Anda di halaman 1dari 10

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA DI PESANTREN

EDUCATION DEVELOPMENT OF NATION CHARACTER AND CULTURE IN PESANTREN

Mumuh Muhtarom
Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan Bandung
E-mail : mumuhmuhtarom@ymail.com

ABSTRACT
What emerges as shortcomings of education in building the nation's character and culture in Indonesia is
characterized by the number of behavioral deviations that occur among adolescents. The purpose of this
article is to describe how to develop the nation's culture and character in boarding school or Pesantren as a
form of non-formal educational institution. This study is a literature review. The method used is a descrip-
tive analytical to the key concepts. While analysing the data uses content analysis. It results four ways of
culture and character of education as the following: 1) interior regularity; 2) coherence; 3) firmness; and 4)
loyalty. The development of nation's character and culture of education in Pesantren can be established if
boarding school remains consistent in: 1) forming a man into the fullest both his knowledge and faith to
Allah SWT; 2) fostering the superiors Bashthatan fil ' Ilmi wal jismi; and 3 Pesantren itself preparing tafaquh
Fiddin's generation.
Keywords: cultural education, national character, pesantren

ABSTRAK
Lemahnya peran pendidikan dalam membangun karakter dan budaya bangsa di Indonesia salahsatunya ditandai
dengan banyaknya penyimpangan perilaku yang terjadi di kalangan remaja. Tujuan dari artikel ini adalah
untuk mendeskripsikan bagaimana mengembangkan budaya dan karakter bangsa di pesantren sebagai bentuk
institusi pendidikan nonformal. Studi ini merupakan literature review. Metode yang digunakan deskriptif
analitis terhadap konsep-konsep kunci. Analisis data dengan teknik content analysis. Hasil penelitian
merumuskan bahwa untuk mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat dilakukan apabila
mengikuti empat cara yaitu: 1) keteraturan interior; 2) Koherensi; 3) Keteguhan; dan 4) kesetiaan. Sedangkan
untuk mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa di pesantren dapat dilakukan jika pesantren
tetap konsisten dalam: 1) membentuk manusia rabbani; yakni yang sempurna ilmu dan takwanya kepada
Allah SWT; 2) membina manusia-manusia unggul yang bashthatan fil 'ilmi wal jismi; dan 3 pesantren
mempersiapkan generasi yang tafaquh fiddin.
Kata Kunci: pendidikan budaya, karakter bangsa, pesantren

PENDAHULUAN nasional adalah untuk membentuk watak serta


Aspek penting dalam dunia pendidikan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
adalah membangun karakter dari peserta didik rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedang-
(Fauzi, Arianto, Solihatin, 2013; Hakim,2012). kan tujuannya adalah agar bangsa Indonesia
Karakter adalah standar atau norma dari sistem menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
nilai yang menggambarkan bentuk kualitas kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
diri. Karakter seseorang mencirikan nilai-nilai sehat, berilmu, cakap, keratif, mandiri dan
luhur, yang terwujud menjadi sebuah perilaku. menjadi warga negara yang demokratis serta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor bertanggung jawab.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Rendahnya karakter dan budaya bangsa
Nasional menjelaskan bahwa fungsi pendidikan di Indonesia dewasa ini ditandai dengan banyak-

114
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

nya penyimpangan perilaku yang terjadi di (Malik, A., Sudrajat, A., & Hanum, 2016; Ismail,
kalangan remaja. Krisis nilai budaya dan karakter 2018; 2019).
bangsa dilihat dari banyaknya perilaku ketidak Siapa yang tak kenal pesantren? Masyarakat
jujuran, kekerasan dan narkoba (Muttaqin, 2012). Indonesia, khususnya di Jawa, pasti sudah akrab
Badan Pusat Statistik tahun 2010 selama tiga dengan nama pesantren. Bahkan banyak di
tahun terakhir ini menjelaskan bahwa kenakalan antara mereka yang menginginkan anak-anak-
remaja terus mengalami peningkatan. Mulai nya dapat belajar di pesantren. Karena dengan
dari kuantitas banyaknya hingga peningkatan belajar di pesantren, diharapkan anak-anaknya
bentuk-bentuk kenakalan remaja itu sendiri. menjadi keturunan yang saleh dan salehah.
Penelitian terdahulu terkait dengan Pesantren dapat dikatakan model pendidikan
pentingnya penguatan karakter seperti dilakukan agama khas Indonesia. Malah dapat dikatakan,
oleh Kuswandi dan Emma Himayaturohmah pesantren merupakan model pendidikan Islam
(2018) dengan berpusat pada peran dan tertua di Nusantara. Jauh sebelum Indonesia
penguatan kultur agama di sekolah. Sementara merdeka, pendidikan pesantren sudah melembaga
itu Ramin (2018) menelisik tentang pendidikan dan mengakar di kalangan masyarakat Muslim
karakter di lembaga pendidikan jenjang dasar. Indonesia. Karena keberadaan pesantren tidak
Ia menekankan pada pembiasaan nilai-nilai lepas dari sejarah penyebaran Islam di Nusantara.
agama yang ditemukannya pada Madrasah Khususnya perjalanan dakwah Islamiyah yang
Ibtidiyah dan Sekolah Dasar Islam Terpadu. dilakukan oleh para Wali Songo di daratan Pulau
Pada umumnya riset tentang karakter Jawa (Tajuddin, 2015; Syafrizal, 2015; Kasman,
dominan pada sekolah, baik dengan pembudayaan 2018).
nilai-nilai positif (Asriati, N. 2012) (Hakim, D. Identifikasi masalah dalam penelitian ini
2012) (Rachmadyanti, 2017), kurikulum, mata adalah.”Bagaimanakan pendidikan budaya dan
pelajaran (Ainiyah, N. 2013) (Marjuki, 2018) karakter bangsa di pesantren”?. Identifikasi
maupun pada guru (Sauri, 2010) (Fauzi, dkk. masalah ini dijabarkan menjadi rumusan
2013). Sementara itu, lembaga pendidikan di masalah sebagai berikut:
Indonesia banyak ragamnya. Selain sekolah
juga ada pesantren atau berbasis pesantren. Rumusan Masalah
Berbasis pesantren maksudnya pengembangan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
pesantren yang kemudian beradaptasi dengan 1. Karakter apa saja yang dapat dikembangkan
membuka pendidikan umum berupa sekolah. di Pesantren?
Siswanya sekaligus santri di pesantren tersebut. 2. Bagaimana mengembangkan budaya bangsa
Diantara riset tentang pendidikan karakter yang di pesantren?
berpusat pada pendidikan di pesantren misalnya Tujuan Penelitian
oleh Zuhry (2011) yang melihat budaya Tujuan penelitian ini adalah:
pesantren dan pendidikan karakter di pondok 1. Mendeskripsikan Karakter apa saja yang
pesantren salaf. Senada dengan itu disertasi dapat dikembangkan di Pesantren.
Velasufah (2020) juga melihat nilai pesantren 2. Mendeskripsikan mengembangkan budaya
sebagai dasar pendidikan karakter. bangsa di pesantren.
Diantara riset riset tersebut, sejauh
penelusuran masih terbatas pada nilai-nilai Manfaat Penelitian
yang secara integral ada dalam pesantren. Namun Manfaat Penelitian adalah:
masih belum ditemukan bagaimana karakter 1. Lembaga, sebagai masukan bagi pimpinan
bangsa dikembangkan di pesantren. Dalam posisi dalam rangka pembinaan pegawai dilingkungan
inilah riset dalam artikel ini dilakukan. Hal ini instansi sendiri dan wahana penambahan
terutama dengan adanya opini yang berkembang, pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya
seolah-olah pesantren memiliki andil dalam tentang pendidikan budaya dan karakter
pembentukan watak keagamaan yang radikal bangsa di pesantren

115
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

2. Pembaca, sebagai media informasi tentang pendidikan karakter.


pendidikan budaya dan karakter bangsa di Para pakar pendidikan pada umumnya
pesantren. sependapat tentang pentingnya upaya
3. Widyaiswara, sebagai masukan dalam mendidik peningkatan pendidikan karakter pada jalur
dan melatih terhadap para peserta diklat pendidikan formal. Namun, juga terdapat
tentang pendidikan budaya dan karakter perbedaan pendapat di antaranya mengenai
bangsa di Pesantren. pendekatan dan modus pendidikan. Berkaitan
4. Masyarakat, sebagai masukan untuk selalu dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan
memiliki budaya dan karakter sesuai jatidiri penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan
bangsa indonesia. moral yang dikembangkan di negara-negara
5. Pemerintah, sebagai masukan dalam barat, seperti: pendekatan perkembangan moral
merumuskan agenda dan pengambilan kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan
kebijakan tentang budaya dan karakter klarifikasi nilai (Lickona, 2009). Sebagian yang
bangsa di Pesantren. lain menyarankan penggunaan pendekatan
tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai
KAJIAN TEORI sosial tertentu dalam diri peserta didik (Suyitno,
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 2012).
Pendidikan karakter merupakan suatu Secara psikologis dan sosial kultural
sistem pendidikan yang berupaya menanamkan pembentukan karakter dalam diri individu
nilai-nilai luhur. Pengembangan Pendidikan merupakan fungsi dari seluruh potensi individu
Karakter dan Budaya Bangsa meliputi komponen manusia (kognitif, afektif, konatif, dan
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat)
Hakikat pendidikan karakter dan budaya dan berlangsung sepanjang hayat. (Suyitno, 2012)
bangsa dalam konteks pendidikan adalah Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai pasti apabila berpijak dari nilai-nilai karakter
luhur yang bersumber dari budaya bangsa dasar sebagaimana diungkapkan di atas. Penyeleng-
sendiri, dalam rangka membina kepribadian garaan pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
generasi muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan
karakter dasar manusia, yang bersumber dari menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
nilai moral universal (bersifat absolut) yang tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat
disebut sebagai kaidah emas (the golden rule). relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan
Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang lingkungan sekolah itu sendiri.Hal-hal tersebut
pasti apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dalam konteks pendidikan karakter merupakan
dasar sebagaimana diungkapkan di atas. implementasi dari teori internalisasi nilai
Dewasa ini, banyak pihak menuntut (Saefullah, 2016).
peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan Pesantren dan Pengembangan Karakter
formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada Pesantren adalah sebuah kawasan yang
fenomena sosial yang berkembang, yakni khas yang ciri-cirinya tidak dimiliki oleh kawasan
meningkatnya kenakalan remaja dalam yang lain. Karenanya tidak berlebihan jika
masyarakat, seperti perkelahian massal dan Abdurrahman Wahid menyebut sebagai sub-
berbagai kasus dekadensi moral lainnya (Aprilia, N., kultur tersendiri. Hal ini kaitannya dengan otoritas
& Indrijati, 2014). Lembaga pendidikan formal kyai di pesantren yang menjadi warna dan role
sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda model dalam budaya pesantren (Nugraha, 2010).
diharapkan dapat meningkatkan peranannya Kekhasannya inipun menjadikan pesantren
dalam pembentukan kepribadian peserta didik sebagai lembaga pendidikan yag menurut Sauri
melalui peningkatan intensitas dan kualitas dipandang lebih berhasil dalam mengembangkan

116
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

karakter santri sebagai peserta didiknya (Sauri, masyarakat karena dianggap tidak merusak
2011) budaya yang ada. Tetapi Islam yang dibawa ke
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Indonesia dapat berkolaborasi dengan budaya
sistem pendidikan pesantren secara tradisional setempat sehingga tidak menimbulkan konflik.
yang menjadikannya khas adalah kiai, santri, Penyebaran Islam yang dipelopori oleh Para
masjid, pondok dan pengajaran kitab-kitab klasik. Wali, menjadikan budaya-budaya yang ada
Secara garis besar, tipologi pesantren bisa sebagai media dakwah untuk mengembangkan
dibedakan paling tidak menjadi tiga jenis, walaupun dan menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat.
agak sulit untuk membedakan secara ekstrim Inilah yang dinamakan proses pribumisasi Islam
diantara tipe-tipe tersebut yaitu salafiyah atau Islamisasi di Nusantara. Misalnya yang dilaku-
(tradisional), khalafiyah (modern) dan terpadu kan oleh Sunan Ampel dengan menjadikan
(Wahjoetomo, 1997). Salafiyah adalah tipe pertunjukkan wayang sebagai media dakwah,
pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu sehingga terkenal Wayang Syadat, maksudnya
agama Islam, atau kitab-kiab klasik yang ditulis Syahadatain, yakni dua kalimat syahadat
oleh para ulama terdahulu. Metode pengajaran yang sebagai pintu awal masuk Islam.
digunakan hanyalah metode bandongan, sorogan, Pada perkembangan berikutnya, pesantren
hafalan dan musyawarah. Khalafiyah adalah tipe menjadi lembaga pendidikan Islam terdepan
pesantren modern, yang di dalamnya mengajarkan dalam membina generasi yang unggul dan memiliki
ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu pengetahuan dedikasi yang tinggi dalam membela agama dan
umum, tetapi masih tetap mengajarkan kitab- negaranya. Sehingga pesantren pun, selain
kitab klasik seperti pesantren salafiyah. Pola sebagai lembaga pendidikan, juga dijadikan
kepemimpinan pesantren tipe ini biasanya kolektif- benteng pertahanan dalam mempertahankan
demokratis, sehingga tugas dan wewenang telah kemerdekaan bangsa Indonesia (Usman, 2013).
dideskripsikan secara jelas, sehingga tidak ada Di sinilah peran ganda pesantren yang telah
pemusatan keputusan pada figur seorang kiyai. memberikan konstribusi yang sangat signifikan
Sistem yang digunakan adalah sistem klasikal, terhadap kelahiran dan kemajuan bangsa.
dan evaluasi yang digunakan telah memiliki standar Berkenaan dengan hal itu, tidaklah berlebihan
yang jelas dan modern. jika kemudian pesantren dilihat sebagai garda
Pesantren salafiyah atau tradisional adalah dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini
model pesantren yang muncul pertama kali. mengingat kontribusi pesantren yang besar
Pesantren ini biasanya berada di pedesaan, sehingga melalui tokoh-tokohnya di masa lalu dalam
warna yang muncul adalah kesederhanaan, melahirkan semangat kebangsaan (Majid, 2008;
kebersahajaan dan keikhlasan yang murni. Tetapi Halimi, 2019). Semangat ini bahkan sampai
seiring perkembangan zaman maka pesantren sekarang tetap diwarsikan sebagai andil yang
juga harus mau beradaptasi dan mengadopsi berharga dari para santri untuk merawat etos
pemikiran-pemikiran baru. kebangsaan.
Dalam sejarah disebutkan, bahwa kehadiran Muhaimin (2011) melihat hubungan
pesantren bersamaan dengan proses Islamisasi di pesantren dengan masyarakat melahirkan tiga
bumi Nusantara. Menurut Yusuf (2007 : 16), bahwa keuntungan pragmatis. Pertama, dimensi kultural,
awal muncul pesantren diperkirakan pada abab dimana seorang santri di pesantren ternyata
ke-8 dan ke-9 Masehi. Hal ini seiring dengan seringkali dihiasi dengan prinsip hidup yang
penyebaran ajaran Islam pada masyarakat Indonesia. mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan
Seperti diungkapkan dalam sejarah, bahwa Islam melalui sesama manusia. Kedua, dimensi edukatif,
masuk ke Indonesia dengan cara damai, tanpa yaitu ketika pesantren mampu menghasilkan
peperangan dan kekerasan. Padahal sebelum Islam calon pemimpin agama yang piawai menaungi
datang, masyarakat Indonesia banyak menganut kebutuhan praktik keagamaan sosial masyarakat
paham animisme dan dinamisme, juga beragama sekitar, hingga aktifitas kehidupannya mendapat-
Hindu dan Budha. Kehadiran Islam dapat diterima oleh kan berkah dari Tuhan. Ketiga, dimensi sosial,

117
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

yaitu pesantren telah menjadi semacam pusat pengumpulan data yang diperlukan untuk kajian
kegiatan belajar masyarakat yang berfungsi penelitian. Kajian yang dimaksud adalah buku-
menuntun masyarakat hingga memiliki life buku atau sumber lain seperti jurnal atau artikel
style agar hidup dalam kesejahteraan. ilmiah yang berkaitan dengan pendidikan budaya
Pesantren dianggap punya potensi besar dan karakter bangsa, dan kajian tentang pendidikan
dalam pembinaan akhlak yang identik dengan pesantren.
pembinaan karakter. Bahkan dianggap berhasil Tahapan berikutnya adalah tahapan
melihat kearifan lokal dan pendidikan. Pesantren pelaksanaan. Pada tahap ini semua sumber data
dapat dijadikan bahan rujukan pendidikan yang sudah dikumpulkan kemudian dijadikan
karakter. Pada sejumlah pesantren, ada pengikut data mentah. Kajian pendidikan biudaya dan
tarekat yang melakukan riyadhah khusus untuk karakter bangsa serta pendidikan pesantren dari
mendekatkan diri kepada Allah dan untuk sumber data kemudian dikumpulkan, dicermati
membersihkan jiwa. Secara umum mereka diklasifikasi, dan dianalisis.
berprilaku dan berakhlak baik. Melalui serangkaan Pada tahapan pengolahan data, penulis
amalan yang ada dalam tarekat itulah para siswa menggunakan teknik content analysis, kemudian
telah berhasil menjadi manusia yang memiliki akhlak mengklasifikasikannya bedasarkan makna dan
mulia (Fuad, 2012). penggunaannya yaitu pendidikan budaya dan
Sebagai wadah integratif dalam karakter bangsa di. Setelah itu data dianalisis
pengembangan karater santri, pesantren memiliki lebih lanjut dengan cara melihat kesinambungan
keunggulan tertentu. Mastuhu (1994), antara model pendidikan pesantren dalam
mengemukakan bahwa pendidikan karakter mengembangkan pendidikan budaya dan
pada pondok pesantren memiliki beberapa karakter bangsa.
kelebihan yaitu: 1] menggunakan pendekatan
holistik dalam sistem pendidikan, 2] memiliki TEMUAN DAN PEMBAHASAN
kebebasan terpimpin, 3] berkemampuan mengatur Mengembangkan Pendidikan Bu daya dan
diri sendiri (mandiri), 4] memiliki kebersamaan Karakter Bangsa
yang tinggi, dan 5] mengabdi pada orangtua Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
dan guru (Syafe'i, 2017). disebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
METODE PENELITIAN dan proses pembelajaran agar peserta didik
Studi ini merupakan literature review. secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Sesuai dengan sifatnya tersebut, maka dalam untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
studi ini menggunakan metode deskriptif pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
kualitatif. Penelitian deskriptif membicarakan mulia, serta keterampilan yang diperlukan
beberapa kemungkinan untuk memecahkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
masalah aktual dengan jalan mengumpulkan demikian pendidikan merupakan proses yang
data, menyusun atau mengklasifikasinya, integral dan simultan untuk membentuk
menganalisis, dan menginterpretasikannya. manusia yang seutuhnya. Oleh karena itu, proses
Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari budaya
data dalam penelitian ini yaitu Studi kepustakaan. dan karakter bangsa yang melingkupinya.
Studi kepustakaan merupakan suatu teknik Sedangkan budaya seperti diutarakan oleh
pengumpulan data dengan menghimpun dan Cristoper Dawson (1993), adalah way of life, yaitu
menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen cara hidup tertentu yang memancarkan identitas
tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen tertentu pula dari suatu bangsa (dalam
tertulis yang digunakan berupa buku, jurnal Moeljono, 2005). The American Herritage
maupun artikel ilmiah. Dictionary (1992) secara formal mendefinisi-
Tahapan penelitian diawali dengan tahap kan budaya dan kebudayaan sebagai suatu
persiapan. Pada tahapan ini difokuskan pada keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan

118
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

melalui kegiatan sosial, seni, agama, kelembagaan, dasar untuk mencintai bangsa (nasionalisme),
dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia memperjuangkan kemajuan bangsa (patriotisme)
dari suatu kelompok manusia. Menurut dengan didasari nilai luhur moral dan etika yang
Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan tercermin dalam perilaku dan sikapnya. Masyarakat
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya yang memiliki karakter dan budaya yang kuat
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat akan semakin memperkuat eksistensi suatu
yang dijadikan milik diri manusia dengan cara bangsa (Wahid, 2011)
belajar. Dengan demikian, budaya dan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
masyarakat yang perwujudannya tampak pada upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
tingkah laku para anggotanya. Kebudayaan sistematis untuk membantu peserta didik
tercipta oleh banyak faktor organ biologis memahami nilai-nilai perilaku manusia yang
manusia, lingkungan alam, lingkungan sejarah, berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama
dan lingkungan psikologisnya. Masyarakat budaya manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
membentuk pola budaya sekitar satu atau terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
beberapa fokus budaya. Fokus budaya dapat dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
berupa nilai misalnya keagamaan, ekonomi, ideologi hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
dan sebagainya. Menurut Foerster (Koesoema, 2010),
Karakter dapat diartikan tabiat, watak, terdapat empat ciri dasar dalam pendidikan
sifat kejiwaan atau akhlak. Pendidikan karakter karakter. Keempat ciri tersebut sebagai berikut.
berarti suatu proses atau usaha yang dilakukan Pertama adalah keteraturan interior. Setiap
untuk membina, memperbaiki atau membentuk tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai
tabiat, watak, sifat kejiwaan dan akhlak menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua,
sehingga menunjukkan perangai atau tingkah adalah koherensi yang memberi keberanian,
laku yang baik. Jadi pendidikan karakter adalah membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak
pendidikan untuk membentuk kepribadian mudah terombangambing pada situasi baru atau
seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang
hasilnya terlihat dalam tindakan nyata membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak
seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas
bertanggung jawab, menghormati hak orang seseorang. Ketiga, adalah otonomi. Seseorang
lain, kerja keras dan sebagainya (Bambang Q-Anees, menginternalisasikan aturan dari luar sampai
2008 : 99). menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini dapat
Adapun bangsa adalah kumpulan dari dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi,
masyarakat yang membentuk Negara. Bangsa tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup Keempat, adalah keteguhan dan kesetiaan.
bersama dan bersatu karena memiliki Keteguhan merupakan daya tahan seseorang
kesamaan karakter, persamaan nasib, persamaan guna menginginkan apa yang dipandang baik dan
keturunan, persamaan bahasa, persamaan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan
politik, persamaan perasaan dan agama. Seperti atas komitmen yang dipilih.
dikatakan Otto Bauer dari Jerman, bahwa bangsa Kematangan keempat karakter ini
adalah kelompok manusia yang mempunyai memungkinkan manusia melewati tahap
persamaan karakter, karakteristik tumbuh karena individualitas menuju personalitas. Orang-orang
adanya persamaan nasib. Dengan demikian, modern sering mencampuradukkan antara
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah individualitas dan personalitas, antara aku alami
proses pengenalan, afirmasi dan aktualisasi dan aku rohani, antara independensi eksterior
mengenai budaya dan karakter bangsa sehingga dan interior. Karakter inilah yang menentukan
dari sejak dini peserta didik mengenali budaya performansi seorang pribadi dalam segala
dan karakter bangsa yang nantinya menjadi modal tindakannya.

119
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di materi. Demi mengejar kesenangan materi, manusia
Pesantren rela menghalalkan segala cara dan mengorbankan
Pesantren merupakan lembaga pendidikan segalanya. Padahal Islam sebagai agama yang rahmatan
tertua di Indonesia. Kiprahnya sudah demikian lil-'alamin, jelas-jelas menganut prinsip tawazun
nyata dan terasa dalam perjalanan pembangunan (keseimbangan) dalam memandang kehidupan dunia
bangsa. Dari sejak masa penjajahan pesantren dan akhirat. Malah dunia ini mesti menjadi media untuk
menjadi benteng pertahanan dalam mem- meraih kebahagiaan yang hakiki di akhirat.
perjuangkan kemerdekaan. Tercatat banyak ulama Dalam konteks ini, pendidikan model pesantren tetap
dan kyai pesantren yang gugur di medan masih relevan dan signifikan di tengah arus kemajuan
pertempuran dan menjadi pahlawan nasional zaman yang demikian spektakuler ini. Pesantren dapat
dalam merebut dan mempertahankan menjadi pendidikan alternatif dalam menyiapkan
kemerdekaan. Hingga sekarang pun peran dan sumber daya manusia yang berkualitas dan mandiri.
konstribusi pesantren masih signifikan dalam Pesantren akan tetap eksis menjadi benteng moral,
ikut menyukseskan program pendidikan nasional spiritual dan sosial bangsa Indonesia yang semakin
yang diantara tujuannya untuk mempersiapkan dimanjakan oleh kemajuan material. Maka supaya
peserta didik yang beriman, bertakwa dan ber- bisa memerankan posisi yang sangat strategis
aklak mulia. ini, pesantren mesti tetap komitmen dan konsisten
Sekarang ini, para pakar dan praktisi pada jalurnya dalam memperdalam ilmu-ilmu
pendidikan sangat mengkhawatirkan nasib agama. Pesantren memiliki peluang untuk
generasi ke depan. Karena disinyalir, bahwa mewujudkan pegembangan karakter melalui
lembaga pendidikan yang ada sekarang, belum internalisasi nilai-nilia agama dan budaya pesantren
bisa mencetak peserta didik yang berkarakter. (Dahlan, 2016). Kaitannya dengan hal tersebut,
Pendidikan sekarang lebih mengutamakan Proses pendidikan karakter di pesantren dapat
pencapaian prestasi dan prestise daripada dilakukan dengan lima pendekatan, yaitu; 1]
membina moral dan spiritual peserta didik. pendekatan komprehensif; 2] pendekatan
Sehingga pendidikan sekarang lebih berkhidmat pembiasaan; 3] pendekatan keteladanan dan
pada kemajuan yang bersifat material daripada 4] pendekatan kedisiplinan, dan 5] pendekatan
pembinaan akhlak yang bersifat spiritual. pembudayaan (Mubarok, 2019).
Sejalan dengan visi dan misi yang diemban, Seperti dijelaskan Sumardi (2012)
pesantren perlu memiliki kepedulian dan pembelajaran karaker di pesantren adalah
tanggung jawab moral dalam meyelamatkan kemandirian yang di dalamnya bukan saja tidak
nasib anak bangsa ke depan dari ancaman bergantung pada orang lain, namun dapat hidup
kehancuran akhlak dan spiritual. Jauh-jauh hari di tengah masyarakat dengan memberikan manfaat.
Al-Qur'an sudah mensinyalir, bahwa ke depan Para santri yang mondok secara tidak langsung
akan lahir generasi yang mengabaikan aspek telah didik dalam kemandirian, kesederhanaan,
spiritual dan moral sehingga mereka akan kebersihan, kedermawanan, toleransi, cara ber-
menemui kehancuran. Allah SWT menegaskan, busana dan gotong-royong. Dengan usia santri
”Maka akan datang setelah mereka generasi yang relatif muda, meraka harus belajar mengatur
(yang jelek), yakni generasi yang menyia-nyiakan waktu, mengatur uang, belajar menempatkan diri,
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, belajar bersosialisasi dengan lingkungan pesantren
sehingga kelak mereka akan menemui dan luar pesantren. Dengan posisi yang penuh
kehancuran ” (QS. Maryam [19] : 59). kesederhanaan, toleransi dan gotong-royong akan
Apa yang disinyalir oleh Al-Qur'an di atas muncul dengan sendirinya. Termasuk dalam hal
benar-benar sudah terbukti sekarang. Dengan model berbusana, bertutur kata, dan pergaulan dengan
pendidikan yang sekuler, sekarang ini manusia sesama santri, baik pria atau perempuan
dibawa pada suatu tatanan kehidupan yang serba terjaga dengan baik. Ikatan kebersamaan muncul
materialistik. Sehingga yang menjadi tujuan dan dengan kuat karena mereka merasa senasib
standar kehidupan hanyalah kekayaan yang bersifat dan sepenanggungan dalam segala aspek

120
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

kehidupan. dalam pendidikan pesantren supaya agama ini benar-


Sekalipun dalam prakteknya ada benar menjadi sumber inspirasi, motivasi dan
pengklasifikasian pesantren salafiyah dan orientasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
pesantren khalafiyah (Zuhriy, 2011). Namun ini Demikian diantara orientasi pendidikan
tentunya bukan dikotomi dan subordinasi untuk pesantren yang tetap relevan untuk terus
melemahkan institusi pesantren. Tapi hal ini dikembangkan dalam rangka ikut mengawal dan
menjadi peluang dan tantangan tersendiri bagi mensukseskan program pendidikan nasional
lembaga pendidikan pesantren untuk lebih sebagaimana yang diamanatkan undang-
mengoptimalkan peran dan fungsinya di tengah- undang sistem pendidikan nasional. Maka
tengah masyarakat. Dengan demikian, pesantren pesantren perlu terus berbenah diri dan
harus merevitalisasi (menghidupkan kembali) mengembangkan desain dan model pembelajaran-
orientasi (tujuan) pendidikan pesantren sesuai nya supaya tetap dapat berperan dalam kancah
dengan pesan-pesan al-Qur'an. Dalam al-Qur'an nasional untuk mempersiapkan generasi yang
setidaknya ada 3 orientasi pendidikan unggul dan berkualitas.
pesantren yang mesti dihidupkan kembali, yaitu:
Pertama, membentuk manusia rabbani; PENUTUP
yakni yang sempurna ilmu dan takwanya kepada A. Simpulan
Allah SWT, sebagaimana ditegaskan dalam Simpulan dari studi ini adalah mengembang-
al-Qur'an: ”Tidak wajar bagi seorang manusia kan pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan dapat dilakukan apabila mengikuti empat cara yaitu:
kenabian, lalu dia (nabi) berkata kepada 1. Keteraturan interior jika setiap tindakan diukur
manusia, 'Hendaklah kamu menjadi penyembah- berdasarkan hierarki nilai.
penyembahku, bukan penyembah Allah'. Akan 2. Koherensi yaitu keberanian yaitu membuat
tetapi dia (berkata), 'Hendaklah kamu menjadi seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah
orang-orang Rabbani', karena kamu selalu terombang-ambing pada situasi baru atau takut
mengajarkan al-Kitab dan karena kamu tetap resiko.
mempelajarinya”. (QS. Ali-'Imran [3] : 79). 3. Otonomi, yaitu menginternalisasikan aturan
Kedua, membina manusia-manusia dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi.
unggul yang bashthatan fil 'ilmi wal jismi, yang 4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan
’ unggul di bidang ilmu dan teknologi. Dalam daya tahan seseorang guna mengingini apa
al-Qur'an ditegaskan, ”Nabi mereka mengatakan yang dipandang baik dan kesetiaan merupakan
kepada mereka, ’Sesungguhnya Allah telah dasar bagi penghormatan atas komitmen yang
mengangkat Thalut menjadi rajamu’. Mereka dipilih.
menjawab, ’Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan Mengembangkan pendidikan budaya dan
pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun karakter bangsa di pesantren dapat dilakukan
tidak diberi kekayaan yang banyak’ ? (Nabi jika pesantren tetap konsisten dalam:
mereka) berkata, ’Sesungguhnya Allah telah 1. Membentuk manusia rabbani; yakni yang
memilihnya menjadi rajamu dan menanugerahi- sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT
nya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa’. 2. Membina manusia-manusia unggul yang
Allah memberikan pemerintahan kepada siapa bashthatan fil 'ilmi wal jismi, yang unggul di
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas bidang ilmu dan teknologi.
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui”. (QS. 3. Mempersiapkan generasi yang tafaquh fiddin,
Al-Baqarah [2] : 247). ulama yang ahli agama
Ketiga, mempersiapkan generasi yang
B. Rekomendasi rekomendasi dalam studi ini
tafaquh fiddin, ulama yang ahli agama. Sebenar-
adalah:
nya orientasi tafaquh fiddin ini yang pokok,
1. Pesantren tradisional ataupun modern harus
sehingga tujuan pesantren mencetak generasi
tetap mempertahankan dan menjunjung nilai- nilai
yang ahli agama. Tinggal bagaimana aplikasinya
dan budaya Islam

121
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

2. Pesantren harus tetap konsisten dan relevan maupun modern untuk menerapkan model
dengan sistem pendidikan Islam pendidikan pesantren dalam membudayakan
3. Bagi para peneliti berikutnya dapat lebih nilai-nilai Islami pada pendidikan formal
menggali Kehasan Pesantren Tradisional atau nonformal lainnya. []

DAFTAR PUSTAKA
Ainiyah, N. (2013). Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Al-Ulum, 13(1), 25-38.
Al-Bahy, Muhammad, 1997, Islam Agama Dakwah Bukan Revolusi, (Terj. M. Toha Anwar), Kalam Mulia,
Jakarta.
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, 2008, Pedoman Hidup Muslim (terj.), Jakarta, Litera Antar Nusa.
Arifin, Isep Zainal, 2009, Bimbingan Penyuluhan Islam, Grafindo Persada, Jakarta.
Aprilia, N., & Indrijati, H. (2014). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku tawuran pada
remaja laki-laki yang pernah terlibat tawuran di SMK'B'Jakarta. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan, 3(1), 1-11.
Asriati, N. (2012). Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pembelajaran
di Sekolah. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, 3(2).
Dahlan, Z. (2016). Internalisasi Pendidikan Karakter Perspektif Pesantren. FALASIFA: Jurnal Studi
Keislaman, 7(1), 155-172.
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, Lembaga Pentashsih Al-Qur'an, 2007.
Depdiknas. 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Dokumentasi
Depdiknas. Koesoema, Doni. 2010. Pendidikan Karakter.
Fauzi, F. Y., Arianto, I., & Solihatin, E. (2013). Peran Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Dalam Upaya Pembentukan Karakter Peserta Didik. Jurnal PPKn UNJ Online, 1, 1-15.
Fuad, J. (2012). PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PESANTREN TASAWUF. Tribakti: Jurnal Pemikiran
Keislaman, 23 (1). https://doi.org/10.33367/tribakti.v23i1.13
Hakim, D. (2012). Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk
Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa. Prosiding Seminas, 1(2).
Halimi, M. I. (2019). Studi tentang pemikiran Nasionalisme KH. Wahab Chasbullah dan implementasi-
nya (1914-1934) (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Ilma, N. (2015). 'Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Bangsa'.
Ismail, A. (2018). PESANTREN DAN RADIKALISME AGAMA (Studi Kasus Pesantren Hidayatullah Ternate). Al-
Qalam, 13(1), 19-36.
Kasman, K. (2018). PERAN WALISONGO DALAM MENTRANSFER TASAWUF. El-Furqania: Jurnal Ushuluddin
dan Ilmu-Ilmu Keislaman, 4(01).
Koesoema, A. D. (2010). Mencari Format Pendidikan Karakter Dalam Konteks Keindonesiaan. Yogyakarta:
Kanisius.
Kuswandi, Yudi dan Emma Himayaturohmah (2018) 'PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI ISLAMI DALAM MEMBANGUN
KARAKTER BANGSA (Studi Kasus di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi)' Tatar
Pasundan. 12 (34) 2018. DOI : 10.38075/tp.v12i34.77
Lickona, T. (2009). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. Bantam.
Majid, N. (2008). Islam, kemodernan, dan keindonesiaan. Mizan Pustaka.
Malik, A., Sudrajat, A., & Hanum, F. (2016). Kultur pendidikan pesantren dan radikalisme. Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 4(2), 103-114.
Marjuki (2018) ”PENDIDIKAN NILAI DAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI MADRASAH
TSANAWIYAH” Tatar Pasundan. 12 (32) 2018. DOI: https://doi.org/10.38075/tp.v12i32.58
Molejono, Djokosantoso (2005) Good Corporate Culture sgb GCG. Jakarta: Elex Media
Mubarok, A. Z. (2019). Model pendekatan pendidikan karakter di pesantren terpadu. Ta'dibuna: Jurnal
Pendidikan Islam, 8(1), 134-145.

122
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 14, no. 2, Mei - Agustus 2020

Muhaimin. (2011). ”Pesantren Dalam Bingkai Mutu Pendidikan Global: Meretas Mutu Pendidikan
Pesantren Masa Depan (Suatu Kata Pengantar)”, dalam Umiarso dan Nur Zazin. Pesantren diTengah
Arus Mutu Pendidikan Menjawab Problematika Kontemporer Manajemen Mutu Pesantren.
Semarang: Rasail Media Grup.
Muttaqin, A. (2012). Pendidikan Karakter di Sekolah Upaya Membangun Karakter Bangsa. Al Hikmah:
Jurnal Studi Keislaman, 2(1), 3.
Nugraha, Firman (2010). Kepemimpinan Kyai di Pesantren. Dalam http://firmannugraha. blogspot. co. id/
2010/04/kepemimpinan-kyai-di-pesantren. html
Pustaka Pelajar, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta, Pustaka Pelajara, 2007.
Q-Anees, Bambang, Hambali, Adang, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur'an, Bandung, Simbiosa, 2008.
Ramin (2018) ”KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KARATER SISWA PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR”,
Tatar Pasundan. Volume 12 Nomor 32 Tahun 2018. DOI: https://doi.org/10.38075/tp.v12i32.52
Rachmadyanti, P. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar Melalui Kearifan
Lokal. JPsd (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar), 3(2), 201-214.
Ridlwan, M. (2019). Dialektika Pesantren Dan Radikalisme Di Pesisir Utara Lamongan. Jurnal Darussalam:
Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam, 11(1), 36-55.
Saefullah, Usep (2016) Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren. Jakarta: Nagakusuma Media Kreatif.
Salahuddin Wahid, ”Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren”, Aula, Surabaya, PWNU Jawa Timur, 2011,
h. 70
Sauri, S. (2010). ”Membangun karakter bangsa melalui pembinaan profesionalisme guru berbasis
pendidikan nilai”. Jurnal Pendidikan Karakter, 2(2), 1-15.
Sauri, S. (2011). Pendidikan Pesantren dalam Pendidikan Karakter. http://10604714.siapsekolah. com/
2011/06/02/peran-pesantren-dalam-pendidikan-karakter. Tanggal 6 November 2011.
Soukhanov, Anne H. (1992) The American Heritage Dictionary. Delta.
Sumardi, K. (2012). Potret Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Salafiah. Jurnal Pendidikan
Karakter, (3).
Supriadi, Gering, Guno, Tri, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah, Jakarta, Lembaga Adminstrasi Negara,
2009.
_________________, Wawasan Negara Kesatuan RI, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara, 2009.
Suyitno, Imam 2012, Pengembangan Pendidikan Karakter Dan Budaya Bangsa Berwawasan Kearifan
Lokal, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II, Nomor 1, Februari 2012
Syafe'i, I. (2017). Pondok Pesantren: Lembaga Pendidikan Pembentukan Karakter. Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 61-82.
Syafrizal, A. (2015). Sejarah Islam Nusantara. Islamuna: Jurnal Studi Islam, 2(2), 235-253.
Tajuddin, Y. (2015). Walisongo dalam Strategi Komunikasi Dakwah. Addin, 8(2).
Usman, M. I. (2013). Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Sejarah Lahir, Sistem Pendidikan,
Dan Perkembangannya Masa Kini). Jurnal al-Hikmah, 14(1), 127-146.
Velasufah, W., & Setiawan, A. R. (2020). Nilai Pesantren sebagai Dasar Pendidikan Karakter (Doctoral
dissertation, Thesis Commons. DOI: https://doi. org/10.31237/osf. io/hq6kz).
Wahjoetomo. (1997). Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema
Insani Press.
Yusuf, Choirul Fuad (2007) Pemikir Pendidikan Islam. Jakarta: Pena Citasatria.
Zuhriy, M. S. (2011). Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakter Pada Pondok Pesantren Salaf. Walisongo:
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 19(2), 287-310.

123

Anda mungkin juga menyukai