Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK 1 PEMICU 1

Dosen Pengampu: Ibu Ns.Kustati Budi Lestari, M.Kep., Sp.Kep.An.


Fasil Diskusi Kelompok: Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Omaliah Susilawati (11191040000004)


Syifa Rezkya Murodi (11191040000007)
Salwa khairunnisa (11191040000014)
Lola Elivia In'yus (11191040000019)
Dina mulyana (11191040000020)
Yulia Retno Sari (11191040000021)
Alifiyyah Azzahra (11191040000025)
Merry Putri Milani (11191040000027)
Alma Najah (11191040000030)
Yuliana Dwi Safitri (11191040000033)
Arif Rahman Pitono (11191040000034)
Salsabila Aulia Rahmah (11191040000035)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
Pemicu 2 DK 1

Tn. Y umur 35 Tahun, dengan Riwayat gagal ginjal kronis sejak 5 tahun yng lalu.Kondisi
sekarang ini menjalani perawatan cuci darah 2x setiap minggu. Kebiasaan sebelum sakit
Tn. Y sering minum minuman berenergi 1 bungkus 2x sehari setiap pagi sebelum
berangkat kerja dan jam istirahat dengan tujuan untuk meningkatkan stamina. Kondisi st
ini badan terasa lemas, sering muncul sesak dan kaki bengkak bila kelebihan minum
500cc dari jumlah cairan yang di tentukan. Pada saat kontral di RS, dokter menganjurkan
untuk cangkok ginjal atau stem cell. Dokter menginformasikan jika sudah banyak yang
berhasil dengan cangkok ginjal atau cangkok organ lainnya di kasus lain. di sela sela
konsultasi Tn. Y menyampaikan kalau euthanasia saja karena sudah capek dengan
sakitnya. Namun disisilain TN y berfikir apakah euthanasia kan menyalahi ketentuan dan
takdir Alloh, kalau cangkok ginjal dari siapa yang bersedia memberikan untuk nya,
apakah dari orang mati. Pikiran ini yang terus berkecamuk di pikiran TN Y
STEP 1

1. Apa itu cangkok ginjal? (Yuliana)


 Cangkok ginjal yaitu mengganti organ ginjal yang telah mengalami
kerusakan akibat gagal ginjal kronis stadium akhir denga operasi.
(Omaliah)
 bahasa lainnya bisa dibilang transplantasi ginjal (merry)
2. Apa itu euthanasia? (Lola)
 Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau
menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan. (Syifa)
 Eutanasia adalah tindakan sengaja mengakhiri hidup seseorang karena
dianggap dapat mengurangi penderitaan (arif)
3. Apa itu Stamina?(Omaliah)
 stamina merupakan kekuatan dan juga energi yang memungkinkan
seseorang mempertahankan upaya fisik atau mental untuk jangka waktu
yang lama. (alma)
 Stamina adalah kemampuan daya tahan lama manusia untuk melawan
kelelahan dalam batas waktu tertentu (Yulia R)
4. Apa itu cuci darah (salwa)
 Cuci darah atau hemodialisis adalah prosedur untuk menggantikan fungsi
ginjal yang fungsinya sudah tidak adekuat akibat kerusakan pada organ
tersebut. Biasanya dilakukan pada penderita penyakit gagal ginjal
(Salsabila)
 hemodialisis ini dapat membantu untuk menyeimbangkan kadar mineral
dalam darah dan juga untuk mengontrol tekanan darah (Lola)
5. Apa itu minuman berenergi? (Yulia Retno)
 Minuman berenergi adalah minuman yang berfungsi untuk menambah
energi, cont : kratingdeng (alfiyah)
 Fungsinya Minuman berenergi adalah jenis minuman yang untuk
menambah energi seseorang yang meminumnya. Bagi beberapa kalangan
minuman berenergi diminum dengan tujuan untuk mencegah kantuk.
(Dina)
6. Apa itu takdir ?(Arif)
 Takdir, adalah segala ketentuan atau perkara yg terjadi atas kehendak
Allah SWT (yuliana)
 Ketentuan yamg berasal dari Allah SWT (salwa)
7. Kaki bengkak? (syifa)
 kaki bengkak adalah kaki yang mengalami pembesaran ukuran, kondisi
ini dapat terjadi akibat penumpukan cairan di bagian kaki atau
pergelangan kaki (Salsabila)
 Kondisi kaki bengkak ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari
terlalu lama berdiri hingga gejala penyakit tertentu (Yulia Retno)
8. Apa itu gagal ginjal kronis? (Salsabila)
 Gagal ginjal kronik adalah kerusakan fungsi ginjal sehingga ginjal tidak
dapat menjalankan fungsinya secara normal. (Alifiyyah)
 Gagal ginjal kronis adalah kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara
bertahap, atau berlangsung dalam waktu yang lama. (Alma)
9. Apa itu konsultasi? (Alma)
 Konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan
seperti nasihat, saran dll (dina)
 Konsultasi adalah suatu proses yang biasanya didasarkan pada
karakteristik hubungan yang sama yang ditandai dengan saling
mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama dalam
mengidentifikasikan masalah (syifa)
10. Apa itu kronis? (Merry)
 Kronis merupakan kondisi yang sudah lama terjadi. Atau dalam penyakit
kronis bisa dikatakan penyakit yang sudah lama diderita lebih dari satu
tahun (Lola)
 Biasanya terjadi lebih dari 3 bulan (salwa)
11. Stem cell? (Alifiyyah)
 Stem Cell = cangkok ginjal/transplantasi ginjal (Merry)
 Stem sell, induk dari semua sel yang ada di tubuh (yuliana)
12. Berkecamuk (dina)
 Berkecamuk adalah perasaan yang bercampuran antara pasrah, sedih,
kecewa yang dirasakan pada kondisi tertentu. Berkecamuk adalah
perasaan yang bercampuran antara pasrah, sedih, kecewa yang dirasakan
pada kondisi tertentu. (Alma)
 Adalah perasaan/keadaan yang tidak karuan, memuncak (Arif)

STEP II

1. Bagaimana perawat membantu Tn. Y membuat keputusan? Perlu kah


melibatkan keluarga dan tokoh ulama ke dalam prosesnya? (Yuliana)
2. mengapa Tn. Y disarankan untuk melakukan cangkok ginjal? Dan Apakah
gagal ginjal kronis itu berhubungan dengan minuman berenergi tersebut?
(Salwa)
3. Apakah terdapat cara melalui pengobatan nabi atau thibbun Nabawi untuk
mengatasi gagal ginjal, agar tidak melakukan transplantasi ginjal? (Yulia
Retno)
4. Apa hubungannya dari keluhan pasien yaitu sering sesak dengan kaki
bengkak bila minum > 500 cc? Dan berapakah jumlah maksimal cairan yang
dapat diterima oleh tubuh pada pasien gagal ginjal kronis? (Salsabila)
5. Apakah yang dilakukkan atau peran perawat setelah mengetahui TN y ingin
melakukkan eutanasia? (Alma)
6. Darimana cangkok ginjal itu berasal? Apakah dari orang yang sudah
meninggal? atau bagaimana? (Syifa)
7. Apa tujuan cuci darah, apakah bisa menyembuhkan gagal ginjal kronis?
(Dina)
8. Seperti apa pandangan Islam terhadap euthanasia yang terdapat di dalam
kasus tersebut ?(Merry)
9. Bagaimana Caranya kita sebgaai perawat untuk menyakinkan dan
mengedukasi bahwa cangkok ginjal itu banyak kasus yang berhasil?
(Omaliah)
10. Kandungan apa yang ada dalam minuman berenergi tersebut hingga dapat
menyebabkan efek samping lemas, sesak nafas dan kaki bengkak bila
kelebihan minum 500cc, hingga di diagnosa gagal ginjal kronis pada Tn. Y
(Lola)
11. Dengan keputusan tn.y dalam memilih euthanasia, di indonesia sendiri
apakah tindakan tersebut legal dan dilindungi payung hukum negara atau
justru dilarang? (Arif)
12. Hal apa yang membuat Tuan Y ingin dieutanasia? (Alifiyyah)
13. Apakah tidak ada risiko yang akan membahayakan Tn.Y jika tetap melakukan
cangkok ginjal dengan riwayat cuci darah selama 5 tahun? (Yuliana)
14. Dalam pandangan islam, apakah boleh melakukan cangkok ginjal? (Salsabila)
15. Apakah euthanasia boleh dilakukan jika pasien yang menginginkan nya?
Sebagai perawat apa yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya? (Salwa)

STEP III

1. JAWABAN :
 Dalam hal ini perawat melakukan pengkajian terkait dengan
pengetahuan yang dimiliki klien tentang cangkok ginjal dan
euthanasia. Karena jika klien sudah mengetahui, bisa juga menjadi
pertimbangan untuk mengambil keputusan. Selain itu, kita juga dapat
membantu memfasilitasi klien untuk bertemu atau berdiskusi dengan
keluarga dan juga tokoh ulama. Di mana kedua pihak tersebut dapat
memberikan masukan dan juga motivasi kepada klien agar dapat
memilih keputusan yang tepat dan tidak putus asa. (Salsabila)
 Perawat berperan sebagai edukatrr untuk menjelaskan setiap prosedur
yang akan diberikan kepada klien dan perawat sebagai suporter
kepada klien untuk memaksimalkan proses pengobatannya. Dukungan
keluarga seperti apa yang kita ketahui merupakan hal terpenting bagi
klien karena keluarga merupakan orang terdekat bagi klien. Tokoh
ulama berperan sebagai pengisi batin kepada klien supaya optimis
dalam pengobatannya (alifiyah)
2. JAWABAN
 Kafein, taurin, ekstrak ginseng, dan gula yang berlebihan berada
dalam minuman berenergi yang menyebabkan terjadinya ggk.Terlalu
sering atau terlalu banyak mengonsumsi minuman berenergi yang
mengandung zat-zat seperti diatas dapat mengakibatkan naiknya
tekanan darah dan juga menyebabkan gangguan aliran darah pada
ginjal. (Alma)
 Dokter menganjurkan kepada Tn. Y untuk melakukan cangkok ginjal
dikarenakan Tn. Y sudah mengalami gagal ginjal kronis yang
memang mayoritas harus dilakukan transplantasi ginjal, ini juga
dikarenakan banyak yang berhasil dari pasien-pasien lainnya.
Hubungan minuman berenergi dengan gagal ginjal kronis yaitu karena
jika terlalu sering atau terlalu banyak mengonsumsi minuman
berenergi yang mengandung zat-zat tersebut dapat mengakibatkan
naiknya tekanan darah dan gangguan aliran darah pada ginjal. Dan
akan mengakibatkan gagal ginjal akut, sedangkan karna Tn. Y sering
meminumnya maka akan terus bertahap dan menyebabkan gagal
ginjal kronis (Yulia Retno)
3. JAWABAN
 Menurut saya mungkin terdapat jalan Pengunaan alternatif seperti
habba sauda yg dalam riwayat disebutkan merupakan obat untuk
segala macam penyakit kecuali kematian. Dan penyakit jantung
sendiri berkaitan dengan aliran darah yang bisa di terapi dengan
bekam (arif)
 Bisa dilakukan dengan cara membuat ramuan herbal dari biji kelabet,
bunga camomile, juga bunga lembayung. Ramuan tersebut
digosokkan ke pinggang pasien sampai terasa hangat (merry)
4. JAWABAN
 Jumlah asupan cairan yang diperbolehkan pada pasien gagal ginjal
ditentukan oleh jumlah urine yang dapat diproduksi pasien dalam 24
jam. Umumnya, sekitar 500-700 ml cairan per hari ditambah urine
output (ml). Misalnya, kalau pasien bisa buang air kecil sebanyak 500
ml peer hari, total asupan cairan yang diperbolehkan adalah 1200 ml
per hari (700 ml + 500 ml). (Dina)
 Kelebihan cairan didalam tubuh pasien gagal ginjal berimbas pada
edema paru (atau adanya cairan didalam paru paru) sehingga membuat
sesak. Sedangkan bengkak terjadi karena kelebihan cairan membuat
edem juga di kaki.Sedangkan untuk asupan cairan yang dianjurkan
pada pasien gagal ginjal ditentukan oleh jumlah urine yang dapat
diproduksi pasien dalam 24 jam. (Yuliana)
5. JAWABAN
 peran perawat nya setelah mengetahui Tn. Y ingi melakukan
euthanasia yaitu di edukasi di berikan pemahaman terkait euthanasia,
dan juga di berikan motivasi agar tidak melakukan hal tersebut dan
lebih mencari cara lain yang masih bisa di lakukan (ola)
 Betul mencari cara lain, apalagi disitu sudah disarankan beberapa
pengobatan seperti cangkok ginjal, perawat juga bisa meyakinkan
pasien tentang keberhasilan dalam cangkok ginjal dengan
menceritakan kisah seorang yg telah berhasil dalam cangkok ginjal
tersebut (salwa)
6. JAWABAN
 Ginjal yang dicangkok dapat berasal dari donor yang masih hidup atau
sudah meninggal dunia.(Omaliah)
 donor mati boleh dilakukan apabila ada permintaan pendonor sendiri
ataupun keluarga. (Alifiah)
7. JAWABAN
 Manfaat cuci darah di sini yaitu untuk membantu menggantikan
fungsi ginjal agar tubuh tetap memiliki keseimbangan fungsi yang
baik atau yaitu untuk menyaring darah sehingga racun-racun yang
menumpuk dalam darah dapat terangkat. (Syifa)
 Ketika mengalami ginjal gagal dia akan melakukan penyaringan, dan
akhirnya terjadi penumpukan limbah, racun dan cairan dalam tubuh.
Kondisi ini berisiko membahayakan kesehatan tubuh secara
keseluruhan, maka dari itu perlu adanya proses cuci darah untuk
mencegah berbagai komplikasi fatal. Seperti yang sudah di jelaskan
oleh Syifa bahwa cuci darah ini untuk menggantikan fungsi ginjal
agar tubuh tetap memiliki keseimbangan fungsi. Tetapi cuci darah ini
tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal atau kondisi lain yang
mempengaruhi kerja ginjal (Yulia Retno)
8. JAWABAN
 Euthanasia merupakan suatu tindakan untuk mengakhiri kehidupan
baik aktif maupun pasif, dan itu tidak diperbolehkan dalam Islam
karena seperti bunuh diri. Selain itu dilihat dari kasus ini, bahwa
alasan klien ingin euthanasia adalah karena sudah putus asa. Dan hal
tersebut merupakan salah satu perbuatan yang kurang disukai.
(Salsabila)
 Islam mebolehkan penderita penyakit kronis dieuthanasia tetapi
dengan memenuhisyarat-syarat berikut:
 obat atau vaksin yang tidak ada
 kondisi kesehatan yang semakin parah
 atas permintaannya dan atau keluarganya serta atas persetujuan
dokter
 adanya peraturan perundang-undangan yang mengizinkannya.
(Alma)

9. JAWABAN
 Baik saya sendiri izin menjawab, dengan cara tetap mengedukasi dan
beri contoh contoh kasus serta meyakinkan kepada pasien. (Merry)
 Menjelaskan kepada pasien tentang prosedur yang akan dijalankan
dan memberikan semangat untuk bisa meneruskan hidup,bekerja sama
dengan keluarga untuk meyakinkan pasien, informasikan tentang
cangkok ginjal itu banyak yang berhasil dan berikan contohnya (dina)
10. JAWABAN
 Baik izin menjawab menurut saya kandung kaffeine dalam minuman
energi yang menyebabkan tekanan darah meningkat sehingga terjadi
rentetan tersebut. Kafein memiliki efek meningkatkan tekanan darah
karena dapat berikatan dengan reseptor adenosin yang nantinya akan
mengaktifkan system saraf simpatik dan pada akhirnya terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah. (Arif)
 Kandungan terbanyak pada minuman berenergi adalah kafein. Kafein
merupakan zat perangsang (stimulan) sistem saraf yang membuat
tubuh menjadi lebih waspada dan tetap terjaga. Minuman berenergi
juga memiliki kandungan gula yang tinggi, bisa dalam bentuk
fruktosa, sukrosa, maupun pemanis buatan. (Syifa)
11. Setau saya di Indonesia sendiri belum ada payung hukum yang mengatur
euthanasia, namun dengan hukum Islam juga norma adat hal tersebut tidak
diperbolehkan
12. JAWABAN
 hal yang membuat Tn.Y ingun euthanasia karena sudah capek dengan
sakitnya, beliau mengatakan seperti itu saat berkonsultasi (lola)
 dalam kasus disebutkan Tn. Y ini sudah mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal selama 5 tahun, dan Tn. Y merasa cape dengan sakitnya.
(Omaliah)
13. Risiko nya yaitu penolakan tubuh terhadap ginjal baru
14. JAWABAN
 Izin menjawab, untuk pengambilan dan transplantasi organ tubuh
tanpa adanya alasan yang dibenarkan secara syar'i hukumnya haram
(merry)
 Transplantasi organ atau jaringan tubuh pendonor hidup kepada orang
lain dibolehkan dengan ketentuan terdapat kebutuhan mendesak yang
dibenarkan secara syar'i (dharurah syariah). Kemudian, tidak ada
dharar bagi pendonor karena pengambilan organ atau jaringan tubuh
baik sebagian ataupun keseluruhan. (Syifa)
15. JAWABAN
 Euthanasia di Indonesia masih belum ada yang memperbolehkan dari
segi hukum, walaupun permintaan pasien, seharusnya masih tidak bisa
dilakukan. Sebagai perawat perlu kita untuk memberikan edukasi
kepada pasien untuk tetap mencoba atau berikhtiar melakukan cara
lain selain euthanasia yaitu dengan melakukan transplantasi ginjal.
Dimana transplantasi ginjal ini sudah dinyatakan di perbolehkan jika
dengan alasan yang Syar'i (Yulia Retno)
 Meskipun itu keinginan klien, banyak hal yang harus
dipertimbangkan, terlebih lagi di Indonesia masih banyak yang pro
dan kontra, serta belum ada payung hukum yang mengaturnya. Maka
dari itu, peran kita adalah menedukasi klien terkait tindakan ini,
hukum yang terkait, dsb. Serta memfasilitasi klein untuk bertemu
dengan ahli agama dan keluarga untuk mendiskusikannya terlebih
dahulu dan mencari jalan lain (salsabila)
KESIMPULAN

Tn. Y sejak 5 tahun kebelakang sudah terbiasa untuk meminum minuman berenergi
dalam 2x sehari 1 bungkus yang beranggapan untuk meningkatkan stamina, dan diminum
pada saat pagi hari juga siang hari ketika jam istirahat. Dari kebiasaan tersebut
memberikan dampak negatif untuk tubuh Tn. Y yang dikarenakan minuman berenergi
terdapat kandungan kaffeine yang akan memberikan efek samping yaitu meningkatkan
tekanan darah karena dapat berikatan dengan reseptor adenosin yang nantinya akan
mengaktifkan system' saraf simpatik dan pada akhirnya terjadi vasokonstiksi pembuluh
darah. Serta Minuman berenergi juga memiliki kandungan gula yang tinggi, bisa dalam
bentuk fruktosa, sukrosa, maupun pemanis buatan. Maka dari itu minuman berenergi
tersebut dapat memberikan efek samping kepada Tn.Y menjadi lemas, sesak nafas, dan
kaki bengkak bila kelebihan minum 500cc. Pada saat kontrol di RS, dokter mengajurkan
Tn.Y untuk cangkok ginjal atau stem cell dikarenakan Tn.Y sudah mengalami gagal
ginjal kronis, tetapi di sela sela konsultasi Tn.Y menyampaikan kalau Tn. Y ingin di
euthanasia saja karena sudah capek dengan sakitnya, namun disisi lain Tn. Y berpikir
apakah euthanasia menyalahkan ketentuan dan takdir Allah SWT. Pengambilan
keputusan untuk euthanasia menurut islam yaitu tidak diperbolehkan karena dianggap
seperti bunuh diri dan pasien juga merasa sudah putus asa. Tetapi islam juga
memperbolehkan untuk melakukan euthanasia dengan beberapa syarat yaitu tidak ada
obatnya, kondisinya yang semakin parah, permintaan pasian, keluarga dan atas
persetujuan dokter, adanya peraturan uu yg mengizinkan.

Pada pandangan Islam, Biasanya pengobatan yang dilakukan oleh nabi atau juga
pengobatan herbal agar tidak melakukan transplantasi ginjal yaitu mengonsumsi
habbatussauda dan juga ramuan herbal dari biji2an dan bunga2an, tetapi obat2an ini
bukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Islam juga mengharamkan melakukan
transplantasi organ tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar'i.
PETA KONSEP

LO

1. Cangkok Ginjal
a. Definisi
b. Indikasi
c. Komplikasi
d. Syarat pendonor dan mendapat donor
e. Pandangan Islam
f. Pandangan Medis (hukum)
g. Peran perawat akan tindakan tsb
2. Stem Cell
a. Definisi
b. Indikasi
c. Kontraindikasi
d. Penatalaksanaan
e. Pandangan Islam terkait stem cell
3. Eutanasia
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Syarat/indikasi
d. Pandangan Islam
4. Pandangan medis (beserta hukum nasional dan internasional)
5. Peran perawat thd tindak eutanasia
6. Inform consent
7. Askep
STEP 5

1. Cangkok Ginjal
a. Definisi
Transplantasi ginjal merupakan terapi paripurna (Total Renal
ReplacementTeraphy) untuk menolong pasien dengan kegagalan organ
ginjalnya, sehinggapasien merasa tidak lagi sakit ginjal dan dapat hidup dengan
normal, serta lebih unggul baik dari segi prosedur, kualitas hidup,
ketergantungan pada fasilitas medis, biaya, dan diyakini dapat meningkatkan
harapan hidup tanpa harus menjalani cuci darah lagi. (Susanto, 2019)
“Transplantasi Ginjal” atau “Pencangkokan Ginjal” adalah prosedur operasi
bedah yang dilakukan untuk mengganti organ ginjal yang mengalami
kerusakan akibat gagal ginjal kronis stadium akhir. (Sjahdeini, 2020)
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian
akbar pasien dengan gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium belakang.
Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan mutu hidup pasien.
Ginjal transplan biasanya tidak diletakkan di tempat asli ginjal yang sudah
rusak, biasanya di fossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang
berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan
vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka eksterna.
Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi
(penolakan), infeksi, sepsis, gangguan proliferasi limfa pasca-transplantasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan lain sebagainya. (Anonim, 2020)

Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi, pencangkokan

ginjal merupakan alternatif pengobatan selain dialisa dan telah berhasil

dilakukan pada semua golongan umur, setidaknya seseorang diatas umur 18

tahun.16 Ginjal yang dicangkokkan kadang berfungsi sampai lebih dari 30

tahun. Orang- orang yang telah berhasil menjalani pencangkokkan ginjal

biasanya bisa hidupsecara normal dan aktif.

Transplantasi merupakan tindakan operasi besar karena ginjal dari donor

harus disambungkan dengan pembuluh darah dan saluran kemih resipien.


Lebih dari duapertiga transplantasi berasal dari donor yang sudah meninggal,

yang biasanya merupakan orang sehat yang meninggal karena kecelakaan.

Ginjal dikeluarkan dari tubuh donor, didinginkan dan segera dibawa ke rumah

sakit untuk dicangkokkan kepada seseorang yang memiliki jenis jaringan

yang sama dan seru darahnya tidak mengandung antibodi terhadap jaringan.

(Setiadi, 2014)

b. Indikasi
Resipien
1. Indikasi:
Semua pasien penyakit ginjal kronik stadium 5, kecuali adakontraindikasi.
2. Kontraindikasi:
 Penyakit kardiovaskular yang berat (EF <35%, penyakit jantung katup,
aritmia ventrikular).
 Keganasan.
 Diabetes melitus dengan kegagalan organ multipel.
 Psikosis.
 Ketidak patuhan berobat.
 Ketergantungan obat.
 Hepatitis kronik aktif dan sirosis hati.
 Menderita penyakit dengan harapan hidup yang kurang dari 5 tahun
atau kualitas hidup yang rendah.
 Penyakit ginjal tertentu, antara lain glomerulosklerosisfokal segmental,
oksalosis primer, nefrolitiasissistemik.(PERNEFRI, 2013)

 Pendonor
1. Indikasi:
Semua individu yang berumur diatas 18 tahun atau yang sudah menikah
dapat menjadi donor ginjal kecuali terdapatkontraindikasi.
2. Kontraindikasi:
 Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 75ml/menit/1,73 m2
 Proteinuria lebih dari 300 mg/24 jam
 Hematuria mikroskopik patologis
 Batu ginjal multipel atau berulang
 Kista ginjal multipel
 Riwayat penyakit ginjal polikistik dalam keluarga
 Hipertensi tidak terkontrol atau dengan kerusakantarget organ
 Diabetes melitus
 Penyakit kardiovaskular
 Insufisiensi paru
 Penyalahgunaan alkohol serta narkotika, psikotropikadan zat adiktif
(NAPZA)
 HIV positif
 HbsAg positif kepada resipien yang negatif atau tidakterproteksi (anti
HBs negatif)
 Hepatitis C positif kepada resipien negatif
 Keganasan
 Psikosis
 Retardasi mental
 Hamil
 Kelainan neurologis berat
 Penyakit lain yang jarang (PERNEFRI, 2013)
c. Komplikasi

Setiap perbuatan yang kita kerjakan pasti ada akibatnya, yang mudah kita

sebut dengan risiko. Begitu juga dengan transplantasi, transplantasi juga

mempunyai beberapa risiko yang kemungkinan terjadi baik ketika operasi

berjalan maupun pasca operasi.

1. Saat Transplantasi Berlangsung

Kemungkinan yang terjadi pada saat transplantasi berlangsung adalah

pendarahan akibat pembedahan.

2. Pasca Operasi.
kendala yang kemungkinan terjadi akibat dari proses transplantasi tersebut

adalah penolakan tubuh terhadap organ tubuh yang baru dan risiko yang

terbesar yaitu komplikasi yang berujung pada kematian. Walaupun resiko

kematian sangatlah kecil, tapi kemungkinan itu masih ada. Dr Lye Wai

Choong seorang ahli transplantasi ginjal dari Mount Elizabeth Medical

Centre dan ParkwayHealth mengatakan “komplikasi utama yang menjurus

pada risiko kematian akibat nephrectomy donor rasionya hanya sekitar satu

dari 1000 pasien.”

d. Syarat pendonor dan mendapat donor


A. Dari Segi Pemberi Donor

a. Transplantasi Dengan Donor Hidup


Transplantasi dengan donor hidup merupakan tindakan
pemindahan organ tubuh manusia kepada seseorang atau dirinya
sendiri yang dimungkinkan seseorang pendonor masih dapat
bertahan hidup dengan ketidak sempurnaan organ tubuhnya akibat
sebagian telah ditransfusikan.
Ginjal
Individu yang hidup dapat menyumbangkan salah satu dari dua
ginjalnya dan ginjal yang tersisa masih dapat menyediakan fungsi
yang dibutuhkan untuk menghilangkan limbah dari tubuh.
Sumbangan ginjal tunggal adalah prosedur donor hidup yang
paling sering

b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah yaitu “tindakan


pemindahan satu atau beberapa organ tubuh manusia yang telah
meninggal dunia atau mati batang otak dan masih berfungsi dengan
baik kepada orang lain yang membutuhkannya. (Sudarsono, 2010)

 Pendonor
Pasal 65 UU no 36 tahun 2009:
“(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatanyang mempunyai keahlian dan kewenanganuntuk itu
dan dilakukan di fasilitas pelayanankesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikankesehatan pendonor yang bersangkutan danmendapat
persetujuan pendonor dan/atau ahliwaris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.”
Pada ayat 2 dan 3 pasal 65 UU no. 36 tahun 2009 mengamanatkan
secara umum tentang ketentuan donor transplantasi ginjal namun masih
bersifat umum. Sampai saat ini peraturan penjelas/pelaksana donor
transplantasi ginjal secara spesifik belum dibentuk.

a. Persiapan donor
1. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang transplantasi ginjal kepada
calon donor dan keluarga.
2. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menilai toleransi operasi.
3. Pemeriksaan untuk menilai adanya kontraindikasi menjadi donor ginjal.
4. Penilaian untuk mencegah rejeksi akut:
a) Kompatibilitas golongan darah ABO
b) Cross match
c) Pemeriksaan tissue typing: human leucocyte antigen (HLA)
5. Pemeriksaan laboratorium khusus transplantasi:
a) Virologi: Hepatitis (hepatitis B virus/HBV, hepatitis virus/HCV),
cytomegalovirus (CMV), herpes simplex virus (HSV) 1 dan 2,
human immunodeficiency virus (HIV)
b) Infeksi: veneral disease research laboratory (VDRL), Treponema
Pallidum hemagglutination (TPHA).
6. Pemeriksaan radiologi khusus
a) USG abdomen
b) BNO-IVP
c) CT angiografi arteri renalis

b. Penilaian status psikiatrik oleh ahlinya untuk menilai status psikiatrik.


(PERNEFRI, 2013)

 Resipien
a. Informasi dan persetujuan
1. Semua calon resipien transplantasi ginjal beserta keluarganya diberikan
informasi mengenai risiko, prosedur dan komplikasi operasi; efek
samping dan risiko obat imunosupresan; angka statistik harapan hidup
ginjal transplan dan morbiditas; serta pentingnya kepatuhan untuk
berobat.
2. Setiap calon resipien wajib menandatangani lembar persetujuan
tindakan transplantasi ginjal.

b. Persiapan
1. Pemeriksaan awal
a) Anamnesis, pemeriksaan fisik semua sistem dan pemeriksaan
penunjang untuk menilai kondisi pasien untuk menjalani operasi dan
menilai adanya kontraindikasi transplantasi.
b) Penilaian status nutrisi.
2. Penilaian untuk mencegah rejeksi akut:
a) Kompatibilitas golongan darah ABO
b) Cross match
c) Pemeriksaan tissue typing: human leucocyte antigen (HLA)
3. Pemeriksaan laboratorium khusus transplantasi
a) Virologi: Hepatitis (hepatitis B virus/HBV, hepatitis virus/HCV),
cytomegalovirus (CMV), herpes simplex virus (HSV) 1 dan 2,
human immunodeficiency virus (HIV)
b) Infeksi: veneral disease research laboratory (VDRL), Treponema
Pallidum hemagglutination (TPHA).
4. Pemeriksaan radiologi khusus
a) Ultrasonografi (USG) abdomen
b) Digital subtraction angiography (DSA) iliaka, diupayakan terlihat
gambaran arteri dan vena iliaka.
5. Pemeriksaan lain
a) Endoskopi saluran cerna
b) Pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi sesuai organ (telinga
hidung tenggorokan (THT), gigi, kebidanan), pemeriksaan akses
vaskular, exit-site kateter Tenckhoff serta kultur dan tes sensitivitas
dari cairan dialisat pasien peritoneal dialisis.
c) Penilaian status psikiatrik oleh ahlinya untuk menilai status
psikiatrik dan kepatuhan berobat.(PERNEFRI, 2013)
e. pandangan Islam

Pa Dalil-Dalil Yang Digunakan Transplantasi Organ Tubuh (Fatwa MUI)


Penetapan dibolehkannya transplantasi (donor anggota tubuh) Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Tahun 2009 di Padang Panjang adalah:

1. Al-Quran
a. QS. al-Maidah: 2 yang artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya (Indra Laksana, dkk, 2011, h. 106).
Ayat tersebut menyuruh berbuat baik kepada sesama manusia dan tolong
menolong dalam hal kebaikan. Termasuk didalamnya memberikan organ tubuh
kepada orang yang memerlukan merupakan suatu perbuatan tolong menolong
dalam kebaikan karena memberi manfaat bagi orang lain.
b. QS. al-Hasyr: 9 yang artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun
mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka Itulah orang orang yang beruntung” (Indra Laksana, dkk, 2011, h. 546).
Ayat di atas mengisyaratkan berupa anjuran untuk mengutamakan memelihara
orang lain yang mengalami kesusahan atau kesulitan. Mendonorkan organ
tubuh kepada orang lain yang membutuhkan, merupakan salah satu upaya
menghilangkan kesusahan atau kesulitan yang dialami orang lain tersebuat.

c. QS. al-Isra’: 70 yang artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan


anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Indra
Laksana, dkk, 2011, h. 289). Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia
merupakan makhluk yang dihormati dan dimuliakan Allah SWT. Kemuliaan
yang diberikan oleh Allah ini tidak berakhir dengan pisahnya nyawa dari
badan, walaupun jenazah juga tetap harus dihormati.
Pada dasarnya transplantasi dilarang oleh agama Islam karena agama Islam
memuliakan manusia baik masih hidup atau pun sudah mati. Sebagaimana Al-
baqarah ayat 195 yang artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (Indra Laksana, dkk, 2011, h. 30). Maksud ayat di atas yaitu,
Islam tidak membenarkan seseorang melakukan tindakan yang dapat membawa
kerusakan dirinya. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang
mendonorkan organ tubuh sehingga menimbulkan dharar (bahaya) bagi
dirinya.

2. Al-Hadist

Di samping ayat-ayat al- Qur’an, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia III
tahun 2009 di Padang Panjang mendasarkan keputusannya kepada beberapa
hadis, yaitu :

Hadis Riwayat Muslim

ُ ‫ قَالَ َر‬:‫َو َع ْنأَبِ ْي ُه َر ْي َرةَرضياللهعنهقَا َل‬


ْ‫ “ َمن‬: ‫س ْواُل للَّ ِهصلىاللهعليهوسلم‬

ْ‫ َو َمن‬،‫ساللَّ ُه َع ْن ُه ُك ْربَةً ِم ْن ُك َربِيَ ْو ِما ْلقِيَا َم ِة‬


َ َّ‫س َع ْن ُمؤْ ِمنٍ ُك ْربَةً ِم ْن ُك َربِال ُّد ْنيَانَف‬
َ َّ‫نَف‬

‫ست ََرهُاللَّ ُهفِيالد ْنيَا‬ ْ ‫ستَ َر ُم‬


َ ‫سلِ ًما‬ ِ ‫س َراللَّ ُه َعلَ ْي ِهفِ ْيال ُّد ْنيَا َو‬
َ ‫ َو َم ْن‬،‫اآلخ َر ِة‬ ِ ‫س َر َعلَى ُم ْع‬
َّ َ‫س ٍري‬ َّ َ‫ي‬

ْ ‫” أَ ْخ َر َج ُه ُم‬.‫ َواللَّ ُهفِ ْي َع ْونِا ْل َع ْب ِد َما َكانَا ْل َع ْب ُدفِ ْي َع ْونِأ َ ِخ ْي ِه‬،‫ َواآل ِخ َر ِة‬.
‫سلِم‬

Artinya: ”Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata: ”Rasulullah SAW bersabda:


Barang siapa yang melapangkan orang mukmin dari kesempitan urusan dunia
niscaya Allah akan melapangkan kesempitannya di hari kiamat. Barang siapa
memudahkan kesulitan orang mukmin niscaya Allah akan memudahkan
kesulitannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi kekurangan orang
muslim niscaya Allah akan menutupi kekurangannya di dunia dan akherat.
Allah akan menolong hamba-Nya sepanjang hamba tersebut menolong

(Al-Imam Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al -Qusyairi Al-Yasaburi, dkk,


h. 602). Hadits tersebut berisikan anjuran untuk menolong orang lain yang
dalam kesulitan. Seseorang yang buta tidak bisa melihat, maka tolongagar
dapat terhindar dari kesulitan yang dialaminya.
Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad Ashab Sunan dan Turmuzi
:

‫سينٍقَا َل‬ ُ ِ‫س ِعي ِد ْبنِأَب‬


َ ‫يح‬ ُّ ‫ىح َّدثَنَاأَبُوأَ ْح َمد‬
َ ُ‫َالزبَ ْي ِريُّ َح َّدثَنَا ُع َم ُر ْبن‬ َ َّ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ْبنُا ْل ُمثَن‬

‫صلَّىاللَّ ُه َعلَ ْي ِه‬ ِ ‫يربَا ٍح َع ْنأَبِي ُه َر ْي َرةَ َر‬


َ ِ‫ضيَاللَّ ُه َع ْن ُه َع ْنالنَّبِي‬ َ ِ‫َح َّدثَنِي َعطَا ُء ْبنُأَب‬
‫أََّّل‬
ِ ‫سلَّ َمقَالَ َماأَ ْنزَاَل للَّ ُهدَا ًءإِ َ ْنزَ لَلَ ُه‬
‫شفَا ً{ء‬ َ ‫َو‬

Artinya: ”Berobatlah karena Allah SWT tidak menurunkan penyakit kecuali


menyertainya dengan menurunkan obatnya di luar satu penyakit yaitu pikun”

(Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Turmuzi, Sunan at-Turmudzi, tt., h).
Hadist tersebut menunjukkan, bahwa wajib berobat jika sakit, apapun jenis dan
macam penyakitnya, kecuali penyakit tua. Oleh sebab itu, melakukan
transplantasi dalam upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah,
asalkan tidak melanggar norma ajaran Islam.

Hadist riwayat Imam Nasai, Ibn Majah dan Hakim yang artinya:
”Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menurunkan penyakit kecuali
menyertainya dengan menurunkan (obat) untuk kesembuhan, maka
berobatlah”

(Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, h. 1138).
Dalam Hadits ini Rasulullah menyatakan bahwa penyakit ada obatnya, apabila
obat itu tepat, maka penyakit itu akan sembuh atas izin Allah.

Pendapat Ulama Tentang Transplantasi Organ Tubuh

Transplantasi organ tubuh menurut Al-Qardhawi adalah bahwa seorang muslim


diperbolehkan mendonorkan organ tubuhnya ketika ia masih hidup meskipun
ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorang mendonorkan
sesuatu ialah apabila itu miliknya. Namun, Al-Qardhawi, berpendapat bahwa
meskipun tubuh merupakan titipan dari Allah, manusia diberi wewenang untuk
memanfaatkannya dengan mempergunakanya, sebagai harta. Harta pada
hakikatnya milik Allah sesuai dengan firman Allah yang artinya: “Dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu” (QS. An-Nur : 33)
Walaupun Allah SWT. memberi wewenang kepada manusia untuk
memilikinya dan membelanjakan harta itu. Sebagaimana manusia boleh
mendermakan sebagian hartanya untuk kemaslahatan orang lain yang
membutuhkannya maka diperkenankan juga seseorang mendonorkan sebagian
tubuhnya untuk orang lain yang memerlukannya (Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa
Al-Mu’asirah, 1994, h. 532).

Lebih lanjut Al-Qardhawi menjelaskan perbedaan keduanya dengan


mengatakan bahwa manusia adakalanya boleh membelanjakan seluruh
hartanya. Akan tetapi, dia tidak boleh mendermakan seluruh anggota badannya,
bahkan dia tidak boleh mendermakan dirinya (mengorbankan dirinya) untuk
menyelamatkan orang sakit dari kematian, dari penderitaan yang sangat atau
dari kehidupan yang sengsara. Dalam kaidah syara’ ditetapkan bahwa “bahaya
itu harus dihilangkan sedapat mungkin”. Karena itulah disyariatkan untuk
menolong orang yang dalam keadaan terluka, memberi makan orang kelaparan,
melepaskan tawanan, mengobati orang yang sakit dan menyelamatkan orang
yang sedang dalam bahaya baik mengenai jiwanya maupun lainnya. Tidak
diperkenankan seorang muslim yang melihat dharar (bahaya, bencana) yang
menimpa seseorang atau sekelompok orang, tetapi dia tidak berusaha
menghilangkan bahaya itu, padahal dia mampu menghilangkan bahaya itu,
padahal ia mampu menghilangkannya atau tidak berusaha menghilangkannya
menurut kemampuannya (Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa Al-Mu’asirah, 1994, h.
532). Berdasarkan hal ini Al-Qradhawi ingin berusaha menghilangkan
penderitaan Muslim yang menderita gagal ginjal, misalnya dengan
mendonorkan salah satu gunjalnya yang sehat, maka tindakan demikian
dibenarkan syara’ bahkan terpuji dan berpahala (Badri Khaeruman, 2010, h.
217).

Kebolehan mendonorkan sebagian organ tubuh tidak bersifat mutlak, tetapi


muqayyad. Artinya, kebolehan itu dengan beberapa persyaratan. Di antaranya
syaratnya adalah:

1. Tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuh yang justru akan


menimbulkan dharar (bahaya) dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagi
seseorang yang mempunyai hak tetap atas dirinya.

2. Tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-


satunya dalam tubuhnya, misalnya hati atau jantung, karena tidak mungkin
dapat hidup tanpa adanya organ tubuh tersebut dan tidak diperkenankan
menghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada
dirinya. Adanya kaidah : “Bahaya itu harus dihilangkan”dibatasi oleh kaidah :
“bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan bahaya pula”.
(Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa Al-Mu’asirah, h. 533).

Persyaratan lainnya yang perlu diperhatikan dalam kebolehan mendonorkan


organ tubuh adalah hanya boleh dilakukan oleh orang yang telah dewasa dan
berakal sehat. Sedangkan anak kecil tidak dibolehkan mendonorkan organ
tubuhnya karena ia tidak tahu persis kepentingan dirinya. Begitu pula, seorang
wali tidak boleh mendonorkan organ tubuh anak kecil dan orang gila yang di
bawah perwaliannya, disebabkan keduanya tidak mengerti. Mengenai
mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia Al-Qardhawi
memperbolehkanya. Sebab, yang demikian itu akan memberikan manfaat yang
utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan kesengsaraan sedikitpun kepada
dirinya karena organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan dan
dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia berwasiat untuk
mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari
keridaan Allah, ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan amalnya.
Alasan Al-Qardhawi adalah dalam hal ini tidak ada satupun dalil syara yang
mengharamkannya, sedangkan “hukum asal segala sesuatu adalah mubah,
kecuali jika ada dalil yang sahih yang jelas melarangnya”.

Adapun hadis Nabi SAW. :

ِ ‫س ُر َع ْظ ِما ْل َمي‬
‫ت‬ ُ ‫ضيَاَللَّ ُه َع ْن َها; أَنَّ َر‬
ْ ‫ َك‬:‫سواَل هَّلَل ِ – صلىاللهعليهوسلم – قَا َل‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ِ‫َو َع ْن َعائ‬

َ ‫اج ْه ِم ْن َح ِديثِأُم‬
‫ – فِي‬:َ‫سلَ َمة‬ ْ ِ ‫س ِر ِه َحيًّا – َر َواهُأَبُودَا ُو َدبِإ‬
ْ ‫سنَا ٍد َعلَىش َْر ِط ُم‬
َ ‫سلِم َو َزادَا ْبنُ َم‬ ْ ‫َك َك‬

‫ا ِْْْْلِ{ ْث ِم‬

“Mematahkan tulang mayat itu seperti mematahkan tulang orang yang hidup”
(HR.Abu Daud) (Abu Daud, Sunan Abu Daud, dkk, h. 212). Al-Qardhawi
berpendapat bahwa hadis tersebut hanya membicarakan masalah mematahkan
tulang mayat, padahal pengambilan organ tubuh tidak mengenai tulang.
Larangan yang dimaksud hadis tersebut di atas adalah larangan memotong-
motong tubuh mayat, merusaknya, dan mengabaikannya sebagaimana yang
dilakukan kaum Jahiliyah dalam peperangan. Hal itu yang dilarang dan tidak
diridhai dalam Islam. Namun jika dengan cara wasiat organ tubuh mayat boleh
didonorkan, tetapi dengan syarat : yaitu tidak boleh mendermakan atau
mendonorkan seluruh tubuh, atau sebagian besar organ tubuh, sehingga
meniadakan hukum-hukum mayat bagi yang bersangkutan, seperti tentang
kewajiban memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya
(Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa Al-Mu’asirah, h. 536).

Terkait tentang ahli waris atau wali yang mendonorkan sebagian organ tubuh
mayat tanpa ada wasiat dari si mayat, tidak dilarang bagi ahli waris
menonorkan sebagian organ tubuh mayat yang dibutuhkan oleh orang-orang
sakit untuk mengobati mereka, seperti ginjal, jantung dan sebagainya dengan
niat sedekah dari si mayat. Hal ini merupakan sedekah yang pahalanya
berkesinambungan selama si sakit masih memanfaatkan oragn yang
didonorkan. Alasannya adalah apabila seseorang sudah meninggal dunia, ia
dianggap tidak layak memiliki sesuatu. Sebagaimana kepemilikan harta yang
juga berpindah kepada ahli warisnya maka mungkin dapat dikatakan bahwa si
mayat menjadi hak wali atau warisnya. Meskipun demikian jikamemang si
mayat berwasiat/pesan ketika dia masih agar tidak mendonorkan organ
tubuhnya, maka hal ini tidak diperbolehkan (Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa Al-
Mu’asirah, h. 536).

Dari beberapa penjelasan di atas terkait transplantasi organ tubuh jika


dikaitkan dengan konsep maslahah yang terkandung di dalamnya, maka dapat
dipahami, bahwa jika ditinjau dari dari segi maslahah, dalam pandangan syara’
bahwa dapat menggunakan maslahah murslahah dalam hukum transplantasi
tersebut. Hal ini dilakukan karena hukum persolan transplantasi tidak
ditemukan dalam ketentuan nash syariat, baik memperbolehkannya maupun
melarangnya. Bahwa segala hukum yang ditetapkan harus sesuai maksud
syariat dan memperhatikan kemaslahatan manusia maka ditempuh dengan cara
maslahah mursalah. Sepanjang kemaslahatan yang diperoleh lebih besar dan
tidak membahayakan orang yang menerima (resipien) dan pemberi donor maka
transplantasi boleh dilakukan. Tentunya dengan beberapa syarat bahwa yang
didonorkan itu bukan organ tubuh satu-satunya, seperti hati, otak, atau jantung.
Organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, kaki, dan organ tubuh bagian
dalam yang berpasangan, tetapi salah satu dari pasangan itu tidak berfungsi
atau sakit (karena dianggap satu organ). Hal ini dilarang karena akan
menimbulkan bahaya yang lain, padahal ada kaidah mengatakan : “Bahaya
(dharar) itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan bahaya (dharar)
yang lain (Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa Al-Mu’asirah, h.539). (Kurniawati,
2020)

f. Pandangan Medis (hukum)

Menurut Soekidjo Notoatmojo, Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh

dilakukan dengan ketentuan:

a. Hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersiaalka.


Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih
apapun.
b. Hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan.
c. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
d. Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan pendonor yang bersangkutan dan
mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris atau keluarganya.
e. Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan,
hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan
kemanfaatannya.
Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
serta dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (Notoadmojoyo, 2010)
Pasal 65 UU no 36 tahun 2009:
“(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatanyang mempunyai keahlian dan kewenanganuntuk itu
dan dilakukan di fasilitas pelayanankesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikankesehatan pendonor yang bersangkutan danmendapat
persetujuan pendonor dan/atau ahliwaris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan denganPeraturan Pemerintah.”
Pada ayat 2 dan 3 pasal 65 UU no. 36 tahun 2009 mengamanatkan
secara umum tentang ketentuan donor transplantasi ginjal namun masih
bersifat umum. Sampai saat ini peraturan penjelas/pelaksana donor
transplantasi ginjal secara spesifik belum dibentuk.
g. Peran perawat akan tindakan tsb

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
1. Pemberi Asuhan Keperawatan.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan
asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan
memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan menggunakan
energy dan waktu yang minimal. Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan, perawat memberikan perawatan dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan
diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang
tepat dan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat
dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatannya
dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2. Pembuat Keputusan Klinis.
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk
memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir
kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan,
baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi
hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan terbaik
bagi klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan klien
dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama, dan
berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya (Keeling
dan Ramos,1995).
3. Pelindung dan Advokat Klien.
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman
bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta
melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu
tindakan diagnostic atau pengobatan. Contoh dari peran perawat sebagai
pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak memiliki alergi terhadap obat dan
memberikan imunisasi melawat penyakit di komunitas. Sedangkan peran perawat
sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara
hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
Contohnya, perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang
berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat
juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak
aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan klien atau
menentang hak-hak klien. Peran ini juga dilakukan perawat dalam membantu
klien dan keluarga dalam menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas
privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti
rugi akibat kelalaian.
4. Manager Kasus.
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas
anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika
mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya
model praktik memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur
karier yang ingin ditempuhnya.
Dengan berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara peran sebagai
manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang melaksanakan
keputusan manajer (Manthey, 1990). Sebagai manajer, perawat
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan mengawasi
tenaga kesehatan lainnya
5. Rehabilitator.
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal
setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan
lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah
kehidupan mereka. Disini, perawat berperan sebagai rehabilitator dengan
membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaa tersebut.
6. Pemberi Kenyamanan.
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus
ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka
memberikan kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan kekuatan
bagi klien sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik.
Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien untuk mencapai
tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
7. Komunikator.
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Dalam
memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputusan dengan klien dan
keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas
komunikasi merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan komunitas.
8. Penyuluh.
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri,
menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi
kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber
yang lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
9. Kolaborator.
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
10. Edukator.
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkatpengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan
sehingga terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
11. Konsultan.
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
12. Pembaharu.
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan. (Anonim, 2015)
2. Stem Cell
a. Definisi
Stem cell adalah sel yang mempunyai sifat self renewel dan plastisitas yang dapat
berdiferensiasi serta memperbanyak diri menjadi berbagai macam sel untuk
membentuk individu. Stem cell dapat dieksplorasi dari embryonal maupun dari
individu yang dewasa (adult stem cell) yang berarti individu yang sudah
terlahir.Stem cell yang berasal dari embryonal dapat berkembang menjadi semua
sel danorgan sebagai individu. Sifat stem cell tersebut disebut dengan totipoten
karena seldieksplorasi berasal dari stadium blastula 3-5 hari setelah fertilisasi.
Sementaraitu, stem cell dewasa (adult stem cell) bersifat prulipotent karena stem
cell dapatberkembang untuk membentuk individu tetapi lebih terbatas
dibandingkandengan stem cell berasal dari embryonal. Adult stem cell dapat
dieksplorasi dariberbagai macam organ seperti bone marrow, papula gigi, jantung
bagian pericard,otak bagian ventrikel atau bawah. Selain itu stem cell juga dapat
dieksplorasi dari adiposa, hair folicle, preputium, pankreas, atrium jantung, testis,
peripheral bloodmononuclears cell (PBMCs), umbilicle coord blood (UCB),
membran plasenta,membran amnion, dan epitel uretra.
Proses eksplorasi stem cell dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan stemcell
dari dalam tubuh sendiri dengan menginisiasi stem cell menjadi aktif,
sehinggadisebut dengan aktivasi endogenous stem cell. Pendekatan metode ini
dilakukanagar mendapatkan stem cell yang lebih banyak jumlahnya jika
dibandingkaneskplorasi secara alami yang berarti tanpa pemberian bahan aktivan
stem celldari dalam tubuh. Sekarang hal ini banyak dilakukan terutama jika
eksplorasistem cell dari PBMCs (Rantam, 2014)

b. Indikasi
Sel punca merupakan sel yang belumberdiferensiasi dan mempunyai potensi
yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbedadi
dalam tubuh. Sel punca juga berfungsi sebagai sistemperbaikan untuk
mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak demi kelangsunganhidup organisme
Saat sel punca terbelah, sel yang baru mempunyai potensi untuk tetapmenjadi
sel punca atau menjadi sel dari jenis lain denganfungsi yang lebih khusus,
misalnya sel otot, sel darahmerah atau sel otak.
Sel punca memiliki dua sifat penting yang sangatberbeda dengan sel yang lain:
 Sel punca belum merupakan sel denganspesialisasi fungsi tetapi dapat
memperbaharuidiri dengan pembelahan sel bahkan setelah tidakaktif dalam
waktu yang panjang
 Dalam situasi tertentu, sel punca dapat diinduksiuntuk menjadi sel dengan
fungsi tertentu sepertisel jaringan maupun sel ofgan yang mempunyaitugas
tersendiri. Pada sumsum tulang dan darahtali pusar (bahasa Inggris: umbilical
cord blood), selpunca secara teratur membelah danmemperbaiki jaringan yang
rusak,meskidemikian pada organ lain seperti pankreas atauhati, pembelahan
hanya terjadi dalam kondisitertentu.
Peneliti medis meyakini bahwa penelitian sel puncaberpotensi untuk mengubah
keadaan penyakit manusiadengan cara digunakan memperbaiki jaringan atau
organtubuh tertentu. Namun demikian, hal ini tampaknyabelum dapat benar-
benar diwujudkan dewasa ini.Sel-sel induk dapat digolongkan berdasarkan
potensiyang dimiliki oleh sel tersebut maupun berdasarkan asalnya ( Djauhuri,
2009).
Potensi stem cell sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari sel,
apakahmengandung gen yang sesuai atau gen yang telah teraktivasi dan
diprogramuntuk menjadi sel tertentu atau beberapa sel. Lingkungan tempat
stem cell beradajuga sangat berpengaruh. Sebagaicontoh perubaban faktor
pertumbuhan lokal,sitokin, hormon, kontak sel dengan sel, sel dengan matrik
sangat penting padaswithching "on" and "off" gen dan gene pathway bahkan
reprogramming genepathway, selanjutnya mengubah tipe sel yang terjadi.
Klasifikasi potensi stem ceildi atas tidak kaku, saat ini telah dapat dibuktikan
perbedaan antara pluripotendan multipoten menjadi tidak jelas, beberapa sel
mempunyai potensi yang lebihbesar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Apoptosis atau programmed celldeath juga merupakan bagian yang integral
pada proliferasi dan diferensiasi sel.( Rantam, 2014)
c. Kontraindikasi

Purifikasi stem cell menggunakan ficoll isopaque atau ficoll histopaque


jikaeksplorasi stem cell dari PBMCs dan bone marrow. Namun jika eksplorasi
dari organatau jaringan maka memerlukan enzim untuk melepaskan sel satu per
satu darimembran, jaringan atau organ dengan menggunakan trypsine atau
collagenase.

Proses eksplorasi stem cell dari PBMCs dan bone marrow yang
perludiperhatikan adalah penggunaan antikoagulan seperti heparin, EDTA,
danatau natrium citrat. Jika persentase berlebihan, maka bersifat toksik yang
dapatmerusak membran stem cell, dan jika kurang akan terjadi penggumpalan.
Secaraempiris yang baik adalah 0,4 mg/ml untuk 5 ml whole blood. Sementara
itu untukeksplorasi stem cell dari jaringan atau organ yang perlu diperhatikan
adalahpersentase enzim sebagai contoh trypsin yang baik untuk mencerna
jaringanadalah 0,025% jika berlebihan maka membran akan rusak, dan sel
tidak dapatmelekat (attachment) pada lapisan fase padat dari petridishlflash,
selanjutnya selakan melayang- layang dalam medium dan mati kurang lebih
dalam 48 jam (Rantam, 2014).

d. Penatalaksanaan
Potensi stem cell sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari sel,
apakahmengandung gen yang sesuai atau gen yang telah teraktivasi dan
diprogramuntuk menjadi sel tertentu atau beberapa sel. Lingkungan tempat
stem cell beradajuga sangat berpengaruh. Sebagaicontoh perubaban faktor
pertumbuhan lokal,sitokin, hormon, kontak sel dengan sel, sel dengan matrik
sangat penting padaswithching "on" and "off" gen dan gene pathway bahkan
reprogramming genepathway, selanjutnya mengubah tipe sel yang terjadi.
Klasifikasi potensi stem ceildi atas tidak kaku, saat ini telah dapat dibuktikan
perbedaan antara pluripotendan multipoten menjadi tidak jelas, beberapa sel
mempunyai potensi yang lebihbesar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Apoptosis atau programmed celldeath juga merupakan bagian yang integral
pada proliferasi dan diferensiasi sel.( Rantam, 2014)

e. Pandangan Islam terkait stem cell


Menurut Jumhurul Ulama bahwa maslahah mursalah dapat sebagai sumber
legislasi hukum Islam bila memenuhi syarat sebagai berikut: Maslahah tersebut
haruslah “maslahah yang haqiqi” bukan hanya yang berdasarkan prasangka
merupakan kemaslahatan yang nyata. Artinya bahwa membina
hukumpenolakan terhadap kemazdaratan, maka pembinaan hukum semacam
itu adalah berdasarkan wahm (prasangka) saja dan tidak berdasarkan syari‟at
yang benar.
Pada beberapa agama, embrio manusia adalah wujud manusia dalam wujud
konsepsi, sementara bagi agama lainnya yang penting adalah saat penjiwaan,
yaitu embrio berkembang dan memperoleh jiwa. Negara Islam juga telah
terlibat dalam riset sel punca, di antaranya adalah Iran yang memulai pada
2003. Di negara-negara mayoritas Muslim, riset embrio dipengaruhi dari
kepercayaan agama bahwa hidup manusia dimulai hanya setelah peniupan ruh
ke dalam janin; sekitar 120 hari setelah penciptaan. Islamic Law Council of
North America menyatakan bahwa embrio yang digunakan untuk riset sel
punca setelah di luar tubuh maka tidakmungkin menjadi manusia. Kontroversi
dalam dunia Muslim adalah menciptakan embrio untuk tujuan riset.
Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi sel punca berpendapat
bahwa transplantasi tersebut harus dipahami sebagai satu bentuk layanan
altruistik bagi sesama muslim. Pendirian mereka tentang transplantasi organ
dan sel punca dapat diringkas sebagai berikut:
a. Kesejahteraan publik (al-Mashlahah)
Kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketentuan-ketentuan
berikut:
- Transplantasi sel punca tersebut merupakan pengobatan terbaik yang bisa
ditempuh. - Derajat keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi.
- Ada persetujuan dari donor sel punca yang akan ditransplantasikan atau
dari ahli warisnya.
- Dokter yang melakukannya merupakan tenaga ahli yang kompeten di
bidang tersebut.
- Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi
berikut implikasinya.
b. Altruisme (al-Itsar)
Dalam surat Al-Maidah ayat 2 telah menganjurkan bahwa umat Islam
untukbekerja sama satu sama lain dan memperkuat ikatan persaudaraan
mereka. Dengan demikian, berdasarkan ajaran diatas, tindakan seseorang yang
masih hidup untuk menjadi donor transplantasi sel punca baik untuk dirinya
apalagi untuk orang lain yang sangat membutuhkan harus dipandang sebagai
tindakan altruisme dari orang-orang yang menyadari bahwa mereka memiliki
sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Miftah Farid sebagai Ketua
Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat, pendapat beliau mengenai terapi
transplantasi sel punca secara garis besarnya adalah sebagai berikut : Berobat
adalah wajib hukumnya
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS:Yunus 57).
3. Eutanasia
a. Definisi
Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan
memiliki arti “mati baik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama
Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”.
Euthanasia Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda)
menyatakan: “Euthanasia adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja
melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang
pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri”.
(Siregar, 2015)
Istilah Euthanasia secara etimologis, berasal dari kata Yunani yaitu eu dan
thanatos yang berarti “mati yang baik” atau “mati dalam keadaan tenang atau
senang”. Dalam bahasa inggris sering disebut Marc Killing, sedangkan
menurut “Encyclopedia American mencantumkan Euthanasia ISSN the
practice of ending life in other to give release from incurable sufferering”. Di
Belanda disebutkan bahwa Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan
suatu usaha (nalaten) untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja
tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang
pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri.
(Tribowo, 2014)
Euthanasia juga tidak hanya suatu tindakan mengakhiri hidup seorang pasien
yang sangat menderita saja, melainkan juga sikap diam, tidak melakukan upaya
untuk memperpanjang hidupnya dan membiarkannya mati tanpa adanya upaya
pengobatan. Definisi euthanasia sedikitnya mencakup tiga kemungkinan, yaitu:
a. Memperbolehkan (membiarkan) seseorang mati;
b. Kematian karena belas kasihan;
c. Mencabut nyawa seseorang karena belas kasihan.
Memperbolehkan seseorang mati mengandung pengertian tentang adanya suatu
kenyataan, bahwa segala macam usaha penyembuhan terhadap penyakit
seseorang, sudah tidak ada manfaatnya lagi. Secara medis usaha penyembuhan
tersebut tidak ada hasilnya yang positif, bahkan dalam keadaan tertentu ada
kemungkinan pengobatan tersebut justru mengakibatkan bertambahnya
penderitaan. Dalam keadaan demikian, seorang penderita lebih baik dibiarkan
meninggal dalam keadaan tenang tanpa campur tangan manusia. (Tribowo,
2014)
b. Klasifikasi
Berdasarkan pengertian Euthanasia, dapat diketahui bahwa Euthanasia dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Euthanasia atas permintaan;
2. Euthanasia tidak atas permintaan.
Kedua macam Euthanasia tersebut dapat pula dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
1. Euthanasia aktif;
2. Euthanasia pasif.
Euthanasia aktif, baik atas permintaan maupun tanpa permintaan, dapat
dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Euthanasia secara langsung;
2. Euthanasia secara tidak langsung
a. Euthanasia Aktif
Euthanasia aktif adalah suatu peristiwa dimana seorang dokter atau tenaga
kesehatan lainnya, secara sengaja melakukan suatu tindakan untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien.
Seorang dokter melihat pasiennya dalam keadaan penderitaan yang sangat
berat, karena penyakitnya yang sulit disembuhkan, dan menurut pendapat serta
perkiraannya, penyakit tersebut akan mengakibatkan kematian, dan karena rasa
kasihan terhadap si penderita ia melakukan penyuntikan untuk mempercepat
kematiannya, maka perbuatan itu disebut Euthanasia aktif. Dalam hal ini
peranan dan tindakan dokter sangat menentukan bagi mempercepat kematian si
pasien, dan dia lah pelaku Euthanasia tersebut.
Euthanasia aktif menurut Dr.Kartono Muhammad pernah dilakukan di
Indonesia, yaitu ketika seorang dokter harus memilih antara menyelamatkan
seorang ibu atau bayinya yang akan lahir, pada saat diketahui bahwa proses
kelahiran bayi itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa si ibu. Biasanya dalam
hal ini yang dipilih adalah menyelamatkan nyawa si ibu dengan mengorbankan
nyawa bayinya. Sedangkan Euthanasia aktif terhadap orang dewasa belum
pernah terjadi di Indonesia.
Euthanasia aktif dibagi menjadi dua macam yaitu Euthanasia aktif secara
langsung dan Euthanasia aktif secara tidak langsung. Euthanasia aktif secara
langsung terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya melakukan suatu
tindakan medis, dengan maksud untuk meringankan penderitaan si pasien
sedemikian rupa, sehingga secara logis dapat di perkirakan bahwa kehidupan si
pasien diperpendek atau diakhiri. Sebaliknya Euthanasia aktif secara tidak
langsung terjadi apabila seorang dokter atau tenaga medis lainnya melakukan
tindakan medis untuk meringankan penderitaan si pasien tanpa bermaksud
untuk memperpendek atau mengakhiri hidupnya, meskipun disadari adanya
resiko bahwa tindakannya dapat memperpendek atau mengakhiri hidup si
pasien.
Euthanasia pula ada euthanasia atas permintaan dan Euthanasia tidak atas
permintaan. Yang dimaksud dengan Euthanasia atas permintaan adalah
tindakan Euthanasia yang dilakukan atas permintaan, persetujuan atau izin dari
keluarga pasien atau pasien itu sendiri. Sedangkan Euthanasia tidak atas
permintaan adalah Euthanasia yang dilakukan tanpa adanya permintaan atau
persetujuan pasien atau keluarganya.

b. Euthanasia Pasif dan Perawatan Paliatif


Pengertian Euthanasia pasif adalah suatu keadaan dimana seorang dokter atau
tenaga medis lainnya secara sengaja tidak memberikan bantuan medis terhadap
pasien yang dapat memperpanjang hidupnya. Dalam hal ini bukan berarti
tindakan perawatan dihentikan sama sekali, melainkan tetap diberikan dengan
maksud untuk membantu pasien dalam fase hidupnya yang terakhir.
Euthanasia pasif yang dilakukan atas permintaan dapat dinamakan “Auto
Euthanasia”. Pengertian euthanasia pasif adalah suatu keadaan dimana seorang
pasien, dengan sadar menolak secara tegas untuk menerima perawatan medis.
Bahkan dalam hal ini ia menyadari bahwa sikapnya itu akan dapat
memperpendek atau mengakhiri hidupnya sendiri.
Euthanasia pasif, dokter tidak memberikan bantuan secara aktif bagi
mempercepat proses kematian pasien. Apabila seorang pasien menderita
penyakit dalam stadium terminal, yang menurut pendapat dokter tidak mungkin
lagi disembuhkan, maka kadang-kadang pihak keluarga, karena tidak tega
melihat salah seorang anggota keluarganya berlama-lama menderita di rumah
sakit, lantas mereka meminta kepada dokter untuk menghentikan pengobatan.
Tindakan penghentian pengobatan ini termasuk kepada Euthanasia pasif.
Euthanasia pasif banyak dilakukan di Indonesia atas permintaan keluarga
setelah mendengar penjelasan dan pertimbangan dari dokter, bahwa pasien
yang bersangkutan sudah sangat tidak mungkin disembuhkan. Biasanya
keluarga pasien memilih untuk membawa pulang pasien tersebut, dengan
harapan ia meninggal dengan tenang dilingkungan keluarganya.
Tujuan Euthanasia pasif adalah menghentikan penderitaan pasien, sedangkan
tujuan perawatan paliatif juga memberikan kenyamanan pasien dalam
menghadapi kematian. Jadi sebetulnya tindakan pada perawatan paliatif sedikit
banyak ada yang dapat digolongkan kedalam Euthanasia pasif, atau bahkan
Euthanasia aktif tidak langsung. Memang dalam hal pembicaraan perawatan
paliatif sangat ditekankan kualitas hidup dari pasien. Pada stadium lanjut,
pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik
seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktifitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium
lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik,
namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan
spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai
perawatan paliatif. Pengertian perawatan paliatif berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan No.812/Menkes/SK/VII/2007 adalah suatu pendekatan
yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini
dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain,
fisik, psikososial dan spiritual. Masyarakat menganggap perawatan paliatif
hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal.
Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi
perawatan paliatif dilakukan lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan
spiritual dapat diatasi dengan baik. (Muchlish, 2016)
c. Euthanasia Volunter dan Involunter
Euthanasia Volunter adalah sebuah penghentian tindakan pengobatan atau
mempercepat kematian atas permintaan pasien, sedangkan Euthanasia
Involunter adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien dimana
pasien tersebut tidak dalam keadaan sadar, dalam keadaan seperti ini pasien
tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya, dalam hal ini dianggap
pihak keluarga pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan
pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan pembunuhan criminal.
(Sutarno, 2014)
c. Syarat/indikasi
Di Eropa hak seseorang untuk mati adalah mutlak, Pengadilan Negeri
Leeuwarden menetapkan tolak ukur perumusan “tidak dikenai hukum” atau
“tanpa hukuman” terhadap Euthanasia. Di negara Belanda dan negara bagian
Oregon-Amerika Serikat telah diberlakukan undang-undang khusus mengenai
Euthanasia.

Berikut syarat-syarat dilakukan Euthanasia :


 Orang yanga ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sakit
dan tidak dapat diobati, misal kanker.
 Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil &
tinggal menunggu kematian.
 Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga pederitaanya hanya
dapat dikurangi dengan pembertian morfin.
 Yang boleh melaksanakan bantuan pengahiran hidup pasien, hanyalah
dokter keluarga yang merawat pasien & ada dasar dari dua orang dokter
spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan Euthanasia.
Perkembangan Euthanasia di Indonesia sendiri masih belum memiliki aturan
dan undang-undang tersendiri. Di Indonesia masih banyak yang menentang
euthanasia karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Menurut pasal 1
angka 1 UU no. 39 tentang HAM. HAM adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.Tindakan euthanasia juga
dianggap bertentangan dengan UU hokum pidana pasal 338 hingga 345 ,
mengenai penghilangan nyawa seseorang.
Apabila dikaji kembali, penerapan euthanasia akan memberikan dampak pada
pihak medis maupun keluarga.Dari segi medis, dengan penerapan euthanasia
akan mengurangi beban biaya rumah sakit untuk pelayanan pasien tersebut,
selain itu jumlah ruangan untuk pasien baru akan lebih tersedia. Namun disisi
lain keputusan ini juga masih bertentangan dengan salah satu poin pada
sumpah sebagai tenaga kerja medis yang berbunyi “Saya akan senantiasa
mengutamakan kesehatan penderita”.Bila dilihat dari sisi keluarga tentu pihak
keluarga akan merasa terbebani dengan mahalnya rumah sakit. Belum lagi
beban pikiran bila salah satu dari keluarga yang menderita berbulan-bulan tidak
tersembuhkan. Ekonomi yang tidak mendukung ditambah beban biaya juga
akan menjadikan kehudupan keluarga tidak kondusif dan serba
kekurangan.Akan tetapi, beban biaya tersebut juga tidak kalah dengan rasa
kehilangan yang dirasakan apabila harus melakukan euthanasia pada anggota
keluarganya.
Melihat kondisi tersebut,Euthanisia sesungguhnya bisa diterapkan di Indonesia
selama ada aturan dan batasan yang jelas.Euthanasia boleh dilakukan asal
sudah memenuhi berbagai sarat, melihat kondisi medis dan dilakukan
berdasarkan persetujuan yang disepakati semua pihak termasuk keluarga
Euthanasia memang dilarang di Indonesia karena adanya HAM yang
membatasi. Namun bila itu tidak dilakukan, pihak medis dan keluarga juga
pasien akan mengalami berbagai krisis ekonomi dan persediaan yang akhirnya
menimbulkan masalah baru.Terkait hal ini, bantuan jaminan kesehatan dari
pemerintah juga memilliki peran penting, agar nantinyaa euthanasia tidak
dilakukan hanya karena ketidakmampuan keluarga menanggung biaya
kesehatan. (Rumawi, 2016)

d. Pandangan Islam

Para tokoh Islam Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia sebagai


tindakan medis. Namun ada beberapa ulama yang mendukung euthanasia.
Menurut salah satu ulama yang pro terhadap euthanasia, Ibrahim Hosen,
tindakan tersebut boleh dilakukan apalagi terhadap penderita penyakit menular
dan tidak bisa disembuhkan. Pendapat ini didasari oleh kaidah ushul fiqh: Al-
Irtifaqu Akhaffu Dlarurain, melakukan yang teringan dari dua mudharat.
Menurutnya, euthanasia boleh dilakukan karena merupakan pilihan dari dua hal
yang buruk, yaitu pertama, penderita mengalami penderitaan. Kedua, jika
menular akan sangat membahayakan. Ia tidak hanya menganjuran euthanasia
pasif, tapi juga euthanasia aktif. Sedangkan Hasan Basri menentang
dilakukannya euthanasia karena persoalan hidup dan mati sepenuhnya milik
Allah dan manusia tidak berhak sama sekali atas perkara ini.[iii] Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 156:
ِ َ‫يت َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬ ُ ‫هَّللا ُ يُحْ يِي َويُ ِم‬
“Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu
kerjakan.” [QS. Ali Imran, 3 : 156”]
Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF mengatakan bahwa euthanasia
hukumnya haram karena tergolong sebagai tindakan bunuh diri yang
diharamkan oleh Allah dalam Al-Quran Surat An-Nisa’ ayat 29:
‫َوال تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬
“Dan jangan kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”[ An-Nisa’, 4 : 29].
 Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait dengan keharaman
eutahanasia, baik aktif maupun pasif. Namun untuk euthanasia pasif terdapat
pengkhususan dalam kebolehannya, sebagaimana jika terdapat seseorang yang
tergantung oleh alat penunjang kehidupan, tetapi ternyata alat tersebut lebih
dibutuhkan oleh pasien lain yang memiliki peluang hidup yang lebih besar dan
pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.[iv]
            Meski tidak diatur secara tegas dalam hukum positif, tindakan
euthanasia tetap dianggap melanggar KUHP. Larangan melakukan euthanasia
terdapat dalam KUHP Pasal 344 yang berbunyi: “Barangsiapa merampas
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan[v]  hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.” Dalam praktiknya di Indonesia, pasal ini sulit diterapkan
untuk memidana pelaku euthanasia pasif. Atas dasar pasal 344 ini, seharusnya
dokter menolak melakukan tindakan ini meskipun dikehendaki oleh keluarga
pasien. Dalam segi hukum, norma sosial, agama, dan etika dokter, euthanasia
tidak diperbolehkan.[vi]
Untuk menghindari dilakukannya euthanasia, umat Islam diharapkan tetap
berpegang teguh pada kepercayaannya yang memandang bahwa segala ujian
adalah sebuah ujian dari Allah dan hendaknya dihadapi dengan penuh
kesabaran dan tawakakal serta tidak berputus asa atas rahmat-Nya. Oleh
karenanya, tidak dibenarkan bagi seorang Muslim untuk meminta orang lain
untuk mempercepat kematiannya meskipun ditimpa suatu penyakit yang sangat
parah bahkan tidak bisa disembuhkan. Satu-satunya perbuatan yang
diperbolehkan adalah dengan berdoa kepada Allah dengan doa sebagai berikut:
[vii]
‫اللهم أحينى ما كانت الحياة خيرا لي و توفنى إذا كانت الوفاة خيرا لي‬
“Ya Allah hidupkanlah aku sepanjang hidup itu lebih baik bagiku. Dan
matikanlah aku sepanjang kematian itu lebih baik bagiku.”
(MUI, 2014)
e. Pandangan medis (beserta hukum nasional dan internasional)
Pengaturan Euthanasia menurut hukum di Indonesia berdasarkan kode etik
kedokteran Indonesia, seorang dokter berkewajiban mempertahankan dan
memelihara kehidupan manusia. Bagaimanapun gawatnya kondisi seorang
pasien, setiap dokter harus melindungi dan mempertahankan hidup pasien
tersebut, ini berarti betapapun gawatnya dan menderitanya seorang
pasien, seorang dokter tetap tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang
akan berakibat mengakhiri hidup atau mempercepat kematian pasien
tersebut. Pemahaman ini dapat diambil dari kode etik kedokteran
Indonesia Pasal 7d tentang kewajiban umum yang berbunyi :
“Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup mahluk insani.”44

Dari pemahaman atas Pasal 7d kode etik kedokteran Indonesia


tersebut dapat dikemukakan bahwa berdasarkan etik dan moral, tindakan
Euthanasia itu tidak diperbolehkan. Dalam hubungan ini Oemar Senoadji
mengemukakan:
“Menurut kode etik itu sendiri, maka di Indonesia sebagai
suatu negara yang beragama dan berpancasila kepada
kekuasaan mutlak dari pada Tuhan yang Maha Esa,
sedangkan dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya
dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup, tidak untuk mengakhirinya. Karenanya
tidak menginginkan Euthanasia dilakukan oleh seorang
dokter karena antara lain dipandang bertentangan dengan
etik kedokteran itu sendiri dan merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang.”45

Berdasarkan keterangan tersebut diatas jelaslah bahwa Euthanasia itu


adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum atau merupakan suatu
tindak pidana, karena perbuatannya itu mengakibatkan matinya orang lain,
maka Euthanasia itu termasuk tindak pidana pembunuhan. Dasar hukum
untuk larangan Euthanasia tercantum dalam Pasal 344 KUHP tentang
membunuh seseorang atas permintaan orang tersebut.
Euthanasia terbagi menjadi dua, yaitu Euthanasia atas permintaan atau
Euthanasia sukarela, dan Euthanasia tidak atas permintaan. Euthanasia atas
permintaan adalah suatu tindakan yang dilakukan atas dasar permintaan,
persetujuan atau izin dari keluarga pasien atau pasien itu sendiri.
Sedangkan Euthanasia tidak atas permintaan adalah Euthanasia yang
dilakukan oleh dokter tanpa adanya permintaan dari pasien ataupun
keluarga pasien. Jika pembagian Euthanasia ini dikaitkan dengan Pasal
344 KUHP, maka Euthanasia sukarela atau Euthanasia atas permintaanlah
yang memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 344 KUHP tersebut.
R. Soesilo dalam komentar atas pasal tersebut mengemukakan :
“Permintaan untuk membunuh itu harus disebutkan dengan
nyata dan sungguh-sungguh jika tidak maka orang itu
dikenakan pembunuhan biasa.”46

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa apabila seorang


dokter memberikan suntikan yang mematikan kepada seorang pasien atas
permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, maka ia dianggap telah
melakukan tindak pidana pembunuhan. Dan ia diancam dengan hukuman
penjara paling lama 12 tahun, sesuai dengan Pasal 344 KUHP, tetapi
apabila ia melakukan perbuatan tersebut atas inisiatif sendiri, tanpa
adanya permintaan dari pasien atau keluarganya, maka ia dianggap
melakukan tindak pidana pembunuhan sengaja biasa dan ia dapat
dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun penjara sesuai dengan
ketentuan Pasal 338 KUHP, atau bahkan pembunuhan sengaja dengan
direncanakan dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup
berdasarkan Pasal 340 KUHP.
Selain pembagian Euthanasia secara sukarela dan tidak sukarela,
Euthanasia juga terbagi kepada Euthanasia aktif dan Euthanasia pasif.
Euthanasia aktif merupakan jenis Euthanasia yang dilarang, dan
Euthanasia semacam inilah yang diancam dengan hukuman penjara
maksimal 12 tahun penjara sebagaimana tercantum didalam Pasal 344
KUHP. Sedangkan Euthanasia pasif yang berupa penghentian atau tidak
memberikan pengobatan kepada pasien yang diduga keras tidak mungkin
disembuhkan lagi, apa lagi atas dasar permintaan dari keluarga pasien,
tidak dianggap sebagai tindak pidana dan dengan sendirinya tidak
dikenakan hukuman.
Walaupun Euthanasia itu merupakan perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP,
namun kenyataannya di Indonesia sejak terbentuknya KUHP sampai
sekarang belum ada kasus yang nyata dan diputus oleh Pengadilan. Namun
demikian dengan dicantumkannya Pasal 344 KUHP tersebut, pembuat
undang-undang sudah menduga bahwa Euthanasia akan terjadi di
Indonesia sehingga tidak dicantumkan didalam undang-undang yang
khusus.
Terhambatnya kasus Euthanasia, sehingga tidak dapat sampai kepengadilan.
Menurut Djoko Prakoso disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Mungkin Euthanasia ini memang betul-betul terjadi di Indonesia, akan
tetapi kasusnya tidak pernah dilaporkan ke Polisi, sehingga sulit untuk
diadakan pengutusan lebih lanjut;
2. Mungkin juga karena keluarga si korban tidak tahu bahwa telah terjadi
kematian yang disebut sebagai Euthanasia, atau memang karena
masyarakat Indonesia ini kebanyakan masih awam terhadap hukum,
apalagi yang menyangkut permasalahan Euthanasia , yang jarang terjadi
bahkan belum pernah terjadi;
3. Alat-alat kedokteran dirumah-rumah sakit di Indonesia belum semodern
seperti dinegara-negara maju, misalnya adanya respirator, sistem organ
transplantasi dan sebagainya, yang dapat mencegah kematian seorang
pasien secara teknis untuk beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa
bulan.47

Menurut Imron Halimy disamping tiga sebab tersebut diatas, perumusan Pasal 344
KUHP sendiri, juga menjadi penyebab kesulitan untuk mengadakan penuntutan
atas kasus Euthanasia di Pengadilan. Hal ini oleh karena unsur “atas permintaan
sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati”. Yang terdapat dalam Pasal
344 KUHP tersebut, sulit untuk dibuktikan. Sebabnya ialah karena orang yang
menyatakan dengan kesungguhan hati tersebut telah meninggal dunia. Disamping
itu, kesulitan lain untuk membuktikan adanya permintaan sendiri tersebut ialah
bahwa seorang pasien kadang-kadang berada dalam keadaan koma yang
berkepanjangan. Hidup tidak, matipun tidak. Dalam kondisi semacam ini pasien
tidak dapat berbicara, berbuat, ataupun bergerak apalagi menyatakan permintaan
untuk mati, yang dalam Pasal 344 KUHP tersebut harus dinyatakan sendiri oleh
pasien.48 Selain dari pada itu, apabila permintaan tersebut dikeluarkan oleh
keluarga pasien, maka Pasal 344 KUHP ini tetap tidak bisa diterapkan. Hal ini
oleh karena pasal ini menghendaki permintaan tersebut harus dilakukan oleh
pasien itu sendiri.

Sehubungkan dengan kesulitan tersebut, Imron Halimy berpendapat, perlu


adanya peninjauan dan perumusan kembali Pasal 344 KUHP tersebut, agar pasal
ini terasa lebih hidup dan lebih memudahkan bagi penuntut umum dalam
membuktikan unsur tindak pidana Euthanasia ini. Peninjauan dan perumusan
kembali Pasal 344 KUHP tersebut, tentu saja merupakan tugas Badan Pembuat
Undang-Undang dan hal itu dapat dilakukan pada saat penyusunan dan
pembahasan Rancangan Undang- Undang Hukum Pidana Nasional yang baru.
(Tribowo, 2014)

Eutanasia di berbagai Negara:


1. Amerika

Di negara bagian Washington dulu berlaku larangan dilakukannya physician


assisted suicide. Namun setelah keputusan Ninth U.S. Circuit Court of
Appeals sejak 1997 telah membatalkan larangan tentang physician assisted
suicide,maka kini hak untuk mengakhiri hidup telah diperbolehkan.
Seseorang dikatakan boleh mengakhiri hidupnya apabila kehilangan daya
tanggap, tidak beatau bernafas, serta kerusakan otak.
2. Australia

Pada tahun 1995 Northern Territory menerima undang- undang yang disebut
Right of the Terminally III Bill (UU tentang hak pasien terminal). Penetapan
ini membuat Bob Dent seorang penderita kanker prostat adalah orang pertama
yang mengakhiri hidupnya lewat Euthanasia.

3. Belgia

Belgia menyutujui draf RUU mengenai Euthanasia berdasarkan persetujuan


dari parlemen, untuk mengundangkan praktik itu. Kars Veling, anggota senat
dari partai kristen bersatu. Mengakui kalangan agama tidak menyetujui
undang-undang tersebut. Euthanasia menurut Kars Veling bukanlah sesuatu
yang dapat dipaksakan terhadap seseorang, akan tetapi hanya sebuah opsi,
pilihan terakhir, bagi mereka yang secara medis sudah tidak mempunyai
harapan hidup lagi.
4. Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese kebidanan dan kandungan Britania


Raya (Britain’s Royal College of Obstetricians and Gynaecologist)
mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffeld agar
dipertimbangkannya izin untuk melakukan Euthanasia terhadap bayi-bayi
yang lahir cacat. Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi
Euthanasia di Inggris melainkan semata guna memohon
dipertimbangkannyasecara seksama dari sisi faktor kemungkinan hidup si
bayi sebagai suatu legitimasi praktik kedokteran. Namun hingga saat ini
tindakan Euthanasia merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan
Inggris.
5. Jepang

Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang Euthanasia
demikian pula Pengadilan Tinggi Jepang (Supreme court of Japan) tidak
pernah mengatur mengenai Euthanasia. Ada dua kasus yang terjadi di Jepang
yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai
Euthanasia pasif atau dalam bahasa Jepang yaitu Shukyokuteki anrakush.
(Tribowo, 2014)
f. Peran perawat thd tindak euthanasia

A. Peran perawat professional.


Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada
situasi sosial tertentu.
1. Pemberi Asuhan Keperawatan.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan
asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan
memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan menggunakan
energy dan waktu yang minimal. Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan, perawat memberikan perawatan dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga
dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian
asuhan keperawatannya dilakukan dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2. Pembuat Keputusan Klinis.
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik keperawatan. Untuk
memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya
berfikir kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan
keperawatan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan
mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetapkan
pendekatan terbaik bagi klien. Perawat membuat keputusan sendiri atau
berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini,
perawat bekerja sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan
professional lainnya (Keeling dan Ramos,1995).
3. Pelindung dan Advokat Klien.
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang
aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan serta melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak
diinginkan dari suatu tindakan diagnostic atau pengobatan. Contoh dari peran
perawat sebagai pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak memiliki
alergi terhadap obat dan memberikan imunisasi melawat penyakit di
komunitas. Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak
klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam
menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan
informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan
tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat juga melindungi hak-hak
klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang
mungkin membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran
ini juga dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat
kelalaian.
4. Manager Kasus.
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas
anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika
mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien. Berkembangnya
model praktik memberikan perawat kesempatan untuk membuat pilihan jalur
karier yang ingin ditempuhnya.
Dengan berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara peran sebagai
manajer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat yang melaksanakan
keputusan manajer (Manthey, 1990). Sebagai manajer, perawat
mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab asuhan dan
mengawasi tenaga kesehatan lainnya
5. Rehabilitator.
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal
setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan
lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah
kehidupan mereka. Disini, perawat berperan sebagai rehabilitator dengan
membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaa tersebut.
6. Pemberi Kenyamanan.
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena asuhan keperawatan harus
ditujukan pada manusia secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka
memberikan kenyamanan dan dukungan emosi seringkali memberikan
kekuatan bagi klien sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan
yang unik. Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat membantu klien
untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi
dan fisiknya.
7. Komunikator.
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar sesama
perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas.
Dalam memberikan perawatan yang efektif dan membuat keputusan dengan
klien dan keluarga tidak mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas.
Kualitas komunikasi merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
8. Penyuluh.
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data
tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan
diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi
kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-
sumber yang lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
9. Kolaborator.
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
10. Edukator.
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkatpengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan
sehingga terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
11. Konsultan.
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
12. Pembaharu.
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan. (Anonim, 2015)

4. Inform consent
Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989 Di mana
pasal 1 (a) menyatakan bahwa persetujuan tindakan medik (informed consent) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed consent
mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien.
Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang disebut hubungan dokter-pasien.
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap suatu
tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai sifat
serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan prinsip
autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di
mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak
kompeten, maka persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali
hadir tetapi tidak kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk
melakukan tindakan medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama
dibutuhkan dalam kasus-kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien
kritis atau darurat yang harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya,
proxy consent tidak dibutuhkan. (Purnama, 2016)
5. Askep
1. Pengkajian
Nama : Tn Y
Usia : 35 tahun
Keluhan Utama :
- Badan terasa lemas
- Sering muncul sesak
- Kaki bengkak bila kelebihan minum 500cc dari jumlah cairan yang di tentukan
Riwayat Kesehatan :
- Riwayat gagal ginjal kronis sejak 5 tahun yng lalu.
- Kondisi sekarang ini menjalani perawatan cuci darah 2x setiap minggu
Kebiasaan sebelum Sakit : Sering minum minuman berenergi 1 bungkus 2x sehari setiap
pagi sebelum berangkat kerja dan jam istirahat dengan tujuan untuk meningkatkan
stamina
Kondisi Psikologis : Tn Y berfikir akan melakukan Eutanasia karena merasa lelah akan
sakitnya. Namun disisilain TN y berfikir apakah euthanasia kan menyalahi ketentuan dan
takdir Alloh, kalau cangkok ginjal dari siapa yang bersedia memberikan untuk nya,
apakah dari orang mati

DATA FOKUS
Data Objektif Data Subjektik
 kaki bengkak bila kelebihan minum  badan terasa lemas
500cc dari jumlah cairan yang di  sering muncul sesak
tentukan  Tn. Y sering minum minuman
 Riwayat gagal ginjal kronis sejak 5 berenergi 1 bungkus 2x sehari
tahun yng lalu setiap pagi sebelum berangkat kerja
dan jam istirahat dengan tujuan
untuk meningkatkan stamina.
 Tn. Y menyampaikan kalau
euthanasia saja karena sudah capek
dengan sakitnya. Namun disisilain
TN y berfikir apakah euthanasia
kan menyalahi ketentuan dan takdir
Alloh, kalau cangkok ginjal dari
siapa yang bersedia memberikan
untuk nya, apakah dari orang mati

2. Diagnosis

No Data Masalah Etiologi


1. DO: Hipervolemi Gangguan
 kaki bengkak bila kelebihan Mekanisme Regulasi
minum 500cc dari jumlah
cairan yang di tentukan
 Riwayat gagal ginjal kronis
sejak 5 tahun yng lalu
DS :
 sering muncul sesak

2. Ds Distress Spiritual Penyakit Kronis


 Tn. Y menyampaikan kalau
euthanasia saja karena sudah
capek dengan sakitnya.
Namun disisilain TN y
berfikir apakah euthanasia kan
menyalahi ketentuan dan
takdir Alloh.
3. DS: Ansietas Kurang terpapar
- Pada saat kontrol di RS, informasi
dokter menganjurkan untuk
cangkok ginjal atau stem cell
- TN y berfikir apakah
euthanasia kan menyalahi
ketentuan dan takdir Alloh,
kalau cangkok ginjal dari
siapa yang bersedia
memberikan untuk nya,
apakah dari orang mati.

DX

 Hipervolemi b.d gangguan mekanisme regulasi d.d kaki bengkak bila kelebihan minum
500cc dari jumlah cairan yang di tentukan, Riwayat gagal ginjal kronis sejak 5 tahun yng
lalu, sering muncul sesak
 Distress Spiritual b.d Penyakit Kronis d.d Tn. Y menyampaikan kalau euthanasia saja
karena sudah capek dengan sakitnya. Namun disisilain TN y berfikir apakah euthanasia
kan menyalahi ketentuan dan takdir Alloh
 Ansietas b.d kurang terpapar informasi tentang cangkok ginjal d.d Pada saat kontrol di
RS, dokter menganjurkan untuk cangkok ginjal atau stem cell, Namun disisilain TN y
berfikir apakah euthanasia kan menyalahi ketentuan dan takdir Alloh, kalau cangkok
ginjal dari siapa yang bersedia memberikan untuk nya, apakah dari orang mati.

3. INTERVENSI

N Diagnosis Luaran Intervensi


o
1. Hipervolemi b.d Setelah dilakukan 1. Manajemen Hipervolemia
gangguan mekanisme intervensi selama 2x 24 Observasi:
regulasi d.d kaki ajm diharapkan  Periksa tanda dan
bengkak bila kelebihan Keseimbangan Cairan gejala hipervolemia
minum 500cc dari Meningkat dengan kriteria  Identifikasi penyebab
jumlah cairan yang di hasil: hipervolemia
tentukan, Riwayat gagal  Monitor status
ginjal kronis sejak 5  edema menurun hemodinamik
tahun yng lalu, sering  Berat badan  Monitor intake dan
muncul sesak membaik output cairan
Terapeutik
 Timbang berat badan
setiap hari di waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan
dan garam
Edukasi
 Anjurkan melapor jika
bb bertambah lebih dari
1kg sehari
 Anjurkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Ajarkan cara
membatasi cairan

2. Distress Spiritual b.d Setelah dilakukan 1. Dukungan Spiritual


Penyakit Kronis d.d Tn. intervensi selama 1x30 Observasi
Y menyampaikan kalau menit diharapkan status Identifikasi perasaan khawatir,
euthanasia saja karena spiritual membaik dengan kesepian, ketidak berdayaan
sudah capek dengan kriteria hasil: Identifikasi pandangan tentang
sakitnya. Namun  Verbalisasi makna hubungan antar spiritual dan
disisilain TN y berfikir dan tujuan hidup kesehatan
apakah euthanasia kan meningkat Identifikasi ketaatan dalam
menyalahi ketentuan  Verbalisasi beragama
dan takdir Alloh perasaan Terapeutik
keberdayaan  Berikan kesempatan
meningkat mengekspresikan
 Verbalisasi perasaan tentang
perasaan tenang penyakit dan kematian.
meningkat  Yakinkan bahwa
 Verbalisasi perawat bersedia
penerimaan mendukung selama
meningkat masa ketidakberdayaan
 Perasaan takut  Sediakan privasi dan
menurun waktu tanam untuk
 Kewaspadaan aktivitas spiritual
berlebihan  Diskusikan keyakinan
menurun tentang makna dan
 Koping membaik tujuan hidup
 Fasilitasi melakukan
kegiatan ibadah
Edukasi
 Anjurkan berinteraksi
dengan keluarga, teman
atau orang lain
 Ajarkan metode
relaksasi, meditasi dan
imajinasi terbimbing
Kolaborasi
 Atur kunjungan dengan
Ustaz
3. Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan 1. Terapi Relaksasi
terpapar informasi intervensi selama 1 jam Observasi
tentang cangkok ginjal diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi teknik
d.d Pada saat kontrol di menurun dengan kriteria relaksasi yang efektif
RS, dokter hasil: dilakukan
menganjurkan untuk verbalisasi kebingungan -Monitor respon
cangkok ginjal atau menurun terhadap terapi
stem cell, Namun  Verbalisasi relaksasi
disisilain TN y berfikir khawatir akibat Terapeutik
apakah euthanasia kan kondisi yang - ciptakan lingkungan
menyalahi ketentuan dihadapi menurun tenang tanpa gangguan
dan takdir Alloh, kalau  Perilaku gelisah dengan pencahayaan
cangkok ginjal dari menurun dan suhu ruang nyaman
siapa yang bersedia  Perilaku tegang - Gunakan nada suara
memberikan untuk nya, menurun lembut dengan irama
apakah dari orang mati.  Pola tidur membaik lambat dan bermakna

Edukasi
- jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, jenis
relaksasi yang tersedia
-anjurkan posisi yang
nyaman.
-anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
2. Dukungan Keyakinan
Observasi:
- Identifikasi keyakinan,
masalah dan tujuan
perawatan
- Identifikasi
kesembuhan jangka
panjang
- Monitor kesehatan fisik
dan mental
Terapeutik
- integerasikan
keyakinan dalam
rencana perawatan
sepanjang tidak
berisiko
- berikan harapan yang
realistis
- fasilitasi pertemuan
antar keluarga dan tim
kesehatan untuk
membuat keputusan
- fasilitasi memberikan
makna terhadap kondisi
kesehatan
Edukasi
- Jelaskan bahaya atau
risiko yang terjadi
akibat keyakinan
negatif
- Berikan penjelasan
yang relevan dan
mudah dipahami.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Peran dan Fungsi Perawat Profesional. http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/.
Dilihat pada 17 september 2021.

Anonim.2020. Transplantasi Ginjal. http://p2k.unkris.ac.id/. Dilihat pada 21 septemeber 2021

Djauhari, Thontowi. 2009. SEL PUNCA. Staff Pengajar Pada Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang

Kurniawati, Rasta. 2020. DONOR ANGGOTA TUBUH (TRANSPLANTASI) MENURUT


HUKUM ISLAM (Upaya Mengidentifikasi Masalah dan Mencari Dalil-Dalilnya). Vol. 5
No. 1. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata/article/view/3449/3487
M. Sudarsono. 2010. Dasar-dasar Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh Manusia, Edisi revisi,
Interna Publishing.

Muchlish. 2016. Euthanasia. Jakarta: Rajawali Press

MUI. 2014.Hukum Euthanasia. https://www.muidkijakarta.or.id/hukum-euthanasia/. Dilihat 17


september 2021.

PERNEFRI. 2013. KONSENSUS TRANSPLANTASI GINJAL PERHIMPUNAN NEFROLOGI


INDONESIA (PERNEFRI) 2013. Jakarta: PERNEFRI

Purnama. 2016. Inform Consent. simdos.unud.ac.id/. dilihat pada 18 agustus 2021 pukul 00.00

Rantam, Fedik, Abdul. 2014. Stem Cell : Masenchymal,Hematopoetik, dan Model Aplikasi
Edisi Kedua. Surabaya : Airlangga University Press

Rumawi. 2016. Euthanasia,Dapatkah Dilakukan di Indonesia?. Dilihat 17 september 2021.

Setiadi. 2014. Buku Ajar “Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI, Interna Publishing.

Siregar. 2015. Eutanasia dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Hukum to-ra. Vol 1. No 3.
http://repository.uki.ac.id/. Dilihat pada 17 september 2021 pukul 20.00

Sjahdeini, S Remy. 2020. HUKUM KESEHATAN TENTANG: Hukum Malapraktik Tenaga


Medis. Bogor: IPB Press
Soekidjo Notoatmojo.2010. Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Susanto, Agus. 2019. Reformulasi Kebijakan Tentang Transplantasi OrganGinjal Manusia. Vol.
3 No. 2. http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/duniahukum/article/download/1366/1077
Sutarno. 2014. Hukum Kesehatan Eutanasia, Keadilan dan Hukum Positif di Indonesia.
Malang:Setara Press.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 3.
Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 2.
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 2.
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tribowo. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika

Tursina, Alya. 2019. TERAPI TRANSPALANTASI SEL PUNCA SEBAGAI UPAYA


PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM
KESEHAYAN DAN HUKUM ISLAM, Vol. 2 No. 1

PETA KONSEP

Anda mungkin juga menyukai