Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN LAYANAN KEFARMASIAN KOMUNITAS

PERIKLANAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS

ANGGOTA KELOMPOK:

Atqillah Irbah Alfitri 18507050011100 Seto Putra Ajipratama 185070501111014


8
Mellyana Ayu Maharani 18507050011101 Hendri Wahyu Ningrum 185070501111017
3
Aldila Purnama Rahayu 18507050011101 Lilis Ika Kurniawati 185070501111025
6
Intan Amalia 18507050011102 Ishmatul Hamidah 185070501111028
1
Yolanda Tri Handayani 18507050011103 Febylatus Sholihah 185070501111033
0
Muhammad Fakhri A. 18507050011103 Andini Saraswati 185070507111002
1
Rizqi Ajiwijaya 18507050011104 Whina Inti Widjanarko 185070507111007
1
Putri Novita Rosalia 18507050011103 Nisa Permatasari W. 185070507111010
8
Laillia Nur Romadhini 18507050111100 Faizal Amin 185070507111015
6
Itharotun Nuriyyah 18507050011100 Gadis Arivia 185070501111007
1
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2021/2022
PENDAHULUAN
Iklan merupakan pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat suatu media dan
dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada masyarakat. Sedangkan periklanan
adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
yang terkait dengan iklan (Supardi, 2011). Iklan obat merupakan setiap keterangan atau
pernyataan mengenai obat dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan
berbagai cara untuk pemasaran dan/atau perdagangan obat (BPOM, 2021).
Penjualan obat melalui media online menawarkan pasar yang lebih luas, harga lebih
murah, lebih cepat, dan kemungkinan pembelian secara anonym. Dengan keadaan seperti ini,
masyarakat dengan mudah mendapatkan dan menggunakan obat keras, obat golongan narkotika
atau obat golongan psikotropika. Obat-obatan dijual dengan bebas dan rentan disalahgunakan
oleh masyarakat, yang tanpa disadari akan membahayakan kesehatan dan bahkan menimbulkan
korban (Ariyulinda, 2018).
Diera pandemi covid-19 ini yang mengharuskan setiap orang untuk tetap dirumah dan
menjaga kondisi kesehatan dirinya. Banyak oknum yang memanfaatkan kondisi ini untuk
memasarkan dan mempromosikan obat obatan secara massif diinternet tanpa mematuhi aturan
aturan yang berlaku atau bahkan tidak memahami aturan yang berlaku. Kurangnya pemahaman
terkait regulasi dan sosialisasi regulasi, serta maraknya oknum illegal yang bermunculan
diinternet menjadi tantangan besar.

KASUS : PERIKLANAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS

09 September 2020 “Dari patroli siber yang dilakukan, setidaknya selama 6 Maret-13 April
2020, BPOM telah mengidentifikasi sebanyak 6.743 situs yang mengiklankan penjualan obat
yang diklaim dapat menyembuhkan atau menangkal Covid-19. Penjulan obat meliputi kloroquin,
hydrochloroquine, antivirus dan suplemen obat lainnya yang diklaim dapat menyembuhkan
Covid-19," ujar Penny menjelaskan produk-produk yang dijual dan ditemukan. Hingga bulan
Agustus 2020 telah ditemukan iklan obat tradisional dengan klaim (untuk Covid-19) sebanyak
2.843 iklan atau 59.08 persen dari seluruh temuan iklan obat tradisional yang tidak memenuhi
ketentuan, sedangkan untuk suplemen kesehatan (dengan klaim untuk Covid-19) sebanyak 996
atau 41.81 persen dari seluruh temuan iklan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi
ketentuan”
25 September 2020 “Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM menemukan hampir 50
ribu tautan yang menayangkan iklan penjualan obat dan makanan ilegal melalui internet. Salah
satu yang paling gencar dipromosikan ialah obat-obatan yang berkaitan dengan Covid- 19”.

ANALISA KASUS
Diketahui dari kasus tersebut, BPOM telah mengidentifikasi 6.743 situs mengiklankan penjualan
obat yang diklaim dapat mengatasi Covid-19. Selain itu juga ditemukan obat tradisional yang di
klaim sebagai obat Covid-19 dan lebih dari setengah total produk yang diiklankan tidak
memenuhi ketentuan. Sedangkan suplemen kesehatan yang mengklaim untuk Covid-19 41.81%
dari 966 total yang ditemukan tidak memenuhi ketentuan. BPOM juga menemukan 50 ribu
tautan yang diduga menayangkan ikllan ilegal yang salah satunya paling gencar adalah promosi
obat-obatan yang berkaitan dengan Covid-19. Dari berita tersebut diketahui bahwa banyak
produsen yang secara ilegal mengiklankan produknya dengan klaim “Covid-19”. Maka dari itu
perlu tindakan dan regulasi pada pengedaran ke konsumen maupun dalam pengiklanan yang
tegas untuk mengatasi hal tersebut agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada masyarakat.

1. Apakah penggolongan obat pada kasus adalah obat yag sama? Bagaimana regulasi
periklanan dari setiap golongan obat?
Terdapat beberapa penggolongan obat menurut Peraturan BPOM Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di FasilitasPelayanan Kefarmasian, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras,
narkotika / psikotropika. Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika. Psikotropika adalah obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara,
produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.
1.1 Apa kata yang dapat digunakan dalam iklan?
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 8 tahun 2017
tentang Pedoman Pengawasan Periklanan Obat, Informasi dalam iklan harus sesuai dengan
informasi yang disetujui pada persetujuan izin edar. Namun, tidak semua informasi yang
disetujui pada persetujuan izin edar layak dan aman diiklankan. Cara penyajian Iklan harus
memperhatikan kepantasan dan sesuai dengan norma kesopanan dan budaya yang berlaku di
masyarakat. Terdapat beberapa Informasi yang tidak boleh dicantumkan dalam Iklan, yaitu:
a. Iklan tidak boleh memuat pernyataan anjuran atau rekomendasi Obat dari tenaga
kesehatan, petugas laboratorium, instansi pemerintah, organisasi profesi kesehatan, tokoh agama,
guru, atau pejabat publik.
b. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan garansi tentang khasiat/keamanan Obat, seperti
penggunaan kata “pasti”.
c. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, seperti Iklan tidak boleh
menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, “tepat”, atau kata-kata
berawalan “ter“, dan/atau yang bermakna sama.
d. Iklan tidak boleh menstigmatisasi, menghina, merendahkan, atau melemahkan orang atau
sekelompok orang.
e. Klaim penghargaan dan sejenisnya yang diperoleh tidak boleh digunakan dalam iklan
obat, meskipun didukung pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang lain.
f. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan komparatif terhadap Obat atau produk lain
kecuali klaim tersebut bermanfaat bagi konsumen, tidak menyesatkan serta tidak mengesankan
Obat tersebut lebih baik dari Obat atau produk lain.
g. Iklan tidak boleh mencantumkan informasi yang dapat mendorong penggunaan
berlebihan dan penggunaan terus menerus seperti penggunaan kata “selalu”, “rutin” dan kata-
kata lain yang bermakna sama.
h. Iklan tidak boleh mencantumkan klaim “aman”, “tidak berbahaya”, “bebas/tidak ada efek
samping”, “maksimal”, dan/atau klaim lainnya yang semakna tanpa disertai keterangan yang
memadai.
i. Iklan tidak boleh memberi informasi dan/atau kesan bahwa penggunaan Obat dapat
menimbulkan energi, kebugaran, vitalitas, fit, prima, pertumbuhan,
kecerdasan/kepintaran/prestasi, mengatasi stress, meningkatkan/mengembalikan mood,
peningkatan kemampuan seks, keharmonisan rumah tangga, dan/atau klaim lainnya yang
semakna.
j. Iklan tidak boleh menghubungkan dengan ibadah atau kegiatan keagamaan lainnya.
k. Iklan tidak boleh terkesan preventif atau menganjurkan untuk menggunakan,
mengkonsumsi Obat sebelum melakukan aktivitasnya, sebelum sakit, atau untuk pencegahan
penyakit terkecuali sesuai dengan indikasi yang disetujui.
l. Iklan obat tidak boleh mengklaim dan/atau menggambarkan sifat yang dapat mengarah
pada penggunaan obat seperti produk pangan, misalnya klaim segar, nikmat, lezat, dan enak.
m. Iklan tidak boleh mengeksploitasi takhayul, menyalahgunakan kepercayaan, dan
kekurangtahuan masyarakat.
n. Iklan tidak boleh mendorong atau membiarkan bentuk diskriminasi apa pun termasuk
yang berdasarkan etnis, kebangsaan, agama, gender, usia, penyandang cacat, atau orientasi
seksual.
o. Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik dan grafik untuk
menyesatkan masyarakat atau menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna.
p. Iklan tidak boleh mencantumkan informasi bahwa Obat tidak mengandung bahan tertentu
yang dapat menyesatkan, tidak relevan, dan/atau tidak bermanfaat bagi konsumen.
q. Iklan obat tidak boleh menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa yang
dikaitkan dengan penjualan obat.
r. Iklan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan yang sudah seharusnya
dipenuhi (misal CPOB, teruji klinis).
s. Iklan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan yang tidak ada hubungannya
dengan mutu obat (misal ISO).
t. Iklan tidak boleh menonjolkan sebagian kandungan tertentu dalam obat sebagai
keunggulan Obat.
u. Iklan tidak boleh mencantumkan klaim dan/atau visualisasi yang mengesankan obat
seperti obat herbal/tradisional.
v. Iklan tidak boleh ditujukan kepada anak-anak langsung dan/atau menampilkan anak-anak
tanpa adanya supervisi orang dewasa.
w. Iklan tidak boleh mempromosikan efek samping obat. Efek samping obat dapat
dicantumkan sebagai informasi namun tidak untuk diangkat sebagai kelebihan dari produk yang
diiklankan.
x. Iklan tidak boleh mencantumkan nama sarana yang tidak memiliki izin apotik, izin toko
obat, atau sarana lainnya yang tidak memiliki penanggung jawab tenaga kefarmasian.
Selain hal – hal tersebut, pada iklan juga tidak boleh menyantumkan:
1. Iklan tidak boleh diperankan oleh tenaga kesehatan atau berperan sebagai tenaga
kesehatan, tokoh agama, guru, atau pejabat publik.
2. Iklan dengan pemeran anak-anak tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan
penggunaan Obat diambil oleh anak-anak dan/atau memakai narasi suara anak-anak yang
menganjurkan penggunaan obat (child endorsement).
3. Obat yang hanya bermanfaat untuk kelompok umur tertentu dilarang diperankan oleh
kelompok umur lainnya.
4. Pemeran dalam Iklan tidak boleh beriklan dalam bentuk testimoni, baik dengan
mencantumkan nama, paraf maupun tanda tangan yang dapat mengesankan bahwa Iklan tersebut
merupakan pengalaman dan atau pernyataan resmi dari si pemeran.
5. Iklan tidak boleh menggunakan setting/lokasi/latar/suasana yang menggambarkan
layanan kesehatan, laboratorium, sekolah, pertemuan ilmiah, kumpulan massa, dan nuansa
keagamaan serta setting/latar lainnya yang setara.
6. Iklan tidak boleh menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan, kata-kata, suara, dan/atau
lainnya yang memberi kesan tidak sopan.
7. Iklan boleh memuat ekspresi dan/atau visualisasi hiperbola yang berada di luar jangkauan
akal manusia selama masih memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dan pesan yang
disampaikan tidak menyesatkan.
8. Iklan tidak boleh menampilkan atau menggunakan kata-kata yang menunjukkan efek
instan/cepat, kecuali untuk obat yang mempunyai efek kerja cepat.
9. Cara penyajian tidak boleh menimbulkan persepsi khusus bagi masyarakat yang
mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak benar.
1.2 Bagaimana sanksi bagi pengedar dengan iklan yang illegal?
Berdasarkan pasal 26 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 2 Tahun
2021 tentang pedoman pengawasan periklanan obat menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan dikenai sanksi administratif oleh kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan antara
lain berupa:
1. Peringatan
2. Peringatan keras
3. Penghentian sementara kegiatan Iklan
4. Pembekuan izin edar, dan/atau
5. Pencabutan izin edar
Sanksi administratif berupa peringatan dapat diikuti dengan perintah untuk memperbaiki,
menghentikan dan/atau menarik kembali Iklan yang telah dipublikasikan.
Berdasarkan pasal 27 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 2 Tahun 2021
tentang pedoman pengawasan periklanan obat menyatakan bahwa Tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan yang mengatur mengenai tindak lanjut pengawasan Obat
dan bahan Obat.
(BPOM, 2021)
1.3 Bagaimana mengatasi oknum-oknum illegal yang berjualan online di Indonesia?
Cara mengatasi untuk seseorang atau sekelompok yang berjualan illegal secara online
yaitu:
a. Semua penjualan obat secara online khusus nya market place perlu ada nya keketatan
persyaratan dalam menjual obat, seperti surat ijin dari dinas kesehatan masing-masing wilayah,
cara pendistribusian, pemesanan, pengemasan barang, serta penyampaian informasi dari obatnya.
b. Mengedukasi masyarakat mengenai bagaimana dan di mana cara membeli obat secara
online yang aman dan terpercaya. Seperti cek di KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, Kadaluarsa)
Gambar 1. Poster Cermat Menyikapi Informasi dan Mendapatkan Obat secara Online
1.4 Bagaimana terkait pengawasan iklan obat di Indonesia?
Pengawasan periklanan obat di Indonesia diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun
2020. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan
Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring Pasal 25 yaitu:
(1) Pengawasan terhadap obat dan makanan yang diedarkan secara daring dilaksanakan
melalui pemeriksaan oleh Pengawas.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. melakukan pemantauan terhadap peredaran obat dan makanan secara daring termasuk
iklan yang menyertainya pada Sistem Elektronik, Media Sosial, dan media internet lain; dan
b. melakukan pemeriksaan setempat di sarana yang terkait atau patut diduga
menyelenggarakan kegiatan Peredaran Obat dan Makanan Secara Daring.
(3) Pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berkoordinasi dengan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah terkait, dan/ atau asosiasi
PSE.
1.5 Bagaimana langkah yang diambil BPOM jika ada periklanan illegal?
Obat tradisional diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007
tahun 2012 Tentang Registrasi obat tradisional. Untuk regulasi obat konvensional disesuaikan
dengan golongan obatnya.
1.6 Apakah regulasi obat konvensional dengan obat tradisional dibedakan?
Pada UU No.8 tahun 2017 tentang pedoman pengawasan periklanan obat yaitu bisa
dikenai sanksi administratif berupa penghentian publikasi iklan, penghentian kegiatan beriklan
selama 6 (enam) bulan untuk Iklan Obat yang melanggar dan/ atau pembatalan nomor izin edar
serta juga ada sanksi hokum.
1.7 Nilai penjualan produk secara daring di Indonesia
Nilai penjualan produk secara daring di Indonesia pada tahun 2019 mencapai US$ 18,76
Miliar. Untuk komoditas makanan dan personal care menyentuh US$ 3,17 Miliar atau meningkat
60% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menandakan potensi penjualan produk secara daring
terus berkembang.
Di sisi lain terjadi peningkatan promosi obat dan makanan yang tidak memenuhi
ketentuan, serta peredaran obat dan makanan ilegal. Berdasarkan Patroli Siber 2019, Badan POM
telah mengajukan 24.610 rekomendasi takedown baik platform situs, media sosial, maupun e-
commerce kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce
Indonesia (IdEA). Pengajuan takedown didominasi komoditas obat sebesar 76,4%. Jumlah
pengajuan takedown mengalami kenaikan sangat signifikan periode Januari-April 2020
mencapai 27.671 data, dimana komoditas obat masih mendominasi 79,2%.
Secara garis besar, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Badan POM
tersebut yakni obat dan makanan yang diedarkan secara daring wajib memiliki izin edar.
Peraturan tersebut juga menyatakan pelarangan peredaran secara daring yaitu obat keras yang
termasuk dalam obat-obat tertentu, obat yang mengandung prekursor farmasi, obat untuk
disfungsi ereksi, sediaan injeksi selain insulin untuk penggunaan sendiri, sediaan implan yang
penggunaannya memerlukan bantuan tenaga kesehatan, obat yang termasuk dalam golongan
narkotika dan psikotropika, kosmetika sediaan kulit mengandung alpha hidroxy acid (AHA)
lebih dari 10%, kosmetik sediaan pemutih gigi mengandung dan/atau melepaskan hydrogen
peroxide lebih dari 6%, serta minuman beralkohol. (BPOM).
2. Siapa saja pihak atau institusi yang dapat menjual obat secara daring?
Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 8 tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan
Makanan yang diedarkan secara daring Pasal 4 yang berbunyi:
(1) Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang, dan Apotek
dapat melaksanakan peredaran Obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara daring
maka Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang, dan Apotek
harus menggunakan Sistem Elektronik.
(3) Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang, dan Apotek
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjamin Obat yang diedarkan secara daring
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang, dan Apotek
yang menyelenggarakan peredaran Obat secara daring wajib memberikan laporan secara berkala
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat informasi:
a. Nama dan alamat Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi
Cabang, dan Apotek;
b. Tanggal, bulan, dan tahun mulai penyelenggaraan peredaran Obat secara daring;
c. Nama PSEF dan alamat website/Uniform Resource Locator (URL) untuk Apotek yang
bekerja sama dengan PSEF dalam menyelenggarakan peredaran Obat secara daring;
d. Daftar Obat yang diedarkan secara daring; dan
e. Data transaksi Obat yang diedarkan secara daring.
(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan bagian dari laporan rutin.
Jadi, pihak yang dapat mengedarkan obat secara daring diantaranya adalah industri Farmasi,
Pedagang Besar Farmasi, Pedagang Besar Farmasi Cabang, dan Apotek. Dalam pengedaran obat
tersebut harus berdasarkan ketentuan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Bagaimana persyaratan dan klaim yang benar untuk obat herbal dan suplemen
kesehatan?
3.1 Obat Herbal
Menurut menurut Kepala BPOM RI HK. 00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia Pasal 1 ayat 2 obat bahan alam
Indonesia berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, dikelompokkan menjadi:
a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar
c. Fitofarmaka
 Pasal 2
1. Jamu harus memenuhi kriteria:
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat
pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
3. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: " Secara tradisional digunakan
untuk ...", atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
 Pasal 3
1. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian
umum dan medium
 Pasal 4
1. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ pra klinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
2. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
3.2 Suplemen Kesehatan
Menurut Per BPOM No. 17 Tahun 2019 tentang Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan
Pasal 1 ayat 1 Suplemen kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan,
mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino dan/atau bahan lain bukan tumbuhan yang dapat dikombinasi dengan
tumbuhan.
 Pasal 2
Persyaratan mutu suplemen kesehatan yang meliputi bahan suplemen kesehatan dan produk jadi.
 Pasal 10
Produk jadi yang mencantumkan klaim manfaat tertentu dapat dilakukan uji identifikasi
kualitatif terhadap bahan - 8 - kimia berkhasiat obat, psikotropika, narkotika dan/atau zat adiktif
lainnya. (2) Klaim manfaat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini
3.3 Bagaimana syarat untuk mengklaim obat tersebut memiliki khasiat
Syarat mengeklaim obat herbal memiliki khasiat yaitu harus dibuktikan, baik berdasarkan
data empiris atau secara ilmiah melalui uji pra klinik dan uji klinik. Apabila suatu produk herbal
terbukti berkhasiat untuk mengobati suatu penyakit, maka klaim khasiat tersebut akan tertera
pada label/desain kemasan produk. Sampai saat ini Badan POM tidak pernah memberikan
persetujuan klaim khasiat obat herbal yang dapat mengobati segala jenis penyakit, termasuk
infeksi virus COVID-19 (BPOM, 2020).
Untuk itu Badan POM mengimbau masyarakat agar lebih hati-hati dan tidak mudah percaya
iklan atau pernyataan seseorang yang menyatakan khususnya bahwa obat herbal ampuh
mengobati COVID-19. Gunakan produk herbal secara aman dan tepat dengan cara: (BPOM,
2020).
a. Lakukan Cek KLIK, pastikan Kemasan dalam kondisi baik, baca seluruh informasi pada
Labelnya, pastikan ada Izin edar dari Badan POM, dan pastikan tidak melewati masa
Kedaluwarsa.
b. Konsultasi terlebih dahulu ke Dokter apabila memiliki riwayat penyakit tertentu.
c. Perhatikan peringatan/perhatian yang tercantum pada label.
d. Membaca dengan teliti aturan pakai produk.

4. Bagaimana peran farmasis dan peran pemerintah dalam memberikan solusi untuk
mengatasi penjualan obat/sediaan farmasi secara online di indonesia? Apa saja
kekhawatiran apoteker jika hal ini terus berlangsung? Serta Langkah apa yang sudah
dilakukan pemerintah?
4.1 Peran dan Solusi sebagai seorang Farmasis dalam mengatasi penjualan
obat/sediaan farmasi secara online di Indonesia (Yuningsih, 2021)
Menanggapi adanya penjualan obat secara daring, sebagai seorang farmasis baik dalam
pelaku industri farmasi termasuk produsen, distributor, serta fasilitas kefarmasian di rumah sakit
dan apotek, perlu untuk ikut turun tangan dalam perdagangan produk secara daring. Selain
menjual, apoteker dapat ikut serta melayani penjualan produknya secara daring melalui
situs web atau akun media sosial. Hal ini disebabkan, saat ini kita tidak dapat menghindari
maraknya peredaran obat secara online, sehingga penting bagi farmasis untuk terjun langsung
melayani masyarakat melalui situs online guna meminimalisir adanya peredaran ilegal.
Selain itu sebagai farmasis kita dapat melakukan sosialisasi mengenai penyalahgunaan
obat secara daring. Apoteker perlu melakukan sosialisasi terkait kewaspadaan terhadap
penjualan obat daring yang dilakukan tanpa mengikuti peraturan penjualan konvensional. Serta,
mengajak konsumen untuk tidak membeli obat secara online yang bukan apotek online resmi.
Hal tersebut didukung dengan alasan pembelian obat dalam apotek online resmi lebih menjamin
keaslian obat dengan penyimpanan obat yang tepat, sehingga mutu serta khasiat obat tetap
terjaga.
Peran farmasis dalam menjaga mutu obat - obatan yang terjual secara daring juga perlu
dikerahkan. Farmasis perlu mengedukasi masyarakat untuk tidak lupa mengecek KLIK
(Kemasan, Label, Izin edar, Kadaluarsa). Masyarakat juga perlu mewaspadai akan produk
yang ketentuan izin edar, persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obatnya tidak
diinformasikan secara jelas. Produk - produk yang dinilai ilegal ini bisa dilaporkan kepada pihak
BPOM sebagai langkah pencegahan produk ilegal.
Sebagai bagian dari masyarakat, organisasi profesi apoteker juga berperan dalam
peredaran obat dan makanan secara daring, yaitu dengan menjembatani kebijakan publik
kepada para apoteker dan membina apoteker agar kompetensinya sejalan dengan
perkembangan peredaran obat dan makanan yang juga dilakukan secara daring.
Kompetensi apoteker dalam peredaran obat dan makanan secara daring belum didukung oleh
standar pelayanan kefarmasian yang mengatur mekanisme dan sistem peredaran obat secara
daring. Kebutuhan akan standar pelayanan yang detail akan menjadi pedoman dalam berpraktik
dan dapat menghilangkan keraguan apoteker untuk mendukung peredaran obat dan makanan
secara daring yang sesuai dengan ketentuan peraturan.
4.2 Peran dan Solusi Pemerintah dalam mengatasi penjualan obat/sediaan farmasi
secara online di Indonesia
Pengawasan peredaran daring obat dan makanan juga melibatkan semua elemen
masyarakat khususnya Pemerintah. Terlebih peredaran secara daring tidak mengenal batas
geografi wilayah dan dapat mencakup lingkup seluruh dunia. Beberapa peran yang dapat
dilakukan pemerintah dalam mengatasi penjualan obat/sediaan farmasi secara daring di
Indonesia diantaranya Mengawasai peredaran obat dan makanan secara daring dengan disiplin
dan ketat, Mengeluarkan kebijakan tentang peredaran dan pengawasan obat serta makanan
secara daring, Memberikan sanksi/hukuman yang pihak yang melanggar, Pemerintah perlu
melakukan sosialisasi terhadap berbagai peraturan penjualan obat secara daring karena
pengawasan peredaran obat secara daring sulit dipantau. Seperti contoh yaitu alamat situs web,
akun media sosial, e-commerce dapat dengan mudah dihapus dan diganti oleh oknum. Selain itu,
sulitnya pelacakan oknum karena banyak yang menggunakan akun palsu. (Yuningsih, 2021).
4.3 Langkah yang Sudah Dilakukan Pemerintah dalam Mengawasi Peredaran Obat
secara Daring
Mulai dari tahun 2018, pemerintah telah melakukan pemblokiran situs atau akun yang
menjual obat tidak sesuai ketentuan. Sekitar 2.217 akun ataupun situs telah diblokir oleh
Kominfo berdasarkan laporan dari BPOM. Selain itu, khusus untuk penjualan obat yang
mengandung zat aktif Misoprostol secara daring, BPOM telah melaporkan 139 situs yang terdiri
dari website, Facebook, Twitter, Tokopedia, Shopee, Lazada dan Bukalapak kepada Kominfo
untuk dilakukan pemblokiran akun. Untuk contoh kasus lain adalah terdapat 100 situs yang
menjual obat Trivam secara bebas dan diblokir oleh Kementrian Kominfo.
4.4 Kekhawatiran apoteker jika periklanan obat/sediaan farmasi secara online di
Indonesia yang tidak sesuai terus berlangsung (Yuningsih, 2021)
Daring hanyalah sebuah alternatif dalam kegiatan promosi dan penjualan yang
ditawarkan secara konvensional. Namun, hal ini menjadi ilegal apabila institusi atau pelaku
penjualan daring tidak memiliki izin usaha, tidak memenuhi persyaratan sertifikasi, lisensi,
registrasi, dan persyaratan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
menimbulkan kekhawatiran apoteker akan adanya produk obat/sediaan farmasi yang
ditawarkan tidak memenuhi ketentuan izin edar, persyaratan keamanan, khasiat/manfaat
dan mutu, produk ilegal, palsu, kedaluwarsa, terlarang, dan lainnya.
Peredaran daring obat/sediaan farmasi memiliki risiko beredarnya obat-obatan tertentu
yang sering disalahgunakan dan produk ilegal yang merugikan kesehatan masyarakat.
Obat ilegal adalah obat dengan izin edar palsu dan tidak memiliki nomor registrasi; obat yang
kandungannya tidak sesuai dengan tulisan yang tercantum dalam kemasan; obat yang standarnya
tidak sesuai klaim; obat palsu; penyalahgunaan obat; obat yang telah kedaluwarsa dan dijual
kembali; obat impor yang masuk secara ilegal karena tidak berkoordinasi dengan pihak BPOM
dan tidak berlabel bahasa Indonesia; dan obat tradisional yang mengandung bahan obat kimia.
Selain memberikan khasiat dan manfaat bagi tubuh manusia, obat dapat menjadi bahaya bagi
tubuh manakala dikonsumsi tidak sesuai dengan ketentuan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu masing-masing produk. Obat yang beredar secara daring seringkali
memiliki risiko kesehatan jika obat tersebut merupakan obat palsu yang dapat menyebabkan
alergi yang mengancam konsumen yang tidak melalui rekomendasi apoteker saat menjual obat
secara daring.
Pada umumnya, obat ilegal yang diedarkan secara daring termasuk golongan obat keras.
Peredaran obat keras yang ilegal secara daring sangat merugikan masyarakat karena penggunaan
obat keras secara sembarangan dapat menimbulkan bahaya bagi diri masyarakat sendiri, sebab
obat keras adalah obat yang dalam pembeliannya harus disertai dengan resep dokter. Obat keras
tanpa resep dokter berisiko merugikan pasien karena tidak ada pengawasan dari dokter dan
apoteker dalam penggunaan dan penyimpanan obat tersebut. Kondisi pasien dan masyarakat
yang lemah di bidang kesehatan menjadikan pasien dan masyarakat tidak dapat mengambil
keputusan sendiri dalam penggunaan obat keras. Mereka menjadi konsumen obat ilegal karena
sudah terbiasa menggunakan atau pun terpengaruh dari iklan, promosi, dan testimoni pengguna
lainnya. Kemungkinan terjadinya penyalahgunaan, over dosis, kontraindikasi, dan
timbulnya efek samping obat pada tubuh dapat merugikan masyarakat dan memperburuk
kondisi kesehatan.
Bahayanya peredaran obat keras dan obat-obatan tertentu secara daring tersebut apabila tidak
segera ditanggulangi maka akan berdampak mengancam generasi muda serta pertahanan
nasional. Pada dasarnya obat adalah zat kimia yang masuk ke dalam tubuh sehingga dosis, cara
penggunaan, dan cara penyimpanan memerlukan prinsip kehati-hatian di bawah pengawasan
tenaga medis dan tenaga apoteker.
5. Apa bahayanya jika iklan masih berlanjut?
Dalam menjual obat tanpa ijin edar ke masyarakat, para pelaku usaha membuat iklan
yang dipasang di situs-situs dan melalui akun-akun media sosial. Iklan ini dibuat dengan
melanggar hak-hak konsumen, karena didalam website dan akun-akun media sosial yang
menjual obat tanpa ijin edar, biasanya terdapat hal-hal yang bersifat negatif seperti gambar dari
iklan tersebut, testimoni-testimoni palsu yang dicantumkan didalam iklan, dan juga khasiat
dengan tingkat kemanjuran yang tinggi. Padahal dalam membuat suatu iklan, pelaku usaha harus
memperhatikan asas-asas umum kode etik periklanan agar tidak melanggar hak-hak konsumen.
Dengan mengkonsumsi obat tanpa ijin edar maka konsumen akan merasa tidak nyaman,
aman dan terganggu keselamatannya, ini karena obat yang belum mendapat ijin edar ini tidak
melewati uji kelayakan sehingga konsumen merasa terganggu apabila ternyata terdapat
kandungan dari bahan-bahan yang berbahaya atau takaran obat yang diberikan tidak sesuai
dengan ketentuan. Undang-Undang perlindungan konsumen telah mengatur larangan-larangan
yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha dalam proses jual beli barang/jasa (Zuhaid, et al.,
2016).
Selain itu, terdapat bahaya yang dapat ditimbulkan dalam penjualan sediaan farmasi
secara online yaitu pengawasan yang susah, risiko penipuan tinggi, PIO (Pelayanan Informasi
Obat) kurang jelas, kemungkinan penyalahgunaan resep palsu, adanya biaya pengiriman, dan
stabilitas yang kurang terjamin. Dalam penjualan sediaan farmasi secara online kemampuan
untuk mengawasi pihak-pihak terkait baik PSEF maupun konsumen cenderung susah. Hal ini
menjadikan tingginya risiko pelanggaran terhadap aturan-aturan berlaku yang telah ditetapkan.
Hingga saat ini masih banyak terdapat beberapa PSEF maupun marketplace atau e-
commerce yang melakukan penjualan sediaan farmasi secara online tanpa memiliki izin atau
illegal. Selain itu juga terdapat kemungkinan bahwa apotek online tidak memiliki apoteker
berSIPA/STRA, serta tidak ada jaminan apotek online memiliki bangunan atau fasilitas fisik
yang memenuhi persyaratan. Sehingga pada prakteknya, risiko penipuan pada penjualan sediaan
farmasi secara online sangatlah tinggi, yang tentunya hal ini bukan hanya merugikan masyarakat
akibat kemungkinan obat yang diberikan kualitasnya tidak terjamin, namun juga merugikan
apoteker karena dapat menurunkan angka kepercayaan pada apoteker.
Seperti yang kita ketahui dimana apotek online sangat jarang mengedepankan sisi
pharmaceutical care yang seharusnya dilakukan oleh apoteker. Pasien dapat dengan mudah
mendapatkan obat yang dibutuhkan tanpa adanya PIO yang jelas terkait indikasi, efek samping,
dosis, kontraindikasi, cara pemakaian, penyimpanan, dan lain-lain. Beberapa apotek online
memang menerapkan adanya PIO yang dilakukan secara daring, namun hal ini tidak menjamin
pasien benar-benar paham terkait hal yang disampaikan oleh apoteker, terlebih lagi jika PIO
hanya disampaikan melalui chat tanpa adanya tatap muka antara pasien dengan apoteker.
Penyalahgunaan resep obat tertentu juga dapat terjadi dalam praktik pelayanan apotek
online. Hal ini dikarenakan sistem peresepan obat yang hanya dengan mengirimkan foto resep
obat kemudian diterima oleh admin pengelola layanan apotek online. Sehingga pasien dapat
dengan mudah memalsukan resep dan dengan mudah pula dilayani oleh pihak apotek tanpa
adanya konfirmasi yang jelas dari doker yang bersangkutan. Hal ini dapat menyebabkan semakin
tingginya kasus penyalahgunaan obat.
Kemudian, pada praktik pelayanan apotek online pastinya membutuhkan perantara untuk
mengantarkan obat hingga sampai pada pasien. Dimana tentunya, untuk keperluan tersebut akan
ada biaya tambahan yang dibebankan pada pasien sebagai biaya pengiriman. Pada proses
pengiriman obat, tentunya tidak seluruh apotek online memiliki sistem pengantaran/distribusi
obat yang baik, sehingga bisa saja dalam proses distribusi tersebut justru merusak stabilitas obat
yang dikirim salah satunya terkait suhu tidak stabil yang memapar obat selama proses distribusi.
Hal ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien dalam masa terapinya dikarenakan
kualitas obat yang diterima pasien tidak baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyulinda, N. 2018. Urgensi Pembentukan Regulasi Penjualan Obat Melalui Media Online.
Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 15 (1): 37-48
Badan POM RI, 2017, Peraturan Kepala Badan POM RI No. 8 Tahun 2017 Tentang Pengawasan
Periklanan Obat. Badan POM RI, Jakarta.
BPOM. 2020. PENJELASAN BADAN POM RI Tentang Klaim Produk Herbal Yang Dapat
Menyembuhkan Pasien COVID-19. (Online),
https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/113/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-
Tentang-Klaim-Produk-Herbal-yang-Dapat-Menyembuhkan-Pasien-COVID-19.html,
diakses pada tanggal 4 September 2021.
BPOM. 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2021 Tentang
Pengawasan Periklanan Obat. Jakarta: BPOM.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pengawasan Periklanan Obat.
Peraturan Badan POM Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang
Diedarkan Secara Daring.
Supardi, S., Handayani, R. S., Herman, M. J., Raharni, Susyanty, A. L. 2011. Kebijakan
Periklanan Obat dan Obat Tradisional di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,
Vol 14 (1): 59-67.
Yuningsih, R. 2021. Perlindungan Kesehatan Masyarakat terhadap Peredaran Obat dan Makanan
Daring. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial | Volume 12, No. 1 Juni 2021.
Zuhaid, M.A.N., Turisno, B.E., dan Suharto, R. 2016. Perlindungan Konsumen terhadap
Peredaran Obat Tanpa Izin Edar yang Dijual Secara Online di Indonesia. Diponegoro
Law Journal. Vol. 5 (3): 1-12.

Anda mungkin juga menyukai