation,
yaitu pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan.

193
FILSAFAT PENDIDIKAN

9.7 Konsep Pendidikan Esensialisme

9.7.1 Gerakan Back to Basic


Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus
melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis,
keterampilan-keterampilan inti kurikulum haruslah berupa membaca,
menulis, berbicara dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab
untuk memperhatikan penguasaan terhadap keterampilan-keterampilan
tersebut.
Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis
dan memberi pengajaran yang logis yang mempersiapkan untuk hidup
mereka, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-
kebijakan sosial.

1) Tujuan Pendidikan
Tujuannya adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan
sejarah melalui pengetahuan inti yang terakomulasi dan telah bertahan
dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang
telah teruji oleh waktu yang lama, selain itu tujuan pendidikan esensialisme
adalah mempersiapkan manusia untuk hidup, tidak berarti sekolah lepas
tangan tetapi sekolah memberi kontribusi bagaimana merancang sasaran
mata pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memadai untuk
mempersiapkan manusia hidup.

2) Kurikulum
Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum
yang berpusat pada mata pelajaran (subjek matter centered). Pengusaan materi
kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensialisme general education
(filsafat, matematika, IPA, sejarah, bahasa, seni dan sastra) yang diperlukan
dalam hidup belajar dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan
mampu mengembangkan pikiran (kemampuan nalar) siswa dan sekaligus
membuatnya sadar akan dunia fisik sekitarnya.
194
Bab 9 Filsafat Essensialisme

9.7.2 Prinsip-Prinsip Essensialisme dalam Pendidikan


Prinsip – prinsip pendidikan Esensialisme antara lain:
1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja
timbul dari dalam diri siswa.
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan
dunia anak-anak, guru disiapkan secara khusus untuk melaksanakan
tugas tersebut.
3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah
ditentukan.
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang
bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.

9.8 Peranan dan Fungsi Esensialisme dalam Pendidikan


1) Peranan aliran esensialisme
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan
budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan
pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Selanjutnya
mengenai peranan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru
dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan
merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru. Guru
merupakan orang yang mengusai pengetahuan, dan kelas berada di
bawah pengaruh dan penguasaan guru.

195
FILSAFAT PENDIDIKAN

2) Fungsi aliran essensialisme


Membina sikap jiwa untuk menjunjung tinggi dan menyesuaikan diri
terhadap hukum-hukum dan kebenaran yang di temukan manusia.
Hukum harus di pahami dalam konteks dan kebudayaan.

9.9 Pandangan Aliran Essensialisme di Bidang Pendidikan

9.9.1 Pandangan mengenai belajar


Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai
pribadi individual dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme,
bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya
sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif dan
mirokosmos menuju makrokosmos.
Sebagai contoh, dengan landasan pandangan di atas, dapatlah
dikemukakan pandangan Immanuel Kant (1724-1804). Dijelaskan bahwa
segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia lewat indera memerlukan
apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa
mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk,
ruang, dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman
atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah itu bukanlah budi kepada
benda, tetapi benda-benda itulah yang terarah kepada budi. Budi
membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir di atas, belajar dapat didefinisikan
sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual.
Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Pandangan realisme mengenai belajar, yaitu belajar itu tidak lain adalah
mengadakan penyesuian dengan yang ada. Seorang filsuf dan ahli sosiologi
yang bernama Roose L. Finney menerangkan tentang hakikat sosial dan
hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif,

196
Bab 9 Filsafat Essensialisme

yang berarti manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah
ditentukan yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah
proses reproduksi dari apa yang terdapat dalam kehidupan sosial. Jadi
belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai
sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dikurangi dan
diteruskan kepada angkatan berikutnya.
Pandangan-pandangan realisme diatas mencerminkan adanya dua jenis
determinisme yaitu determinisme mutlak dan determinisme terbatas. Yang
mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal-hal yang tidak
dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama
membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuian supaya
dapat tercipata suasana hidup yang harmonis. Banyak tata dalam alam ini
seperti teraturnya perjalanan matahari, perbedaan letak kawasan yang
sekaligus membawa perbedaan jenis dan sifat musim, adalah gejala-gejala
mutlak, yang dibagi manusia tiada lain kecuali harus menyesuaikan diri,
sedangkan determinisme terbatas memberikan gambar kekurangnya sifat
pasif mengenai belajar, bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang
kausif didunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap
mereka, namun kemampuan akan pengawasan diperlukan. Untuk ini
disamping mengetahui dan mengenal, pada orang yang belajar perlu
dibangkitkan kemauan dan kemampuan yang memungkinkan mengawasi
halhal yang mengenai lingkungannya itu. Dengan demikian jika
mempelajari sesuatu adalah jiwa yang aktif.

9.9.2 Pandangan mengenai kurikulum


Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah
berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Bersumber atas
pandangan ini, kegiatan-kegiatan pendidikan pun dapat dilakukan.
Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul The New
Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas

197
FILSAFAT PENDIDIKAN

fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat
yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan
kepada yang serba baik tersebut. Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa
kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan
fundamen-fundamen.
Menurut Essensialisme: “Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan
sistematis yang didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai
suatu kesatuan pengetahuan, kecakapan- kacakapan dan sikap yang berlaku
di dalam kebudayaaan yang demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah
didasarkan pada urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si
anak”.

Semua yang ideal baik, yang berisi manifestasi dari intelek, emosi dan
kemauan, ini semua perlu menjadi sumber kurikulum. Berhubungan
dengan itu kurikulum hendaklah berisikan ilmu pengetahuan, kesenian dan
segala yang dapat menggerakkan kehendak manusia.
Bogoslousky, dalam bukunya the ideal school, mengutarakan hal-hal yang
lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum terhindar
dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya,
kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai
empat bagian yaitu:
a) Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari
manifestasi hidup manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-
kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan
ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.

b) Sivilisasi. Karya yang dihasilkan oleh manusia sebagai akibat hidup


masyarakat. Dengan sivilasi manusia mampu mengadakan pengawasan
terhadap terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidu aman
dan sejahtera.

198
Bab 9 Filsafat Essensialisme

c) Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat,


kesenian, kesustaraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai
lingkungan.

d) Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti


riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam
kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologis,
emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang
harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut.

Dalam lingkungan idealisme adanya gagasan yang merupakan


komponen pengembangan kurikulum cukup banyak. Dalam variasi diatas
Nampak adanya kesamaan prinsip, ialah tekanan kepada segi-segi kejiwaan
dan pembentukan watak menggunakan alat disiplin, pengawasan dan lain-
lainnya. Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun hakikatnya kurikulum
disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak,
fleksibelitas ini tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama
dan alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan
keseksamaan dan kepastian.

Disamping itu Ulich. Horne mengemukakan bahwa kurikulum sebagai


kegiatan dalam pendidikan adalah proses penyesuaian yang bersifat kosmis.
Anak didik perlu disiapkan supaya berpikir dan berpikir dan berbuat
sebagaimana seharusnya. Maka dari itu pengetahuan-pengetahuan yang
disampaikan kepada anak didik hendaklah disusun sedemikian agar dapat
diterima secara normatif sebagaiman mempelajari nilai-nilai hidup.
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun
dengan teratur. Yaitu disusun dari yang paling sederhana sampai paling
kompleks. Misalnya, mengenai isi mata pelajaran matematika dan bahasa,
semula diberikan dasar-dasar yang fundamental yang selanjutnya menjadi
makin meningkat hingga pelajaran itu berisikan bagian-bagin yang
menggunakan angka dan bahasa dasar.
199
FILSAFAT PENDIDIKAN

Susunan seperti yang diutarakan diatas dapat diibaratkan sebagai


susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen atau dasar dari
susunannya yang lebih kompleks. Jadi, bila kurikulum disusun atas dasar
pikiran ini akan bersifat harmonis.

9.9.3 Pandangan mengenai Teori Pendidikan


1) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan
sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui
oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-
keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-
unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan
untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau
kecerdasan.

2) Metode Pendidikan
a) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
b) Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa
yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu
pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan
diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat.
c) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan
pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui
penyampaian informasi dan membaca.

200
Bab 9 Filsafat Essensialisme

3) Kurikulum
a) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata
pelajaran akademik yang pokok.
b) Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan
keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.
c) Kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata
pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan
sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang
sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan
untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut
akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang
sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka.
Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang
inti adalah wajib.

4) Peserta didik
Peserta didik adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan
keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan
intelektif atau berpikir. Sekolah bertanggungjawab atas pemberian pelajaran
yang logis atau dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil
belajar siswa.

5) Pengajar
a) Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-
kegiatan di kelas.
b) Guru berperanan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai
dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.

201
FILSAFAT PENDIDIKAN

9.9.4 Pandangan dan Sikap tentang Aliran Essensialisme


1) Pandangan secara ontologi
a) Sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakikat realita berarti
essensialisme mengakui adanya realita obyektif di samping pre-
determinasi, supernatural dan transcendal.
b) Aliran ini dipengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern
baik Fisika maupun Biologi. Karena itu realita menurut analisa ilmiah
dapat dihayati dan diterima oleh Essensialisme. Jadi, Semesta ini
merupakan satu kesatuan yang mekanis, menurut hukum alam obyektif
(Kausalitas). Manusia adalah bagian alam semesta dan terlihat, tunduk
pada hukum alam.
c) Penapsiran Spiritual atas sejarah. Teori filsafat Heggel yang
mensitesakan science dengan religi dalam kosmologi, berarti sebagai
interpretasi sepiritual atas sejarah perkembangan realita semesta.
Hukum apakah yang mengatur tiap fase perubahan dan tiap peristiwa
sejarah, perubahan-perubahan sosial, dijawab problem itu secara
prinsip: “Bahwa sejarah itu adalah pikiran Tuhan – pikiran yang di
ekspresikan, dinamika abadi yang merubah dunia, yang mana ia secara
sepiritual adalah realitas”.
d) Faham Makrokosmos dan Mikrokosmos. Makrokosmos adalah
keseluruhan alam semesta raya dalam suatu deign dan kesatuan
menurut teori kosmologi. Mikrokosmos ialah bagian tunggal, suatu
fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik pada tingkat umum,
pribadi manusia, ataupun lembaga.

2) Pandangan secara Epistemologi


Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk
mengerti epistemologi Essentialisme. Sebab, jika manusia mampu
menyadari realita dirinya sebagai mikrokosmos dalam makrokosmo, maka
manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas apa rasionya mampu
memikirkan kesemestaan itu. Dari berdasarkan kualitas itulah dia
202
Bab 9 Filsafat Essensialisme

memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: Ilmu


alam, Biologi, Sosial, Estetika, dan Agama.

a) Kontraversi jasmaniah-rohaniah
Perbedaan Idealisme dengan realisme ialah karena yang pertama
menganggap bahwa rohaniah adalah kunci kesadaran tentang realita.
Manusia hanya mengetahu melalui ide atau rohaniah. Sebaliknya realis
berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realita di dalam dan
melalui jasmani

b) Pengetahuan
(1) Idealisme
• Kita hanya mengerti rohani kita sendiri. Tetapi pengertian ini
memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain
(Personalisme)
• Menurut Hegel: “Substansi mental tercermin pada hukum logika
(Mikrokosmos) dab hukum alam (Makrokosmos). Hukum
dialegtika berfikir, berlaku pula hukum perkembangan sejarah
dan kebudayaan manusia (Teori Dinamis).
• Saya sebagai finite being (Makhluk terbatas) mengetahui hukum
dan kebenaran universal sebagai realisasi resonasi jiwa saya
dengan Tuhan. (Teori Absolutisme)
(2) Realisme

Realisme dalam pengetahuan sangat dipengaruhi oleh Newton


dengan ilmu pengetahuan alamnya, cara menafsirkan manusia dalam
realisme adalah:

a) Teori Associationisme: Teori ini sangat dipengaruhi oleh filsafat


empirisme John Locke, atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi
unsure-unsur penginderaan dan pengamatan. Penganut teori ini

203
FILSAFAT PENDIDIKAN

juga menggunakan metode introspeksi yang dipakai oleh kaum


idealis (T.H. Green)
b) Teori Behaviorisme: Aliran behaviorisme berkesimpulan bahwa
perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku.
c) Teori Connectionisme: Teori Connectionisme menyatakan semua
makhluk hidup, termasuk manusia terbentuk tingkah lakunya oleh
pola-pola connections between (Hubungan-hubungan antara)
stimulus (S) dan Respone (R).

3) Pandangan secara axiologi


Pandangan ontologi dan epistimologi sangan mempengaruhi
pandangan axiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada
pandangan-pandangan idealisme dan realisme sebab esensialisme terbina
oleh kedua syarat tersebut.
Teori nilai menurut idealisme:
a) Idealisme: “Menurut aliran ini bahwa hukum etika adalah kosmos,
karena itu seseorang dikatakan baik hanya jika ia secara active berada di
dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu”.
b) Idealisme Modern: “Idealisme lebih di ungkapkan oleh E. Kant: Bahwa
manusia yang baik adalah manusia yang bermoral”.
c) Teori Sosial Idealisme: “Disini E. Kant menekankan akan adanya rasa
sosialis, kekluargaan, patriotisme, dan nasionalisme. Yang dimaksud E.
Kant adalah adanya kemerdekaan individu agar bisa bersosialisasi
dengan manusia lainnya.
d) Teori Estetika: “Bahwa yang disebut nilai adalah suatu keindahan” (E.
Kant).

Teori nilai menurut realisme


a) Etika Determinisme: “Semua unsur semesta, termasuk manusia adalah
satu kesatuan dalam satu rantai yang tak berakhir dan dalam kesatuan
hukum kausalitas. Seseorang tergantung seluruhnya pada sebab-akibat

204
Bab 9 Filsafat Essensialisme

kodrati itu dan yang menentukan keadaannya sekarang, baik ataupun


buruk.
b) Teori Sosial: Teori ini lebih menekankan kepada unsure ekonomi, social,
politi dan Negara. Free man (Bertrand Russel). Dan lebih menekankan
kepada kehidupan sekarang.
c) Teori Estetika: Menurut paham ini bahwa keindahan itu tidak hanya
sesuatu yang bagus, namun ada pula yang buruk.

9.10 Kelebihan dan Kelemahan Aliran Essensialisme


1) Kelebihan dari aliran essensialisme ialah:
a) Bahan pelajaran dapat disampaikan secra logis, sistematis, dan
berkesinambungan karena menggunakan sistem subject matter,
namun tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang
benar adalah realitas abadi yang disajikan dalam buku-buku besar
dari peradaban berat.

b) Essensialisme berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu


kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka
mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus
terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus.
Perubahan terjadi sebagai kemampuan intelegensi manusia yang
mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen cara-
cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.

2) Kekurangan dari aliran Essensialisme ialah:


a) Menurutnya, sekolah tidak boleh memengaruhi atau menetapkan
kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya orientasi
yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan
mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan
perubahan.

205
FILSAFAT PENDIDIKAN

b) Para pemikir essensialisme pada umumnya tidak memiliki kesatuan


garis, karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda.
Beberapa pemikir essensialisme bahkan memandang seni dan ilmu
sastra sebagai embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan
teknik serta kejuruan yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar
penting yang diperlukan siswa agar dapat memberi kontribusi pada
masyarakat.

c) Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai


lapangan dan merupakan model yang sangat baik untuk ditiru. Guru
merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas di bawah
pengaruh dan pengawasan guru. Sehingga inisiatif dalam
pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.

9.11 Kesimpulan
Setelah membacca pembahasan di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:

1) Secara etimologi, Essensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni


essential yang berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti
aliran, mazhab, atau paham. Menurut istilah Aliran filsafat
Essenssialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar
manusia kembali kepada kebudayaan lama.

2) Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai


kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan
nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

206
Bab 9 Filsafat Essensialisme

3) Ciri-ciri aliran esensialisme yaitu: Minat-minat yang kuat dan tahan lama
yang sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau
menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa,
Pengawasan pengarahan dan bimbingan orang dewasa yang melekat
dalam masa balita yang panjang atau adanya keharusan ketergantungan
yang khusus, Adanya cara untuk menegakkan disiplin, dan
Essesnsialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang
pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah adalah pesaingnya memberikan
teori yang lemah.

4) Tokoh-tokoh dalam aliran Essensialisme ialah Desiderius Erasmus,


Johann Amos Comenius, John Locke, Johann Henrich Pestalozzi, Johan
Friedrich, Johann Friedrich Herbart, dan William T. Harris.

5) Pandangan aliran essensialisme mengenai belajar ialah belajar dimulai


pada jiwa manusia yang kemudian jiwa itu menyesuaikan dengan
lingkungan lalu ditambah dan dikurangi kepada angkatan berikutnya.

6) Pandangan aliran Essensialisme mengenai kurikulum ialah bahwa


kurikulum harus berdasar pada landasan idiil dan organisasi yang kuat.

7) Pandangan dan sikap tentang aliran essensialisme:


a) Pandangan secara ontologi
b) Pandangan secara epistemologi
c) Pandangan secara axiologi

8) Kelebihan aliran Essensialisme ialah membantu mengembalikan subject


matter dan mengakui adanya perubahan dalam masyarakat. Sedangkan
kelemahan aliran Essensialisme ialah adanya orientasi yang terikat
dengan tradisi, tidak adanya kesatuan pemikiran di antara tokoh aliran
ini, dan adanya pengekangan kreatifitas pada siswa.

207
FILSAFAT PENDIDIKAN

Tugas dan Latihan


1. Sebutkan 3 contoh aliran esensialisme dalam kehidupan sehari-hari?
2. Jelaskan pola dasar pendidikan essensialiame?
3. Jelaskan teori belajar essensialisme?
4. Mengapa aliran filsafat esensialisme berakar pada filsafat idealisme dan
realisme?
5. Bagaimana peranan essensialisme sebagai pemeliharaan kebudayaan?
6. Bagaiamana pengaruh aliran essensialisme dalam sistem pendidikan
Nasional kita?
7. Bagaimana relevansi aliran filsafat esensialisme dalam pendidikan saat
ini?
8. Bagaimana sifat konservatif essensialisme?
9. Bagaimana peranan dan sekaligus nilai positif dari aliran esensialisme?
10. Bagaimana pandangan aliran essensialisme mengenai realita?

Jawaban
1. Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yg telah ada sejak peradaban umat manusia.
Contoh
1) Siswa sebagai makhluk yang rasional yang memiliki prestasi dan
keterampilan
2) Guru sebagai contoh dan teladan tentang pengetahuan
3) Orang tua menerapkan kedisiplinan terhadap anaknya .
2. Pola dasar pendidikan essensialisme sebagai berikut.
1) Uraian ini memberikan penjelasan tentang pola dasar pendidikan
aliran esensialisme. Analisa dan penafsiran berikut dimaksudkan
untuk menghindari salah pengertian.

2) Bahwa tidak semua pendidikan esensialisme selalu langsung berasal


dari filsafat esensialisme. Meskipun secara umum prinsip-prinsip
utama filsafatnya konsisten dengan teori pendidikannya namun

208
Bab 9 Filsafat Essensialisme

esensialis percaya bahwa dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan


modifikasi, pelengkap, bahkan penyimpangan dari ajaran-ajaran
filosof tokoh dasar bagi teori yang murni, tetapi praktek memerlukan
adaptasi dengan kondisi tertentu. Tidak semua idealis dan realis
dapat di golongkan menjadi kaum esensialis dalam prinsip-prinsip
pendidikannya.

3) Bahwa dengan demikian, asas filosofis esensialisme yang lengkap,


tidak harus selalu diikuti dengan pola-pola asasi atau pola-pola
dasar pendidikannya yang terperinci.

4) Pola asasi pendidikan esensialisme hanyalah berhubungan dengan


teori dasar pendidikan. Sebab, soal-soal praktek pendidikannya
adalah masalah praktis yang disesuaikan dengan kondisi yang
insidental.

3. Teori belajar essensialisme menggunakan teori korespondensi sebagai


dasar. Yakni kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan fakta.
Meskipun proses belajar dianggap bidang psikologi, tetap oleh aliran ini
belajar juga dianggap sebagai masalah ontologi, epistemologi dan
axiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu verifikasi
kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reliabilitas
pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari
realitas dan pengetahuan itu (axiologi). Pada prinsipnya proses belajar
adalah melatih daya jiwa yang potensial sudah ada. Proses belajar
sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-
warisan sosial yang disusun di dalam kurkulum tradisional, dan guru
berfungsi sebagai perantara.

4. Filsafat esensialisme berakar pada filsafat idealisme dan realisme, karena


kedua aliran filsafat itulah yang membentuk corak Esensialisme.
Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik,
artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme,

209
FILSAFAT PENDIDIKAN

tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat


utama masing-masing. Realisme modern yang menjadi salah satu
eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam
dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang
lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Idealisme modern
mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan (ide-ide). Di balik dunia fenomenal ini ada jiwa yang
tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan
kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-
gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya
adalah Tuhan sendiri.

5. Karena prinsip utama dan watak esensialisme ialah semangat ingin


kembali kepada warisan kebudayaan masa silam yang agung dan ideal,
maka pendidikan baginya ialah sebagai pemelihara kebudayaan yang
ada.

Esensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat


kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktek-praktek kebudayaan
modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman
modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaan, harus
di usahakan melalui pendidikan.

Fungsi pemeliharaan atas kebudayaan oleh esensialisme ialah meliputi


dua segi:

a. Membina sikap jiwa untuk menjunjung dan menyesuaikan diri


terhadap hukum-hukum dan kebenaran yang di temukan manusia
di dalam alam kosmos baik yang sudah mau pun yang akan datang.

b. Karena tiap hukum-hukum, prinsip-prinsip, aksioma-aksioma itu


bersifat abstrak maka ia harus di fahami dalam konteks dengan
kebudayan. Ia harus di dasari melalui praktek-praktek lembaga-
210
Bab 9 Filsafat Essensialisme

lembaga kebudayaan. Doktrin hak-hak alamiah adalah suatu


abstraksi hukum-hukum universal yang terlepas daripada unsur
kebudayaan.

6. Pengaruh aliran esensialisme dalam sistem pendidikan nasional di


Indonesia adalah sebagai berikut.

Kajian filsafat aliran esensialisme di mana sistem pendidikan di


dasarkan pada kebudayaan yang sudah ada, untuk melestarikan budaya
tersebut, dan bentuk pencarian terhadap pengetahuan dan kesenian.

Kajian filsafat pendidikan esensialisme memiliki beberapa prinsip, hal


tersebut diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

1) Siswa sebagai penerima pasif dengan tujuan untuk menyerap ilmu


pengetahuan yang diberikan oleh guru, dengan demikian siswa
diharapkan menjadi pengamat terhadap objek pembelajaran hingga
mengerti esensi atau pengertian dari pembelajaran tersebut.

2) Penggunaan kurikulum di sekolah sebagai bentuk keyakinan akan


aspek pembelajaran.

3) Konsep yang menempatkan guru sebagai sosok yang patut ditiru


dan sebagai peran sentral kepribadian anak lewat pembelajaran.

4) Konsep di mana dalam pendidikan tidak ada pelajaran pilihan dan


semua tenaga kependidikan digunakan untuk memenuhi tujuan
esensialsiswa

5) Inisiatif untuk memperoleh pendidikan berawal dari guru, bukan


siswa

7. Relevansi aliran filsafat esensialisme dalam pendidikan saat ini adalah


bahwa pada saat ini, konsep ini masih relevan diterapkan dalam
pendidikan Indonesia. Wacana perluasan pentingnya pendidikan
karakter, memperteguh posisi aliran filsafat esensialisme dalam

211
FILSAFAT PENDIDIKAN

menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal yang telah lama tersisihkan.


Bahwa selama ini, pendidikan kita mengarah pada ketidakjelasan
konsep dikarenakan terlalu berorientasi pada nilai.

Budaya sebagai hasil aktivitas kolektif masyarakat, merupakan


cerminan dari keteguhan berpikir sebuah bangsa. Jika diterjemahkan ke
dalam pendidikan, maka akan menjadi sebuah proses penting dalam
mengembalikan pendidikan sebagai salah satu mempertahankan jati diri
bangsa. Bahwa pendidikan memang sebenarnya digunakan sebagai
salah satu bagian dari area transformasi masyarakat.

Transformasi merupakan sebuah perubahan yang biasa terjadi, hanya


saja aliran esensialisme memiliki pandangan yang kuat terhadap
pengembangan konsep budaya tanpa meninggalkan esensinya.
Sehingga, akan menjadi sebuah kebanggaan yang besar ketika budaya
yang ada dalam masyarakat kita terus dilestarikan.

Dinamika budaya yang demikian, pernah dilakukan Jepang pasca


pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia II. Bahwa
pada saat itu, pendidikan merupakan satu-satunya harapan bagi bangsa
Jepang untuk segera bangkit dari keterpurukan. Mereka terus
melakukan inovasi dan mengekspansi pemikiran mereka ke seluruh
penjuru dunia. Sekarang, makanan-makanan Jepang, produk fashion
dan kebudayaannya pun menjadi kajian yang menarik.

Nah, begitu juga dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Sudah


saatnya pendidikan kita dibangkitkan sebagai salah satu bentuk
pengembangan nilai tradisional menjadi salah satu aset nasional. Bahwa
pendidikan yang tidak kehilangan alasan sejarah berdirinya bangsa dan
negaranya, akan menjadi sebuah brangsa yang besar. Hal ini dimulai
dari paradigma pendidikan yang diberlakukan di dalamnya.

8. Sejarah tidak mengingkari nilai-nilai positif sumbangan tokoh-tokoh


esensialisme seperti Locke, Harris, Bagley, Thorndike dalam pendidikan.
212
Bab 9 Filsafat Essensialisme

Khususnya dalam membina kemampuan-kemampuan bagi


keterampilan yang produktif. Tetapi karena kebudayaan itu berubah,
maka pendidikan harus mampu membina pribadi yang secara
inteligensia sanggup menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
itu. Prinsip esensialisme kembali kepada kebudayaan silam, ini dapat di
artikan sebagai satu sikap konservatif.

a) Esensialisme sebagai Cultural-Lag

Dengan usaha dan prinsip kembali ke masa silam itu sebenarnya


esensialisme telah tidak berusaha meneruskan proses sejarah
kebudayaan yang bersifat dinamis-progressif. Ini berarti ia
merupakan suatu Cultur-Lag, keterlambatan keterbelakangan
kultural. Ini bertentangan dengan proses perkembangan
kebudayaan yang dinamis.

b) Penafsiran yang tidak tepat atas “social heritage”

Sikap memuja kepada kebudayaan-kebudayaan atau social heritage


itu termasuk pola sokongan esensialisme atas cultural-tradisional.
Sebab antara kedua istilah tidak dipakai secara tepat dengan kritis.

Esensial adalah suatu yang kekal permanen dari suatu social-


heritage dengan “tradition” dari adat kebiasaan.

9. Peranan dan sekaligus nilai positif dari aliran esensialisme terutama


tersimpul dalam:

1) Kedudukan idealisme modern dan realisme modern sebagai soko


guru kebudayaan modern.

2) Kedua ajaran filsafat tersebut adalah fundamental bagi tegaknya


kebudayaan modern yang ideal. Krisis kebudayaan modern justru
karena penyimpangannya dari prinsip-prinsip yang telah terbina
oleh kedua ajaran filsafat itu.

213
FILSAFAT PENDIDIKAN

3) Filsafat dalam hubungannya dengan kebudayaan ialah kenyataan


bahwa ide-ide filsafat itu telah merubah pandangan manusia baik
terhadap nilai-nilai,.maupun praktek-praktek dalam bidang sosial,
politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan pada umumnya.

4) Esensialisme juga dalam rangka pembina kebudayaan yang


demokratis, memusatkan perhatian pada usaha membina kebebasan
individu dalam ekspresi dan organisasinya, misalnya dalam bidang
sosial-politik, keagamaan, science.

10. Sifat yang menonjol dari ontology esensialisme adalah suatu konsesi
bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia
beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanapun
bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan
dengan tata tersebut. Di bawah ini adalah uraian mengenai
penjabarannya menurut realisme dan idealisme.

• Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme objektif,


karena mempunyai cara pandang yang sistematis mengenai alam
serta tempat manusia di dalamnya.

• Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis


dibandingkan dengan realisme objektif. Yang dimaksud dengan ini
adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang
boleh dikatakan meliputi segala sesuatu, dengan landasn pikiran
bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakekatnya adalah jiwa
atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala
sesuatu yang ada ini nyata.

214
Bab 9 Filsafat Essensialisme

Tugas / Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan aliran essensialisme?
2. Apa saja ciri-ciri aliran essensialisme?
3. Bagaimana sejarah dan yang melatar belakangi lahirnya ajaran
esensialisme?
4. Siapa saja tokoh aliran essensialisme dan bagaimana pandangan mereka
dalam pendidikan?
5. Bagaimana konsep pendidikan essensialisme?
6. Apa saja prinsip-prinsip aliran essensialisme dalam pendidikan?
7. Apa saja peran dan fungsi esensialisme dalam pendidikan
8. Bagaimana pandangan aliran esensialisme di bidang pendidikan?
9. Bagaimana pandangan dan sikap tentang aliran essensialisme?
10. Apa kelebihan dan kekurangan aliran essensialisme?
11. Apakah Filsafat Esensialisme dapat diterapkan pada pembelajaran mata
pelajaran tertentu di sekolah? Jika ada, bagaimana penerapannya dalam
pembelajaran tersebut di sekolah?
12. Berikan satu buah contoh keterkaitan antara esensialisme, idealisme,
dan realisme dalam kehidupan sehari – hari atau dalam pembelajaran
di sekolah?
13. Dalam suatu RPP, apakah bisa diketahui bahwa pembelajaran yang
direncanakan seorang guru akan dilakukan sesuai dengan aliran
essensialisme?
14. Pada Proses Pembelajaran di sekolah, apa yang harus dilakukan guru
agar dapat menerapkan paham atau aliran esensialisme dalam
pendidikan?
15. Berikan satu buah contoh pandangan esensialisme secara epistemology
dalam kehidupan sehari–hari?
16. Bagaimana bentuk kurikulum yang seharusnya dibuat pada pendidikan
untuk melaksanakan aliran esensialisme?
17. Berikan contoh tujuan pembelajaran yang tepat dalam pendidikan
untuk konsep aliran esensialisme?

215
FILSAFAT PENDIDIKAN

18. Bapak pelopor aliran esensialisme yang dikenal adalah William C.


Bugiey. Tetapi, mengapa peletak dasar asas–asas filsafat ini adalah
Plato, Aristoteles, dan Demokrasi?
19. Dalam pendidikan abad 21 ini, adakah tokoh yang menerapkan aliran
filsafat esensialime dalam pembelajaran abad 21?

216
BAB X

FILSAFAT PERENIALISME

10.1 PENDAHULUAN
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang yang memiliki
tujuan. Tujuan proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan,
kematangan. Sebab potensi manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh
menuju ketingkat kedewasaan, kematangan. Potensi ini akan terwujud
apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan misalnya:
iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan kebutuhan manusia
adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan jawaban
manusia atas problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan yakin
bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia
sebaga aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan.
Timbulnya problem dan pikiran pemecahan itu adalah bidang
pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan berarti pendidikan
adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan kata lain ide filsafat yang
memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan dan pembinaan
manusia, ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas
penyelenggaraan pendidikan.
Aliran maupun gagasan tokoh dalam filsafat khususnya dalam bidang
pendidikan membawa dalam kehidupan, salah satu aliran filsafat
pendidikan ialah perenialisme. Perenialisme lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya
dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut

217
FILSAFAT PENDIDIKAN

faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang


tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa
lalu

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari Bab 10 ini, Anda diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian aliran perenialisme secara etimologi dan


terminologi.
2. Menjelaskan pengertian aliran perenialisme.
3. Menjelaskan sejarah perkembangan aliran perenialisme.
4. Menjelaskan hakikat pendidikan menurut aliran perenialisme.
5. Menjelaskan konsep dasar aliran perenialisme.
6. Menjelaskan bagaimana pendidikan menurut perenialisme.
7. Menjelaskan implikasi aliran perenialisme dalam pendidikan.
8. Menganalisis kelebihan dan kelemahan konsep dasar aliran
perenialisme.
9. Menganalisis pemikiran tokoh-tokoh aliran perenialisme
10. Menjelaskan penerapan proses belajar mengajar dalam aliran
perenialisme
11. Menjelaskan tujuan pendidikan pada aliran perenialisme
12. Mengidentifikasi teori dalam belajar aliran perenialisme
13. Menjelaskan kurikulum pada aliran perenialisme

218
Bab 10 Filsafat Perenialisme

10.2 Pengertian Aliran Perenialisme secara Etimologi dan


Terminologi

10.2.1 Pengertian secara Etimologi

Istilah Perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar kata perenis
atau perennial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus menerus melalui
waktu, hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi. Perenial diartikan
sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time”
(abadi atau kekal atau terus tiada akhir). Filsafat perenialisme berpegang
pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal atau abadi. Dengan
demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada
nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat kekal abadi. Aliran ini
mengambil analogi realita sosial budaya manusia sebagai realita pohon
bunga yang terus menerus mekar, datang dan pergi serta berubah warna
secara tetap sepanjang tahun dan masa dengan gejala yang harus ada dan
sama. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia
Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri,
kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai
pembaru dan reformer utama dalam abad ke-13.

10.2.2 Pengertian secara Terminologi

Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai


bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk
mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan
keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Aliran Perenialisme
dianggap sebagai “regresive road to culture” yakni jalan kembali ke
kebudayaan masa lampau. Perenialis memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia dari kondisi yang

219
FILSAFAT PENDIDIKAN

carut-marut secara moral dan budaya sekarang kearah terbentuknya dan


terlestarikannya kebudayaan ideal. Perenialis menggunakan prinsip-prinsip
yang dikemukakan Plato, Aristoteles dan Thomas Aquino. Pandangan-
pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta
ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan, dan dikembangkan pada
zaman modern oleh Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.

10.2.3 Pengertian Aliran Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir


pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang
menekan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural.

Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah jalan mundur ke


belakang dengan mengunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip
umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman
kuno dan pertengahan. Peradaban-kuno (Yunani purba) dan abad
pertengahaan sebagai dasar budaya bangsa- bangsa di dunia dari masa ke
masa dari abad ke abad (sa’dullah,2009: 151).

Pandangan-pandangan yang telah menjadi dasar pandangan manusia


tersebut, telah teruji kemampuan dan kekuatan oleh sejarah. Pandangan-
pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani kuno, serta
ajaran Thomas Aquina dari abad pertengahan. Kaum prenialis percaya
bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat
dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua puluh
ini.
220
Bab 10 Filsafat Perenialisme

Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan


perenialisme , bahwa pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan yang btelah teruji dan tangguh.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali tau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
ideal.perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan selain, kembali
pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa yang membentuk suatu
sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu
(Yunani kuno).

10.3 Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme

Pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins dan


Mortimer Adler. Hutchins dalam Uyo Sadulloh (2008:155) mengembangkan
suatu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar
Bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik. Perenialis menggunakan
prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino.
Pandangan-pandangan Plato dan Aristoteles mewakili peradaban Yunani
Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan. Filsafat
perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri
utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung
dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer
utama dalam abad ke-13.

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis


zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan
konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah
nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah
berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna
221
FILSAFAT PENDIDIKAN

bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada
sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.

Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan


yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada
dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran
dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang
berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.

Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani


Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai
mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat
menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah
mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen
tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam
maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia
terkenal dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas
Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik.
Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang
diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya
mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.

Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk


menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua
puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup
dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik
dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal,
maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai
manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan
222
Bab 10 Filsafat Perenialisme

pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang
karenanya, manusia dapat mengerti dan memahami kebenaran-kebenaran
yang fenomenal maupun yang bersendikan religi.

10.3.1 Pandangan Filsuf Atau Tokoh Aliran Perenialisme

1) Plato

Nama : Plato
Lahir-Meninggal : c. 427 SM-347 SM.
Kebangsaan : Yunani
Era : Filsafat Kuno
Aliran : Platonisme
Minat Utama : Retorika, seni, literatur, epistemologi, keadilan,
kebajikan, politik, pendidikan, keluarga,
militarisme
Gagasana bentuk : Teori Bentuk atau Teori ide, Idealisme Platonik,
Realisme Platonik, Perenialisme Platonik, hyperuranion, metaxy, khora.

Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral
merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman
itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran,
223
FILSAFAT PENDIDIKAN

tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa


realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-
kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal
dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide
mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum
manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran,
pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan
semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat
ditemukan kembali oleh manusia.

2) Aristoteles

Nama : Aristoteles
Lahir : 384 SM Stagira, Chalcidice
Meninggal : 322 SM (umur 61 atau 62) Euboea
Era : Filsafat kuno
Aliran : Sekolah Peripatetik Aristotelianisme
Minat Utama : Fisika, Metafisika, Puisi, Teater, Musik, Retorika,
Pemerintahan, Politik, Etika, Biologi, Zoologi
Gagasan penting : Golden mean Logika Silogisme, Aliran Perenialisme

224
Bab 10 Filsafat Perenialisme

Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam


pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realism (realism clacsic). Cara berfikir
Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berfikir
rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris
realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat
dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.

Aritoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia


dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles
merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance.
Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan
sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan
dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif,
melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.

Menurut Arithoteles dalam Uyo Sadulloh (2008:153) manusia adalah


makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa
manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial.
Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih
tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia
sebagai makhluk rasional memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia
hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada derajat yang lebih
tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.

225
FILSAFAT PENDIDIKAN

3) Thomas Aquinas

Nama : Thomas Aquinas


Lahir : tahun 1225 M
Meninggal : 7 Maret 1274 M
Era Aliran : Filsafat abad pertengahan, Skolatisisme, Thomisme,
Intelektualisme metafisik, Perenialisme, Realisme abad
Pertengahan.
Minat Utama : Metafisika, Logika, Teologi, Budi, Epistemologi, Politik,
Etika.
Gagasan penting: Quinque viae, Analogia entis

Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang


muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat
(sebetulnya dengan filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan
dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang
dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran
agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-
masing. Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu
mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.

226
Bab 10 Filsafat Perenialisme

Menurut Bertens dalam Uyo Sadulloh (2008:154) Pandangan tentang


realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu
karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia
mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia
tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari sumbernya,
seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran
mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam
pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam
bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.

4) Mortimer J. Adler

Nama : Mortimer Jerome Adler


Lahir : 28 Desember 1902
Meninggal : 28 Juni 2001
Era : Filsafat abad ke-20
Aliran : Aristotelian, Thomis
Minat Utama : Teologis filosofis, Metafisika, Etika,

227
FILSAFAT PENDIDIKAN

Mortimer J. Adler sebagai salah seorang pendukung perenialisme ini


mengatakan, bahwa jika seorang manusia adalah makhluk rasional yang
merupakan hakikat yang senantiasa seperti itu di sepanjang sejarahnya,
maka tentulah manusia memiliki gambaran yang tetap pula dalam hal
program pendidikan dengan tidak mengikutkan peradaban masa tertentu.
Sayyed Husein Nasr menyebutkan bahwa karakteristik khusus manusia
tidak lain adalah rasionalitas. Rasionalitas ini merupakan sifat manusia yang
hakiki. Dengan prinsip dasar ini pulahal, maka aliran ini berpendapat
bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan sebagai produk dan prestasi
manusia dimanapun dan kapanpu akan selalu sama, karena memang
bersumber dari hakikat yang sama.

Dalam hal ini Mortimer J Adler mengungkapkan, bahwa manusia adalah


makhluk rasional yang memiliki kemampuan intelektual yang tampak
dalam kapasitasnya sebagai subjek yang aktif dan dapat melakukan
tindakan-tindakan seni, membaca dan mendengar, menulis dan berbicara
serta berpikir. Kecuali itu, mengingat manusia adalah juga makluk sosial,
maka kehidupan intelektualnya juga hidup di tengah-tengah komunitas
yang akan menjadi eksis melalui komunikasi.

10.4 Hakikat Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme

Pendidikan menurut Aliran Perenialisme dipandang sebagai Education


As Cultural Regression : Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa
lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah
memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut,
dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut. Perenialisme percaya bahwa prinsip-
prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.

228
Bab 10 Filsafat Perenialisme

Robert M. Hutchins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:116)


mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran
mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran
di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di
mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan dipandang
sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.

10.5 Konsep Dasar Aliran Perenialisme

10.5.1 Tentang pendidikan

Tentang pendidikan kaum Perenialisme memandang education as


cultural regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa
lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah
memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut,
dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut. Sejalan dengan hal di atas, penganut
Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat
universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan “Pendidikan
mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan.
Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun
adalah sama. Karena itu kapanpun dan di manapun pendidikan adalah
sama”. Selain itu pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk
hidup, bukan hidup itu sendiri. (Madjid Noor,dkk, 1987)

Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam


pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

a. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu,


dan orang.

229
FILSAFAT PENDIDIKAN

b. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran


c. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya–karya agung
d. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar
e. Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan

10.5.2 Tujuan Pendidikan

Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran


hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan,
maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan
pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan
sebaik-baiknya melalui:

1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan


2) Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
3) Tujuan pendidikan menurut tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme

10.5.3 Hakikat Guru

Orang yang utama bertugas dalam pendidikan adalah guru-guru, di


mana tugas pendidik yang memberikan pendidikan dan pengajaran
(pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya
sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan. Berikut pandangan aliran perenialisme mengenai guru atau
pendidikan:

a. Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan


belajar-mengajar di kelas.
230
Bab 10 Filsafat Perenialisme

b. Guru hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru
yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan
memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat,
dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tifdak
diragukan.

10.5.4 Hakikat Murid

Murid dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing


oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran
mengangkat dunia biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi
pengetahuan dan nilai kepada subyek didik, mencakup totalitas aspek
kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis terhadap seluruh
fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan mencapai
pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang
melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan
indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah,
bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong
semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.

10.5.5 Proses Belajar Mengajar

Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan


dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah
kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme
terutama:
231
FILSAFAT PENDIDIKAN

a. Mental dicipline sebagai teori dasar

Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah


salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses
belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan
kemampuan berpikir.

b. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan

Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan,


otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Makna
kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya
sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus
diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk
rasional yang bersifat merdeka.

c. Learning to Reason (belajar untuk berpikir)

Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu
berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan
dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan
berhitung merupakan landasan dasar. Berdasarkan pentahapan itu, maka
learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan
pendidikan tinggi.

d. Belajar sebagai persiapan hidup

Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata–mata tujuan kebajikan


moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis.
Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy
baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.

232
Bab 10 Filsafat Perenialisme

e. Learning through teaching

Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara


dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang
mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan
potensi–potensi self discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid–
muridnya, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan
superior dibandingkan dengan murid–muridnya. Guru harus mempunyai
aktualitas yang lebih.

10.5.6 Kurikulum

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan


intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara
cultural” para siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang
merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh manusia.

Dua dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard


Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai rector the University of Chicago,
Hutchin (1963) menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1
berdasarkan penelitan terhadap Buku besar bersejarah (Great Book) dan
pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-
seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi
mengenai pendidikan:

a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang


berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar
dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada
gagasan–gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan-
233
FILSAFAT PENDIDIKAN

gagasan pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting


pendidikan.
c. Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara
mendalam mengenai gagasan–gagasan signifikan. Para guru harus
menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metoda pokok
mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.

10.6 Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme

Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi


atau perennial. Tujuan dari pendidikan, menurut pemikiran perenialis,
adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang
prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kaum
perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakekat manusia pada
dasarnya tetap tidak berubah, selama berabad-abad. Jadi, gagasan-gagasan
besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan di setiap zaman. Lebih jauh lagi, filsafat
perennialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional
manusia. Filsafat itu merupakan pengolahan intelektual yang membuat
manusia menjadi benar-benar manusia dan membedakan mereka dari
hewan ataupun tumbuhan.

Kurikulum menurut kaum perennialis harus menekankan pertumbuhan


intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara
kultural para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni dan
sains) yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan
oleh manusia. Berkenaan dengan bidang kurikulum, hanya satu pertanyaan
yang harus diajukan: Apakah para siswa memperoleh muatan yang
merepresentasikan usaha-usaha yang paling tinggi di bidang itu? Jadi,
seorang guru Bahasa Inggris SMA dapat mengharuskan para siswanya
untuk membaca Moby Dick-nya Melville atau sebagian dari drama
234
Bab 10 Filsafat Perenialisme

Shakespeare bukannya sebuah novel dalam daftar terlaris saat ini. Sama
halnya dengan para siswa IPA akan mempelajari mengenai tiga hukum
gerakan atau tiga hukum termodinamika bukannya membangun suatu
model penerbangan ulang alik angkasa luar.

10.7 Implikasi Aliran PerenialismedalamPendidikan

10.7.1 Pendidikan
Perenialisme memandang education as cultural regresion: pendidikan
sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan yang ideal.

10.7.2 Tujuan pendidikan


Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi,
inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan
pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan
menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai
kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

10.7.3 Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite intelektual yang
mengetahui kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada
generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah lembaga yang berperan
mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam
kehidupan. Sekolah bagi perenialis merupakan peraturan-peraturan yang
artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari
warisan sosial budaya.

235
FILSAFAT PENDIDIKAN

10.7.4 Kurikulum
Kurikulum pada aliran ini berpusat pada mata pelajaran, dan cenderung
menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora,
termasuk sejarah. Kurikulum adalah pendidikan liberal.

10.7.5 Metode
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh
perenialist adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan
karya-karya besar yang tertuang dalam the great books dalam rangka
mendisiplinkan pikiran.

10.7.6 Peranan guru dan peserta didik


Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar serta
mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery, dan ia
melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia
seorang propesional yang qualifiet dan superior dibandingkan muridnya.
Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan perfect knowledge.

10.8 Kelebihan Dan Kelemahan Aliran Perenialisme

10.8.1 Kelebihan

a) Perenialisme mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum


yang menjadi pandangan hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad
pertengahan. Dalam pandangan perenialisme pendidikan lebih banyak
mengarahkan perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh.

236
Bab 10 Filsafat Perenialisme

b) Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada


seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa
harus berhadapan pada bidang-bidang seni dan sains yang merupakan
karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.
c) Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan
dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan
berhitung merupakan landasan dasar.
d) Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
ideal. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik
teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
e) Dalam pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya dan siswa diberi kebebasan
untuk mengemukakan pendapatnya.
f) Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau
pertanyaan yang timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan
sendiri jawaban itu, siswa pasti akan lebih mengingat materi yang
sedang dipelajari.
g) Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki
keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam
kehidupan masyarakat.

10.8.2 Kelemahan

a) Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan


kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini menekankan
pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terkait pada
tempat dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

237
FILSAFAT PENDIDIKAN

b) Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena


menurut mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan,
ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual, dan sosio-kultural.
c) Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin
pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian
pada realitas peserta didik dan minat-minat siswa.
d) Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi
sekolah. Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru.
e) Dalam pendidikan perenialisme, siswa menjadi orang yang
mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memiliki self
discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.

10.9 Kesimpulan

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada


abad ke-20. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh
kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual,
dan sosikultural. Pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard
Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins dalam Uyo Sadulloh
mengembangkan suatu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great
Books (buku besar bersejarah) dan pembahasan buku-buku klasik. Perenialis
menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan Plato, Aristoteles,
Thomas Aquino dan Mortimer Adler yang merupakan filsuf aliran
perenialisme.

Pendidikan menurut Aliran Perenialisme dipandang sebagai Education


As Cultural Regression: Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa
238
Bab 10 Filsafat Perenialisme

lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Adapun konsep dasar


pendidikan yaitu meliputi hakikat tentang pendidikan tersebut, tujuan
umum pendidikan, hakikat guru, hakikat murid dan proses belajar
mengajar. Implikasi aliran perenialisme dalam pendidikan yaitu meliputi
pendidikan itu sendiri, tujuan pendidikan, sekolah, kurikulum, metode,
serta peranan guru dan peserta didik.

Latihan
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat beberapa rumusan
masalah, yakni sebagai berikut :
1. Apa pengertian aliran perenialisme secara etimologi dan terminologi?
2. Apa yang dimaksud dengan aliran perenialisme?
3. Bagaimana sejarah perkembangan aliran perenialisme?
4. Bagaimana hakikat pendidikan menurut aliran perenialisme?
5. Bagaimana konsep dasar aliran perenialisme?
6. Bagaimana pendidikan menurut perenialisme?
7. Bagaimana implikasi aliran perenialisme dalam pendidikan?
8. Apa kelebihan dan kelemahan konsep dasar aliran perenialisme?
9. Pertanyaan
10. Tuliskan implikasinya aliran perenialisme dalam pendidikan!
11. Siapa saja tokoh-tokoh pengemukan aliran perenialisme? Pemikiran
siapa yang sangat berpengaruh pada aliran ini?
12. Jelaskan tujuan pendidikan menurut aliran perenialisme!
13. Mengapa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dijadikan dasar filsafat
aliran perenialisme?
14. Tuliskan teori dasar dalam belajar menurut aliran perenialisme!
15. Jelaskan kurikum pendidikan yang sesuai dengan pandangan
perenialisme!

239
FILSAFAT PENDIDIKAN

240
BAB XI

FILSAFAT BEHAVIORISME

11.1 Pendahuluan
Behaviorisme atau aliran perilaku (disebut juga ‘perspektif belajar’)
adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua
yang dilakukan organisme, termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan,
dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa
perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa
fisiologis internal atau konstrak hipotesis seperti pikiran. Behaviorisme
baeranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati,
tetapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara public
(seperti tindakan) dan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran
dan perasaan).

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh


Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responsnya


mendudukan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku semakin kuat jika diberikan penguatan dan
241
FILSAFAT PENDIDIKAN

akan menghilang jika dikenai hukuman. Behaviorisme dengan usulan


radikalnya seperti perilaku verbal Skinner yang digunakan untuk mengukur
kemampuan berbahasa manusia, mulai terasa tidak memadai, bahkan naif.
Belajar merupakan akibat interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik: (1) Reinforcement and Punishment, (2)
Primary and Secondary Reinforcement, (3) Schedules of Reinforcement, (4)
Contingency Management, (5) Stimulus Control in Operant Learning, dan (6) The
Elimination of Respons.

Capaian Pembelajaran
1. Menganalisis pengertian aliran Behaviorisme
2. Menganalisis pengertian prilaku manusia menurut aliran Behaviorisme
3. Menganalisis pengertian belajar menurut teori Behavioristik
4. Menganalisis teori belajar behavioristik
5. Mengidentifikasi prinsip-prinsip pendidikan Behaviorisme
6. Menganalisis pandangan Behaviorisme menurut Watson
7. Menjelaskan teori koneksionimse menurut Edward Lee Thorndike
8. Mengidentifikasi perbedaan penguatan menurut Skinner
9. Menjelaskan prinsip dari teori Skinner
10. Menganalisis teori behaviorisme mengenai peranan guru dalam
pendidikan

242
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

11.2 Ciri Teori Belajar Behaviorisme


Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya
bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap
lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-
bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang
komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive

243
FILSAFAT PENDIDIKAN

reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan
semakin kuat.

11.3 Prinsip dalam Teori Belajar Behaviorisme

11.3.1 Reinforcement and Punishment


Reinforcement dan Punishment merupakan perlakuan pendidik kepada
anak didiknya. Reinforcement dan punishment juga merupakan strategi untuk
mengajar dan mendidik siswa. Reinforcement dalam dunia pendidikan anak
diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap
dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa
hadiah dan pujian. Misalnya, anda adalah seorang ibu atau ayah yang
sedang menjemput pulang anak anda. Di dalam perjalanan pulang atau
boleh juga pada saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah hari
ini ada ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya
anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk
merayakan keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah
terbukti mampu memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah terjadi
reinforcement. perlu diketahui bahwa untuk melakukan reinforcement tidak
harus menunggu anak mendapatkan nilai 8 atau 9, namun berapapun
nilainya, orang tua harus mensupport anak didik.
Ada beberapa wujud reinforcement yang sering dilakukan oleh pendidik.
Pertama, reinforcement perayaan keberhasilan dengan memberikan hadiah
berupa makanan, kedua, berupa ucapan selamat, dan ketiga berupa hadiah
yang lain seperti menonton film kesukaannya, atau melakukan perjalanan
wisata.
Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia
pendidikan. Hukuman sudah terlalu mengakar dalam benak para pendidik
dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang
meskipun sudah di sana sini digembar-gemborkan penghapusan kekerasan
244
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

pada siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa
kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses pembelajaran dan
pendidikan.
Contoh dari bentuk punishment yang tidak membangun banyak sekali
ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena strap, harus berdiri dibawah
tiang bendera. Hukuman seperti demikian itu sama sekali tidak
membangun. Mestinya, ketika siswa melakukan sebuah pelanggaran,
hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat yang
positif bagi mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa
inggris dengan jumlah tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang
jauh lebih memberikan kontribusi positif.

11.3.2 Primary and Secondary Reinforcement


Reinforcers primer hampir selalu nyata. Hal ini biasanya berupa sesuatu
yang bias anak pegang atau rasakan, tetapi seharusnya selalu melibatkan
keinginan langsung. Contoh yang termasuk reinforcers: bola favorit,
terowongan, mainan, video, atau hal-hal lain yang membangkitkan indra
seperti gelembung, menggelitik, pelukan atau meremas, tekstur, atau musik.
Salah satu penguat utama yang paling mendasar adalah makanan. Makanan
bisa menjadi penguat bahkan ketika anak Anda tidak lapar, jika camilan
yang disukai. Strategi ini adalah hanya untuk memberikan sejumlah kecil
makanan setelah sukses menyelesaikan tanggapan atau tugas.
Reinforcers sekunder, sebagaimana disebutkan di atas dipelajari. Mereka
intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal, memberikan siswa perasaan
atau anticiaption sesuatu yang mereka akhirnya bergaul dengan suatu
kegiatan. Sebagai contoh, pembacaan cerita pengantar tidur dapat dikaitkan
dengan perasaan mengantuk jika selalu membaca pada sekitar waktu yang
sama, di tempat tidur, sebelum tidur. Beberapa contoh lain dari penguatan
sekunder meliputi pujian verbal, tersenyum, token, thumbs up, dan
bertepuk tangan. Untuk siswa yang khas, pujian lisan biasanya cukup.

245
FILSAFAT PENDIDIKAN

Anak-anak menyadari bahwa mereka melakukan sesuatu yang baik ketika


mereka mendapatkan kegembiraan dan senyum dari orang dewasa atau
teman sebaya di sekitar mereka. Dengan anak-anak yang kekurangan
empati sosial dan kemampuan untuk berhubungan dengan perasaan orang
lain, pujian lisan ini perlu dipasangkan dengan sesuatu yang lain. Jika anak
suka dipeluk atau diperas, Anda mungkin ingin memasangkan pujian lisan
dengan pelukan besar untuk menciptakan yang baik, perasaan hangat.

10.3.3 Schedules of Reinforcement


Jadwal penguatan adalah aturan yang tepat yang digunakan untuk
menyajikan (atau menghapus) reinforcers (atau punishers) mengikuti perilaku
operant tertentu. Aturan-aturan ini didefinisikan dalam hal waktu dan/atau
jumlah tanggapan yang diperlukan dalam rangka untuk menyajikan (atau
menghapus) sebuah penguat (atau Punisher). Jadwal yang berbeda jadwal
penguatan menghasilkan efek berbeda pada perilaku instrumental.

11.3.4 Contingency Management


Manajemen kontingensi atau penggunaan sistematis Penguatan adalah
jenis perawatan yang digunakan di bidang kesehatan atau penyalahgunaan
zat mental. Perilaku pasien dihargai (atau, lebih jarang, dihukum),
umumnya, kepatuhan terhadap atau kegagalan untuk mematuhi aturan
program dan peraturan atau rencana pengobatan mereka. Sebagai
pendekatan untuk pengobatan, manajemen kontingensi muncul dari terapi
perilaku dan diterapkan analisis perilaku tradisi dalam kesehatan mental.
Dengan sebagian besar evaluasi, prosedur manajemen kontingensi
memproduksi salah satu efek ukuran terbesar dari semua kesehatan mental
dan intervensi pendidikan.

246
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

11.3.5 Stimulus Control in Operant Learning


Kontrol stimulus dikatakan terjadi ketika organisme berperilaku dalam
satu cara dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain dalam
ketiadaan. Misalnya, adanya tanda berhenti meningkatkan kemungkinan
bahwa "pengereman" perilaku akan terjadi. Biasanya perilaku tersebut
disebabkan oleh memperkuat perilaku di hadapan satu stimulus dan
menghilangkan penguatan dengan adanya stimulus lain. Banyak teori
percaya bahwa semua perilaku berada di bawah beberapa bentuk kontrol
stimulus. perilaku verbal adalah berbagai rumit perilaku dengan berbagai
rangsangan pengendali.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme :
1) Obyek psikologi adalah tingkah laku
2) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat
dipergunakan ciri-cirinya yakni:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
b. Mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
c. Mementingkan peranan reaksi (respon)
d. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
e. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
g. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’
atau “trial and error”.

247
FILSAFAT PENDIDIKAN

11.4 Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme


Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung


dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag
sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai


objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pembelajar. Begitu juga dalam
248
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata
dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.

11.5 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme


Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat
diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada
jenjang pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan
untuk metode pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil
eksperimentasi bihaviorisme cenderung mengesampingkan aspek-aspek
potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme
cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada manusia
baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan
melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh
karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan


kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja
mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah


terstruktur rapi dan teratur, maka pembelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
249
FILSAFAT PENDIDIKAN

dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan


belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas
diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pembelajar atau peserta didik adalah objek
yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus
dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.

11.6 Tujuan Pembelajaran Behaviorisme


Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,


dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

250
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

Soal Latihan
1. Jelaskan pandangan aliran Behaviorisme!
2. Bagaimana aliran Behaviorisme memandang prilaku manusia?
3. Bagaimana pengertian belajar menurut teori Behavioristik?
4. Dalam teori belajar behavioristik dikatakan bahwa tingkah laku manusia
dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement
dari lingkungan. Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut!
5. Jelaskan prinsip-prinsip dalam pendidikan Behaviorisme!
6. Bagaimana behaviorisme menurut pandangan Watson?
7. Jelaskan pengertian teori koneksionisme dan contoh dalam kehidupan
sehari-hari!
8. Jelaskan pengertian penguatan positif dan penguatan negatif yang
dikemukakan oleh Skinner!
9. Jelaskan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Skinner!
10. Bagaimana peranan guru dalam pendidikan menurut teori
behavioristik?

Jawaban
1. Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh
John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku
harus merupakan unsur subjek tunggal psikologi. Aliran behaviorisme
sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan filosofi dalam
psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan organisme
(tindakan, pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang
menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon.

2. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh


kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisi terhadap manusia
251
FILSAFAT PENDIDIKAN

tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau
buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang
dialami oleh manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari
eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah penelitian tentang perilaku
binatang yang sebelumnya dikondisikan.

3. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal
yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah
stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan
tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.

4. Maksud dari pernyataan di atas adalah bahwa tingkah laku manusia


didasari prinsip dari kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisi
terhadap manusia tersebut. Jadi manusia akan bertindak positif apabila
dia merasa mendapat balasan dari tingkah laku yang dia lakukan.
Contohnya, ketika seseorang bertutur kata yang sopan tentunya orang
akan senang dan banyak yang memuji tingkah lakunya. Pujian tersebut
merupakan reward dari masyarakat terhadap orang tersebut. Dengan
adanya reward dan reinforcement, perilaku yang diharapkan akan
meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan.

5. Prinsip-prinsip dalam pendidikan Behaviorisme adalah:

1) Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia


belajar dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang
lain. Manusia tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang
252
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

khusus. Benar bahwa manusia adalah organism alam yang


kompleks, tetapi terutama ia masih merupakan bagian dari kerajaan
binatang. Tugas dari behavioris adalah mempelajari hukum-hukum
tingkah laku. Hukum-hukum ini sama bagi semua binatang.
termasuk manusia.

2) Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku.Dari perspektif


behavioris orang diprogram untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan
karena tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan
dengan cara lain. Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan
positif tersebut cenderung diulang, sementara penghargaan negatif
cenderung dimatikan. Tugas pendidikan adalah menciptakan
lingkungan belajar yang mengarahkan pada tingkah laku yang
diinginkan. Pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya
kemudian dipandang sebagai lembaga pendesainan budaya.

3) Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif Skinner


menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan
sehari-hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru
itu mengatur lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan
untuk tindakan murid yang diinginkan. Berikut ini contoh
lingkungan belajar yang harus dikondisikan guru: Efisiensi,
ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai
dalam pendidikan

6. Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus


dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati
dan diukur beberapa pandangannya mengenai teori belajar
behaviorisme yaitu:

1) Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang


dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan,
253
FILSAFAT PENDIDIKAN

termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah


apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai
dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk
pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan
unlearned

2) Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu


perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur
lingkungan sangat penting.

3) Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja.


Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang
dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi
bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya
mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari
consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme
dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam
derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total
terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di
awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya
waktu behaviorisme justru menjadi populer.

4) Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari


karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-
anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali
kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.

5) Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam


pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits
yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan
oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung
conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari
254
Bab 11 Filsafat Behaviorisme

Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks.


Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak
terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan
dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.

7. Teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi


(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan menari, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal
ini dilaksanakan, iamerasa puas dan belajar menari akan menghasilkan
prestasi memuaskan.

8. Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang


terjadinya suatu perilaku. Penguatan ada 2 jenis yaitu :

1) Penguatan positif (positive reninforcement) : didasari prinsip bahwa


frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh
suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus
menyenangkan.

Contoh : peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat


rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya.
Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar
sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus
menyenangkan adalah pemberian sepeda.

2) Penguatan negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa


frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan
suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti
dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan

255
FILSAFAT PENDIDIKAN

Contoh: peserta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/


tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati
guru sehingga peserta didik akan sering bertanta. Jadi, perilaku
yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan
stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah
kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering
bertanya karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak
berbobot/melenceng.

9. Skinner menjelaskan beberapa prinsip mengenai teori behaviorisme


diantaranya:

1) Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil


positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan
diperlemah.
2) Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan
peluang terjadinya suatu perilaku.
3) Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang terjadi setelah perilaku dan memengaruhi
frekuensi prilaku pada waktu yang akan datang. Konsekuensi yang
menyenangkan disebut tindakan penguatan dan konsekuensi yang
tidak menyenangkan disebut hukuman.
4) Hukuman adalah suatu konsekuensi yang menurunkan peluang
terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak diharapkan akan
menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang
tidak menyenangkan.
10. Peran guru dalam behavioristik adalah sebagai fasilitator. Guru
menciptakan dan merekayasa perilaku–perilaku yang diharapkan
muncul sesuai dengan silabus pendidikan. Guru juga berperan dalam
mengeliminasi sifat–sifat yang tidak diharapkan. Perilaku siswa
biasanya dikendalikan guru melalui penguatan positif. Dan perilaku
siswa yang tidak diharapkan dieliminasi dengan penguatan negatif.

256
BAB XII

FILSAFAT KONSTRUKTIVISME

12.1 Pendahuluan

Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali


dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang
sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan
adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia
menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana
membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu
jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu.
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil
konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman
dan lingkungan mereka. [1] Aliran konstruktivisme menyatakan bahwa
manusia menciptakan pengetahuan untuk keperluan pragmatis dan oleh
karena itu manusia memproyeksikan dirinya dengan apa yang telah dia
alami sebelumnya. Aliran konstruktivisme percaya bahwa suatu kejadian
atau peristiwa di dunia ini dapat dipahami dengan cara yang berbeda dan
itulah yang disebut dengan pengetahuan, yaitu ketika perbedaan cara
pandang setiap orang memaknai dunia ini.

Manusia merupakan makhluk individual yang dikonstruksikan melalui


sebuah realitas sosial. Konstruksi atas manusia ini akan menimbulkan
paham yang intersubyektif. Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia
akan saling memahaminya. Dalam melihat hubungan antar sesama

257
FILSAFAT PENDIDIKAN

individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah diberikan atau disodorkan oleh


salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk berinteraksi itu perlu
diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak. Dalam proses
berinteraksi ini, faktor identitas individu sangat penting dalam menjelaskan
kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan menciptakan
lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain,
sesungguhnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari
proses interaksi tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi
konstruktivisme lebih bersifat bebas dan terhormat karena dapat menolak
atau menerima sistem internasional, serta membentuk kembali model relasi
yang saling menguntungkan.

Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif


dari realitas yang terjadi melalui serangkaian aktivitas peserta didik. Dari
serangkaian aktivitas peserta didik, konstruktivisme menyatakan bahwa
peserta didik harus menemukan sendiri pengetahuannya melalui
kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menangkap dan
membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik atau fakta,
mengkaji informasi baru dengan klausul lama dan merevisinya apabila
klausul itu tidak relevan lagi.

Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan Bab 12 ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan definisi atau pengertian kontsrutivisme
2. Menjelaskan sejarah singkat lahirnya konstruktivisme dalam filsafat
pendidikan
3. Menganalisis perbedaan aliran konstruktivisme menurut tokoh–tokoh
penemunya
4. Menganalisis keterkaitan hubungan antara konstruktivisme dan filsafat
pendidikan
5. Menemukan keterkaitan atau hubungan antara konstruktivisme,
realitas, Realisme/Empirisme, dan idealisme

258
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

6. Menerapakan Konstruktivisme dalam penyusunan rencana


pembelajaran pada mata pelajaran tertentu.
7. Mengoperasikan pendekatan konstruktifisme pada tahapan–tahapan
pembelajaran tertentu di sekolah
8. Merancang LKPD berorientasi konstruktivisme pada Pembelajaran mata
pelajaran tertentu.

12.2 Macam-Macam Konstruktivisme


Konstruktivisme dibedakan dalam dua tradisi besar yaitu
konstruktivisme psikologis (personal) dan sosial. Konstruktivisme
psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget,1981:43) dan
yang lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme sosial berdiri
sendiri (Kukla, 2003) .

12.2 1 Konstruktivisme personal


Piaget menyoroti bagaimana anak-anak pelan-pelan membentuk skema
pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah skema. Ia menekankan
bagaimana anak secara individual mengkonstruksi pengetahuan dari
berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Ia
menekankan bagaimana seorang anak mengadakan abstraksi, baik secara
sederhana maupun secara refleksif, dalam membentuk pengetahuannya.
Tampak bahwa tekanan perhatian Piaget lebih keaktifan individu dalam
membentuk pengetahuan.
Bagi Piaget, pengetahuan lebih dibentuk oleh si anak itu sendiri yang
sedang belajar daripada diajarkan oleh orang tua. Konstruktivisme
psikologis bercabang dua: (1) yang lebih personal, individual, dan subjektif
seperti Piaget dan para pengikutnya; (2) yang lebih sosial seperti Vigotsky.
Piaget menekankan aktivitas individual, lewat asimilasi dan akomodasi
(Suparno, 1997) dalam pembentukan pengetahuan; sedangkan Vygotsky
259
FILSAFAT PENDIDIKAN

menekankan pentingnya masyarakat dalam mengkonstruksi pengetahuan


ilmiah (Mattews, 1994). Dalam pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk
oleh anak lewat asimilasi dan akomodasi dalam proses yang terus menerus
sampai ketika dewasa.
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi
dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang
telah ada. Setiap orang selalu secara terus menerus mengembangkan proses
asimiliasi. Proses asimilasi bersifat individual dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang
berkembang. Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema
yang telah dipunyai. Dalam keadaan seperti ini orang akan mengadakan
akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang cocok dengan
rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak mempunyai skema
bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat.
Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang
pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia datang ke kebun binatang, di mana
ada puluhan bahkan ratusan binatang yang jumlah kakinya ada yang lebih
dari empat atau bahkan tanpa kaki. Anak tadi mengalami bahwa skema
lamanya tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan
akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki
dua, empat atau ledih bahkan ada yang tanpa kaki namun semua disebut
binatang. Skema itu hasil suatu konstruksi yang terus menerus
diperbaharui, dan bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada.
Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam
diri seseorang, sampai pada pengetahuan yang mendekati para ilmuwan.
Pendekatan Piaget dalam proses pembentukan pengetahuan memang lebih

260
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

personal dan individual, kendati dia juga bicara soal pengaruh lingkungan
sosial terhadap perkembangan pemikiran anak, tetapi tidak secara jelas
memberikan model bagaimana hal itu tejadi pada diri anak. Bagi Piaget,
dalam taraf-taraf perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori-motor,
dan pra-operasional), pengaruh lingkungan sosial lebih dipahami oleh anak
sebagai sama dengan objek-objek yang sedang diamati anak. Anak belum
dapat menangkap ide-ide dari masyarakatnya. Baru pada taraf
perkembangan yang lebih tinggi (operasional konkret, terlebih operasional
formal), pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih jelas. Dalam taraf ini,
bertukar gagasan dengan teman-teman, mendiskusikan bersama pendirian
masing-masing, dan mengambil konsensus sosial sudah lebih
dimungkinkan. Pandangan konstruktivisme personal sebenarnya
mengandung kelemahan.
Menurut Glasersfeld (Suparno, 1997) salah satu tokoh konstruktivisme
personal, pengetahuan hanya ada di dalam “kepala” seseorang di mana ia
harus membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadinya.
Menurut pendapat ini ilmu pengetahuan bersifat pribadi, hal ini berarti
„realitas‟ bagi seseorang dibangun berdasarkan pengalaman pribadinya.
Inilah salah satu sumber kritik terhadap konstruktivisme personal, dan
karena pandangan yang demikian konstruktivisme personal sering
dianggap menganut faham solipsisme.Faham solipsisme berpendapat
bahwa segala sesuatu hanya ada bila ada dalam pikiran atau dipikirkan
(Sarkim, 2005). Selain itu, solipsisme juga mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan itu dibangun secara individual. Pandangan ini memang sulit
untuk menjelaskan bagaimana kita bisa memiliki pengetahuan bersama
tentang sesuatu hal.
Persoalan lain yang juga mengundang kritik adalah pandangannya
tentang ilmu pengetahuan yang berlawanan dengan pandangan tentang
kebenaran yang bersifat korespondensi atau dikenal sebagai faham realisme
(Kukla, 2003).

261
FILSAFAT PENDIDIKAN

12.2.2 Konstruktivisme sosial


Teori konstruktivisme di dalam bidang pendidikan terdiri dari dua
aliran besar yaitu konstruktivisme sosial dan konstruktivisme personal (KP).
Konstruktivisme sosial dan konstruktivisme personal sama-sama
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah hasil rekayasa manusia
sebagai individu. Akan tetapi keduanya memiliki perbedaan pandangan
mengenai peranan individu dan masyarakat dalam proses pembentukan
ilmu pengetahuan itu. Pendukung konstruktivisme sosial berpendapat
bahwa di samping individu, kelompok di mana individu berada, sangat
menentukan proses pembentukan pengetahuan pada diri seseorang.
Melalui komunikasi dengan komunitasnya, pengetahuan seseorang
dinyatakan kepada orang lain sehingga pengetahuan itu mengalami
verifikasi, dan penyempurnaan. Selain itu, melalui komunikasi seseorang
memperoleh informasi atau pengetahuan baru dari masyarakatnya.
Vygotsky menandaskan bahwa kematangan fungsi mental anak justru
terjadi lewat proses kerjasama dengan orang lain, seperti dinyatakan oleh
Newman (1993) sebagai berikut: ”The maturation of the child’s higher mental
functions occurs in this cooperative process, that is, it occurs through the adult’s
assistance and participation”. Pandangan yang dianut oleh konstruktivisme
sosial seperti dipaparkan di atas sangat berbeda dengan pandangan yang
dianut oleh para pendukung konstruktivisme sosial personal.
Konstruktivisme Personal kadang kala dikenal sebagai konstruktivisme
psikologis, yang memandang bahwa pembentukan pengetahuan adalah
sepenuhnya persoalan individu. Konstruktivisme Personal sangat
menekankan pentingnya peranan individu dalam proses pembentukan ilmu
pengetahuan (Suparno, 1997).
Bab 12 menggunakan kedua jenis konstruktivisme (personal dan sosial)
sebagai acuan dalam pembahasan karena bidang studi yang dikaji memang
termasuk ilmuilmu sosial yang harus dikaji secara personal dan secara
sosial. Harus diakui bahwa ilmu sosial lebih merupakan hasil konstruksi
bersama dari pada konstruksi personal, di samping itu penulis memandang
262
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

konstruksi sosial lebih cocok dengan karakter masyarakat Indonesia yang


memberi makna tinggi pada relasi antar pribadi dan memandang
keharmonisan dalam relasi antar sesama sebagai hal yang penting. Alasan
lain mengapa lebih condong ke konstruksi sosial adalah masih terdapatnya
beberapa kritik terhadap konstruktivisme personal yang hingga kini belum
mendapat jawaban yang memuaskan.
Konstruktivisme sosial menekankan bahwa pembentukan ilmu
pengetahuan merupakan hasil pembentukan individu bersama-sama
dengan masyarakat sekitarnya. Bahkan Piaget menulis sebagai berikut
(Fosnot (ed), 1996) “there is no longer any need to choose between the primacy of
the social or that of the intellect; the collective intellect is the social equilibrium
resulting from the interplay of the operations that enter into all cooperation”.
Konstruktivisme sosial mengakui peranan komunitas ilmiah di mana ilmu
pengetahuan ”dibangun” dan dimonitori oleh lembaga keilmuan. Maka
pengetahuan personal tidak lepas dari sumbangan pengetahuan kolektif
atau komunal. Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil kolektif
umat manusia. Pandangan yang berkembang adalah bahwa ilmu
pengetahuan merupakan hasil rekayasa manusia, teori konstruktivisme
meyakini bahwa di dalam proses pembelajaran para peserta didik yang
harus aktif membangun pengetahuan di dalam pikirannya. Para peserta
didik yang pasif tidak mungkin membangun pengetahuannya sekalipun
diberi informasi oleh para pendidik (Sarkim, 2005). Agar informasi yang
diterima berubah menjadi pengetahuan, seorang peserta didik harus aktif
mengupayakan sendiri agar informasi itu menjadi bagian dari struktur
pengetahuannya.
Pandangan demikian diperkirakan bersumber dari karya awal Jean
Piaget yang berjudul ”The Child’s Conception of The World” (Sarkim, 2005).
Gagasan dasar konstruktivisme tentang belajar tersebut diterima oleh kedua
aliran konstruktivisme. Mengingat ilmu pengetahuan harus dibangun
secara aktif oleh peserta didik di dalam pikirannya, hal itu berarti bahwa
belajar adalah tanggung-jawab subjek didik yang sedang belajar. Maka

263
FILSAFAT PENDIDIKAN

menjadi sangat penting motivasi instrinsik yang mendorong peserta didik


memiliki keinginan untuk belajar. Dalam hal ini pendidik sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam
memotivasi para peserta didik. Karena keyakinannya bahwa pengetahuan
seseorang dibangun secara pribadi dalam interaksinya dengan masyarakat
dan lingkungannya, maka pengetahuan yang dibawa oleh peserta didik ke
dalam kelas dinilai sebagai sumber penting untuk membangun
pengetahuan baru.
Dengan menganut pandangan ini, konstruksivisme sosial menghargai
pandangan bahwa pengetahuan peserta didik yang dibawa ke dalam kelas
sekalipun berbeda dengan keyakinan yang dianut oleh para ilmuwan,
amatlah penting. Sekalipun pengetahuan para peserta didik itu berbeda
dengan yang diakui di dalam khasanah ilmu pengetahuan, konsepsi mereka
tidak pertama-tama dilihat sebagai sebuah konsep yang ‟salah‟, melainkan
diakui sebagai sebuah konsep alternatif (Sarkim, 2005).
Pengakuan terhadap konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik
ketika masuk ke dalam kelas juga berarti keterbukaan terhadap beragamnya
hasil belajar. Hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas di dalam
kelas tetapi juga oleh konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik ketika
memulai belajarnya. Di dalam kerangka berpikir demikian proses
pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah lebih dipandang sebagai proses
‟pembudayaan‟ daripada proses ‟penemuan‟. Maksudnya, kegiatan
pembelajaran lebih dipandang sebagai aktivitas pendampingan para peserta
didik agar mereka memasuki ‟dunia‟ ilmu pengetahuan dari pada
membimbing para peserta didik ‟menemukan‟ ilmu pengetahuan. Di dalam
proses ini motivasi dan peran aktif dari peserta didik memegang peranan
yang penting. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial bertugas memberi pengalaman
belajar kepada para peserta didik agar memiliki pengalaman pribadi
mengenai bagaimana ilmu pengetahuan diverifikasi dan divalidasi. Oleh
sebab itu pengalaman belajar merupakan hal yang sangat penting, dan
peranan pendidik di dalam menentukan pengalaman belajar itu bukanlah

264
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

hal yang ringan. Pendidik bertugas membimbing para peserta didik ke arah
ilmu pengetahuan yang sudah diakui kebenarannya oleh masyarakat
keilmuan. Dengan mengamati, atau mengalami langsung sebuah fenomena
alam, konsepsi peserta didik yang tidak sejalan dengan konsepsi yang
diakui oleh komunitas ilmiah dapat ditantang.
Konfrontasi konsepsi alternatif dengan peristiwa konkret tersebut dapat
mengakibatkan goyahnya struktur pengetahuan yang sudah dimiliki oleh
peserta didik. Goyahnya struktur pengetahuan ini sering pula disebut
sebagai keadaan disequilibrium. Hal demikian akan memaksa peserta didik
untuk membangun konsepsi yang lebih baik. Demikianlah konsepsi baru
akan dibangun dan menjadi bagian dari struktur pengetahuan yang baru
melalui aktivitas, komunikasi dan refleksi pribadi peserta didik. Konsepsi
dan struktur pengetahuan yang baru terbentuk tersebut akan semakin
dikokohkan apabila peserta didik memperoleh kesempatan untuk
mengaplikasikannya ke dalam situasi yang baru.

12.3 Implementasi Filsafat Konstruktivisme dalam


Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, aliran filsafat konstruktivisme sangatlah
berpengaruh. Bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang
aktif, di mana peserta didik membangun sendiri pengetahuan, keterampilan
dan tingkah lakunya. Peserta didik mencari arti sendiri dari yang mereka
pelajari. Peserta didik sendirilah yang bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Mereka sendiri yang membuat penalaran dengan apa yang
dipelajarinya, dengan cara mencari makna, membandingkan dengan apa
yang telah ia ketahui dengan pengalaman dan situasi baru.
Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran
berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu
antara lain (Suparno, 1997 dalam Adisusilo):

265
FILSAFAT PENDIDIKAN

1) Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan


diperoleh melalui konstruksi individual dengan melakukan pemaknaan
terhadap realitas yang dihadapi dan bukan lewat akumulasi informasi.
Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak
dapat secara langsung memberikan informasi, melainkan proses belajar
hanya akan terjadi bila peserta didik berhadapan langsung dengan
realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik
atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan
demikian tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah
menyediakan objek pengetahuan secara konkret, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pengalaman peserta didik atau
memberikan pengalaman-pengalaman hidup konkret (seperti: nilai-
nilai, tingkah laku, dan sikap) untuk dijadikan objek pemaknaan.
2) Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam
diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini
berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal
peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik
dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif
peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang
pengalaman belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak
untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru.
Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan
peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya.
Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara
pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum
diketahui (Mukminan, dkk., 1998; Fosnot (ed), 1996) sebagai zone of
proximal development of knowledge.
3) Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran
seorang pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan
alami secara sosial kultural untuk para peserta didiknya. Materi
pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan dan diambil dari

266
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan


suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata peserta didik.
Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan
kebosanan atau akan menghambat proses perkembangan pengetahuan
peserta didik.
4) Dalam proses pembelajaran pendidik harus memberi otonomi,
kebebasan peserta didik untuk melakukan eksplorasi masalah dan
pemecahannya secara individual dan kolektif, sehingga daya pikirnya
dirangsang untuk secara optimal dapat aktif membentuk pengetahuan
dan pemaknaan yang baru.
5) Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya
kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis,
menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.
6) Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk
mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga
meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan
pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.
7) Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-
luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan
antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa
bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah
tanggung-jawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-
pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus
dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian
diskusi kelompok, menulis, dialog dan presentasi di depan teman yang
lain.

267
FILSAFAT PENDIDIKAN

10.4 Kesimpulan
Prinsip konstruktivisme adalah pengetahuan itu dibangun dalam suatu
proses panjang dimana dalam proses tersebut terjadi negosiasi dan
artikulasi sesuai dengan pengalaman dan setingnya. Konstruksi tersebut
tentu dilakukan oleh peserta didik sendiri, baik secara personal maupun
sosial. Pengetahuan tidak bisa dipindahkan dari pendidik semata ke peserta
didik, kecuali melalui keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar, aktif
mengkonstruksi pola, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke
yang lebih rinci, utuh serta sesuai dengan konsep ilmiah. Bagi faham
konstruktivis, bahwa pembelajaran ibarat alat mesin yang bekerja
membentuk suatu pola barang tertentu. Dalam konstruksi pola tersebut ada
banyak komponen yang terlibat seperti penyediaan bahan, ruang,
kesempatan, alat dan metode pembentukan. Ibarat peserta didik sebagai
komponen utama dalam pembelajaran itu memiliki kesempatan yang sangat
luas dan terbuka untuk berkreasi melalui konstruksi pengetahuan dan
pengalamannya. Pengalaman peserta didik tidak hanya diperoleh dari
ruang kelas melalui interaksinya dengan pendidik dan buku, akan tetapi di
luar kelas dengan berbagai media pembelajaran yang berasal dari
lingkungan sosial dan masyarakat. Maka, pembelajaran dapat terjadi di
manapun dan setiap saat melalui beragam media. Sementara posisi guru
tetap berperan sebagai fasilitator dan mediator yang setiap waktu dapat
memberikan bimbingan teknis langsung agar peserta didik tidak keluar dari
batasan pengetahuan dan pengalaman yang harus diperolehnya.

268
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

Contoh Soal
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konstrutivisme?
Jawab:
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktif dan isme. Konstruktif berarti
bersifat membina, memperbaiki dan membangun. Sedangkan isme dalam
kamus bahasa Indonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme
merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Para
konstruktivis menjelaskan bahwa satu-satunya alat/sarana yang tersedia
bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah melalui indranya.
Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungan dengan melihat,
mendengar, menjamah, mencium, dan merasakannya. Dari sentuhan
indrawi itu seseorang membangun gambaran dunianya. Pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi
kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara
sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi. Misalnya dengan mengamati air, bermain dengan air,
mengecap air, dan menimbang air, seseorang membangun gambaran
pengetahuan tentang air.
Jadi, aliran konstruktivisme menegaskan bahwa pengetahuan seseorang
didapat dari mengkonstruksi data-data di sekelilingnya melalui
pancaindera yang dimilikinya yakni peraba, pendengaran, penglihatan,
perasa, dan penciuman sehingga membentuk suatu konsep. Proses ini
dilakukan secara aktif dan langsung oleh seseorang sehingga membentuk
pengalaman.

269
FILSAFAT PENDIDIKAN

2. Bagaimana sejarah singkat munculnya aliran konstruktivisme dalam


filsafat pendidikan?

Jawab :

Awal mulanya konstruktivisme muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang


secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Peaget. Namun bila
ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivistik sebenarnya telah
dimulai oleh seorang epistemolog dari Italia yaitu Giambatista Vico Pada
tahun 1710, dimana Giambatista Vico mengungkapkan filsafatnya “Tuhan
adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya”.
Bagi Vico, pengetahuan selalu merujuk kepada struktur konsep yang
dibentuk. Ini berarti, dikatakan seseorang telah mempunyai pengetahuan
ketika seseorang tersebut telah mampu menjelaskan kembali unsur-unsur
yang ada dalam membentuk sesuatu itu. Sehingga Peaget dapat meneruskan
dan menyebarkan gagasan-gagasan Vico. Sebagai psikolog, Peaget lebih
jauh menginterpretasikan dan mengembangkannya menjadi sebuah teori
belajar sebagai postulasi dari filsafat. Perkembangan konstruktivisme dalam
belajar juga tidak terlepas dari usaha keras Jean Piagetin dan Vygotsky.

3. Bagaimana perbedaan pemikiran dari tokoh-tokoh aliran


konstruktivisme ini?

Jawab :

Vico beranggapan bahwa “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan


manusia adalah tuan dari ciptaan”. Ini berarti, seseorang dikatakan telah
mempunyai pengetahuan ketika seseorang tersebut telah mampu
menjelaskan kembali unsur-unsur yang ada dalam membentuk sesuatu itu
dan hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya, karena dia tahu
bagiman cara membuatnya dan dari apa diciptakan. Sementara orang hanya

270
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

tahu setelah dikonstruksikannya. Bagi Vico, pegetahuan selalu merujuk


pada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empiris
yang melihat pengetahuan hanya dari segi luarnya saja.

Menurut Piaget bahwa pembelajaran dalam segala usia harus secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan
mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) dari
kegiatan/tindakan seseorang. Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus
berevolusi. Aliran Piaget ini dipengaruhi oleh keahliannya dalam biologi.
Piaget mengamati kehidupan keong yang setiap kali harus beradaptasi
dengan lingkungannya. Melalui pengamatan tersebut Piaget mengambil
kesimpulan bahwa setiap makhluk hidup perlu beradaptasi. Bagi piaget,
pikiran dan tubuh memiliki karakteristik yang sama yakni perkembangan
pemikiran juga mirip dengan perkembangan biologis, yaitu perlu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Artinya, teori pengetahuan itu pada
dasarnya adalah teori adpatasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti
organisme beradapatasi ke dalam lingkungannya.

Sedangkan Von Glasersfeld beranggapan bahwa pengetahuan dapat


diterima sesorang secara aktif melalui indera atau melalui komunikasi atau
pengalaman. Orang menginterpretasi dan mengkonstruksi realitas berbasis
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Sehingga, berkaitan dengan
pemerolehan pengetahuan pendapat Von Glasersfeld berbeda secara radikal
dengan konsepsi pemerolehan pengetahuan tradisional terutama dalam
kaitan antara pengetahuan dan realitas. Maka Von Glasersfeld berpendapat
bahwa pengetahuan dan realitas tidak memiliki nilai mutlak, dan
pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksi melalui indera atau
melalui komunikasi.

271
FILSAFAT PENDIDIKAN

4. Jelaskan hubungan pendekatan konstruktivisme dengan filsafat


pendidikan?

Jawab :

Pendekatan konstruktivisme menjadi landasan terhadap berbagai seruan


dan kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti
perlunya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, perlunya
siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri, perlunya siswa
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri,
serta perlunya pengajar (guru) berperan menjadi fasilitator, mediator dan
manajer dari proses pembelajaran. Dan menurut konstruktivisme,
pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti
dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi
pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang.

Sedangkan Filsafat Pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam


pendidikan dimana pendidikan juga membutuhkan filsafat karena masalah-
masalah pendidikan tidak hanya dibatasi dengan fakta-fakta pendidikan,
dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains tetapi masalah-
masalah yang lebih luas lagi, lebih dalam, serta lebih kompleks dan lebih
kritis, yang dapat dipecahkan dari hasil konstruksi manusia melalui
interaksi langsung terhadap objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan
mereka. Sebab itulah, di dalam filsafat pendidikan muncul aliran
konstruktivisme ini yang mampu menyelesaikan masalah masalah yang
lebih kritis, mendasar dan menyeluruh tentang pendidikan berdasarkan
pengalaman yang diperoleh oleh peserta didik.

Tujuan aliran konstruktivisme dalam filsafat pendidikan agar menghasilkan


peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir secara kritis, kompleks,
sistematis dan dijabarkan dalam konsep mendasar, mendalam, dan meluas
untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.

272
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

5. Di dalam buku ini terdapat kalimat “menurut konstruktivisme bahwa


manusia tidak pernah dapat mengerti realitas yang sesungguhnya”.
Mengapa dikatakan seperti itu? Bagaimana hubungan antara
konstruktivisme, realisme dan idealisme?

Jawab :

Karena pada Hakikat Realitasnya, kita hanya dapat mengerti mengenai


struktur konstruksi dari suatu obyek. Bentukan atau konstruksi itu harus
berjalan dan tidak harus selalu merupakan representasi dunia nyata.
mengenai hal ini Vico meyakini bahwa hanya tuhanlah yang dapat mengerti
alam raya ini, sebab hanya dia yang tau bagaimana membuatnya.
Sedangkan manusia hanya mengerti apa yang dikonstruksikannya.
Konstruktivisme tidak bertujuan untuk kita dapat mengerti mengenai
realitas secara ontologis, tetapi lebih melihat pada bagaimana kita menjadi
tahu akan sesuatu. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari
seseorang yang mengetahui, maka hal itu tidak dapat di berikan atau di
ajarkan kepada individu nyang pasif, seorang individu yang menerima
informasi haruslah membangun kembali apa yang ia dapat, lingkungan atau
obyek lainnya hanya sebuah sarana untuk terjadinya sebuah konstruksi.
Bagi penganut Konstruktivisme, “realitas “ itu tiada lain adalah fenomena
sejauh dipahami oleh yang menangkapnya.

Kemudian Konstruktivisme juga menolak prinsip independensi dan


objektivisme dari Realisme/Empirisme, yang menyatakan bahwa
keberadaan realitas berdiri sendiri terlepas dari subjek pengamat, namun
terbuka untuk dapat diketahui melalui pengalaman empiris. Demikian juga
Konstruktivisme pun menolak pandangan dari filsafat idealisme yang
mengungkapkan bahwa realitas yang hakiki bersifat ideal spiritual. Realitas
dalam idealisme diturunkan dari substansi fundamental yang bersifat non
material. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata
sesungguhnya di diciptakan dari pikiran, jiwa dan roh. Sedangkan dalam

273
FILSAFAT PENDIDIKAN

konsep konstruktivisme realitas itu tiada lain adalah fenomena sejauh dari
apa yang difahami oleh orang yang menangkapnya. Kemudian
Konstruktivisme menolak juga pandangan Idealisme yang menyatakan
bahwa realitas yang hakiki bersifat ideal/spiritual, yang mana dunia fisik
yang tampak dipandang sebagai “bayangan“ (copy) dari dunia ide/spiritual.

Berbeda dengan pandangan Empirisme (John Locke), Konstruktivisme


memandang manusia bukanlah sebagai tabula rasa. Manusia dituntut aktif
membangun sendiri pengetahuannya. Eksistensi dan atau proses menjadi
manusia ada dalam konteks interelasi dengan lingkungannya, baik
lingkungan alamiah maupun manusiawi. Manusia dalam konstruktivisme
dipandang sebagai obyek yang menjadi subyek dimana hanya Tuhan lah
yang tahu akan makna realitas, dan manusia hanya mengetahui sesuatu
yang dikonstruksikan oleh dirinya. Giambaista Vico mengatakan dalam
karyanya Antiquissima Itolarum Sapienta. Ia mengatakan Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan Tuhan sebagai
subyek utama kemudian menciptakan alam semesta beserta isinya dan
menciptakan manusia, dan kemudian manusia menjadi subyek dari apa-apa
yang telah Tuhan ciptakan. Mengkonstruksi, membangun dan membina
obyek dengan sarana inderanya yang menjadi sebuah pengetahuan.

274
Bab 12 Filsafat Konstruksivisme

6. Metode apa yang paling sesuai jika kita akan menerapkan pendekatan
konstruktivisme pada suatu pembajaran?

Jawab:

Pada penggunaan pendekatan konstrutivime guru hanya sebagai fasilitator,


jadi modelnya seperti model inquiry learning.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model inquiry learning, metode


yang digunakan bisa saja metode demonstrasi disertai tanya jawab dan
metode eksperimen disertai diskusi kelompok.

• Metode demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau


menunjukkan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta didik yang
tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja.

• Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan


memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu
proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam
bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain
yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus
didemonstrasikan”.

• Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan


atau prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu,
proses mengerjakan dan menggunakannya, komponen-komponen yang
membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain untuk
mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.

Jadi, metode yang paling cocok adalah metode demonstrasi.

275
FILSAFAT PENDIDIKAN

276
BAB XIII

FILSAFAT NATURALISME

13.1 Pendahuluan
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peran
filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses
perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang
mendalam, sebab nilai filsafat itu hanya dapat dimanifestasikan oleh
seseorang filsuf yang otentik.

Perumusan tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk


memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara kita harus
mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran,
dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran, yaitu ilmu
pengetahuan, filsafat dan agama.

Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat


eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita
sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan,
baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif
dalam masyarakat. Filsafat memiliki berbagai macam aliran seperti aliran
rasionalisme, empirisme, idealisme, naturalism, dan sebagainya. Pada
makalah ini akan difokuskan pembahasan mengenai salah satu aliran filsafat
yaitu aliran naturalisme.

277
FILSAFAT PENDIDIKAN

Capaian Pembelajaran
1. Menjelaskan pengertian Aliran Naturalisme
2. Menjelaskan 6 prinsip pendidikan terhadap aliran filsafat naturalisme
3. Menerapkan aliran filsafat naturalisme dalam pendidikan
4. Menerapkan filsafat naturalisme menurut Aristoteles
5. Menjelaskan secara ringkas sejarah aliran filsafat naturalisme
6. Mengaplikasikan pandangan Aliran filsafat naturalisme terhadap
manusia
7. Menerapkan Aliran filsafat naturalisme menurut Plato
8. Menerapkan Aliran filsafat naturalisme menurut William R. Dennes
(Filsuf Modern)
9. Mengevaluasi dampak aliran filsafat naturalisme terhadap kehidupan
manusia
10. Mengevaluasi damapak aliran filsafat naturalisme disekolah terhadap
pendidikan

13.2 Pengertian Filsafat Naturalisme


Naturalisme berasal dari dua kata, yaitu Natural yang artinya alami dan
Isme yang artinya paham. Sehingga Aliran filsafat naturalisme disebut
sebagai Paham Alami maksudnya adalah bahwa setiap manusia yang terlahir
ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang
baik, dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk.
Secara garis besar dapat diartikan bahwa filsafat naturalisme merupakan
hasil berlakunya hukum alam fisik dan terjadinya menurut kodrat atau
menurut wataknya sendiri.

Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai


keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan
bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh

278
Bab 13 Filsafat Naturalisme

manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah
naturalisme adalah kebalikan dari istilah supernaturalisme yang
mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan
yang ada (wujud) di atas atau di luar alam (Harold H. Titus e.al, 1984).

13.3 Sejarah Dan Perkembangan Filsafat Naturalisme


Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada
abad ke 18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia
berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by man’s
sense”. Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, seorang filsuf Perancis yang
hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang
baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan
menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan
orang dewasa, justru dapat merusak pembawaan baik anak itu, sehingga
aliran ini sering disebut negativisme.

Naturalisme memiliki 3 prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin


dan Aminuddin R., 1992), yaitu :

1) Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi


interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
pengalaman di dalam dirinya secara alami.
2) Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Pendidik berperan sebagai fasilitator, menyediakan lingkungan yang
mampu mendorong keberanian anak ke arah pandangan yang positif
dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan
sugesti dari pendidik. Serta memberikan tanggung jawab belajar pada
diri anak didik sendiri.

279
FILSAFAT PENDIDIKAN

3) Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan


bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang beorientasi pada
pola belajar anak didik. Anak didik diberi kesemptan menciptalan
lingkungan belajarnya sendiri.
Dengan demikian, aliran naturalisme menitik beratkan pada strategi
pembelajaran yang bersifat paedosentris, artinya faktor kemampuan anak
didik menjadi pusat kegiatan proses belajar dan mengajar.

Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu


realisme, empirisme dan rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut
naturalisme merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut
realisme merupakan penganut naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan
bahwa realisme merupakan anak dari naturalisme. Oleh sebab itu, banyak
ide-ide pemikiran realisme sejalan dengan naturalisme. Salah satunya
adalah nilai estetis dan etis dapat diperoleh dari alam, karena di alam
tersedia kedua hal tersebut.

13.4 Tokoh-Tokoh Yang Menganut Aliran Filsafat


Naturalisme
Ada beberapa tokoh yang menganut aliran filsafat naturalisme.
Adapun tokoh-tokoh tersebut serta pandangannya antara lain:

1. Plato (427 – 347 SM)


Menurut Plato, terdapat dua dunia yaitu dunia materi yang merupakan
obyek pengalaman dan dunia rohani yang merupakan obyek pengertian,
yang terpisah sama sekali yang satu dengan yang lainnya. Salah satu analisis
dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala (fenomena) dan bentuk
ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen
yang kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan yakni dunia
eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai melalui pengertian (theoria).
280
Bab 13 Filsafat Naturalisme

Apa arti eidos dan hubungannya dengan dunia fenomena bahwa memang
terdapat bentuk-bentuk yang ideal untuk segala yang terdapat dibumi ini.
Tetapi asalnya tidak lain daripada dari sumber segala yang ada, yakni yang
tidak berubah dan kekal, yang sungguh-sungguh indah dan baik yakni budi
Ilahi (nous), yang menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada
kita sebagai pikiran. Sehingga dunia eidos merupakan contoh dan ideal bagi
dunia fenomena.

2. Aristoteles (384 – 322 SM)


Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup didunia ini
terdiri atas dua prinsip :

1) Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan
mahluk hidup tertentu dan menentukan tujuannya.
2) Prinsip material, yakni materi adalah apa yang merupakan dasar semua
mahluk.
Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua prinsip internal itu
pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi dengan memandang dua
prinsip lain, yang berada diluar hal itu sendiri, akan tetapi menentukan
adanya juga. Prinsip ekstern yang pertama adalah sebab yang membuat,
yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya. Prinsip
ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan tujuan, yakni sesuatu hal
yang menarik hal kearah tertentu. Misalnya api adalah untuk membakar,
jadi membakar merupakan prinsip final dari api. Ternyata pandangan
tentang prinsip ekstern kedua ini diambil dari hidup manusia, dimana orang
bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu, pandangan ini
diterapkan pada semua mahluk alam. Seperti semua mahluk manusia terdiri
atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk.

Materi adalah badan, karena badan material itu manusia harus mati,
yang memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia
mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti

281
FILSAFAT PENDIDIKAN

tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti binatang)


akhirnya membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif
manusia mempunyai hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan
dunia rohani, maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang
pasif dan bagian akal budi yang aktif. Bagian akal budi yang pasif
berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif
berhubungan dengan rohani.

Bagian akal budi yang aktif itu adalah bersifat murni dan Illahi. Akal
budi yang aktif menjalankan dua tugas. Tugas yang pertama adalah
memandang yang Illahi untuk mencari pengertian tentang mahluk-mahluk
menurut bentuknya masing-masing. Tugas yang kedua dari akal budi
manusia yang aktif adalah memberikan bimbingan kepada hidup praktis.
Disini diperlukan sifat keberanian, keadilan dan kesederhanaan.

Menurut Aristoteles, jika dunia rohani terlepas sama sekali dari dunia
materi, maka dunia rohani tidak berguna lagi bagi dunia materi. Bahkan ide-
ide rohani (eidos) terlepas sama sekali tidak dapat dikenal oleh manusia,
yang termasuk dunia materi ini juga.

3. William R. Dennes (Filsuf Modern)


Beberapa pandangannya menyatakan bahwa:

1. Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian merupakan


hakekat terdalam dari kenyataan, artinya apapun yang bersifat nyata
pasti termasuk dalam kategori alam.
2. Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat
diluar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan dan
apapun yang dianggap tidak mungkin ditangani dengan menggunakan
metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak mungkin
merupakan kenyataan.
3. Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun
segenap kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi.
282
Bab 13 Filsafat Naturalisme

4. Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap


kejadian baik kerohanian, kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan
berdasarkan kategori-kategori proses, kualitas dan relasi.
5. Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang saling
berhubungan, pemahaman suatu kejadian, atau bahkan kenyataan,
manakala telah mengetahui kualitasnya, seginya, susunanya, satuan
penyusunnya, sebabnya, serta akibat-akibatnya.

13.5 Pandangan Filsafat Naturalisme Terhadap Pendidikan


Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran filsafat naturalisme di
bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan
perkembangan alam. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua
makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus
dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang
signifikan dengan pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti
dan intelek. Pendidikan tidak hanya sebatas untuk menjadikan seseorang
mau belajar, melainkan juga untuk menjadikan seseorang lebih arif dan
bijaksana (Bertens. K. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia. Kanisius, 1988).

Filsafat naturalisme dalam pendidikan mengajarkan bahwa guru paling


alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu,
pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum
proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam
keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu
yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran
juga merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang
guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.

283
FILSAFAT PENDIDIKAN

Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat


terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang
terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”.

Kelima tujuan itu antara lain sebagai berikut:

1) Mengamankan kebutuhan hidup


2) Meningkatkan anak didik
3) Memelihara hubungan sosial dan politik
4) Menikmati waktu luang
5) Pemeliharaan diri
Spencer juga menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan
beraliran naturalisme, adalah:

1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam


2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik
3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak
4) Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam
pendidikan
5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik,
sekaligus otak
6) Praktik mengajar adalah seni menunda
7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif;
(hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan
kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan
secara simpatik

284
Bab 13 Filsafat Naturalisme

13.6 Kesimpulan
Filsafat merupakan pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada yang
diperoleh dari ikhtiar secara radikal. Filsafat memiliki beberapa aliran dan
salah satunya adalah aliran naturalisme dimana aliran ini beranggapan
bahwa manusia lahir dengan pembawaan yang baik, aliran ini dicetusakan
oleh J.J Rosseau pada abad ke-17. Cara berfikir aliran ini yang abstrak
menjadikan peranan keluarga menjadi yang paling penting dalam
membekali dan membimbing seorang anak untuk menjadi lebih baik
khususnya dalam dunia pendidikan. Tujuan pendidikan menurut paham
naturalisme adalah mengamankan kebutuhan hidup, meningkatkan anak
didik, memelihara hubungan sosial dan politik, menikmati waktu luang,
serta pemeliharaan diri.

Soal Latihan
1. Jelaskan pengertian aliran filsafat naturalisme?
2. Jelaskan menurut spencer enam prinsip dalam proses pendidikan
beraliran naturalisme?
3. Bagaimana penerapan aliran naturalisme terhadap pendidikan?
4. Jelaskan tokoh aliran filsafat naturalisme menurut aristoteles?
5. Jelaskan sejarah aliran filsafat naturalisme?
6. Bagaimana pandangan aliran filsafat naturalisme terhadap manusia?
7. Jelaskan tokoh aliran filsafat naturalisme menurut Plato?
8. Jelaskan tokoh aliran filsafat naturalisme menurut William R. Dennes
(Filsuf Modern)!
9. Bagaimana dampak baik dan buruk aliran filsafat naturalisme terhadap
kehidupan manusia?
10. Bagaimana penerapan dampak aliran filsafat naturalisme didalam
lingkungan sekolah terhadap pendidikan?

285
FILSAFAT PENDIDIKAN

Jawaban
1. Naturalisme mempunyai pengertian, yaitu: dari segi bahasa,
Naturalisme berasal dari 2 kata, yakni Natural: alami dan Isme: paham.
Aliran filsafat naturalisme disebut sebagai Paham Alami maksudnya
adalah bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya
memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik, dan tidak ada
seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk. Secara garis besar
dapat diartikan bahwa filsafat naturalisme merupakan hasil berlakunya
hukum alam fisik dan terjadinya menurut kodrat atau menurut
wataknya sendiri.
2. Enam prinsip aliran filsafat naturalisme menurut Spencer adalah:
1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam.
2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik.
3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak.
4) Memperbanyak imlu pengetahuan merupakan bagian penting
dalam pendidikan.
5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik,
sekaligus otak.
6) Praktik mengajar adalah seni menunda.
3. Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan
naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu
sesuai dengan perkembangan alam. Dimensi kedua dari filsafat
pendidkan naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah
penekanan bahwa belajar merupakan kegiatan mealui indra.
Fenomena menarik di bidang pendidikan yang menjadikan alam
sebagai tempat dan pusat kegiatan pembelajaran. Para siswa menyatu
dengan alam sebagai tempat belajar memuaskan keinginantahuannya
sebab mereka secara langsung berhadapan dengan sumber dan materi
pembelajaran secara riil.

286
Bab 13 Filsafat Naturalisme

Di alam mereka akan melihat langsung bagaimana sapi merumput,


burung berkicau, sejuknya air, harum bunga, memetik sayur dan buah.
Mereka belajr dengan nyaman, asyik, dan menyenangkan sehingga
informasi terekam dengan lebih baik dalam ingatan para siswa. Melalui
proses eksplorasi diatas, para siswa telah melakukan apa yang dikenal
dengan istilah global learning (belajar global) sebuah cara belajar yang
begitu efektif dan alamiah bagi manusia karena belajar akan lebih efektif
manakala para siswa melihat, mendengar, merasa, mengalami dan
mempratekkan secara langsung apa yang mereka pelajari.

4. Aristoteles menyatakan bahwa mahluk - mahluk hidup didunia ini


terdiri atas dua prinsip:
1) Prinsip Formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang
mewujudkan mahluk hidup tertentu dan menentukan tujuannya.
2) Prinsip Material, yakni materi adalah apa yang merupakan dasar
semua mahluk.
5. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia
berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by man’s
sense”. Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, seorang filsuf Perancis yang
hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak
yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik
akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang
diberikan orang dewasa, justru dapat merusak pembawaan baik anak
itu, sehingga aliran ini sering disebut negativisme.
6. Menurut Ngalim Purwanto (2000) Pada hakikatnya semua anak
(manusia) itu dilahirkan adalah baik. Pemikiran tersebut juga
sependapat dengan Undang Ahmad (2013) yang menjelaskan dalam
buku Filsafat Manusia bahwa sebagai makhluk spiritual yang sifat
aslinya adalah berpembawaan baik. Bagaimana hasil perkembangannya
yang kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya
atau yang memengaruhinya. Jika pengaruh itu baik akan menjadi
baiklah ia, akan tetapi jika pengaruh itu jelek akan jelek pula hasilnya.
287
FILSAFAT PENDIDIKAN

Jadi Aliran ini berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan


pertumbuhan anak pada alam (manusia dan lingkungan). sehingga
kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat
kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas.
7. Salah satu anasir dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala
(fenomena) dan bentuk ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa,
disamping dunia fenomena yang kelihatan, terdapat suatu dunia lain,
yang tidak kelihatan yakni dunia eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu
tercapai melalui pengertian (theoria). Eidos dan hubungannya dengan
dunia fenomena memang terdapat bentuk-bentuk yang ideal untuk
segala yang terdapat dibumi ini. Tetapi asalnya tidak lain daripada dari
sumber segala yang ada, yakni yang tidak berubah dan kekal, yang
sungguh-sungguh indah dan baik yakni budi Ilahi (nous), yang
menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada kita sebagai
pikiran. Sehingga dunia eidos merupakan contoh dan ideal bagi dunia
fenomena.
8. Beberapa pandangan-pandangan William R. Dennes, yakni:
1) Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian
merupakan hakekat terdalam dari kenyataan, artinya apapun yang
bersifat nyata pasti termasuk dalam kategori alam
2) Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat
diluar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan dan
apapun yang dianggap tidak mungkin ditangani dengan
menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu
alam tidak mungkin merupakan kenyataan
3) Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun
seganap kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi
4) Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap
kejadian baik kerohanian, kepribadian, dan sebagainya dapat
dilukiskan berdasarkan kategorikategori proses, kualitas dan relasi

288
Bab 13 Filsafat Naturalisme

5) Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang saling


berhubungan, pemahaman suatu kejadian, atau bahkan kenyataan,
manakala telah mengetahui kualitasnya, seginya, susunanya, satuan
penyusunnya, sebabnya, serta akibat-akibatnya.
9. yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut
aliran ini adalah perbuatan yang sesuai dengan naluri/fitrah manusia
itu sendiri baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran ini
berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada
suatu tujuan tertentu. Dengan memenuhi panggilan nature setiap
sesuatu akan dapat sampai kepda kesempurnaan. Karena akal pikiran
itulah yang menjadi wasilah bagi manusia untuk mencapai tujuan
kesempurnaan, maka manusia harus melakukan kewajibannya dengan
berpedoman kepada akal.
10. Naturalisme dalam penerapan aliran pembelajaran atau pendidikan
mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah
kedua orang tuanya. Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran
Naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu
sesuai dengan perkembangan alam. Manusia diciptakan dan
ditempatkan di atas semua makhluk, karena kemampuanya dalam
berfikir. Peserta didik harus dipersiapkan kepada dan untuk TUHAN.
Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan pandanganya adalah
Pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan Intelektual. Pendidikan tidak
hanya sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga
untuk menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana. Oleh karena itu,
pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu di mulai sejak jauh hari
sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar
utama keberadaan aliran naturalisme dalam pembelajaran karena belajar
merupakan sesuatu yang natural, Oleh karena itu fakta bahwa hal itu
memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga.
Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan
mengajar murid.

289
FILSAFAT PENDIDIKAN

PERTANYAAN
1. Jelaskan aliran filsafat naturalisme secara singkat dan berikan
contohnya!
2. “Pendidikan yang diberikan orang dewasa, justru dapat merusak
pembawaan baik anak itu”. Apa maksud dari pernyataan tersebut?
Jelaskan!
3. Jelaskan secara singkat materilaisme mekanik dalam natural
materialisme?
4. Berikan 1 contoh penerapan naturalisme Humanistik!
5. Bagaimana sejarah lahirnya aliran filsafat pragmatisme? Mengapa Plato
(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) masuk dalam aliran filsafat
naturalaisme? Bukankan pada bab ini tertulis filsafat naturalisme lahir
pada abad ke 17 (1601-1700 M)?
6. Pada aliran filsafat naturalisme, strategi pmbelajaran apa yang
diterapkan?
7. Jelaskan apa saja aliran yang mendukung filsafat naturalisme?
8. Bagaimana peran guru dalam aliran filsafat naturalisme?
9. Bagaimana analisis kurikulum dalam aliran filsafat naturalisme?
10. Apakah aliran filsafat naturalisme mempunyai kelemahan dan
kelebihan? Jelaskan!

290
BAB XIV

FILSAFAT PENDIDIKAN KI HAJAR


DEWANTARA

14.1 Pendahuluan
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan bangsa
Indonesia yang tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945,
artinya Pendidikan menjadi bagian yang penting dalam berkelanjutannya
suatu negara. Bila kita lihat di masa lalu, bangsa ini ada karena adanya
keresahan dari orang-orang pribumi terdidik. Mereka sangat prihatin
(menderita batin) terhadap keadaan pendidikan kolonial. Sistem pendidikan
kolonial yang materialistik, individualistik, dan intelektualistik diperlukan
lawan tanding, yaitu pendidikan yang humanis dan populis, yang memayu
hayuning bawana (memelihara kedamaian dunia). Selain itu, Dari pendidikan
akan dihasilkan kepemimpinan anak bangsa yang akan memimpin rakyat
dan mengajaknya. Sehingga, memperoleh pendidikan yang merata,
pendidikan yang bisa dinikmati seluruh rakyat Indonesia. Salah satu tokoh
penting dalam dunia Pendidikan di Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara
(KHD). Menurut KHD Pendidikan adalah alat mobilisasi politik dan
sekaligus sebagai penyejahtera umat.
Pendidikan yang diinginkan KHD saat ini mulai luntur pada
sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh Globalisasi yang
berfokus pada kepentingan pasar sehingga, Pendidikan tidak sepenuhnya
dipandang sebagai upaya mencerdaskan bangsa dan proses pemerdekaan
manusia tetapi mulai bergeser menuju pendidikan sebagai komoditas.

291
FILSAFAT PENDIDIKAN

Pergeseran tujuan pendidikan nasional dari tingkat dasar sampai tingkat


tinggi yang tidak lagi hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi
lebih berfokus untuk menghasilkan lulusan yang menguasai Pengetahuan.
Dengan penguasaan pengetahuan dinilai mengarahkan peserta didik
kepada hasil yang bersifat pragmatis dan materialis, karena kurang
membekali peserta didiknya dengan semangat kebangsaan, semangat
keadilan sosial, serta sifat-sifat kemanusiaan dan moral luhur sebagai warga
negara. Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang
cukup memprihatinkan. Demoralisasi mulai merambah di dunia
pendidikan seperti ketidakjujuran, ketidakmampuan mengendalikan diri,
kurangnya tanggung jawab sosial, hilangnya sikap ramah-tamah dan sopan
santun. (Suparlan, 2015).

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari makalah ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan Hakikat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
2. Menjelaskan sejarah Tokoh yang mempengaruhi Filsafat Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara.
3. Menjelaskan Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

14.2 Hakikat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD)


Hakikat pendidikan menurut KHD adalah memasukkan kebudayaan ke
dalam diri anak dan memasukkan anak ke dalam kebudayaan supaya anak
menjadi makhluk yang insani. Ki Hadjar menganut teori konvergensi terkait
ada hubungan antara dasar (faktor bawaan) dengan keadaan (lingkungan).
Kedua faktor ini selalu tarik menarik dan akhirnya menjadi satu. Beberapa
konsep pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan,
yaitu Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan keluarga; (2) pendidikan dalam
alam perguruan; dan (3) pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat.

292
Bab 14 Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

KHD memasukkan kebudayaan dalam diri anak dan memasukkan diri


anak ke dalam kebudayaan mulai sejak dini, yaitu Taman Indria (balita).
Konsep belajar ini adalah Tri No, yaitu nonton, niteni dan nirokke. Nonton
(cognitive), nonton di sini adalah secara pasif dengan segenap panca indera.
Niteni (affective) adalah menandai, mempelajari, mencermati apa yang
ditangkap panca indera, dan nirokke (psychomotoric) yaitu menirukan yang
positif untuk bekal menghadapi perkembangan anak. Ketika anak didik
sudah menginjak pada pendidikan Taman Muda (Sekolah Dasar), kemudian
Taman Dewasa dan seterusnya maka konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara adalah Ngerti, Ngroso lan Nglakoni. Model pendidikan ini
dimaksudkan supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja
(cognitive), istilah Ki Hadjar Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada
keseimbangan dengan ngroso (affective) serta nglakoni (psychomotoric).
Dengan demikian diharapkan setelah anak menjalani proses belajar
mengajar dapat mengerti dengan akalnya, memahami dengan perasaannya,
dan dapat menjalankan atau melaksanakan pengetahuan yang sudah
didapat dalam kehidupan masyarakat.
Pada akhirnya buah dari Pendidikan, menurut KHD, adalah
menghasilkan manusia yang tangguh dalam kehidupan masyarakat.
Manusia yang dimaksud adalah manusia yang bermoral Taman Siswa, yaitu
mampu melaksanakan Tri Pantangan yang meliputi tidak
menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan, tidak melakukan
manipulasi keuangan dan tidak melanggar kesusilaan.
Konsep KHD pada sistem among mengatakan bahwa sistem among
yang berjiwa kekeluargaan bersendikan 2 dasar, yaitu: pertama, kodrat alam
sebagai syarat kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya;
kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan
kekuatan lahir dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan
dapat berpikir serta bertindak merdeka.
Pada bagian lain dikatakan bahwa kodrat alam merupakan batas
perkembangan potensi kodrati anak didik dalam proses perkembangan
kepribadiannya. Perkembangan yang sesuai dengan kodrat alam akan
293
FILSAFAT PENDIDIKAN

berjalan lancar dan wajar karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk
yang menjadi satu dengan kodrat alam. Manusia atau anak tidak bisa lepas
dari kehendak-Nya, tetapi akan bahagia jika dapat menyatukan diri dengan
kodrat alam yang mengandung kemajuan. Kemajuan tersebut seperti
bertumbuhnya tiap-tiap benih suatu pohon yang kemudian berkembang
menjadi besar dan akhirnya hidup dengan keyakinan bahwa dharma-nya
akan dibawa hidup terus dengan tumbuhnya lagi benih-benih yang
disebarkan. (Suparlan, 2015).
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah usaha kebudayaan
yang bermaksud memberikan bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa
raga anak didik agar dalam garis-garis kodrat pribadinya serta pengaruh-
pengaruh lingkungan, mendapat kemajuan hidup lahir batin.
Konsep Pendidikan KHD selaras dengan filsafat Pendidikan aliran
progrestivisme, dimana mereka sama-sama menolak otoriter, diskriminasi
dan mengutamakan kebebasan untuk berpikir seluas-luasnya serta
bertindak merdeka. Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dibandingkan
dengan filsafat pendidikan esensialisme sangat mirip, karena esensialisme
berpendapat bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Kebudayaan yang diwariskan merupakan kebudayaan yang telah teruji oleh
segala jaman, kondisi dan sejarah, menurut esensialisme, sebagai dasar
pendidikan anak untuk pencapaian tujuannya. Khusus mengenai kebebasan
berpikir, menurut Ki Hadjar Dewantara, bila membahayakan anak didik
berbuat salah maka akan diambil alih pamongnya (Tutwuri Handayani).
Selain itu Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan asli Indonesia,
sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif adaptatif sesuai
dengan teori trikon (kontinuitas, konvergen dan konsentris).

294
Bab 14 Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

14.3 Tokoh-Tokoh pendidikan yang berpengaruh pada Ki Hadjar


Dewantara
Ada 3 tokoh yang berpengaruh pada Ki Hadjar Dewantara dalam
menggunakan kebudayaan di dalam kurikulum Pendidikan Mulai dari TK
(Taman Kanak-kanak/Taman Indria) sampai sekolah menengah unsur-
unsur kebudayaan lokal dimasukkan dalam kurikulum untuk melatih panca
indera jasmani, kecerdasan dan utamanya adalah kehalusan budi pekerti.
Pelajaran yang diberikan di Taman Indria mulai dari dolanan anak,
mendongeng, hingga sariswara yaitu menggabungkan antara lagu, cerita dan
sastra. Nilai-nilai budaya ini dimaksudkan untuk mendidik rasa, pikiran
dan budi pekerti. Anak-anak yang sudah agak besar, misalnya di Sekolah
Menengah Pertama (Taman Dewasa) dan Sekolah Menengah Atas (Sekolah
Menengah Madya), diberikan pelajaran olah gendhing. Ki Hadjar
Dewantara mengatakan bahwa olah gendhing dan seni tari adalah untuk
memperkuat dan memperdalam rasa kebangsaan, yaitu:

14.3.1 Pestalozzi
Menurut Pestalozzi pendidikan anak usia dini harus mampu
membentuk anak supaya aktif menolong atau mendidik dirinya sendiri.
Selain itu, perkembangan anak berlangsung secara teratur dan maju setahap
demi setahap. Oleh karena itu, keluarga (orang tua) sebagai embrio atau
cikal bakal pendidikan anak harus berfungsi mendidik anak dengan kasih
sayang. Sebab kasih sayang yang diperoleh anak dalam lingkungan
keluarga yang sangat membantu mengembangkan potensi emosi anak
selanjutnya. Kasih sayang atau cinta yang diterima anak dari orang tua
memberikan pengaruh yang positif dan menimbulkan rasa terima kasih
dalam diri anak. Hal ini justru menimbulkan kepercayaan anak terhadap
Tuhan. Tampak jelas Pestalozzi menghendaki bentuk pendidikan yang
harmonis, seimbang serta terintegrasi antara jasmani, rohani, sosial, moral,
dan agama.

295
FILSAFAT PENDIDIKAN

14.3.2 Froebel
Froebel berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu
perkembangan anak secara wajar. Froebel menggunakan “taman” sebagai
simbol pendidikan anak. Apabila anak mendapatkan pengasuhan yang
tepat seperti halnya tanaman (tunas) muda akan berkembang secara wajar
mengikuti hukumnya sendiri. Simbol “taman” dari Froebel yang
menginspirasi lembaga-lembaga TK di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Pendidikan taman kanak-kanak harus mengikuti sifat dan
karakteristik taman atau anak. Oleh sebab itu, bermain dipandang sebagai
metode yang tepat untuk membelajarkan anak serta cara anak dalam meniru
secara wajar kehidupan orang dewasa yang ada disekitarnya.

14.3.2 Maria Montessori


Menurut Montessori Pendidikan anak tidak terlepas dari pengaruh
pemikiran Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada kondisi
lingkungan bebas dan penuh kasih agar potensi anak dapat berkembang
optimal. Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK
sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Artinya, pendidikan
merupakan aktivitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin
pribadi, kemandirian, dan pengarahan diri. Persepsi anak tentang dunia
merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Atas dasar itulah, Montessori
mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan indra anak
dikembangkan untuk mengeksplorasi lingkungan.

14.4 Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam


pembelajaran Fisika
Berdasarkan kajian di atas, menurut pandangan penulis implikasi
filsafat Pendidikan KHD dalam pembelajaran fisika adalah penggunaan
metode problem solving dan learning by doing. Karena konsep pembelajaran
296
Bab 14 Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Pendidikan menurut KHD adalah Ngerti, Ngeraso, lan Lakoni. Maksudnya


anak tidak hanya dididik intelektualnya saja (cognitive), istilah Ki Hadjar
Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada keseimbangan dengan ngroso
(affective) serta nglakoni (psychomotoric). Dengan demikian diharapkan setelah
anak menjalani proses belajar mengajar dapat mengerti dengan akalnya,
memahami dengan perasaannya, dan dapat menjalankan atau
melaksanakan pengetahuan yang sudah didapat dalam kehidupan
masyarakat. Bila dikaitkan dengan ilmu fisika ilmu yang mempelajari
mengenai fenomena alam. Oleh karena itu, agar siswa dapat memahami
fisika maka siswa harus memahami fenomena yang terjadi di alam dengan
cara melakukan percobaan mengenai kejadian alam yang dibuat dalam
bentuk prototipe di laboratorium.
Melalui percobaan, siswa dituntut untuk melakukan dan menyelesaikan
persoalan yang ada guna menjawab tujuan percobaan. Melalui percobaan
harapannya, selain siswa memahami materi fisika dengan baik siswa juga
dilatih untuk memecahkan masalah yang dihadapi tidak hanya dalam
pembelajaran fisika, tetapi juga sebagai bekal nantinya dalam menghadapi
kehidupan. Pembelajaran fisika yang dilaksanakan secara terus menerus
melalui problem solving dan learning by doing diharapkan akan membentuk
nilai-nilai yang baik pada diri siswa yaitu jujur, kerja keras, pantang
menyerah, ulet, teliti, tanggung jawab, dan nilai-nilai baik lainnya. Nilai-
nilai tersebut nantinya dapat digunakan siswa dalam hidup bermasyarakat.

297
FILSAFAT PENDIDIKAN

14.5 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Hakikat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah memasukkan
kebudayaan ke dalam diri anak dan memasukkan anak ke dalam
kebudayaan supaya anak menjadi makhluk yang insani.
2) Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara disebut filsafat pendidikan
among yang di dalamnya merupakan konvergensi dari filsafat
progresivisme tentang kemampuan kodrati anak didik untuk mengatasi
persoalan-persoalan yang dihadapi dengan memberikan kebebasan
berpikir seluas-luasnya. Di samping itu digunakan kebudayaan yang
sudah teruji oleh waktu, menurut esensialisme, sebagai dasar
pendidikan anak untuk pencapaian tujuannya. Khusus mengenai
kebebasan berpikir, menurut Ki Hadjar Dewantara, bila membahayakan
anak didik berbuat salah maka akan diambil alih pamongnya (Tutwuri
Handayani). Selain itu Ki Hadjar Dewantara menggunakan kebudayaan
asli Indonesia, sedangkan nilai-nilai dari Barat diambil secara selektif
adaptatif sesuai dengan teori trikon (kontinyuitas, konvergen dan
konsentris).
3) Implikasi filsafat Pendidikan KHD dalam pembelajaran fisika adalah
penggunaan metode problem solving dan learning by doing yang
digunakan untuk menghadapi kehidupan mendatang.

Latihan
1. Apa Hakikat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara ?
2. Jelaskan sejarah Tokoh Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara!
3. Jelaskan Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara?

298
BAB XV

FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

15.1 Pendahuluan
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia
dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan
dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting
dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis,
dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong
pendidikan untuk menjemput masa depan.
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi
dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara.
Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajaran-
ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan sosial,
politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-
nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.

Sebagaimana dinyatakan di muka, eksistensi suatu bangsa adalah


eksistensi dengan ideologi atau filsafat bangsa adalah eksistensi dengan
ideologi atau filsafat hidupnya. Demi kelangsungan eksistensi itu,
diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Dan untuk itu, jalan
dan proses yang efektif untuk ditempuh hanya melalui pendidikan. pada
prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas
pendidikan untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis bangsa itu sendiri,

299
FILSAFAT PENDIDIKAN

baru kemudian untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan


lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam
sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran fiklsafat bangsa dan negara
yang dianutnya.

Manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan


negara, hidup dalam ruang sosial-budaya. Aktivitas untuk mewariskan dan
mengembangkan sosial budaya itu terutama melalui pendidikan. Untuk
menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif,
dibutuhkanlah landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif
dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Dengan demikian, kedua asa
tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebab, pendidikan merupakan usaha
membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban suatu kewajiban yang
luas dan menentukan prestasi suatu bangsa bahkan tingkat sosio-budaya
mereka.

Pengkajian Pancasila dengan menggunakan pisau analisis filsafat ilmu


adalah hal yang menarik karena di dalam nilai-nilai Pancasila secara genuine
sudah terkandung juga filsafat ilmu. Filsafat ilmu pada dasarnya adalah
suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan untuk mengkaji ilmu
tertentu, baik itu secara empiris maupun rasional. Filsafat ilmu merupakan
bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi keilmuan yang dikerjakan filsafat
terhadap seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua hal : di satu
sisi, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta serta
menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di
sisi lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan
sebagai suatu landasan bagi keyakinan dan tindakan (Gie, 2007).
Bangsa indonesia mewarisi tatanan sosio-budaya berwujud nilai-nilai
dasar sebagai budaya luhur yang diakui merupakan sari dan puncak budaya
bangsa sebagai pandangan hidup bangsa. Warisan budaya kesadaran
ketuhanan-keagamaan, kekeluargaan, atas musyawarah mufakat, dan
gotong royong makin mengalami kristalisasi sebagai proses perkembangan
300
Bab 15 Filsafat Pendidikan Pancasila

nilai internal dan eksternal dalam dinamika nasional dan internasional.


Artinya, berkat masukan nilai-nilai luhur ketuhanan dan keagamaan,
manusia Indonesia makin beradab dalam pasang surut sejarah nasional.
Diakui nilai pandangan hidup-yang kemudian terkenal sebagai
Pancasila ialah kristalisasi warisan nilai-nilai dasar sebagai budaya luhur
yang dirumuskan menjelang Proklamasi kemerdekaan, sebagai terumus di
dalam Pembukaan UUD 1945. Rumusan dimaksud ialah nilai pancasila
sebagai dasar filsafat negara sekaligus asas kerohanian negara yang
menjiwai dan melandasi tatanan kebangsaan dan kenegaraan RI.
Nilai-nilai filsafat pancasila memberikan asas dan wawasan normatif
sepanjang sejarah kehidupan rakyat indonesia, lebih-lebih setelah
ditetapkan pendiri negara (PPKI) sebagai dasar filsafat negara. Karenanya,
filsafat negara pancasila melandasi dan memberikan identitas dalam semua
bidang kehidupan nesioanl, terutama dengan pengembangan sistem
nasional, seperti ekonomi (berdasarkan) pancasila atau ekonomi kerakyatan,
sistem hukum nasional (berdasarkan) pancasila, sistem pemerintahan
berkedaulatan rakyat atau demokrasi (berdasarkan) pancasila (demokrasi
pancasila) dan sistem pendidikan nasional (berdasarkan) pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) menjadi tugas dari
disiplin filsafat ilmu untuk mengkaji secara ilmiah dengan mengedepankan
sikap akademis dan intelektual yang tinggi, sehingga dapat diperoleh
pemecahan masalah secara komprehensif. Filsafat ilmu sebagai dasar ilmu
pengetahuan harus mampu mengembangkan Pancasila sebagai dasar-dasar
ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mempunyai nilai-nilai luhur untuk
mengatasi persoalan kehidupan manusia dengan menggunakan aspek
ontologi, epistemologi dan aksiologi.

301
FILSAFAT PENDIDIKAN

15.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa
Indonesia dan dasar negara. Di samping menjadi tujuan hidup bangsa
Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa
hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat
dikembangkan keselarasan dari keseimbangan, baik dalam hidup manusia
akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan
dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai
makhluk sosial dalam mengajar hubungan dengan masyarakat, lahiriah dan
kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kuta perlu memahami, mengahayati, dan mengamalkan
pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, pancasila hanya akan
menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta
tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yyang
dimaksud disini adalah pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan
UUD 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang
masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu
kesatuan.
Kedudukan pancasila sebagai sistem filsafat wajar dipahami secara
rasional berdasarkan alasan (rasional) dan justifikasi:

1) Secara material-substansial dan intrinsik nilai pancasila adalah filosofis;


intrinsik dalam kemanusiaan yang adil dan beradab, apabila ketuhunan
yang maha esa adalah filosofis/metafisis.

2) Secara praktis-fungsional, dalam tatanan-budaya masyarakat indonesia


pra-kemerdekaan nilai pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau
pandangan hidup yang dipraktekkan manusia indonesia dengan
mengamalkan isi nilai sila-sila pancasila secara gradual (menurut tingkat
kesadaran pribadinya).

302
Bab 15 Filsafat Pendidikan Pancasila

3) Secara formal-konstitusional, bangsa indonesia mengakui pancasila


adalah dasar negara (filsafat negara) ri, weltanschauung atau ideologi
negara.

4) Secara psikologis atau kultural, bangsa dan budaya indonesia sederajat


dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa
indonesia sebagaimana bangsa lain (cina, india, arab, eropa) mewarisi
sistem filsafat yang diwarisi dalam khasanah budaya indonesia

5) Secara potensial, filsafat pancasila akan berkembang bersaama dinamika


budaya; filsafat pancasila akan berkembang secara konsepsional,
kualitas dan kuantitas konsepsional dan kepustakaannya. Filsafat
pancasila merupkan bagian dari khasanah budaya dan filsafat (timur)
yang ada dan akan berjembang dalam khasanah peradaban modern.

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan


dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis
(teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup manusia
budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan. Pancasila
sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan
ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.

15.2.1 Ajaran Metafisika dan Ontologi Pancasila


Asas-asas metafisika dan ontologi dalam filsafat Pendidikan Pancasila
adalah sebagai berikut:
a. Asas monoteisme, merupakan realisasi dari sila I Pancasila Ketuhanan
yang Maha Esa. Bangsa Indonesia hanya mengakui satu tuhan saja ialah
Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia menganut asas kemerdekaan
untuk memilih dan menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dengan menjunjung toleransi antar pemeluk agama.

303
FILSAFAT PENDIDIKAN

b. Asas makrokosmos-mikrokosmos. Asas makrokosmos merupakan


pengakuan kepada realita yang ada, ialah alam semesta ini, dunia
dengan tata suryanya. Alam semesta raya mempunyai hukum-hukum
alamnya dan menjadi sumber daya kehidupan semua makhluk hidup.
Manusia sering dipandang sebagai mikrokosmos sebab pada manusia
terdapat sifat-sifat atau unsur-unsur seperti yang ada pada makrokosmos.
c. Asas tata ada yang selaras, serasi, seimbang (harmoni). Bahwa yang ada
di dunia merupakan hal yang serba berlawanan namun tetap dapat
berlangsung secara selaras.
d. Asas tata hidup manusia budaya (asas kultural/religius). Cipta, rasa dan
karsa manusia secara integratif mampu menciptakan perlengkapan-
perlengkapan hidup yang secara keseluruhannya disebut kebudayaan.
e. Asas persatuan dan kesatuan. Hidup budaya manusia membentuk
kesatuan-kesatuan secara menyeluruh mulai dari tingkat terbawah yaitu
keluarga sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
f. Asas tertib damai, kemerdekaan dan keadilan. Hidup membudaya
adalah hidup tertib, teratur dan damai menghindari pertengkaran dan
perselisihan
g. Asas bhineka tunggal ika. Asas ini memberi makna bahwa hidup budaya
manusia menunjukan variasi-variasi, seperti adanya ras-ras manusia,
macam-macam agama dan kebudayaan daerah dan sebagainya.
h. Asas idealisme, realistis dan pragmatis. Hidup bangsa Indonesia tidak
tanpa arah, tetapi mempunyai arah yang ideal yakni hidup masyarakat
yang adil dan makmur.

15.2.2 Epistomologi Pancasila


Ajaran Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang,
mengakui kebenaran pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik
rasio maupun pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan.
Pengetahuan datang dari intuisi dan juga bersumber pada kebenaran

304
Bab 15 Filsafat Pendidikan Pancasila

agama. Logika yang dikembangkan dalam epistomologi Pancasila adalah


logika formal (deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan logika intuisi.

15.2.3 Aksiologi Pancasila


Prinsip-prinsip ajaran nilai atau aksiologi Pancasila adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip nilai religius. Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I Pancasila
(Ketuhanan Yang Maha Esa). Agama menjadi sumber-sumber nilai-nilai
kebaikan dan juga kebenaran. Fungsi Pancasila terhadap agama adalah
memberi fasilitas kepada hidup subur dan berkembangnya agama dan
memberi situasi dan kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara
umat beragama.
b. Prinsip nilai alami. Prinsip nilai alamia artinya alam semesta sebagai
ciptaan Tuhan yang berisi kebaikan-kebaikan alamiah yang berupa nilai-
nilai hukum alam.
c. Prinsip nilai manusia. Prinsip nilai-nilai manusia yakni bahwa manusia
adalah subjek penilai. Dalam mencapai nilai-nilai dalam hidupnya,
maka manusia akan melaksanakan nilai-nilai: (1) nilai-nilai kemanusian;
(2) nilai-nilai persatuan hidup bersama; (3) nilai-nilai kerakyatan atau
demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.
d. Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai. Nilai-nilai hidup budaya
manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan tempat.

15.3 Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan


Nasional
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989
bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal
tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4

305
FILSAFAT PENDIDIKAN

menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia,


kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan
dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut
jelaslah bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan
Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori
praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai
oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu
untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Sedangkan Pendidikan Nasional
Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan
pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai
oleh filsafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan
negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan
pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup
bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara
Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara
Indonesia. Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
1) Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan disebut
sistem Pendidikan Pancasila.
2) Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan.
3) Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan
warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan
kebudayaan Indonesia.

306
Bab 15 Filsafat Pendidikan Pancasila

4) Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila,


pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan
bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian,
pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.
5) Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas
semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama,
asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan
nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas
keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan
merata.

15.4 Kesimpulan
Pendidikan merupakan cabang dari filsafat. Namun pendidikan bukan
merupakan filsafat umum/murni melainkan filsafat khusus atau terapan.
Filsafat Pendidikan dapat diartikan juga upaya mengembangkan potensi-
potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi
dalam perjalanan hidupnya.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan, organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam
studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat Pancasila yang muncul pada masa kemerdekaan tahun 1945
dicetuskan oleh tokoh-tokoh perjuangan bangsa. Sebagai sebuah filsafat
pendidikan, Pancasila mengandung pemahaman nilai mengenai metafisika
dan ontologi, epistomologi dan aksiologi sebagai mana yang terkandung
dalam filsafat pendidikan. Kedudukan Pancasila sebagai filsafat Pendidikan
Indonesia diperkuat dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 1989.
307
FILSAFAT PENDIDIKAN

308
BAB XVI

FILSAFAT PENDIDIKAN BENJAMIN SAMUEL


BLOOM

16.1 Pendahuluan
Pendidikan adalah proses yang mencakupi tiga hal penting, berupa
individu, masyarakat atau komunitas, dan seluruh realitas baik berupa
material maupun spiritual yang memiliki peranan dalam menentukan sifat,
nasib, bentuk manusia maupun masyarakat. Dengan pendidikan semua hal
dapat berubah. Bersyukurnya pendidikan dan filsafat hadir dan bersanding
bersama membentuk sistem yang komplek dan bersifat berkelanjutan.
Adapun filsafat dan pendidikan merupakan dua hal yang saling terikat dan
terhubung. Filsafat berhasil mengubah pola pikir suatu bangsa dan umat
dari panangan mitosentris menjadi logosentris.

Adanya perubahan pola pikir mitosentris menjadi logosentris telah


membawa perubahan yang sangat besar sehingga melahirkan hokum-
hukum alam dan teori ilmiah. Selain itu dalam lingkup pendidikan yang
disiplin memerlukan pendekatan, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda-
beda. Bukan hanya pembatas antar disiplin pengetahuan dan arogansi
pengetahuan, tapi terpisahnya pengetahuan dan nilai luhur.

Demikian, dapat dikatakan bahwa ada dua hal yang dapat timbul dari
perkembangn pendidikan, yaitu: pertama, pengetahuan berkembang
dengan sangat pesat dan kedua pendidikan memiliki implikasi negatif yang
sulit dihindari. Dalam cangkupan seperti itu perlu suatu pandangan yang
309
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

komprehensif tentang pengetahuan dan nilai-nilai yang berkembang


sebagai dampaknya tersebut.

Capaian Pembelajaran
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana filsafat
pendidikan menurut Benjamin S. Bloom dan implementasi filsafat
pendidikan Benjamin S. bloom dalam pendidikan.

16.2 Biografi Benjamin Samuel Bloom


Benjamin Samuel Bloom atau yang lebih dikenal dengan Bloom salah
satu filosof yang menaruh perhatian cukup besar terhadap filsafat
pendidikan sehingga lahirlah yang saat ini dikenal dengan Taksonomi
Bloom. Lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di kota Lansford Pennsylvania
dan meninggal pada tanggal 13 September 1999. Menerima gelar sarjana dan
gelar master dari Pennsylvania State University pada tahun 1935 dan Ph.D.
Pendidikan dari University of Chicago Maret 1942. Ia pernah menjadi
anggota staff Board of Examinations di University of Chicago pada tahun 1940
dan bertugas sampai 1959. Ia juga adalah seorang guru, dosen, penasihat
pendidikan dan psikologi pendidikan.

Benjamin Samuel Bloom mengawali pekerjaannya sebagai instruktur di


Departemen Pendidikan University of Chicago dimulai tahun 1944 dan
akhirnya ditunjuk Charles H. Swift Distinguished Service sebagai Profesor
pada tahun 1970. Ia menjabat sebagai penasihat pendidikan pemerintah
Israel, India dan banyak negara lain.

Pada tahun 1956 Bloom menerbitkan karyanya yang berjudul “Taxonomy


of Educational Objective Cognitive Domain”, dilanjutkan pada tahun 1964

310
FILSAFAT PENDIDIKAN

terbitlah karya “Taxonomy of Educataional Objectives, Affective Domain”, dan


karyaya yang berjudul “Handbook on Formative and Summatie Evaluation of
Student Learning” , pada tahun 1971 serta karyanya yang lain “Developing
Talent in Young People” (1985).

16.3 Filsafat Pendidikan: Benjamin S. Bloom


Taksonomi adalah istilah yang dikemukaan oleh Benjamin S. Bloom
yang membahas tentang filsafat pendidikan. Taksonomi sendiri berasal dari
bahasa Yunani: taxis (pengaturan) dan nomos (ilmu pengetahuan).
Taksonomi adalah sistem pemetaan atau klasifikasi yang menjadi dasar ilmu
untuk dipelajari lebih dalam. Langkah kerja pembelajaran taksonomi
berdasarkan data dan bentuk sistematika.
Pemetaan/Klasifikasi Bloom sendiri membuat urutan keterampilan
berpikir dalam proses yang semakin lama semakin memiliki tingkatan yang
tinggi. Awalnya taksonomi Bloom terdiri atas dua bagian, yaitu: ranah
kognitif dan ranah afektif (cognitive domain and affective domain). Pada tahun
1966 Simpson menambahkan ranah psikomotor melengkapi apa yang telah
dibuat oleh Bloom. Dengan demikian menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Taksonomi Bloom (Arikunto, 2009) memiliki tujuan pendidikan yang
dibagi ke dalam tiga ranah, yaitu:

1. Ranah Kognitif (cognitive domain)


Ranah kognitif adalah kemampuan yang meliputi aspek
pengetahuan, penalaran, atau pikiran. Terdapat enam tingkatan unutk
ranah kognitif:
1) Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan, ingatan terhadap hal yang pernah dipelajari/dialami dan
disimpan dalam ingatan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau
mengenal kembali (recognition). Kemampuan untuk mengenali dan
mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan,
metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.
311
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

2) Pemahaman (comprehension)
Kemampuan untuk menangkap atau memahami makna dan arti tentang
hal yang dipelajari atau sedang dibahas bersama. Kemampuan dalam
menguraikan isi pokok bacaan, mengubah data yang disajikan dalam
bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi
daripadakemampuan (1).

3) Penerapan (application)
Kemampuan menerapkan kaidah atau metode untuk menghadapi suatu
masalah konkret atau nyata serta masih baru. Dinyatakan dalam aplikasi
suatu pada persoalan yang dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja
pada pemecahan problem baru. Misalnya menggunakan prinsip.
Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (2).

4) Analisis (analysis)
Kemampuan memrincikan dan memecahkan persoalan dengan suatu
kesatuan ke dalam bagian sehingga dipahami dengan baik secara
keseluruhan. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada
kemampuan (3).

5) Sintesis (synthesis)
Kemampuan membentuk kesatuan atau pola baru yang saling
menghubungkan satu sama lain untuk menghasilkan solusi yang
dibutuhkan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu
rencana penyusunan satuan pelajaran. Misalnya kemampuan
menyusun suatu program kerja. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi
daripada kemampuan (4).

312
FILSAFAT PENDIDIKAN

6) Evaluasi (evaluation)
Kemampuan memberikan penilaian terhadap suatu materi
pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang diketahui,
dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan. Misalnya, kemampuan
menilai hasil percobaan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan
penilaian terhadapa sesuatu.

2. Ranah Afektif (affective domain)


Ranah afektif adalah kemampuan yang menggunakan perasaan,
emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Bloom bersama
David Krathwol membuat ranah afektif memiliki lima ranah yang
berhubungan dengan respons emosional terhadap tugas:
1) Penerimaan (receiving)
Tanggap/respon terhadap rangsang dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan, seperti penjelasan yang diberikan oleh
guru. Misalnya juga kemampuan mengakui adanya perbedaan-
perbedaan.

2) Partisipasi(responding)
Peran serta/ikut serta/kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan
secara aktif dan partisipatif dalam suatu kegiatan. Misalnya, mematuhi
aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3) Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing)


Memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian tertentu. Mulai dibentuk suatu sikap menerima,
menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima pendapat orang lain.

4) Organisasi (organization)
Mengatur, mengarahkan tatan suatu sistem nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan. Misalnya, menempatkan nilai pada suatu

313
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

skala nilai dan dijadikan pedoman dalam bertindak secara bertanggung-


jawab.

5) Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)


Menerapkan atau menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik
pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas dalam
mengatur kehidupan. Misalnya, kemampuan mempertimbangkan dan
menunjukkan tindakan yang berdisiplin.

3. Ranah Psikomotor (psychomotoric domain)


Aktivitas motor seringkali dihubungkan dengan pendidakan fisik dan
atletik, tetapi banyak subjek lain yang ada, seperti menulis dengan tangan
dan pengolahan kata juga membutuhkan gerakan. Bloom tidak membuat
secara rinci, tapi oleh ahli lain dengan berpedoman dengan pandangan
Bloom hadirlah:
1) Persepsi (perception)
Menggunakan isyarat sensoris dalam memandu aktivitas motrik.
Penggunaan alat indera sebagai rangsangan untuk menyelesaikan suatu
bahasan. Misalnya, pemilihan warna.

2) Kesiapan (set)
Kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu
gerakan. Misalnya, posisi start lomba lari.

3) Gerakan terbimbing (guided response)


Kegiatan melakukan suatu gerakan sesuai dengan yang dicontohkan
oleh instruktur. Misalnya, membuat lingkaran di atas pola.

4) Gerakan yang terbiasa (mechanical response)


Gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan karena sudah
dilatih secukupnya. Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat.

314
FILSAFAT PENDIDIKAN

5) Gerakan yang kompleks (complex response)


Kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari
banyak tahap dengan lancar, tepat dan efisien. Misalnya, bongkar
pasang/lego.

6) Penyesuaian pola gerakan (adjusment)


Kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola
gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya,
keterampilan bertanding.

7) Kreativitas (creativity)
Kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa
atau inisiatif sendiri. Misalnya, kemampuannya membuat kreasi tari
baru.

16.4 Revisi Taksonomi Bloom


Perkembangan teori pendidikan yang sangat pesat membuat Krathwohl
dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom
agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan dipublikasikan pada
tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom (RTB). Revisi yang dibuat
hanya pada ranah kognitif dengan menggunakan kata kerja.
Teori pendidikan Bloom yang telah berkembang pesat membuat
Krathwohl dan beberapa ahli psikologi aliran kognitivisme tergerak
memperbaharui Taknosomi Bloom dengan harapan agar lebih mengikuti
dan sesuai dengan kemajuan pendididikan di abad ini. Taksonomi Bloom
yang diperhaarui itu sekarang telah dikenal dengan nama Revisi Taksonomi
Bloom disingkat menjadi RTS. Adapun pembaharuan hanya terjadi pada
ranah kognitif dimana pada versi baru pada ranah kognitif diberi dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan kognitif. Dalam dimensi
pengetahuan terdapat empat kategori dalam dimensi pengetahuan kognitif,

315
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan


prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Sedangkan, pada dimensi
proses kognitif terdapat enam tingkatan, yaitu: mengingat (remembering),
memahami (understanding), mengaplikasikan (applying), menganalisis
(analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating). Enam
tingkatan inilah yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar
yang di kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

Tabel 1.1 Perbandingan taksonomi Bloom dan revisinya pada ranah


kognitif
Revisi
Taksonomi Bloom Keterangan
Taksonomi Bloom
Pengetahan Mengingat Low Order Thingking Skills
Pemahaman Memahami (LOTS)
Penerapan Mengaplikasikan
Analisiss Menganalisis High order thingking skills
Sintesis Mengevaluasi (HOTS)
Evaluasi Mengkreasi

16.5 Prinsip Belajar yang Menjadi Landasan Filsafat


Pendidikan Taksonomi Bloom
Prinsip adalah dasar utama yang akan menjadi motivasi/dorongan
seorang individu dalam melakukan atau menghadikan suatu hal atau
kegiatan. Begitu juga dalam belajar pasti memiliki prinsip belajar untuk
menjadi landasan terutama taksonomi Bloom, berikut prinsip belajar yang
melandasi taksonomi Bloom:

1. Kematangan Jasmani dan Rohani


Ketika kematangan jasmani telah sampai pada batas minimal umur.
Kondisi fisiknya cukup kuat untuk melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan kematangan rohani, yaitu telah memiliki kemampuan secara

316
FILSAFAT PENDIDIKAN

psikologis untuk melakukan kegiatan belajar seperti kemampuan


berpikir, ingatan dan sebagainya.

1. Kesiapan
Kesiapan harus dimiliki oleh seorang yang hendak melakukan kegiatan
belajar, yaitu kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun
perlengkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki tenaga cukup dan
memiliki minat dan motivasi yang cukup.

2. Memahami Tujuan Pembelajaran


Setiap individu yang belajar harus memahami apa dan akan kemana
arah tujuan dan dengan apa bagi dirinya. Mengetahui tujuan belajar
akan dapat melakukan persiapan yang diperlukan terlebih dahulu, baik
fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan dapat
berjalan lancar dan berhasil dengan memuaskan.

4. Memiliki Kesungguhan
Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan belajar agar hasil yang
diperoleh memuaskan dan penggunaan waktu dan tenaga lebih efisien.

5. Ulangan dan Latihan


Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak,
sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan.

Prinsip belajar yang paling penting melandasi filsafat pendidikan


taksonomi Bloom, “adanya perhatian dan motivasi baik itu berasal dari
orang tua maupun pendidik”. Karena setiap manusia pada khakikatnya
menyukai perhatian berupa sokongan moril dari orang lain untuk
menumbuhkan semangat dalam dirinya sendiri.

317
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

16.6 Kesimpulan
Filsafat adalah landasan pokok dari seluruh ilmu yang akan membawa
dampak baik untuk manusia dimana, pengetahuan tersebut bersifat radikal
dalam mencari kebenaran yang mutlak dengan tujuan agar ketika
didapatkan, hasilnya akan bisa dinalarkan dengan akal logika dan tak
terbantahkan. Sedangkan pendidikan adalah upaya memelihara, menuntun
anak dari sejak lahir kedunia untuk mencapai kedewasaan baik itu jasmani
maupun rohani, untuk memudahkan dalam berinteraksi antar sesama
makhluk baik itu manusia maupun hewan dan tumbuhan (alam). Fungsi
dari pendidikan sendiri sangatlah penting. Dengan pendidikan seseorang
akan dimungkinkan menjadi pribadi yang lebih teratur dan lebih produktif
dalam menjalani hidup. Manusia yang memiliki tingkat produktivitas yang
tinggi maka, secara tidak langsung akan meningkatkan mobilitas
pertumbuhan suatu bangsa tersebut baik dibidang ekonomi, sosial, budaya,
dan moral.

Filsafat pendidikan dari Benjamin S. Bloom disebut dengan Taksonomi


Bloom. Taksonomi Bloom sendiri berpandangan berdasarkan proses sains.
Taksonomi Bloom memiliki tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Taksonomi Bloom yang digunakan pada saat ini bukan
merupakan yang asli berdasarakan pendapat Benjamin S. Bloom
dikarenakan telah dilakukan revisi untuk menyesuikan dengan metode
pembelajaran pada abad ini. Prinsip belajar yang melandasi filsafat
pendidikan taksonomi bloom perlu adanya perhatian dan motivasi baik itu
berasal dari orang tua maupun pendidik karena setiap manusia pada
khakikatnya menyukai perhatian berupa sokongan moril dari orang lain
untuk menumbuhkan semangat dalam dirinya. Implementasi filsafat
pendidikan Bloom pada pendidikan Fisika sendiri sangat banyak mulai dari
proses praktikum hinggga soal-soal yang diujikan kepada peserta didik.

318
FILSAFAT PENDIDIKAN

Latihan
1. Apakah pengertian dari filsafat?
2. Apakah pengertian dan fungsi dari pendidikan?
3. Bagaimana dengan biografi dari Benjamin S. Bloom?
4. Bagaimana filsafat pendidikan menurut Benjamin S. Bloom?
5. Apa saja implementasi filsafat pendidikan Benjamin S. Bloom
dalam pendidikan Fisika?

319
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS


Dr. Sardianto Markos Siahaan, M.Si., M.Pd.

Lahir di desa Purbatua, Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan,


Sumatera Utara. Pendidikan yang ditempuhnya, SDN Purbatua, Kec. Tantom
Angkola, Tapanuli Selatan (1974-1980), SMPN Hutaraja, Kecamatan Tantom
Angkola, Tapanuli Selatan (1980-1982), SMPN 1 Lubuk Pakam, Deli Serdang (1982-
1983), SMAN Perdagangan, Kabupaten Simalungun (1983-1986), Kuliah di Jurusan
Pendidikan Fisika (S1) FMIPA IKIP Medan tahun 1986, memperoleh gelar sarjana
(Drs) tahun 1991. Tahun 1993 diangkat menjadi dosen di Program Studi Pendidikan
Fisika FKIP Universitas Sriwijaya. Pada tahun 1996 mengikuti pendidikan Pra S2 di
Jurusan Fisika, FMIPA ITB, dan langsung melanjutkan pendidikan S2 di jurusan
yang sama tahun 1997. Memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) dari ITB tahun
2000. Pada saat kuliah di ITB, ia juga mengikuti kuliah S2 di Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) di Program Studi Pendidikan IPA, dan memperoleh gelar Magister
Pendidikan (M.Pd.) tahun 2001. Pada tahun 2005 mengikuti pendidikan Doktor di
Program Studi Pendidikan IPA, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan
memperoleh gelar Doktor (Dr) tahun 2010. Tahun 2013 mengikuti kegiatan Summer
Courses di Utrecht University, Netherland. Berbagai penelitian telah dilakukan
hingga saat ini, baik secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan dosen dari
PTN lain. Buku dengan Judul Filsafat Pendidikan ini, merupakan buku pertama
yang di tulisnya dan dipublikasikan untuk digunakan di berbagai Program Studi
Pendidikan baik untuk S1 maupun untuk S2.

320
FILSAFAT PENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

, 2007, Pengantar Filsafat Ilmu, Penerbit


Liberty,Yogyakarta.
Abdullah, A.R.S. 1991. Educational Theory, A Quranic Outlook (Alih
bahasa: Mutammam). Bandung: Diponegoro.
Abidin Zainal. (2000). Filsafat Manusia, Remaja Rosadakarya
Bandung, Bandung
Afid Burhanuddin.2013.Pendidikan Filsafat Perenialisme dalam
Pembelajaran,
Network,(online),https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013
/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-dalam-pembelajaran/,
diakses 17:17 11 september 2019.
AH, F. 1985. Realitas Manusia: Pandangan Sosiologis Ibnu Khaldun
dalam Insan Kamil (Penyunting: Dawam Rahardjo). Jakarta:
Grafiti Pers.
Anshari, E. S. 1983. Filsafat, Ilmu dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Bahrudin. 2013. Dasar-dasar Filsafat, Bandar Lampung: Haraksindo
Barnadib, Imam. 1984. Filsafat Pendidikan.Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan.
Barnadib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode.
Yogyakarta: Andi Offset
Bashori, Tauhid. 1999. Media Komunikasi dan Informasi
Keagamaan. Surabaya: IAIN SA Press

321
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan.Jakarta:


CV. Rajawali
Buber, M. 1959. Between Man and Man. (Translated by Ronald
Gregor Smith). Boston: Beacon Press.
Burhanuddun Afid. 2013. Filsafat Essensialisme dalam Pendidikan.
(https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-
esensialisme-dalam-pendidikan/, diakses pada tanggal 2
September 2019)
Butler, J. D. 1957. Four Philosophies and Their Practice in Education
and Religion. New York: Harper & Brothers Publishers.
Cassirer, E. 1987. An Essay On Man. (Terj.: Alois A. Nugroho).
Jakarta: Gramedia.
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi
Variable. Jakarta: Depdikbud
Friedman, S.M. 1954. Martin Buber, The. Life of Dialogue. London:
Routledge and Began Paul Ltd.
Frost Jr., S.E. 1957. Basic Teaching of The Great Philosophers. New
York: Barnes & Nobles.
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second
Edition, Chicago: Rand Mc. Nally
Gandhi, Teguh Wangsa. 2017. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Gie, The Liang, 1997, Pengantar Filsafat Ilmu, Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
Hamdani Ali. 1993. Filsafat pendiikan. Yogyakarta : kota kembang.

322
FILSAFAT PENDIDIKAN

Hasan, F. 1973. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta:


Pustaka Jaya.
Henderson, S.v.P. 1959. Introduction to Philosophy of Education.
Chicago: The University of Chicago Press.
Henderson, Stela van Pettern. 1959. Introduction to Philosophy of
Education, Chicago: The University of Chicago
http//:www.kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com
http//:www.luphypamali.blogspot.cm
http://aaktono71.blogspot.com/2015/07/makalah-filasafat-
pendidikan.html , di akses pada tanggal 10 September 2019
http://dianaapplicationtask.blogspot.com/2016/12/filsafat-
materialisme-dan.html , di akses pada tanggal 10 September
2019
http://kopite-geografi.blogspot.com/2013/05/pengaruh-aliran-
realisme-dalam.html (diakses tanggal 5 September 19)
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/tujuan-fungsi-
danmanfaat-filsafat.html
http://lingkaranilmu.blogspot.com/2009/08/fungsi-filsafat-
ilmu.html
http://teachingofhistory.blogspot.com/2012/06/filsafat-realisme-
dalam pendidikan.html (diakses tanggal 5 September 19)
http://www.psychologymania.com/2010/03/william-james-tokoh-
pragmatisme.html (diakses pada tanggal 1 Mei 2015)
https://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme
https://sunghyeyi.wordpress.com/2014/10/17/filsafat-
pendidikan/(diakses tanggal 14 September 19)

323
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

Huijbers, T. 1987. Manusia Merenungkan Dunianya. Yogyakarta:


Yayasan Kanisius.
Ihsan, A. Fuad. Filsafat Ilmu. 2010. Jakarta: Rineka Cipta
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan : Manusia,
Filsafat dan Pendidikan, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media),
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media
Group, Jogjakarta, 2007.
Jalaluddin dan Abdullah. 1988. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat
dan Pendidikan. Jogjakarta: Usaha Nasional.
Jalaluddin, H dan Idi A. 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Juhaya S. Praja. 2003. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta:
Prenada Media.
Khobir, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN
Press.
Kneller, GF, 1971. Introduction To The Philosophy Of Education.
Calivornia: University of California
Kristiawan, Muhammad. 2016. Filsafat Pendidikan (the choice is
yours). Yogyakarta: Valia pustaka.
Langeveld, M.J. 1980. Beknopte Theoritische Paedagogiek. (Terj.:
Simajuntak). Bandung: Jemmars.
Liang Gie. 2010. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.

324
FILSAFAT PENDIDIKAN

Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and TeacTeori Belajar


Behavioristik
Muhadjir, Noeng. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasin
Muhammad Syam. 1988. Filsafat kependidikan dan dasar filsafat
kependidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.
Muhdafir, Ali. 2007. Mengenal Filsafat dalam Filsafat Ilmu Sebagai
Dasar Pengembangan Ilmu pengetahuan. Yogyakarta: Liberty
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006.
O. Kattsoff Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya.
Othman, A.I. 1987. The Concept of Man in Islam in The Writings of
Al-Ohazali. (Terj.: Johan Smit, Anas Mahyudin, Yusuf). Bandung:
Pustaka.
Paul Chapman Publising Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology.
Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Phenix, P-H. 1964. Realism of Meaning: Philosophy of Curriculum for
General Education. New York: McGraw Hill Book Company.
Plato. 1986. Phaidon: Dialog Sokrates tentang Tubuh-Jiwa.
Bandung: Sinar Baru.
Poespowardojo, S. dan Bertens, K. 1983. Sekitar Manusia: Bunga
Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia.
Praja, Juhaya S. 2003. ”Aliran-Aliran Filsafat dan Etika”. Jakarta:
Kencana.
Prasetya, Filsafat Pendidikan, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1997.

325
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

S. PrajaJuhaya. 2003. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta:


Prenada Media
Sadulloh Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV
Alfabeta
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfa Beta, 2007.
Sadulloh, uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung.
Alfabeta.
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Sadulloh, Uyoh. 2012. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Saifullah, A. (1977) Antara Filsafat dan Pendidikan, Pengantar
Filsafat Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Save M. Dagun. (1990). Filsafat Eksistensialisme, Bineka Cipta,
Jakarta.
Schumacher, E.F. 1980. A Guide for The Perflexed. London: Sphere
Books Ltd.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth
Edition. Boston: Allyn and Bacon
Soelaeman, M.I. 1988. Suatu Telaah tentang Manusia-Religi
Pendidikan. Depdikbud.
Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta
Sudarsono. 1993. Ilmu Filsfat suatu pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta, 2009.

326
FILSAFAT PENDIDIKAN

Sutrisno, Slamet, 2006, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Andi,


Yogyakarta.
Syadali Ahmad, Mudzakir. (1977). Filsafat umum, Pustaka Setia,
Bandung: 1997.
Syadil, Ahmad dan Mudzakir. 1997. ”Filsafat Umum”. Bandung:
Pustaka setia
Syaiyidain, K.G. 1954. Iqbal's Educational Philosophy. Lahore: Shaik
Muhammad Ashraf, Kasmiri Bazar.
Syam, M. N., 1984, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia.
Syam, M. N., 2001, Filsafat Pancasila Sebagai Filsafat
Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Universitas
Negeri Malang.
Syam, Mohammad Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar
Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Syam, Mohammad Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar
Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Syaripudin, T. 1994. Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep
Pendidikan Umum (Thesis). Program Pascasarjana IKIP
Bandung.
Tafsir Ahmad. 2005. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya
Tafsir, Ahmad, 2007, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales
sampai Capra, Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Titus, Harold, et.al. 1959. Living Issues in Philosophy. New York:
American Book Coy.

327
Bab 16 Filsafat Pendidikan Benjamin Samuel Bloom

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Usiono. (2006). Pengantar Filsafat pendidikan, Jakarta: Hijri Pustaka.
Usiono. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta : Hijri Pustaka
Utama.
Uyoh Sadullah. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
Alfabeta,.
Van der Weij, P.A. 1988. Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia. (Terj.:
K. Bertens). Jakarta: Gramedia.
Van Peursen, C.A. 1982. Tubuh-Jiwa-Roh. (Terj.: K. Bertens).
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Yelon L.S. dan Weinstein, W.G. 1977. A Teacher's World Psychology
the Classroom. Tokyo: McGraww-Hill International Book
Company
Zuhairini dan Dkk. 1994. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
aksara..

328

Anda mungkin juga menyukai