Anda di halaman 1dari 3

A.

Pengertian Etos Kerja Dalam Agama Buddha

Etos kerja dalam agama Buddha adalah semangat kerja yang dibentuk oleh pandangan hidup.
Karena di dalam agama Buddha hidup ialah tak lain dari kesempatan bagi manusia untuk mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu, Etos Kerja juga memiliki makna lain yaitu penyempurnaan diri dengan
cara memperbaiki karma secara produktif dan membuang egoisme.Di dalam agama Buddha, setiap hal
apapun yang manusia kerjakan maka dia yang bertanggungjawab atas apa yang telah dikerjakannya, dan
perbuatannya yang menentukan bagaimana nasibnya bahkan kelahirannya di kemudian hari. Hidup
seseorang akan menjadi sangat berarti jika dapat memberi dan menolong sesamanya. Maka, untuk
memberi sesuatu ia juga harus memiliki terlebih dahulu.

Setiap orang yang telah bekerja diibaratkan telah membuat pulau untuk dirinya sendiri seperti
apa yang telah dikatakan Sang Buddha, yakni “Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin, dan
pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana, membuat pulau bagi dirinya sendiri, yang tidak dapat
ditenggelamkan oleh banjir”.(Dhammapada: 25) Kata-kata ini yang selalu dijadikan motivasi bagi umat
Buddha sehingga banyak umat Buddha yang bekerja dengan tekun dan penuh semangat. Itulah
sebabnya para calon Buddha bersusah payah untuk selalu menimbun kebajikan dan melatih diri dari
hawa nafsu yang tiada habis-habisnya, dengan melihat apa

Jadi, bekerja dalam agama Buddha adalah dilakukan dengan selayaknya dalam kondisi yang memberi
kebebasan dan meninggikan martabat kemanusiaan, membawa berkat kepada mereka yang
mengerjakannya dan juga pada hasil kerja mereka. Oleh karena itu, makin maju dan berhasil manusia
bekerja atau berkarya pada umumnya semakin mudah mereka menikmati kebutuhan-kebutuhan
hidupnya sekaligus semakin mudah juga mereka berbuat kebaikan seperti menolong sesama yang
membutuhkan.

B. Syarat Etos Kerja Dalam Agama Buddha

1. CHANDA : Kepuasan dan Kegembiraan Di Dalam Mengerjakan Hal-Hal Yang Sedang Dikerjakan.
Langkah pertama yang terpenting dalam meningkatkan produktivitas adalah dengan menentukan
jenis pekerjaan yang diinginkan. Memilih pekerjaan selain dibutuhkan kecerdasan tertentu untuk
melaksanakan pekerjaan itu hendaknya dipikirkan pula bakat atau hobi yang dimiliki apakah sesuai
atau tidak antara pekerjaan dengan hobi atau kesenangan dan menyesuaikan keduanya adalah hal
terpenting pula. Apabila senang dengan pekerjaan itu, maka seseorang akan selalu gembira dan
bersemangat pula untuk mengerjakannya.

2. VIRIYA : Usaha Yang Bersemangat Di Dalam Mengerjakan Sesuatu Hobi dan kesenangan akan
menimbulkan kegembiraan dalam melaksanakan pekerjaan, kegembiraan akan menimbulkan
semangat, kemudian semangatlah yang akan memunculkan keuletan dalam bekerja, keuletan akan
mewujudkan hasil yang memuaskan dan hasil yang memuaskan akan membahagiakan diri sendiri
baik secara lahir maupun batin. Sebagaimana Harus disebutkan pula disini bahwa kesinambungan
adanya semangat bekerja memegang peranan penting untuk keberhasilan berusaha. Sang Buddha
membahas tentang hal ini, yaitu: “Bekerjalah terus pantang mundur; hasil yang diinginkan niscaya
akan terwujud sesuai dengan cita-cita

3. CITTA : Memperhatikan Dengan Sepenuh Hati Hal-Hal Yang Sedang Dikerjakan Tanpa
Membiarkan Begitu Saja. Karena senang dengan pekerjaan yang sedang dilakukannya maka
menimbulkan semangat, ketahanan dan ketekunan. Tekun dan rajin mengerjakan sesuatu akan
menimbulkan konsentrasi. Konsentrasi dalam bekerja adalah kemampuan untuk menghilangkan
bentuk-bentuk pikiran yang mungkin dapat menyimpangkan diri sendiri dari tujuan pekerjaan
semula.

4. VIMAMSA : Merenungkan Dan Menyelidiki Alasan-Alasan Dalam Hal-Hal Yang Sedang


Dikerjakan.Perenungan dan penyelidikan tentang pekerjaan yang sedang dilakukan berguna untuk
menambah potensi kerja yang sudah ada dan sekaligus untuk meningkatkan diri di masa depan.
Keberhasilan dan kekurangan yang didapati saat ini berusaha dievaluasi dari segala sudut pandang.
Evaluasi ini dapat menimbulkan ide baru yang berhubungan dengan pekerjaan yang sedang
dikerjakan.

C. Jenis-Jenis Etos Kerja Yang Dianjurkan Dalam Agama Buddha

Dalam Delapan Jalan Mulia khususnya bagian Mata Pencaharian Benar (Sammā-ājīvā), 15 bahwa mata
pencaharian dianggap benar apabila :

1. Pencaharian yang tidak mengakibatkan pembunuhan.

Setiap apapun yang berbentuk pembunuhan sudah pasti dilarang oleh setiap Negara yang tentunya
akan dijatuhi hukuman yang seberatberatnya apabila melakukan hal tersebut bahkan dari segi
agama pun tidak membenarkan akan hal itu. Oleh karena itu, Sang Buddha sangat tidak menyukai
segala pekerjan yang bersifat pembunuhan, karena pembunuhan sangat berkaitan dengan hukum
karma

2. Pencaharian yang wajar. Pencaharian yang wajar adalah berkaitan dengan penghidupan yang
benar dan penghidupan yang benar adalah meninggalkan penghidupan yang salah. Pencaharian
yang wajar maksudnya adalah harus dilakukan dengan cara-cara yang legal bukan ilegal, diperoleh
dengan damai, dan tanpa paksaan ataupun kekerasan. Seperti misalnya menjadi seorang
agamawan agar selalu dapat menebarkan kebaikan.

3. Pencaharian yang tidak berdasarkan penipuan.

Penipuan juga merupakan salah satu cara penghidupan yang salah, karena menghasilkan kerugian
bagi orang lain, misalnya menjadi seorang pedagang yang memang mempunyai niat untuk menipu
pasti akan melakukan kebohongan yang berhubungan dengan kata-kata seperti dalam memasarkan
dagangannya berdusta dengan mengatakan secara berlebih-lebihan kualitas barang yang tidak
tepat.

4. Pencaharian yang tidak berdasarkan ilmu rendah (black-magic).

Pekerjaan yang berkaitan dengan peramalan ataupun penujuman juga merupakan pekerjaan yang
baik karena berkaitan dengan ketidakpastian sehingga sama saja dengan kasus penipuan
D. Jenis-Jenis Etos Kerja Yang Tidak Dianjurkan Dalam Agama Buddha
Juga terdapat lima jenis pekerjaan yang harus dihindarkan oleh umat Buddha adalah:

1.Menghindari perdagangan senjata; hal ini dapat mencegah tindak kekerasan, di dalam lingkungan
rumah tangga maupun masyarakat. Menciptakan ketenangan, keamanan, dan kedamaian di lingkungan
masing-masing

. 2. Menghindari perdagangan makhluk hidup; ulasan Aṅguttara Nikāya menjelaskan bahwa berdagang
makhluk hidup (sattavāṇija), seperti menjual manusia, perbudakan, atau perdagangan anak; menjual
binatang atau memelihara binatang untuk disembelih dapat dimasukkan dalam kategori ini.

3. Menghindari perdagangan daging; usaha ini merupakan penerapan dari Pañcasīla Buddhis yang
pertama, yaitu menghindari pembunuhan makhluk hidup. Apabila berdagang daging, secara langsung
maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pembunuhan agar mendapatkan daging untuk
dijual.

4.Menghindari perdagangan benda-benda yang memabukkan; dalam hal ini adalah alkohol dan
kelompok dari barang-barang narkotik. Bila dikonsumsi secara langsung ataupun perlahan-lahan, zat-zat
tersebut akan menyebabkan penurunan kesadaran sehingga perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
mabuk akan membahayakan dirinya dan orang lain.

5.Menghindari perdagangan racun; racun adalah zat yang digunakan untuk melumpuhkan dan
membunuh makhluk secara halus maupun secara paksa, menyebabkan sang korban akan sangat
menderita sebelum meninggal

DAPUS

Khrishnanda Wijaya Mukti, Wacana Buddha Dharma (Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan & Ekayana
Buddhist Centre), h.424-425. 2Nikaya dan Khudakka, Dhammapada=Kitab suci agama Buddha/
Khudakka Nikaya, Penerjemah Suryan A. Jamrah (Jakarta: Yayasan Abdi Dhamma Indonesia), h. 4.

Bhikkhu Bodhi, penerjemah: Hendra Widjaja, Tipitaka Tematik (Khuddaka Nikaya: 2444) (Jakarta:
Ehipassiko Foundation, 2013), h. 28.

Bhikkhu Bodhi, penerjemah: Hendra Widjaja, Tipitaka Tematik (Vibhangga 216 & 413) (Jakarta:
Ehipassiko Foundation, 2013), h. 71.

Bhikkhu Bodhi, Anguttara Nikaya (Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha) (Jakarta Barat:
Dhammacitta Press, 2015), h. 45. 37

Anda mungkin juga menyukai