Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Dajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :

FARAH SALSABILA E.0105.19.0013

ILZAM MARUF K E.0105.19.017

LENI APRILIANI E.0105.19.024

MOCH AZHAR M E.0105.19.025

RANI MULYANI E.0105.19.034

RESMA HERMAWATI E.0105.19.035

SILVIA RAHMAWATI E.0105.19.040

SILVIA TRIANAWATI E.0105.19.041

RIFKI ANDI E.0105.19.053

MAULANI HEMDRIYANI E.0105.19.057

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) BUDI LUHUR CIMAHI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,atas karunia dan nikmat yang telah dilimpahkan

kepada kita semua.Atas terselesaikannya makalah ini,dengan ini kami mengharapkan

mahasiswa – mahasiswi mengetahui Asuhan Keperawatan klien dengan Perilaku Kekerasan .

Akhirnya kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dan mempercepat

penyelesaian makalah ini.

Kami mengharapkan saran yang dapat menyempurnakan makalah kami ini semoga makalah ini

bermanfaat bagi semua pihak.Aamiin.

Cimahi , 10 April 2021


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Sehat jiwa merupakan suatu
kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian
yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia (Badan PPSDM, 2013). Ciri-ciri sehat jiwa yaitu seseorang mampu menghadapi
kenyataan, mendapat kepuasan dari usahanya, bebas dari rasa cemas, mengarahkan rasa
bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (Herman Ade, 2011)

Orang dengan masalah kejiwaan adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental,
sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko
mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan
internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan
atau fisik (Ruti,dkk 2010). Gangguan jiwa ditemukan di semua negara, pada perempuan dan
laki-laki, pada semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya baik di pedesaan
maupun perkotaan mulai dari yang ringan sampai yang berat (Abdul,dkk 2013).
World Heatlh Organisation (2009) dalam Fitria Nita (2012) memperkirakan sebanyak 450
juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk di perkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun
2030. Gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta
kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa, ini termasuk dampak dari gangguan
jiwa yg mana dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Badan PPSDM, 2012)
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia diatas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,4%. Hal
ini berarti terdapat lebih dari satu juta orang di indonesia yang mengalami gangguan jiwa
berat. Berdasarkan data tersebut diketahui 11,6% penduduk indonesia mengalami gangguan
mental emosional (Riskesdas, 2007). Pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa
berat mencapai 1,7% per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 jiwa (Riskesdas, 2013).
Begitu juga di Sumatera Barat Jumlah penderita gangguan jiwa pada tahun 2008 data Dinas
Provinsi Sumatera Barat dari jumlah penduduk 3.198.726 orang ada 0,26 % yang menderita
gangguan jiwa. Data Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2009 dari jumlah penduduk
di kota Padang 839.190 orang, yang mengalami gangguan jiwa di kota Padang sebanyak
0,75 %.World Health Organisation (WHO) menyebutkan masalah utama gangguan jiwa di
dunia adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan pada otak dan pola pikir, skizofrenia
mempunyai karateristik dengan gejala positif dan negatif. Gejala positif antara lain : delusi,
halusinasi, waham,disorganisasi pikiran. Gejala negatif seperti : sikap apatis, bicara jarang,
afek tumpul, menarik diri dari masyarakat dan rasa tidak nyaman (Ruti,dkk 2010).

Menurut Stuart dan Sundeen,1995 dalam Fitria Nita 2012, salah satu gejala positif dari
skizofrenia yang sering muncul adalah Perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun secara
psikologis (Keliat, dkk 2011). Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan secara verbal dan fisik. Setiap aktivitas bila tidak di cegah dapat mengarah pada
kematian.Beberapa tanda dan gejala yang biasanya muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik. Tanda dan gejala verbal yang muncul
biasanya mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor, berbicara dengan nada keras,
dan kasar (Fitria Nita, 2012). Sedangkan tanda dan gejala fisik nya dapat berupa mata
melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang,
postur tubuh kaku, serta riwayat melakukan perilaku kekerasan (Badan PPSDM, 2013).
Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung dan lekas marah.
Akibatnya frustasi tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga individu merasa cemas dan
terancam, individu berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain, kebutuhan
aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan dan membuat
individu cepat tersinggung. Dampak atau perubahan yang terjadi dapat berupa perasaan
tidak sabar, cepat marah, dari segi sosial kasar, menarik diri, dan agresif (Dalami, dkk 2009).
Melihat dampak dan kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku
kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga kesehatan yang profesional,
salah satunya yaitu keperawatan jiwa.

Menurut Gail W.Stuart. 2006 Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang
terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi,
atau komunitas. American Nurses Association (ANA), mendefenisikan keperawatan
kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori
perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya.
Menurut Suliswati, dkk 2005 dalam Abdul, dkk 2013, keperawatan jiwa adalah pelayanan
keperawatan profesional di dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada
manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang mal adaptif yang
disebabkan oleh gangguan bio- psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien. Keperawatan jiwa adalah
proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku
sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.Hasil penelitian Elita,dkk di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Pekan Baru tahun 2010, mencatat bahwa ada sebanyak 1.310 pasien
dengan alasan dirawat di rumah sakit jiwa adalah dengan masalah gangguan persepsi sensori:
halusinasi sebesar 49,77%, gangguan proses pikir: waham sebesar 4,66%, perilaku kekerasan
sebesar 20,92%, isolasi sosial sebesar 8,70%, gangguan konsep diri: harga diri rendah sebesar
7,02%, defisit perawatan diri sebesar 3,66%, dan risiko bunuh diri sebesar 5,27%.
Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
persentase gangguan jiwa khususnya perilaku kekerasan memiliki persentase tertinggi kedua
setelah halusinasi, yaitu sebesar 20,92.Berdasarkan survey awal didapatkan data dari medical
record pada tahun 2016 di RS.Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang pasien dengan gangguan jiwa
sebanyak 10.365 jiwa dengan pasien rawat inap baru sebanyak 1.106 jiwa dan pasien lama
sebanyak 1.174 jiwa, sedangkan pasien rawat jalan baru sebanyak 4.478 jiwa dan pasien lama
sebanyak 3.607 jiwa. Survey awal yang dilakukan ke salah satu ruangan rawat inap RSJ.
Prof. HB, Saanin Padang yaitu ruangan Merpati, berdasarkan data 3 bulan terakhir dimulai
dari bulan Desember tahun 2016 sampai dengan bulan Februari 2017 jumlah pasien dengan
gangguan perilaku kekerasan mengalami peningkatan, bulan Desember 2016 di dapatkan
data sebanyak 41 orang mengalami gangguan perilaku kekerasan, pada bulan Januari
sebanyak 33 orang, dan bulan Februari 2017 sebanyak 44 orang. Sedangkan pasien perilaku
kekerasan di bulan maret sementara 21 orang dari total 27 pasien.
Data yg ditemukan di semua ruangan RSJ. Prof. HB Saanin Padang pada 3 bulan terakhir
ruangan yang memiliki pasien dengan perilaku kekerasan terbanyak yaitu di ruangan
merpati dengan 129 orang pasien perilaku kekerasan dari total 155 orang pasien yang
dirawat di ruangan tersebut, merupakan jumlah terbanyak dari semua ruangan yang Hasil
wawancara dengan perawat pelaksana diruangan merpati RSJ. Prof. HB Saanin Padang di
temukan masalah asuhan keperawatan dari intervensi yang diberikan berupa strategi
pelaksanaan pada pasien perilaku kekerasan, dimana pasien masih kurang patuh dalam
mengikuti dan atau melaksanakan minum obat. Biasanya pasien menaruh obat dibawah
lidah dan dimuntahkan kembali, masalah ini ditemukan pada beberapa orang pasien.
Berdasarkan pemaparan yang telah di jelaskan di atas maka peneliti tertarik mengangkat
kasus tentang Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan
di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2017.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka permasalahan peneliti adalah
bagaimana cara menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada Pasien Perilaku Kekerasan
Rumah Sakit Prof.HB.Saanin Padang Pada Tahun 2017.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui Penerapan asuhan Keperawatan
Jiwa pada Klien dengan Perilaku Kekerasan di RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun
2017.

2. Tujuan Khusus
a) Mampu mendeskripsikan pengkajian pada pasien dengan Gangguan Perilaku kekerasan
di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.
b) Mampu mendeskripsikan masalah Keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Perilaku kekerasan di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.
c) Mampu mendeskripsikan perencanaan Intervensi pada pasien dengan Gangguan
Perilaku kekerasan di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.
d) Mampu mendeskripsikan pelaksanaan Implementasi pada pasien dengan Gangguan
Perilaku kekerasan di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.
e) Mampu mendeskripsikan hasil Evaluasi pada pasien dengan Gangguan Perilaku
kekerasan di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.

D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis
tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Perilaku
Kekerasan Di Rumah Sakit Prof.HB.Saanin Padang Pada Tahun 2017.

b. Bagi Rumah Sakit


Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan
Rumah Sakit Prof. HB, Saanin Padang dalam meningkatkan mutu pelayanan dan
Profesionalitas khususnya dalam kasus Perilaku Kekerasan. Di samping itu hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gangguan Perilaku Kekerasan.

c. Bagi Institut Pendidikan

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk


pengembangan ilmu dalam penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien dengan
Gangguan Perilaku Kekerasan di RSJ. Prof. HB, Saanin Padang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN
1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri sendiri
atau orang lain secara verbal maupun non verbal dan dan pada lingkungan. (Depkes
RI,2006). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatau bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak
memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan
tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993 dalam
Dermawan,Deden, 2013).

Menurut Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk,
2011). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan
adalah hasil dari marah yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik ataupun konsep diri.
2. RENTANG RESPON
Adaptip Maladaptip

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Gambar 2.1 Rentang Respon Perilaku Kekerasan Menurut (Keliat, 1996)

a. Respon Adaptif
1. Asertif:Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.

2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.

b. Respon Maladaptif
1. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaan nya.
2. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.

3. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang nya control.
3. Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan
Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya perilaku kekerasandijelaskan
dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart yangmeliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa,riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaanNAPZA.
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologisterhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untukmencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat,
sepertikesehatan fisik terganggu, hubungan social yang terganggu.Salah
satu kebutuhan manusia adalah “berprilaku” apabila kebutuhan tersebut
tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan
muncul adalah individu tersebutberperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural

Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lingkungan social


yang mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap
individu dalam mengekspresikan marah.Norma dan budaya dapat
mempengaruhi individu untukberperilaku asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapatdipelajari secara lansung melalui proses sosialisasi,
merupakanproses meniru dari lingkungan yang menggunakan perilaku
kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasanpada setiap
individu bersifat unik, berbeda satu orang denganorang yang lain. Stressor
tersebut dapat merupakan penyebabyang bersifat faktor eksternal maupun
internal dari individu.Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi,
perasaankehilangan dan kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan,pendidikan,
dan kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit
fisik.Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian social yang berubah
seperti serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina,
lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan social/kerja/sekolah

4. Psikodinamika Terjadinya Perilaku Kekerasan

Ancaman atau kebutuhan

Stress

Ansietas

Marah

Merasa berkuasa Mengungkapkan Merasa kebutuhannya


kemarahan tidak terpenuhi

Menantang Memaksakan kehendak


Menyadarkan akan
kebuutuhannya
Tidak ada penyesalan Menantang dan
mengancam
Memenuhi kebutuhannya

Marah berkepanjangan Kebutuhan tidak


terpenuhi
Marah teratasi
Menarik diri dari
kehidupan Menarik diri dari
kehidupan
Mengatakan dirinya
tidak berharga dan
tidak berguna

Pengembangan kemarahan

Bermusuhan kronik

Perilaku kekerasan

Kemarahan diarahkan pada diri Kemarahan diarahkan keluar


sendiri
Gambar 2.2 Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan (Rawlins et all,1993
dalam Depkes RI,2000)

5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan perilaku kekerasanmenurut Rusdi
(2013) adalah sebagai berikut:
a) Muka merah dan tegang.
b) Pandangan tajam.
c) Mengatup rahang dengan kuat.
d) Mengepalkan tangan.
e) Biacara kasar.
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
g) Mengancam secara verbal dan fisik.
h) Melempar atau memukul benda/orang lain.
i) Merusak barang atau benda.
j) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilakukekerasan.
6. Mekanisme Koping
Menurut Eko Prabowo (2014) mekanisme koping yang dipakai padapasien perilaku
kekerasan untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi.
7. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014) penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Terapi Farmakologi
Pasien dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya: Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
Trifluoperazine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer
bukan obat antipsikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, bemain
catur. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan nya program
kegiatannya.

c. Peran serta keluarga


Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
lansung pada setiap keadaan pasien. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladatif, menanggulangi
perilaku maladaptive, dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilaku adaptif
sehingga derajat kesehatan pasien dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI (2000) menerangkan bahwa terapi somatik terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien
e. Terapi kejang listrik (ECT)
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
yang diberikan kepada pasien dengan menimbulkan kejang dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan di pelipis pasien. Terapi ini
awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 kali sehari dalam seminggu (seminggu 2 kali).
2.1 Pengkajian Keperawatan
▪ Format pengkajian bersumber dari Modul Praktikum Keperawatan Jiwa, 2017.
I. Identitas Klien
Ruang rawat :…………… Tgl Rawat : ………………….
Inisial : …………..(L/P) No. RM : ………………….
Umur : ………….. Status : ………………….
Pekerjaan …………… Pendidikan : ………………….

II. Alasan Masuk

III. Faktor Predisposisi


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? (ya/tidak)
2. Pengobatan sebelumnya? (berhasil/kurang berhasil/tidak berhasil)
3. Penolakan dari lingkungan : (ya / tidak)
Jelaskan :
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
( ya/tidak)
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (ya/tidak)

IV. Fisik
1. Tanda vital : TD :……..N:…….. S:…….. P:………
2. Ukuran : TB: ………… BB:……… (turun/naik)
3. Keluhan fisik (ya/tidak)
Jelaskan:

Masalah Keperawatan :

V. Psikososial
1. Genogram :
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh :
b. Identitas Diri :
c. Peran :
d. Ideal Diri :
e. Harga Diri :
Masalah Keperawatan

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Masalah Keperawatan :

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan:
b. Kegiatan ibadah :
Masalah Keperawatan :

VI. Status Mental


1. Penampilan (tidak rapi / penggunaan pakaian tidak sesuai/ cara pakaian
tidak seperti biasanya)
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

2. Pembicaraan
( ) Cepat ( ) Apatis ( ) Kasar
( ) Lambat ( ) Gagap ( ) Membisu
( ) Inkoherensi ( ) Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Aktivitas motoric
( ) Lesu ( ) Gelisah ( ) TIK ( ) Tremor
( ) Tegang ( ) Agitasi ( ) Grimasem ( ) Kompulsif
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

4. Alam perasaan
( ) Sedih ( ) Putus asa ( ) Gembira berlebihan
( ) Ketakutan ( ) Kuatir
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

5. Afek/ emosi
( ) Datar ( ) Tumpul ( ) Labil ( ) Tidak sesuai
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

6. Interaksi selama wawancara


( ) Bermusuhan ( ) Mudah tersinggung ( ) Defensive
( ) Tidak kooperatif ( ) Kontak mata kurang ( ) Curiga
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

7. Persepsi
( ) Pendengaran ( ) Penglihatan ( ) Perabaan
( ) Pengecapan ( ) Penghidupan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

8. Proses pikir
( ) Sirkumstansial ( ) Tangensial ( ) Kehilangan asosiasi
( ) Flight of ideas ( ) Blocking
( ) Pengulangan pembicaraan / preservarasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

9. Isi pikir
( ) Obsesi ( ) Hipokondria ( ) Ide yang terkait
( ) Phobia ( ) Dipersonalisasi ( ) Pikiran magis
Waham
( ) Agama ( ) Somatik ( ) Kebesaran ( ) Curiga
( ) Nihilistic ( ) Sisip pikir ( ) Siar pikir ( ) Control pikir
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

10. Tingkat kesadaran


( ) Bingung ( ) Sedasi ( ) Stupor
Disorientasi
( ) Waktu ( ) Tempat ( ) Orang
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

11. Memori
( ) Gangguan daya ingat jangka panjang
( ) Gangguan daya ingat jangka pendek
( ) Gangguan daya ingat saat ini ( ) Konfabulasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


( ) Mudah beralih
( ) Tidak mampu berkonsentrasi
( ) Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

13. Kemampuan penilaian


( ) Gangguan ringan ( ) Gangguan bermakna
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

14. Daya tilik diri


( ) Mengingkari penyakit yang diderita
( ) Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan :
a. Makan : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
b. Keamanan : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
c. Tempat tinggal : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
d. Perawatan kesehatan : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
e. Berpakaian / berhias : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
f. Transportasi : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
g. Uang : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
2. Kegiatan sehari-hari
a. Perawatan diri : ( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
b. Nutrisi :
- Apakah anda puas dengan pola makan : ( ) ya ( ) tidak
- Apakah anda memisahkan diri : ( ) ya ( ) tidak
- Frekwensi makan perhari :
- Frekwensi kudapan perhari :
- Nafsu makan :
- BB :
- Diet khusus :
c. Tidur
- Apakah ada masalah? ( ) ya ( ) tidak
- Apakah anda merasa segar setelah bangun tidur ? : ( ) ya
( ) tidak
- Apakah ada kebiasaan tidur siang ? ( ) ya ( ) tidak
- Apa yang menolong anda untuk tidur? ( ) Ya ( ) tidak
- Waktu tidur malam? ( ) ya ( ) tidak
3. Kemampuan klien dalam
- Mengantisipasi kebutuhan sendiri? : ( ) ya ( ) tidak
- Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri : ( ) ya
( ) tidak
- Mengatur penggunaan obat : ( ) ya ( ) tidak
- Melakukan pemeriksaan kesehatan ( follow up) : ( ) ya ( )tidak
4. Klien memiliki system pendukung
Keluarga : ( ) ya ( ) tidak
Teman sejawat : ( ) ya ( ) tidak
Professional/terapis : ( ) ya ( ) tidak
Kelompok social : ( ) ya ( ) tidak
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan
atau hobi : ( )ya
( ) tidak
Masalah Keperawatan :

VIII. Mekanisme Koping


Adaptif Maladaptif
( ) Bicara dengan orang lain ( ) Minum alcohol
( ) Mampu menyelesaikan masalah ( ) Relaksasi lambat berlebih
( ) Teknik relokasi ( ) Bekerja berlebihan
( ) Aktivitas konstruktif ( ) Menghindar
( ) Olahraga ( ) Mencederai diri
( ) lainnya ( ) lainnya
Alasan :
Masalah keperawatan :

IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan


- Masalah dengan dukungan kelompok
- Masalah dengan lingkungan
- Masalah dengan pendidikan
- Masalah dengan pekerjaan
- Masalah dengan perumahan
- Masalah dengan ekonomi
- Masalah dengan pelayanan kesehatan
- Masalah lainnya

X. Pengetahuan Kurang Tentang


( ) Penyakit jiwa
( ) Faktor presipitasi
( ) Koping
( ) Lainnya
( ) Sistem pendukung
( ) Penyakit fisik
( ) Obat-obatan
Masalah keperawatan :

XI. Aspek Medik


- Diagnosa medic :

- Diagnosa multiaxial :
▪ Fokus pengkajian :
Alasan utama klien dibawa ke Rumah Sakit adalah perilaku kekerasan di rumah.
1. Data Subyektif :
- Keluarga mengatakan klien mengamuk
- Keluarga mengatakan klien marah-marah
- Keluarga mengatakan klien merusak barang-barang (memecah piring,
membanting gelas, dll)
- Keluarga mengatakan klien mengancam ataupun sampai melukai orang
lain, dsb.
- Keluarga mengatakan klien memiliki trauma masa kecil akibat
kekerasan dalam keluarga, pelecehan seksual.
- Keluarga mengatakan klien tidak mampu menerima keadaan dirinya
akibat sakit yang diderita, kecelakaan, kecacatan.
2. Data obyektif :
- Pada hasil observasi ditemukan adanya pandangan tajam, muka merah,
otot tegang, mengatupkan rahang dengan kuat, nafas pendek.
- Agitasi motoric : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam,
mengepalkan tangan , melempar barang, memukul dengan tinju kuat,
merampas, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas
motoric tiba-tiba (katatonia)
- Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata mengaau minta
perhatian, berdebat, meremehkan, bicara keras-keras, menunjukkan
adanya delusi pikiran paranaoid.
- Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang,
euphoria tidak sesuai atau berlebihan.
- Tingkat kesadaran : bingung, status mental berubah tiba-tiba,
disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali
secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan / atau merusak
lingkungan.

Penyebab :
1. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan zat / alcohol

Gejala dan Tanda Mayor :


Subjektif : Objektif :
1. Mengancam 1. Menyerang orang lain
2. Mengumpat dengan 2. Melukai diri sendiri / orang lain
kata-kata kasar 3. Merusak lingkungan
3. Suara keras 4. Perilaku agresif / amuk
4. Bicara ketus

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1. Mata melotot atau pandangan tajam
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup
4. Wajah memerah
5. Postur tubuh kaku
Kondisi Klinis Terkait :
1. Attetion deficit / hyperactivity disorder (ADHD)
2. Gangguan perilaku
3. Oppositional defiant disorder
4. Gangguan Tourette
5. Delirium
6. Demensia
7. Gangguan amnestic
(SDKI, 2016)
2.3 Intervensi Keperawatan

PERENCANAAN
NO DX KEP. INTERVENSI
TUJUAN KRITERIA EVALUASI
1 Risiko Perilaku TUM: Setelah dilakukan ...x 20 menit interaksi − Beri salam / panggil nama klien.
kekerasan ▪ Klien dapat melanjutkan diharapkan klien dapat mencegah tindakan − Sebut nama perawat sambil berjabat
hubungan peran sesuai kekerasan pada diri sendiri, orang lain, tangan
tanggung jawab. maupun lingkungan. − Jelaskan maksud hubungan interaksi
Kriteria Evaluasi : − Beri rasa nyaman dan sikap empatis
TUK 1: a. Klien mau membalas salam. − Lakukan kontrak singkat tapi sering
Klien dapat membina b. Klien mau berjabat tangan
hubungan saling percaya c. Klien menyebutkan Nama
d. Klien tersenyum
e. Klien ada kontak mata
f. Klien tahu nama perawat
g. Klien menyediakan waktu untuk kontrak
TUK 2: a. Klien dapat mengungkapkan − Beri kesempatan untuk mengungkapkan
Klien dapat perasaannya. perasaannya.
mengidentifikasi penyebab b. Klien dapat menyebutkan perasaan − Bantu klien untuk mengungkapkan marah
marah / amuk marah / jengkel atau jengkel.
TUK 3: a. Klien dapat mengungkapkan perasaan − Anjurkan klien mengungkapkan perasaan
Klien dapat saat marah /jengkel. saat marah /jengkel.
mengidentifikasi tanda b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda − Observasi tanda perilaku kekerasan pada
marah jengkel / kesal klien
TUK 4: a. Klien mengungkapkan marah yang biasa − Anjurkan klien mengungkapkan marah
Klien dapat dilakukan yang biasa dilakukan
mengungkapkan perilaku b. Klien dapat bermain peran dengan − Bantu klien bermain peran sesuai perilaku
marah yang sering perilaku marah yang dilakukan kekerasan yang biasa dilakukan.
dilakukan c. Klien dapat mengetahui cara marah yang − Bicarakan dengan klien apa dengan cara itu
dilakukan menyelesaikan masalah atau bisa menyelesaikan masalah
tidak
TUK 5: a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara − Bicarakan akibat / kerugian cara yang
Klien dapat yang digunakan dilakukan
mengidentifikasi akibat − Bersama klien menyimpulkan cara yang
perilaku kekerasan digunakan klien
− Tanyakan klien : ”Apakah mau tahu cara
marah yang sehat?”
TUK 6: a. Klien dapat melakukan berespon terhadap − Tanyakan pada klien apakah klien mau
kemarahan secara konstruktif. tahu cara baru yang sehat
Klien mengidentifikasi cara − Beri pujian jika klien mengetahui cara lain
konstruksi dalam berespon yang sehat
terhadap perilaku kekerasan − Diskusikan cara marah yang sehat dengan
klien, seperti : pukul bantal untuk
melampiaskan marah, tarik napas dalam,
mengatakan pada teman saat ingin marah
− Anjurkan klien sholat atau berdoa
TUK 7: a. Klien dapat mendemonstrasikan cara − Bantu klien untuk dapat memilih cara yang
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan : paling tepat.
mendemonstrasikan cara − Tarik nafas dalam − Klien dapat mengidentifikasi manfaat yang
mengontrol marah − Mengatakan secara langsung terpilih
tanpa menyakiti − Bantu klien menstimulasi cara tersebut
− Dengan sholat / berdoa − Beri reinforcement positif atas
keberhasilan
− Anjurkan klien menggunakan cara yang
telah dipelajari.
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

RESIKO TINGGI KEKERASAN

Pertemuan .... Hari, TGL : ........

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :
a. Data Subjektif
· Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
· Klien mengatakan sering merasa marah tanpa sebab
b. Data Objektif
· Klien tampak tegang saat bercerita
· Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
· Mata melotot, pandangan tajam
· Nada suara tinggi
· Tangan mengepal
· Berteriak
2. Diagnosa Keperawatan :
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Tindakan Keperawatan :
a. Tujuan Umum
b. Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik
c. Tujuan Khusus
· Klien dapat membina hubungan saling percaya
· Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
· Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
· Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
· Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan fisik
1: teknik nafas dalam
· Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan :
· Bina hubungan saling percaya
· Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya
· Bantu klien mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
· Bantu klien mengungkapkan tanda gejala perilaku kekerasan yang
dialaminya
· Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
· Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada diri sendiri, orang lain/keluarga, dan lingkungan
· Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
teknik napas dalam
· Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Pak. Perkenalkan nama saya Tiwi, panggil saja Suster Tiwi.
Saya adalah mahasiswa dari JURUSAN
KEPERAWATAN. POLTEKKES DENPASAR
Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat
bapak
Nama Bapak siapa dan suka dipanggil siapa? Baiklah mulai sekarang saya
akan panggil Bapak Jono saja, ya”
b. Evaluasi/validasi
“kalau boleh tahu, sudah berapa lama Bapak Jono di sini ? Apakah Bapak
Jono masih ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan
Bapak saat ini? Saya lihat Bapak sering tampak marah dan kesal, sekarang
Bapak masih merasa kesal atau marah ?”

c. Kontrak :
· Topik
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang
membuat Bapak Jono marah dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok.
Pak?”
· Waktu
Berapa lama Bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan
saya? Bagaimana kalau 15 menit saja?
· Tempat
Bapak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok,
asal Bapak merasa nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara di teras
ruangan ini saja ya, Pak”
· Tujuan
Agar Bapak dapat mengontrol marah dengan kegiatan yang positif yaitu
dengan latihan fisik 1 : teknik nafas dalam dan tidak menimbulkan
kerugian untuk diri sendiri maupun orang lain.
2. Fase Kerja
“Nah, sekarang coba Bapak ceritakan, Apa yang membuat Bapak Jono
merasa marah? ”
Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?”
“Lalu saat Bapak sedang marah apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak
merasa sangat kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata melotot,
rahang terkatup rapat dan ingin mengamuk? ”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? ”
“Apakah dengan cara itu marah/kesal Bapak dapat terselesaikan? ” Ya tentu
tidak, apa kerugian yang Bapak Jono alami?”
“Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah Bapak dapat
tersalurkan.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu? Namanya
teknik napas dalam”
”Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi
sudah Bapak rasakan, maka Bapak berdiri atau duduk dengan rileks, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan
melalui mulut”
“Ayo Pak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, bapak berdiri atau
duduk dengan rileks tarik nafas dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. “
“Bagus sekali, Bapak sudah bisa melakukannya”
“ Nah.. Bapak Jono tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi nafas
dalam, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
· Subyektif
“Bagaiman perasaan Bapak setelah kita berbincang-bincang
dan melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul,
dan kelihatannya Bapak terlihat sudah lebih rileks”.
· Obyektif
”Coba Bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak marah, lalu apa
yang Bapak rasakan dan apa yang akan Bapak lakukan untuk
meredakan rasa marah”. Coba tunjukan pada saya cara teknik nafas
dalam yang benar.
“Wah...bagus, Bapak masih ingat semua...”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
“Bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kali dalam 1 hari dan di
tulis dalam jadwal kegiatan harian Bapak.
c. Kontrak yang akan datang
· Topik :
“ Nah, Pak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah 1 nya saja. Masih
ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak. Cara
yang ke-2 yaitu dengan teknik memukul bantal .
· Waktu :
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ke-2 ini besok, Bagaimana
kalau 15 menit lagi saja?
· Tempat :
“Kita latihannya dimana, Pak? Di teras ruangan ini saja lagi , Pak”.
“ok, Pak.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, ungkapan
perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa, keinginan tidak
tercapai, tidak puas), serta perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam baik berupa ancaman
serangan fisik atau konsep diri. Perasaan marah berfluktuasi sepanjang rentang
adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan, sedangkan respon
maladaptif, yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.

3.2 Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Candra, I Wayan, dkk. 2017. Modul Praktikum Jiwa Mahasiswa Semester V Prodi
D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar. Denpasar : Jurusan
Keperawatan Poltekkes Denpasar
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Andi
Pello, Agnes. 2017. Terapi Aktivitas Kelompok (Tak) Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 1 Oktober 2018 dari:
https://www.academia.edu/35272180/TERAPI_AKTIVITAS_KELOMPO
K_TAK_PADA_PASIEN_DENGAN_RESIKO_PERILAKU_KEKERAS
AN
Stuart, GW dan SJ Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
St Louis : Mosby Year Book
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Yusuf, Ah. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Diunduh pada
tanggal 13 September 2018 dari :
https://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/buku%20ajar%20keperawatan%
20kesehatan%20jiwa.pdf

Anda mungkin juga menyukai